BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG"

Transkripsi

1 BAB II NILAI MORAL DALAM MASYARAKAT JEPANG Jepang merupakan negara yang mengedepankan tentang nilai moral dalam kehidupan seharihari dan kehidupan bernegara, meski tidak dapat dikatakan semuanya mempunyai nilai moral seperti orang Jepang yang sering dijumpai di Indonesia. Nilai moral bangsa Jepang dipercaya oleh masyarakat Jepang dan dunia merupakan modal menjadikan Jepang sebagai negara maju. Masyarakat Jepang dikenal mempunyai budaya disiplin, kerja keras, menghargai orang lain dan lain-lain. Secara umum, pengertian masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama. Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab dengan kata syaraka. Syaraka yang artinya ikut serta (berpartisipasi), sedangkan balam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan society yang pengertiannya adalah interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan ( Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Indan Ecang, 1982:14). Masyarakat menurut Selo Soemardjan adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan (Soerjono Soekanto, 2006:22). Nilai moral masyarakat Jepang terangkum dalam budaya Jepang yang dikenal dengan nama Bushido. Menurut Benedict, Bushido adalah tata cara Samurai yang merupakan sebuah perilaku tradisional yang ideal. Inazo Nitobe dalam Benedict mengatakan Bushido adalah perpaduan antara kehormatan, kesopanan, kesetiaan dan pengendalian diri ( A. Pengertian Bushido Bushido berasal dari kata bu yang memiliki arti beladiri, sedangkan shi memiliki arti Samurai (manusia) dan do yang berarti jalan. Secara garis besar Bushido berarti jalan terhormat yang harus ditempuh seorang Samurai (Benedict,1982 : 335). Bushido tidak sekedar aturan dan

2 tatacara berperang dan mengalahkan musuh, tetapi Bushido memiliki makna yang dalam tentang prilaku yang ditanamkan untuk kesempurnaan dan kesempurnaan seorang prajurit atau Samurai. Dalam etika Bushido terkandung berbagai macam ajaran tentang moral yang tinggi yang erat hubungan dengan tanggung jawab, kesetiaan, sopan santun, tata krama, disiplin, rela berkorban, pengabdian, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani, kejujuran, pengendalian diri (Tsunenari dan Nakamura, 2007 : 53-56). Sementara itu, Matsuura (1994:92) mengatakan bahwa Bushido berasal dari kata 武士 (bushi) artinya prajurit, dan 道 (dou) diartikan sebagai jalan. Dou ( 道 ) dalam kata Bushido ( 武士道 ) merupakan jalan ksatria atau Samurai. Samurai ( 侍 atau 士 ) adalah istilah yang biasa digunakan bagi perwira zaman sebelum industri Jepang. Samurai dalam Bushi to Bushido (2007) dijelaskan sebagai berikut : Arti kata Bushi sendiri sudah digunakan pada zaman Nara yang berarti opsir militer atau ksatria. Namun demikian, setelah abad ke-10 pada pertengahan zaman Heian di dalam (Bushido: Nitobe inazo) menyebutkan bahwa menegakkan kepala Samurai merupakan inti Bushido. Dapat dikatakan, Bushido ( 武士道 ) adalah jalan ksatria yang merupakan pedoman bagi kaum Samurai dan kode etik bangsa Jepang ( B. Sejarah Bushido Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh ajaran Budha Zen. Zen merupakan moral dan filosofis Samurai. Zen sebagai dasar moral karena Zen merupakan agama dan kepercayaan yang mengajarkan tidak ada tenggang waktu atau jeda dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan. Sebagai filosofi Zen menekankan bahwa tidak ada batas antara hidup dan mati. Zen tidak mentoleransi pemikiran dan sangat menghargai intuisi, maka filosofi Zen ini sangat digemari para kaum Samurai. Secara keseluruhan Zen memiliki arti langsung percaya pada diri sendiri dan memenuhi kebutuhan diri sendiri. Meditasi yang menjadi tradisi Zen sangat cocok bagi para Samurai yang kehidupannya sebagian besar dihabiskan dalam perenungan dan kesunyian (Mattulada, 1979 : 84). Selain dilandasi etika Zen, Bushido juga memiliki landasan Confusius dari Cina yang masuk ke Jepang pada masa pemerintahan Kaisar Shotoku pada 593 dalam periode Yamato. Ajaran Confusius mengajarkan keharmonisan harmonisasi hubungan antara sesama manusia, manusia

3 dengan makhluk lain yang ada di dunia, dan hubungan manusia dengan alam. Ajaran Confusius juga mengajarkan hubungan yang harmonis antara sisi fisik dan batin manusia. Prinsip keseimbangan ini berlaku dari zaman dulu sampai sekarang, karena orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual memiliki peran yang sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk memisakhkan keduanya atau hal yang mengabaikan ketidakharmonisan keduanya berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan (Boy de Mente, 2009 : 27). Selain didasari oleh ajaran Zen dan Confusius, Bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan kepada kaisar (Tenno) dan negara (Suryohadiprojo,t.t. : 49). Dari uraian di atas dapat diperjelas bahwa Bushido adalah suatu kode etik kaum Samurai yang tumbuh sejak terbentuknya Samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Buddha dan Shinto. Dalam agama Buddha khususnya ajaran Zen. Dalam ajaran Buddha dan Shinto menimbulkan harmoni dengan apa yang dikatakan orang Jepang sebagai kekuasaan absolut. Melalui meditasi, kaum Samurai berusaha mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi dari ucapan verbal. Di samping itu, kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan, kepada yang berkuasa, sehingga menetralisi (kemungkinan) sifat sombong seorang pejuang militer. Kepercayaan Shinto menekankan kesetiaan dan kecintaan kepada negara dan Tenno. Ia tidak mengenal dosa (sin), tetapi lebih menekankan soal kehormatan dan harga diri. Bushido mengandung keharusan seorang Samurai untuk senantiasa memperhatikan : (1) kejujuran, (2) keberanian, (3) kemurahan hati, (4) kesopanan, (5) kesungguhan, (6) kehormatan atau harga diri, dan (7) kesetiaan. Untuk itu semua diperlukan pengendalian diri (Suryuhadiprojo : 1981, 49). C. Nilai Nilai Bushido Dari uraian di atas, maka dapat diketahui nilai-nilai Bushido yang diberlakukan di Jepang, di mana nilai-nilai tersebut dibudayakan, diajarkan dan ditanamkan kepada semua masyarakat Jepang sejak dini. Awalnya nilai moral tersebut yang diberlakukan kepada para Samurai terdiri dari 4 nilai nilai yaitu; On, Gimu, Giri dan, Ninjo. On yang berarti hutang budi, Gimu yang berarti kewajiban, Giri yang berarti kebaikan dan Ninjo yang berarti kasih sayang. Namun selain 4 nilai nilai tersebut, Etika Bushido dirumuskan menjadi nilai nilai hidup sebagai berikut. 1. Gi ( 義 Integritas)

4 Menjaga kejujuran, seorang Samurai senantiasa mempertahankan etika, moralitas, dan kebenaran. Integritas merupakan nilai Bushido yang paling utama. Kata integritas mengandung arti jujur dan utuh. Keutuhan yang dimaksud adalah keutuhan seluruh aspek kehidupan, terutama antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam falsafah Bushido. 2. Yuu ( 勇 Keberanian) Berani dalam menghadapi kesulitan, keberanian merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Keberanian juga merupakan ciri para Samurai, mereka siap dengan resiko apapun termasuk mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan keyakinan. Keberanian mereka tercermin dalam prinsipnya yang menganggap hidupnya tidak lebih berharga dari sebuah bulu. Namun, keberanian Samurai tidak membabibuta, tapi keberanian Samurai dilandasi dengan latihan yang keras dan penuh disiplin. 3. Jin ( 仁 Kemurahan hati) Memiliki sifat kasih sayang, Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (Yin) dan feminin (Yang). Jin mewakili sifat feminin yaitu mencintai. Meski berlatih ilmu pedang dan strategi berperang, para Samurai harus memiliki sifat mencintai sesama, kasih sayang dan, perduli. Kasih sayang yang perduli tidak hanya ditujukan kepada atasan maupun pimpinan, namun pada kemanusiaan adalah hal yang juga harus diterapkan. Sikap ini harus ditunjukkan dalam keadaan apapun dan dalam waktu kapanpun. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan. 4. Rei ( 礼 Menghormati) Hormat kepada orang lain, seorang Samurai tidak pernah bersikap kasar dan ceroboh, namun senantiasa menggunakan kode etiknya secara sempurna setiap waktu dan sepanjang perjalanan hidup. Sikap santun dan hormat tidak hanya ditunjukkan kepada pimpinan dan orang tua, namun kepada tamu atau siapapun yang ditemui bahkan kepada musuh. Sikap santun juga meliputi cara duduk, berbicara, bahkan dalan memperlakukan benda atau senjata.

5 5. Makoto atau Shin ( 信 Kejujuran dan tulus ikhlas) Makoto atau Shin merupakan etika Samurai yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, dan melakukan apa yang mereka katakan. Samurai sangat menjaga ucapannya tidak berkata buruk pada keburukan orang meski dalam keadaan sulit atau situasi yang tidak menguntungkan. Janji yang diucapkan seorang Samurai harus ditepati sekalipun itu janji yang sulit, karena bagi para Samurai janji adalah hutang yang harus dibayar. Selain kejujuran, konsep Makoto atau Shin juga mengajarkan ketulusan dalam melaksanakan suatu perbuatan. Ketulusan, yang memiliki arti sikap yang menjunjung tinggi kemurnian dalam batin. Ketulusan tidak mengenal cara berpikir paling benar. Dalam sikap tulus yang paling penting bukan sasaran, tapi cara bertindak demi mendapatkan sasaran tersebut. 6. Meiyo ( 名誉 Kehormatan) Menjaga kehormatan diri, bagi para kaum Samurai cara untuk mejaga kehormatan adalah menjalankan etika Bushido secara konsisten sepanjang waktu dan tanpa menggunakan jalan pintas apapun yang dapat melanggar moralitas. Seorang Samurai memiliki harga diri yang tinggi, yang mereka jaga dengan melakukan perilaku terhormat. Salah satu cara mereka menjaga kehormatan adalah dengan tidak menyia nyiakan waktu dan menghindari perilaku tidak berguna. 7. Chuugi ( 忠義 Loyal) Menjaga kesetiaan kepada satu pimpinan dan guru, kesetiaan kepada pimpinan dilakukan secara total dan penuh kesungguhan dalam menjalankan tugas. Kesetiaan seorang ksatria tidak hanya pada masa kejayaan tuannya. Bahkan saat tuannya mengalami kondisi yang tidak diinginkan atau mengalamai banyak beban permasalahan, seorang ksatria tetap setia pada pimpinannya dan tidak meninggalkannya. puncak kehormatan seorang Samurai adalah mati dalam menjalankan tugasnya. 8. Tei ( 悌 Menghormati orang tua)

6 Menghormati orang tua dan rendah hati, Samurai sangat menghormati dan perduli pada orang yang lebih tua. Baik kepada orang tua sendiri, pimpinan, maupun kepada para leluhur. Mereka harus memahami silsilah keluarga dan asal usulnya. Mereka fokus melayani dan tidak memikirkan kepentingan jiwa dan raganya pribadi ( D. Nilai Moral Masyarakat Jepang Nilai-nilai Bushido di Jepang terus dipertahankan dan melekat pada nilai moral masyarakat Jepang seperti sekarang. Nilai-nilai tersebut berasal dari nilai Bushido, Makoto yang berarti kejujuran dan ketulusan, Jin yang berarti kebajikan dan kemurahan hati, Gi yang berarti kebenaran dan keadilan, Rei yang berarti kesopanan, Meiyo yang berarti kehormatan, Chuugi yang berarti kesetiaan, Yuu yang berarti keberanian dan Tei yang berarti peduli. 1. Bertanggung Jawab dan Introspeksi Bertanggung jawab dalam setiap keputusan atau perilaku. Hal ini terkait dengan sikap yang sigap dan tegas dalam mengambil sebuah keputusan. Bagi masyarakat Jepang, kesalahan yang terjadi setelah mengambil keputusan adalah hikmah untuk dirinya agar mengintropeksi secara mendalam. Orang Jepang tidak akan mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain, karena itu adalah perbuatan yang tidak terpuji. 2. Keberanian untuk Mempertahankan Kebenaran Keberanian tercermin dari sikap orang Jepang dalam mempertahankan kelompoknya seperti dalam pekerjaan atau dalam organisasi lain. Bagi orang Jepang, kelompok adalah yang harus dibela bahkan sampai rela mati demi untuk membela dan mempertahankan kelompoknya. Ketika kelompok namanya jelek, maka orang Jepang yang termasuk dalam kelompok tersebut juga ikut terpukul dan terpanggil untuk memperbaikinya. 3. Murah Hati, Mencintai Sesama, Kasih Sayang dan Simpati

7 Nilai murah hati, mencintai sesama, kasih sayang dan simpati, sampai sekarang di Jepang terpelihara, dilestarikan dan dibudayakan sehingga sumber daya manusia di Jepang cukup melonjak tinggi dan taraf kemiskinan masyarakatnya mengalami banyak penurunan. 4. Hormat dan Santun Kepada Orang Lain Sikap hormat dan santun kepada orang lain telah ditanamkan sejak usia dini di rumah dan sekolah, sehingga dalam semua aspek kehidupan masyarakat Jepang tercermin sikap hormat dan santun kepada orang lain. Selain itu, orang Jepang juga mempunyai sifat lemah lembut, meski secara sekilas, orang Jepang seakan sangat individualis ketika bertemu di jalan. Hal yang menarik ketika melihat orang Jepang sibuk dengan membaca buku, baik di kereta maupun di bus, ternyata mereka melakukan itu karena mereka ingin menghormati orang lain yang ada di dalam kendaraan tersebut dan tidak ingin waktunya habis dengan sia-sia. Mereka malu jika tidak menghargai waktu. Santun terhadap waktu telah menjiwai masyarakat Jepang dari kalangan anak-anak sampai orang tua hingga saat ini. 5. Kejujuran dan Ketulusan Kejujuran dan ketulusan pada masayarakat Jepang terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Jepang. Ketidakjujuran dan ketidakbenaran dianggap sebagai hal yang memalukan, sehingga ajaran tentang kejujuran dan ketulusan diberikan sejak usia dini di dalam rumah tangga dan sekolah. Sanksi moral yang diberikan masyarakat terhadap pelanggaran kejujuran dan ketulusan merupakan sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau masyarakat dan bangsa. Apabila terdapat kasus ketidakjujuran, penyalahgunaan wewenang, atau penghianatan terhadap kewajiban, orang Jepang memilih untuk bunuh diri. Inilah keunikan Jepang. Masyarakatnya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan ketulusan. Bagi mereka, jika tidak jujur dan tulus, rasa malulah yang akan ditanggungnya.

8 6. Menjaga Nama Baik dan Kehormatan Salah satu sikap menjaga nama baik dan kehormatan adalah menjaga kualitas diri dengan cara tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting dan menghindari perilaku yang tidak berguna. Dengan menjaga nama baik dan meningkatkan kualitas diri, maka tingkat perilakuperilaku yang bisa mengancam nama baik keluarga tidak akan pernah dilakukan. Dengan menjaga nama baik dan meningkatkan kualitas diri, tingkat kecurangan, baik dari skala kecil sampai besar akan bisa dikurangi. 7. Kesetiaan dan Loyalitas Ekspresi kesetiaan dalam masyarakat Jepang adalah kesetiaan kepada pimpinan, atasan dan guru. Demi menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan maupun guru, masyarakat Jepang mau bekerja keras semaksimal mungkin. Upayanya dalam bekerja keras adalah selain untuk kesetiaan dan penghormatan kepada atasan, pimpinan dan guru, juga untuk kehormatan dirinya sendiri. Ajaran kesetiaan secara menyeluruh ditanamkan di dalam rumah-tangga dan sekolah sejak usia dini. 8. Peduli Sikap peduli ditandai dengan kepedulian masyarakat Jepang terhadap peraturan. Secara umum masyarakat Jepang mulai dari usia dini sampai dewasa taat kepada aturanaturan yang dibuat untuk keamanan, keselamatan dan ketertiban. Mayarakat Jepang secara tertib mentaati aturan lalu lintas, tata tertib di tempat pelayanan umum, tata tertib di ruang publik dan sebagainya (Imam Subarkah, 2013:63). 9. Rasa Malu Rasa malu artinya adalah mengutamakan penilaian masyarakat pada umumnya. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang dikendalikan oleh budaya malu. Yang artinya, mereka mendasarkan tindakan pada suatu ukuran, apakah tindakan mereka akan menimbulkan malu atau tidak. Jika akan menimbulkan malu maka mereka akan berusaha menghindari tindakan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa orang Jepang standar untuk menilai baik atau buruknya suatu tindakan adalah malu.

9 Orang Jepang akan merasa malu jika melanggar norma moral yang ada, malu jika tidak disiplin, malu jika melanggar peraturan, malu jika korupsi atau mengambil barang yang bukan miliknya, malu jika tidak bekerja keras dan lain-lain. Malu yang dimiliki masyarakat Jepang bukan malu yang muncul karena keberadaan Tuhan atau takut akan dosa. Akan tetapi, lebih kepada malu yang muncul dengan adanya keberadaan pihak lain, seperti keberadaan masyarakat sekitarnya. Mereka lebih memilih jalan dengan mengorbankan jiwa mereka daripada hidup dengan rasa malu, atau dapat juga dikatakan lebih baik mati dengan cara terhormat (Ruth Benedict, 1989:338). 10. Mandiri Kemandirian sudah ditanamkan sejak dini dalam pendidikan Jepang. Mulai dari mandi, sikat gigi, berpakaian, makan, dan lain-lain. Seorang anak TK di Jepang sudah harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento, sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang tergantung di lehernya. Setiap anak dilatih untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Kemandirian ini tampak hasilnya setelah anak tersebut sudah dewasa, yaitu mereka akan menyadari bahwa keberhasilan yang mereka inginkan bergantung pada kemauan dan bakatnya sendiri. Ketika lulus SMA dan melanjutkan ke bangku kuliah, hampir sebagian besar remaja Jepang tidak meminta biaya kuliah kepada orang tua mereka. Banyak diantara mereka mengadalkan part time job untuk biaya kuliah dan kehidupan mereka seharihari. Kalaupun kehabisan uang, mereka meminjam uang ke orang tua dan akan dikembalikan di bulan berikutnya (Agus Susanto, 2013:151). 11. Hidup Hemat Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian mereka. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini tampak dalam berbagai bidang kehidupan. Orang Jepang pun banyak yang tidak memiliki mobil. Bukan karena tidak mampu, melainkan karena lebih hemat menggunakan bus atau kereta untuk berpergian. 12. Kerja Keras

10 Kerja keras orang Jepang dapat diketahui dengan tidak memperdulikan jam bekerja. Mereka akan lembur untuk menuntaskan pekerjaan tanpa mengharapkan uang lembur. Selain itu, pandangan pekerja yang pulang kerja lebih awal dianggap sebagai aib, karena mereka dianggap kurang berperan di tempat kerjanya. Sifat kerja keras ini didorong oleh rasa tanggung jawab, semangat kelompok (Agus Susanto, 2013: 19). 13. Pantang Menyerah Masyarakat Jepang dikenal dengan sikap pantang menyerahnya berkaitan dengan sikap malu bila tidak berhasil, tidak bertanggung jawab dalam menghadapi masalah dan keinginannya untuk maju sekaligus mencintai tanah air. 14. Disiplin dan Tepat Waktu Displin bagi masyarakat Jepang berkaitan dengan rasa malu dan harga diri. Mereka merasa malu karena telah mengecewakan orang lain jika tidak disiplin atau tidak tepat waktu. Disiplin juga berkaitan dengan kerja keras dan komitmen pada pekerjaan yang dilakukannya. 15. Menjaga Kebersihan Kebersihan di Jepang tidak melulu disebabkan oleh kesigapan para petugas kebersihan dalam membersihakan tempat-tempat umum maupun lingkungan sekitar, tetapi juga didukung oleh masyarakat Jepang yang dididik sejak kecil untuk berbudaya bersih dan memikirkan kenyamanan orang lain. Orang tua di Jepang mendidik anakanak mereka sejak kecil untuk selalu mejaga kebersihan dimanapun mereka berada, seperti membuang sampah pada tempatnya, mengelompokkan sampah sesuai jenisnya, mengelap dudukan wc dengan tisu sesudah memakainya,dan sebagainya. Hal ini lambat laun menjadi kepribadian yang mengakar kuat dan cermin masyarakat Jepang di mata dunia sebagai negara dengan tingkat kebersihan paling baik. 16. Menjaga Perasaan/ Menghargai Orang Lain Orang Jepang sangat hati-hati dalam berbicara dan bertindak karena mereka sangat memikirkan perasaan orang lain, mereka takut lawan bicara merasa tersinggung atau

11 tersakiti. Pada saat pertama kali bertemu orang baru, orang Jepang memakai bahasa dan kata-kata yang sopan, karena mereka memikirkan perasaan orang lain dan mecegah hal-hal yang akan membuat malu dirinya sendiri, jika ternyata orang yang baru mereka ketemui tersebut ternyata umurnya lebih tua dan seharusnya dihormati. Selain itu, orang Jepang tidak suka menjadi satu individu yang menonjol sendiri, mereka selalu ingin terlihat sama dan seragam karena itu bisa membuat mereka nyaman dan tidak merasa aneh sendiri di tengah masyarakat. Kalaupun terjadi masalah, orang Jepang selalu memikirkan dengan dalam, bagaimana agar penyampaian atau tindakannya tidak menyakiti perasaan orang. 17. Ramah dan Sopan Orang Jepang cenderung untuk selalu menyapa dan mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya, sekalipun itu orang asing yang belum mereka kenal. Budaya Jepang memperhatikan penghormatan dan sikap sopan kepada orang yang memiliki status sosial lebih tinggi atau lebih tua. Bahasa Jepang juga memiliki kosakata khusus yang digunakan untuk menunjukkan penghormatan atau yang lebih sopan. 18. Ekspresif Sifat ekspresif menunjukkan bahwa orang Jepang mempunyai empati. Tidak peduli seberapa sederhananya topik pembicaraannya, hal itu bisa terasa sangat menarik karena respon ekspresif yang diberikan oleh orang Jepang. 19. Menghargai Usaha / Proses Orang Jepang sangat menghargai usaha dan kesungguhan seseorang. Sekalipun hasil yang dicapai oleh seseorang tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi jika orang tersebut sudah berusaha dengan sangat keras, maka mereka akan mengapresiasi dengan baik orang tersebut. Sikap menghargai usaha ini juga tampak dari ekspresi mereka yang selalu bersemangat menyongsong setiap pekerjaan dan tantangan, karena mereka yakin dengan semangat dan kerja keras akan memberikan hasil yang baik.

12 20. Prosedural, Well Organized, Tekun, dan Teliti Di dalam bekerja, orang Jepang sangat memperhatikan urutan langkah-langkahnya. Jika mereka diberikan petunjuk untuk menyelesaikan pekerjaan atau menggunakan suatu alat, maka mereka akan dengan teliti membaca petunjuknya dari awal hingga akhir tanpa ada yang terlewat, lalu benar-benar mengerjakan sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Ketika menjalankan tugasnya memastikan bahwa mereka tidak salah dalam melakukan tugasnya. Meski mereka telah sering menjalani rutinitas itu, ketekunan dan ketelitiannya tidak berkurang. E. Pembentukan Nilai Moral Pengertian nilai moral adalah perilaku yang dikontrol oleh diri sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana memilih tindakan yang baik atau buruk, benar atau salah sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan contoh, berterima kasih setelah mendapatkan pertolongan dari orang lain adalah tindakan yang benar dalam menerapkan etika moral karena berterima kasih setelah mendap 33at pertolongan merupakan perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap orang yang telah membantu. Nilai moral pertama kali diajarkan di rumah karena lingkungan rumah merupakan mempunyai mempengaruhi moral dasar pada anak-anak Jepang. Seorang anak akan melihat dan mencontoh perilaku dan kebiasaan yang terjadi dalam rumah. Jika di dalam rumah, keluarga mereka mempunyai kebiasaan buruk dan tidak menerapkan etika moral, secara otomatis anak-anak akan mencontoh kelakuan buruk tersebut. Sebaliknya, jika di dalam rumah, keluarga mereka berkepribadian baik dan menerapkan etika moral, maka anak-anak akan secara otomatis berkelakuan baik dan beretika. Contoh: jika keluarga terbiasa bersih, seperti membuang sampah pada tempatnya, anak-anak akan mengikuti lingkungannya dengan membuang sampah pada tempatnya juga. Setelah tahap pembentukan kepribadian di dalam rumah, tahap selanjutnya adalah di lingkungan masyarakat luar rumah. Lingkungan masyarakat diartikan sebagai suatu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Lingkungan masyarakat luar rumah

13 merupakan tahapan penerapan kepribadian yang sudah dilakukan didalam rumah. Lingkungan masyarakat selain merupakan penerapan kepribadian yang sudah dilakukan didalam rumah, juga merupakan tahapan penerapan kepribadian yang sudah dilakukan di sekolah. Begitupun sebaliknya, lingkungan masyarakat akan sangat mempengaruhi pembentukan etika moral seseorang karena lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang lebih luas dibandingkan lingkungan didalam rumah ataupun di sekolah, dan menentukan etika moral yang telah diajarkan dirumah dan di sekolah akan terus berkembang ataukah justru akan memudar. Jika mereka berada di lingkungan masyarakat yang menjunjung tinggi etika moral, mereka juga akan mengikuti lingkungan sekitar mereka tersebut. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. F. Pembentukan Nilai Moral di Jepang melalui Pendidikan Perilaku etis atau nilai moral memiliki kaitan erat dengan pendidikan. Pendidikan adalah hal yang paling penting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dapat dimulai sejak bayi masih berada dalam kandungan, dengan contoh yang banyak dilakukan, yaitu memperdengarkan musik, membaca untuk sang bayi yang masih berada dalam kandungan dan mengajaknya berbicara. Hal ini merupakan harapan dapat memberi masukan ilmu kepada sang bayi sebelum proses kelahiran. Melalui pendidikan, seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki karir yang baik serta diharapkan dapat bertingkah sesuai norma norma yang berlaku. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis. Sistematis, intensional dan kreatif di mana peserta didik mengembangkan potensi diri, kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Perkembangan di dunia pendidikan ikut berubah seiring dengan perkembangan zaman dengan pola pikir pendidik berubah dari konservatif menjadi modern. Dengan tujuan pendidikan untuk menciptakan pribadi berkualitas dan memiliki karakter sehingga mempunyai visi yang luas kedepan untuk menggapai cita cita yang diharapkan serta dengan mudah beradaptasi dengan berbagai macam lingkungan. Salah satu motivasi konsep pendidikan adalah memotivasi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan di Jepang dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan pendidikan di Jepang merupakan pemahaman atas pentingnya pendidikan dalam masyarakat. Semua pihak mengerti efek dan

14 manfaat pendidikan akan menghasilkan hasil yang baik dalam jangka panjang, sehingga tujuan pendidikan dibuat sebagai berikut : 1) Mengembangkan kepribadian setiap individu secara utuh. 2) Berusaha keras mengembangkan sumber daya manusia yang baik dalam pikiran maupun jasmani. 3) Mengajarkan kepada setiap siswa agar senantiasa memelihara keadilan dan kebenaran. 4) Setiap siswa dididik untuk selalu menjaga keharmonisan dan menghargai lingkungan sosial. 5) Setiap siswa dituntut agar dapat disiplin, menghargai waktu dan memiliki etos kerja yang baik. 6) Pengembangan sikap bertanggung jawab terhadap setiap pelajaran dan tugas yang diberikan sesuai tingkat pendidikan masing masing. 7) Meningkatkan semangat independen setiap siswa untuk membangun negara dan menjaga perdamaian dunia. Jika dilihat dari tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas, pendidikan sangat memiliki kaitan yang erat dengan nilai moral dan saling mempengaruhi. G. Pendidikan Nilai Moral di Rumah, Sekolah dan Lingkungan Masyarakat Pembentukan nilai moral dilakukan melalui pendidikan di rumah, di lingkungan masyarakat dan di sekolah. Pendidikan moral akan sulit diajarkan jika hanya melalui teori saja, pendidikan moral harus dipraktekkan. Berdasarkan hal itulah pendidikan moral di lingkungan SD, dilakukan dengan cara anak-anak dilatih berbagai kebiasaan hidup ( 生活科 seikatsuka) dan langsung dihadapkan dengan pengalaman melalui metode Learning by Doing, seperti: makan siang bersama, bekerjasama dengan teman, mengucap salam, aktivitas motorik (olahraga), piket di kelas, lomba antar kelas dan berani tampil di depan kelas. Ia juga harus membersihkan dan menyikat WC, menyapu dan mengepel lantai ( Selain yang disebutkan di atas, metode Learning by Doing juga bertujuan untuk menanamkan nilai pada anak tentang pentingnya melayani orang lain, lebih mandiri, menghormati orang lain, disiplin dan teratur. Pelajaran yang diberikan dengan cara melatih

15 anak-anak pada saat makan siang. Pada saat itu, anak-anak diharuskan merapikan meja untuk digunakan makan siang bersama di kelas. Makan siang, dilayani oleh mereka sendiri secara bergiliran. Beberapa anak pergi ke dapur umum sekolah untuk mengambil trolley makanan dan minuman. Kemudian mereka melayani teman-temannya dengan mengambilkan makanan dan menyajikan minuman. Ada pun peran guru dikelas harus memuji mereka, untuk menyuplai semangat dan kebanggaan yang selalu terkenang. Nilai-nilai moral di sekolah di Jepang, juga diberikan melalui diskusi interaktif. Diskusi interaktif tersebut menggiring anak-anak untuk berpikir tentang pentingnya melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan. Tidak ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini. Untuk mengetahui pemahaman anak-anak tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang tema moral tertentu. Kadang mereka juga diputarkan film yang memiliki muatan moral dan diajak untuk berdiskusi isi dari film itu. Contohnya, dalam suatu kasus, siswa diajak berdiskusi mengenai ijime (bullying/kekerasan) yang menjadi masalah besar di sekolah-sekolah Jepang hingga saat ini. Di awal diskusi tentang ijime, siswa diharuskan mengungkapkan perasaan tidak sukanya menjadi korban ijime. Siswa kemudian diminta untuk menuangkan pikiran dan perasaannya dalam tulisan mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan demi memperbaiki masalah ijime ini, baik yang ditimbulkan orang lain maupun dirinya sendiri. Peran guru dalam hal ini adalah hanya sebagai mediator. Contoh lain, siswa diajak berdiskusi tentang berbohong dan giliran piket bersih-bersih di kelas. Dalam dua sesi yang berbeda itu, pendekatan yang dilakukan oleh guru Jepang relatif mirip. Tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur atau menjalani tugas piket, namun dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-akibat berbohong atau ketika mereka tidak menjalani tugas piket. Melalui diskusi interaktif itu, siswa membangun kerangka berpikir tentang pentingnya melaksanakan nilai-nilai moral yang telah disepakati di sekolah. Nilai moral, ada juga yang ditanamkan melalui pesta olah raga yang disebut Undoukai. Undoukai berasal dari kata Undou yang artinya latihan dan Kai yang artinya pertemuan. Undoukai juga disebut festival olah raga. Festival olah raga ini rutin dilaksanakan setiap tahun di setiap sekolah, di Jepang tepatnya pada tiap Mei atau Oktober. Undoukai juga tercantum

16 dalam kurikulum sekolah dan bertujuan untuk membentuk pemuda pemudi Jepang yang tangguh, kreatif, tetap memegang teguh budayanya, dan memelihara dengan kuat kehidupan kelompok dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya (Andini, 2015:10). Mengacu pada tujuan undoukai, maka dalam setiap kegiatannya, baik persiapan, latihan dan pertandingan, selain membiasakan anak-anak berolah raga untuk menjadi sehat, tercermin upaya untuk membentuk moral anak-anak Jepang seperti bersikap sportif, semangat kebersamaan, menghargai orang lain, pantang menyerah, disiplin, terampil, mampu menjalankan peran sosial, cara bersosialisasi, memaafkan, tidak menyakiti orang lain, semangat berkompetitif, bekerja keras, dinamis dan fokus. Pembentukan etika dan moral anak melalui undoukai, ditanamkan oleh guru dalam berbagai kegiatan permainan individu dan kelompok sejak kegiatan latihan persiapan dan pertandingan.

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka Prinsip utama aikidou adalah gi. Gi terdapat dalam diri aikidouka yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang

Bab 5. Ringkasan. Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang Bab 5 Ringkasan Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang bervariasi dan menggugah hati orangpun bermunculan setiap saat. Menariknya jalan cerita dari film atau drama seri

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar 370.000 km 2. Kepulauan Jepang terletak

Lebih terperinci

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT PANGKALAN PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BITUNG DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci: Samurai, Bushido, Samurai 7

Abstraksi. Kata kunci: Samurai, Bushido, Samurai 7 Abstraksi Samurai, sebutan bagi kaum kesatria di Jepang merupakan salah satu unsur budaya Jepang yang cukup dikenal oleh masyarakat dunia. Selama ratusan tahun Jepang berada pada zaman feodal yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak

Bab 1. Pendahuluan. oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara yang memiliki banyak budaya yang telah diterapkan oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak fenomena-fenomena

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER FIS UNY

SILABUS MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER FIS UNY SILABUS MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER FIS UNY Pertemuan Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Sumber/ Bahan 1 Menyepakati kontrak belajar Orientasi a. Memperkenalkan diri mahasiswa dan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan yang Maha Kuasa kepada setiap orang tua yang sudah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjaganya. Anak akan senantiasa mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih sempit

BAB I PENDAHULUAN. luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih sempit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kamus bahasa Inggris Webster mendefinisikan beladiri dalam batasan yang sangat luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian mengenai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa Melalui Keteladanan Guru (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa dan Guru

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 1. Karyawan adalah setiap pegawai IKIP Veteran Semarang baik sebagai tenaga administrasi maupun tenaga penunjang.

Lebih terperinci

A. Kegunaan Mempelajari Moral Kelompok

A. Kegunaan Mempelajari Moral Kelompok A. Kegunaan Mempelajari Moral Kelompok Sebagaimana telah diutarakan, bahwa hubungan interpersonal yang cukup lama dapat meninggalkan kesan-kesan yang mendalam terhadap sesama anggota kelompok dan juga

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

Kode Etik, Tata Tertib, Sistem Penghargaan dan Sanksi Tenaga Kependidikann Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer Prabumulih

Kode Etik, Tata Tertib, Sistem Penghargaan dan Sanksi Tenaga Kependidikann Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer Prabumulih 1 Lampiran : Kode Etik, Tata Tertib, Sistem Penghargaan dan Sanksi Tenaga Kependidikan STMIK Prabumulih Nomor : 018/STMIK-P/III/2014 Tanggal : 4 Maret 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kode Etik

Lebih terperinci

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA A. KETENTUAN UMUM Keluarga besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya adalah civitas akademika Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU

STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU STUDI TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDI PEKERTI SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 PEKANBARU DRS. AHMAD EDDISON, M.Si. Dosen Program Studi PPKn FKIP Universitas Riau, Pekanbaru, Riau E-mail: ahmadeddison@gmail.com

Lebih terperinci

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media 1 VISI SMK VISI MEDIA INDONESIA MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media MISI SMK VISI MEDIA INDONESIA Upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Revolusi Mental

Gerakan Nasional Revolusi Mental Gerakan Nasional Revolusi Mental Revolusi Mental adalah perubahan cara pandang, cara pikir, sikap, perilaku dan cara kerja bangsa Indonesia yang mengacu nilainilai strategis instrumental yaitu integritas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial. Ini berarti manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup secara berkelompok dan membentuk

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH RIAU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHH RIAU 2011 VISI Menjadikan Universitas Muhammadiyah Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bermarwah dan bermartabat dalam

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Kode Etik 1. Kode Etik adalah sebuah pola aturan yang didasarkan pada nilai-nilai moral yang diharapkan selalu menuntun pelaksanaan tugas, kewajiban, dan pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 16890/UN4/KP.49/2012 TENTANG KODE ETIK MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 16890/UN4/KP.49/2012 TENTANG KODE ETIK MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN Keputusan Rektor Unhas Nomor : 16890/UN4/KP.49/2012 PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 16890/UN4/KP.49/2012 TENTANG KODE ETIK MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN MENIMBANG : 1. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH KODE ETIK DOSEN KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 Akademi Keperawatan (AKPER) HKBP Balige adalah perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PENDIDIKAN KARAKTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PENDIDIKAN KARAKTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PENDIDIKAN KARAKTER Mata Kuliah: Pendidikan Karakter Semester : 7 (tujuh); Kode : PMA 509; SKS : 2 (dua) Program Studi : Pendidikan Matematika Dosen : Khairul Umam,

Lebih terperinci

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kejadian Sehari-hari

Kejadian Sehari-hari Tema 5 Kejadian Sehari-hari Menghormati dan menaati orang tua merupakan salah satu perwujudan perilaku yang mencerminkan harga diri. Berperilaku baik, berarti kita juga mempunyai harga diri yang baik pula

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG KODE ETIK REVOLUSI MENTAL APARATUR SIPIL NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA IKA STAR BPKP, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tes merupakan sebuah instrumen yang berfungsi sebagai media evaluasi. Tes biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa selama periode tertentu. Tes di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga). Dengan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan momen yang amat penting bagi tumbuh kembang anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu masa dimana semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-6 Tahun merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kecerdasan seorang anak.anak pada usia dini berada pada proses perkembangan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

ketertiban biasakanlah mematuhi tata tertib tata tertib melatih sikap disiplin sejak kecil kita disiplin sudah besar jadi orang berguna

ketertiban biasakanlah mematuhi tata tertib tata tertib melatih sikap disiplin sejak kecil kita disiplin sudah besar jadi orang berguna tema 5 ketertiban gambar 5.1 masuk kelas dengan tertib biasakanlah mematuhi tata tertib tata tertib melatih sikap disiplin sejak kecil kita disiplin sudah besar jadi orang berguna kamu harus mampu setelah

Lebih terperinci

KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA

KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA KETENTUAN UMUM Pengertian PASAL 1 1. Yang dimaksud dengan kode etik Panitera dan jurusita ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Panitera dan jurusita dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas Lampiran 1 Hasil Validitas dan Reliabilitas VALIDITAS KONSEP DIRI NO Item VALIDITAS KETERANGAN 1. 0.410 Diterima 2. 0.416 Diterima 3. 0.680 Diterima 4. 0.421 Diterima 5. 0.174 Ditolak 6. 0.474 Diterima

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

Lebih terperinci

TUGAS SKALA PSIKOLOGI DENGAN TEMA KECERDASAN MORAL (PRIBADI-SOSIAL)

TUGAS SKALA PSIKOLOGI DENGAN TEMA KECERDASAN MORAL (PRIBADI-SOSIAL) TUGAS SKALA PSIKOLOGI DENGAN TEMA KECERDASAN MORAL (PRIBADI-SOSIAL) Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Nur

Lebih terperinci

TATA TERTIB KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA

TATA TERTIB KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA TATA TERTIB KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI SELONG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Tata tertib kehidupan kampus bagi mahasiswa adalah ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomer: 328/PER/2011

Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomer: 328/PER/2011 Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomer: 328/PER/2011 DEFINSI 1 1. Universitas adalah Universitas Brawijaya Malang, disingkat UB, sebuah institusi yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan, penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap individu anak bangsa yang telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1 Latar Belakang Lembaga Pendidikan Al-Hikmah Kelompok bermain adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program dini bagi anak usia tiga

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI

BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI A. DASAR FILOSOFIS Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah memerlukan satu filosofi pembangunan yang memiliki cakrawala yang luas dan mampu menjadi pedoman bagi daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN PROGRAM I-MHERE INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN Kode Etik dan Peraturan Disiplin Dosen Universitas Negeri Makassar Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1853 Jepang mulai membuka diri pada dunia barat, akibatnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1853 Jepang mulai membuka diri pada dunia barat, akibatnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1853 Jepang mulai membuka diri pada dunia barat, akibatnya di Jepang terdapat perbedaan pendapat di bidang politik, satu dari beberapa kelompok pemikiran

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Bushido, Onizuka, Great Teacher Onizuka

Abstraksi. Kata kunci : Bushido, Onizuka, Great Teacher Onizuka Abstraksi Bushido, sebuah konsep yang mengatur tatanan hidup seorang ksatria yang disebut samurai selama ratusan tahun pada zaman feudal. Konsep ini masih hidup di dalam masyarakat, bahkan tetap memberikan

Lebih terperinci

Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat.

Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat. Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat. Bagaimana jika kelasmu kotor? Sampah berserakan di manamana? Tentu kalian tidak senang! Dalam menerima pelajaran

Lebih terperinci

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA

KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA KODE ETIK PANITERA DAN JURUSITA KETENTUAN UMUM Pengertian PASAL 1 1. Yang dimaksud dengan kode etik Panitera dan jurusita ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Panitera dan jurusita dalam

Lebih terperinci

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Norma Dasar Pribadi Setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik wajib menganut, membina, mengembangkan, dan menjunjung tinggi norma dasar pribadi sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut :

Bab 2. Landasan Teori. Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut : Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Bushido Menurut Nitobe Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut : 武士道は文字通り武人あるいは騎士の道であり 武士がその職分を尽くす ときでも 日常生活の言行においても 守らなければならない道であって いいかえれば 武士の掟であり

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan mengemukakan beberapa kesimpulan hasil dari penelitian tentang moralitas pergaulan mahasiswa pendatang yang tinggal di lingkungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS BAITURRAHMAH No. 397/F/Unbrah/VIII/2013 KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS BAITURRAHMAH No. 397/F/Unbrah/VIII/2013 KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS BAITURRAHMAH No. 397/F/Unbrah/VIII/2013 Tentang KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH REKTOR UNIVERSITAS BAITURRAHMAH Menimbang : a. bahwa Universitas Baiturrahmah

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI SATPAM

ETIKA PROFESI SATPAM SECURITY SERVICES ETIKA PROFESI SATPAM ABU SAKKIR NRG. 19 07 003651 PENGERTIAN KODE ETIK PROFESI Yang disebut kode etik adalah kumpulan dari etika, sedangkan etika adalah pernyataan tentang apa apa yang

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Bab 5 Ringkasan Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju tetapi masyarakatnya tetap berpegang teguh pada tradisi budaya.

Lebih terperinci

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID KEPUTUSAN KETUA STT NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO NOMOR : NJ-T06/0204/A.1.1/08-2011 TENTANG PEDOMAN ETIKA DOSEN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERAN BK TERHADAP TAWURAN PELAJAR DI INDONESIA Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum 11001192 Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVARSITAS AHMAD DAHLAN

Lebih terperinci

INDIKATOR IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK DALAM 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

INDIKATOR IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK DALAM 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN INDIKATOR IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK DALAM 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN NO STANDART PENDIDIKAN IMPLEMENTASI INDIKATOR 1 Standar Isi 1. Kerangka dasar dan 1.1 Kerangka dasar dan struktur kurikulum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Sadō merupakan salah satu kesenian yang masih menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika tradisional dalam menyajikan

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Pendidikan merupakan wahana untuk membentuk manusia yang berkualitas, sebagaimana dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pasal 3, yang

Lebih terperinci

ETIK UMB PENGEMBANGAN WAWASAN KEPRIBADIAN. Syahlan A. Sume, SE. MM. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN

ETIK UMB PENGEMBANGAN WAWASAN KEPRIBADIAN. Syahlan A. Sume, SE. MM. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN ETIK UMB Modul ke: PENGEMBANGAN WAWASAN KEPRIBADIAN Fakultas FEB Syahlan A. Sume, SE. MM Program Studi MANAJEMEN PENGEMBANGAN WAWASAN KEPRIBADIAN Hal-hal yang perlu diketahui dalam pengembangan wawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan tata caranya masing-masing. Jika nilai-nilai itu

Lebih terperinci

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.156, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kode Etik. Disiplin Kerja. PNS PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci