BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan emosional yang mempunyai ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan emosional yang mempunyai ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis,"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Nevid, dkk (2005) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan menurut Freud (dalam Semiun, 2006) adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Menurut Ghufron dkk (2010) kecemasan adalah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau ancaman. Dari pengertian pengertian para tokoh ahli diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak nyaman sebagai manifestasi dari ketidakmampuannya mengendalikan pikiran yang ditandai dengan munculnya rasa takut dan khawatir untuk menjalani kehidupan dimasa mendatang. 7

2 8 2. Macam macam Kecemasan Lazarus (1991) menyebutkan ada dua macam kecemasan, yaitu a. State Anxiety, merupakan segala kecemasan yang timbul apabila individu dihadapkan pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman sehingga menyebabkan individu mengalami kecemasan. b. Trait Anxiety, yang merupakan gejala kecemasan yang menetap pada individu. Freud (dalam Semiun, 2006) membedakan kecemasan menjadi tiga bagian, yaitu: a. Kecemasan Realistis Kecemasan ini merupakan kecemasan atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar, seperti banjir, gempa, runtuhnya gedung. Kecemasan realistis ini merupakan yang paling pokok, karena kedua kecemasan yang lain, kecemasan neurotis dan kecemasan moral berasal dari kecemasan yang realistis ini. b. Kecemasan Neurotis Kecemasan neurotis adalah kecemasan terhadap tidak terkendalinya naluri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang bisa mendatangkan hukuman baginya. Freud membaginya dalam tiga kelompok, yaitu:

3 9 1) Cemas Umum, merupakan cemas yang sederhana karena tidak berhubungan dengan hal tertentu, yang terjadi hanyalah individu merasa takut dan perasaan tidak menentu. 2) Cemas Penyakit, merupakan cemas yang mencakup pengalaman terhadap obyek atau situasi tertentu sebagai penyebab kadang merasa cemas karena takut akan terjadi hal lain, ketakutan akan kejadian itu merupakan ancaman. 3) Cemas dalam bentuk ancaman, merupakan cemas yang menyertai gejala kejiwaan seperti histeria misalnya, orang yang menderita gejala tersebut kadang-kadang tidak ingat apa-apa. c. Kecemasan Moral Ketakutan terhadap hati nurani. Seseorang yang hati nuraninya berkembang dengan baik cenderung merasa berdosa jika melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya. Misalnya kecemasan terhadap perbuatan yang melanggar ajaran agama. Orang yang super ego atau aspek sosiologis (das Uber Ich) berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila ia melakukan atau berpikir untuk melakukan sesuatu yang yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realistis, karena di masa lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan mungkin akan mendapat hukuman lagi.

4 10 Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat dua macam kecemasan yaitu kecemasan yang menetap pada individu (trait anxiety) dan kecemasan yang muncul ketika individu dihadapkan dengan sesuatu yang menjadikan dirinya cemas (state anxiety). 3. Ciri Kecemasan Nevid, dkk (2005) mengemukakan bahwa ciri kecemasan ditandai oleh ciri fisik, behavioral dan kognitif. Ciri fisik meliputi: a. Gangguan pada tubuh seperti berkeringat, panas dingin, dan lemas atau mati rasa. b. Gangguan kepala seperti pusing atau sakit kepala. c. Gangguan pernapasan seperti sulit bernapas, jantung berdebar atau berdetak kencang. d. Gangguan pencernaan seperti mual, diare, dan sering buang air kecil e. Merasa sensitif atau mudah marah. f. gelisah/gugup. Ciri-ciri behavoiral meliputi perilaku menghindar dan perilaku tergantung. Ciri kognitif meliputi perasaan khawatir, sulit berkonsentrasi dan adanya pikiran yang mengganggu. Berdasar pendapat dari tokoh ahli, maka disimpulkan bahwa ciri ciri individu yang mengalami kecemasan adalah menunjukan perasaan khawatir, sulit konsentrasi, pikiran pikiran yang mengganggu ketenangan diri,

5 11 menunjukkan perilaku menghindar, merasa gelilsah, gugup, sensitif, jantung berdebar kencang, gangguan pada tubuh seperti panas dingin dan berkeringat dingin. B. Kecemasan Menghadapi Pensiun 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Pensiun Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ghufron, dkk (2010) bahwa kecemasan merupakan pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau ancaman. Kecemasan juga akan dihadapi seseorang yang akan memasuki masa pensiun, yaitu dimana seseorang akan mengalami suatu pengalaman emosional subjektif yaitu suatu keadaan tertentu yang dapat mencemaskan seseorang sementara orang lain belum tentu demikian. Pengalaman emosional subjektif tersebut muncul dikarenakan adanya suatu keadaan yang dianggap mengancam keberadaan seseorang, sumber yang mengancam itu bersifat tidak jelas, sehingga seseorang merasa tidak tahu ataupun bingung dan takut untuk dapat menghadapi masa yang akan datang sehingga timbul adanya kecemasan (Pradono & Purnamasari, 2009). Ratnasari (2009) mengatakan bahwa kecemasan pada orang yang menghadapi pensiun merupakan keprihatinan atau kekhawatiran pada sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya masa pensiun

6 12 Schaie dan Wilis (dalam Dewi, 2011) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah gambaran negatif tentang masa pensiun, seperti tidak dapat bertemu dengan teman teman, banyak waktu luang yang terbuang, dana pensiun dan tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehingga seseorang akan merasa tertekan dengan keadaan tersebut. Dari beberapa penjelasan para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan menghadapi pensiun adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul pada diri individu karena khawatir, bingung dan merasakan ketidakpastian dalam masa yang akan datang, sehingga menyebabkan individu tidak siap dalam menghadapi pensiun. 2. Aspek Aspek Kecemasan Menghadapi Pensiun Deffenbacher dan Hazaleus (dalam Ghufron dkk, 2010) mengemukakan bahwa aspek aspek kecemasan meliputi: a. Kekhawatiran (worry), merupakan pikiran negatif tentang dirinya sendiri, seperti perasaan negatif bahwa ia lebih jelek dibandingkan dengan teman temannya b. Emosionalitas (imosionality), sebagai reaksi diri terhadap rangsangan saraf otonomi, seperti jantung berdebar debar, keringat dingin, dan tegang. c. Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task generated interference), merupakan kecenderungan yang dialami seseorang yang selalu tertekan karena pemikiran yang rasional terhadap tugas.

7 13 Spielberger, dkk (1999) membagi kecemasan ini menjadi dua dimensi utama, yaitu: a. Kekhawatiran Khawatir ini merupakan aspek kognitif dari kecemasan yang dialami berupa pikiran negatif tentang diri dan lingkungannya dan perasaan negatif terhadap kemungkinan kegagalan serta konsekuensinya seperti tidak adanya harapan mendapat sesuatu sesuai yang diharapkan, kritis terhadap diri sendiri, menyerah terhadap situasi yang ada, merasa khawatir berlebihan tentang kemungkinan apa yang dilakukan. b. Emosionalitas Dimensi emosi ini merujuk pada reaksi fisiologis dan sistem syaraf otonomik yang timbul akibat situasi atau objek tertentu. Juga merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi emosi terhadap hal buruk yang tidak menyenangkan dan reaksi emosi terhadap hal buruk yang dirasakan yang mungkin terjadi terhadap sesuatu yang akan terjadi, seperti ketegangan bertambah, jantung berdebar keras, tubuh berkeringat, dan badan gemetar saat mengerjakan sesuatu.

8 14 Bucklew (dalam Ratnasari, 2009) membagi aspek kecemasan menjadi dua, yaitu: a. Tingkat psikologis Artinya kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan perasaan tidak menentu atau gelisah. b. Tingkat fisiologis Artinya kecemasan sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf pusat, misalnya: tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar dan perut mual. Shah (2000) yang membagi kecemasan menjadi 3 komponen yaitu: a. Komponen Fisik, seperti rasa pusing, sakit perut tangan berkeringat, perut mual, mulut kering, grogi, dan lain-lain b. Emosional, seperti panik dan takut c. Mental atau Kognitif, seperti gangguan perhatian dan memori, kekhawatiran, ketidakteraturan dalam berfikir, dan bingung. Dari beberapa aspek yang dijelaskan para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa ada tiga aspek kecemasan dalam menghadapi pensiun yaitu: a. Kekhawatiran Yaitu merupakan pikiran negatif tentang dirinya sendiri dan lingkungan yang ditandai dengan perasaan negatif, merasa khawatir yang berlebihan tentang

9 15 segala kemungkinan yang dilakukan individu, menyerah pada keadaan dan lebih kritis terhadap diri sendiri. b. Emosionalitas Merupakan reaksi pada diri terhadap rangsangan saraf otonom yang timbul akibat situasi atau objek tertentu. Hal ini ditandai dengan jantung berdebar debar, tubuh berkeringat, ketegangan bertambah dan badan gemetar ketika mengerjakan atau memikirkan sesuatu. c. Gangguan & hambatan dalam menyelesaikan tugas Merupakan kecenderungan seseorang yang selalu tertekan karena pemikiran yang irasional terhadap tugas. Biasanya ditandai dengan sulitnya berkonsentrasi dalam bekerja dan merasa bingung dalam melakukan sesuatu. 3. Faktor Penyebab Kecemasan Menghadapi Pensiun Kecemasan seseorang dalam menghadapi masa pensiun ini muncul karena beberapa sumber penyebab. Brill dan Hayes (dalam Ratnasari, 2009), menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang menghadapi pensiun, yaitu: a. Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk didalamnya adalah gaji, tunjangan fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri yang membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga. b. Hilangnya status, baik status jabatan seperti pangkat dan golongan maupun status sosialnya, termasuk didalamnya adalah hilangnya wewenang

10 16 penghormatan orang lain atas kemampuannya dan pandangan masyarakat atas kesuksesannya. c. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja. Kerja memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan persahabatan, namun dengan tibanya masa pensiun hal ini kurang bisa dilakukan karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan sehingga tidak berhubungan seperti dulu. d. Datangnya masa tua, yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. Penyebab menurunnya kekuatan fisik yaitu suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses menua yang mempengaruhi turunnya kekuatan dan tenaga. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan menghadapi pensiun adalah karena berkurangnya penghasilan, hilangnya status baik status jabatan maupun status sosialnya, kemudian merasa berkurang interaksi sosialnya dengan rekan kerjanya, dan datangnya masa tua seperti menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. C. KONSEP DIRI 1. Pengertian Konsep Diri Agustiani (2006) mengatakan konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Brooks (dalam Rahmat, 1996)

11 17 mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan kita terhadap diri kita. Hurlock (1998) mengatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri mencakup citra fisik diri dan citra psikologis diri. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama tama dan berkaitan dengan penampilan fisik, daya tarik, kesesuaian dan ketidakseusaian dengan jenis kelamin. Citra psikologis diri didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan. Setelah memahami definisi dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan dan penilaian secara menyeluruh baik secara fisik maupun psikologis tentang apa yang dipikirkan dan apa yang menjadi kepercayaan individu mengenai dirinya sendiri. 2. Aspek- aspek Konsep Diri Menurut Dariyo (2007) menyebutkan empat aspek konsep diri, yaitu: 1. Aspek fisiologis Aspek fisiologis dalam diri berkaitan dengan unsur- unsur fisik seperti warna kulit, bentuk, berat, atau tinggi badan, raut muka ( tampan, cantik, sedang, jelek), memiliki kondisi badan yang sehat, normal/ cacat dan sebagainya. Karakter fisik mempengaruhi bagaimana seseorang menilai diri sendiri demikian pula tak dipungkiri bahwa orang lain pun

12 18 menilai seseorang diawali dengan penilaian terhadap hal hal yang bersifat fisiologis. Walaupun belum tentu benar masyarakat seringkali melakukan penilaian awal terhadap penampilan fisik untuk dijadikan sebagai dasar respon perilaku seseorang terhadap orang lain. 2. Aspek Psikologis Dalam aspek psikologis, dibagi dalam tiga hal yaitu: a. Kognisi (kecerdasan, minat & bakat, kreatifitas, kemampuan, konsentrasi) b. Afeksi( ketahanan, ketekunan, dan keuletan,motivasi, toleransi stress) c. Konasi (kecepatan & ketelitian, coping stress, resitiensi). Pemahaman dan penghayatan unsur- unsur aspek psikologis tersebut akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Penilaian yang baik, akan meningkatkan konsep diri yang positif. Sebaliknya penilaian yang buruk cenderung akan mengembangkan konsep diri yang negatif. 3. Aspek psiko-sosiologis Apek psiko-sosiologis adalah pemahaman individu yang masih memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Aspek psiko sosiologis dibagi menjadi tiga unsur: a. Orangtua saudara kandung, dan kerabat dalam keluarga b. Teman pergaulan dan kehidupan bertetangga. c. Lingkungan sekolah (guru, teman sekolah, aturan sekolah)

13 19 Oleh karena itu seseorang yang menjalin hubungan dengan lingkungan sosial dituntut untuk dapat memiliki memampuan berinteaksi sosial, komunikasi, menyesuaikan diri dan bekerjasama dengan mereka. Tuntutan sosial secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi agar individu mentaati aturan- aturan sosial. Individu pun juga berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui lingkungan sosialnya. Dengan demikian terjadi hubungan mutualisme antara individu dengan lingkungan sosialnya. 4. Aspek psikoetika dan moral Yaitu kemampuan memahami dan melakukan perbuatan berdasarkan nilai- nilai etika dan moralitas. Setiap pemikiran, perasaan dan perilaku individu harus mengacu pada nilai- nilai kebaikan, keadilan, kebenaran, dan kepantasan. Oleh karena itu proses penghayatan dan pengamatan individu terhadap nilai- nilai moral tersebut menjadi sangat penting karena dapat menopang keberhasilan seseorang dalam melakukan kegiatan penyesuaian diri dengan orang lain. Menurut Calhoun & Acocella (1995) konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu: a. Pengetahuan Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku

14 20 bangsa, pekerjaan, usia dsb. Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita. b. Pengharapan Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa depan. c. Penilaian Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal dan yang aktual maka akan semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakanya dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan. Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut : 1. Dimensi Internal Dimensi internal disebut juga kerangka acuan internal yaitu penilaian yang dilakukan individu yakni penialain yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

15 21 a. Diri Identitas Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertayaan siapakah saya? dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. b. Diri Pelaku Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian berkaitan erat dengan diri identitas. c. Diri Penerimaan atau Penilai Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Diri penilai menentukkan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. 2. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya. Fits (dalam Agustiani, 2006) adalah dimensi eksternal

16 22 yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu : a. Diri Fisik Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan diri, penampilan dan keadaan tubuhnya. b. Diri Etik Moral Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasaan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. c. Diri Pribadi Diri Pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya. d. Diri Keluarga Diri keluarga menunjukkan perasaan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan sejauh mana seseorang merasa adekuat terhadap

17 23 dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. e. Diri Sosial Bagian ini merupakan penialian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya. Berdasarkan pendapat para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan aspek aspek konsep diri terdiri dari : a. Aspek fisiologis Didalam aspek ini mengandung unsur unsur fisik seperti warna kulit, penampilan fisik (kurus, gemuk, pendek, tinggi), paras wajah, kondisi tubuh yang normal atau cacat dan unsur fisik lainnya. Dengan mengetahui karakter fisik yang dimiliki tiap individu, cenderung mempengaruhi penilaiannya terhadap hal yang bersifat fisik karena kebanyakan orang biasanya terlebih dahulu menilai sesuatu dari segi fisik yang akan dijadikan sebagai dasar perilaku individu terhadap individu lainnya. b. Aspek Psikologis Pada aspek ini individu memiliki kecenderungan untuk menilai dan memandang dirinya dari segi kognisi, afeksi dan konasi. Dari tiga aspek tersebut cenderung memberikan pengaruh penilaian pada dirinya sendiri. Penilaian yang baik akan meningkatkan konsep diri menjadi

18 24 positif, sebaliknya jika penilannya buruk cenderung akan lebih mengembangkan konsep diri yang negatif. c. Aspek psiko-sosiologis Aspek ini menyangkut tentang pemahaman diri pada unsur - unsur yang berkaitan dengan lingkungan sosialnya yang meliputi : orang tua kandung dan kerabat dalam keluarga, teman pergaulan dan kehidupan bertetangga, lingkungan eksternalnya. Jadi pada aspek ini individu sebenarnya dituntut untuk dapat memiliki kamampuan interaksi sosial, komunikasi, menyesuaikan diri dan saling bekerjasama agar dapat menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya. d. Aspek psikoetika dan moral Yaitu kemampuan individu dalam memahami dan melakukan perbuatan berdasarkan nilai etika dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Artinya setiap perilaku harus mengacu pada nilai kebaikan, keadilan, kebenaran dan kepantasan. Oleh karena itu proses penghayatan dan pengamatan terhadap nilai etika dan moral sangat penting guna mencapai keberhasilan dalam kegiatan penyesuaian diri dengan orang lain. 3. Peran Konsep Diri Konsep diri pada dasarnya akan mempengaruhi keadaan psikologi individu juga. Orang akan mampu coping terhadap perubahan dan peristiwa yang menekan jika mempunyai konsep diri yang sehat (Calhoun & Acocella,

19 ). Eliana (2003) mengatakan ada beberapa pengaruh konsep diri dalam kehidupan individu berupa : a. Dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara seseorang b. Dapat mempengaruhi cara individu melihat ke dunia luar c. Dapat mempengaruhi individu dalam memperlakukan orang lain d. Dapat mempengaruhi pilihan seseorang e. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk menerima atau memberikan kasih sayang. f. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu. Menurut Felker (dalam Eliana, 2003) ada tiga peran penting dari konsep diri, yaitu: a. Konsep diri merupakan pemelihara keseimbangan dalam diri seseorang. Manusia memang cenderung untuk bersikap konsisten dengan pandanganya sendiri. Hal ini bisa dimaklumi karena bila pandangannya, ide, perasaan dan persepsinya tidak membentuk suatu keharmonisan atau bertentangan maka akan menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. b. Konsep diri mempengaruhi cara seseorang menginterprestasikan pengalamannya. Pengelaman terhadap suatu peristiwa diberi arti tertentu oleh setiap orang. Hal ini tergantung dari bagaimana individu tersebut memandang dirinya.

20 26 c. Konsep diri mempengaruhi harapan seseorang terhadap dirinya. Setiap orang mempunyai suatu harapan tertentu terhadap dirinya, dan hal itu tergantung dari bagaimana individu itu melihat, dan mempersepsikan dirinya sebagaimana adanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara seseorang, mempengaruhi cara individu melihat ke dunia luar, mempengaruhi individu dalam memperlakukan orang lain, mempengaruhi pilihan seseorang, mempengaruhi kemampuan individu untuk menerima atau memberikan kasih sayang dan mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu. D. USIA MADYA 1. Pengertian Usia Madya Menurut Hurlock (1980), usia madya (usia setengah baya) dipandang sebagai masa antara tahun. Pada masa tersebut ditandai dengan perrubahan jasmani dan mental. Oleh karena itu usia madya merupakan periode dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi bagi kedalam dua subbagian, yaitu: usia madya dini ( usia tahun) dan usia madya lanjut ( usia tahun). 2. Karakter Usia Madya Hurlock (1980) menjelaskan ada 10 karakteristik usia madya, yaitu: a. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti.

21 27 Hal ini terjadi karena seiring waktu berjalan dan bertambahnya usia, semakin mendekati usia tua maka semakin terasa menakutkan dari seluruh kehidupan manusia. b. Usia madya merupakan masa transisi. Seperti halnya masa puber yang yang merupakan masa transisi dari masa kanak kanak menuju remaja dan kemudian ke masa dewasa. Demikian juga usia madya merupakan massa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri ciri jasmani dan perilaku baru. c. Usia madya adalah masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan dirumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka. d. Usia madya adalah usia yang berbahaya. Umumnya pada usia madya dianggap sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara yang biasa menginterpretasi usia berbahaya ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia

22 28 lanjut. Selain itu dapat juga dikatakan usia dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat karena terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan. e. Usia madya adalah usia canggung. Dalam karakteristik ini dikenal dengan usia serba canggung (Awkward Age). Sama seperti remaja, bukan anak anak dan bukan juga dewasa, demikian juga pria dan wanita berusia madya bukan muda lagi tapi juga bukan tua. f. Usia madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson (dalam Hurlock,1980) usia madya merupakan masa krisis dimana baik generasivitas/generativity (kecenderungan untuk menghasilkan) maupun stagnasi (kecenderungan untuk tetap berhenti) akan dominan. Masih menurut Erikson (dalam Hurlock,1980), selama usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya yang mempunyai kemauan kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Usia madya seyogyanya menjadi masa tidak hanya untuk keberhasilan keuangan dan sosial tetapi juga untuk kekuasaan dan prestise. Biasanya, pria meraih puncak karir mereka antara usia tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil

23 29 yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka sampai mereka mencapai awal usia 60 tahun. g. Usia madya merupakan masa evaluasi. Usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya,maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan harapan orang lain khususnya anggota keluarga dan teman. h. Usia madya dievaluasi dengan standard ganda. Walaupun di usia madya perkembangannya cenderung mengarah ke persamaan peran antara pria dan wanita baik dirumah, perusahaan, perindustrian, profesi maupun dalam kehidupan sosial, namun masih terdapat standar ganda dalam usia. Meskipun standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita usia madya tetapi ada 2 aspek khusus yang perlu diperhatikan. Pertama, aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani. Contohnya ketika rambut menjadi putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajahdan terjadinya beberapa bagian otot yang mengendur terutama otot disekitar pinggang. Aspek kedua adalah dimana standar ganda dapat terlihat nyata terdapat pada cara mereka (pria & wanita) menyatakan sikap terhadap usia tua.

24 30 i. Usia madya merupakan masa sepi. Periode masa sepi pada usia madya lebih bersifat traumatik bagi wanita daripada pria. Hal ini benar khususnya pada wanita yang telah menghabisakan masa masa dewasa dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat atau sumber daya untuk mengisi waktu senggang mereka pada waktu pekerjaan rumah tangga berkurang atau selesai. Banyak pula yang mengalami tekanan batin karena dipensiunkan (retirement-shock). Kondisi yang serupa juga dialani pria ketika meraka mengundurkan diri dari pekerjaan. j. Usia madya merupakan masa jenuh. Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30an dan 40an. Kejenuhan tidak akan medatangkan kebahagiaan ataupun kepuasan pada usia manapun. Akibatnya usia madya seringkali merupakan periode yang tidak menyenangkan dalam hidup. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usia madya berkisar dari tahun. Kemudian dijelaskan pula 10 karakterisik usia madya, yaitu: usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti, usia madya merupakan masa transisi, usia madya adalah masa stress, usia madya adalah usia yang berbahaya, usia madya adalah usia canggung, usia madya adalah masa berprestasi, usia madya merupakan masa evaluasi, usia madya dievaluasi

25 31 dengan standar ganda, usia madya merupakan masa sepi, dan usia madya merupakan masa jenuh. E. Pengaruh Konsep Diri terhadap Kecemasan Menghadapi Pensiun Konsep diri berkaitan erat dengan cara pandang seseorang mengenai siapa dirinya, bagaimana memberi identitas kepada diri sendiri, menilai dan melihat faktor yang ada di luar diri individu yang dapat dijadikan sebagai komponen konsep diri individu tersebut. Fitts (dalam Agustiani, 2006) yang mengaitkan konsep diri menjadi dua dimensi yaitu dimensi internal dan eksternal. Pada dimensi internal disebutkan bahwa diri individu sebagai objek, diri individu sebagai pelaku, dan sebagai penilai. Dimensi eksternalnya dikatakan bahwa individu sebagai diri fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial. Dari masing masing komponen itulah yang akan berperan dan menentukan apakah individu akan memiliki konsep diri yang tinggi ataukah rendah. Calhoun dan Acocella (1995) juga menjelaskan jika individu yang memiliki konsep diri tinggi cenderung memiliki penerimaan diri yang baik serta memiliki harga diri, sedangkan konsep diri yang rendah lebih memiliki kecenderungan pda rasa putus asa dan penerimaan diri yang negatif terhadap dirinya. Berkaitan dengan individu yang akan menghadapi masa pensiun pasti akan banyak melakukan penyesuaian untuk menyikapi kondisi dan bermacammacam perubahan yang terjadi setelah memasuki masa pensiun, diantaranya

26 32 adalah menurunnya penghasilan, hilangnya status, hilangnya interaksi dan datangnya masa tua. Kondisi dan perubahan perubahan yang akan terjadi di masa pensiun membuat individu yang belum memasuki masa pensiun menjadi cemas dan khawatir. Individu dengan konsep diri yang tinggi diharapkan dapat menerima keadaan dirinya secara positif dan menerima perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, dengan demikian individu dapat mengatasi kecemasannya akan keadaan dan situasi yang tidak pasti di masa pensiunnya. F. Kerangka Berfikir Individu yang akan pensiun Menerima konsekuensi dari masa pensiun KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN - Kekhawatiran - Emosionalitas - Gangguan & hambatan dalam menyelesaikan tugas KONSEP DIRI - Aspek psikologis - Aspek fisiologis - Aspek psiko-sosiologis - Aspek psikoetika & moral Gambar 1 (Kerangka Berfikir)

27 33 Bagan kerangka berfikir diatas dijadikan sebagai gambaran tentang pengaruh konsep diri terhadap kecemasan menghadapi pensiun. Pada bagan diatas dapat dijelaskan bahwa individu yang akan menghadapi masa pensiun tentunya akan menerima konsekuensi konsekuensi tertentu yaitu hilangnya berbagai hal yang dapat diperoleh individu dalam bekerja sehingga menjelang masa pensiun pegawai cenderung merasakan adanya kecemasan akan kehilangan status, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dengan rekan kerja, dan memasuki masa tua (Pradono & Purnamasari, 2010) Individu yang akan menghadapi masa pensiun perlu memiliki konsep diri yang tinggi. Individu dengan konsep diri tinggi diindikasikan dapat melakukan penyesuaian diri yang baik dengan perubahannya, sebaliknya jika individu dengan konsep diri rendah cenderung kurang dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dalam menghadapi pensiun. Dari konsep diri yang dimiliki tiap individu akan mempengaruhi pada kecemasan individu dalam menghadapi masa pensiun. jika individu memiliki konsep diri yang tinggi maka individu dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga dapat meredakan kecemasannya ketika menghadapi masa pensiun, sebaliknya jika individu memiliki konsep dirinya rendah akan kesulitan menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dalam hidupnya, sehingga individu tersebut akan mengalami kecemasan ketika menghadapi masa pensiun.

28 34 G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh konsep diri terhadap kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai PDAM Kabupaten Banyumas.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KecemasanPada Mahasiswa Dalam Menyusun Proposal Skripsi 2.1.1 Pengertian kecemasanmahasiswa dalam menyusun proposal Skripsi Skripsi adalah tugas di akhir perkuliahan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

Jenis-jenis Kecemasan

Jenis-jenis Kecemasan Jenis-jenis Kecemasan Ada tiga klasifikasi jenis kecemasan yaitu klasifikasi menurut sumber kecemasan, klasifikasi berdasarkan lamanya sifat itu menetap, klasifikasi berdasarkan dampak kecemasan. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai seorang manusia, pada umumnya pasti tidak akan lepas dari yang namanya aktivitas, salah satunya adalah aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan-ketakutan

Lebih terperinci

SemangatPagiSemuanya^^

SemangatPagiSemuanya^^ Perkembangan Individu 2 PERMASALAHAN PADA MASA MADYA SemangatPagiSemuanya^^ Assalamu alaikum WrWbWb KARAKTERISTIK USIA MADYA Usia madya merupakan usia yang sangat di takuti kebanyakan orang menjadi rindu

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Sebagian besar manusia pernah mengalami kecemasan yang sangat besar atau melampaui akal sehat hingga merasa tidak sanggup menghadapi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

#### SELAMAT MENGERJAKAN #### Apakah Anda mahasiswa Fakultas Ekonomi Unika? Apakah Anda berstatus sebagai mahasiswa aktif? Semester berapakah Anda saat ini? Dengan Hormat, (Ya/ Bukan) (Ya/ Tidak) (Empat/ Enam) Disela-sela kesibukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Menurut Durand & Barlow (2006), kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Keberagamaan Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap melakukan atas aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN Munfi atur Rofi ah (09410176) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Konsep Diri Konsep diri merupakan penjabaran mengenai diri secara keseluruhan sebagai suatu gambaran bagi orang lain untuk melihat adakah perbedaan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan pada dasarnya menyertai di setiap kehidupan manusia terutama bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. Sebenarnya kecemasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Dewasa Awal. yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Dewasa Awal. yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adolescenceadolescere yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi,

Lebih terperinci

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE 1. Psikologis, ditunjukkan dengan adanya gejala: gelisah atau resah, was-was atau berpikiran negatif, khawatir atau takut, merasa akan tertimpa bahaya atau terancam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI Pedoman Wawancara 1. Latar belakang berkaitan dengan timbulnya kecemasan - Kapan anda mulai mendaftar skripsi? - Bagaimana perasaan anda ketika pertama kali mendaftar skripsi?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia.

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia. BABI PENDAHULUAN 1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang peljalanan hidup manusia, mulai dari lahir sampai dengan menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) NU TUBAN

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) NU TUBAN HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) NU TUBAN Fa izatul Maziyah 11410016 Abstrak Dukungan sosial adalah informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri BAB I PENDAHULUAN I. A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan dan penyesuaian diri memiliki kaitan yang sangat erat. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya wanita mengatakan bahwa menjadi hamil adalah suatu pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang luar biasa untuk wanita, dengan hadirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 52 LAMPIRAN A Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 53 LAMPIRAN A-1 Data Try Out KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS 54 55 LAMPIRAN A-2 Data Try

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam keseluruhan upaya pendidikan. Siswa dengan segala karakteristiknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 KECEMASAN SOSIAL FACEBOOKER A-2 HARGA DIRI

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 KECEMASAN SOSIAL FACEBOOKER A-2 HARGA DIRI 68 69 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 KECEMASAN SOSIAL FACEBOOKER A-2 HARGA DIRI 70 Identitas Subyek Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Fakultas : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah seluruh pernyataan berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang atlet diperlukan kerja keras dari awal sampai akhir, seperti persiapan saat latihan yang keras, mempersiapkan kondisi fisik dan tubuh mereka,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan LAMPIRAN 61 Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan gejala stres No. Variabel Cronbach s Alpha N

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 12 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Suatu keadaan yang mengancam keberadaan kehidupan seseorang, akan menimbulkan suatu perasaan yang tidak menyenangkan pada diri orang tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya wanita tidak mungkin lepas dari menopause, karena menopause merupakan peristiwa yang pasti akan dialami oleh setiap wanita dan tidak bisa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci