BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang memiliki potensi pasar yang besar untuk melakukan perdagangan internasional atau aktivitas ekonomi lainnya. Hal ini dapat dipahami karena banyak Negara di Asia Tenggara yang sedang berkembang dengan baik dan telah berpindah dari kebijakan ekonomi dan perdagangan yang semula melakukan Import Subsidiary Industri (ISI) menjadi Export-Oriented Industrialization (EOI). Lebih spesifik lagi yaitu Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil yaitu 5-6% per tahun sejak tahun dan menimbang peran Indonesia yang tidak dapat diremehkan di ASEAN, menjadikan Indonesia sebagai suatu Negara yang menjanjikan di kawasan Asia Tenggara untuk dijadikan rekan dalam kerja sama ekonomi, terutama untuk Jepang yang memiliki ambisi untuk menembus pasar AEC jangka panjang. Jepang sebagai Negara tatanan dunia kedua, memiliki pertumbuhan ekonomi (GDP) per tahun yang mengalami penurunan, lebih tepatnya sejak tahun 2005 dari 1.3% menjadi -1% hingga tahun Ditambah dengan adanya niatan Indonesia dan Negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk membentuk regionalisme ekonomi Asia Tenggara yaitu ASEAN Economic Community, menjadikan kawasan Asia Tenggara semakin menggiurkan untuk Negara di luar Asia Tenggara untuk melangsungkan perjanjian ekonomi dengan Negara Asia Tenggara, karena potensi pangsa pasar yang menjanjikan, khususnya disini yaitu Indonesia untuk Jepang. Kondisi perekonomian Jepang yang minus menuntut Jepang untuk mencari solusi agar perekonomiannya kembali menggeliat menuju ke arah positif. Jepang melihat Asia Tenggara sebagai jalan keluar untuk permasalahan ekonomi tersebut, terlebih, Indonesia, dipandang sebagai pintu masuk yang menjanjikan 1 The World Bank Group, GDP Growth (online), 2013, < diakses 28 November

2 untuk Jepang guna menembus pasar Asia Tenggara untuk produk-produk buatan Jepang, maupun investasi Jepang di kawasan tersebut, mengingat peran Indonesia yang tidak dapat dianggap remeh di kawasan ASEAN. Indonesia dan Jepang memiliki hubungan kerja sama di bidang ekonomi selama kurang lebih 50 tahun lamanya, sejak tahun Hubungan baik tersebut tertuang dalam berbagai macam bentuk kerja sama ekonomi, di antara lain, ODA (Official Development Assistance), FDI (Foreign Direct Investment) dan perdagangan bilateral. Berlandaskan hubungan ekonomi yang sudah lama tersebut, Indonesia dan Jepang sepakat untuk membuat sebuah perjanjian kemitraan ekonomi mengenai pembebasan tarif bea masuk barang komoditas dan produksi, tujuannya tidak lain adalah untuk saling memperkuat perekonomian kedua Negara melalui perdagangan bilateral 2. Kesepakatan itu tertuang dalam IJEPA (Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement) yang mulai dirundingkan sejak tahun 2004 dan disepakati pada tahun 2007 silam. Satu tahun kemudian yaitu pada bulan Juli 2008, IJEPA mulai diimplementasikan (entry to force). IJEPA merupakan sebuah kesepakatan mengenai suatu kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang yang dilandasi oleh tiga pilar utama yaitu liberalisasi, fasilitasi investasi/perdagangan dan kerja sama. Kesepakatan kemitraan ekonomi ini merupakan kemitraan ekonomi bilateral kompleks yang pertama bagi Indonesia. Sebagai sebuah kesepakatan kemitraan ekonomi bilateral yang kompleks, lingkup perihal yang dicakup oleh IJEPA tidak hanya terbatas pada penghapusan tarif bea masuk produk antara dua Negara, tetapi juga membahas banyak perihal, diantaranya yaitu tentang investasi, perlindungan kekayaan intelektual, penataan iklim investasi yang lebih baik (promote investation climate) serta proyek pengadaan barang oleh pemerintah (government procurement). Tetapi jika ditelaah lagi, pada intinya, IJEPA adalah sebuah kesepakatan yang membuka akses pasar yang lebih besar lagi untuk produk jadi Jepang masuk ke pasar Indonesia dan demikian juga sebaliknya, tetapi barang 2 SEA Fish for Justice Network, The Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (online), < Japan_Economic_Partnership_Agreement.pdf>, diakses 28 November

3 Indonesia yang masuk ke Jepang belum memiliki kualitas yang dapat disandingkan dengan Jepang. Mengingat Jepang dan Indonesia berada dalam posisi asimetris, dimana teknologi industri manufaktur Jepang lebih advanced dan mature, sedangkan Indonesia masih berada jauh di bawah Jepang, pada akhirnya di dalam IJEPA juga disepakati mengenai pilar cooperation, khususnya disini yaitu capacity building industri manufaktur yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan daya saing global produk Indonesia. Bagi Indonesia, capacity building memiliki arti penting, karena diharapkan dengan dilaksanakan capacity building industri manufaktur ini, produk Indonesia dapat menembus pasar Jepang yang terkenal dengan kontrol kualitas yang tinggi. Apabila produk Indonesia berhasil menembus pasar Jepang, itu artinya produk Indonesia tidak diragukan lagi kualitasnya dan oleh karena itu nantinya produk tersebut dapat menembus pasar Negara lain, yang juga berarti dapat berpotensi positif untuk kesejahteraan nasional Indonesia. Capacity building industri manufaktur Indonesia dalam IJEPA tertuang melalui MIDEC (Manufacture Industries Development Center). MIDEC IJEPA merupakan sebuah pilar dari IJEPA itu sendiri yaitu pilar cooperation. MIDEC mencakup 13 sektor kegiatan ekonomi Indonesia yaitu metal working, mould & dies, welding, energi conservation, investment & industrial export promotion, small and medium-scale enterprises, automotive, electric, steel & steel products, textile, petro & oleo chemical, non ferrous, food & bevarages. Dalam implementasinya, MIDEC JIEPA difokuskan untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia dengan cara membangunan ketertinggalan berbagai industri penunjang, yaitu industri pembuat komponen serta penguatan berbagai fasilitas, seperti balai uji, sistem sertifikasi, pelatihan SDM, pengembangan standar, sistem sertifikasi dan penjaminan kualitas produk, peningkatan teknik produksi, peningkatan manajemen, program pelatihan manajemen SDM. Pemerintah Indonesia dan Jepang telah merancang beberapa program yang sudah dieksekusi dan diharapkan mencapai target selama 5 tahun ini ( ), walaupun MIDEC memang dipahami secara umum sebagai kerja sama jangka panjang, tetapi MIDEC tetap memiliki target-target industri yang sudah disepakati oleh Indonesia dan Jepang untuk dicapai selama 5 tahun implementasi 3

4 IJEPA sejak memasuk entry to force. Dengan adanya MIDEC, diharapkan produk hasil manufaktur Indonesia dapat meningkat dari segi kualitas dan efisiensi manajemen industri, sehingga di masa mendatang, Indonesia dapat memperoleh banyak keuntungan. Memasuki implementasi tahun ke-5, pada kuartal akhir 2013, Indonesia dan Jepang setuju untuk melakukan negosiasi ulang mengenai IJEPA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa beberapa program IJEPA sudah berjalan tetapi prosesnya sangat lambat, yang terlihat signifikan adalah pengiriman tenaga perawat dan pengasuh 3. Sementara itu Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan bahwasanya MIDEC IJEPA yang memiliki area coverage yang besar untuk sektor kerja sama di bidang peningkatan kapasitas sebanyak 13 sektor hingga tahun 2013, hanya 5 sektor yang dirasakan sudah diimplementasikan secara baik yaitu; pengelasan, cetak dan potong metal, otomotif, elektronik, dan konservasi energi 4 atau dengan kata lain, belum optimal. Tahun 2013 adalah tahun ke-5 sejak IJEPA memasuk masa entry to force. Pada tahun ke-5 ini, sesuai dengan klausul yang terdapat di dalam IJEPA itu sendiri, merupakan masa peninjauan ulang/reviu terhadap apa saja yang sudah terlaksana dan bagaimana pelaksanaannya. Penting bagi Indonesia untuk benar-benar memperhatikan bidang industri manufaktur, khususnya klausul kerja sama yang terdapat di dalam IJEPA sebagai kompensasi pembukaan akses pasar Indonesia yang lebih besar terhadap produk Jepang. Pernyataan dua Menteri tersebut mengundang pertanyaan dalam benak penulis yang telah tertuang di bagian rumusan masalah. Penulis akan menjawab rumusan masalah tersebut dengan cara melakukan tinjauan mendalam mengenai kepentingan Indonesia - Jepang, klausul kerjasama di dalam IJEPA serta implementasi kegiatan MIDEC IJEPA sejak entry to force 2008 hingga 2013 serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan MIDEC IJEPA. 3 BS Butarbutar, Indonesia Evaluasi Kerja Sama Ekonomi dengan Jepang, Antara News (online), 4 Oktober 2013, < diakses 28 November R. Astria, C. Purwoko, dan R.S. Andria, IJEPA brings non significant benefit to Indonesia, Bisnis.com (online), 18 December 2013, < diakses 14 Maret

5 1.2 Rumusan Masalah Dengan latar belakang sedemikian rupa, maka dapat ditarik 2 rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana implementasi IJEPA dalam capacity building industri manufaktur melalui MIDEC di Indonesia? 2. Apa yang menjadi hambatan MIDEC IJEPA? 1.3 Landasan Konseptual Issue Linkage Memahami bagaimana kerjasama internasional terjadi, dapat menggunakan beberapa cara, salah satunya adalah analisa melalui konsep Issue Linkage. Penulis memilih Issue Linkage sebagai landasan konseptual yang dapat menjelaskan dinamika dari implementasi MIDEC IJEPA. Issue Linkage adalah pola kerjasama dengan cara 'barter' isu. Sebuah kerjasama antara pihak-pihak dengan konflik kepentingan (tidak harus dalam konteks konfliktual) dapat tercapai dengan cara menghubungkan suatu ranah isu dengan isu lainnya sehingga masingmasing pihak akan mendapatkan apa yang diinginkan. Menurut Haas, Issue Linkage terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Tactical Linkage, Substantive Linkage dan Fragmented Linkage. Penulis akan menggunakan tactical linkage sebagai cara untuk memahami MIDEC IJEPA. Tactical Linkage adalah upaya untuk menghubungkan (barter) 2 isu atau lebih yang terlihat tidak memiliki hubungan apa-apa tetapi terikat sebagai proses perundingan dalam rangka untuk mencapai kesepakatan antara pihak yang berkepentingan dan keuntungan oleh pihak yang menjadi korban pola hubungan ketergantungan asimetris Menurut Haas, Tactical Linkage murni digunakan untuk mendapatkan keuntungan (quid pro quo) yang tidak akan didapatkan apabila negosiasi hanya terpaku pada satu isu saja. 5 Untuk menganalisa issue linkage, dibutuhkan pemetaan siapa pihak yang menjadi linker, yaitu pihak yang memberikan penawaran suatu ranah isu untuk bisa 'dibarteri dengan ranah isu yang menjadi kepentingan pihak Linkee. Pihak 5 E. B. Haas, 'Why Collaborate? Issue Linkage and International Regimes', World Politics, vol. 32. No. 3, 1980, p

6 Linkee adalah pihak yang ditawari bentuk kompensasi oleh pihak linker yang umumnya kepentingan linkee akan bisa tereduksi dan tergantikan dengan adanya kompensasi. Selain itu, dibutuhkan juga pemetaan yang jelas mengenai kepentingan apa yang dibawa oleh kedua belah pihak. 6 Jepang di dalam kerangka IJEPA merupakan linker yang memiliki kepentingan baik itu kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik terhadap Indonesia. Jepang dalam kerangka EPA nya secara umum menyebutkan bahwa EPA adalah sebuah instrumen kerja sama bilateral yang memiliki aspek fleksibilitas, tidak tertutup hanya untuk penurunan atau penghapusan tarif di bidang perdagangan saja, tetapi juga terbuka di bidang lain sesuai dengan negosiasi dua negara. Sedangkan Indonesia merupakan pihak linkee dari IJEPA, disini Indonesia menyadari IJEPA adalah sebuah kesempatan dan juga sebuah ancaman untuk industri domestik. Melihat aspek fleksibilitas di dalam EPA, Indonesia memperjuangkan pilar kerjasama, dimana Indonesia mengharapkan adanya peningkatan daya saing industri manufaktur Indonesia agar dapat mempenetrasi pasar Jepang yang penuh dengan hambatan non tarif. Jepang yang memiliki kepentingan besar pun menyetujui hal tersebut agar kesepakatan kemitraan segera tercapai. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia memperjuangkan aspek kerjasama dalam IJEPA merupakan tactical linkage, Indonesia menghubungkan ranah perdagangan bebas dengan pengembangan daya saing industri manufaktur melalui capacity building yang tertuang di dalam MIDEC. Economic Diplomacy Globalisasi telah melahirkan sebuah fenomena baru yaitu meningkatnya intensitas interaksi antara bangsa dan manusianya di seluruh belahan dunia. Perpaduan antara interaksi dan globalisasi ini menciptakan kesempatan yang luar biasa untuk melakukan kegiatan perdagangan, khususnya di pasar yang sedang berkembang. Tetapi adanya kesempatan besar tersebut tidak ditemani dengan sebuah mekanisme global untuk saling berkoordinasi mengenai kebijakan/aturan perdagangan yang berujung pada lahirnya sebuah definisi keamanan yang baru, 6 Dr. N.P Mugasejati & A.H. Rais, MPP, IIS Monograph Series - Politik Kerjasama Internasional : Sebuah Pengantar, Institute of International Studies UGM, Yogyakarta, 2011, p

7 yaitu economic security, mengingat betapa cepat dan luas globalisasi terjadi dan meningkatnya isu mengenai harga minyak mentah dan bahan baku produksi barang-barang. Dari sudut pandang ini, sebuah diplomasi ekonomi diperlukan untuk mencapai sebuah economic security. Definisi dari economic security adalah sebuah keamanan berdasarkan hubungan ekonomi internasional, sepertinya contohnya perdagangan barang dan jasa yang stabil, pergerakan kapital yang stabil, FDI yang lancar serta kesuksesan kegiatan bantuan pembangunan/utangpiutang oleh negara donor. 7 Menurut Baine dan Woolcock, definisi dari diplomasi ekonomi adalah sebuah rangkaian kegiatan -termasuk metode dan proses untuk pembuatan kebijakan internasional- yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi lintas batas negara, termasuk di dalamnya yaitu mengenai ekspor, impor, investasi, utangpiutang, bantuan dan hal-hal yang berkaitan dengan migrasi, yang dilakukan oleh aktor baik negara maupun aktor non negara. Dengan kata lain, diplomasi ekonomi merupakan sebuah cara bagi aktor negara maupun aktor non negara untuk mencapai kepentingan ekonominya Menurut Baine dan Woolcock, secara umum diplomasi ekonomi terdiri dari 3 elemen 8 : 1. Penggunaan pengaruh politik dan suatu pola hubungan Indikator pemenuhan elemen ini adalah terdapat klausul dalam perjanjian maupun tindakan yang mengisyaratkan adanya pengembangkan dan/atau klausul yang mempengaruhi kegiatan investasi dan perdagangan internasional guna menyempurnakan suatu pasar yang telah ada dan berfungsi atau untuk menangani kegagalan dalam suatu pasar serta untuk mengurangi pembiayaan dan resikoresiko transaksi lintas batas negara 2. Penggunaan aset-aset ekonomi dan suatu pola hubungan Indikator dari elemen ini yaitu adanya klausul yang berguna untuk meningkatkan biaya perang, dalam artian ketika suatu negara telah melakukan kegiatan ekonomi bersama dan negara-negara tersebut telah melakukan kegiatan investasi berupa infrastruktur keras seperti bangunan maupun infratruktur lunak 7 Baine, N. and S. Woolcock, (2003) The New Economic Diplomacy: Decision Making and Negotiation in International Economic Relations, Ashgate Publishing Ltd 8 Baine, N. and S. Woolcock, (2003). 7

8 seperti investasi yang lain, maka, negara-negara tersebut hanya akan menuai kerugian apabila mereka berperang, mengingat expense yang telah mereka keluarkan untuk investasi. Selain itu dengan adanya aset ekonomi seuatu negara di negara lain, aset tersebut dapat difungsikan untuk memperkuat keuntungan bersama dari kerjasama dan memperkuat hubungan politik agar lebih stabil, termasuk di dalamnya yaitu perjanjian bilateral meliputi perdagangan dan investasi yang bertujuan untuk memperoleh suatu pola perdagangan di daerah yang spesifik. 3. Memperkuat iklim politik dan lingkungan ekonomi politik Indikator dari elemen ini adalah adanya klausul yang berhubungan dengan interaksi di tingkat multilateral melalui institusi internasional seperti WTO. Misal, WTO menjamin trend pasar bebas tetap menjadi agenda prioritas di lingkungan perdagangan internasional, agar negara-negara mau untuk saling membuka pasar satu sama lain. IJEPA memenuhi 3 elemen diplomasi ekonomi tersebut. Terdapat klausul-klausul yang mengisyaratkan bahwa IJEPA merupakan sebuah alat/instrumen yang digunakan oleh Jepang untuk mencapai kepentingannya, dengan kata lain IJEPA adalah instrumen diplomasi ekonomi, untuk mengamankan pergerakan modal, perdagangan barang dan jasa serta aktivitas investasi Jepang di Indonesia. Penulis menjabarkan bagaimana IJEPA adalah taktik diplomasi ekonomi Jepang untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politik di Asia Tenggara pada bab berikutnya. 1.4 Argumen Utama Implementasi IJEPA selama 5 tahun sejak 2008 hingga 2013 khususnya dalam sektor kerja sama, lebih spesifik lagi yaitu capacity building melalui MIDEC, belum maksimal. Hal ini dapat diketahui dari laporan studi yang dibuat oleh Kementerian Perindustrian. Sedangkan hambatan pelaksanaan MIDEC IJEPA adalah Jepang memiliki kepentingan besar, baik itu kepentingan ekonomi maupun politik untuk mendominasi Asia Tenggara dari segi pasar, investasi dan sebagai penjamin stabilitas politik serta keinginan untuk mengungguli Cina dan 8

9 Korea. Selain itu, Jepang juga berkepentingan untuk melindungi dan memperkuat basis produksi industri manufaktur milik Jepang yang beroperasi di Indonesia. Apabila Indonesia memiliki kemampuan untuk memproduksi barang dengan kualitas yang sama dengan Jepang, maka Jepang dapat kehilangan pasar dan investasi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Dengan kata lain, Jepang akan kehilangan akses pasar Asia Tenggara, mengingat dengan biaya produksi dan distribusi yang lebih murah. 1.5 Jangkauan Penelitian Tinjauan mengenai implementasi IJEPA mengenai capacity building akan dibatasi dari tahun 2008 hingga tahun Tahun 2008 adalah tahun ketika IJEPA memasuk waktu entry to force, setelah disepakati pada tahun 2007, sedangkan tahun 2013 merupakan tahun terkini penelitian ini ditulis dan sudah memenuhi jangka waktu evaluasi setiap 5 tahun sekali sesuai dengan apa yang tertuang dalam prinsip dasar IJEPA sejak kesepakatan ini memasuki waktu entry to force. Sedangkan dalam pembahasan, akan dibatasi dalam lingkup capacity building khususnya dalam sektor industri manufaktur yang bertujuan akhir meningkatkan daya saing global produk Indonesia. Penekanan penulis membatasi pembahasan dalam lingkup capacity building industri manufaktur dikarenakan bidang ini adalah bagian penting dari penghela ekonomi Indonesia di masa mendatang, oleh karenanya harus diberikan perhatian sedemikian rupa. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Dalam proses pengumpulan data, penulis akan menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan IJEPA-MIDEC seperti situs pemerintah Indonesia, situs pemerintah Jepang, situs World Bank dan situs lain yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari buku atau jurnal ilmiah baik berupa media cetak maupun digital. 9

10 Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penulis akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik ini terdiri dari tiga bagian yang berkesinambungan, yaitu reduksi data, organisasi data, dan interpretasi. Reduksi data meliputi manipulasi, integrasi, transformasi, dan mengambil benang merah dari data serta meringkas, coding, dan kategorisasi. Organisasi data ialah mengumpulkan informasi yang terkait dengan tema, mengkategorisasi informasi dalam kelompok yang lebih spesifik, dan menyampaikan hasilnya dalam berbagai bentuk. Sedangkan interpretasi ialah pengambilan keputusan dan mengidentifikasi pola, perkembangan, dan penjelasan. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, jangkauan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II berisi tentang penjelasan mengenai IJEPA. BAB III berisi tentang implementasi MIDEC IJEPA. BAB IV berisi tentang hambatan kepentingan dalam MIDEC IJEPA BAB V berisi tentang kesimpulan penelitian yang menjawab rumusan masalah. 10

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN. BAB V KESIMPULAN Kebangkitan ekonomi Cina secara signifikan menguatkan kemampuan domestik yang mendorong kepercayaan diri Cina dalam kerangka kerja sama internasional. Manuver Cina dalam politik global

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan arus globalisasi, membawa perubahan dan berdampak luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan arus globalisasi, membawa perubahan dan berdampak luas bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan arus globalisasi, membawa perubahan dan berdampak luas bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Hal ini terbukti dengan bergabungnya Indonesia

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daya saing sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2005 menempati

BAB I PENDAHULUAN. Daya saing sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2005 menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daya saing sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2005 menempati urutan ke-46 dan berada dibawah Singapura diurutan pertama, Malaysia urutan ke-16, Thailand

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perjanjian Bidang Pertanian/ Agreement on Agriculture merupakan salah satu jenis perjanjian multilateral yang disepakati di dalam WTO. Secara umum, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Indonesia dengan Jepang telah berlangsung cukup lama dimulai dengan hubungan yang buruk pada saat penjajahan Jepang di Indonesia pada periode tahun 1942-1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

KANTOR PUSAT KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA DI KAWASAN KEMAYORAN JAKARTA ( dengan penekanan desain konsep arsitektur Renzo Piano)

KANTOR PUSAT KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA DI KAWASAN KEMAYORAN JAKARTA ( dengan penekanan desain konsep arsitektur Renzo Piano) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KANTOR PUSAT KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA DI KAWASAN KEMAYORAN JAKARTA ( dengan penekanan desain konsep arsitektur Renzo Piano) Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Kepadatan UMKM Lintas Dunia Sumber: World Bank IFC (2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Kepadatan UMKM Lintas Dunia Sumber: World Bank IFC (2010) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil Menengah atau UMKM merupakan sektor penting sebagai mesin penggerak utama ekonomi global. Hal ini dapat terlihat dari mendominasinya jumlah

Lebih terperinci

LSM/NGO/ORMAS/OKP ERA MEA

LSM/NGO/ORMAS/OKP ERA MEA PELUANG DAN TANTANGAN LSM/NGO/ORMAS/OKP ERA MEA KAMARUDDIN HASAN Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unimal, Pengiat LSM, Staf Ahli Pemberdayaan Masyarakat Program Desa wisata Wilayah VII-VIII (Sulawesi, Papua,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development BAB V KESIMPULAN Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development Assistance (ODA) digunakan sebagai kebijakan bantuan luar negeri yang bergerak dalam hal pembangunan bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia yang tentunya tidak akan dan tidak dapat mengasingkan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia yang tentunya tidak akan dan tidak dapat mengasingkan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam mendorong munculnya perubahan dari berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Tidak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

M I D E C [Manufacturing Industry Development Center]

M I D E C [Manufacturing Industry Development Center] M I D E C [Manufacturing Industry Development Center] New Initiative Approach Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Background Desain IJEPA

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, w w w.bpkp.go.id KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

!!!#$%! & ' ((( ( ( ) !"!"!#$%"! & ' ((( ( ( ) *(+(, ( -./ *0$" I. Pendahuluan A. Ciri Umum ILMTA B. Lingkup Industri Binaan Ditjen ILMTA C. Gambaran Umum Perkembangan Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Tahun 2005 s/d 2009

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini telah terjadi disetiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi Sub-Sahara Afrika dalam kurang lebih dua dekade kebelakang berada pada angka rata-rata 5% pertahunnya, dimana secara keseluruhan telah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek pembangunannya. Tentunya ketersediaan modal sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi. Bagi sebuah negara,

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci