SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2 S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR POTASSIUM METHIONINE (PM) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2 S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR POTASSIUM METHIONINE (PM) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN"

Transkripsi

1 SKRIPSI TK SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2 S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR POTASSIUM METHIONINE (PM) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN Oleh: Alif Ramadhani Utomo NRP Veby Iqbal Hariadi NRP Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S. NIP Dr. Ir. Susianto, DEA. NIP DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

2 FINAL PROJECT TK MODELING AND SIMULATION OF CO 2 & H 2 S ABSORPTION IN ACTIVATED MDEA SOLUTION WITH POTASSIUM METHIONINE (PM ) USING THE TRAY COLUMN Proposed by: Alif Ramadhani Utomo NRP Veby Iqbal Hariadi NRP Advisor : Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S. NIP Dr. Ir. Susianto, DEA. NIP DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

3

4 SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2 S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR POTASSIUM METHIONINE (PM) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN Mahasiswa : Alif Ramadhani Utomo Veby Iqbal Hariadi Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S. Pembimbing II : Dr. Ir. Susianto, DEA ABSTRAK Pengambilan Hidrogen Sulfida (H 2 S) dan Karbon Dioksida (CO 2 ) dalam gas alam adalah merupakan proses yang paling penting dalam pemanisan gas alam. H 2 S merupakan gas korosif apabila bercampur dengan moisture dan CO 2 yang lepas dari sistem dan keluar ke atmosfer akan menyebabkan efek rumah kaca. CO 2 dapat menurunkan nilai bakar gas alam, sehingga harus diminimalisir kandungannya dalam gas alam. Salah satu proses pengambilan gas tersebut adalah dengan cara absorpsi reaktif menggunakan larutan MDEA dengan promotor Potassium Methionine (PM), karena pelarut ini mempunyai sifat selektif terhadap penyerapan H 2 S dan CO 2. Proses absorbsi gas CO 2 dan H 2 S yang dilakukan dalam tray column merupakan pilihan yang lebih baik dari pada packed column yaitu untuk menghindari masalah distribusi liquida di dalam kolom yang berdiameter besar dan untuk mengurangi ketidakpastian dalam pembesaran skala. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan model matematik dan simulasi untuk proses absorpsi CO 2 dan H 2 S dari gas alam dengan larutan MDEA dan promotor PM menggunakan tray column. Pada kajian teoritis ini diperlukan data-data seperti konstanta kesetimbangan reaksi, laju reaksi, data kelarutan, koefisien perpindahan massa pada sisi gas dan liquid yang diperoleh dari literatur. Model matematik yang iii

5 dikembangkan berdasarkan pada transfer massa pada teori film dengan asumsi reaksi pseudo first order. Penyelesaian numerik yang telah dilakukan menunjukan bahwa laju penyerapan meningkat seiring dengan peningkatan temperature karena terjadi peningkatan pada laju reaksinya. Peningkatkan tekanan dapat meningkatkan kelarutan gas sehingga meningkatkan laju absorpsi. Peningkatan konsentrasi akan mempengaruhi hukum aksi massa sehingga laju penyerapan akan semakin meningkat. Jumlah konsentrasi promotor yang digunakan dapat meningkatkan %removal secara signifikan, namun akan cenderung konstan ketika jumlahnya ditingkatkan Kata kunci : absorpsi, MDEA, PM, tray, laju absorpsi, percent removal. iv

6 MODELING AND SIMULATION OF CO 2 & H 2 S ABSORPTION IN ACTIVATED MDEA SOLUTION WITH POTASSIUM METHIONINE (PM) USING THE TRAY COLUMN Compiled by : Alif Ramadhani Utomo Veby Iqbal Hariadi Advisor I : Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S. Advisor II : Dr. Ir. Susianto, DEA ABSTRACT Hydrogen Sulfide (H 2 S) and Carbon Dioxide (CO 2 ) removal in natural gas is the most important process in the natural gas plant. H 2 S is a corrosive gas when mixed with moisture and release CO 2 into the atmosphere will cause the greenhouse effect. CO 2 can reduce the heating value of natural gas, so it should be minimized its content in natural gas. One of the gas removal method is reactive absorption using MDEA solution with promotor Potassium Methionine (PM), because it has the properties as selective solvent for absorption of H 2 S and CO 2. The process of absorption of CO 2 and H 2 S gas is conducted in a tray column is a better choice than the packed column that is to avoid distribution problems Liquid in large diameter columns and to reduce uncertainties in an enlarged scale. In this theoretical study required data such as the equilibrium constant of the reaction, the reaction rate, the data solubility, mass transfer coefficient on the gas side and the liquid obtained from the literature. Developed a mathematical model based on mass transfer in film theory assuming a pseudo first order reaction. Numerical solution that has been done shows that the rate of absorption increases with increasing temperature due to an increase in the rate of reaction. Increasing the pressure can increase the solubility of the gas so as v

7 to increase the rate of absorption. Increased concentration will affect the law of mass action so that the rate of absorption will increase. Total concentration of promoter used can significantly increase the% removal, but will tend to be constant when the number has been increased Keywords: absorption, MDEA, PM, tray, absorption rate, percent removal vi

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 DAN H 2 S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR POTASSIUM METHIONINE (PM) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan penelitian skripsi dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) pada bidang Studi S1 Teknik Kimia di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati kami menyampaikan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah mempermudah segala urusan kami dan selalu mengaruniakan kesehatan kepada kami. 2. Kedua orang tua dan keluarga kami yang telah memberikan segalanya yang tak mungkin tercantumkan dalam tulisan ini. 3. Bapak Juwari, S.T, M.Eng, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S, selaku Dosen Pembimbing 1 dan Kepala Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa atas bimbingan dan saran yang telah diberikan. 5. Bapak Dr. Ir. Susianto, DEA. selaku Dosen Pembimbing 2 atas bimbingan dan saran yang telah diberikan. 6. Bapak Prof. Ir. Dr. Nonot Soewarno, M.Eng, Bapak Fadlilatul Taufany, S.T, Ph.D, Ibu Dr. Yeni Rahmawati, S.T., M.T, dan Siti Nurkhamidah, ST., MSc., Ph.D selaku Dosen Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa, atas bimbingan dan saran yang telah diberikan. vii

9 7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar atas segala ilmu yang diberikan serta seluruh karyawan Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya. 8. Teman-teman di Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa atas doa, semangat, perhatian dan kasih sayang selama ini. 9. Teman-teman K53 yang telah memberikan dukungan dan bantuan sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang turut membantu kami. Kami menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai upaya peningkatan kualitas dari skripsi ini. Surabaya, Juli 2017 Penyusun viii

10 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK...iii ABSTRACT...v KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Absorpsi Fisik Absorpsi Disertai Reaksi Kimia Alkanolamine Jenis Promotor Kinetika Reaksi Tipe Kolom Penelitian yang Sudah Dilakukan...28 BAB III METODE PENELITIAN Sistem yang Ditinjau Model Matematika Penyelesaian Numerik Pembuatan Program Validasi Data Analisa Model Matematis Variabel Penelitian..43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...45 ix

11 4.1 Pengaruh Temperatur (K) Terhadap Percent Recovery Pengaruh Tekanan (atm) Terhadap Percent Recovery Pengaruh Konsentrasi MDEA (%wt) Terhadap Percent Recovery Pengaruh Konsentrasi Potassium methionine (%wt) Terhadap Percent Recovery Distribusi Konsentrasi Komponen Dalam Gas Distribusi Konsentrasi Komponen Dalam Liquid Validasi Data Simulasi MATLAB dengan HYSYS dan Eksperimen Perbandingan Hasil Simulasi Matlab Dengan Variasi Jenis Promotor...57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...60 DAFTAR PUSTAKA...xiii DAFTAR NOTASI...xvi LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Pelarut Alakanolamina...20 Tabel 2.2 Penelitian yang Sudah Dilakukan...29 Tabel 4.1 Validasi hasil simulasi MATLAB dan HYSYS...56 Tabel 4.2Validasi hasil simulasi MATLAB dan Eksperimen.56 Tabel 4.3Perbandingan hasil simulasi MATLAB dengan variasi jenis promotor.57 xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konsep teori 2 film Whitman untuk perpindahan massa fase gas - cair...8 Gambar 2.2 Surface Renewal Model...10 Gambar 2.3 Tranfer Massa Gas ke Dalam Liquida Disertai Reaksi Kimia...15 Gambar 2.4 Tipe tray...27 Gambar 2.5 Perbandingan Tipe Tray...28 Gambar 3.1 Langkah-langkah pembuatan model matematik untuk proses absorpsi gas CO2 dari gas alam ke dalam larutan promotor MDEA dengan aktivator PM di dalam tray column...32 Gambar 3.2 Sistem Absorpsi Gas CO 2 dari Gas Alam ke dalam Larutan MDEA dengan Aktivator PM di dalam Tray Column...33 Gambar 3.3 Skema untuk Tray Absorber...39 Gambar 3.4 Model Satu Tray Dalam Bentuk CSTR...40 Gambar 4.1 Grafik pengaruh temperatur larutan MDEA terhadap percent removal CO Gambar 4.2 Grafik pengaruh temperatur larutan MDEA terhadap percent removal H 2 S...46 Gambar 4.3 Grafik pengaruh tekanan larutan MDEA terhadap percent removal CO Gambar 4.4 Grafik pengaruh tekanan larutan MDEA terhadap percent removal xii

14 H 2 S...48 Gambar 4.5 Grafik pengaruh konsentrasi MDEA (%wt) terhadap percent removal CO Gambar 4.6 Grafik pengaruh konsentrasi MDEA (%wt) terhadap percent removal H 2 S...50 Gambar 4.7 Grafik pengaruh konsentrasi PM (%wt) terhadap percent removal CO Gambar 4.8 Grafik pengaruh konsentrasi PM (%wt) terhadap percent removal H 2 S...52 Gambar 4.9 Distribusi konsentrasi komponen gas CO 2 dan H 2 S di dalam tray column..53 Gambar 4.10 Distribusi konsentrasi komponen liquid CO 2 dan H 2 S di dalam tray column...54 Gambar 4.11 Distribusi konsentrasi komponen liquid CO 2 dan H 2 S di dalam tray column...55 xiii

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, minat pada pengembangan teknologi penghilangan karbon dioksida (CO 2 ) dan Hidrogen Sulfida (H 2 S) semakin meningkat karena dampaknya pada pemanasan global dan perubahan iklim, yang terutama disebabkan oleh emisi CO 2.Selain itu, CO 2 dan H 2 S biasanya banyak terdapat pada eksplorasi gas alam. Gas alam (NG) merupakan sumber daya alternatif yang memiliki kandungan CO 2 dan H 2 S yang tinggi yang membutuhkan proses pemisahan sebelum diolah lebih lanjut. Sebagai pengotor, CO 2 dan H 2 S bisa menjadi zat yang bersifat korosif dengan adanya air dan menyebabkan kerusakan di jaringan pipa gas. Kandungan CO 2 yang tinggi dalam pipa dapat memberikan efek negatif, antara lain menurunkan nilai bakar (heating value) gas alam, menyebabkan korosi pada peralatan proses dan berpotensi terjadinya pembekuan (freezing) dalam pipa. Freezing berkaitan dengan suhu gas alam yang dipasarkan pada suhu sangat rendah yaitu -161 o C dalam bentuk LNG dimana pada suhu tersebut CO 2 akan berada dalam keadaan beku. Sedangkan H 2 S merupakan gas beracun yang sangat korosif terhadap peralatan diproses kilang. Berdasarkan informasi tentang pengaruh negatif tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penyisihan CO 2 dan H 2 S merupakan tahapan penting dalam pengolahan gas alam keseluruhan. Terdapat banyak proses penyisihan H 2 S dan CO 2 diantaranya adalah adsorpsi, absorpsi, cryogenic dan teknologi membran. Diantara metode tersebut pemisahan dengan metode absorpsi baik dengan larutan alkali (larutan amina) atau pelarut fisik (larutan glikol) adalah metode yang paling banyak digunakan dan paling efektif, namun absorpsi dengan pelarut fisik tidak ekonomis (Kohl,1997). 1

16 Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya. Absorben berbasis amina, seperti monoethanolamine (MEA), diethanolamine (DEA), N- metildietanolamina (MDEA) dan di-2-propanolamine (DIPA) adalah absorben yang paling banyak digunakan karena reaktivitas tinggi dengan CO 2 serta reaksi berlangsung secara reversible sehingga proses removal menjadi lebih mudah. Dari beberapa larutan amina yang ada,mdea dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu, tekanan uap rendah, dapat digunakan hingga konsentrasi 60% berat tanpa adanya komponen yang hilang akibat adanya penguapan, stabil pada suhu tinggi, sedikit korosif, panas reaksi rendah, dan selektivitas terhadap H 2 S tinggi, dimana reaksi antara MDEA dengan CO 2 dan H 2 S adalah sebagai berikut : CO 2 + (C 2H 4OH) 2CH 3N + H 2O CH 3N (C 2H 4OH) 2H + + HCO 3 (1.1) (C 2H 4OH) 2CH 3N + H 2S CH 3N (C 2H 4OH) 2H + + HS (1.2) Larutan MDEA kemudian dicampurkan dengan aktivator spesifik potassium methionine (PM) yang berfungsi meningkatkan proses penyerapan. Penggunaan PM yang ditambahkan pada pelarut berfungsi untuk mengaktifkan pelarut MDEA.PM adalah pelarut yang stabildengan kapasitasnya sebagai penangkap CO 2, memiliki tingkat penyerapan CO 2 yang tinggi, tidak mudah terdegradasidan oksidatif (Mazari, 2016). Absorber yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu jenis absorber tray atau plate tower. Tray column adalah kolom pemisah berupa silinder tegak dimana bagian dalam dari kolom berisi sejumlah tray atau plate yang disusun pada jarak tertentu (tray/plate spacing) di sepanjang kolom. Cairan dimasukan dari puncak kolom dan dalam perjalanannya cairan akan mengalir dari tray yang satu ke tray yang lain yang ada di bawahnya. Selama proses berlangsung, di setiap tray akan terjadi kontak antara fase cair dengan fase uap yang dimasukkan dari dasar kolom. Dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan penelitian mengenai optimasi penyisihan CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA.Menurut Van Loo dkk (2007) dengan menambahkan 2

17 promotor MEA sebesar 2,5% mol ke dalam larutan MDEA mampu mengurangi kebutuhan jumlah tray dari 40 ke 25. Namun kelemahannya adalah promotor MEA hanya meningkatkan nilai enhancement factor pada bagian atas kolom saja. Penelitian lebih lanjut mengenai proses penyisihan CO 2 dan H 2 S juga telah dilakukan oleh Rozi.M (2009) dengan umpan gas alam yang telah divalidasikan pada industri migas dengan jenis valve tray dan diameter tray 2,2 m serta jumlah tray sebanyak 12 dimana penelitian ini menggunakan pelarut MDEA tanpa menggunakan tambahan aktivator PM. Model yang digunakan adalah model film dengan pendekatan enhancement factor dalam kondisi isotermal. Dimana hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi suhu semakin besar nilai persen removal gas CO 2 dan H 2 S, demikian juga dengan konsentrasi dan tekanan dimana kenaikannya diiringi dengan bertambahnya nilai persen removal gas CO 2 dan H 2 S sehingga didapatkan kondisi optimum operasi yaitu tekanan 30 atm, suhu larutan MDEA 40 o C dan konsentrasi MDEA 0,0043 gmol/cm 3. Dimana persen removal yang didapatkan pada penelitian menunjukan penyimpangan 14,7% untuk gas CO 2 sedangkan untuk gas H 2 S sebesar 0,16%. Kemudian, Baniadam dkk.,(2009) menunjukan bahwa model matematis dengan twofilm theory akan memberikan fenomena distribusi suhu serta nilai enhancement factor pada tiap tray. Sedangkan menurut Ibrahim dkk.,(2014),menjelaskan bahwa penggunaan promotor potassium methionine didalam penyisihan CO 2 pada gas alam sebanyak 3% menurunkan jumlah CO 2 yang terkandung didalam umpan hingga kurang dari 1% yang mana keadaan tersebut tidak dapat dicapai oleh larutan MDEA saja tanpa adanya penambahan promotor PM, selain itu kenaikan suhu sebesar 10 o C akan meningkatkan penyerapan CO 2 sebesar 0,5% secara bertahap dengan menambahkan konsentrasi dari PM dalam konsentrasi rendah. Sedangkan tekanan didalam kolom akan memberikan efisiensi tertinggi pada tekanan sekitar 20 bar. 3

18 Borhani dkk.,(2015) dalam studinya menjelaskan mengenai penggunaan rate-based model didalam absorpsi reaktif antara CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA di dalam packed column eksperimen tersebut hasil yang didapatkan adalah model absorber menunjukan bahwa seiring bertambahnya konsentrasi acid gases didalam umpan maka akan diiringi dengan penurunan area spesifik permukaan packing dan koefisien neraca massa overall bertambah seiring dengan penambahan umpan absorben di dalam packed column. Dengan mempertimbangkan penelitian-penelitian tersebut, perlu dilakukannya penelitian absorpsi gas CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA dan katalis PM di dalam kolom sieve tray untuk membuat simulasi absorpsinya dan hasilnya akan divalidasi dengan eksperimen Perumusan Masalah Menggunakan model two-film theory dengan pendekatan enhancement factor di dalam absorpsi reaktif CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA berpromotor PM menggunakan tray column dan mempelajari distribusi pengaruh variabel-variabel proses terhadap % CO 2 dan % H 2 S removal Batasan Masalah Untuk membatasi masalah yang akan dibahas maka digunakan asumsi-asumsi : 1. Absorpsi CO 2 dan H 2 S terjadi pada kondisi steady state. 2. Fase liquid mengandung komponen non-volatile sehingga tidak ada material atau energi yang hilang karena evaporasi. 3. Pola aliran liquid adalah Crossflow. 4. Reaksi pada fase liquid seluruhnya terjadi dalam film. 5. Properti-properti fisik dari fase gas bergantung pada suhu dan mengasumsikan gas ideal. 6. Reaksi berlangsung dengan kondisi isothermal Tujuan Penelitian 4

19 Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menggunakan model matematika di dalam proses absorpsi gas CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA berpromotor PM menggunakan tray column. 2. Melakukan validasi model matematika dengan membandingkan hasil prediksi dengan HYSYS dan data eksperimen. 3. Mengkaji secara teoritis pengaruh distribusi berbagai variabel proses seperti suhu, tekanan, konsentrasi larutan MDEA, dan konsentrasi promotor terhadap efisiensi absorpsi Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan pada industri untuk merancang unit pemisahan CO 2 dan H 2 S dalam menganalisa dan mengoptimasi kinerja unit tersebut. 5

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Secara umum, absorpsi reaktif dikenal sebagai penyerapan gas dalam medium cair dengan reaksi kimia. Proses tersebut memiliki beberapa keuntungan dimana dalam proses tersebut dapat meningkatkan yield reaksi dan selectivity, mengatasi hambatan termodinamika seperti reduksi dalam konsumsi energi, air dan pelarut. Oleh karena adanya interaksi antara reaksi kimia dan perpindahan massa dan panas yang cukup kompleks (Gorak & Kenig, 2005). 2.1 Absorbsi Fisik Absorbsi merupakan suatu teknik pemurnian gas paling penting. Teknik ini menyangkut perpindahan massa suatu material dari fase gas ke fase cair melalui batas fase. Material yang diserap dapat larut secara fisik dalam cairan, maka disebut absorbsi fisik, atau bereaksi secara kimia dengan cairan disebut absorbsi kimia. Absorbsi fisik adalah absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan tanpa disertai reaksi kimia, misalnya absorbsi CO 2 atau H 2 S dengan menggunakan pelarut-pelarut air, n-methyl-2- pyrolidone, methanol, dan propylene carbonate (Kohl & Nielsen, 1997). Ada bebrapa teori yang digunakan untuk menggambarkan fenomena perpindahan massa yang terjadi pada absorbsi fisik. (Astarita, 1967), yakni: 1. Teori 2 film 6

21 2. Teori penetrasi 3. Teori pembaharuan permukaan Teori Lapisan Film (Film Model) Teori dua film diajukan oleh Whitman pada tahun 1923 dan pada tahun 1928 Hatta menggunakan model ini untuk memodelkan absorbsi disertai reaksi kimia. Pada teori ini dianggap ada suatu lapisan stagnan dalam kedua fase sepanjang interface. Di dalam fase gas perpindahan massa komponen A kedalam interface mengalami tahanan dalam film gas dan tahanan perpindahan massa komponen A dari interface ke badan cairan film cair (Treybal, 1980). Bila diterapkan pada suatu proses absorpsi yang dikendalikan oleh sisi cair, model teori film mengevaluasi laju absorpsi per satu satuan luas permukaan R: CA RDA (2.1) x x0 Secara skematis model film Whitman diberikan pada persamaan 2.1. Gradien konsentrasi A antara x = 0 sampai x = adalah konstan dalam film stagnan bila tidak terjadi generasi atau reaksi kimia. Gradien konsentrasi untuk model Whiteman diberikan pada persamaan berikut: CA CAi CA0 (2.2) x x0 Koefisien perpindahan massa untuk sisi cair k L, untuk absorbsi fisik diberikan oleh persamaan R kl (2.3) CAi CA0 Sehingga apabila disubstitusikan antara persamaan (2.3) ke persamaan (2.2) maka didapatkan CA R (2.4) x x0 kl Apabila persamaan (2.4) disubstitusikan ke persamaan (2.1) maka didapatkan persamaan 7

22 k D A L (2.5) Gambar 2.1 Konsep teori 2 film Whitman untuk perpindahan massa fase gas-cair Teori dua film merupakan teori untuk keadaan steady state. Diasumsikan bahwa gas dan cairan berada pada kesetimbangan pada interface dan bahwa film-film tipis memisahkan interface dari bagian kedua fase. Karena kuantitas material yang dipindahkan dari interface ke cairan maka dapat diambil hubungan seperti persamaan berikut ini. 0 N k p p k C C (2.6) A G A Ai L A Ai Teori Penetrasi Pada teori penetrasi interface gas-cair dianggap terdiri dari banyak elemen-elemen cairan yang secara terus menerus dibawa hingga permukaan cairan dan sebaliknya oleh gerakan fase cair itu sendiri, Masing-masing elemen cairan selama berada di permukaan dapat dianggap stagnan, dan konsentrasi gas terlarut di dalam elemen dapat dianggap sama di semua bagian. Pada umumnya waktu kontak fluida sangat singkat sehingga selama elemen cairan berada di permukaan terjadi proses difusi molekular gas ke dalam fase cair dalam keadaan unsteady, dan gas hanya sempat menembus fase cair tidak jauh dari permukaan bidang batas. Model teori penetrasi menganggap bahwa semua elemen cairan berada pada permukaan dalam selang waktu yang sama (Astarita, (1967). Dalam teori penetrasi permukaan yang dikembangkan Danckwerts atau yang biasa disebut teori pembaharuan permukaan, permukaan gas cair, dianggap terdiri 8

23 dari banyak elemen-elemen permukaan dengan waktu kontak berbeda-beda. Elemen-elemen cairan ini pada waktunya digantikan dengan cairan segar yang mempunyai komposisi yang sama. Model pembaharuan ini mengganggap bahwa kesempatan elemen permukaan digantikan tidak tergantung waktu kontaknya (Danckwerts, 1970). c F D (2.7) x Teori Pembaharuan permukaan (Surface Renewal) Absorpsi gas digambarkan sebagai penggantian pada interval waktu tertentu elemen-elemen cair pada permukaan dengan cairan dari dalam yang mempunyai komposisi bulk ratarata. Elemen cair pada permukaan tersebut berkontak dengan gas, sehingga elemen ini menyerap gas seolah-olah dalam keadaan stagnan dan mempunyai kedalaman yang tak berhingga. Gambar. 2.2 menunjukkan mekanisme model ini. Laju absorpsi R adalah fungsi waktu kontak elemen dengan gas. Pada umumnya laju absorpsi cepat pada keadaan awal dan kemungkinan menurun dengan waktu. Penggantian elemen cair pada permukaan oleh cairan dari dalam dengan komposisi bulk bisa dilaksanakan karena adanya gerakan turbulen dari cairan. 9

24 Gas Cair Gambar 2.2 Surface Renewal Model Model surface renewal pertama kali disarankan oleh Higbie. Model Higbie ini, menganggap waktu kontak elemenelemen cair di permukaan dengan gas dianggap sama. Waktu kontak ditentukan oleh sifat-sifat hidrodinamika sistem. Makin turbulen cairnya, pergantian elemen-elemen cair makin sering, berarti harga θ makin kecil. Proses difusi molekuler unsteady setiap elemen fluida digambarkan dengan persamaan diferensial: 2 C D A 2 x A C A t (2.8) Dimna t adalah waktu berlalu momen elemen permukaan yang dibawa ke permukaan. Sehingga kondisi batasnya adalah : t 0... C A x 0... C x... C A A C C A0 C ai A0 Dimana kondisi batas (2.9) telah memenuhi penyelesaian, integral Persamaan (2.8) memenuhi Laplace transform kondisi batas adalah: C C A Ai C C A0 A0 erfc 2 x DAt (2.10) Dari Persamaan (2.8) 10

25 CA x x 2 2 DAt ( CAi CA0) e x0 2 Substitusi x = 0 kedalam Persamaan (2.11) 1 DAt A (2.11) CA 2 1 ( C C C C 1 Ai A0) ( Ai A0) x 2 DAt DAt x0 (2.12) Substitusi Persamaan (2.11) ke dalam Persamaan (2.12) 1 DA R DA ( C Ai C A ) 0 ( C Ai C A0 ) (2.13) D t t A Q t 0 t DA Rdt ( C C A0 ) dt 2( C Ai C A0 t Ai ) 0 DAt (2.14) DA 2( C Ai C A0 ) Q DA R' 2( C Ai C A0 ) (2.15) 0 DA R ' k L ( C Ai C A0 ) 2( C Ai C A0 ) (2.16) Maka koefisien tranfer massa didefinisikan sebagai: DA k 0 L 2 (2.17) k 0 L D v 2 A max (2.18) L Model Danckwerts 11

26 Danckwerts mengemukakan fraksi permukaan pada waktu tertentu telah berkontak dengan gas selama waktu antar dan d adalah Se S d. Dimana S adalah fraksi luas permukaan yang diganti dengan liquida dari dalam per satuan waktu. Jadi bila R adalah laju absorpsi sesaat per satuan luas permukaan telah berkontak dengan gas pada waktu t yang untuk absorpsi D A fisik adalah (C Ai C A0 ) maka laju absorpsi rata-rata kedalam liquida adalah harga R yang dirata-ratakan ke seluruh permukaan yang mempunyai waktu antara 0 dan. Jika hipotesis waktu semua permukaan elemen liquida sama dihilangkan, maka laju absorpsi rata-rata adalah: t s R' S R. e d (2.19) 0 Substitusi harga DA R ( C Ai C A0 ) dari Persamaan (2.12) ke dalam Persamaan (2.16) s DA e R ' S ( C Ai C ) A0 d (2.20) Digunakan integral fungsi gamma (Г): 0 Dan Г(0.5)= 0 X n e x dx 1 n 1 ( n 1) (2.21) 12

27 Dari Persamaan (2.17) λ=s, X=0 dan n=-0.5 substitusikan hargaharga ini ke Persamaan (2.20): R' ( C ( C Ai R' ( C Ai C Ai C A0 C A0 ) S A0 ) S ) D d0 ( C DA 1 (0.5) ( C S A A 0 L e s D S k ( C Ai C A0 Ai ) Ai C C A0 A0 ) ) S S DA S DA 1 ( 0.51) ( C ( 0.5 1) Ai C A0 ) D S A (2.22) Sehingga k 0 L D A S ; k 0 L D A (2.23) Absorben yang sekarang sering digunakan sebagai chemical solvent adalah larutan alkanoamin. Alkaloamin yang tersedia secara komersial untuk proses absorbsi diantaranya monoethanolamine (MEA), diethanolamine (DEA), diisopropanolamine (DIPA), N-methyldiethanolamine (MDEA), dan 2-amino-2-methyl-1-propanol (AMP). Belakangan juga ada pula upaya pemanfaatan Potassium Methionine untuk aktivasi larutan MDEA untuk proses absorbsi CO 2. Untuk mendesain atau mensimulasikan absorbsi yang melibatkan reaksi dibutuhkan. beberapa data penting. Data ini diantaranya 1) Properti fisik (thermal dan transport dari cair dan gas yang terlibat dalam sistem) 2) Data kesetimbangan uap-cair (konfigurasi internal dari column yang digunakan) 3) Data laju reaksi kimia. 2.2 Absorbsi Disertai Reaksi Kimia Absorbsi kimia adalah absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap disertai reaksi kimia. Misalnya absorbsi CO 2 di dalam larutan K 2 CO 3, Methyldiethanolamine (MDEA), dan 13

28 Diethylethanolamine (DEA). Dalam absorbsi dengan reaksi kimia suatu molekul A (solute), diabsorb ke dalam suatu cairan B (reaktan), dimana komponen A bereaksi dengan komponen B. Reaksi tersebut bisa berlangsung dalam regim cepat, lambat, reversible, irreversible, dan sembarang orde reaksi. Proses keseluruhan dapat diperkirakan menjadi 4 tahap (Astarita, 1967). 1. Difusi A ke fase gas menuju interface gas-cair 2. Difusi A dari interface ke dalam cairan, dan difusi B dari cairan menuju interface serta terjadi reaksi antara A dan B 3. Difusi produk dari reaksi dalam fas cair, produk volatil akan mendifusi ke interface 4. Difusi produk gas menuju fase gas Adanya reaksi kimia dapat mengubah profil konsentrasi A, gradien konsentrasinya akan naik sehingga mempercepat laju absorbsinya dibandingkan dengan absorbsi fisik. Oleh karena itu, untuk memeperhitungkan pengaruh reaksi kimia terhadap konsentrasi komponen yang mendifusi dalam daerah dekat interface, maka dalam persamaan difusi unsteady harus ditambahkan persamaan laju reaksi kimia. Laju absorbsi diturunkan menurut ketiga model perpindahan massa yang dijelaskan sebelumnya. Teori film, teori penetrasi, dan teori pembaharuan permukaan merupakan model-model yang sifatnya sangat teoritis. Model-model ini biasanya mempunyai lingkup penerapan yang relatif lebih luas. Namun pemakaian dari model ini sifatnya praktis, meskipun mempunyai ruang lingkup penerapan yang terbatas, tetapi model ini lebih mudah digunakan dan memerlukan waktu perhitungan yang relatif singkat,. Pada kasus absorpsi gas A kedalam liquida, ada kemungkinan gas terlarut A bereaksi dengan pelarut/reaktan lain dalam liquida dengan laju reaksi r A. Perhatikan Gambar 2.3, neraca massa A elemen volume dv atau (Adx). 14

29 Gambar 2.3 Tranfer Massa Gas ke Dalam Liquida Disertai Reaksi Kimia rate in = rate out + accumulation + reaction rate N N A A c A A ( N A dna) A ( Adx) ra ( Adx) (2.24) t c A A N A A dna A ( A dx) ra ( Adx) (2.25) t c A N A DA fluks difusi A dalam liquida (Fick s first law) x Bila Persamaan (2.24) dibagi dengan A.dx, dan disubstitusi harga N A diperoleh: d dx dc dx c t A A DA ra (2.26) 15

30 D A 2 C 2 x A C t A r A (2.27) Pengaruh Reaksi Kimia pada Laju Perpindahan Massa Dalam sistem multifase reaksi kimia mempengaruhi laju perpindahan massa dalam dua cara yang berbeda: Pada laju reaksi rendah, merubah konsentrasi perpindahan bulk yang terlarut, sehingga menaikkan driving force. Sebaliknya reaksi cepat, gradien konsentrasi dekat interface mempengaruhi enhancement laju perpindahan massa Enhancement Factor Dalam absorpsi gas dimana perpindahan massa gas-liquida yang disertai dengan reaksi kimia dalam fase liquida laju absorpsi gas bisa dinaikkan secara signifikan. Secara umum untuk menjelaskan pengaruh konsep enhancement factor ini diterapkan, dimana enhancement factor E didefinisikan sebagai perbandingan laju spesifik absorpsi gas dalam liquida reaktif dengan laju spesifik absorpsi pada kondisi identik dalam liquida non reaktif (perpindahan massa fisika). Beberapa model teoritis telah dikembangkan untuk menghitung pengaruh ini, karena pentingnya enhancement factor untuk tujuan perancangan. Model yang paling banyak dipergunakan adalah film model, Higbie penetration model dan Danckwerts surface renewal model. Enhancement factor E dapat diperkirakan secara numerik dengan menggunakan Persamaan (2.31) dan menggunakan model transfer massa interface tertentu. Pada reaksi order dua searah persamaan dapat diselesaikan menurut film model. 2 C A D A k2c 0 2 ACB (2.28) x 16

31 2 CB D B zk 2 2C ACB x 0 (2.29) Dengan kondisi batas: C A = C Ai x = 0 C A = C A0 x = δ (2.30) C B = C B0 x = δ dc B 0 dx x = 0 Van Krevelen dan Hoftijer (1948) telah menyelesaikan persamaan diatas menggunakan metode pendekatan dan hasil dapat direpresentasikan dalam pers (2.31): Ei E M Ei 1 E (2.31) Ei E tanh M Ei 1 Dimana Ei = enhancement factor yang berhubungan reaksi instan dan M D k A 2 B0 (2.32) k 1 C Ei D B B0 1 (2.33) zd C A C Ai 17

32 R' E (2.34) k 1C Ai Regim Reaksi Dalam fenomena absorpsi reaktif ada dua proses kompetitif yang harus diperhatikan yaitu reaksi dan difusi. Laju relatif proses ini digambarkan sebagai waktu reaksi dan difusi. Waktu reaksi t R adalah ukuran waktu yang dibutuhkan reaksi kimia untuk merubah sejumlah konsentrasi reaktan yang terbatas. Waktu difusi t D adalah ukuran waktu yang tersedia fenomena difusi molekuler terjadi sebelum bercampur dalam fase liquida menjadi konsentrasi yang sama. t D Rasio tak berdimensi dipergunakan untuk t R menghitung laju reaksi dan difusi relatif. Parameter penting lain adalah Bilangan Hatta yang didefinisikan sebagai DAk2CB0 M (2.35) k L Ada tiga regim reaksi yang didefinisikan sebagai laju relatif reaksi dan difusi: <<1 dan M < 0.02 reaksi ini sangat lambat untuk mendapatkan pengruh yang signifikan pada fenomena difusi dan tidak terjadi rate enhancement. Enhancement factor itu E. Kondisi ini sebagai Slow Reaction Regime dalam regim reaksi kimia yang hanya menjaga konsentrasi solut rendah. --- dan 0.02 < M < 2,batas reaksi cepat tertentu Instantaneous Reaction Regim tercapai bila semua tahanan transfer massa yang disebabkan kinetika kimia telah dihilangkan, pada titik dan enhancement factor untuk reaksi instan E akan sangat besar. Harga E yang dihitung adalah 10 2 sampai >>1 dan M > 2, reaksi ini cukup cepat untuk menghasilkan rate enhancement yang signifikan Fast Reaction Regime. 18

33 2.3 Alkanolamine Alkanolamine dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan struktur kimianya, yaitu primary amine, secondary amine dan tertiary amine. Primary amine memiliki satu rantai alkanol dan dua atom hidrogen yang terikat atom nitrogen, contohnya adalah monoethanolamine (MEA). Secondary amine memiliki dua rantai atom alkanol dan satu atom hidrogen yang terikat atom nitrogen, contohnya adalah diethanolamine (DEA) dan diisopropylamine (DIPA). Tertiary amine tidak memiliki atom hidrogen, secara langsung terikat atom nitrogen, contohnya adalah methyldiethanolamine (MDEA) (Cullinane, 2005; Wang, 2011). Keunggulan senyawa alkanolamine dalam menyerap gas karbon dioksida adalah laju absorpsi cepat dan biaya pelarut murah. Namun terdapat beberapa kelemahan senyawa amine seperti panas absorpsi tinggi, tidak dapat memisahkan senyawasenyawa merkaptan, konsumsi energi untuk regenerasi pelarut cukup tinggi, dan bersifat korosif. Alkanolamina adalah senyawa kimia dengan gugus hidroksi (-OH) dan gugus amino (-NH2, -NHR, dan NR2) pada rantai alkana. Alkanolamina adalah pelarut preferensial yang digunakan oleh kilang minyak dan pabrik gas alam. Berbagai jenis alkanolaminea telah digunakan meliputi Monoethanolamine (MEA), Diethanolamine (DEA), Diglycolamine (DGA), Diisopropanolamine (DIPA), dan Methyldiethanolamine (MDEA). Prefiks mono, di dan tri menyatakan derajat substitusi radikal pada gugus amino nitrogen. Kriebel dkk., (1998) menyarankan bahwa ethanolamines lebih stabil secara kimia, bersih, dan cairan tanpa warna. Alkanolamines stabil secara kimia, dan dapat dipanaskan hingga ke titik didih saat dekomposisi, kecuali triethanolamine yang cukup reaktif secara kimia dan dapat terdekomposisi di bawah boiling point F. Berdasarkan gugus alkanol yang terikat dengan atom nitrogen, alkanolamina diklasifikasikan menjadi amina primer, sekunder, dan tersier. Maddox dkk., (1998) 19

34 melaporkan bahwa masing-masing alkanolamina memiliki setidaknya satu gugus hidroksil dan satu gugus amino. Gugus hidroksil mengurangi tekanan uap dan meningkatkan kelarutan di dalam air dimana gugus amino meningkatkan alkalinitas dalam larutan air untuk bereaksi dengan gas asam. Amina primer dan sekunder memiliki ikatan atom nitrogen dengan atom hidrogen yang masih dapat disubsitusi oleh gugus hidroksil, sedangkan atom nitrogen pada amina tersier tidak berikatan dengan atom hidrogen. Pada proses absorpsi CO 2 dari gas alam, biasanya digunakan pelarut kimia golongan alkanolamina, yaitu monoethanolamina (MEA), diethanolamina (DEA), dan metildiethanolamina (MDEA), yang dipilih berdasarkan kecepatan laju absorpsi, kemampuan penyerapan CO 2 yang tinggi dan kemudahan regenerasi. Perbandingan karakteristik pelarut alakanolamina dapat dilihat pada tabel II.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Pelarut Alakanolamina Pelarut Kelebihan Kekurangan Monoethanole Sangat reaktif Alat rentan Amine(MEA) terhadap CO 2 mengalami korosi, dan H 2 S. terutama jika Mampu konsentrasinya di menghilangkan CO 2 dan H 2 S atas 20%wt. Mengalami reaksi secara irreversible dengan bersamaan. COS dan CS 2 Recovery CO 2 sehingga tidak cocok dan H 2 S tinggi. digunakan untuk gas Harganya yang mengandung paling murah kedua senyawa dibanding pelarut amin tersebut. Tekanan uapnya lainnya. tinggi sehingga banyak massa yang 20

35 Pelarut Kelebihan Kekurangan hilang saat diregenerasi. Energi yang dibutuhkan untuk regenerasi cukup tinggi. Tekanan Dapat bereaksi uapnya lebih dengan CO 2 secara rendah irreversible sehingga dibanding MEA pelarut ini tak sehingga optimal jika mengurangi digunakan untuk kehilangan Diethanole Amine (DEA) Methyl Diethanole Amine (MDEA) massa regenerasi. Dapat digunakan untuk absorpsi gas yang yang mengandung COS dan CS saat Tekanan uapnya sangat rendah sehingga dapat digunakan dengan konsentrasi sampai 60%wt. Sangat selektif terhadap CO 2. Tidak korosif. Banyak digunakan absorpsi gas dengan kandungan CO 2 yang tinggi. Akibat keselektifannya yang tinggi terhadap CO 2, maka akan terjadi H 2 S slippage sehingga absorpsi H 2 S kurang maksimal. Oleh karena itu pelarut ini biasanya digunakan untuk absorpsi gas CO 2 tanpa adanya H 2 S.

36 Pelarut Kelebihan Kekurangan untuk absorpsi Harganya paling dengan mahal di antara kandungan CO 2 pelarut amina yang tinggi. Energi untuk regenerasi rendah. lainnya. (Sumber: Kohl & Nielsen, 1997 ; Kidnay, 2006) 2.4 Jenis Promotor DL-Methionine DL-Methionine merupakan salah satu asam amino esensial yang terdapat dalam tubuh manusia, senyawa ini merupakan asam amino dengan gugus amina primer. Dalam keadaan aqueous tanpa adanya zat terlarut lain, secara umum asam amino berada dalam keadaan zwitter ion, dimana terdapat gugus bermuatan negatif (karboksil) dan gugus bermuatan positif (amina). Menurut Majchrowicz (2008) penambahan basa kuat seperti KOH pada zwitter ion ini akan menghilangkan proton pada gugus amina dan menjadikannya molekul bermuatan negatif (ter-deprotonisasi), molekul inilah yang nantinya dapat mengikat karbondioksida dan menjadi karbamat sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lerche pada tahun H H H3NRCOOH OOCRNH 3 RNH 2COO (2.34) CO2 H2 NRCOO OH RNH ( COO) 2 H2O (2.35) Piperazine Piperazine (PZ) secara bebas larut dalam air dan etilena glikol, tetapi tidak larut dalam dietil eter dan merupakan basa lemah. Piperazine mudah menyerap air dan karbon dioksida dari udara. Meskipun banyak turunan piperazine terbentuk secara alami, piperazine sendiri dapat disintesis dengan mereaksikan 22

37 amonia beralkohol dengan 1,2-dikloroetana, oleh aksi natrium dan etilena glikol pada etilen diamin hidroklorida, atau dengan pengurangan pyrazine dengan natrium dalam etanol. Piperazine pada umumnya tersedia industri adalah sebagai hexahydrate (C 4 H 10 N 2. 6H 2 O) yang meleleh pada 44 C dan mendidih pada C 2.5 Kinetika Reaksi Mekanisme reaksi dari absorbsi CO 2 dengan menggunakan promoter DL-Methionine dalam larutan MDEA adalah sebagai berikut. K1, k21 CO2 R1 R2 R3 N H2O R1 R2 R3 NH HCO3 (2.36) K2, k22 CO2 H2NRCOO OH RNH ( COO) 2 H2O (2.37) K3, k23 CO2 R1 R2R3 N H2NRCOO RNH ( COO) 2 R1R 2R3NH (2.38) CO OH HCO (2.39) K4, k HCO H O CO H O K (2.40) K6 H2NRCOO H2S H3 NRCOO HS (2.41) K7 RNH ( COO) 2 H3O H3NR( COO) 2 H 2O (2.42) K8 R1 R2R3 N H3O R1 R2R3 NH H 2O (2.43) K9 2 H2O H3O OH (2.44) 23

38 Untuk sistem CO 2 -(MDEA-Methionine) nilai k 23 dapat diestimasi dengan persamaan Arhenius, sehingga didapatkan korelasi sebagai berikut. Korelasi ini sesuai hasil eksperimen yang dikerjakan oleh Camacho dkk (2008) ln k23 22, 4 (2.45) T Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wen Xu (1992) mengenai studi kinetika absorbsi gas karbon dioksida dalam larutan MDEA yang diaktivasi didapatkan hasil bahwa pada dasarnya reaksi overall antara CO 2 dengan MDEA adalah sebagai berikut. CO2 H2O R3 N R3 NH HCO 3 (2.46) Studi kinetika dari reaksi CO 2 dengan MDEA dilakukan dalam sebuah disk column dan pada tekanan atmosfir. Rate absorpsi dari gas CO 2 kedalam larutan MDEA diukur pada rentang konsentrasi kmol/m 3, dan temperatur antara C. Data eksperimen dari laju absorbsi digambarkan sebagai hubungan rapid pseudo-first-order reversible reaction. 1/2 * CO 2 CO2 CO2 2 am CO 2 CO2 N H D k C p p (2.47) k exp (2.48) T Dalam larutan MDEA yang telah diaktivasi, model dari laju absorbsi bisa digambarkan sebagai dua paralel rapid pseudofirst-order reversible reaction dan laju reaksi keseluruhan dari karbon dioksida adalah. * 2 am p p CO CO r k C k C C C (2.49) 2 2 Dimana C am dan C p adalah konsentrasi dari amine dan potassium methionine. Sedangkan nilai plot Arhenius untuk k p diberikan pada persamaan berikut. 11 k exp 6424 / T p 24

39 Pinsent et al. Melakukan pengukuran terhadap reaksi antara CO 2 dengan ion hidroksida dari 0-40 C. Dimana dinyatakan bahwa reaksi adalah reaksi orde dua. CO OH HCO (2.51) koh ( m / kmol s) exp T (2.52) Berdasarkan data eksperimen yang dilakukan oleh Liu dkk (2002). Reaksi yang terjadi saat absorpsi gas CO 2 kedalam larutan MDEA berpromotor potassium methionine adalah sebagai berikut. CO 2 + OH - HCO - 3 (2.53) CO 2 + H 2 O + R 3 N R 3 NH + + HCO - 3 (2.54) CO 2 + H2NRCOO + OH - RNH( COO) + H 2 2 O (2.55) Berdasarkan reaksi diatas maka rate reaksi antara CO 2 dengan MDEA adalah sebagai berikut. r 1 = k OH (OH - )(C CO2 -C * CO2) (2.56) r 2 = (k MDEA C MDEA +k P C P )(C CO2 -C * CO2) (2.57) Dimana C MDEA dan C P adalah konsentrasi MDEA dan potassium methionine. Sedangkan k OH-, k MDEA dan kp adalah berturut-turut konstanta laju reaksi untuk ion OH-, MDEA dan potassium methionine. Konstanta-konstanta tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan Xu, dkk (1992). ( ) (2.58) 2.6 Tipe Kolom Absorpsi termasuk proses pemisahan berdasarkan proses difusi. Kecepatan perpindahan massa tergantung pada luas permukaan bidang batas antara fase uap dan fase cair yang saling mengadakan kontak. Saat merancang alat kontak diusahakan mendapatkan luas bidang kotak yang besar sehingga 25

40 meningkatkan efisiensi pemisahan. Secara umum alat kontak bisa diklasifikasikan sebagai tray/plate dan packing Tray Column Tray atau plate tower adalah kolom pemisah berupa silinder tegak dimana bagian dalam dari kolom berisi sejumlah tray atau plate yang disusun pada jarak tertentu (tray/plate spacing) di sepanjang kolom. Cairan dimasukan dari puncak kolom dan dalam perjalanannya cairan akan mengalir dari tray yang satu ke tray yang lain yang ada di bawahnya. Selama proses berlangsung, di setiap tray akan terjadi kontak fase antara fase cairan dengan fase uap yang dimasukkan dari dasar kolom. Secara keseluruhan kontak antara fase dalam tray tower dapat dipandang sebagai aliran lawan arah (countercurrent), meskipun arus yang sebenarnya terjadi arus silang (crossflow). Komponen pada tray column: 1.Downcomer: lubang tempat masuknya aliran dari atas berupa liquid (plate atas) ke plate bawah (kita memandang plate bawah ini sebagai acuan). 2. Downflow: lubang tempat keluaran liquid dari plate atas (kita memandang sebagai acuan) ke plate di bawahnya. 3. Cap: penghalang / pengkontak antara liquid dan uap yang dipasang di setiap tray, bentuk seperti topi yang pinggirnya ada slot untuk mengatur bes ar kecilnya gas yang keluar keatas. 4. Slot: tempat bukaan pada cap yang mempunyai macam-macam bentuk (trapesium, persegi, segitiga) yang berfungsi mengatur bukaan gas yang keluar ke atas sehingga liquid dan gas berkontak secara normal. 5. Baffle: penghalang yang berada di tengah-tengah tray untuk membuat aliran lebih lama berada di tray (penerapan hanya di reverse flow). 26

41 6. Weir: penghalang yang dipasang di pinggir dari downflow utk membuat agar volume liquid yang tertampung di tray banyak, sehingga efektifterjadinya kontak antara liquid dan gas. Tray atau plate adalah alat kontak antar fase yang berfungsi sebagai: 1. Tempat berlangsungnya proses perpindahan 2. Tempat terbentuknya keseimbangan 3. Alat pemisah dua fase seimbang Tipe tray atau plate: 1. Bubble Cap Tray 2. Sieve Tray atau Perforated Tray 3. Ballast atau Valve Tray Gambar 2.4 Tipe Tray 27

42 Gambar 2.5 Perbandingan Tipe Tray 2.7 Penelitian yang Sudah Dilakukan Pemodelan dan simulasi ini merupakan lanjutan dari pemodelan dan simulasi sebelumnya. Pemodelan dan simulasi mengenai absorpsi CO 2 terdahulu menggunakan packed column, sedangkan untuk tray column masih belum begitu banyak dilakukan penelitian. Penelitian yang sudah dilakukan ditunjukkan melalui tabel II.2 berikut. 28

43 Penulis (tahun) Bishnoi, S., and Rochelle, G. T. (2000) Al-Baghli, dkk., (2001) Van Loo dkk., (2007) Baniadam dkk., (2009) Rozi dkk., (2009) Tabel 2.2 Penelitian yang Sudah Dilakukan Judul Hasil Carbon Dioxide Absorption and Solution Equilibrium in Piperazine Activated Methyldiethanolamine A rate-based model for the design of gas absorbers for the removal of CO 2 and H 2 S using aqueous solutions of MEA and DEA The removal of carbon dioxide with activated solutions of methyldiethanol-amine Incorporation of Eulerian- Eulerian CFD framwork in mathematical modeling of chemical absorption of acid gases into methyl diethanol amine on sieve trays Simulasi absorpsi CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA dalam kolom valve-tray 29 Modeling heat transfer model, energy balance dan mass balance untuk absorpsi CO 2 pada K 2 CO 3 berpromotor DEA Mengajukan ratebased model untuk merancang alat absorber gas CO 2 dan H 2 S menggunakan larutan MEA dan DEA Dengan menambahkan promotor MEA sebesar 2,5%mol ke dalam larutan MDEA akan menurunkan jumlah tray dari 40 ke 25 Model matematis yang memberikan fenomena distribusi temperatur serta nilai enhancment faktor pada tiap tray Validasi pada industri migas

44 Penulis (tahun) Ibrahim dkk., (2014) Borhani dkk., (2016) Judul Effect of piperazine on carbon dioxide removal from natural gas using aqueous methyl diethanol amine Modeling study on CO 2 and H 2 S simultaneous removal using MDEA solution Hasil Penggunaan piperazine sebesar 3% sebagai aktivator akan menurunkan jumlah CO 2 yang terkandung di dalam umpan hingga kurang dari 1% Penggunaan ratebased model di dalam absorpsi reaktif antara CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA di dalam packed column 30

45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara teoritis dengan mengembangkan model matematik proses absorpsi gas CO 2 dari gas alam ke dalam pelarut MDEA dengan penambahan DL- Methionine di dalam tray column dalam kondisi isotermal. Simulasi ini bisa dipergunakan untuk merancang absorber dan melakukan optimasi pengoperasian unit absorber. Sistem yang dipelajari adalah tray column dengan diameter, tinggi, dan jenis tray. Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada gambar 31

46 dibawah. Studi literatur Pengembangan model rate-based absorpsi dengan pendekatan enhancement factor Penyelesaian numerik pembuatan program dengan software Matlab versi 6.1 Tidak Validasi dengan data eksperimen skala pilot-plant Simulasi model terhadap beberapa variabel kondisi Error<0.15 Rate-based model Model matematika pada matlab Numerical Computation Simulasi Penyerapan gas CO 2 pada Matlab Data Geometri: Tipe tray Jumlah tray Diameter tray Tinggi weir Tray spacing Jumlah lubang dalam tray Diameter lubang pada tray Kondisi Operasi: Suhu liquid masuk Suhu gas masuk Tekanan operasi Molefraksi CO 2, H 2S, N 2 Laju alir gas dan ya Analisis faktor simulasi Output : Distribusi komponen Recovery CO 2 dan H 2S Gambar 3.1 Langkah-langkah pembuatan model matematik untuk proses absorpsi gas CO 2 dari gas alam ke dalam larutan promotor MDEA dengan aktivator DL-Methionine di dalam tray column. 32

47 3.1 Sistem yang Ditinjau Sistem yang ditinjau adalah sistem kolom absorber yang ditunjukkan seperti gambar berikut : Larutan MDEA + Potassium Methionine Masuk Gas alam Keluar Gas alam Masuk Larutan MDEA + Potassium Methionine Keluar Gambar 3.2 Sistem Absorpsi Gas CO 2 dari Gas Alam ke dalam Larutan MDEA dengan Aktivator DL-Methionine di dalam Tray Column 33

48 3.2 Model Matematika Sistem Reaksi Kimia Mekanisme reaksi dari absorbsi CO 2 dengan menggunakan promoter DL-Methionine dalam larutan MDEA adalah sebagai berikut : CO R R R N H O R R R NH HCO K1, k CO H COO OH RNH COO K2, k22 2 2NR ( ) 2 H2 O K, k CO R R R N H NRCOO RNH ( COO) R R R NH CO OH HCO K4, k HCO H O CO H O K K8 R1 R2R3 N H3O R1 R2R3 NH H 2O K9 2 H2O H3O OH Data Kinetika Reaksi Untuk sistem CO 2 -(MDEA-Methionine) nilai k 23 dapat diestimasi dengan persamaan Arhenius, sehingga didapatkan korelasi sebagai berikut. Korelasi ini sesuai hasil eksperimen yang dikerjakan oleh Camacho dkk (2008) ln k23 22, 4 (3.9) T 34

49 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wen Xu (1992) mengenai studi kinetika absorbsi gas karbon dioksida dalam larutan MDEA yang diaktivasi didapatkan hasil bahwa pada dasarnya reaksi overall antara CO 2 dengan MDEA adalah sebagai berikut. CO2 H2O R3 N R3 NH HCO 3 (3.10) Studi kinetika dari reaksi CO 2 dengan MDEA dilakukan dalam sebuah disk column dan pada tekanan atmosfir. Rate absorpsi dari gas CO 2 kedalam larutan MDEA diukur pada rentang konsentrasi kmol/m 3, dan temperatur antara C. Data eksperimen dari laju absorbsi digambarkan sebagai hubungan rapid pseudo-first-order reversible reaction. 1/2 * CO 2 CO2 CO2 2 am CO 2 CO2 N H D k C p p (3.11) k exp 3984 T (3.12) Dalam larutan MDEA yang telah diaktivasi, model dari laju absorbsi bisa digambarkan sebagai dua paralel rapid pseudofirst-order reversible reaction dan laju reaksi keseluruhan dari karbon dioksida adalah. * 2 am p p CO CO r k C k C C C (3.13)

50 Dimana C am dan C p adalah konsentrasi dari amine dan potassium methionine. Sedangkan nilai plot Arhenius untuk k p diberikan pada persamaan berikut. kp exp 6424 / T (3.14) Pinsent et al. Melakukan pengukuran terhadap reaksi antara CO 2 dengan ion hidroksida dari 0-40 C. Dimana dinyatakan bahwa reaksi adalah reaksi orde dua. CO OH HCO (3.15) koh ( m / kmol s) exp T (3.16) Berdasarkan data eksperimen yang dilakukan oleh Liu dkk (2002). Reaksi yang terjadi saat absorpsi gas CO 2 kedalam larutan MDEA berpromotor potassium methionine adalah sebagai berikut. CO 2 + OH - HCO - 3 (3.17) CO 2 + H 2 O + R 3 N R 3 NH + + HCO - 3 (3.18) CO 2 + H2NRCOO + OH - RNH( COO) 2 + H 2 O (3.19) Berdasarkan reaksi diatas maka rate reaksi antara CO 2 denngan MDEA adalah sebagai berikut. r 1 = k OH (OH - )(C CO2 -C * CO2) (3.20) r 2 = (k MDEA C MDEA +k P C P )(C CO2 -C * CO2) (3.21) 36

51 Dimana C MDEA dan C P adalah konsentrasi MDEA dan potassium methionine. Sedangkan k OH-, k MDEA dan kp adalah berturut-turut konstanta laju reaksi untuk ion OH-, MDEA dan potassium methionine. Konstanta-konstanta tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan Xu, dkk (1992). ( ) (3.22) Data Perpindahan Massa Estimasi koefisien difusi di dalam campuran gas oleh Taylor dan R. Krishna (1993), dapat menggunakan persamaan dari Fuller, dkk. (1966) yang telah direkomendasikan oleh Reid, dkk. (1987) dan Daubert (1985) sebagai berikut: T MWi MW j DG 1/ 3 1/ 3 P * V V D L 8 7.4x10 T. M V L i 0.6 i W j 0.5 (3.24) Koefisien perpindahan massa sisi gas (k G ) untuk tray column proses absorpsi diperoleh dari korelasi Sharma & Gupta (1967) untuk CO 2 terlarut berkisar 0,015 sampai 0,045 gmol/cm 2.atm. Sedangkan nilai k G pada sieve tray untuk beberapa jenis gas berkisar 1x10-4 sampai 4,5x10-4 gmol/cm 2.atm. 37

52 Koefisien perpindahan massa fase cair diperoleh dari persamaan yang diberikan Calderbank dan Moo-Young (1961): ( ) ( ) (3.26) Dimana ( ) ( ) (3.27) Untuk menghitung interfacial area (a ) berdasarkan perhitungan Calderbank pada sieve tray adalah sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) (3.28) 38

53 3.2.5 Pengembangan Model Matematis Proses Absorpsi Pada Tray Column V2, yi 2 Lin, x in V1, yi 1 V0, yi 0 Tray 2 Tray 1 L2, xi 2 L1, xi 1 Vn, yi n Vn+1, yi n+1 Tray j Ln-1, xi n-1 Ln, xi n Gambar 3.3 Skema untuk Tray Absorber Nadhir, dkk. (2001) menentukan persamaan neraca massa untuk komponen liquid dan gas sebagai berikut : Neraca massa sisi liquida : L i, inxi, in Ni, z ri av Li, outxi, out.. Neraca massa sisi gas : 39

54 V i, in yi, in Vi, out yi, out Ni, z... Dalam setiap tray, perhitungan didasarkan pada perhitungan reaktor seri tangki berpengaduk (continnouos stirred tank reactor/ CSTR) jumlah tertentu (N). C N, j-1 Y i,j C 1,j Y i,j C 2,j Y i,j C N-1,j Y i,j Y i,j+1 Y i,j+1 Y i,j+1 Y i,j+1 C 3,j C N,j Gambar 3.4. Model satu tray dalam bentuk CSTR Secara rinci, persamaan-persamaan neraca massa tiap komponen dalam fase liquid dan gas bisa dituliskan sebagai berikut: Neraca massa di sisi liquida: Untuk i = MDEA, r = r 1 + r 2 Lj C L. C ( r)( V) i, j1 j i, j Untuk i = MDEAH +, 40

55 L C L C r( V) j 1 i, j1 j i, j Untuk i = HCO 3 0 Lj C L C r V) ( 1 i, j1 j i, j 1 Untuk i = HS L C L C r V) ( j 1 i, j1 j i, j 2 Untuk i = CO 2 L C L C j1 i, j1 j i, j i 1 0 N av rv... Neraca Massa di sisi gas: 0 Untuk i = CO 2, H 2 S dan N 2 Vi, j 1 Y i, j 1 Vi, jy i, j NiaV 0... Penelitian ini menggunakan pendekatan (simulasi) dengan pengembangan model matematik untuk fenomena transfer massa dan panas disertai reaksi kimia dalam proses absorpsi CO 2 pada kondisi isothermal. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini yaitu: - Steady state - Isotermal - Perhitungan tiap tray didasarkan pada perhitungan CSTR 41

56 - Jumlah solven yang menguap diabaikan - Tekanan yang melalui kolom konstan 3.3 Penyelesaian Numerik Penyelesaian dari simulasi dan pemodelan ini menggunakan sitem persamaan aljabar. Sistem persamaan ini diselesaikan secara iteratif dimulai dari tray paling bawah. 3.4 Pembuatan Program Penyelesaian model matematis dari persamaan-persamaan yang telah disebutkan di atas dibuat dalam program Matlab. 3.5 Validasi Data Validasi dilakukan dengan cara membandingkan data hasil prediksi simulasi dengan data eksperimen yang telah dilakukan. 3.6 Analisa Model Matematis Model matematis yang telah dikembangkan akan digunakan untuk menganalisa proses yang terjadi di pabrik. 42

57 3.7 Variabel Penelitian Sistem yang dipelajari Tinggi Kolom : 230 cm Diameter Kolom : 6 cm Jenis Tray : Sieve Ukuran Tray : 6 cm Jumlah Tray : Kondisi yang dibuat tetap Laju alir gas masuk (total): 40,8 m 3 /jam Laju alir MDEA : 1,92 m 3 /jam Fraksi mol komponen feed gas masuk: - Udara : 0,8 - CO 2 : 0,1 - H 2 S :0, Variabel bebas (input) Suhu (C) : 30,40,50,60,70,80,90,100 Tekanan (atm) : 10,20,30,40,50,60 Konsentrasi MDEA (%wt): 10,20,30,40,50 Konsentrasi Potassium Methionine (% wt) : 1, 2, 3, 4, 5 43

58 3.7.4 Variabel respons (output) % recovery CO 2 dan H 2 S Distribusi konsentrasi komponen pada tray column Komposisi gas keluar 44

59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan model film dengan pendekatan enhancement factor secara simulasi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara teoritis keterkaitan antara proses absorpsi gas CO 2 dan H 2 S dengan menggunakan larutan Methyldiethanolamine (MDEA) berpromotor Potassium Methionine dalam sieve tray dengan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi proses. Berdasarkan hasil simulasi ini dapat diketahui pengaruh berbagai kondisi operasi kolom terhadap performa kolom yang dinyatakan dalam persen recovery dan konsentrasi gas CO 2 dan H 2 S keluar kolom. Untuk membatasi masalah yang akan dibahas maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : proses absorpsi terjadi pada kondisi steady state, fase liquid mengandung komponen non-volatile sehingga tidak ada cairan yang menguap dan tidak ada energi yang hilang karena evaporasi, pola aliran liquid adalah plug-flow, reaksi pada fase liquid seluruhnya terjadi dalam film, properti fisik dari fase gas bergantung pada suhu dan mengasumsikan gas ideal, dan reaksi berlangsung dalam kondisi isothermal. Sistem yang dipelajari pada penelitian ini adalah hasil simulasi dengan program MATLAB dibandingkan dengan program HYSYS dan hasil eksperimen. Variabel-variabel yang digunakan adalah Temperatur pelarut ( C), Tekanan Operasi (atm), Konsentrasi MDEA (%wt), Konsentrasi promotor (%wt). 4.1 Pengaruh Temperatur Pelarut ( C) Terhadap Percent Recovery Berdasarkan hasil simulasi didapatkan hubungan antara temperatur terhadap percent recovery gas CO 2 dan H 2 S yang ditunjukan pada gambar 4.1 dan

60 Gambar 4.1 Grafik pengaruh temperatur larutan MDEA terhadap percent recovery CO 2. Tekanan 50 atm, suhu gas 30 C, konsentrasi MDEA 40%wt Gambar 4.2 Grafik pengaruh temperatur larutan MDEA terhadap percent recovery H 2 S. Tekanan 50 atm, suhu gas 30 C, konsentrasi MDEA 40%wt Berdasarkan Gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa meningkatnya temperatur pelarut maka dapat meningkatkan %recovery gas CO 2 dan H 2 S. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya temperatur maka terjadi peningkatan pada laju reaksi, sehingga semakin banyak jumlah gas CO 2 yang bereaksi dengan solven yang mengakibatkan meningkatnya %recovery gas 46

61 CO 2 dan H 2 S. Hasil ini berkorelasi positif dengan hasil literatur bahwa konstanta laju reaksi dari MDEA dengan gas CO 2 merupakan fungsi temperatur. Namun kita juga harus memperhatikan faktor kelarutan gas, berdasarkan literatur kelarutan suatu gas didalam cairan dipengaruhi oleh temperatur. Dimana jika termperaturnya tinggi maka kelarutan gas di dalam cairan akan semakin mengecil begitu pula jika diturunkan maka kelarutan gas akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena pada temperatur tinggi molekul gas bergerak semakin cepat sehingga mudah meninggalkan pelarutnya. Tetapi jika melihat gambar 4.1 maupun 4.2 dengan adanya peningkatan suhu maka %recovery cenderung meningkat, hal ini menunjukan bahwa pengaruh laju reaksi lebih besar dibandingkan kelarutan gas terhadap %recovery. Selain itu peningkatan temperatur dapat meningkatkan nilai dari konstanta diffusivitas gas. Akibat dari peningkatan nilai ini maka laju perpindahan massa pada sisi tahanan liquid lebih mudah terjadi sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan laju absorpsi. (Danckwerts, 1970) Bila kita memperhatikan antara grafik 4.1 dan 4.2 pengaruh temperatur pada H 2 S mendapatkan %recovery yang lebih tinggi dibandingkan CO 2. Hal ini disebabkan reaksi antara H 2 S dengan MDEA berlangsung secara spontan, sedangkan CO 2 bereaksi secara lambat dengan MDEA maka dari itu ditambahkan promotor ke dalam larutan MDEA untuk meningkatkan %recovery CO 2 secara signifikan. (Danckwerts, 1970) 4.2 Pengaruh Tekanan (atm) Terhadap Percent Recovery Berdasarkan simulasi yang dilakukan, didapatkan hubungan antara tekanan berdasarkan percent recovery yang ditunjukan oleh gambar 4.3 dan

62 Gambar 4.3 Grafik pengaruh tekanan operasi terhadap percent recovery CO 2. Suhu larutan 40 C, suhu gas 30 C, konsentrasi MDEA 40%wt Gambar 4.4 Grafik pengaruh tekanan operasi terhadap percent recovery H 2 S. Suhu larutan 40 C, suhu gas 30 C, konsentrasi MDEA 40%wt Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa meningkatnya tekanan operasi maka dapat meningkatkan %recovery gas CO 2 dan H 2 S. Hal ini dikarenakan seiring meningkatnya tekanan maka kelarutan gas dalam cairan akan 48

63 meningkat, begitupun sebaliknya. Kelarutan gas dalam cairan ini meningkat karena jika tekanan ditingkatkan berarti nilai diffusivitas juga akan semakin meningkat, sehingga seolah-olah gas dipaksa untuk masuk ke dalam larutan. Bila kita memperhatikan antara gambar 4.3 dan 4.4 pengaruh tekanan terhadap H 2 S mendapatkan %recovery yang lebih tinggi dibandingkan CO 2. Namun, pengaruh konsentrasi promotor PM terhadap kenaikan tekanan pada gas H 2 S tidak menimbulkan kenaikan yang signifikan hal ini disebabkan karena kelarutan H 2 S lebih dipengaruhi dengan peningkatan nilai kelarutan dengan MDEA dibandingkan dengan kenaikan yang disebabkan oleh peningkatan laju reaksi dengan adanya promotor PM. Sedangkan pada gas CO 2 terjadi kenaikan dengan meningkatnya konsentrasi promotor pada proses operasi tekanan tinggi. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan promotor maka reaksi antara MDEA dengan CO 2 berjalan lebih cepat disertai meningkatnya nilai dari kelarutan gas ke dalam solven. 4.3 Pengaruh Konsentrasi MDEA (%wt) Terhadap Percent Recovery Hasil yang diperoleh dari simulasi mendapatkan hubungan antara konsentrasi MDEA (%wt) terhadap percent recovery yang ditunjukan oleh gambar 4.5 dan

64 Gambar 4.5 Grafik pengaruh konsentrasi MDEA (%wt) terhadap percent recovery CO 2. Suhu larutan 40 C, suhu gas 30 C, tekanan 50 atm Gambar 4.6 Grafik pengaruh konsentrasi MDEA (%wt) terhadap percent recovery H 2 S Suhu larutan 40 C, suhu gas 30 C, tekanan 50 atm Berdasarkan Gambar 4.5 dan 4.6 dapat dilihat bahwa meningkatnya konsentrasi MDEA (%wt) maka dapat meningkatkan %recovery gas CO 2 dan H 2 S. Hal ini dikarenakan 50

65 bertambahnya konsentrasi akan meningkatkan laju penyerapan dari gas CO 2, dalam hukum aksi massa dijelaskan bahwa jika jumlah perbandingan antara reaktan dengan produk sangat besar maka reaktan bisa dianggap konstan sehingga disebut sebagai reaksi orde satu semu k 1 =k 2 C B 0. Dimana konsentrasi reaktan disemua tempat dalam fasa liquida adalah C B Pengaruh Konsentrasi Potassium Methionine (%wt) Terhadap Percent Recovery Berdasarkan hasil simulasi didapatkan hubungan antara temperatur terhadap percent recovery gas CO 2 dan H 2 S yang ditunjukan pada gambar 4.7 dan 4.8 Gambar 4.7 Grafik pengaruh konsentrasi PM (%wt) terhadap percent recovery CO 2 Suhu larutan 40 C, suhu gas 30 C, tekanan 50 atm dan konsentrasi MDEA 40%wt 51

66 Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Konsentrasi (%wt) terhadap percent recovery H 2 S Suhu Larutan 40 C, suhu gas 30 C, tekanan 50 atm Berdasarkan gambar 4.7 dan 4.8 dapat dilihat bahwa dengan peningkatan konsentrasi PM maka dapat meningkatkan %recovery. Hal ini disebabkan karena Potassium Methionine berperan sebagai promotor pada pelarut absorpsi yang disertai reaksi pada sistem larutan MDEA. Pada grafik terlihat bahwa terjadi kenaikan begitu signifikan pada %recovery CO 2 dari 0-3%wt sedangkan pada rentang 3-5%wt cenderung akan menuju konstan. Sedangkan pada %recovery H 2 S kenaikan yang terjadi tidak begitu signifikan karena reaksi antara gas H 2 S dengan larutan MDEA sudah berlangsung secara spontan maka promotor tidak berpengaruh besar. 4.5 Distribusi Konsentrasi Komponen Dalam Gas Pada hasil simulasi dengan kondisi yang konstan yaitu temperatur 313 K, tekanan 50 atm, konsentrasi MDEA 40%wt dan konsentrasi PM 3%wt dapat diketahui nilainya pada setiap tray. Gas yang akan diabsorp dilewatkan melalui bagian bawah kolom terhitung tray ke-1 dan tray paling atas adalah tray-6. 52

67 Dibawah ini adalah hasil simulasi yang dinyatakan dalam fraksi mol pada tiap tray dengan menggunakan pendekatan enhancement factor. Gambar 4.9 Distribusi konsentrasi komponen gas CO 2 dan H 2 S di dalam tray column. Berdasarkan gambar 4.9 nilai fraksi mol gas CO 2 mengalami penurunan dari tray 1 sampai tray 5 dan cenderung konstan pada tray ke 5 hingga tray ke 6. Dari data tersebut menunjukan bahwa gas CO 2 dan H 2 S dari tray ke 1 hingga ke tray 6 semakin banyak gas yang terabsorp oleh MDEA. Konsentrasi CH 4 pada tiap tray dianggap sama atau tetap karena tidak terjadi absorpsi dan reaksi antara CH 4 dan MDEA. 4.6 Distribusi Konsentrasi Komponen Dalam Liquid Pada hasil simulasi dengan kondisi yang konstan yaitu temperatur 313 K, tekanan 50 atm, konsentrasi MDEA 40%wt dan konsentrasi PM 3%wt dapat diketahui nilainya pada setiap tray. Liquid sebagai absorben akan dilewatkan melalui bagian atas kolom terhitung tray ke-6 dan tray paling bawah adalah tray- 1. Dibawah ini adalah hasil simulasi yang dinyatakan dalam 53

68 fraksi mol pada tiap tray dengan menggunakan pendekatan enhancement factor. Gambar 4.10 Distribusi konsentrasi komponen liquid di dalam tray column 54

69 Gambar 4.11 Distribusi konsentrasi komponen liquid di dalam tray column Berdasarkan gambar 4.11 nilai fraksi mol MDEAH dan HCO3 yang terbentuk dari reaksi CO 2 dengan MDEA mengalami kenaikan dari tray 4 sampai tray 1 sedangkan pada tray 5 dan 6 bikarbonat masih sedikit yang terbentuk. Hal ini diperkuat dengan adanya penurunan fraksi mol dari MDEA dari tray ke 6 hingga tray ke 1 meskipun tidak terlalu signifikan. Begitu pula untuk HS, fraksi mol yang terbentuk semakin naik seiring dengan bertambahnya tray yang diiringi dengan penurunan fraksi dari MDEA. Keadaan ini menunjukan bahwa adanya reaksi yang terjadi antara gas CO 2 dengan MDEA pada tray 1 hingga tray 4 sedangkan pada tray 5 dan 6 kesetimbangan reaksi antara CO 2 dengan MDEA telah dicapai. 55

70 4.7 Validasi Data Simulasi MATLAB dengan HYSYS dan Eksperimen Hasil simulasi menggunakan program matlab di validasi dengan menggunakan hysys dengan perbandingan sebagai berikut : Tabel 4.1 Validasi hasil simulasi MATLAB dengan HYSYS : Variabel Hasil Simulasi skala laboratorium Pembanding MATLAB v6.1 HYSYS v8.8 Laju alir liquid (m 3 /hr) 40,8 40,8 Laju alir gas (m 3 /hr) 1,92 1,92 Tekanan (atm) Temperatur MDEA (K) Temperatur gas (K) Konsentrasi Absorben (%wt) 40% 40% Promotor (%wt) 3% 3% %Recovery CO 2 60, %Recovery H 2 S 93, Hasil validasi pada tabel 4.1 menunjukan adanya error pada %recovery pada CO 2 dan H 2 S masing-masing sebesar 7,604% dan 5,327%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perhitungan menggunakan model film dengan pendekatan enhancement factor memiliki kesalahan yang relatif kecil (kurang dari 10%). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pemodelan tidak memiliki error yang besar jika dibandingkan dengan peranti lunak simulasi yang telah jamak digunakan di dalam industri, sehingga pemodelan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan perhitungan. Tabel 4.2 Validasi hasil simulasi MATLAB dengan Eksperimen: Variabel Hasil Simulasi skala laboratorium Pembanding MATLAB v6.1 Eksperimen Laju alir liquida (m 3 /hr) 4,86 4,86 Laju alir gas (Nm 3 /hr) 0, Tekanan (atm)

71 Temperatur MDEA ( C) Temperatur gas ( C) Konsentrasi Absorben (%wt) 35% 35% Promotor (%wt) 5% 5% %Recovery CO 2 24,1812% 21,730% Hasil validasi pada tabel 4.2 menunjukan adanya error pada % recovery pada CO 2 sebesar 11,2802%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perhitungan menggunakan model film dengan pendekatan enhancement factor memiliki kesalahan yang cukup besar, hal ini dikarenakan model film tidak mempertimbangkan kondisi aktual yang terjadi pada saat eksperimen dilakukan. Pada eksperimen terdapat air yang terikut dalam sweet gas atau gas yang telah diabsorpsi, air yang terikut dalam gas yang telah terabsorpsi inilah yang tidak dipertimbangkan dalam simulasi, sehingga menyebabkan error yang cukup besar. 4.8 Perbendingan Hasil Simulasi Matlab Dengan Variasi Jenis Promotor Hasil simulasi menggunakan program matlab dibandingkan dengan promotor yang berbeda dengan perbandingan sebagai berikut : Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Simulasi MATLAB dengan Berbagai Promotor : Hasil Simulasi Matlab Variabel Potassium Pembanding Piperazine Glycine Arginine Methionine Laju alir 40,8 40,8 40,8 40,8 liquid (m 3 /hr) Laju alir gas 1,92 1,92 1,92 1,92 (m 3 /hr) Tekanan (atm) Temperatur

72 MDEA (K) Temperatur gas (K) Konsentrasi Absorben (%wt) Promotor (%wt) %Recovery CO 2 %Recovery H 2 S % 40% 40% 40% 3% 3% 3% 3% 78,957 86,219 68,198 67,091 92,455 97,995 88,291 81,379 Hasil perbandingan pada tabel 4.3 menunjukan adanya perbedaan pada % recovery yang lebih kecil jika dibandingkan dengan piperazine, yakni pada CO 2 dan H 2 S masing-masing sebesar 5,838% dan 5,540%, namun jika dibandingkan dengan glycine dan arginine menunjukkan absorbansi yang lebih baik. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan promotor potassium methionine kemampuan absorbansi CO 2 dan H 2 S lebih lemah jika dibandingkan dengan piperazine yang telah jamak di industri gas, namun menunjukkan kemampuan absorbansi yang lebih baik dibandingkan dengan arginine dan glycine yang juga banyak digunakan di industri gas. Sehingga penggunaan potassium methionine sebagai promotor layak untuk dipertimbangkan dalam industri purifikasi gas alam. 58

73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi yang telah dibuat, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Model film dengan pendekatan enhancement factor dapat digunakan sebagai simulasi proses absorpsi gas CO 2 dan H 2 S menggunakan larutan MDEA dengan promotor Potassium Methionine pada sieve tray 2. Hasil simulasi ini telah dikaji secara teoritis pengaruhnya terhadap kinerja kolom dengan beberapa variabel operasi yaitu : Kenaikan temperatur sebesar 1 o C dapat meningkatkan %removal sebesar %, dan pada temperatur 90 0 C kenaikan %removal akan cenderung konstan. Kenaikan tekanan sebesar 1 atm dapat meningkatkan %removal sebesar %, dan pada tekanan 50 bar kenaikan %removal akan menjadi konstan. Peningkatan dalam penggunaan konsentrasi MDEA (%wt) akan mempengaruhi laju absorpsi sehingga setiap kenaikan 1 %wt akan meningkatkan %removal sebesar %. Peningkatan konsentrasi promotor dapat meningkatkan %removal secara signifikan, namun apabila konsentrasi promotor ditingkatkan hingga lebih dari 3% maka %removal yang dihasilkan cenderung menjadi konstan. 59

74 3. Dari hasil validasi simulasi matlab dengan HYSYS, %removal yang dihasilkan pada proses absorbsi gas CO2 masing-masing sebesar 84,866% dan 91,310%. Sedangkan dari hasil validasi simulasi matlab dengan eksperimen di laboratorium %removal yang dihasilkan pada proses absorpsi gas CO 2 masing-masing sebesar 33,6012% dan 21,730% Saran 1. Simulasi ditambah dengan unit stripper untuk mengevaluasi kinerja dari unit CO 2 removal secara keseluruhan 2. Melakukan perbandingan pendekatan model dengan menggunakan persamaan Maxwell-stefan yang mempertimbangkan interaksi antar molekul didalam perhitungannya. 60

75 DAFTAR PUSTAKA Astarita, G., (1967). Mass Transfer With Chemical Reaction, Amserdam : Elsevier Publishing Company. Altway, A., (2008). Perpindahan Massa Disertai Reaksi Kimia. Jakarta : BeeMarketer Institute. Al-Baghli, N.A., Pruess, S. A., Yesavage, V. F., & Selim, M. S., (2001). A rate-based model for the design of gas absorber for the removal of CO 2 and H 2 S using aqueous solutions of MEA and DEA. Colorado : Elsevier publishing company, 185, Austgen, M. David., Rochelle, T. Gary., (1991). Model of Vapor-Liquid Equilibria for Aqueous Gas-Alkanolamine System. Ind. Eng. Chem. Res., Vol. 30, No. 3, pp Baniadam,M., Fathikalajahi,J., dan Rahimpour, M.R., (2009). Incorporation of Eulerian-Eulerian CFD framework in mathematical modeling of chemical absorption of acid gases into methyl diethanol amine on sieve trays, Shiraz : Chemical Engineering Journal, 151, Bishnoi, S., and Rochelle, G. T., (2000). Carbon Dioxide Absorption and Solution Equilibrium in Piperazine Activated Methyldiethanolamine. Austin : The University of Texas. Borhani, T.N.G., Afkhamipour, M., Azapour, A., & Manan, Z. A., (2016). Modeling study on CO 2 and H2S simultaneous removal using MDEA Solution.Journal of Industrial and Engineering Chemistry 24, Dankckwerts, P.V. (1970). Gas-Liquid Reaction. New York : Mc Graw-Hill book Company. xiii

76 Fuller, N., Edward, Paul, D., Schettler, (1966). A New Method For Prediction Of Bonary Gas-Phase Diffusion Coefficients. Industrial and Chemical Engineering. Vol. 58. Utah. Górak, A., and Kenig, E.Y., (2005). Integrated Chemical Processes: Synthesis, Operation, Analysis, and Control, pp Ibrahim, A.Y, (2014). Effects of piperazine on carbon dioxide removal from natural gas using qaueous methyl diethanol amine. Journal of Natural Gas Science and Engineering 21, Kohl, A., and Nielsen, R., (1997). Gas Purification, Texas : Gulf Publishing Company Houston. Lide, D. R. and H. P. R. Frederikse., (1995). CRC Handbook of Chemistry and Physics, 76th Edition. CRC Press, Inc., Boca Raton, FL. Perry, R.H., Green, D.W., (2008). Perry s Chemical Engineers Handbook. 7th Edition, Mc Graw-Hill. Rinker, E.B., (1994). Kinetics and Modelling of Carbon Dioxide Absorption into Aqueous Solutions of N- Methyldiethanolamine. California : Elsevier Science Ltd. Vol.50 No.5, pp Rozi, M. (2009). Simulasi absorpsi CO 2 dan H 2 S dengan larutan MDEA dalam kolom sieve-tray. Taylor, S., Krisna, R., (1982). Calculation of multicomponent mass tranfer at high tranfer rates. The Chemical Engineering Journal. Volume 25, Issue 1, Pages Van Loo, S. (2007). The removal of carbon dioxide with activated solution of methyl-diethanol-amine. Journal of Petroleum Science and Engineering 55, Weisenberger, S dan A. Schumpe. (1996). Estimation of Gas Solubilities in Salt Solutions at Temperatures from 273 K to 363 K. AIChE J. 42 (1), xiv

77 Wilhelm, E., R. Battino, and R. J. Wilcock. (1977). Lowpressure solubility of gases in liquid water. Chem. Rev., 77, xv

78 DAFTAR NOTASI a : spesific area per unit volume dari packed column, m 2.m -3 A : luas penampang kolom, m 2 C A : konsentrasi gas CO 2 dalam badan liquida, mol.m -3 C A0 : konsentrasi gas CO 2 dalam badan liquida awal, mol.m -3 C Ai : konsentrasi gas CO 2 dalam interface, mol.m -3 C Ae : konsentrasi gas CO 2 berkesetimbangan dalam liquida, mol.m -3 C B : konsentrasi akhir reaktan, mol.m -3 C i : konsentrasi ion-ion yang valensinya z i, mol.m -3 C N j-1 : konsentrasi dalam reaktor ke N pada tray j-1, mol.m -3 C N j : konsentrasi dalam reaktor ke N pada tray j, mol.m -3 C B0 : konsentrasi awal reaktan, mol.m -3 C o : konsentrasi gas pada saat t = 0, mol.m -3 : konsentrasi komponen B pada bulk, mol.m -3 C Rj : konsentrasi molar dari species j pada fasa liquid, kmol.m - 3 : konsentrasi komponen produk pada bulk, mol.m -3 C P : konsentrasi produk, mol.m -3 C OH - : konsentrasi OH -, mol.m -3 d i : driving force untuk difusi massa, m -1 D A : koefisien difusi gas CO 2, m 2.s -1 E : enhancement factor F : fluks diffusi, mol.m -2.s -1 G : kecepatan gas superficial, gmol.m -2.s -1 ; aliran total molar gas, mol s -1 G T : laju alir molar total gas H : konstanta Henry untuk reactive solution, Pa.m 3. mol -1 H 0 : konstanta Henry untuk pure water, Pa.m 3. mol -1 Kw : konstanta kesetimbangan air, mol.m -3 K 1 : konstanta kesetimbangan persamaan (2.36), mol.m -3 K 3 : konstanta kesetimbangan persamaan (2.38), mol.m -3 xvi

79 k : konstanta laju reaksi over-all first-order, s -1 k G : koefisien perpindahan massa sisi gas, mol.m -2.s -1 k c : konstanta kecepatan reaksi katalitik, lt.gmol -1.s -1 atau cm 3.gmol -1.s -1 k L : koefisien perpindahan massa sisi liquida, mol. m -2.s -1 k OH dan k OH : kostanta kecepatan reaksi, lt.gmol -1.s -1 atau cm 3.gmol -1.s -1 L : laju alir total molar liquida, mol/s; kecepatan superficial liquida, gmol.m -2.s -1 M : Bilangan Hatta Mj : berat molekul komponen j, kg.kgmole -1 N CO2 : Interfacial flux CO 2 per gas-liquid interfacial area, kmol.m -2.s -1 N i,z : Fluks molar i ke arah Z, kmol.m -1.s -1 n g : Total jumlah komponen pada fasa gas n L : Total jumlah komponen pada fasa liquid n p : Total jumlah produk reaksi pada fasa liquid n R : Total jumlah reaktan pada fasa liquid P : Tekanan total, bar P A : tekanan parsial gas CO 2, Pa P Ai : tekanan parsial gas CO 2 pada interface, Pa Q : notasi matrik metode kolokasi orthogonal r : kecepatan reaksi gas persatuan volume, mol.m -3.s -1 r A : laju reaksi A per unit volume, gmol.m -3 s -1 r OH : laju reaksi untuk K 2 CO 3 dengan amine, gmol.m -3 s -1 r 1, r 2 : laju reaksi R : laju absorpsi per unit luas permukaan setelah waktu kontak t, mol.m -2 s -1 : laju absorpsi rata-rata dalam waktu kontak t, mol.m -2 s -1 t : waktu, s T : temperatur, K V : volume liquida, m 3 V : Laju alir total molar gas, kmol.s -1 xvii

80 x x x j y y j y L Y A Y k z z z : koordinat film dari interface ke bulk liquida,m : mol fraksi fasa liquida : fraksi molar komponen j di fasa liquid : mol fraksi fasa gas : fraksi molar komponen j di fasa gas : ketebalan film : mol A dalam kolom per mol gas masuk : mol k dalam kolom per mol gas masuk : valensi ion : koordinat aksial, m : tinggi segmen, m Huruf Latin j : koefisen stoikiometrik komponen j L : liquid holdup packing, kg.m -3 : posisi axial tak berdimensi θ : waktu kontak elemen liquida-gas interface, s -1 : crpss sectional tower, m 2 δ : tebal film difusi, m µ : viscositas liquida, kg.m -1.s -1 π : 22/7 ρ L : densitas liquida, kg.m -3 ρ g : densitas gas, kg.m -3 : volumetric holdup, cm 3.cm -3 Г : fungsi gamma : difusivitas Eddy σ : Tegangan permukaan xviii

81 LAMPIRAN B LISTING PROGRAM (Matlab V6.1) % Program Simulasi Absorpsi Reaktif Gas CO2 dan H2S kedalam MDEA Berpromotor Potassium Methionine Menggunakan Tray Column clear clc disp(' '); disp('program Simulasi Absorpsi Reaktif Gas CO2 dan H2S kedalam MDEA Berpromotor Potassium Methionine Menggunakan Tray Column'); disp(' '); disp('tentukan variabel yang diinginkan'); N = input('masukkan jumlah tray: '); %jumlah tray D = input('masukkan diameter tray dalam cm: '); %diameter tray dalam cm (data 220 cm) AK = 3.14*D^2/4; %luas permukaan tray dalam cm2 hw = input('masukkan tinggi weir dalam cm: ') ; %tinggi weir dalam cm TS = input('masukkan tray spacing dalam cm: '); %tray spacing dalam cm Aa=0.67*AK; % Active area VL=Aa*hw;%volume liquid diatas tray TL= input('masukkan suhu liquid dalam degc: '); B-1

82 TLIN=TL+273; TG= input('masukkan suhu gas dalam degc: '); TGIN=TG+273; TLL=TLIN; TGG=TGIN; P = input('masukkan tekanan dalam atm: '); yco2in=input('masukkan fraksi CO2 dalam %:'); yh2sin=input('masukkan fraksi H2S dalam %:'); ych4in=1-yco2in-yh2sin; YYco2in=yCO2in; YYh2sin=yH2Sin; YYch4in=yCH4in; GV = input (' masukkan laju alir gas masuk, dalam m3/jam: '); LV = input (' masukkan laju alir liquid masuk, dalam m3/jam): '); %GV=36.76;% Laju alir gas dalam NM3/hr %LV=input('LV='); %LV=0.019;% Laju alir liquid dalam M3/hr wmdea= input('masukkan fraksi MDEA dalam %wt: '); %wmdea=40; wmdeain=wmdea/100; wpz= 2;%input('masukkan konsentrasi methionine dalam %wt: '); %wpz=3; wpzin =wpz/100; wh2oin=1-wmdeain-wpzin; MWMDEA= 119; MWCO2=44; MWH2S=34;MWCH4=16; MWPZ=86; MWH2O=18; MWG=yCO2in*MWCO2+yH2Sin*MWH2S+yCH4in*MWCH4; XMDEAin=(wMDEAin/MWMDEA)/(wMDEAin/MWMDEA+wPZ in/mwpz+wh2oin/mwh2o); B-2

83 XPZin=(wPZin/MWPZ)/(wMDEAin/MWMDEA+wPZin/MWP Z+wH2Oin/MWH2O); XWin=1-XMDEAin-XPZin; MWL=XMDEAin*MWMDEA+XPZin*MWPZ+XWin*MWH2O; XXMDEAin=XMDEAin; XMDEAHin=0; XXMDEAHin=XMDEAHin; XHCO3in=0; XXHCO3in=XHCO3in; XHSin=0; XXHSin=XHSin; XXPZin=XPZin; XXWin=XWin; R= ; %Konstanta gas dalam atm.m3/(kmol*k) RhoMDEA=1041; RhoH2O=(0.325*0.27^-((1- TL/647.13)^0.23))*1000; RhoPZ=(0.322* ^-((1- TL/661)^ ))*1000; RhoG=MWG*P/(R*TGG); RhoG0=MWG/(R*273); RhoL=1/(wMDEAin/RhoMDEA+wPZin/RhoPZ+wH2Oin/R hoh2o); GG=GV*RhoG0; LL=LV*RhoL; GMin=GV*RhoG0/MWG; LMin=LV*RhoL/MWL; RGL=GMin/LMin; GIN=GMin*10/36; C=RhoL/MWL; CMDIN=XMDEAin*C; iter1=0; eror1=1; YYco2out=0.3*YYco2in; YYh2sout=0.1*YYh2sin; B-3

84 while eror1>0.001 iter1=iter1+1; YYco2outs=YYco2out; YYh2souts=YYh2sout; XXMDEA(1)=XXMDEAin-RGL*(YYco2in- YYco2out+YYh2sin-YYh2sout); XXMDEAH(1)=XXMDEAHin+RGL*(YYco2in- YYco2out+YYh2sin-YYh2sout); XXHCO3(1)=XXHCO3in+RGL*(YYco2in- YYco2out); XXHS(1)=XXHSin+RGL*(YYh2sin-YYh2sout); XXPZ(1)=XXPZin; XXW(1)=XXWin; for i=1:n ii=i; YYch4(i)=YYch4in; if i==1 YYco2(1)=0.95*YYco2in; YYh2s(1)=0.85*YYh2sin; else YYco2(i)=0.95*YYco2(i-1); YYh2s(i)=0.85*YYh2s(i-1); end eror2=1; iter2=0; while eror2>0.001 iter2=iter2+1; if i==1 YYco2s=YYco2(1); YYh2ss=YYh2s(1); YYCDM=(YYco2in+YYco2(1))/2; YYHSM=(YYh2sin+YYh2s(1))/2; YYCH4M=YYch4in; YYT=YYCDM+YYHSM+YYCH4M; YCDM=YYCDM/YYT; YHSM=YYHSM/YYT; B-4

85 YCH4M=YYCH4M/YYT; PCO2=P*YCDM; PH2S=P*YHSM; XXMDEA(2)=XXMDEA(1)+RGL*(YYco2in- YYco2(1)+YYh2sin-YYh2s(1)); XXMDEAH(2)=XXMDEAH(1)- RGL*(YYco2in-YYco2(1)+YYh2sin-YYh2s(1)); XXHCO3(2)=XXHCO3(1)- RGL*(YYco2in-YYco2(1)); XXHS(2)=XXHS(1)- RGL*(YYh2sin-YYh2s(1)); XXPZ(2)=XXPZ(1); XXW(2)=XXW(1); TOTXX=XXMDEA(1)+XXHCO3(1)+XXMDEAH(1)+XXHS(1) +XXPZ(1)+XXW(1); XMDEA(1)=XXMDEA(1)/TOTXX; XMDEAH(1)=XXMDEAH(1)/TOTXX; XHCO3(1)=XXHCO3(1)/TOTXX; XHS(1)=XXHS(1)/TOTXX; XPZ(1)=XXPZ(1)/TOTXX; XW(1)=XXW(1)/TOTXX; CMD=XMDEA(1)*C; CMH=XMDEAH(1)*C; CW=XW(1)*C; CPZ=XPZ(1)*C; [ DCO2,DCH4,DH2S,KLCO2,KLH2S,KLCH4,AAA ] = KLGAS(TLL,TGG,GV,YCDM,YHSM,YCH4M,P); [KGCO2,KGH2S,KGCH4,MUG,DMCO2]= KGGAS(GV,YCDM,YCH4M,YHSM,TGG,P); [K1,K2,K3,K4,K5,kMDEACO2,kPZCO2,kMDEAH2S,kPZ H2S]=KONSTANTA( TLL,TGG,CW); B-5

86 [ HCD,HCH4,HHS ] =HEGAS(TGG,TLL,CMD,CMH,CPZ,CW,K1,K2,K3,K4,K5 ); MCO2=DCO2*(kMDEACO2*CMD+kPZCO2*CPZ)/KLCO2^2; MH2S=DH2S*(kMDEAH2S*CMD+kPZH2S*CPZ)/KLH2S^2; ECO2=sqrt(1+MCO2); EH2S=sqrt(1+MH2S); CCO2eq=CMH^2/(1000*CMD*K1*CW); CH2Seq=0; CCO2int=(KGCO2*PCO2+ECO2*KLCO2*CCO2eq)/(ECO2 *KLCO2+KGCO2*HCD); CH2Sint=(KGH2S*PH2S+EH2S*KLH2S*CH2Seq)/(EH2S *KLH2S+KGH2S*HHS); EiCO2=1+CMD/CCO2int; EiH2S=1+CMD/CH2Sint; RRCO2=ECO2*KLCO2*AAA*VL*(CCO2int-CCO2eq); RRH2S=EH2S*KLH2S*AAA*VL*(CH2Sint-CH2Seq); dyco2=rrco2/gin; dyh2s=rrh2s/gin; YYco2(1)=YYco2in-RRCO2/GIN; YYh2s(1)=YYh2sin-RRH2S/GIN; else YYco2s=YYco2(i); YYh2ss=YYh2s(i); YYCDM=(YYco2(i- 1)+YYco2(i))/2; YYHSM=(YYh2s(i- 1)+YYh2s(i))/2; YYCH4M=YYch4in; B-6

87 YYT=YYCDM+YYHSM+YYCH4M; YCDM=YYCDM/YYT; YHSM=YYHSM/YYT; YCH4M=YYCH4M/YYT; PCO2=P*YCDM; PH2S=P*YHSM; XXMDEA(i+1)=XXMDEA(i)+RGL*(YYco2(i-1)- YYco2(i)+YYh2s(i-1)-YYh2s(i)); XXMDEAH(i+1)=XXMDEAH(i)- RGL*(YYco2(i-1)-YYco2(i)+YYh2s(i-1)- YYh2s(i)); XXHCO3(i+1)=XXHCO3(i)- RGL*(YYco2(i-1)-YYco2(i)); XXHS(i+1)=XXHS(i)- RGL*(YYh2s(i-1)-YYh2s(i)); XXPZ(i+1)=XXPZ(i); XXW(i+1)=XXW(i); TOTXX=XXMDEA(i)+XXHCO3(i)+XXMDEAH(i)+XXHS(i) +XXPZ(i)+XXW(i); XMDEA(i)=XXMDEA(i)/TOTXX; XMDEAH(i)=XXMDEAH(i)/TOTXX; XHCO3(i)=XXHCO3(i)/TOTXX; XHS(i)=XXHS(i)/TOTXX; XPZ(i)=XXPZ(i)/TOTXX; XW(i)=XXW(i)/TOTXX; CMD=XMDEA(i)*C; CMH=XMDEAH(i)*C; CW=XW(i)*C; CPZ=XPZ(i)*C; [ DCO2,DCH4,DH2S,KLCO2,KLH2S,KLCH4,AAA ] = KLGAS(TLL,TGG,GV,YCDM,YHSM,YCH4M,P); B-7

88 [KGCO2,KGH2S,KGCH4,MUG,DMCO2]= KGGAS(GV,YCDM,YCH4M,YHSM,TGG,P); [K1,K2,K3,K4,K5,kMDEACO2,kPZCO2,kMDEAH2S,kPZ H2S]=KONSTANTA( TLL,TGG,CW); [ HCD,HCH4,HHS ] =HEGAS(TGG,TLL,CMD,CMH,CPZ,CW,K1,K2,K3,K4,K5 ); MCO2=DCO2*(kMDEACO2*CMD+kPZCO2*CPZ)/KLCO2^2; MH2S=DH2S*(kMDEAH2S*CMD+kPZH2S*CPZ)/KLH2S^2; ECO2=sqrt(1+MCO2); EH2S=sqrt(1+MH2S); CCO2eq=CMH^2/(1000*CMD*K1*CW); CH2Seq=0; CCO2int=(KGCO2*PCO2+ECO2*KLCO2*CCO2eq)/(ECO2 *KLCO2+KGCO2*HCD); CH2Sint=(KGH2S*PH2S+EH2S*KLH2S*CH2Seq)/(EH2S *KLH2S+KGH2S*HHS); EiCO2=1+CMD/CCO2int; EiH2S=1+CMD/CH2Sint; RRCO2=ECO2*KLCO2*AAA*VL*(CCO2int-CCO2eq); RRH2S=EH2S*KLH2S*AAA*VL*(CH2Sint-CH2Seq); dyco2=rrco2/gin; dyh2s=rrh2s/gin; YYco2(i)=YYco2(i-1)- RRCO2/GIN; YYh2s(i)=YYh2s(i-1)- RRH2S/GIN; B-8

89 end eror2=abs((yyco2(i)- YYco2s)/YYco2s)+abs((YYh2s(i)- YYh2ss)/YYh2ss); if iter2==100 eror2= ; end end end YYco2out=YYco2(N); YYh2sout=YYh2s(N); eror1=abs((yyco2out- YYco2outs)/YYco2outs)+abs((YYh2sout- YYh2souts)/YYh2souts); if iter1==100 eror1= ; end end RemCO2=(-YYco2(N)+YYco2in)/YYco2in; RemH2S=(-YYh2s(N)+YYh2sin)/YYh2sin; recco2=(yyco2in-yyco2(n))/yyco2in; disp(['suhu Liquid (K):',num2str(TLIN)]); disp(['suhu Gas (K):',num2str(TGIN)]); disp(['tekanan Operasi (atm):',num2str(p)]); disp(['konsentrasi MDEA (%wt):',num2str(wmdea)]); disp(['konsentrasi Methionine (%wt):',num2str(wpz)]); disp(' Distribusi Komponen pada tiap tray '); disp(['removal CO2=',num2str(RemCO2*100),'%']); disp(['removal H2S=',num2str(RemH2S*100),'%']); disp(['recovery CO2=',num2str(recCO2*100),'%']); B-9

90 disp(' '); disp([' Tray ke- ',' CO2 ',' H2S ',' CH4 ',' MDEA ',' MDEAH',' HCO3',' HS']); disp(' '); disp([' 1 ',num2str(yyco2(1)),' ', num2str(yyh2s(1)),' ',num2str(yych4(1)),' ',num2str(xxmdea(1)),' ',num2str(xxmdeah(1)),' ',num2str(xxhco3(1)),' ',num2str(xxhs(1))]); disp([' 2 ',num2str(yyco2(2)),' ', num2str(yyh2s(2)),' ',num2str(yych4(2)),' ',num2str(xxmdea(2)),' ',num2str(xxmdeah(2)),' ',num2str(xxhco3(2)),' ',num2str(xxhs(2))]); disp([' 3 ',num2str(yyco2(3)),' ', num2str(yyh2s(3)),' ',num2str(yych4(3)),' ',num2str(xxmdea(3)),' ',num2str(xxmdeah(3)),' ',num2str(xxhco3(3)),' ',num2str(xxhs(3))]); disp([' 4 ',num2str(yyco2(4)),' ', num2str(yyh2s(4)),' ',num2str(yych4(4)),' ',num2str(xxmdea(4)),' ',num2str(xxmdeah(4)),' B-10

91 ',num2str(xxhco3(4)),' ',num2str(xxhs(4))]); disp([' 5 ',num2str(yyco2(5)),' ', num2str(yyh2s(5)),' ',num2str(yych4(5)),' ',num2str(xxmdea(5)),' ',num2str(xxmdeah(5)),' ',num2str(xxhco3(5)),' ',num2str(xxhs(5))]); disp([' 6 ',num2str(yyco2(6)),' ', num2str(yyh2s(6)),' ',num2str(yych4(6)),' ',num2str(xxmdea(6)),' ',num2str(xxmdeah(6)),' ',num2str(xxhco3(6)),' ',num2str(xxhs(6))]); disp(' '); B-11

92 LAMPIRAN C DATA HASIL SIMULASI Tabel C.1 Pengaruh Temperatur Liquida ( C) T ( C ) PM 1% PM 2% PM 3% PM 4% PM 5% CO CO CO CO CO H2S H2S H2S H2S H2S Tabel C.2 Pengaruh Tekanan Operasi (atm) P (at m) 10 PM 1% PM 2% PM 3% PM 4% PM 5% C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S C1

93 C Tabel C.3 Pengaruh Konsentrasi MDEA (%wt) M D E A PM 1% PM 2% PM 3% PM 4% PM 5% C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S C O2 H2 S

94 C

95 Tabel C.4 Pengaruh Konsentrasi PM (%wt) PM CO2 H2S Tabel C.5 Distribusi Komponen Tiap Tray No mor Gas Liquid Tra y CO2 H2S CH4 MD EA MDE AH HCO 3 H2S C4

96 C5

97 RIWAYAT HIDUP PENULIS Alif Ramadhani Utomo dilahirkan di Gresik yang terletak di Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 28 Februari 1995, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuhnya yaitu dimulai di SD Negeri Sidokumpul 2 Gresik, SMP Negeri 1 Gresik. Pada jenjang perkuliahan penulis melanjutkan studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Teknik Kimia angkatan Penulis memilih Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa, dan selanjutnya melakukan penelitian dengan judul Simulasi dan Pemodelan Absorpsi CO 2 dan H 2 S Dalam Larutan MDEA dengan Promotor Potassium Methionine (PM) Menggunakan Tray Column Data Pribadi Penulis Nama : Alif Ramadhani Utomo Tempat Tanggal lahir : Gresik, 28 Februari 1995 Alamat : Jalan Belibis I Blok AB/16 GKA RT/RW 003/009, Gresik Telp : aliframadhani6@gmail.com

98 RIWAYAT HIDUP PENULIS Veby Iqbal Hariadi dilahirkan di Surabaya yang terletak di Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 14 Juni 1995, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuhnya yaitu dimulai di SDN Klampis Ngasem I/246 Surabaya, SMPI Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya, dan SMAN 20 Surabaya. Pada jenjang perkuliahan penulis melanjutkan studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Teknik Kimia angkatan Penulis memilih Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa, dan selanjutnya melakukan penelitian dengan judul Simulasi dan Pemodelan Absorbsi Gas CO 2 dan H 2 S Dengan Larutan MDEA Berpromotor Potassium Methionine Menggunakan Tray Column Data Pribadi Penulis Nama : Veby Iqbal Hariadi Tempat Tanggal lahir : Surabaya, 14 Juni 1995 Alamat : Jalan Teknik Sipil Perumahan ITS Blok W No. 8, Surabaya. Telp : vebyiqbal.k53@gmail.com

SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR PIPERAZINE (PZ) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN

SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR PIPERAZINE (PZ) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN SKRIPSI TK141581 SIMULASI DAN PEMODELAN ABSORPSI CO 2 & H 2S DALAM LARUTAN MDEA DENGAN PROMOTOR PIPERAZINE (PZ) MENGGUNAKAN TRAY COLUMN Oleh: Naufal Hilmy Alhady NRP. 2314106022 Mochammad Yoga Arifin NRP.

Lebih terperinci

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN NURUL ANGGRAHENY D NRP 2308100505, DESSY WULANSARI NRP 2308100541, Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Ali

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI ABSORBSI GAS CO 2 DALAM LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA) BERPROMOTOR PIPERAZINE (PZ) DALAM PACKED COLUMN

MODEL SIMULASI ABSORBSI GAS CO 2 DALAM LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA) BERPROMOTOR PIPERAZINE (PZ) DALAM PACKED COLUMN Laboratorium Perpindahan Massa dan Panas Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember 1 MODEL SIMULASI ABSORBSI GAS CO 2 DALAM LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA)

Lebih terperinci

(Ahmadi, 2008) Pada larutan K2CO 3 ditambahkan promotor asam borat, mekanisme yang terjadi sebagai berikut:

(Ahmadi, 2008) Pada larutan K2CO 3 ditambahkan promotor asam borat, mekanisme yang terjadi sebagai berikut: MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR ASAM BORAT PADA PACKED COLUMN Fanny Anastasia (2308.100.607) Eka Yeni Rahayu (2308.100.609) Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Ali Altway,

Lebih terperinci

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Latar Belakang CO 2 mengurangi nilai kalor menimbulkan pembekuan pada

Lebih terperinci

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER SKRIPSI RK 1583 PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER AULIA AGUS KURNIADY NRP 2303 109 016 NIDIA RACHMA SETIYAJAYANTRI NRP 2306 100 614

Lebih terperinci

ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN

ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN ABSORPSI GAS CO2 BERPROMOTOR MSG DALAM LARUTAN K2CO3 Erlinda Ningsih 1), Abas Sato 2), Mochammad Alfan Nafiuddin 3), Wisnu Setyo Putranto 4) 1),2),3 )4) Teknik Kimia, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA Disusun oleh : 1. Fatma Yunita Hasyim (2308 100 044)

Lebih terperinci

Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd

Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd Tugas Akhir Teknik Fisika ITS Optimasi Penyerapan H 2 S Terhadap Perubahan Suhu Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Non-Linier Programming di HESS Indonesia Pangkah Ltd Muhammad Faisol Haq (2408100010)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir.

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir. PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir. Winarsih Oleh : Maeka Dita Puspa S. 2306 100 030 Pritta Aprilia M. 2306

Lebih terperinci

LABORATORIUM PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

LABORATORIUM PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER /O/G/O ORORIUM PERPINDHN PNS DN MSS JURUSN EKNIK KIMI FKUS EKNOOGI INDUSRI INSIU EKNOOGI SEPUUH NOPEMER SIMUSI SORPSI REKIF O 2 DENGN RUN ENFIED DM SK INDUSRI Oleh : Hendi Riesta Mulya 2309100093 Firsta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses pemurnian gas, sumber: Metso Automation. Inc

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses pemurnian gas, sumber: Metso Automation. Inc BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan gas alam merupakan proses terpenting pada industri minyak dan gas alam yaitu mengurangi kadar komponen gas asam yang terdiri dari Karbon Dioksida (CO 2 )

Lebih terperinci

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER PMD D3 Sperisa Distantina ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER Silabi D3 Teknik Kimia: 1. Prinsip dasar alat transfer massa absorber dan stripper. 2. Variabel-variabel proses alat absorber dan stripper.

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI Disusun Oleh : Kelompok II Salam Ali 09220140004 Sri Dewi Anggrayani 09220140010 Andi Nabilla Musriah 09220140014 Syahrizal Sukara 09220140015 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA DITINJAU DARI PENGARUH ARAH ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA DITINJAU DARI PENGARUH ARAH ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

Lebih terperinci

Model Rate-Based Dua-Film Absorpsi Multikomponen Gas Asam Dalam Larutan Kalium Karbonat Dengan Promotor Oleh Lily Pudjiastuti

Model Rate-Based Dua-Film Absorpsi Multikomponen Gas Asam Dalam Larutan Kalium Karbonat Dengan Promotor Oleh Lily Pudjiastuti Model Rate-Based Dua-Film Absorpsi Multikomponen Gas Asam Dalam Larutan Kalium Karbonat Dengan Promotor Oleh Lily Pudjiastuti Promotor : Prof. Dr.Ir Ali Altway, MS. Co-promotor : - Prof. Dr.Ir. Nonot Soewarno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL.

STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL. No. Urut : 108 / S2-TL / RPL / 1998 STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL Testis Magister Okb: ANTUN HIDAYAT

Lebih terperinci

Prediksi Solubilitas Gas CO 2 Di Dalam Larutan Potassium Karbonat Dan Amine (DEA, MEA) Menggunakan Model Elektrolit UNIQUAC

Prediksi Solubilitas Gas CO 2 Di Dalam Larutan Potassium Karbonat Dan Amine (DEA, MEA) Menggunakan Model Elektrolit UNIQUAC JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Prediksi Solubilitas Gas CO 2 Di Dalam Larutan Potassium Karbonat Dan Amine (DEA, MEA) Menggunakan Model Elektrolit UNIQUAC

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA ABSORPSI CO 2 KE DALAM LARUTAN MDEA BERPROMOTOR ARGININE DAN L-GLUTAMIC ACID MENGGUNAKAN WETTED WALL COLUMN

STUDI KINETIKA ABSORPSI CO 2 KE DALAM LARUTAN MDEA BERPROMOTOR ARGININE DAN L-GLUTAMIC ACID MENGGUNAKAN WETTED WALL COLUMN SKRIPSI TK141581 STUDI KINETIKA ABSORPSI CO 2 KE DALAM LARUTAN MDEA BERPROMOTOR ARGININE DAN L-GLUTAMIC ACID MENGGUNAKAN WETTED WALL COLUMN Oleh : Muhammad Haikal NRP. 2313 100 036 Septiani Ayustiningrum

Lebih terperinci

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi.

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi. Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi. Adanya hidrogen sulfida dalam gas alam untuk konsumsi rumah tangga tidak bisa

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

SKRIPSI TK STUDI ABSORPSI CO 2 DALAM LARUTAN MDEA-TEA DENGAN KATALIS PZ. Disusun Oleh : Donsius NRP Akmal Fuadi NRP.

SKRIPSI TK STUDI ABSORPSI CO 2 DALAM LARUTAN MDEA-TEA DENGAN KATALIS PZ. Disusun Oleh : Donsius NRP Akmal Fuadi NRP. SKRIPSI TK141581 STUDI ABSORPSI CO 2 DALAM LARUTAN MDEA-TEA DENGAN KATALIS PZ Disusun Oleh : Donsius NRP. 2314 106 026 Akmal Fuadi NRP. 2314 106 045 Dosen Pembimbing 1: Fadlilatul Taufany, S.T., Ph.D NIP.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK

ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK OLEH : NANDA DIAN PRATAMA 2412105013 DOSEN PEMBIMBING : TOTOK RUKI BIYANTO, PHD IR. RONNY DWI NORIYATI,

Lebih terperinci

PEMILIHAN TIPE KOLOM PEMISAH. Asep Muhamad Samsudin

PEMILIHAN TIPE KOLOM PEMISAH. Asep Muhamad Samsudin PEMILIHAN TIPE KOLOM PEMISAH PERANCANGAN ALAT PROSES Asep Muhamad Samsudin Menara Menara adalah alat proses, umumnya berupa bejana (silinder) tegak yang digunakan pada proses pemisahan secara Distilasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hampir semua reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia melibatkan bahan baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas maupun cairan. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

TRANSFER MASSA ANTAR FASE. Kode Mata Kuliah :

TRANSFER MASSA ANTAR FASE. Kode Mata Kuliah : TRANSFER MASSA ANTAR FASE Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS ALAT-ALAT TRANSFER MASSA Perancangan alat transfer massa W A = W A = N A A jumlah A yang ditransfer waktu N A : Fluks molar atau massa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? Aplikasi dasar-dasar ilmu pengetahuan alam yang dirangkai dengan dasar ekonomi dan hubungan masyarakat pada bidang yang berkaitan Iangsung dengan proses dan

Lebih terperinci

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) KINETIKA DAN KATALISIS / SEMESTER PENDEK 2009-2010 PRODI TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) Senin, 19 Juli 2010 / Siti Diyar Kholisoh, ST, MT

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Maeka Dita Puspa S. 2306 100 030, Pritta Aprilia M. 2306 100 043 Dr.Ir.Kuswandi,DEA, Ir.Winarsih LaboratoriumThermodinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT PENGARUH KONSENTRASI K2CO3 DAN KATALIS H3BO3 DALAM PROSES ABSORPSI GAS CO2 PADA BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN KOLOM GELEMBUNG Sri Ismiyati Damayanti 1), Novianti Diah Anggraeni 1) dan Rangga Aris Munandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH TUTORIAL 3 REAKTOR REAKTOR KIMIA NON KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS KINETIK CSTR R. PLUG R.BATCH MODEL REAKTOR ASPEN Non Kinetik Kinetik Non kinetik : - Pemodelan Simulasi

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA SIMUASI PROSES EVAPORASI NIRA DAAM FAING FIM EVAPORATOR DENGAN ADANYA AIRAN UDARA Oleh : Ratih Triwulandari 2308 100 509 Riswanti Zawawi 2308 100 538 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Kusno Budhikarjono, MT Dr.

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V

SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V SIMULASI KONSUMSI ENERGI PEMURNIAN BIOETANOL MENGGUNAKAN VARIASI DIAGRAM ALIR DISTILASI EKSTRAKTIF DENGAN KONFIGURASI, V Johana Tanaka* dan Dr. Budi Husodo Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber energi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil saat ini diprediksi sudah tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi hidup penduduk dunia di masa datang

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Penyerapan H 2 S di dalam Amine Contactor HESS Indonesia-Pangkah Limited

Analisa Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Penyerapan H 2 S di dalam Amine Contactor HESS Indonesia-Pangkah Limited Analisa Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Penyerapan H 2 S di dalam Contactor HESS Indonesia-Pangkah Limited Fajri Julisyah Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Fisika Institut Teknlogi Sepuluh

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN Disusun Oleh : Evi Fitriyah Khanifah Ayu Savitri Wulansari 2311 106 009 2311 106 020 Prof.Dr.Ir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) KINETIKA DAN KATALISIS / SEMESTER GENAP 2010-2011 PRODI TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) Siti Diyar Kholisoh & I Gusti S. Budiaman / Juni 2011

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia. Bab 4

Kesetimbangan Kimia. Bab 4 Kesetimbangan Kimia Bab 4 Standar Kompetensi 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri Kompetensi

Lebih terperinci

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan.

Lebih terperinci

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut :

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut : PROSES PEMBUATAN AMONIAK ( NH3 ) Amoniak diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H 2) dan Nitrogen (N 2) dengan rasio H 2/N 2 = 3 : 1. Disamping dua komponen tersebut campuran juga berisi inlet dan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA I. TUJUAN

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan

Lebih terperinci

4/16/2017. Start-up CSTR A, B Q A, B A, B. I Gusti S. Budiaman, Gunarto, Endang Sulistyawati Siti Diyar Kholisoh. (Levenspiel, 1999, page 84)

4/16/2017. Start-up CSTR A, B Q A, B A, B. I Gusti S. Budiaman, Gunarto, Endang Sulistyawati Siti Diyar Kholisoh. (Levenspiel, 1999, page 84) April 2017 I Gusti S. Budiaman, Gunarto, Endang Sulistyawati Siti Diyar Kholisoh PERANCANGAN REAKTOR (1210323) SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2016-2017 JURUSAN TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Reaktor

Lebih terperinci

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh: SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I Kelas : 4 KB Kelompok Disusun Oleh: : II Ari Revitasari (0609 3040 0337) Eka Nurfitriani (0609 3040 0341) Kartika Meilinda Krisna (0609 3040 0346) M. Agus Budi Kusuma (0609

Lebih terperinci

Kata kunci : Absorber, Konsentrasi Benfield, Laju Alir Gas Proses, Kadar CO 2, Reboiler Duty, Aspen Plus

Kata kunci : Absorber, Konsentrasi Benfield, Laju Alir Gas Proses, Kadar CO 2, Reboiler Duty, Aspen Plus PENGARUH LARUTAN BENFIELD, LAJU ALIR GAS PROSES, DAN BEBAN REBOILER TERHADAP ANALISA KINERJA KOLOM CO 2 ABSORBER DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR ASPEN PLUS V. 8.6 Bagus Kurniadi 1)*, Dexa Rahmadan 1), Gusti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.

Lebih terperinci

SIMULASI, OPTIMASI, DAN KAJIAN EKONOMI PEMURNIAN SOUR GAS DENGAN ABSORPSI CAMPURAN AMINA PADA GAS SWEETENING PLANT SIDANG TESIS

SIMULASI, OPTIMASI, DAN KAJIAN EKONOMI PEMURNIAN SOUR GAS DENGAN ABSORPSI CAMPURAN AMINA PADA GAS SWEETENING PLANT SIDANG TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI, OPTIMASI, DAN KAJIAN EKONOMI PEMURNIAN SOUR GAS DENGAN ABSORPSI CAMPURAN AMINA PADA GAS SWEETENING PLANT SIDANG TESIS HARRY PATRIA 09 06 49 60 62 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Proses Pembuatan Trimetiletilen Secara umum pembuatan trimetiletilen dapat dilakukan dengan 2 proses berdasarkan bahan baku yang digunakan, yaitu pembuatan trimetiletilen dari n-butena

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dry ice merupakan karbon dioksida padat yang mempunyai beberapa kegunaan, diantaranya yaitu pengganti es batu sebagai pengawet pada industri perikanan, untuk membersihkan

Lebih terperinci

ABSORPSI CO2 PADA BIOGAS DENGAN LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA) MENGGUNAKAN KOLOM BAHAN ISIAN

ABSORPSI CO2 PADA BIOGAS DENGAN LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA) MENGGUNAKAN KOLOM BAHAN ISIAN ABSORPSI CO2 PADA BIOGAS DENGAN LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE (MDEA) MENGGUNAKAN KOLOM BAHAN ISIAN Sari Sekar Ningrum 1), Aswati Mindaryani 2), Muslikhin Hidayat 3) 1),2),3 ) Departemen Teknik Kimia, Universitas

Lebih terperinci

Efek Konsentrasi Promotor Glisin pada Penangkapan Gas CO 2 dengan Larutan Methyldietanolamin (MDEA) Menggunakan Kolom Berpacking

Efek Konsentrasi Promotor Glisin pada Penangkapan Gas CO 2 dengan Larutan Methyldietanolamin (MDEA) Menggunakan Kolom Berpacking Prosiding Seminar Nasional Efek Konsentrasi Promotor Glisin pada Penangkapan Gas CO 2 dengan Larutan Methyldietanolamin (MDEA) Menggunakan Kolom Berpacking Ariani 1,*), Abdul Chalim 1, Rima Marini 1, Oktaviana

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia KIM 2 A. PENDAHULUAN B. REAKSI KESETIMBANGAN. α = KESETIMBANGAN KIMIA. materi78.co.nr. setimbang

Kesetimbangan Kimia KIM 2 A. PENDAHULUAN B. REAKSI KESETIMBANGAN. α = KESETIMBANGAN KIMIA. materi78.co.nr. setimbang konsentrasi laju reaksi materi78.co.nr Kesetimbangan Kimia A. PENDAHULUAN Reaksi satu arah (irreversible) atau reaksi tidak dapat balik adalah reaksi yang terjadi pada satu arah, dan produknya tidak dapat

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG Paisal Tajun Aripin 1, Erna Kusuma Wati 1, V. Vekky R. Repi 1, Hari Hadi Santoso 1,2 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KESETIMBANGAN KIMIA 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi reaksi kimia reversible dan irreversible..

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

PEMILIHAN PELARUT EKSTRAKSI ETANOL DARI PELARUT BERBASIS ALKOHOL PADA PROSES FERMENTASI-EKSTRAKTIF. Disusun oleh:

PEMILIHAN PELARUT EKSTRAKSI ETANOL DARI PELARUT BERBASIS ALKOHOL PADA PROSES FERMENTASI-EKSTRAKTIF. Disusun oleh: LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Yanuar Arief Prasetya PEMILIHAN PELARUT EKSTRAKSI ETANOL DARI PELARUT BERBASIS ALKOHOL

Lebih terperinci

ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T.

ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T. ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T. Pembuatan Gula Berapa banyak air yang dihilangkan didalam evaporator (lb/jam)? Berapa besar fraksi massa komponen-komponen dalam arus buangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya pembangunan dan aktifitas produksi pada berbagai sektor industri di Indonesia, menyebabkan semakin besarnya kebutuhan energi yang harus dipenuhi.

Lebih terperinci

STOIKIOMETRI Konsep mol

STOIKIOMETRI Konsep mol STOIKIOMETRI Konsep mol Dalam hukum-hukum dasar materi ditegaskan bahwa senyawa terbentuk dari unsur bukan dengan perbandingan sembarang tetapi dalam jumlah yang spesifik, demikian juga reaksi kimia antara

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PROSES. 2.1 Spesifikasi Bahan Baku, Bahan Pendukung dan Produk. Isobutanol 0,1% mol

BAB II DISKRIPSI PROSES. 2.1 Spesifikasi Bahan Baku, Bahan Pendukung dan Produk. Isobutanol 0,1% mol BAB II DISKRIPSI PROSES 2.1 Spesifikasi Bahan Baku, Bahan Pendukung dan Produk 2.1.1. Spesifikasi bahan baku tert-butyl alkohol (TBA) Wujud Warna Kemurnian Impuritas : cair : jernih : 99,5% mol : H 2 O

Lebih terperinci

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben).

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben). Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben). Contoh Adsorben alami dan buatan Adsorben alami : Zeolit alami Abu sekam

Lebih terperinci

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI BAB IV TERMOKIMIA A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini energi sangat diperlukan dalam menjalankan berbagai aktivitas khususnya di Indonesia, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk aktivitas produksi berbagai

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol,

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, 7 BB II URIN PROSES.. Jenis-Jenis Proses Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, atau phenyl carbinol. Benzil alkohol mempunyai rumus molekul 6 H 5 H OH. Proses pembuatan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES 10 II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Proses Pembuatan Disodium Fosfat Anhidrat Secara umum pembuatan disodium fosfat anhidrat dapat dilakukan dengan 2 proses berdasarkan bahan baku yang digunakan, yaitu

Lebih terperinci

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.01 ABSORPSI Oleh : Fatah Sulaiman, ST., MT. LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.01 ABSORPSI I. Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK ACRYLAMIDE DARI ACRYLONITRILE MELALUI PROSES HIDROLISIS KAPASITAS TON/TAHUN BAB II DESKRIPSI PROSES

PRARANCANGAN PABRIK ACRYLAMIDE DARI ACRYLONITRILE MELALUI PROSES HIDROLISIS KAPASITAS TON/TAHUN BAB II DESKRIPSI PROSES BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi Bahan Baku 1. Acrylonitrile Fase : cair Warna : tidak berwarna Aroma : seperti bawang merah dan bawang putih Specific gravity

Lebih terperinci

PROSES ABSORPSI GAS H 2 S MENGGUNAKAN METILDIETANOLAMIN

PROSES ABSORPSI GAS H 2 S MENGGUNAKAN METILDIETANOLAMIN PROSES ABSORPSI GAS H 2 S MENGGUNAKAN METILDIETANOLAMIN Ririen,W.*, Bahruddin**; Zultiniar** *Alumni Teknik Kimia Universitas Riau ** Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau KampusBinawidyaKm12,5SimpangBaruPanam,

Lebih terperinci

TUTORIAL III REAKTOR

TUTORIAL III REAKTOR TUTORIAL III REAKTOR REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE EQUILIBRIUM CSTR R. YIELD R. EQUIL R. PLUG R. STOIC R. GIBBS R. BATCH REAKTOR EQUILIBRIUM BASED R-Equil Menghitung berdasarkan kesetimbangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KECEPATAN REAKSI Disusun Oleh : 1. Achmad Zaimul Khaqqi (132500030) 2. Dinda Kharisma Asmara (132500014) 3. Icha Restu Maulidiah (132500033) 4. Jauharatul Lailiyah (132500053)

Lebih terperinci

Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan

Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan 1 Kajian Hidrodinamika Proses Absorbsi pada Valve Tray dengan Meninjau Viskositas Cairan Evi Fitriyah Khanifah, Ayu Savitri Wulansari, Ali Altway dan Siti Nurkhamidah, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENURUNAN KADAR CO 2 DAN H 2 S PADA BIOGAS DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM Anggreini Fajar PL, Wirakartika M, S.R.Juliastuti, dan Nuniek

Lebih terperinci

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume. Cooling Tower Menara pendingin adalah suatu menara yang digunakan untuk mendinginkan air pendingin yang telah menjadi panas pada proses pendinginan, sehingga air pendingin yang telah dingin itu dapat digunakan

Lebih terperinci

FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1

FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1 FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1 TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES. Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85% Titik didih (1 atm) : -24,9 o C Kemurnian : 99,5 %

BAB II DESKRIPSI PROSES. Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85% Titik didih (1 atm) : -24,9 o C Kemurnian : 99,5 % BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku a. Metanol (PT. KMI, 2015) Fase : Cair Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85%

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2007/2008 APLIKASI MEMBRAN CA/ZEOLIT UNTUK PEMISAHAN CAMPURAN ALKOHOL-AIR Kelompok B.67.3.13 Indria Gusmelli (13004106) Aziza Addina Permata (13004107) Pembimbing Dr. Irwan

Lebih terperinci