PELUANG TERNAK KELINCI SEBAGAI SUMBER DAGING YANG POTENSIAL DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELUANG TERNAK KELINCI SEBAGAI SUMBER DAGING YANG POTENSIAL DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PELUANG TERNAK KELINCI SEBAGAI SUMBER DAGING YANG POTENSIAL DI INDONESIA TIKE SARTIKA,TATA ANTAWIJAYA dan K. DIWYANTO Balai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor PENDAHULUAN Dalam era globalisasi akan terjadi perubahan tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada sistem ekonomi pasar terbuka. Semua produk dapat bebas diperdagangkan di semua negara, tidak ada lagi pembatasan. Oleh karena itu akan terjadi persaingan yang ketat, terutama dalam kualitas dan harga. Untuk dapat bertahan dalam menghadapi era pasar bebas tersebut, sangat ditentukan oleh efisiensi. Sistem usaha peternakan di Indonesia harus segera dibenahi, agar mampu bersaing dalam memanfaatkan sumber daya lokal secara opti mal untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan biaya murah. Saat ini peternakan rakyat sebagian besar masih bersifat subsisten, sehingga perlu terus dibina dan diarahkan untuk sistem usaha agribisnis dengan manajemen yang efisien. Selain itu, input produksi terutama pakan harus menggunakan komponen lokal, tidak seperti halnya yang terjadi pada usaha peternakan ayam ras yang sebagian besar input produksinya merupakan bahan impor, mulai dari bibit, pakan, vaksin/obat-obatan dan alat-alat. Dengan adanya krisis moneter saat ini (melemahnya nilai rupiah terhadap dolar), maka peternakan ayam ras di Indonesia tidak dapat lagi berkembang, dampaknya adalah harga daging ayam maupun telur naik lebih dari 100%. Akibat harga yang terlalu tinggi yang dibarengi dengan menurunnya daya beli konsumen untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap kualitas menu sebagian besar masyarakat lapisan bawah. Apabila kekurangan gizi seperti sekarang ini berlangsung cukup lama, maka dampaknya dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dimasa mendatang. Untuk mengatasi hal ini perlu digali potensi sumber daya pangan inkonvensional, antara lain kelinci. Pada era tahun 80-an, kelinci telah mu lai diperkenalkan secara besar-besaran kepada rakyat untuk dibudidayakan sebagai penghasil daging. Akan tetapi dengan masih rendahnya preferensi daging kelinci di masyarakat dan peternak tidak mempunyai kemampuan untuk memasarkan produk daging kelinci, maka introduksi kelinci di Indonesia pada tahun 80-an tersebut mengalami kegagalan. Pada saat itu harga daging kelinci relatif lebih mahal daripada daging ayam. Apabila pada saat sekarang ini, usaha ternak kelinci dilakukan secara komersial dengan pemeliharaan secara intensif dan efisien, disertai tujuan usaha yang jelas dan promosi untuk mencari pasar, justru usaha ternak kelinci ini akan dapat bersaing dalam menghadapi era pasar bebas. Apalagi bila harga daging kelinci dapat lebih murah dari daging ayam, dengan kondisi ekonomi sekarang ini diperkirakan sebagian konsumen akan memilih daging kelinci sebagai alternatif pengganti daging ayam. Hal ini telah terjadi pada susu segar yang semula kurang disukai, akibat krisis moneter sekarang sebagian konsumen beralih untuk lebih memilih produk susu segar dibandingkan susu olahan, karena alasan harga. Selain itu sebetulnya preferensi daging kelinci untuk warna, aroma, keempukan dan rasa telah diuji coba dan dibandingkan dengan ayam ras pedaging maupun ayam kampung ternyata - panelis tidak dapat membedakan antara daging kelinci dan daging ayam (DIWYANTo et al. 1985). Oleh karena itu dari segi rasa, daging kelinci dengan daging ayam susah dibedakan. Adanya faktor psikologi yang menyebabkan masyarakat enggan memakan daging kelinci karena dianggap sebagai hewan kesayangan dan sebagian besar masyarakat Indonesia masih ragu untuk mengkonsumsi daging kelinci. Untuk itu diperlukan usaha promosi disertai dengan cara pengolahan daging kelinci yang siap santap tidak berbentuk karkas lagi, misalnya dibuat abon, dendeng, baso, sosis, nugget atau burger. Upaya ini akan lebih berhasil bila dapat dilakukan kontrak kerja dengan perusahaan pengolah makanan misalnya 'Wendys' atau 'California' dan sejenisnya untuk dibuat nugget, burger atau 'fried rabbit' dengan harga yang lebih murah dari 'fried chicken'. Ada kemungkinan daging kelinci olahan tersebut akan lebih dapat diterima di masyarakat. Pemasaran ke hotel bertaraf internasional yang sering 47

2 TIKE SARTIKA et al. : Peluang Ternak Kelinci sebagai Sumber Daging yang Potensial di Indonesia menerima tamu-tamu asing terutama yang datang dari Eropa juga dapat dijajagi, karena mereka sangat menyukai masakan/steak daging kelinci. Oleh karena itu untuk mengusahakan ternak kelinci diperlukan kerjasama antara berbagai pihak, mulai dari penyediaan input produksi, proses budidaya tan pemasaran hasil secara inkonvensional. POTENSI PRODUKSI KELINCI Sebetulnya kelinci telah banyak diproduksi oleh beberapa negara di dunia baik di negara Sub-Tropis maupun Tropis, hanya saja data statistik pada setiap negara tidak pernah memperhitungkan kelinci karena dianggap terlalu kecil. Padahal hasil survey FAO yang dilaporkan LEBAs et al. (1986) menunjukkan bahwa produksi total daging kelinci pada tahun 1980 saja telah mencapai ± 1 juta ton karkas (Tabel 1). Data ini memang relatif lama karena tidak ada data statistik yang dilaporkan setiap tahun. Beberapa data terbaru yang didapatkan hanya produksi di Jerman Barat, seperti yang dikemukakan SCHLOLAUT (1988) bahwa produksi karkas kelinci adalah sebesar ton dengan konsumsi per kapita/tahun sebesar 0,6 kg. Angka ini memberi indikasi bahwa dalam waktu 8 tahun sudah terjadi peningkatan produksi tan konsumsi sebesar 100%. Hasil pemantauan penulis pada tahun 1992 di Jerman, menunjukkan bahwa produksi daging kelinci di Jerman masih cukup tinggi. Hal ini antara lain disebabkan terdapatnya pusat breeding center kelinci yang menghasilkan kelinci 'hybrid' pedaging yang membina 10 multiplier. Pada setiap multiplier, kapasitas pemilikannya berbeda-beta berkisar antara ekor induk kelinci tergantung pada luasnya lahan. Setiap multiplier dapat menjual karkas berkisar antara ekor setiap minggu dengan target penjualannya ke supermarket tan restoran-restoran. Tetapi Jerman bukan merupakan negara terbesar dalam memproduksi daging kelinci. Produsen daging kelinci terbesar adalah USSR (Rusia tan Ukraina) kemudian Perancis, Italia tan Spanyol (Tabel 1). Total produksi daging kelinci dari negara Eropa sebesar 85%. Negara produksi terbesar lainnya adalah Amerika Tengah, beberapa negara di Afrika, Korea tan China (LEBAS et al., 1986). SCHLOLAUT (1988) mengemukakan bahwa negara yang mengkonsumsi daging kelinci terbesar di dunia adalah Malta yaitu sebesar 8 kg/kapita/tahun, kemuthan Italia, Perancis tan Spanyol sebesar 3-4 kg/kapita/tahun tan Jerman hanya sebesar 0,6 kg/kapita/tahun. Di negara-negara produsen daging kelinci ini, kapasitas pemilikan pada setiap peternak sudah mencapai Skala industri dengan teknologi sistem pemeliharaannya sebagian besar berasal dari Perancis. Adapun negara-negara yang mempunyai kapasitas pemilikan ternak kelinci terbesar adalah Hungaria mencapai ekor induk/peternak, Rumania 5000 ekor induk/peternak, Brazil tan Uruguay masing-masing 1000 ekor induk/peternak, Italia ekor induk/peternak, Perancis 500 ekor induk/peternak (LEBAs et al., 1986) tan Jerman ekor induk/peternak (SARTIKA, 1992). Tujuan utama dari pemilikan kelinci Skala industri tersebut adalah untuk menghasilkan daging. Negara lain yang merupakan produsen daging kelinci tetapi kapasitas pemilikan pada setiap peternak tergolong rendah adalah negara-negara di Amerika Tengah seperti Mexico, Cuba, Guadeloupe tan Martinique. Berbeda dengan negara lain, Polandia disamping penghasil daging kelinci juga menghasilkan kulit bulu kelinci (fur). Kapasitas pemilikan pada setiap peternak rata-rata 5-20 ekor induk (LEBAs et al., 1986). Tabel 1. Produksi daging kelinci (berat karkas) pada tahun 1980, tan perkiraan konsumsi per kapita/tahun Negara Produksi total Perkiraan konsumsi (ribu ton per kapita/tahun(kg karkas) karkas) USSR 210 0,96 Perancis 180 3,60 Italia 160 2,80 Spanyol 120 3,60 China 60 Hongaria 40 4,00 Polandia 25 0,76 Portugis 20 2,00 Jerman Timur 20 0,88 Jerman Barat 15 0,33 Inggris 15 0,27 USA 15 0,07 Malta - 4,30 Mesir 8 0,22 Ghana 7 0,20 Peru - 0,13 Algeria 2 0,12 Columbia - 0,12 Mexico 7 0,06 Afrika Selatan - 0,04 Negara lainnya 96 Sumber : LEBAs et al. (1986) Republik China adalah penghasil bulu wool kelinci terbesar di dunia, sedangkan dagingnya 48

3 WARTAZOA Vol. 7 No. 2 Th hanya merupakan hasil samping. Sebanyak ±20 juta kelinci Angora diternakkan di China (LEBAs et al., 1986) dengan pemeliharaan secara tradisional yaitu diberikan pakan hijauan dan limbah agroindustri. Produksi wool kelinci Angora di dunia diperkirakan 4500 ton/tahun (RoUGEOT, 1986), dengan pemasok utama adalah dari China sebesar 3500 ton/tahun. Pemasok lainnya adalah Argentina sebesar 400 ton/ tahun, Perancis 140 ton/tahun, Chile 120 ton/ tahun, Jerman 30 ton/tahun dan Chekoslowakia 15 ton/tahun. Walaupun China menghasilkan produksi wool kelinci tertinggi di dunia, tetapi kualitasnya lebih rendah dari produksi negara Eropa khususnya Jerman. Sedangkan negara pengguna wool kelinci Angora adalah Jerman, Jepang, Italia, Spanyol, Swiss, Belgia, Perancis dan Amerika (RoUGEOT, 1986). PRODUKTIVITAS KELINCI PEDAGING Jenis kelinci untuk menghasilkan daging umumnya merupakan tipe besar dan tipe sedang seperti : Flemish Giant, New Zealand White, Californian dan Chincilla. Jenis yang populer saat ini untuk menghasilkan daging adalah kelinci persilangan hasil seleksi yang dikenal sebagai kelinci 'Hybrid' tipe pedaging (SARTIKA, 1992). Bila dilihat dari kemampuan reproduksinya kelinci merupakan ternak prolifik yang dapat beranak 1-12 ekor dengan rataan 8 ekor untuk jenis kelinci ras biasa dan 1-24 ekor untuk jenis kelinci 'hybrid' tipe pedaging (SCHLOLAUT, 1985). Lama bunting relatif singkat, berkisar hari dan dapat dikawinkan kembali 1-2 hari setelah beranak. Kelinci dapat dikawinkan pada umur 4-6 bulan. Produktivitas kelinci pedaging dari berbagai jenis tertera pada Tabel 2. Pada kelinci 'Hybrid' dengan sistem pemeliharaan dan perkawinan secara intensif (1-2 hari setelah beranak) atau interval beranak setiap 33 hari dengan tingkat keberhasilan kebuntingan yang cukup tinggi ditunjukkan SARTIKA (1994) bahwa dalam waktu 6 bulan, dari 200 ekor induk kelinci yang dikawinkan dengan metode inseminasi buatan (IB) terdapat 39,5% induk yang beranak terus menerus selama 5 kali (tidak pernah gagal) dan 76% induk dapat beranak 4 kali (1 kali gagal). Sehingga dalam 1 tahun produksi, seekor induk kelinci secara teoritis dapat beranak 8-10 kali. Mortalitas anak kelinci yang dipelihara secara intensif dengan manajemen yang baik cukup rendah. Dalam hal ini manajemen pemeliharaan menggunakan pakan berupa pellet dengan kandungan gizi yang cukup, sanitasi kandang dan kebersihan kandang selalu terkontrol dan pemeriksaan terhadap kesehatan ternak dilakukan setiap hari. Penggunaan metode 'fostering' juga dapat menekan mortalitas anak kelinci sampai umur sapih (4 minggu) yaitu hanya 10,4-15%. Biasanya mortalitas anak kelinci sampai umur sapih cukup tinggi t 25% (SCHLOLAUT, 1985) ; 14-27% (SARTIKA et al., 1995) dan 26-59% (RAHARJo et al., 1993). Dengan mortalitas yang rendah, total produksi yang dihasilkan untuk satu kali periode beranak sampai umur sapih dapat mencapai 4,9-5,1 kg (SARTIKA dan ZIMMERMANN, 1994). Sehingga dalam waktu satu tahun dari 1 ekor kelinci dapat diasumsikan mampu menghasilkan sapihan sebesar 44,1-45,9 kg/tahun. Untuk tujuan produksi daging, periode penggemukkan pada ternak kelinci relatif singkat. Untuk kelinci 'hybrid' tipe pedaging hanya diperlukan waktu 6-7 minggu setelah sapih, dengan kata lain kelinci tersebut baru berumur minggu dan berat potong berkisar 2,8-3,1 kg (SARTIKA, 1992). Dari data teknis tersebut dapat diperkirakan produksi daging kelinci per tahun dari seekor induk yang dipelihara secara intensif dapat mencapai 117 kg untuk kelinci ras biasa dan dapat mencapai 144 kg untuk kelinci 'hybrid' (Tabel 3). Tabel 2. Penampilan produktivitas kelinci pedaging dari berbagaijenis Tolok ukur - Jenis kelinci Lokal 1 NZW2 Hybrid Jumlah induk (ekor) Umur kawin pertama (hari) Berat induk saat kawin (kg) 2,3 3,49 4 Interval kelahiran (hari) Conception rate 1%) Saat lahir Jumlah anak/induk (ekor) 6,3 8,5 9,1 Jumlah anak hidup/induk (ekor) 5,9 8,0 8,4 Berat anak (g) 50,6 61,3 66,7 Mortalitas (%) 6,3 8,2 6,8 Saat sapih : Jumlah anak/induk (ekor) 5,5 6,5 7,8 Berat anak (kg/ekor) 0,51 0,55 0,64 Rasio (pakan/pbb) - 4,25 3,45 Mortalitas (%) 6,8 16,9 13,7 Sumber 1. SARTIKA dan DIWYANTO, RAHARJO (1988) dan LEBAS et al., (1986) 3. SARTIKA dan ZIMMERMANN (1994) dan SARTIKA (1994) 49

4 TIKE SARTIKA et al. : Peluang Ternak Kelinci sebagai Sumber Daging yang Potensial di Indonesia Tabel 3. Produksi daging dari beberapa jenis ternak Jenis ternak Sumber : SCHLOLAUT (1 982) * *) SARTIKA (1992) Berat induk dewasa (kg) Jumlah anak per tahun (ekor) Total berat karkas/tahun (kg) Konversi karkas terhadap berat induk Sapi (pasture) 500 0, ,35 Domba 60 1,5 38 0,63 Kambing 45 1,5 24 0,53 Kelinci (intensif) Kelinci 'hybrid'**) Dari Tabel 3 dapat dilihat hasil produksi daging kelinci per tahun yang jauh lebih tinggi dari produksi daging domba ataupun kambing. Bila produksi ini clikonversikan kepada berat induknya, total daging kelinci yang clihasilkan jauh lebih tinggi clibandingkan dengan. sapi, domba clan kambing yaitu masing-masing mencapai 29 kali, 0,35 kali, 0,63 kali clan 0,53 kali. Bahkan pada kelinci 'hybrid' secara teoritis dapat mencapai 36 kali berat induknya (SARTIKA, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci merupakan ternak prolifik yang cocok untuk clipelihara di negara yang populasi penduduknya cukup paclat seperti di Indonesia. Sayangnya introduksi kelinci ke Indonesia pada tahun 80-an mengalami kegagalan karena program pengembangannya tidak clipersiapkan secara matang. Kelinci hanya dibagikan begitu saja kepada peternak yang tidak mengetahui bagaimana cars memelihara clan memasarkan kelinci, sehingga kejayaan kelinci hanya bertahan 2-3 tahun saja. Pada tahun ke-4 clan ke-5 peternakan kelinci di Indonesia praktis suclah mulai menurun yang kemudian terus menghilang. Dalam kurun waktu yang relatif singkat tersebut, penelitian-penelitian mengenai budidaya kelinci baru sebatas pada aspek prod uktivitasnya saja, belum ads data-da- to penclukung mengenai konsumsi daging kelinci di Indonesia. Beberapa studi kasus yang dilakukan SUNARLIM et al. (1985) di Jawa Barat clan Yogyakarta cliketahui bahwa ternyata daging kelinci sama disukainya dengan daging ayam ras maupun ayam buras untuk masakan sate atau goreng. Begitu pula DIWYANTo et al. (1985) mengemukakan bahwa daging kelinci panggang mempunyai rasa, aroma, warns clan keempukan yang sama dengan daging ayam. Sehingga dari segi preferensi sebetulnya daging kelinci bukanlah suatu masalah, hanya barangkali faktor psikologis yang menyebabkan daging kelinci kurang disukai atau kemungkinan belum dilakukan usaha-usaha yang serius untuk memasarkan daging kelinci. Bila dilihat kualitas dagingnya, daging kelinci merupakan daging sehat clan berkualitas tinggi seperti terlihat pada Tabel 4. Protein daging. kelinci paling tinggi (21%) clibandingkan dengan protein daging ayam, babi, domba maupun sapi. Kandungan lemak dalam dagingnya pun rendah, kandungan asam lemak jenuh maupun kandungan sodiumnya rendah (Tabel 4). Sehingga bagi orang yang kegemukkan ticlak masalah untuk mengkonsumsi daging kelinci. Tabel 4. Komposisi kimia daging kelinci dari berbagai jenis ternak' I Jenis Daging Energi (kkal/kg) Protein (%) Lemak (%) Air (%) Sodium (mg/g) As.Lemak s) jenuh (%L) Kelinci Ayam , Babi ,5 54, ,6 Domba ,4 Sapi , ,3 Sumber : 1) LEBAs et al. (1986) 2) BINKER et al., 1978 dalarn RAHARJO (1988) 50

5 WARTAZOA Vo1. 7 No. 2 Th Perhitungan ekonomi mengenai kontribusi usaha ternak kelinci terhadap pendapatan petani di Indonesia juga baru beberapa saja dilakukan. ZAKARIA clan SASTRODIHARDJO (1988) mengemukakan bahwa pendapatan yang clihasilkan dari usaha ternak kelinci adalah sebesar Rp /ekor induk/tahun, dengan penjualan berupa anak kelinci lepas sapih, dewasa clan bibit sayangnya tidak disebutkan besarnya skala usaha clan prospek pengembangannya. PELUANG PASAR DAGING KELINCI Di Indonesia dewasa ini daging kelinci belum populer clibandingkan dengan daging ternak lainnya. Untuk mempopulerkannya clibutuhkan berbagai upaya antara lain dengan cara promosi atau bekerjasama dengan perusahaan pengolah makanan seperti Wendys, California, Indofood clan lain-lain. Prospek yang dapat ditavvarkan antara lain 'rabbit nugget', 'rabbit burger', 'California fried rabbit' atau dibuat jenis olahan lainnya seperti abon, dendeng, baso clan sosis. Dengan pengolahan seperti itu kemungkinan daging kelinci akan lebih diterima oleh masyarakat. mungkinkan karena saat ini, Indonesia seclang menggalakkan dunia pariwisata, sehingga arus wisatawan yang datang ke Indonesia diperkirakan semakin meningkat. Penyediaan steak daging kelinci ini suclah biasa tersedia di negaranegara Eropa. Berdasarkan pengalaman penulis (1992), khusus di kota Bonn (Jerman) yang begitu kecil dengan jumlah penducluk 291 ribu (ANONIMOUS, 1989) dapat menyerap daging kelinci untuk restoran sebesar 700 ekor/minggu. Padahal konsumsi daging kelinci di Jerman hanya 0,6 kg/kapita/tahun (SCHLOLAUT, 1988). Oleh karena itu penyediaan menu daging kelinci di restoran-restoran internasional yang sering didatangi wisatawan-wisatawan asing, terutama yang datang dari Eropa mempunyai prospek yang cukup besar. Upaya lain dapat dilakukan seperti penjualan sate kelinci perlu cligalakkan kembali dengan harga yang lebih murah dari sate ayam, mengi ngat sate kelinci mempunyai rasa yang sama dengan sate ayam (SUNARLIM et al., 1985). Dalam kondisi krisis moneter yang berlangsung saat ini, ada peluang masyarakat akan lebih memilih harga yang lebih murah, asalkan mereka memperoleh penjelasan yang jelas clan benar. Gambar 1. Karkas kelinci Upaya lainnya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan daya serap daging kelinci adalah dengan diaclakannya kerjasama dengan hotel/ restoran yang bertaraf internasional dengan menyediakan daging kelinci/steak kelinci sebagai salah satu menunya. Upaya ini sangat me- Gambar 2. Potongan pinggang kelinci Untuk masyarakat kelas menengah ke atas, pasar swalayan atau supermarket dapat dimanfaatkan untuk promosi penjualan daging kelinci. Daging kelinci hendaknya disajikan dalam bentuk potongan-potongan komersial yang cukup menarik misalnya : potongan kaki belakang/- paha, potongan pinggang, 'Schnittzel' (bagian 5 1

6 TIKE SARTIKA et al. : Peluang Ternak Kelinci sebagai Sumber Daging yang Potensial di Indonesia daging tanpa tulang yang berasal dari bagian kaki depan) clan 'roll braten' (bagian daging yang berasal dari pinggang clan 3 rusuk bagian dada, di tengahnya diisi 'schnittzel' kemudian digulung). Potongan-potongan komersial daging kelinci ini telah biasa dipasarkan di Jerman dengan tingkat harga masing-masing 2-4 kali lebih tinggi dari harga karkas ayam. Selain potongan komersial tersebut, sebaiknya pada supermarket tersebut dilakukan promosi penjualan olahan daging kelinci seperti tersedianya sate kelinci, steak kelinci, gulai kelinci, kelinci goreng clan lain-lain. Gambar 3. Roll-braten kelinci UPAYA PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KELINCI Pengembangan usaha ternak kelinci, dalam hal ini akan diarahkan pada usaha yang komersial dengan tujuan yang jelas, sasarannya bukan petani peternak gurem melainkan tenaga kerja produktif yang kena PHK karena krisis moneter saat ini. Adapun besarnya skala usaha minimal 200 ekor induk, dengan perhitungan ekonomi secara kasar mendapatkan keuntungan sebesar ± 3 juta/tahun. Dengan teknik budidaya yang dapat clitingkatkan lagi serta input produksi yang ditekan cliharapkan dapat diperoleh keuntungan yang lebih besar lagi. Untuk pengembangan usaha ternak kelinci ini, perlu kerjasama dengan berbagai instansi antara lain Depatemen Tenaga Kerja, Departemen Sosial, Koperasi, Perbankan clan Departemen Pertanian khususnya Dinas Peternakan setempat. Adapun dana yang diperlukan harus berupa kredit lunak atau berupa proyek bantuan dari pemerintah. Untuk membuka peluang pasar dengan perusahaan pengolah makanan, seiring dengan gencarnya pengusaha - pengusaha membagi - bagikan SEMBAKO, Departemen Sosial sebaiknya memberiinput kepada pengusaha khususnya pengusaha pengolah makanan bahwa sebaiknya ticlak hanya memberi ikan tetapi lebih baik memberi kailnya dengan cara menyerap produk daging kelinci untuk dijadikan makanan yang siap santap. Misalnya dengan perusahaan Indofood dibuat kerjasama untuk membuat 'Indomie sari pati kelinci' untuk kemudian sebagian produknya dibagikan untuk dipromosikan. Pengusaha lainnya misalnya California harus mau mencoba membuat 'california rabbit nugget' atau 'california fried rabbit' atau Wendys membuat 'rabbit burger' tentu saja dengan harga yang lebih murah dari daging ayam clan dapat clipromosikan di Televisi. Dengan cara promosi tersebut, kemungkinan daging kelinci dapat diterima di masyarakat. Selain itu pads pengusaha lainnya supaya dapat memanfaatkan daging kelinci sebagai salah satu menu makan siang di perusahaannya. Juga bagi setiap instansi pemerintah pada setiap rapat harus membiasakan dengan hidangan daging kelinci sebagai salah satu menunya. Kalau gagasan ini terlaksana, dengan usaha ternak kelinci akan dapat menyerap sekian banyak tenaga kerja produktif yang akan turut membantu memulihkan kembali perekonomian nasional, disamping itu peternakan kelinci akan hidup kembali. ANALISA USAHA TERNAK KELINCI SECARA INTENSW PRODUKSI DAGING UMUR 12 MINGGU 1 KK dengan skala usaha pemeliharaan 200 ekor induk (200 ekor induk clan 20 ekor pejantan) Koefisien Teknis yang cligunakan dalam perhitungan ekonomi secara kasar sbb. Produksi untuk menghasilkan anak Produksi rataan anak sapih = 7x/tahun, lama produksi 2 tahun = 7 ekor Mortalitas dari sapih sampai umur = 10% potong Berat umur potong (12 minggu) = 2,8 kg Persentase karkas = 50% Harga karkas/kg = Rp 6.500,- 5 2

7 WARTAZOA Vo% 7 No. 2 Th Mortalitas induk Perhitungan Produksi anak sapih (= 200 ekor x 7 x 7 ekor) Jumlah anak sampai umur potong (= (10% x 9800)) Total Gross Output = 5%/tahun = 9800 ekor = 8820 ekor Tenaga kerja = 12 x Rp = Rp , ,- Total biaya tidak tetap ( = Rp , ) Produksi = 50% x 2,8 kg x = kg karkas 8820 ekor Keuntungan = Penerimaan - (Biaya tetap + biaya Penerimaan = x = Rp ,- kotor/tahun tidak tetap) Rp 6.500,- = Rp ( Culling per = 0,9 x 220 ekor x = RP , ) 2 tahun 3,5 x 50% x Rp Rp 6.000,- Rp ,- Penerimaan culling per tahun = Rp ,- Keuntungan = Rp ,- Total = Rp ,- = Rp ,- kotor/bulan penerimaan ,- kotor Total Gross Input Biaya Tetap Bangunan Kandang (10 tahun) = 10 juta Biaya per tahun = 10 juta/10 = Rp ,- Kandang dan peralatan (5 tahun) Kandang induk = 220 x = Rp ,- dan pejantan Biaya per tahun = Rp ,- Kandang : 8820/5 x = Rp ,- pembesaran Biaya per tahun = Rp ,- Total biaya = ( = Rp ,- tetap/tahun ) Biaya Tidak Tetap Bibit Untuk 2 tahun : Induk : 200 x Rp = Rp , Pejantan : 20 x Rp = Rp , Biaya = Rp ,- bibit/tahun Pakan Induk dan : 220 x 365 x = Rp ,- pejantan 0,1 kg x Rp 700,- Sapihan : 8820 x 84 = Rp ,- hari x 0.08 kg x Rp 900,- Obat-obatan = Rp ,- /tahun KENDALA YANG DIHADAPI Kendala yang dihadapi untuk pengembangan kelinci ini, diperlukan kepercayaan dari pemerintah untuk mau mencoba mengembang kan kelinci kembali dengan diadakannya kerjasama antara berbagai departemen dan pengusaha pengolah makanan dalam memasarkan produknya serta diperlukan usaha promosi agar produk olahan kelinci dapat diterima di masyarakat. Begitu pula terhadap tenaga kerja produktif yang terkena PHK tersebut harus percaya diri bahwa dengan usaha ternak kelinci mempunyai peluang bisnis yang menguntungkan dimasa mendatang. Diperlukan modal yang tidak sedikit dalam pengembangan usaha ternak kelinci ini, oleh karena itu diperlukan bantuan proyek dari peme rintah ataupun kredit lunak yang tidak memberatkan. KESIMPULAN Dalam menghadapi era globalisasi, kelinci merupakan ternak yang mempunyai kemampuan kompetitif untuk diusahakan secara komersial terutama sebagai penghasil daging. Indonesia mempunyai peluang untuk pengembangan usaha ternak kelinci karena mempunyai potensi dalam penyediaan pakannya yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (banyaknya hijauan dan limbah agroindustri pertanian), banyaknya tenaga kerja produktif, tidak memerlukan lahan yang luas sehingga masih dapat diusahakan di lahan-lahan yang terbatas dan produknya dapat digunakan sebagai makanan siap santap sebagai pengganti daging ayam. 53

8 TIKE SARTIKA et al. : Peluang Ternak Kelinci sebagai Sumber Daging yang Potensial di Indonesia DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS Facts about Germany. The Federal Republic of Germany. Bertelsmann Lexikon Verlag GmbH, Braunschweig, Germany. DIWYANTO, K., R. SUNARLIM, dan P. SITORUS Pengaruh persilangan terhadap nilai karkas dan preferensi daging kelinci panggang. Ilmu dan Peternakan, vol 1(10)= LEBAS, R., P. COUDERT, R. ROUVIERT, dan H. DE RCOHAMBEAU The Rabbit Husbandary, Health and Production. FAO. Animal Production and Health, series no. 21, Rome. RAHARJO, Y.C Rex : Breed alternatif untuk pengembangan kelinci. Kumpulan Makalah. Seminar Eksport Ternak Potong, DEPTAN, Jakarta. RAHARJO, Y. C., F. X. WIJANA dan T. SARTIKA Pengaruh jarak kawin setelah beranak terhadap performans reproduksi kelinci Rex. Ilmu dan Peternakan vol 6 (1) : ROUGEOT, J Wool or fur production in rabbits. In : Agriculture rabbit production system including welfare. Proc. Sem. In the community pro gramme for the coordination of Agr. Res. Turin, Italy. SARTIKA, T dan K. DIWYANTO Produktivitas kelinci lokal : Littersize, pertumbuhan, mortalitas dan kondisi induk. Ilmu dan Peternakan vol 2(3) : SARTIKA, T Kunjungan langsung pada peternakan kelinci di Jerman. Laporan. Balai Penelitian Ternak. SARTIKA, T Inseminasi buatan (IB) pada kelinci ditinjau dari beberapa tingkat kelahiran (Parity). Proc. Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II. LIPI, Cibinong-Bogor. SARTIKA, T Penggemukkan kelinci lepas sapih untuk produksi daging. Proc. Seminar Peran Peternakan dalam Pembangunan desa tertinggal, Universitas Semarang, Semarang. SARTIKA, T. dan E. ZIMMERMANN Pengaruh 'fostering' terhadap tingkat mortalitas dan pertumbuhan anak kelinci sebelum sapih. Proc. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Balai Penelitian Ternak-Ciawi, Bogor. SARTIKA, T., Y. C. RAHARJO, A. HABIBIE, dan D. PURNAMA Kebutuhan energi dan protein pada phase gestasi dan laktasi. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. SCHLOLAUT, W The nutrition of the rabbit. Information Animal Nutrition. Roche, Germany. SCHLOLAUT, W Production Technique. In : A compendium of rabbit production. Appropriate for condition in developing countries, Eschborn, Germany. SCHLOLAUT, W Kaninchen produktion - ein lohnender Betriebszweig? : Markt and Produktions technik. Der Tierzuchter, no SUNARLIM, R., ABUBAKAR, TRIYANTINI, dan C. H. SIRAIT Penerimaa n daging kelinci oleh konsumen. Proc. Sem. Nas. Peternaka n dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor, hal : ZAKARIA, M. M. dan S. SASTRODIHARDJO Beternak kelinci untuk menunjang kehidupan keluarga. Proc. Sem. Nas. Peternaka n dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN

PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN BROTO WIBOWO, SUMANTO dan E. JUARINI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Pengembangan ternak kelinci sudah dimulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.

Lebih terperinci

TRIYANTINI. Balai Penelitian Temak PO Box 221, Ciawi-Bogor 16002

TRIYANTINI. Balai Penelitian Temak PO Box 221, Ciawi-Bogor 16002 PENGOLAHAN DENDENG ITIK SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN TRIYANTINI Balai Penelitian Temak PO Box 221, Ciawi-Bogor 16002 PENDAHULUAN Ternak itik cukup populer di Indonesia, banyak clibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA 2000 PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras) atau ayam sayur. Ayam kampung memiliki kelebihan pada daya adaptasi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneli gram sehingga daya hidup anak menjadi rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya mortalitas antara lain :

Lokakarya Fungsional Non Peneli gram sehingga daya hidup anak menjadi rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya mortalitas antara lain : Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 TEKNIK FOSTERING SEBAGAI TINDAKAN ALTERNATIF DALAM USAHA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS INDUK KELINCI R. Denny Pumama Balai Penelitian Temak Ciawi, P.O. Box 221-, Bogor

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KELINCI MENDUKUNG PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT DI KOTA BATU THE POTENCY OF DEVELOPING FARMING RABBITS SUPPORTS INCREASING NUTRITIONS INTAKE OF PEOPLE IN BATU CITY Siti Istiana

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging nasional sekitar ton per tahun, namun belum

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging nasional sekitar ton per tahun, namun belum 54 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan daging nasional sekitar 300.000 ton per tahun, namun belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Lebih dari 30% pemenuhan permintaan daging

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS BAMBANG KUSHARTONO Balai Penelitian Ternak, PO BOX221, Bogor 16002 RINGKASAN Ayam buras merupakan salah satu sumber protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian. Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya banyak menderita anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini dikarenakan kurangnya mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA I Wayan Mathius Balai Penelitian Ternak, Bogor PENDAHULUAN Penyediaan pakan yang berkesinambungan dalam artian jumlah yang cukup clan kualitas yang baik

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252 PENDAHULUAN Usaha pengembangan produksi ternak sapi potong di Sumatera Barat selalu dihadapi dengan masalah produktivitas yang rendah. Menurut Laporan Dinas Peternakan bekerja sama dengan Team Institute

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengelolaan usahatani pada hakikatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan. Perilaku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online Nama : Rizal Alan Yahya Kelas : S1-SI-09 NIM : 11.12.6004 Tugas : Lingkungan Bisnis Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online 1 A. Abstrak Tujuan dari pembuatan toko online ini adalah untuk pengembangan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub-sektor di dalam sektor pertanian yang berperan dalam kegiatan pengembangbiakan dan membudidayakan ternak untuk mendapatkan manfaat dan

Lebih terperinci

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Ayam Kedu merupakan salah satu jenis kekayaan alam (fauna) yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF HETI RESNAWATI dan IDA A.K. BINTANG Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Pengembangan ternak ayam lokal sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Perkembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI

KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI Tema Teknis Fangsional :`'on PenelHt 2002 KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI LWAYAN PASEK SUMADIA DAN R.DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak,Po.Box 221 Bogor 16002 Usaha Pemerintah dalam memenuhi

Lebih terperinci

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

BISNIS PETERNAKAN BEBEK BISNIS PETERNAKAN BEBEK DI SUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN TUGAS KULIAH LINGKUNGAN BISNIS OLEH : AGUNG NUR ROHMAN 11.01.2897 PROGRAM STUUDI TEKNIK INFORMATIKA (D3) STMIK AMIKOM YOGYAKARTA A. Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian. Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan yang strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI

PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI I. WAYAN PASEK SUMADIA DAN R.DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Ketidak berdayaan

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Pengolahan Daging dan Kulit Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Penanganan Pemasaran Ternak Kelinci

Pengolahan Daging dan Kulit Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Penanganan Pemasaran Ternak Kelinci Pengolahan Daging dan Kulit Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Penanganan Pemasaran Ternak Kelinci Pendahuluan Kusmajadi Suradi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Daging merupakan bahan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING BENNY GUNAWAN, DESMAYATI ZAINuDDIN, TIKE SARTmA, danabubakar

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci