BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Keberagamaan Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap melakukan atas aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya. Semua aktivitas dilakukan berdasarkan keyakinan hati dilandasi dengan keimanan (Rodliyatun 2001:9). Manusia dalam setiap kehidupan dan prilaku harus selalu selaras dengan apa yang diyakini dalam agama sehingga tidak tersesat kedalam hal yang merugikan atau menjerumuskan dalam kehidupanya Sikap keberagamaan menurut Jalaluddin (2012:318) adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatan terhadap agama. Sikap keberagamaan tersebut adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Sikap sebagai suatu tingkatan afeksi yang baik bersifat positif maupun negatif dalam hubungan objekobjek psikologis, Afeksi positif adalah afeksi senang sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Menurut Gerungan dalam Agus (2015:9) attitude itu dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek. 12

2 13 Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu. Menurut Mar at, dalam Jalaludin (2012:260), sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang dan tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian sikap merupakan interaksi dari komponen tersebut secara kompleks. Sehingga manusia mampu menyaring setiap tingkah lakunya dalam kehidupan sehingga apa yang akan dilakukan tidak bertentangan dengan norma sosial manusia yang komplek. Merujuk kepada rumusan di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang. Tiga komponen psikologis dalam bersikap yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek baik yang berbentuk kongkrit maupun objek yang abstrak, komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek dan bagaimana bentuk sikap keberagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, konasi seseorang dengan masalah-maasalah yang menyangkut agama (Jalalluddin, 2012:260).

3 14 Sikap menurut Zanna dan Rempel adalah reaksi evaluative yang disukai atau tidak terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukan kepercayaan, perasaan, atau kecendrungan prilaku seseorang. Sedangkan Sikap menurut Eagly dan Chaiken adalah tedensi psikologis yang diekpresikan dengan mengevaluasi tertentu dengan beberapa derajat kesukaan atau ketidak sukaan Sarwono (2009:45). Sikap Menurut Thurstone adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubunganya dengan objek-objek psikologis, afeksi positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan, dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai-bagai macam sikap, dapat menimbulkan macammacam tingkatan afeksi pada seseorang (Walgito 2003:109). Sikap keberagamaan adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan denganya. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin sikap didefenisikan sebagai sebuah kombinasi dari reaksi afektif, kognitif dan perilaku terhadap suatu objek tertentu dan perilaku terhadap suatu objek tertentu. Sementara Judd membagi sikap atas tiga komponen yaitu: 1. Sikap merupakan reaksi afektif yang bersifat positif, negatif atau campuran antara keduanya mengandung perasaan kita terhadap suatu objek.

4 15 2. Kecendrungan bersikap dengan cara tertentu terhadap suatu objek tertentu. 3. Reaksi kognitif sebagai penilaian kita terhadap suatu objek yang di dasarkan pada ingatan, pengetahuan dan kepercayaan yang relevan. Karena antara tiga komponen sikap tersebut kadang tidak konsisten dan dipandang terlalu kompleks, maka muncul pandangan yang lebih sederhana sikap di defenisikan sebagai suatu penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek tertentu yang diekspresikan dengan intensitas tertentu (Rahman 2013:123). Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap keberagamaan merupakan penyatuan secara kompleks antara pegetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan. Agama dalam kehidupan idividu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan beragama yang dianutnya, Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu, sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

5 16 Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dengan cara tertentu yang di pilihnya. Sedangkan kematangan dalam beragama adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama Jalaludin (2005: 119). Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang di anutnya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Komponen-komponen sikap Menurut Sarwono (2009:23) sikap adalah konsep yang di bentuk oleh tiga komponen yaitu : 1. Kognitif Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap ide-ide tersebut meliputi tanggapan, keyakinan dan kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek sikap. 2. Afektif Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek sikap.

6 17 3. Perilaku Komponen perilaku dapat diketahui melalui respon subjek yang berkenan dengan objek sikap respon yang dimaksud bisa berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intens atau untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap. Sedangkan komponen-komponen sikap yang membentuk struktur sikap menurut Myers dan Gerungan dalam (Walgito 2003: 111) sebagai berikut : a. Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana mana orang mempersepsi terhadap objek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah sikap yaitu positif dan negatif. c. Komponen konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan betindak atau berprilaku seseorang terhadap objek sikap. Sikap bisa didefenisikan sebagai kombinasi dari reaksi kognitif, afektif dan kecendrungan perilaku atau sebagai penilaian positif dan

7 18 negatif terhadap suatu objektif tertentu, bagaimana sikap didefenisikan berpengaruh pada struktur sikap. Isi sikap bisa berupa kognisi, afeksi, kecendrungan berprilaku ataupun penilaian. Sejauh mana konsistensi isi sikap akan berpengaruh pada kekuatan sikap, struktur memori yang berhubungan dengan sikap. Struktur sikap berpengaruh pada sejauh mana suatu sikap mudah terakses atau tidak (Rahman 2013:149). Melihat dari uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga komponen sikap keberagamaan menciptakan nuansa tertentu yang dapat menjelaskan perbedaan sikap orang-orang terhadap objek sikap yang sama. 3. Pembentukan Sikap Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak lahir tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Sikap dibentuk melalui proses belajar sosial, yaitu proses dimana individu memperoleh informasi, tingkah laku atau sikap baru dari orang lain. Sikap dibentuk melalui empat macam pembelajaran sebagai berikut: 1. Pengkondisian klasik (classical conditioning: learning based on association) Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus/rangsangan yang lain, sehingga rangsangan yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsangan yang kedua, lama kelamaan

8 19 orang akan belajar jika stimulus pertama muncul, maka akan diikuti oleh stimulus kedua. 2. Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning). Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut akan diulang kembali. Sebaliknya bila perilaku mendatangkan hasil yang tidak menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut tidak diulang lagi atau dihindari. Instrumental conditioning bentuk dasar dari pembelajaran dimana respons yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat. 3. Belajar melalui pengamatan (observational learning, learning by example) Proses pembelajaran dengan cara mengamati prilaku orang lain, kemudian dijadikan sebagai contoh untuk berperilaku serupa. Banyak perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena mengamati perbuatan orang lain. Keseharian manusia, banyak sikap yang terbentuk karena aktif melihat yang terjadi di lingkungan tempat tinggal yang menjadi kebiasaan dalam lingkungan, sehingga menimbulkan anggapan bahwa orang lebih mudah di pengaruhi dari pada diri sendiri.

9 20 4. Perbandingan sosial ( social comparison) Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk mengecek apakah pandangan mengenai sesuatu hal adalah benar atau salah disebut perbandingan sosial. Manusia cendrung menyamakan dirinya dengan mengambil ide-ide dalam bersikap ( Sarwono,2009:57). 4. Ciri-ciri sikap Seperti yang telah dipaparkan bahwa sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain. Ada beberapa ciri atau sifat dari sikap tersebut adapun ciri-ciri sikap itu adalah: a. Sikap tidak dibawa sejak lahir Bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikapsikap tertentu terhadap sesuatu objek, karena sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan, oleh karena sikap itu terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karena sikap itu dapat berubah. Walaupun demikian sikap itu mempunyai kecenderungan adanya sifat yang agak tetap, seperti yang di kemukakan oleh Kimbal Young dalam (Walgito 2003: 114).

10 21 b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau di pelajari dalam hubunganya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek. Manusia yang bersikap negatif pada seseorang, orang tersebut akan mempunyai kecendrungan untuk menunjukan sikap yang negatif pula kepada kelompok dimana seseorang tersebut tergabung didalamnya. Terlihat adanya kecendrungan untuk menggeneralisasikan objek sikap. d. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar Secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah dan kalaupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam ada dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah. e. Sikap mengandung perasaan dan motivasi Sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang

11 22 menyenangkan tetapi juga dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan terhadap objek tersebut. Di samping itu sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang dihadapinya (Walgito,2003:131). Penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa apabila seseorang juga mempunyai sikap tertentu terhadap objek maka untuk mengetahui sikap tersebut lebih jauh, kiranya perlu diketahui apa yang melatar belakangi sikap tersebut sikap yang diambil untuk mempertahankan ego atau juga instrument, sehingga orang akan tahu dengan baiknya sikap yang diambil oleh orang bersangkutan. B. Dewasa Madya 1. Pengertian Dewasa Madya Masa dewasa madya adalah masa yang berlangsung dari umur dari umur tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain, masa dewasa madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya dan kadangkadang minat dan perhatianya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi ( Harlock 2004:320).

12 23 2. Karakteristik Dewasa Madya Adapun karakteristik dewasa madya menurut Hurlock (2004:320) yaitu: a. Dewasa madya Dewasa madya adalah masa yang sangat menakutkan diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia, oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut. b. Usia madya merupakan masa transisi. Seperti hal nya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, usia madya memasuki masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku baru, bahwa periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam kesuburan. Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, cepat atau lambat semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku pada dewasa mudanya harus diperbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah peranan bahkan lebih sulit dari pada penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat.

13 24 c. Usia madya adalah masa stres Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila di sertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cendrung merusak homeostasis fisik dan fisiologis seseorang dan membawa ke stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaianya yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka. d. Usia madya adalah masa berbahaya Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara biasa menginterpretasi usia berbahaya ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut. Seperti dikemukakan oleh acher dalam buku Elizabet Harlock, (2004:321) dijelaskan, Terhadap apa saja yang ada di sekelilingnya kelihatan bahwa orang berusia madya berusaha mencari percontohan kegiatan dan pengalaman baru. Periode ini dapat dramatisasi dengan lolosnya episodik kedalam hubungan ekstra material, atau dengan bentuk alkoholisme. Bagi beberapa orang krisis usia madya dapat berakhir dengan kesusahan yang permanen dan semakin pendeknya usia mereka. e. Usia madya adalah usia canggung ini dikenal dengan istilah usia serba canggung sama seperti remaja, bukan anak-anak dan bukan juga dewasa, demikian juga pria

14 25 dan wanita berusia madya bukan muda lagi tapi bukan juga tua. Franzblau dalam buku (jalalludin 2012:322) mengatakan bahwa orang berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior. f. Usia madya adalah masa berprestasi Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis dimana baik generasivitas kecendrungan untuk menghasilkan-maupun stagnasi kecendrungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson, selama usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. g. Masa madya merupakan masa evaluasi Bahwa usia ini terutama sebagai masa evaluasi diri, karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria mencapai puncak prestasinya maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan orang lain khususnya anggota keluarga dan teman. Sebagai hasil dari evaluasi. Archer lebih lanjut mengatakan usia madya nampaknya menuntut perkembangan perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain, dalam perkembangan setiap orang memiliki ilusi mengenai apa dan bagaimana dirinya tanggung jawab lain pada usia madya menyangkut hal fantasi dan ilusi tersebut.

15 26 h. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda Bahwa masa itu dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu lagi pada wanita walaupun perkembanganya cendrung mengarah kepersamaan peran antara pria dan wanita baik di rumah, perusahaan, perindustrian, profesi, maupun dalam kehidupan sosial. i. Usia madya merupakan masa sepi Masa ini adalah masa ini dialami masa sepi (empty nes), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orang tua. j. Usia madya merupakan masa jenuh Periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tiga puluhan dan empat puluhan. Pada pria menjadi jenuh dengan dengan kegiatan rutin sehari-hari dan bersama kehidupan keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. 3. Tugas-tugas Perkembangan Pada Usia Madya a. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada dewasa madya. b. Tugas-tugas yang berkaitan dengan perubahan minat orang yang berusia madya seringkali mengasumsikan tanggung jawab warga Negara dan sosial serta mengembangkan minat pada waktu luang yang

16 27 berorientasi pada kedewasaan pada tempat-tempat kegiatan yang berorintasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada dewasa dini. c. Tugas-tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan tugas ini berkisar pada pemantapan dan pemiliharaan standar hidup yang leratif mapan. d. Tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga tugas penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang sebagai pasangan, menyesuaikan diri dengan lanjut usia dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia (Hurlock 2004:325). Sifat-sifat yang berlawanan pada dewasa tengah baya berkaitan rasa harga diri, kualitas hubungan, hubungan sosial serta fungsi mental seseorang. Sikap yang berlawanan yang dikemukan adalah kebijaksanaan lawan kekuatan fisik, memandang orang lain sebagai person lawan memandang orang lain sebagai objek seks, fleksibilitas relasional lawan penyempitan relasional. Suatu fase peralihan diantara fase ketujuh dan fase kedelapan dalam teori Erikson. Vailant melukiskan sebagai pertentangan antara mempertahan sesuatu yang bermakna, pertengahan ini harus dilihat dengan rangka interaksi antara generasi tengah baya yang akan memasuki masa tua dan generasi muda yang ada dalam dunia kerja dan ingin mengambil alih pria usia lanjut. Segi positif pada krisis psikososial ini adalah kepedulian orang tua terhadap orang tua untuk mempertahankan pandangan mereka yang

17 28 bijaksana itu dan meneruskanya kepada kaum muda sebagai bekal perkembangan mereka yang sehat segi yang negatif adalah sikap kaum tua yang rigid yaitu sikap tidak mau menerima pandangan orang lain, khusus pandangan kaum muda, kaku dalam berpikir dan bertindak. Sikap ini menghambat kemajuan yang ada dalam masyarakat yang telah berkembang. C. Sikap Keberagamaan Dewasa Madya Berdasarkan uraian di atas maka terbentuk sikap keberagamaan dewasa madya Menurut Mustafa (2016:87) sikap keberagamaan terbagi menjadi delapan ciri yaitu: 1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang bukan sekedar ikut-ikutan, cendrung bersifat realitas sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. 2. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. 3. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 4. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang bukan sekedar ikutikutan, cendrung bersifat realitas sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

18 29 5. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. 6. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 7. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas dan bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan hati nurani. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya dan disamping itu juga terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keberagamaan sudah berkembang. 8. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran Agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan hati nurani, Sikap keberagamaan cendrung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masingmasing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran Agama yang diyakininya dan disamping itu juga terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keberagamaan sudah berkembang. Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa sikap keberagamaan itu merupakan keadaan di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

19 30 bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatanya terhadap Agama. Sikap keberagamaan ini merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan Agama, perasaan Agama serta tindakan dalam diri seseorang.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

SemangatPagiSemuanya^^

SemangatPagiSemuanya^^ Perkembangan Individu 2 PERMASALAHAN PADA MASA MADYA SemangatPagiSemuanya^^ Assalamu alaikum WrWbWb KARAKTERISTIK USIA MADYA Usia madya merupakan usia yang sangat di takuti kebanyakan orang menjadi rindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1. Definisi Persepsi Menurut Chaplin (2008) persepsi adalah proses atau hasil menjadi paham atas keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap (Attitude) 1 BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita. Sikap: - suka mendekat, mencari tahu, bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini permasalahan remaja adalah masalah yang banyak di bicarakan oleh para ahli, seperti para ahli sosiologi, kriminologi, dan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola asuh pada dasarnya merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang dewasa kepada seorang anak dalam upaya mendidik anak tumbuh dan dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Persepsi Membahas istilah persepsi akan dijumpai banyak batasan atau definisi tentang persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain oleh: Jalaludin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu menginginkan dan mendambakan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu menginginkan dan mendambakan kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu menginginkan dan mendambakan kehidupan yang layak serta terhindar dari berbagai masalah. Masalah yang dihadapi setiap orang sangat bervariasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU. Disusun: IY

TEORI PERILAKU. Disusun: IY TEORI PERILAKU Disusun: IY Perilaku pada hakekatnya merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dapat dipelajari Behavior : the way that somebody behaves, especially towards

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar Mata Pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow meliputi kebutuhan fisiologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini semua individu pasti mengalami fase mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia dan hal itu sudah sewajarnya terjadi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat. tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat. tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Relakang Penelitian Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga hingga kini kian meluas dan memiliki makna sebagai sebuah fenomena yang bersifat global, mencakup wilayah kajian hampir seluruh sendisendi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini adalah ketika seorang anak muda harus

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

AGAR MENDAPAT LEBIH DARI YANG ENGKAU INGINKAN

AGAR MENDAPAT LEBIH DARI YANG ENGKAU INGINKAN AGAR MENDAPAT LEBIH DARI YANG ENGKAU INGINKAN 11 Februari 2009 Mari kita ubah SKK (Sikap, Konsentrasi dan Komitmen) Pertama : SIKAP Sikap merupakan kependekan dari SI = EMOSI; KA = TINDAKAN; P = PENDAPAT,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek non Fisik

Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek non Fisik PRILAKU SEHAT & SAKIT DI MASYARAKAT IRMA NURIYANTI, SKM, M.Kes Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah Sesuatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar dan Hasil Belajar A. Pengertian belajar Belajar adalah upaya pemenuhan reaksi mental dan atau fisik terhadap penglihatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Garam Beryodium Garam beryodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan yodium sebagai upaya jangka panjang (Depkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan dan Perkembangan Perkembangan Adalah : - Santrock ussen (1992) : Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada masa konsepsi dan berlanjut sepanjang hayat dan bersifat

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z Karakteristik manusia komunikan Rahmawati Z Kenalilah Dirimu. Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Sebagai psikolog, kita memandang komunikasi justru pada perilaku manusia komunikasi.

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat sosiologi dalam kehidupan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang ramah. Kebudayaan Indonesia seringkali disebut sebagai bagian dari budaya timur, dimana kebudayaan tersebut menjungjung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/K) berada pada rentang usia 15 18 tahun, usia ini berada pada fase perkembangan remaja. Remaja adalah masa transisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI BELAJAR 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berawal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. motif dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam kehidupan dikarenakan adanya percepatan arus globalisasi yang dapat memberikan nilai tambah tersendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk meraih keterampilan kognitif dan sikap saja, sekolah juga merupakan tempat berlangsungnya perkembangan kepribadian siswa,

Lebih terperinci