MANUAL SILVIKULTUR MANGROVE DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANUAL SILVIKULTUR MANGROVE DI INDONESIA"

Transkripsi

1 MANUAL SILVIKULTUR MANGROVE DI INDONESIA OLEH : CECEP KUSMANA ISTOMO CAHYO WIBOWO KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA DAN 1 diskripsi jenis mangrove KOREA INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (KOICA) The Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area damaged by Tsunami in Aceh Project

2 Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia Oleh: Cecep Kusmana Istomo Cahyo Wibowo Sri Wilarso Budi R Iskandar Zulkarnaen Siregar Tatang Tiryana Sukristijono Sukardjo MINISTRY OF FORESTRY KOREA INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (KOICA) The Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area damaged by Tsunami in Aceh 2 diskripsi jenis mangrove

3 Project MANUAL SILVIKULTUR MANGROVE DI INDONESIA Penulis : Cecep Kusmana Istomo Cahyo Wibowo Sri Wilarso Budi R Iskandar Zulkarnaen Siregar Tatang Tiryana Sukristijono Sukardjo Editor bahasa Arzyana Sunkar Tata letak Samsuri Ilustrasi gambar 3 diskripsi jenis mangrove

4 Tarma Purwanegara Diterbitkan oleh : KOREA INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (KOICA) The Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area damaged by Tsunami in Aceh Project 4 diskripsi jenis mangrove

5 KATA PENGANTAR Sebagai negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau dengan garis pantai sekitar 95,181 km tidak mengherankan Indonesia mempunyai mangrove yang begitu luas dengan keanekaragaman jenis hayati yang tinggi. Oleh karena itu, bagi negara Indonesia mangrove tidak hanya berperan penting bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas sumberdaya dan lingkungan beserta kualitas kehidupan masyarakat pesisir, namun juga penting bagi kedaulatan pertahanan keamanan negara beserta menunjang kedaulatan pangan penduduk pesisir tersebut. Dengan demikian bagi negara Indonesia mangrove merupakan salah satu modal pembangunan yang penting dan hal ini sudah terbukti sejak dulu hingga sekarang ini. Namun sejalan dengan bertambah pesatnya pembangunan ekonomi, cukup banyak hutan mangrove dikonversi menjadi berbagai bentuk penggunaan lahan lain, terutama dikonversi menjadi tambak dan berbagai sarana prasarana penunjang kegiatan pembangunan. Akibatnya, saat ini lebih dari 50 % mangrove di Indonesia berada dalam kondisi rusak. Bahkan di beberapa lokasi, kerusakan mangrove tersebut diperparah oleh kejadian bencana alam, seperti tsunami di Nias dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) serta banjir air pasang (banjir rob) di beberapa bagian wilayah Indonesia sehingga hutan-hutan mangrove di beberapa wilayah tersebut hilang sama sekali. Mengingat pentingnya peranan mangrove bagi produktivitas ekosistem pesisir dan bagi kehidupan masyarakat pesisir, maka sepatutnyalah mangrove yang rusak harus segera direhabilitasi dan atau hutan-hutan tanaman mangrove dibangun di lokasi-lokasi yang sesuai. Sehubungan dengan itu, agar hutan mangrove yang direhabilitasi dan dibangun tersebut berperan sebagaimana mestinya seperti disebutkan di atas, maka Korea Internasional Cooperation Agency (KOICA) memandang perlu disusunnya suatu manual silvikultur mangrove yang sesuai untuk kondisi lingkungan di Indonesia. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Jakarta, Oktober 2008 Manager Proyek Manajer Proyek untuk Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Daerah Pesisir yang Rusak oleh Tsunami di Aceh Kim, Sang Kyun 5 diskripsi jenis mangrove

6 6 diskripsi jenis mangrove

7 KATA PENGANTAR Indonesia adalah sebuah negara maritim yang terdiri atas lebih dari buah pulau dengan garis pantai sepanjang km, dan mempunyai variasi iklim yang besar yang mendukung beragam vegetasi yang tumbuh dari mulai wilayah pesisir sampai wilayah pegunungan. Sebagian besar garis pantai Indonesia mempunyai hutan mangrove yang lebarnya berkisar dari beberapa meter sampai beberapa kilometer. Hutan-hutan mangrove tersebut mempunyai diversitas spesies tumbuhan dan fauna yang besar yang bermanfaat untuk menghasilkan berbagai produk berharga untuk mendukung kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat pesisir akan pangan, minuman, obat-obatan dan bahan bangunan. Disamping itu, hutan mangrove juga memberikan berbagai jasa lingkungan seperti perlindungan garis pantai dari abrasi, pengendalian intrusi air laut, pencegahan kerusakan dari badai dan ombak yang terlalu kuat, pemurnian air pesisir dari polutan, dan jasa lain untuk mempertahankan kualitas lingkungan wilayah pesisir agar lebih nyaman bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Selama beberapa dasawarsa, mangrove Indonesia merupakan salah satu dari megadiversitas mangrove dunia, yang mengalami tekanan yang berat berupa eksploitasi berlebihan dan konversi menjadi penggunaan lain seperti tambak, areal industri, pemukiman, dan sebagainya, sehingga banyak hutan mangrove di Indonesia telah menurun kualitasnya dan bahkan lenyap. Karena mangrove mempunyai peranan penting untuk mendukung kehidupan penduduk pesisir dan pembangunan ekonomi negara, serta untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan wilayah pesisir, maka mangrove yang rusak harus direhabilitasi dengan baik. Sehubungan dengan itu, untuk mencapai keberhasilan rehabilitasi mangrove di Indonesia, KOICA (Korea International Cooperation Agency) berinisiatif untuk menerbitkan sebuah buku berjudul MANUAL SILVIKULTUR MANGROVE DI INDONESIA. Kami berharap buku ini dapat menjadi salah satu referensi bagi semua pihak yang akan berpartisipasi dalam rehabilitasi mangrove, ataupun dalam membangun hutan tanaman mangrove di Indonesia. Jakarta, Oktober 2008 Ir. Djoko Winarno Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan 7 diskripsi jenis mangrove

8 UCAPAN TERIMA KASIH Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Mr. Kim Sang Kyun, sebagai Manajer Proyek untuk Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Daerah Pesisir yang Rusak oleh Tsunami di Aceh Korea International Cooperation Agency (KOICA) atas kepercayaannya memberikan kesempatan kepada kami untuk menulis buku Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Kami juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada Sdr. Iwan T.C. Wibisono, Sdr. Nyoto Santoso, Sdr. Chairil Anwar, Sdr. Soewarno Hasanbahri, Sdr. Adi Triswanto, Sdr. Sugeng Purnomo, Sdr. Sudarmadji, dan Sdr. Suhardjono atas masukannya yang sangat berharga untuk memperkaya subtansi buku ini; kepada Sdri. Arzyana Sungkar dan Sdr. Samsuri atas upayanya dalam mengetik, memformat teks dan mengedit buku ini; dan kepada Sdr. Tarma Purwanegara atas bantuannya membuat gambar dan ilustrasi dalam buku ini. 8 diskripsi jenis mangrove

9 DAFTAR ISI Teks KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman i vi vii ix I. MANUAL IDENTIFIKASI JENIS-JENIS POHON MANGROVE DI INDONESIA Definisi mangrove Penyebaran alami jenis-jenis pohon mangrove Kondisi lingkungan untuk mangrove Kategorisasi spesies mangrove Pengelompokan spesies mangrove Parameter identifikasi spesies Matriks kunci pengenalan spesies Jenis-jenis tumbuhan mangrove Deskripsi spesies pohon mangrove Deskripsi pemanfaatan mangrove di Indonesia Fungsi-fungsi mangrove Nilai-nilai dan kegunaan mangrove Produk-produk (hasil) langsung dan tak langsung Penggunaan mangrove secara komersial saat ini Penggunaan habitat mangrove Penggunaan potensial II. MANUAL PERSEMAIAN Latar belakang Tujuan pembuatan persemaian Macam-macam tipe persemaian Tahapan pembuatan persemaian Perencanaan persemaian Persiapan persemaian Perbenihan Pembuatan media tabur dan media sapih diskripsi jenis mangrove

10 Cara pengecambahan benih mangrove Penyapihan bibit Pemeliharaan persemaian Seleksi dan pengangkutan Administrasi persemaian Organisasi persemaian III. MANUAL PENANAMAN MANGROVE Latar belakang Tujuan penanaman Tahapan kegiatan penanaman Perencanaan penanaman Persiapan lahan areal penanaman Teknik penanaman Pemeliharaan tanaman mangrove Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove Justifikasi kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman Teknik monitoring dan evaluasi Monitoring pertumbuhan dan evaluasi tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman yang berumur lebih dari 3 tahun DAFTAR PUSTAKA diskripsi jenis mangrove

11 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Penyebaran spesies pohon mangrove utama (sejati) dan penunjang di Indonesia Famili dan genus dalam kelompok mangrove utama Famili dan genus dalam kelompok mangrove penunjang Bentuk tumbuhan mangrove Tipe akar tumbuhan mangrove Susunan daun tumbuhan mangrove Bentuk helai daun tumbuhan mangrove Bentuk ujung daun tumbuhan mangrove Posisi bunga Infloresensi (tatanan kelompok bunga) pada mangrove Bentuk buah Nama ilmiah, nama famili, dan nama daerah tumbuhan kelompok mangrove utama dan penunjang di Indonesia Penggunaan beberapa jenis tumbuhan mangrove untuk keperluan lainnya Penggunaan tradisional vegetasi mangrove di bagian timur Indonesia (Maluku, Papua) (Sukardjo, 2007) Penggunaan saat ini dan yang potensial dari beberapa spesies mangrove di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Sukardjo, 2007) Tata waktu pembuatan persemaian Ciri buah atau benih yang masak dari beberapa jenis mangrove Kondisi tempat penyimpanan beberapa jenis mangrove Kedalaman penyemaian benih beberapa jenis mangrove Hama penyerang mangrove dan pencegahannya Lama pemberian naungan dan lama naungan dibuka di persemaian sebelum ditanam Spesifikasi semai siap tanam Daftar alat-alat dan sarana prasarana Daftar persediaan bahan di persemaian Daftar kemajuan pekerjaan persemaian Daftar mutasi bibit di persemaian Daftar mutasi bibit gabungan diskripsi jenis mangrove

12 28. Daftar persediaan bibit Daftar persediaan bibit gabungan Hubungan antara salinitas, kelas penggenangan air pasang surut dengan penyebaran spesies mangrove Kesesuaian beberapa spesies mangrove berdasarkan posisi relatif tinggi permukaan tanah terhadap permukaan air pasang (pasang purnama dan pasang perbani) Preferensi beberapa jenis mangrove terhadap tanah Jarak tanam anakan dalam propagul yang yang dipraktekkan di beberapa negara Kebutuhan tenaga kerja untuk penanaman di areal bekas tambak udang (satuan: hari orang kerja / hektar) Kebutuhan tenaga kerja untuk penanaman dengan menggunakan propagul Luas plot contoh, jarak antar plot contoh, dan intensitas sampling yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pendugaan potensi tegakan di hutan tanaman Rekapitulasi data per plot untuk pendugaan proporsi pohon yang terserang hama dan penyakit Rekapitulasi jumlah pohon yang terserang penyakit Rekapitulasi data per plot untuk pendugaan jumlah individu Rumus-rumus statistik untuk pendugaan jumlah individu tiap jenis atau total seluruh jenis Rekapitulasi data per plot untuk pendugaan volume tegakan diskripsi jenis mangrove

13 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Tata letak persemaian mangrove sementara Tata letak persemaian permanen modern Diagram alir tahapan pembuatan persemaian Kedalaman penyemaian benih pada media semai dari beberapa jenis mangrove Struktur organisasi pengelolaan persemaian Diagram alir kegiatan penanaman mangrove Sketsa pembenaman propagul di lokasi penanaman Bibit Rhizophora sp. di areal persemaian Corer yang digunakan untuk mengambil anakan alam Pola tanam bujursangkar Pola tanam model zig-zag (untu walang) Pola tanam sistem kluster Penanaman mangrove dalam lumpur pada saat surut Struktur organisasi kegiatan penanaman Penanaman anakan ke dalam lubang tanam Model sistem wanamina yang umum di Indonesia Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam kawat (a), berupa tripod (b), guludan tanah (c) dan cerucuk bambu dan kayu (d) Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b) Hama kepiting yang merusak batang anakan mangrove Sampah rumput laut dan lumut yang mengganggu anakan mangrove Alur kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove Denah sensus pohon untuk monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove yang berumur kurang dari 3 tahun Sebaran dan posisi pohon yang mati (diberi tanda X) pada setiap anak petak Rancangan sampling pada peta untuk systematic random sampling dengan unit contoh berupa plot lingkaran diskripsi jenis mangrove

14 14 diskripsi jenis mangrove

15 I. MANUAL IDENTIFIKASI JENIS-JENIS POHON MANGROVE DI INDONESIA 1.1. Definisi mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macnae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan, baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang terletak diantara pasang tertinggi sampai daerah yang mendekati ketinggian rata-rata air laut, atau lebih tinggi dari permukaan air laut, yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Dengan demikian secara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna,dan muara sungai yang terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin). Adapun ekosistem mangrove adalah merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove. Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas : (1) satu atau lebih jenis tumbuhan yang hidupnya terbatas hanya di habitat mangrove, (2) jenis tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove, (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut pohon, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain), baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, atau terbatas hanya di habitat mangrove, (4) proses-proses alamiah dinamis yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini, baik 15 diskripsi jenis mangrove

16 yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, (5) mud flat (dataran lumpur) yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut, dan (6) penduduk yang tinggal, baik di dalam maupun di sekitar hutan mangrove. Tomlinson (1984) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni (1). Flora mangrove sejati (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang hanya tumbuh di habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar napas / udara dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam (mengeluarkan garam untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan). Contohnya adalah jenisjenis dari genus Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera dan Nypa. (2). Flora mangrove penunjang (minor), yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya adalah Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. (3). Tumbuhan asosiasi mangrove, yakni flora yang berasosiasi dengan tumbuhan mangrove sejati dan penunjang, contohnya adalah jenis-jenis dari genus Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. Di lapangan, flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi), tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi zonasi mangrove adalah : (1). Pasang surut, yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air serta tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan. (2). Tipe tanah, yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. (3). Kadar garam tanah dan air, yang berkaitan dengan toleransi species terhadap kadar garam. (4). Cahaya, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti jenis-jenis dari genus Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. 16 diskripsi jenis mangrove

17 1.2. Penyebaran alami jenis-jenis pohon mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia). Penyebaran hutan mangrove terbatas dari daerah tropika sampai 32 0 LU dan 38 0 LS. Menurut Chapman (1975), penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : 1. The Old World Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa. Kelompok ini disebut pula Grup Timur. 2. The New World Mangrove yang meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, dan pantai Pasifik Amerika dan kepulauan Galapagos. Kelompok ini disebut pula Grup Barat. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan IPB bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial pada tahun 1999, luas mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 9,2 juta ha yang terdiri atas 3,7 juta ha di dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan hutan. Selanjutnya dilaporkan bahwa saat ini sekitar 43 % (1,6 juta ha) mangrove di kawasan hutan dan 67 % (3,7 ha) mangrove di luar kawasan hutan sedang mengalami kerusakan akibat eksploitasi yang kurang terkendali, konversi ke bentuk pemanfaatan lain, pencemaran, bencana alam, dan lainlain. Struktur dan komposisi mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan wilayah lain. Di Indonesia dapat ditemukan tegakan Avicennia marina dengan ketinggian 1-2 m pada pantai yang tergenang air laut terus menerus, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan tinggi lebih dari 30 m. Pada pantai terbuka, dapat ditemukan jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba, sementara di sepanjang sungai yang mempunyai salinitas yang lebih rendah banyak ditemukan jenis palem Nypa fruticans dan Sonneratia caseolaris. Dilain pihak kawasan mangrove sekunder, didominasi oleh anakan mangrove dan berbagai jenis semak atau herba, misalnya Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum. Jenis-jenis pohon mangrove umumnya menyebar di pantai yang terlindung dan di muara-muara sungai, dengan komposisi jenis yang berbeda-beda bergantung pada kondisi habitatnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, 17 diskripsi jenis mangrove

18 dapat disimpulkan bahwa penyebaran jenis mangrove tersebut berkaitan dengan salinitas, jenis tanah, tipe pasang, dan frekuensi penggenangan. Flora mangrove terdiri atas pohon, epifit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching and Saenger (1987), di seluruh dunia terdapat lebih dari 20 famili flora mangrove, yang terdiri dari 30 genus, dengan anggota lebih dari 80 jenis. Sejauh ini di Indonesia tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis merupakan jenis mangrove sejati (true mangrove) dan selebihnya merupakan jenis mangrove asosiasi (associate mangrove). Dari 43 jenis mangrove sejati tersebut 33 jenis diantaranya merupakan jenis berhabitus pohon atau semak yang besar maupun yang kecil. Di Indonesia sendiri terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya (Papua), 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Nusa Tenggara. Sebaran jenis mengrove di pulau-pulau di Indonesia dapat dilihat pada Tabel diskripsi jenis mangrove

19 Tabel 1. Penyebaran jenis pohon mangrove utama (sejati) dan penunjang di Indonesia No Species Island Java Bali&LSI* Sumatra Kalimantan Sulawesi Maluku Papua 1 Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornea octodonta Phoenix paludosa + 22 Pemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii diskripsi jenis mangrove

20 1.3. Kondisi lingkungan untuk mangrove Percival and Womersley (1975) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi mangrove adalah struktur fisiografi wilayah, daya akresif atau erosif dari laut atau sungai, pengaruh pasang surut, kondisi tanah, serta kondisi-kondisi tertentu yang disebabkan oleh eksploitasi. Dalam hal fisiografi, kondisi yang menguntungkan untuk mangrove adalah adanya teluk dangkal yang terlindung, estuaria, laguna, dan sisi semenanjung atau pulau dan selat yang terlindung. Selain itu, Chapman (1975a) menyatakan bahwa banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi rawa-rawa mangrove, tetapi faktor yang terpenting adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus air. Meskipun keberadaan rawa-rawa mangrove tidak tergantung pada iklim, dan ditemukan pada kondisi yang selalu basah ataupun pengaruh musiman (Tomlinson, 1986; Percival and Womersley, 1975), tetapi keberadaan mangrove yang luas, nampaknya bergantung pada tujuh faktor dasar berikut ini (Chapman, 1975b): (1). Suhu udara Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat pada wilayah yang suhu rata-rata di bulan terdinginnya, lebih dari dari 20 o C dengan kisaran musimannya tidak melebihi 5 o C, kecuali di Afrika Timur dimana kisarannya bisa mencapai 10 o C. (2). Arus laut Perlu dicatat bahwa batas bagian selatan penyebaran mangrove dari pantai bagian barat Afrika, berkaitan dengan perbatasan antara upwelling air dingin dengan arus air hangat bagian selatan. Situasi yang sama juga terjadi untuk pantai barat Australia dan Amerika Selatan dimana terdapat penyebaran mangrove yang sangat terbatas, dimana arus Humboldt yang dingin terjadi. Arus tersebut mengarah ke utara, dan ini menghambat benih yang mengapung untuk hanyut ke selatan. Kemungkinan, bila benih-benih mangrove ditanam di bagian selatan dari penyebarannya sekarang di perbatasan Australia bagian barat, Afrika Selatan dan Amerika Selatan bagian barat, mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik. 20 diskripsi jenis mangrove

21 (3). Perlindungan Mangrove berkembang baik di pantai-pantai yang terlindung dari ombak yang kuat atau pengaruh pasang surut yang terlalu kuat yang dapat menyapu anakan mangrove sebelum tumbuh mapan. Perlindungan seperti itu diberikan oleh teluk, laguna, estuaria dibelakang semenanjung dan gosong lepas pantai, dan di selat yang sempit. (4). Pantai yang dangkal Pantai-pantai yang dangkal memberikan kesempatan berkembangnya mangrove yang luas. Meskipun demikian, pada pantai yang dasar lautnya curam, mangrove tepian (fringe mangroves) cenderung berkembang dengan baik. (5). Air masin Kandungan garam dalam air bukan merupakan prasyarat untuk pertumbuhan mangrove, meskipun toleransi terhadap garam memungkinkan jenis mangrove tumbuh di wilayah tropika beriklim arid (kering) dimana mereka tidak akan bisa hidup seperti tanaman darat. Mangrove biasanya ditemukan di wilayah tropika basah, walaupun ada juga mangrove yang bisa hidup di daerah pantai di gurun. Di wilayah tropika basah, mangrove menstimulasi terjadinya hutan rawa air tawar atau hutan riparian. (6). Kisaran pasang surut. Pasang surut dan fenomena yang terkait dengannya, nampaknya mengendalikan zonasi vertikal dari beberapa jenis mangrove. Suatu kisaran pasang surut yang besar, yang dibarengi dengan pantai dengan dasar laut yang landai, akan mendorong berkembangnya mangrove yang ekstensif. (7). Substrat lumpur Walaupun mangrove tumbuh pada pasir, lumpur, gambut, dan batuan koral, tetapi mangrove yang luas biasanya ditemukan pada tanah-tanah lumpur atau yang berlumpur. Tanah-tanah seperti itu biasanya ditemukan di sepanjang pantai berdelta, laguna, dan estuaria. Tanah-tanah volkanik, seperti yang terdapat di Indonesia, bersifat kondusif bagi mangrove. 21 diskripsi jenis mangrove

22 Menurut Hamilton dan Snedaker (1984), sumberdaya mangrove bersifat terbarukan hanya bila proses-proses ekologis yang mengatur sistem tersebut dipertahankan. Proses ekologis internal yang menyebabkan bisa dipertahankannya dan bisa diperbaharuinya ekosistem mangrove adalah bergantung pada proses eksternal berikut ini : (1) percampuran antara air masin (pasang surut) dengan air tawar (air sungai) yang seimbang, (2) pasokan hara yang memadai, dan (3) substrat yang stabil. Menghilangkan satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut akan merusak atau menghilangkan sifat terbarukan dari sumberdaya tersebut Kategorisasi jenis mangrove Pengelompokan jenis mangrove Secara floristik, jenis tumbuhan di hutan mangrove dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok mangrove utama, kelompok mangrove penunjang dan assosiasi mangrove (Tomlinson, 1984). a. Kelompok mangrove utama Jenis yang termasuk ke dalam kelompok mangrove utama ini memiliki karakteristik berikut : a. Hanya hidup di habitat mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar ke daratan. b. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk tegakan murni. c. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti adanya akar permukaan (akar napas / akar udara) dan buah vivipar. d. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. e. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level marga (genus). Famili dan genus dari kelompok mangrove utama dapat dilihat pada Tabel 2 22 diskripsi jenis mangrove

23 Tabel 2. Famili dan genus dalam kelompok mangrove utama No. Famili Genus 1. 1 Avicenniaceae Avicennia 2. Combretaceae Lumnitzera 3. Palmae/Arecaceae Nypa 4. Rhizophoraceae Bruguiera Ceriops Kandelia Rhizophora 5. Sonneratiaceae Sonneratia Sumber : Tomlinson (1984) 23 diskripsi jenis mangrove

24 b. Kelompok mangrove penunjang Jenis-jenis dari kelompok ini tidak dominan di dalam komunitas mangrove sehingga kehadirannya tidak berperan dominan dalam struktur morfologis komunitas mangrove. Mereka banyak tumbuh di tepi atau batas luar habitat mangrove serta jarang membentuk tegakan atau komunitas murni. Famili dan genus dari kelompok mangrove penunjang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Famili dan genus dalam kelompok mangrove penunjang No. Famili Genus 1. Bombacaceae Camptostemon 2. Euphorbiaceae Excoecaria 3. Lythraceae Pemphis 4. Meliaceae Xylocarpus 5. Myrsinaceae Aegiceras 6. Myrtaceae Osbornia 7. Pellicieraceae Pelliciera 8. Plumbaginaceae Aegialitis 9. Pteridaceae Acrostichum 10. Rubiaceae Scyphiphora 11. Sterculiaceae Heritiera 12. Arecaceae Phoenix* 13. Bignoniaceae Dolichandrone* Sumber : Tomlinson (1984) * = ditambahkan oleh penulis c. Kelompok tumbuhan assosiasi mangrove Tumbuhan asosiasi mangrove ini tidak pernah menjadi penghuni komunitas mangrove sejati. Mereka ditemukan hanya sebagai vegetasi transisi. Jumlah mereka belum bisa dipastikan dan baru bisa diperkirakan secara subyektif, dan tentu saja jumlah ini akan bertambah, terutama bila tumbuhan tak berkayu dimasukkan. 24 diskripsi jenis mangrove

25 Parameter identifikasi jenis 1. Bentuk tumbuhan Bentuk tumbuhan dibagi ke dalam lima kategori, yaitu : (1). Pohon (2). Semak (3). Liana (4). Paku/palem, dan (5). Herba/rumput. 2. Akar nafas /akar udara(aerial root) Ada lima macam akar nafas (akar udara), yaitu : (1) Akar tunjang (Stilt-root): Akar udara yang melengkung, yang kontak dengan udara. Muncul dari batang utama dan cabang-cabang bawah, lalu memanjang kearah luar dan melengkung kebawah (ke tanah). (2) Akar nafas /akar pasak /Pneumatofor (Pneumatophore): Akar yang berbentuk mirip pensil atau mirip kerucut, muncul (menonjol) kearah atas dari akar / perpanjangan akar yang horizontal yang terpendam didalam tanah. (3) Akar lutut (Knee-root): Akar horizontal, terlihat diatas permukaan tanah, yang melengkung keatas dan kebawah permukaan tanah, dan mempunyai struktur mirip tombol dibagian atasnya. (4) Akar papan (Plank-root): Akar horizontal, terlihat di atas permukaan tanah, berkelok-kelok kearah samping mirip ular. (5) Banir (Buttress): Akar berstruktur mirip papan yang berkembang secara radial dari bagian bawah batang, yang membantu batang tanaman agar tetap tegak. 3. D a u n a. Komposisi daun : (1) Tunggal (Simple): mempunyai satu tangkai dan satu helai daun, tidak mempunyai anak daun. (2) Majemuk (Compound): mempunyai lebih dari satu helai daun. Istilah daun majemuk biasanya diberikan kepada yang komposisi daunnya trifoliate (berdaun tiga), palmate (menjari) dan pinnate (menyirip). b. Susunan daun : (1) Berhadapan (Opposite): dua buah daun terletak berhadapan pada satu buku yang sama pada ranting, cabang, atau batang. 25 diskripsi jenis mangrove

26 (2) Berseling (Alternate) : hanya ada satu daun pada tiap buku pada ranting, cabang, atau batang. c. Bentuk daun : (1) Lanset (Lanceolate): berbentuk seperti mata tombak; panjang jauh lebih besar dari lebar; dasar daun mempunyai lebar terbesar, kemudian meruncing kearah ujung daun (2) Elips (Elliptical): lebar daun terbesar ditengah; ujung daun dan dasar daun bisa meruncing atau membulat. (3) Bundar telur (Oval): lebar daun terbesar ditengah; istilah ini digunakan secara longgar untuk daun elips yang relatif lebar, termasuk yang oblong (melonjong) dan ovate (membundar telur) (4) Membundar telur sungsang (Obovate): berbentuk bulat telur terbalik. Dasar daun lebih sempit dari ujung daun. (5) Menjantung (Cordate): berbentuk mirip jantung. Dasar daun lebih lebar dari ujung daun. d. Bentuk ujung daun (Apex) : (1) Akut / meruncing (Acute) : ujung daun meruncing, dengan sisi daun yang dekat ujung, relatif lurus. Istilah ini mencakup juga ujung daun yang melancip (acuminate). (2) Berembang (Apiculate): ujung daun berakhir secara mendadak berupa ujung pendek yang tajam. (3) Membundar (Rounded): tidak ada ujung daun sama sekali. (4) (Bergubang (Emarginate):mempunyai takik yang dangkal pada ujung daun (5) Berarista (Aristate): mempunyai ujung berupa struktur yang mirip duri tipis atau mirip rambut yang kaku 4. Bunga : a. Susunan / posisi bunga (1) Terminal (Terminal): terletak di ujung; muncul dari ujung ranting, cabang, batang. (2) Aksilar (Axillary):terletak di (muncul dari) sudut yang dibentuk oleh tangkai daun dengan ranting, cabang atau batang. b. Komposisi bunga : (1) Tunggal (Single):bunga hadir secara tunggal, tidak dalam kelompok. (2) Infloresensi (Inflorescence): bunga yang berkelompok, dengan komposisi dan tata letak bunga yang tertentu. Infloresensi biasanya mempunyai sumbu. Sumbu ini adalah batang, cabang atau ranting tanaman. Sumbu ini bisa bercabang-cabang atau tidak bercabang. 26 diskripsi jenis mangrove

27 5. Buah a) Perbungaan terbatas (Cyme):kelompok bunga dimana terdapat sebuah bunga pada ujung batang (sumbu) utama dan pada tiap cabang dari kelompok bunga tersebut. Bunga yang ditengah, membuka pertama kali. b) Malai (Panicle): terdiri dari sumbu utama yang memanjang karena pertumbuhan pada ujung sumbu utama. Sumbu utama bercabang kesamping dan memunculkan bunga bertangkai. Bunga membuka secara berurutan dari mulai cabang terbawah, lalu kearah cabang yang lebih atas. Tiap cabang ini bisa memunculkan anak cabang dengan bunganya masing-masing. c) Bulir (Spike): mirip malai (panicle) tapi bunga tak bertangkai, dan cabang sumbu tidak bercabang lagi. d) Tandan (Raceme) : mirip malai (panicle) tapi cabang sumbu tidak bercabang lagi. e) Untai (Catkin):mirip bulir (spike) tapi bunga berkelamin satu, dan seringkali menggantung. f) Payungan (Umbel): mirip tandan (raceme), tapi sumbunya tidak memanjang, sehingga tangkai bunga muncul pada titik yang sama. Beberapa jenis memiliki morfologi buah yang sangat spesifik, sehingga dapat dijadikan alat identifikasi yang baik. Ada beberapa bentuk buah, yaitu : (1) Menyilinder /silindris (Cylindrical): mirip tongkat atau tiang, ditemukan terutama pada Rhizophoraceae. (2) Bola (Ball): mirip bola atau bola yang memipih, ditemukan terutama pada Xylocarpus dan Sonneratia. (3) Mirip kacang (Bean-like): mirip buah kacang-kacangan dengan berbagai bentuk, ditemukan terutama pada Avicennia. (4) Bentuk lainnya. 6. Lain-lain Nama lokal : nama daerah dari beberapa lokasi. Tipe biji (benih) : terbagi menjadi 3 kategori yaitu vivipar (viviparous), kriptovivipar (cryptoviviparous) dan biji normal. Kulit batang : warna dan tekstur permukaan batang 27 diskripsi jenis mangrove

28 Kunci untuk jenis (jenis) : beberapa ciri penting yang cukup jelas, yang membantu membedakan jenis-jenis yang hampir sama. Fenologi : musim pembungaan dan pembuahan, serta jangka waktu dari mulai buah terbentuk sampai buah masak. 28 diskripsi jenis mangrove

29 Matriks kunci pengenalan jenis Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk determinasi jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat pada Tabel 4 sampai Tabel 11. Tabel 4. Bentuk tumbuhan mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Phoenix paludosa Pemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Pohon (Tree) Semak (Shrub) Bentuk tumbuhan Liana (Vine) Pakis / palem (Fern/ Palm) Herba / rumput (Herb/ Grass) 29 diskripsi jenis mangrove

30 Tabel 5. Tipe akar tumbuhan mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Phoenix paludosa Pemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Akar tunjang (Stilt-root) Tipe akar (Root Types) Akar lutut (Kneeroot) Akar nafas /Akar pasak /Pneumatofor (Pneumatophore) Akar papan (Plankroot) Banir (Buttress) Tidak ada akar napas yang jelas 30 diskripsi jenis mangrove

31 Tabel 6. Susunan daun tumbuhan mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Phoenix paludosa Pemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Tunggal (Simple) Majemuk (Compound) Susunan daun Berhadapan (Opposite) Berseling (Alternate) 31 diskripsi jenis mangrove

32 Tabel 7. Bentuk helai daun tumbuhan mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Lanset (lanceolate) Bentuk helai daun (Blade Shapes) Elips (Ellipse) Bundar telur / melonjong (Oval/ oblong) Membundar telur sungsang (Obovate) Menjantung (Cordate) 32 diskripsi jenis mangrove

33 Tabel 8. Bentuk ujung daun tumbuhan mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Meruncing / melancip (Acute/ acuminate) Bentuk ujung daun Berarista/ berembang (Aristate/ apiculate) Membundar (Rounded) Bergubang (Emarginate) 33 diskripsi jenis mangrove

34 Tabel 9. Posisi bunga No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Terminal (Terminal) Posisi Bunga Aksilar (Axillary) Tunggal (Single) Warna bunga Daun mahkota putih Daun mahkota putih Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans (palm) Osbornia octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Daun mahkota kuning-oranye Daun mahkota kuning-oranye Daun mahkota kuning-oranye Daun mahkota kuning Kelopak hijau-kekuningan Kelopak merah Kelopak hijau kekuningan Kelopak kuning kehijauan Daun mahkota putih -coklat Daun mahkota putih-coklat Kelopak hijau keputihan Daun mahkota hujau dan putih Daun mahkota lembayung muda dan merah tua Daun mahkota merah Daun mahkota putih kuning-coklat Kelopak hijau kemerahan Kelopak putih hijau Orange Kelopak hijau kekuningan Kelopak hijau kekuningan Kelopak putih hijau Kelopak hijau kekuningan Daun mahkota putih Kelopak hijau Merah Kelopak merah Daun mahkota hijau keputihan Daun mahkota hijau keputihan Daun mahkota hijau keputihan 34 diskripsi jenis mangrove

35 Tabel 10. Infloresensi (tatanan kelompok bunga) pada mangrove No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii Perbungaan terbatas (Cyme) Kelompok bunga Malai Bulir Tandan (Panicle) (Spike) (Raceme) Untai (Catkin) Payungan (Umbel) 35 diskripsi jenis mangrove

36 Tabel 11. Bentuk buah No Nama jenis Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Silindris (Cylindrical) Bundar (Round) Bentuk buah Mirip kacang (Bean-like) Lainnya (etc) Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parvifolia Bruguiera sexangula Ceriops decandra Ceriops tagal Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovata Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii 36 diskripsi jenis mangrove

37 Jenis jenis tumbuhan mangrove Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang termasuk kedalam kelompok mangrove utama dan penunjang yang diuraikan dalam buku ini berdasarkan pada kriteria Tomlinson (1984) seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Nama ilmiah, nama famili, dan nama daerah tumbuhan kelompok mangrove utama dan penunjang di Indonesia No. Nama jenis Famili Nama daerah 1 Aegiceras corniculatum (L.) Blanco 1837 Myrsinaceae Kacangan, gedangan 2 Aegiceras floridum Roem. & Schult.1819 Myrsinaceae Mange - kasihan 3 Avicennia alba Blume 1826 Avicenniaceae Api-api 4 Avicennia lanata Ridley 1920 Avicenniaceae Api-api, aia-sia 5 Avicennia marina (Forssk.) Vierh.1907 Avicenniaceae Api-api, sia-sia putih 6 Avicennia officinalis L.1753 Avicenniaceae Api-api 7 Bruguiera cylindrica Blume 1827 Rhizophoraceae Tancang-sukun 8 Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk Rhizophoraceae Tancang, tumu 9 Bruguiera parvifolia (Roxb.) W. & A. ex Rhizophoraceae Bius, lenggadai Griff Bruguiera sexangula (Lour.) Poir Rhizophoraceae Mutut-kecil 11 Ceriops decandra (Grifff.) Ding Hou 1958 Rhizophoraceae Tingi, Tengar 12 Ceriops tagal (Perr.) C.B. Robinson 1908 Rhizophoraceae Tingi, Tengar 13 Dolichandrone spathacea (L.f.) K. Bignoniaceae Kayu jaran, Ki Jaran Schumann Excoecaria agallocha L Euphorbiceae Kayu tulang 15 Heritiera littoralis Dryand. In Aiton 1789 Sterculiaceae Buta-buta 16 Kandelia candel (L.) Druce 1914 Rhizophoraceae Beras-beras, pisangpisang 17 Lumnitzera littorea (Jack) Voigt Combretaceae Basang siap 18 Lumnitzera racemosa Willd.1803 Combretaceae Teruntum, susup 19 Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb Arecaceae Nipah 20 Osbornia octodonta F. Muell. loc. cit Myrtaceae Baru-baru 21 Phoenix paludosa Roxb. Arecaceaea Dangsa, korma rawa 22 Pemphis acidula Forst Lythraceae Sentigi 23 Rhizophora apiculata Blume 1827 Rhizophoraceae Bakau kacang 24 Rhizophora lamarckii Montr.1860 Rhizophoraceae Bakau, slengkreng 25 Rhizophora mucronata Lamk Rhizophoraceae Bakau-bandul, bakau 26 Rhizophora stylosa Griff Rhizophoraceae Bakau-kurap, bakau 27 Scyphiphora hydrophyllacea Gaerth. f. Rubiaceae Duduk-rambat Sonneratia alba J. Smith 1819 Sonneratiaceae Perepat, pedada 29 Sonneratia caseolaris (L.) Engler 1897 Sonneratiaceae Pedada, bogem 30 Sonneratia ovata Backer 1929 Sonneratiaceae Bogem, kedabu 31 Xylocarpus granatum König 1784 Meliaceae Nyirih 32 Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. Meliaceae Nyirih-batu Xylocarpus rumphii (Kostel.) Mabb Meliaceae Nyirih-batu 37 diskripsi jenis mangrove

38 1. 5. Deskripsi jenis pohon mangrove Aegiceras corniculatum (L.) Blanco 1837 Myrsinaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : teruntum, kacangan, gedangan, klungkun, dudunagung, kacang-kacangan. Bentuk : pohon/ semak. tinggi sampai 3 m. Akar : tidak ada akar udara yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berseling; helaian: membundar telur sungsang sampai elips; ujung daun: membundar sampai bergubang; ukuran: panjang 5-10 cm; daun dengan kelenjar garam. Tipe biji : kriptovivipar. Kulit batang : licin/halus, coklat kemerahan. Bunga : infloresensi, payungan, terminal; daun mahkota : 5, putih; kelopak : 5 cuping (lobes), hijau; ukuran : diameter cm, panjang : cm; : gagang (peduncle) sampai 0.5 cm, pedisel /gantilan (pedicel) 1 cm. Buah : diameter 0.7, panjang 4-5 cm; warna: hijau sampai kemerahan kalau matang; permukaan: licin/halus; buah silindris (bukan hipokotil), menggantung, sangat melengkung. Karakter yang bisa dilihat : buah menggantung, daun lebih besar dari A. floridum. Ekologi : di bagian mangrove yang kurang rapat, di banyak lokasi agak melimpah, seringkali agak berkelompok, 0-1 m di atas muka laut, tepi sungai, toleran terhadap salinitas tinggi 38 diskripsi jenis mangrove

39 Aegiceras corniculatum (L.) Blanco diskripsi jenis mangrove

40 Aegiceras floridum Roemer and Schultes 1819 Myrsinaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : mange-kashian. Bentuk : pohon/ semak. tinggi sampai 5 m. Akar : tidak ada akar udara yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berseling; helaian: membundar telur sungsang; ujung daun: membundar sampai bergubang; ukuran: panjang 3-6 cm; daun dengan kelenjar garam. Tipe biji : kriptovivipar. Bunga : infloresensi, tandan, terminal; daun mahkota: 5, putih; kelopak: 5 cuping, hijau; ukuran: panjang 0.4 cm;: gagang (peduncle) sampai 2 cm, pedisel /gantilan (pedicel) 0.5 cm. Buah : diameter 0.7 cm, panjang 2-3 cm; warna: hijau, kadangkala kemerahan ketika matang; permukaan: licin/halus.; buah silindris (bukan hipokotil), pendek tegak, sedikit melengkung. Karakter yang bisa dilihat : di semua bagian cenderung lebih kecil dibanding A. corniculatum. Ekologi : ditemukan di pantai berpasir, berbatu-batu, terpencarpencar dan jarang, m diatas muka laut, tepi sungai, toleran terhadap salinitas tinggi. 40 diskripsi jenis mangrove

41 41 diskripsi jenis mangrove

42 Sumber : Kitamura et al. (1997) Aegiceras floridum Roemer and Schultes 1819 Avicennia alba Blume 1826 Avicenniaceae Mangrove Utama Nama lokal : sia-sia, api-api, Bentuk : pohon, tinggi mencapai 15 m. Akar : pneumatofor, mirip pensil. Daun : karakter: daun panjang dan langsing, mirip cabai, jenis pionir; susunan: tunggal, berhadapan; helaian: lanset sampai elips; ujung daun: akut (meruncing); panjang cm. Tipe biji : kriptovivipar. Kulit batang : kelabu sampai hitam, mirip kulit hiu. Fenologi : bunga muncul terutama pada bulan Juli-Feb; buah muncul pada bulan Nov-Maret (musim hujan). Bunga : infloresensi, berbunga 10-30, bulir, panjang 1-3 cm, terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal; daun mahkota : 4, kuning sampai oranye; kelopak : 5 cuping; benang sari : 4; ukuran : diameter cm. Buah : lebar cm, panjang cm; warna : perikarp hijau kekuningan; permukaan : perikarp hijau kekuningan; buah mirip cabai atau kacang mede. 42 diskripsi jenis mangrove

43 Karakter yang bisa dilihat : daun panjang dan langsing, buah mirip cabai, jenis pionir. Ekologi : dataran lumpur, tepi sungai, areal kering, toleran terhadap salinitas tinggi. 43 diskripsi jenis mangrove

44 Avicennia alba Blume 1826 Avicennia lanata Ridley 1920 Avicenniaceae Mangrove Utama Nama lokal : sia-sia, api-api. Bentuk : pohon /semak, tinggi sampai 8 m. Akar : pneumatofor, mirip pensil. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: membundar sampai akut; ukuran: panjang 5-9 cm; daun dengan kelenjar garam, daun permukaan bawah putih kekuningan, berambut. Tipe biji : kriptovivipar. Kulit batang : gelap, coklat, permukaan berambut kekuningan. 44 diskripsi jenis mangrove

45 Fenologi : muncul bunga: terutama Jul.-Feb., Muncul buah: terutama November; Maret, antesis sampai kemasakan: 2-3 bulan. Bunga : infloresensi, berbunga 8-14, bulir rapat, panjang 1-2 cm, terminal atau aksilar pada tunas tunas distal; daun mahkota: 4, oranye sampai kuning; kelopak: 5 cuping; benang sari: 4; ukuran: diameter cm. Buah : lebar cm, panjang cm; warna: perikarp hijau kekuningan; permukaan: berambut; buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek. Ekologi : dataran lumpur, tepi sungai, areal kering, jenis pioner; toleran terhadap salinitas tinggi. 45 diskripsi jenis mangrove

46 Sumber : Kitamura et al. (1997) Avicennia lanata Ridley diskripsi jenis mangrove

47 Avicennia marina (Forsk.) Vierh Avicenniaceae Mangrove Utama Nama lokal : sia-sia putih, api-api, pejapi, nyapi, api, sia, hajusa, pai. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 12 m. Akar : pneumatofor, mirip pensil. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: akut sampai membundar; ukuran: panjang 5-11 cm; daun dengan kelenjar garam, daun permukaan bawah putih sampai kelabu pucat. Tipe biji : kriptovivipar. Kulit batang : licin/halus, kelabu, berbecak-bercak hijau (mengelupas dalam petakan-petakan kecil). Fenologi : muncul bunga : terutama Jul.,-Feb., muncul buah : terutaman Nov.-Mar. (musim hujan), antesis sampai kemasakan 2-3 bulan. Bunga : infloresensi, berbunga 8-14, bulir rapat, panjang 1-2 cm, terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal; daun mahkota: 4, kuning sampai oranye; kelopak: 5 cuping: benang sari: 4; ukuran: cm. Buah : lebar cm, panjang cm; warna: perikarp hijau, bagian dalam hijau sampai coklat muda/kekuningan; permukaan: rambut halus; buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek. Karakter yang bisa dilihat : buah mirip kacang Ekologi : dataran lumpur, tepi sungai, areal kering, jenis pioner; toleran terhadap salinitas tinggi. 47 diskripsi jenis mangrove

48 Avicennia marina (Forsk.) Vierh diskripsi jenis mangrove

49 Avicennia officinalis L Avicenniaceae Mangrove Utama Nama lokal : sia-sia putih, api-api, api-api kacang, papi, merahu, marahuf. Bentuk : pohon, tinggi sampai 12 m. Akar : pneumatofor, mirip pensil, kadangkala mirip akar tunjang. Daun : susunan: tunggal; berhadapan; helaian: membundar telur sungsang sampai elips; ujung daun: membundar; daun dengan kelenjar garam. Tipe biji : kriptovivipar. Kulit batang : licin/halus, kelabu sampai coklat, mempunyai lentisel. Bunga : infloresensi, berbunga 7-10, bulir rapat (agak memento / capitate), terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal; daun mahkota : 4, kuning; kelopak : 5 cuping; benang sari: 4; ukuran: cm; tangkai putik panjang cm, berambut, melengkung. Buah : lebar cm, panjang cm; warna: perikarp Karakter yang bisa dilihat Ekologi kuning kehijauan,bagian dalam hijau gelap sampai coklat muda / kekuningan; permukaan: berambut lebat, berkerut; buah berbentuk jantung, lebih besar dibanding A. marina. : ujung daun membundar, daun muda berambut, bunga nampak lebih besar dibanding Avicennia spp. yang lain. : dataran lumpur, tepi sungai, areal kering, toleran terhadap salinitas tinggi. 49 diskripsi jenis mangrove

50 Avicennia officinalis L diskripsi jenis mangrove

51 Bruguiera cylindrica (L.) Blume 1827 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : tanjang-putih, tancang-sukun, lenggadai, bius. Bentuk : pohon, tinggi sampai 6 m. Akar : akar lutut dan banir. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: melancip (acuminate); panjang 8-10 cm. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu, relatif licin/halus. Bunga : infloresensi, bunga kecil, berbunga 3, perbungaan terbatas (cyme), gagang (peduncle) panjang 1 cm, aksilar; daun mahkota: putih; kelopak: 8 cuping, hijau kekuningan; panjang cm.; bunga tegak ketika antesis. Buah : diameter cm, panjang cm; warna: hijau sampai hijau keungu-unguan; permukaan: licin/halus; buah silindris agak sedikit melengkung (hipokotil), cuping kelopak 8, melengkung / terlipat, rontok bersama kelopak, mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : bunga kecil, cuping kelopak gemuk, melengkung / terlipat dalam buah, panjang (lebih dari 0.3 cm). Ekologi : zona mangrove bagian dalam, pada substrat yang baru mapan, sepanjang tanggul tambak, pinggir sungai kecil. 51 diskripsi jenis mangrove

52 Bruguiera cylindrica (L.) Blume diskripsi jenis mangrove

53 Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk Rhizophoraceae Mangrove utama Nama lokal : lindur, tanjang-merah, salak-salak, tolongke, tancang, tumu, tanjang putut, tokke-tokke, mutut besar, mangimangi, wako, bako, bangko, kandeka, tanjang. Bentuk : pohon, tinggi sampai 20 m. Akar : akar lutut dan banir kecil yang berasal dari akar yang mirip akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun:melancip (acuminate); panjang 8-15 cm; permukaan bawah daun hijau kekuningan. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu gelap, kasar, berlentisel. Fenologi : muncul bunga sepanjang tahun, muncul buah terutama Jul.-Aug., antesis sampai kematangan 7-8 bulan. Bunga : infloresensi, bunga besar, tunggal,aksilar; daun mahkota: putih sampai coklat; kelopak: cuping, merah; ukuran: panjang 3-5 cm; ujung dari cuping daun mahkota meruncing, masing-masing berkembang menjadi 3 tangkai sari. Buah : diameter cm, panjang cm; warna: hijau gelap sampai coklat dengan rona ungu; permukaan: licin/halus.; buah silindris (hipokotil), rontok bersama kelopak, mengapung, menyebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : bunga merah besar (kelopak), daun licin/halus dan tebal, permukaan bawah tidak punya titik-titik hitam, ujung daun tidak punya ujung yang ramping mendadak. Ekologi : tumbuh baik dari mulai bagian tengah mangrove sampai tepi mangrove, pinggir sungai kecil. sepanjang tanggul tambak; 53 diskripsi jenis mangrove

54 Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk diskripsi jenis mangrove

55 Bruguiera parviflora Wight and Arnold ex Griffith 1936 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : bius, lenggadai, mou, paproti, sia-sia, tongi. Bentuk : pohon, tinggi sampai 6 m. Akar : akar lutut dan banir kecil. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: melancip (acuminate); ukuran: panjang 4-9 cm. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu dan coklat gelap, berbercak. Bunga : infloresensi, bunga kecil, berbunga 3-4, perbungaan terbatas (cyme), gagang (peduncle) 2 cm panjangnya, aksilar; daun mahkota : putih; kelopak: 8 cuping, hijau kekuningan; ukuran : panjang cm; bunga tegak ketika antesis. Buah : diameter cm, panjang cm; warna: hijau kekuningan; permukaan: halus/licin; buah silindris (hipokotil), cuping kelopak langsing, tegak karena sebagian besar menyebar di hipokotil, rontok bersama kelopak, mengapung dan menyebar bersama arus. Karakter yang bisa dilihat : bunga kecil, cuping kelopak langsing, tegak di dalam buah, pendek, kurang dari 0.3 cm. Ekologi : tepi sungai, batas mangrove bagian dalam, wilayah yang elevasinya relatif rendah, sepanjang tanggul tambak, pinggir sungai kecil, terpencar-pencar, tetapi kadangkala melimpah secara lokal. 55 diskripsi jenis mangrove

56 Sumber : Kitamura et al. (1997) Bruguiera parviflora Wight and Arnold ex Griffith diskripsi jenis mangrove

57 Bruguiera sexangula (Lour.) Poir 1816 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : tancang-sukun, mutut-kecil, sarau. Bentuk : pohon, tinggi sampai 15 m. Akar : akar lutut dan banir kecil. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: melancip (acuminate); ukuran: panjang 6-9 cm; tipe biji: vivipar. Kulit batang : kelabu gelap, kasar. Bunga : infloresensi, bunga besar, tunggal, aksilar; daun mahkota: putih sampai coklat; kelopak: cuping, kuning kehijauan; ukuran: panjang 3-4 cm; ujungujung dari cuping daun mahkota tumpul tanpa tangkai sari. Buah : diameter cm, panjang 6-12 cm; warna: hijau sampai coklat dengan rona ungu, permukaan: licing; buah silindris pendek (hipokotil), rontok bersama kelopak, mengapung, dan disebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun tebal dah halus / licin, ujung daun tidak mempunyai peruncingan yang mendadak, bunga besar kuning kehijauan (kelopak). Ekologi : sungai/ estuaria dengan salinitas rendah atau air tawar, sepanjang tanggul tambak, kadangkala di pantai berpasir. 57 diskripsi jenis mangrove

58 Bruguiera sexangula (Lour.) Poir diskripsi jenis mangrove

59 Ceriops decandra (Griff.) Ding Hou 1958 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : kenyonyong, tingi, tengar, tinci, luru, parum. Bentuk : pohon/ semak, tinggi sampai 3 m. Akar : akar mirip akar tunjang yang kemudian memunculkan banir pada pohon tua. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: membundar telur sungsang; ujung daun: membundar; panjang 3-6 cm. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu kekuningan pucat, dengan petak-petak kecil warna coklat gelap. Bunga : infloresensi, berbunga 5-10, perbungaan terbatas (cyme) yang dipadatkan, aksilar; daun mahkota: 5, putih dan coklat; kelopak: 5 cuping, hijau; diameter cm; bunga pada gagang (peduncle) yang pendek dan gemuk. Buah : diameter cm, panjang sampai 15 cm; warna: hipokotil hijau sampai coklat, leher kotiledon merah gelap ketika matang; permukaan: relatif halus /licin, seperti mempunyai beberapa kutil ketika mengarah ke ujung, mempunyai struktur seperti punggung bukit; buah silindris (hipokotil), tegak, tumpul secara apikal, cuping kelopak tegak dalam buah, mengapung, disebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun mahkota tidak menutupi benang sari, gagang (peduncle) pendek, buah tegak dan lebih pendek dibanding C. tagal, leher kotiledon merah gelap pada buah masak. Ekologi : tumbuh baik pada zona mangrove bagian dalam, yang merupakan areal yang bersalinitas tinggi dan kering. 59 diskripsi jenis mangrove

60 Ceriops decandra (Griff.) Ding Hou diskripsi jenis mangrove

61 Ceriops tagal (Perr.) C.B. Robinson 1908 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : tengah, mentigi, tingi, tengal, tengar, tinci, lonro, tengoh band-gangi, mange-darat, tanger, wanggo, parum, lindur. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 6 m. Akar : banir yang berasal dari akar yang mirip akar tunjang, kadangkala mengembangkan akar lutut atau pneumatofor yang punya struktur seperti tombol. Daun : susunan: sederhana, berhadapan; helaian: membundar telur sungsang, ujung daun: membundar; panjang 4-10 cm. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu (kadangkala coklat), batang halus / licin, mudah mengelupas dalam bentuk serpihan di dasarnya. Bunga : infloresensi, berbunga 5-10, perbungaan terbatas (cyme) yang menggantung, aksilar: daun mahkota: 5, putih dan coklat; kelopak: 5 cuping, hijau; diameter cm; bunga pada gagang (peduncle) yang langsing dan panjang. Buah : diameter cm, panjang sampai 25 cm atau lebih; warna: hipokotil hijau sampai coklat, leher kotiledon kuning ketika masak; permukaan: punya struktur seperti kutil disekujur tubuhnya, berbentuk seperti punggung bukit dan beralur; buah silindris (hipokotil), menggantung, meruncing secara apikal, cuping kelopak menyebar atau melengkung / terlipat di dalam buah, mengapung, disebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun mahkota yang menyelimuti benang sari, gagang (peduncle) yang panjang, buah menggantung, lebih panjang dari C. decandra, leher kotiledon kuning pada buah masak. Ekologi : estuaria, perbatasan tambak, tumbuh baik pada zona mangrove bagian dalam, areal kering, dan wilayah bersalinitas tinggi. 61 diskripsi jenis mangrove

62 Ceriops tagal (Perr.) C.B. Robinson diskripsi jenis mangrove

63 Dolichandrone spathacea (L.f.) K. Schumann 1889 Bignoniaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : kayu jaran, ki jaran, tuwe-ej, kudo-kudo uwi, kuda-kuda, ki arak, jarang, jaran pelok, jaranan, kajeng kapal, kaju pelok, kapal, kayu jiharan, kayu jaran binek, kelaju, tuw, fojet, kaju pelumping, sangi, tomana, kayu kuda, kati-kati. Bentuk : berbentuk pohon kecil, tinggi 5-20 m Daun : daun majemuk umumnya 3-4 pasang anak daun, ukuran daun cm. Anak daun tipis, berbentuk membundar telur melonjong (ovate-oblong)sampai lanset (lanceolate), sisi daun tidak sama dan berujung panjang (long-tipped), 6-16 x 3-7 cm, domatia berambut (dibawahnya berongga untuk semut dan serangga). Kulit : kulit batang berwarna abu-abu sampai coklat gelap, dan kadangkala beralur-alur pada pohon yang lebih tua Bunga : kelompok bunga mempunyai 2-8 bunga, yang pada setiap satu waktu, hanya satu yang membuka. Kelopak yang berwarna putih kehijauan berukuran 3-6 cm pada arah melintangnya, bersifat menjangat (leathery), mempunyai struktur mirip paruh (beaked) dan banyak kelenjar,mahkota (corolla) yang berbentuk trompet mempunyai panjang cm dan diameter 7-12 cm; bunga yang sangat wangi membuka pada waktu senja dan rontok sebelum matahari terbit; munculnya bunga terjadi sepanjang tahun; di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jenis ini berbuah di musim kering (Juni-Agustus). Buah : buah panjang yang mirip tanduk, berukuran cm lawan 2-3 cm dan mempunyai sekat-sekat (partitions) yang keras dan menjangat; biji yang berwarna kelabu gelap berbentuk segi empat, tersusun dalam banyak baris, masing-masing berukuran mm lawan 6-8 mm, mencakup sayap yang tebal dan bergabus. Karakter yang bisa dilihat : daun mahkota menutupi benang sari,gagang (peduncle) panjang, buah menggantung,lebih panjang dari C. decandra, leher kotiledon kuning pada buah yang masak. Ekologi : terbatas pada tepi mangrove yang berbatasan dengan wilayah pedalaman, tepian sungai pasang surut dan estuaria, dan vegetasi pantai. 63 diskripsi jenis mangrove

64 Dolichandrone spathacea (L.f.) K. Schumann diskripsi jenis mangrove

65 Excoecaria agallocha L Euphorbiaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : madengan, buta-buta, menengan, kalibuda, kayubuta-buta, betuh, warejit, bebutah. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 15 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berseling; helaian: elips; ujung daun: akut (meruncing); panjang 6-9 cm; daun dengan 2-4 kelenjar pada pangkal daun. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kelabu. Bunga : infloresensi, bulir jantan, mirip untai, panjang sampai 7 cm, tandan betina, lebih pendek dari jantan, daun mahkota aksilar: kelopak hijau dan putih : benangsari hijau kekuningan: 3, kuning; ukuran : diameter cm (tiap bunga); infloresensi berkelamin satu. Buah : diameter 0.7 cm (3 cuping); warna: hijau; permukaan: menjangat (leathery); buah bercuping 3 berdiameter sekitar 7 mm, merekah menjadi 3 kokus untuk melepaskan biji soliternya (skizokarp). Karakter yang bisa dilihat : getah putih (latex) yang melimpah yang bisa mengiritasi mata dan kulit. Ekologi : pantai dengan tanah berliat, melimpah secara lokal; elevasi m diatas muka laut 65 diskripsi jenis mangrove

66 Excoecaria agallocha L diskripsi jenis mangrove

67 Heritiera littoralis Dryand. in Aiton 1789 Sterculiaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : dungun, bayur-laut, lawang. Bentuk : pohon, tinggi sampai 20 m. Akar : banir terbentuk secara baik. Daun : susunan : tunggal, berseling; helaian: elips sampai membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: akut (meruncing); ukuran: panjang cm; permukaan bawah daun putih keabu-abuan. Tipe biji : biji normal Kulit batang : keabu-abuan, beralur dan bersisik. Bunga : infloresensi, malai yang longgar, panjang sampai 10 cm, aksilar atau terminal; daun mahkota: ungu dan coklat; kelopak: bercuping 4-5 (-6), kemerahan; ukuran: diameter cm, panjang cm (betina); bunga berkelamin satu, bunga jantan agak lebih kecil, bunga jantan dan betina, keduanya berambut lebat. Buah : panjang 5-7 cm; warna: hijau sampai coklat; permukaan: halus / licin; struktur seperti punggung bukit (ridge) pada sisi luar menyerupai jengger seekor ayam, mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : banir yang rata, lebar dan jelas. Ekologi : sisi yang mengarah ke daratan pedalaman, daerah hulu, tapak bersalinitas rendah, 0-50 m diatas muka laut. 67 diskripsi jenis mangrove

68 Heritiera littoralis Dryand. in Aiton diskripsi jenis mangrove

69 Kandelia candel (L.) Druce 1914 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : berus-berus, beras-beras, beus, pulut-pulut, pisang-pisang laut. Bentuk : semak atau pohon kecil, tinggi bisa mencapai 7 m, dengan pangkal batang yang membesar. Akar : umumnya tanpa banir sejati atau pneumatofor. Daun : daun berukuran 6-13 lawan cm, berbentuk elips melonjong (oblong) sampai menyempit, atau membundar telur sungsang - melonjong, dengan suatu tepi yang biasanya melengkung kedalam; permukaan bawah daun putih keabu-abuan. Tipe biji : biji normal Kulit batang : kulit batang yang berwarna coklat kemerahan sampai ke abu-abuan adalah halus / licin dan mempunyai lentisel. Bunga : kelompok bunga yang bercabang-cabang secara dikotomi mempunyai 4 sampai kadang-kadang 9 bunga putih dichoto yang panjangnya cm. Tabung kelopak (calyx tube) melampaui bakal buah (ovary) dan mempunyai cuping linear yang melengkung kembali setelah bunga berkembang penuh; daun mahkota mempunyai panjang 14 mm; buah hijau berbentuk bulat telur (ovoid), panjang cm; hipokotil panjang yang silindris (biasanya disalah pahami sebagai buah ) berbentuk seperti gada dan panjang cm. Karakter yang bisa dilihat : banir rata lebar dan jelas. Ekologi : tumbuh secara sporadis pada tepian sungai pasang surut diantara relung (niche) yang sempit. 69 diskripsi jenis mangrove

70 Kandelia candel (L.) Druce diskripsi jenis mangrove

71 Lumnitzera littorea (Jack) Voigt Combretaceae Mangrove Utama Nama lokal : kedukduk, truntun, taruntum, duguk-ageng, dugukgedeh, duguk-raya. Bentuk : pohon, tinggi sampai 10 m. Akar : banir kecil dan pneumatofor, kadangkala tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berseling; helaian: membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: membundar sampai bergubang (emarginated); ukuran: panjang 4-7 cm; permukaan atas dan bawah daun hampir sama. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kelabu sampai coklat gelap, beralur di sepanjang sumbu panjang batang utama. Bunga : infloresensi, bulir, panjang 2-3 cm, terminal; daun mahkota: 5, merah; kelopak: 5 cuping, hijau; benang sari: kurang dari 10; diameter cm, panjang: cm; benang sari jauh lebih panjang dibanding daun mahkota. Buah : panjang cm; warna: hijau kekuningan; permukaan: mengkilap; buah berbentuk vas (jambangan tempat bunga), bersifat sepertu gabus, mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun mahkota merah (L. racemosa, putih). Ekologi : tumbuh di tepi sungai estuaria dengan air tawar, tepi yang mengarah ke daratan pedalaman. 71 diskripsi jenis mangrove

72 Sumber : Kitamura et al. (1997) Lumnitzera littorea (Jack) Voigt diskripsi jenis mangrove

73 Lumnitzera racemosa Willd Combretaceae Mangrove Utama Nama lokal : saman-sigi, kedukduk, truntun, susup, lasi, tarumtum. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 5 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berseling; helaian: membundar telur sungsang (obovate) ; ujung daun: membundar sampai bergubang (emarginate); ukuran: panjang 3-7 cm; permukaan atas dan bawah daun hampir sama. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kelabu, beralur sejajar dengan panjang batang, terutama pada batang yang tua; Bunga : infloresensi, bulir, panjang 1-2 cm, terminal atau aksilar; daun mahkota: 5, putih; kelopak: 5 cuping, benang sari hijau: kurang dari 10; diameter cm, panjang cm; benang sari sama panjang dengan daun mahkota. Buah : diameter cm, panjang cm; warna: hijau kekuningan; permukaan: mengkilap; buah berbentuk vas bunga, bergabus. mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun mahkota putih. Ekologi : tumbuh di tepi yang mengarah ke daratan pedalaman, substrat lumpur dengan salinitas relatif rendah. 73 diskripsi jenis mangrove

74 Lumnitzera racemosa Willd diskripsi jenis mangrove

75 Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.1781 Palmae Mangrove Utama Nama lokal : buyuk, buyuh, nipah, niu-nipa, nypa: Bentuk : palem, tinggi sampai 4-9 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: daun palem; helaian: lanset (anak daun); ujung daun: meruncing (anak daun); ukuran: unit daun, panjang 4-9 m; anak daun banyak. Tipe biji : kriptrovivipar. Bunga : 25 cm (bunga betina); bunga betina pada bongkol yang membulat (globose head), bunga jantan mirip untai (catkin like), warna merah bata sampai kuning. Buah : panjang bongkol buah sampai 45 cm; warna: coklat gelap atau merah bata, buah membulat, sama dengan pandanus. Karakter yang bisa dilihat : palem mangrove, tumbuh rapat bersama sesamanya, seringkali membentuk komunitas murni disepanjang sungai. Ekologi : tumbuh di sepanjang tepi sungai dengan air tawar, seringkali membentuk komunitas yang luas, dominan pada habitat rawa yang salin di sepanjang pantai, jarang ada di luar zona litoral. 75 diskripsi jenis mangrove

76 Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb diskripsi jenis mangrove

77 Osbornia octodonta F. Muell. loc. cit Myrtaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : baru-baru. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 5 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: membundar; ukuran: panjang 2-6 cm ; permukaan atas dan bawah daun hampir sama. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kelabu sampai coklat, menyerabut (fibrous), berserat kuat. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) dengan 1-3 bunga, aksilar; daun mahkota: tidak ada; kelopak: hijau kekuningan; benang sari: banyak (sampai 48), putih sampai kuning; diameter: 0.5 cm, panjang: 0.7 cm; kelopak rapat dan berambut, meruncing di bagian bawah. Buah : diameter 0.5 cm, panjang 0.7 cm; warna: hijau kekuningan; permukaan: berambut rapat ; biasanya 1 biji dalam satu buah. Karakter yang bisa dilihat : bentuk daun sama dengan Lumnitzera spp., tapi lebih tipis dan berhadapan. Ekologi : wilayah yang bersalinitas relatif tinggi. 77 diskripsi jenis mangrove

78 Sumber : Kitamura et al. (1997) Osbornia octodonta F. Muell. loc. cit 78 diskripsi jenis mangrove

79 Pemphis acidula Forst Lythraceae Mangrove Penunjang Nama lokal : sentigi, centigi, montigi, cantinggi. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 3 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips sampai membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: membundar sampai meruncing tapi agak tumpul; panjang 1-3 cm ; Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kelabu pucat sampai coklat. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) dengan jumlah bunga 1 sampai beberapa, aksilar; daun mahkota: 6, putih; kelopak: 12 cuping, hijau; benang sari: 12 (-18); diameter cm. Buah : diameter cm, panjang 1.0 cm; warna hijau; permukaan berambut lebat; buah mirip sebuah gelas yang tinggi (gelas wadah es krim). Karakter yang bisa dilihat : daun-daun berdaging (sampai ketebalan 0.3 cm). Ekologi : sering dijumpai di pantai berpasir, pada atau dekat dengan elevasi permukaan laut; pada pantai yang kaya akan kapur, jenis ini sering melimpah secara lokal. 79 diskripsi jenis mangrove

80 Sumber : Kitamura et al. (1997) Pemphis acidula Forst diskripsi jenis mangrove

81 Phoenix paludosa Roxb. Arecaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : dangsa, korma rawa Bentuk : palem, tinggi mencapai 6 m, tapi seringkali jauh lebih pendek. Daun : batang-batang kelabu yang langsing mempunyai tangkai daun yang berduri yang tidak mudah luruh (persistent), pelepah daun menyerabut (fibrous), bekas rontokan daun berbentuk intan; daun banyak, berwarna hijau cerah, kadangkala kekuningan, dan permukaan bawahnya kelabu pucat, dan bertahan lama di bagian atas batang; daun-daun sedikit melengkung, tampak seperti tertancap di batang utama, sehingga mengarah keatas, dan agak pendek, berukuran sampai 150 lawan 45 cm; anak-anak daun yang kaku mengarah ke ujung daun, tapi ujung-ujungnya merunduk Tipe biji : biji mempunyai sebuah embrio lateral, yang merupakan sifat unik pada Phoenix. Bunga : berkelamin satu, dalam hal ini tiap individu mempunyai bunga betina, atau bunga jantan;kelompok bunga berkelamin satu, mirip dengan sikat yang kaku, dan terletak diantara daun-daun pada suatu tangkai 60 cm yang tegak; terdapat kelompok-kelompok bunga yang lurus dan langsing; mereka mengarah keatas dengan sudut yang runcing; Buah : buah buni (berry) berwarna oranye berbentuk bundar telur (oval), dengan panjang sekitar 1 cm. Ekologi : tumbuh pada tepi mangrove yang berbatasan dengan pedalaman, membentuk rumpun-rumpun berdaun yang rapat, luas, dengan batang-batang yang tingginya bervariasi; selain itu, jenis ini juga tumbuh sebagai roset di tempat-tempat terbuka. 81 diskripsi jenis mangrove

82 Phoenix paludosa Roxb 82 diskripsi jenis mangrove

83 Rhizophora apiculata Blume 1827 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : jangkah, slengkreng, tinjang, bakau, bakau-leutik, bakau-kacang, bakau-putih, tanjang-wedok, kajangkajang, tokei, bakao, bakau-bini, tongke-busar, lalano. mangi-mangi, wako. bako, bangko, parai. Bentuk : pohon, tinggi sampai 15 m. Akar : akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips sempit; ujung daun: berembang (apiculate) (dengan ujung daun yang mendadak langsing dan meruncing); ukuran: panjang 9-18 cm; permukaan bawah daun hijau kekuningan, terdapat bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kelabu sampai kelabu gelap, berkotakan (tessellated) atau menunjukkan struktur seperti kotak-kotak, mirip mosaik. Fenologi : pemunculan bunga: sepanjang tahun. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) dengan bunga sebanyak 2 pada gagang (peduncle) yang kokoh sampai 1.4 cm, aksilar; daun mahkota : 4, putih; kelopak : 4 cuping, kuning kehijauan, disisi luar hijau kemerahan ; benang sari : biasanya 12, coklat ; panjang cm (cuping kelopak menyebar). Buah : diameter cm; panjang cm; warna: hipokotil hijau sampai coklat, leher kotiledon merah ketika matang; permukaan: nampak seperti mempunyai kutil, tapi relatif halus / licin; buah silindris (hipokotil), rontok di bawah leher kotiledon, mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun lebih kecil dibanding Rhizophora yang lain. Ekologi : tumbuh di tepi sungai kecil, estuaria, pantai (juga karang) dengan kekuatan ombak yang ringan; tumbuh baik di wilayah estuaria dengan lumpur mangrove yang lunak. 83 diskripsi jenis mangrove

84 Rhizophora apiculata Blume diskripsi jenis mangrove

85 Rhizophora lamarckii Montr Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : bakau, slengkreng. Bentuk : pohon, tinggi sampai 8 m. Akar : akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: berembang (apiculate) (ujung daun menjadi langsing secara mendadak); ukuran: panjang 9-18 cm. Tipe biji : tidak pernah memproduksi buah dan biji; permukaan bawah daun hijau kekuningan,ada bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Kulit batang : kelabu sampai kelabu gelap, menunjukkan struktur seperti kotak-kotak yang halus dan mudah tercerai berai. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) berbunga 4, bercabang-cabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous), gagang (peduncle) >1.8 cm panjangnya ; daun mahkota : 4 ; kelopak : 4 cuping, kuning kehijauan, disisi luar hijau kemerahan; cm (cuping kelopak membuka). Buah : biasanya steril dan tidak pernah menghasilkan buah dan biji. Karakter yang bisa dilihat : karakter hampir sama dengan Rh. apiculata kecuali dalam hal gagang (peduncle) yang berbunga 4, dan akar tunjang yang melengkung yang berkembang baik. Ekologi : tumbuh di lumpur mangrove yang lunak. 85 diskripsi jenis mangrove

86 Sumber : Kitamura et al. (1997) Rhizophora lamarckii Montr diskripsi jenis mangrove

87 Rhizophora mucronata Lamk Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : bakau, bako-gandul, bakau-genjah, bakau-bandul, bakauhitam.tanjang-lanang, tokke-tokke, bakao, bakau-laki, blukap, tongke- bcsar, lului, bakau-bakau, wako, bako, bangko, blukap. Bentuk : pohon, tinggi sampai 25 m. Akar : akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: berarista (aristate) (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam); ukuran: panjang15-20 cm; permukaan bawah daun hijau kekuningan, terdapat bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Tipe biji : vivipar. Kulit batang : kasar, kelabu sampai hitam, mempunyai struktur mirip kotak-kotak. Bunga : infloresensi, bercabang-cabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous) berbunga sebanyak 4-8; perbungaan terbatas (cyme), menggantung, aksilar; daun mahkota: 4, putih, berambut; kelopak: bercuping 4, kuning keputihan sampai hijau kekuningan; benang sari: 8; diameter: 3-4 cm, panjang: cm; tangkai putik pendek, kepala putik hampir duduk (hampir tanpa tangkai). Buah : diameter cm, panjang cm; warna: hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak; permukaan: berkutil (mempunyai struktur mirip kutil). buah silindris (hipokotil), rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, tersebar oleh arus. Karakter yang bisa dilihat : daun lebih besar dari Rh. stylosa, paling lebar di bagian tengah, tangkai putik pendek. Fenologi : pemunculan bunga: sepanjang tahun (terutama Agustus.- Desember), pemuculan buah: Oktober.-Desember (awal musim hujan), antesis sampai kemasakan: bulan. Ekologi : tumbuh di tepi sungai-sungai kecil, pantai yang berrawa dan berlumpur tanpa ada ombak yang kuat, tumbuh baik di wilayah sungai estuaria dengan lumpur mangrove yang lunak, teradaptasi dengan berbagai elevasi dengan kisaran yang lebar. 87 diskripsi jenis mangrove

88 88 diskripsi jenis mangrove

89 Rhizophora mucronata Lamk diskripsi jenis mangrove

90 Rhizophora stylosa Grift.1854 Rhizophoraceae Mangrove Utama Nama lokal : bakau, bako-kurap, slindur, tongke-besar, wako, bako, bangko. Bentuk : pohon, tinggi sampai 6 m; Akar : akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: elips; ujung daun: berarista (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam); ukuran: panjang cm; permukaan bawah daun; hijau kekuningan, terdapat bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Tipe biji : vivipar Kulit batang : kelabu sampai hitam, relative licin / halus, menunjukkan struktur seperti kotak-kotak; Fenologi : hampir sama dengan Rh. mucronata. Bunga : Infloresensi, berbunga 8-16 atau lebih, bercabangcabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous); perbungaan terbatas (cyme), menggantung; daun mahkota : 4, putih; kelopak: 4 cuping, hijau kuning; benang sari: 8; diameter cm ; tangkai putik ramping, panjang cm. Buah : diameter cm, panjang: sampai 30 cm; warna: hipokotil hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak; permukaan: berkutil (mempunyai struktur mirip kutil), tapi relatif halus/ licin; buah silindris (hipokotil), lebih kecil dibanding Rh. mucronata, rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, tersebar oleh arus. Karakater yang bisa dilihat : daun lebih kecil dibanding Rh.mucronata, cenderung menjadi sempit kearah tangkai daun, infloresensi mempunyai lebih banyak bunga dibanding Rh. mucronata, tangkai putik panjang dan ramping, akar tunjang yang bercabang dan melengkung berkembang dengan baik. Ekologi : pantai berpasir, teras-teras koral, tepi yang berbatasan dengan laut, beradaptasi dengan elevasi yang relatif rendah. 90 diskripsi jenis mangrove

91 Sumber : Kitamura et al. (1997) Rhizophora stylosa Grift diskripsi jenis mangrove

92 Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn. f Rubiaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : duduk-rambat, duduk-rayap. Bentuk : pohon/semak, tinggi sampai 3 m. Akar : tidak ada akar napas yang jelas, kadangkala ada akar tunjang. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: membundar; ukuran: panjang 5-7 cm. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : kasar, coklat. Bunga : infloresensi, berbunga 3-7, perbungaan terbatas (cyme) yang terpadatkan, aksilar; daun mahkota: 4(- 5), putih atau sedikit merah; kelopak: 4(-5) cuping kurang jelas; benang sari: 4(-5); panjang kelopak 5 mm; mahkota 2 x 1.5 mm. Buah : diameter cm, panjang: sampai 1 cm; warna: hijau sampai coklat; permukaan: gundul; ukuran: beralur dalam secara longitudinal seperti roda gigi mesin. Karakter yang bisa dilihat : daun mengkilap, berhadapan, buah kecil mirip roda gigi. Ekologi : sepanjang pantai, di beberapa tempat terpencarpencar, wilayah yang salinitasnya relatif tinggi. 92 diskripsi jenis mangrove

93 Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn. f diskripsi jenis mangrove

94 Sonneratia alba J. Smith 1819 Sonneratiaceae Mangrove Utama Nama lokal : prapal, bropak, padada, bogem, pupat, prepat, beroppa, pangka, barapak, barropa, susup, mange-mange, kadada, muntu, sopo. Bentuk : pohon / semak, tinggi sampai 16 m. Akar : pneumatofor, berbentuk kerucut. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian: lonjong sampai membundar telur sungsang; ujung daun: membundar sampai bergubang (emarginate); ukuran: panjang 5-10 cm; permukaan atas dan bawah daun adalah hampir sama. Tipe biji : biji normal. Kulit batang : halus / licin dengan alur-alur longitudinal yang halus, berwarna krem sampai coklat. Fenologi : pemunculan bunga: sepanjang tahun dengan interval 3-4 bulan, pemunculan buah: Mei-Jun. dan Okt.-Nov., antesis sampai kemasakan: 2-3 bulan. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) dengan bunga1 sampai beberapa, terminal atau pada anak cabang; daun mahkota: putih; kelopak: 6-8 cuping, merah dan hijau; benang sari: banyak, putih; ukuran: diameter 5-8 cm.; bunga efemeral, membuka pada sore hari dan itu terjadi hanya satu malam, banyak nektar di buluh kelopak (calyx tube). Buah : diameter cm; warna hijau; permukaan: halus / licin; ukuran: kelopak berbentuk cangkir, menutupi dasar buah, cuping kelopak; tersebar atau tertekuk, mengandung biji dalam satu buah. Karakter yang bisa dilihat : tangkai daun yang matang berwarna kuning, cuping kelopak menyebar atau tertekuk dalam buah (pada S.ovata cupingcuping kelopak tegak dalam buah). Ekologi : pinggir laut, sepanjang muara sungai-sungai pasang surut, pada tanah yang berlumpur atau berbatu, pada lumpur berpasir dari sungai-sungai estuaria, seringkali membentuk tepian yang berbatasan dengan laut, tanah dengan salinitas relatif tinggi. 94 diskripsi jenis mangrove

95 Sonneratia alba J. Smith diskripsi jenis mangrove

96 Sonneratia caseolaris (L.) Engler 1897 Sonneratiaceae Mangrove Utama Nama lokal : pedada, prapat, bogem, bedodo, bugem, prengat, prepat, mange-mange, mange-kashian, paropa, dadap, bidara, whahat-merah. Bentuk : pohon, tinggi sampai 16 m. Akar : pneumatofor, berbentuk kerucut, sampai lebih dari 1 m. Daun : susunan: tunggal, berhadapan; helaian : oval sampai lonjong; ujung daun: membundar, dengan ujung yang melengkung secara jelas; panjang 4-8 cm. Tipe biji : biji normal; cabang-cabang mengeluarkan cairan. Kulit batang : halus / licin. Bunga : infloresensi, perbungaan terbatas (cyme) dengan 1 sampai beberapa bunga, terminal; daun mahkota: merah; kelopak: 6-8 cuping, hijau; benang sari: banyak, merah dan putih; ukuran: diameter: 8-10 cm; bunga efemeral, membuka pada sore hari dan itu terjadi hanya satu malam, banyak nektar di buluh kelopak (calyx tube). Buah : diameter 6-8 cm; warna: kelopak rata, mengkilap berwarna hijau kekuningan, meluas secara horizontal, tidak menyelimuti buah, cuping kelopak menyebar atau tertekuk, buah lebih besar dibanding S. alba, mengandung biji dalam satu buah, bisa dimakan. Karakter yang bisa dilihat : daun dewasa bertangkai pendek dengan dasar merah muda, benang sari merah dan putih yang jelas, pneumatofor berkembang baik, sampai lebih dari 1 m, lebih panjang dari S. alba. Ekologi : tumbuh terutama disepanjang sungai kecil pasang surut dan di bagian mangrove yang kadar garamnya relatif rendah, tepi sungai estuaria, lebih menyukai salinitas rendah dengan masukan air tawar. 96 diskripsi jenis mangrove

97 Sonneratia caseolaris (L.) Engler diskripsi jenis mangrove

98 Sonneratia ovata Backer 1929 Sonneratiaceae Mangrove Utama Nama lokal : bogem, kedabu Bentuk : pohon yang berukuran kecil atau sedang, biasanya sampai 5 m, kadangkala mencapai tinggi 20 m. Akar : pneumatofor vertikal Daun : bundar telur melebar, bundar telur atau hampir bundar, berukuran 4-10 cm lawan 3-9 cm; panjang tangkai daun 2-15 mm. Bunga : bunga soliter atau terdapat dalam kelompok-kelompok tiga bunga pada bagian atas batang; tangkai bunga langsing, dengan panjang 1-2 cm, atau kadangkala tidak ada; kuncup-kuncup bunga berbentuk bundar telur melebar, panjangnya kurang dari dua kali lebarnya dan tertutup oleh semacam kutil-kutil kecil; panjang kelopak cm dengan suatu tabung yang berbentuk cangkir melebar dan muncul dari dasar yang mirip tangkai, pendek, dan sangat menyusut; biasanya terdapat 6 cuping kelopak, yang panjangnya sama dengan tabungnya atau sedikit lebih panjang ketika terbuka; pemunculan bunga terjadi sepanjang tahun. Buah : buah buni (berry); buah buni yang masak berukuran 3-5 cm lawan cm Karakter yang bias dilihat : cuping-cuping kelopak tegak dalam buah Ekologi : ada tepi mangrove yang berbatasan dengan pedalaman, pada daerah yang kurang salin, pada tana berlumpur di sekitar sungai sungai kecil pasang surut; tidak pernah terdapat pada terumbu karang. 98 diskripsi jenis mangrove

99 Sonneratia ovata Backer 1929 Xylocarpus granatum König diskripsi jenis mangrove

100 Meliaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : banang-banang, nyirih, siri, nilyh, nyirih-bunga, nyuru, jombok-gading, buli, bulu-putih, buli-hitam, inggili, buah-kira-kira, kira-kira, nipa, niumeri-kara, mokmof, kabau, niri. Bentuk : pohon, tinggi sampai 8 m. Akar : akar banir dan akar papan (plank roots). Daun : susunan: majemuk, berseling, anak daun biasanya 2 pasang; helaian: ellips sampai membundar telur sungsang (obovate); ujung daun membundar;; panjang 7-12 cm (anak daun). Tipe biji : biji normal. Kulit batang : coklat-merah, halus-licin, pucat, ada benjolan-benjolan berwarna kehijauan atau kekuningan, mengelupas dalam petakan-petakan tak teratur. Fenologi : muncul bunga, sepanjang tahun (dengan interval 3-4 bulan), muncul buah: terutama Jul.-Agst. dan Nov- Des, antesis sampai kemasakan: 10 bulan. Bunga : infloresensi, malai berbunga 8-20, sampai panjang 6 cm, terutaman aksilar; daun mahkota : 4, warna krem sampai putih kehijauan; kelopak : 4 cuping, hijau kekuningan; benang sari: melebur menjadi tabung, putih-krem; diameter cm; bunga berkelamin satu; Buah : diameter cm; warna coklat kekuningan; permukaan : menjangat (leathery); berat buah (1-2 kg), mirip melon yang bulat, mengandung 6-16 biji, mengapung, tersebar oleh arus air, istilah Inggris puzzle-fruit (buah teka-teki). Karakter yang bisa dilihat : banir yang berkembang baik, akar mirip ular yang naik turun, buah besar keras bulat milrip melon berwarna coklat kekuningan. Ekologi : tumbuh di tepi sungai pasang surut, daerah yang bersalinitas rendah ditempat yang agak ke pedalaman. 100 diskripsi jenis mangrove

101 101 diskripsi jenis mangrove

102 Xylocarpus granatum König 1784 Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem Meliaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : banang-banang, nyirih, siri, nyirih-batu, jombok, miumeri-mee, parasar, kabau, niri. Bentuk : pohon, tinggi sampai 8 m. Akar : pneumatofor yang mirip pasak, akar papan dan banir pendek. Daun : susunan: majemuk, berseling, anak daun biasanya 2-3 pasang; helaian: elips sampai membundar telur sungsang (obovate); ujung daun: meruncing (acute); ukuran: panjang 5-9 cm (anak daun). Tipe biji : biji normal. Kulit batang : merah gelap sampai hampir kehitaman, beralur dengan arah longitudinal. Bunga : infloresensi, berbunga 10-35, malai (panicle) sampai panjang 8 cm, terutama aksilar; daun mahkota : 4, warna krem sampai putih kehijauan; kelopak: 4 cuping, hijau kekuningan; benang sari: melebur menjadi tabung (tubes), putih dengan rona krem; diameter cm; bunga berkelamin satu. Buah : diameter mencapai 10 cm; warna hijau; permukaan: menjangat (leathery); buah lebih kecil dibanding X.granatum, sampai seukuran buah jeruk, mengandung 4-10 biji, mengapung, tersebar oleh arus air. Karakter yang bisa 102 diskripsi jenis mangrove

103 dilihat : banir kadangkala tidak ada atau sangat pendek, buah lebih kecil dari X. granatum, berwarna hijau. Ekologi : tepian sungai kecil pasang surut, perbatasan dengan tambak, tepi sungai, wilayah yang lebih kearah pedalaman yang bersalinitas rendah. Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem diskripsi jenis mangrove

104 Xylocarpus rumphii (Kostel.) Mabb Meliaceae Mangrove Penunjang Nama lokal : hanang-banang, nyirih, siri, nyirih-batu, jombok, niri. Bentuk : pohon, tinggi mencapai 6 m. Akar : tidak ada akar udara yang jelas. Daun : susunan: majemuk, berseling, anak daun 3-4 pasang; helaian:membundar telur (ovate) sampai menjantung (cordate); ujung daun meruncing (acute) sampai melancip (acuminate); panjang 7-12 cm (anak daun). Tipe biji : biji normal. Kulit batang : coklat, kasar, mengelupas dalam alur-alur sempit. Bunga : infloresensi, malai (panicle), panjang mencapai 12 cm, terutama aksilar; daun mahkota : 4, krem sampai putih kehijauan; kelopak : 4 cuping, hijau kekuningan; benang sari : melebur menjadi tabung (tubes), putih dengan rona krem; diameter cm; bunga berkelamin satu. Buah : diameter mencapai 8 cm; warna : hijau; permukaan: mengkilap; buah lebih kecil dibanding X. granatum, mencapai ukuran mirip buah jeruk, mengandung 4-10 biji, mengapung, tersebar oleh arus air. Karakter yang bisa dilihat : anak daun biasanya 3-4 pasang, membundar telur (ovate) lebar, sampai menjantung (cordate), berujung runcing, buah lebih kecil dibanding X. granatum, berwarna hijau. Ekologi : mangrove pantai yang tumbuh di pantai berpasir atau berbatu di atas batas air pasang. 104 diskripsi jenis mangrove

105 Sumber : Kitamura et al. (1997) Xylocarpus rumphii (Kostel.) Mabb 105 diskripsi jenis mangrove

106 1.6. Deskripsi pemanfaatan mangrove di Indonesia Keberadaan mangrove merupakan salah satu sifat utama wilayah pesisir di Indonesia, dan memainkan peranan penting dalam perlindungan dan pengembangan wilayah pesisir. Mangrove terdiri dari tanaman mangrove sejati dan tanaman asosiasi mangrove, dengan jumlah jenis yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya (Tomlinson,1986 dan van Steenis,1958). Selama berabad-abad, mangrove di Indonesia telah digunakan secara tradisional sebagai sumber hasil hutan, hasil perikanan, dan sebagai wilayah pemukiman, seperti yang terjadi di banyak wilayah, seperti Bengkalis, Riau, Sumatera (Versteegh 1951). Pemanfaatan mangrove di Indonesia dapat dipandang, baik dari segi penggunaan produknya (produk langsung dan tak langsung) maupun dari segi ekosistem mangrovenya itu sendiri. Produk langsung dan tak langsung (misalnya produk dan hasil perikanan) menjadi dasar bagi kegiatan ekonomi yang bergantung pada mangrove, dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat desa di pesisir (Becking et al. 1922, Burkill 1935, Heyne 1950, Meindersma 1923, Watson 1928; Hamilton and Snekdaker, 1984). Dewasa ini, konversi mangrove menjadi bentuk penggunaan lahan yang lain telah mencapai taraf yang cukup memprihatinkan, dan di beberapa tempat hal ini terjadi secara besar-besaran (misalnya di Sulawesi). Konversi mangrove telah terjadi untuk pembangunan pelabuhan laut dan udara (misalnya di Bali), pembangunan pemukiman dan marina (misalnya di Jakarta), areal industri, ladang garam, tambak ikan dan kegiatan pertanian, yang sekarang terjadi secara meluas di Indonesia. Desakan untuk mengkonversi mangrove tidak bisa dibiarkan terus menerus kalau jasa dan produk-produk mangrove ingin dipertahankan Fungsi-fungsi mangrove. Mangrove mempunyai banyak fungsi, dan fungsi-fungsi tersebut sangat beragam. Sama dengan tipe lahan basah yang lain (de la Cruz 1976), fungsifungsi mangrove bisa dikategorikan menjadi dua tingkatan: 1. Tingkatan ekosistem - penggunaan mangrove secara keseluruhan, termasuk zona pasang-surut, lahan kering yang bersebelahan langsung dengan mangrove, dan wilayah pesisir lainnya untuk berbagai fungsi. 106 diskripsi jenis mangrove

107 2. Tingkatan komponen penggunaan komponen biotik, terutama produk-produk yang berkaitan dengan tumbuhan untuk berbagai keperluan. Mangrove di Indonesia tidak hanya menghasilkan produk fisik, tapi juga menyediakan hal yang lebih penting, yaitu fungsi ekologis, yang manfaatnya sangat luas terhadap lingkungan dan manusia, yakni : 1. Sebagai tempat pembiakan, bertelur, pembesaran, mencari makan, dan tempat tinggal bagi beberapa ikan jenis komersil, kerangkerangan, udang-udangan, moluska (hewan lunak), dan satwa liar lainnya, misalnya burung. 2. Sebagai penyangga terhadap ombak dan badai yang kuat. 3. Sebagai pelindung garis pantai, dan pantai berpasir serta mencegah intrusi air laut 4. Sebagai tempat perlindungan satwa liar dan sebagai tempat rekreasi. Keberadaan mangrove adalah sangat menguntungkan karena menghasilkan banya produk berharga, sambil juga memberikan banyak fungsi secara gratis (misalnya mendukung habitat satwa liar, kelestarian lingkungan, pendidikan, dan sebagainya) kepada masyarakat pesisir yang seringkali padat penduduknya. Dalam hal ini mangrove akan terus dimanfaatkan oleh penduduk pesisir untuk kepentingan ekonomis mereka pada tingkat subsisten Nilai-nilai dan kegunaan mangrove Nilai-nilai dan kegunaan sumberdaya mangrove adalah sangat beragam dan sangat penting bagi kondisi sosisal-ekonomi di Indonesia (Wind 1924). Meskipun demikian, beberapa nilai dan kegunaan tersebut adalah bersifat tidak nyata secara fisik, dan hanya sedikit dihargai oleh sebagian besar orang, terutama warga perkotaan. Peranan penting mangrove berasal dari produk langsung dan tak langsung serta dari manfaat yang disediakan mangrove didalam dan diluar wilayah mangrove itu sendiri. Sebagai sumber produk, mangrove Indonesia telah dieksploitasi secara ekonomis, terutama untuk kehutanan dan perikanan. Dengan berjalannya waktu dari tahun ke tahun, eksploitasi mangrove telah bergeser dari pengumpulan produk hutan dan perikanan secara sederhana, ke pengumpulan berskala komersil, misalnya pada Mangrove Bintuni di Papua. Eksploitasi produk dan jasa-jasa mangrove oleh penduduk pesisir, telah dideskripsi secara baik oleh Sunier (1922), Meindersma (1923), Wind (1924) dan Heyne (1950). 107 diskripsi jenis mangrove

108 Produk-produk (hasil) langsung dan tak langsung Penggunaan mangrove yang tercatat zaman dahulu, terkait dengan produkproduk (hasil) langsung dan tak langsung yang bisa diperoleh dari mangrove, yang kebanyakan terkait dengan kehutanan, pertanian, perikanan dan kegiatan budaya. Penggunaan produk-produk mangrove (langsung dan tak langsung) untuk konsumsi lokal telah merupakan praktek yang sudah lama dilakukan di Indonesia (Tabel 13, 14, 15). Karena itu, hal yang menarik sekarang adalah menginventarisasi penggunaan mangrove yang sudah dipraktekkan sejak dulu secara kultural dan sosial. a. Hasil Hutan. Nilai pemanfaatan mangrove yang paling nyata adalah pengumpulan hasilhasil hutan, yang diklasifikasikan menjadi hasil kayu dan non kayu. Hasil kayu mencakup tiang, kayu bakar, arang, dan bahan bangunan berkayu lainnya (misalnya bahan bangunan rumah dan peralatan mencari ikan). Hasil non kayu mencakup antara lain tanin, obat-obatan, zat warna, atap dari daun nipah, dan nira nipah (untuk cuka, pembuatan minuman arak, dan makanan /minuman lainnya). Penggunaan hasil hutan mangrove secara tradisional biasanya merupakan penggunaan langsung hasil tersebut dalam skala kecil. 108 diskripsi jenis mangrove

109 Tabel 13. Penggunaan beberapa jenis tumbuhan mangrove untuk keperluan medis dan keperluan lainnya No Jenis Penggunaan 1 Acanthus ebracteatus Vabl. - Cairan (jus) daun dioleskan ke kulit kepala untuk mengawetkan rambut 2. A. ilicifolius L. - Buah yang dihancurkan, merupakan pembersih darah yang baik, sebagai obat luar untuk bisul dan gigitan ular 3. Acrostichum aureum. - Daun muda yang masih sukulen bisa dimakan mentah atau dimasak dulu. 4. Acrostichum corniculatum - Kulit batang dan biji untuk racun ikan. 5. Avicennia alba - Kulit kayu dan biji mengandung racun ikan. - Getah digunakan untuk kontrasepsi (pengendalian kelahiran). - Salep yang dibuat dari biji berguna untuk meringankan bisul pada penyakit cacar. 6. Avicennia marina - Sumber serbuk sari dan madu yang mempunyai rasa yang kuat untuk mendukung koloni lebah madu. 7. Avicennia officinalis - Biji dimakan setelah dicuci dan dimasak. 8. Bruguierra gymnorrhiza - Kulit kayu digunakan sebagai penyedap rasa (bumbu) bagi ikan mentah. - Pneumatofor (akar nafas) digunakan oleh masyarakat adat untuk upacara penanaman dengan membenamkan ubi, untuk menjamin agar umbi tumbuh besar. - Arang dari jenis ini merupakan pengganti bagi kokas minyak bumi (petroleum coke) yang digunakan untuk membuat kalsium karbida dan fero-aloi (ferroalloys/campuran logam besi) yang selanjutnya digunakan dalam berbagai industri kimia, plastik dan logam. 9 Bruguierra parviflora - Kulit kayu digunakan sebagai penyedap rasa (bumbu) bagi ikan mentah - Pneumatofor (akar nafas) digunakan oleh masyarakat adat untuk upacara penanaman dengan membenamkan ubi, sehingga umbi akan tumbuh besar. - Arang dari jenis ini merupakan pengganti bagi kokas minyak bumi (petroleum coke) yang digunakan untuk membuat kalsium karbida dan fero-aloi (ferroalloys/campuran logam besi) yang selanjutnya digunakan dalam berbagai industri kimia, plastik dan logam. 109 diskripsi jenis mangrove

110 Tabel 13. (lanjutan) No Jenis Penggunaan 10. Bruguierra sexangula - Daun-daun muda, embrio buah, bagian tengah calon akar dimasak dan dimakan sebagai sayuran. - Buah dikunyah sebagai pengganti sirih. - Losion (cairan pembersih/ pereda sakit) dari buahnya digunakan untuk obat sakit mata - Daun mengandung alkaloid yang menghambat tumor - Akar dibuat menjadi kayu. 11. Ceriops tagal - Zat warna dari kulit kayu digunakan untuk mewarnai dan mengawetkan jala ikan, dan penting untuk pembuatan tikar dan batik di Jawa. - Menghasilkan perekat kayu lapis. - Seduhan kulit kayu digunakan untuk pengobatan masalah kebidanan dan pendarahan. 12. Excoecaria agallocha - Getah putihnya yang banyak, sangat beracun dan menimbulkan iritasi; digunakan sebagai racun mata panah dan racun ikan - Getahnya dapat menyebabkan kebutaan dan digunakan untuk pengobatan sakit gigi. - Rebusan daun bisa menyembuhkan seriawan parah pada bayi 12. Lumnitzaea littorea - Buahnya yang berdaging bisa diawetkan untuk dimakan 13. Oncosperma filamentosa - Kuncup ujung digunakan sebagai sayur; - Bunga ditambahkan ke nasi untuk penyedap rasa - Daun direbus, dikeringkan, dibuat serbuk dan dicampur air untuk penyakit perut 14. Pluchea indica - Daun muda bisa dimakan - Buah dikupas dan dimakan 15. Rhizophora muncronata - Menghasilkan madu dari nektarnya - Buah dimakan 16. Sonneratila caseolaris - Getah sebagai kosmetika. - Akar digunakan sebagai pahatan alami untuk keperluan dekorasi. 17. Xylocarpus moluccensis - Kulit kayu bersifat astringen (bersifat menyusutkan dan menyejukkan jaringan tubuh) dan digunakan untuk menyembuhkan diare. - Minyak dari biji digunakan pada rambut dan berperan sebagai penerang. 110 diskripsi jenis mangrove

111 Tabel 14. Penggunaan tradisional vegetasi mangrove di bagian timur Indonesia (Maluku, Papua) (Sukardjo, 2007) No Jenis Penggunaan 1 Rhizophora stylosa Kayu bakar digunakan untuk memasak makanan, mengasap ikan, arang, tanin untuk pengawetan jala ikan; lapisan tengah berkayu (antara kulit kayu dan empulur) dari akar tunjang dan akar udara digunakan untuk mengikat ikan dalam transportasi; akar tunjang dan akar udara digunakan untuk membuat perangkap Thalassina anomala; kulit kayu digunakan untuk menyelimuti umpan Scylla serrata (dibuat dari Sesarma yang dihancurkan dan dicampur dengan lumpur mangrove); tongkat untuk mengupas kulit kelapa; akar udara untuk membuat perangkap ikan yang dianyam dan busur; kayu untuk bangunan, penyangga, gagang peralatan; tiang untuk perangkap ikan, perahu, tiang pagar; arang. 2 Bruguiera gymnorrhiza Kayu bakar untuk masak, mengasap ikan, kremasi, arang, kayu untuk penyangga, pembuatan perahu, balok penyangga horizonta, kayu penyangga atap, mebel, gagang peralatan, tiang untuk pagar, perangkap ikan, perahu, menyamak dan mengawetkan jala ikan; tongkat untuk mengupas kelapa; zat warna untuk membuat perangkap T. anomala. 3 Xylocarpus granatum Kayu bakar, kayu pertukangan, tiang pagar, balok penyangga horizontal, tiang, dan digunakan untuk obat 4 Xylocarpus moluccensis Kayu bakar, kayu pertukangan, tiang pagar, balok penyangga horizontal, dan tiang 5 Lumnitzera littorea Kayu bakar, kayu pertukangan, tiang pagar, balok penyangga horizontal, tiang, tiang untuk perangkap ikan, gagang peralatan, pembuatan sampan, dan obat. 6 Terminalia catappa Batang utama digunakan untuk membuat lali (drum berbentuk sampan, dipotong dikedua ujungnya); biji digunakan untuk makanan; tiang untuk bangunan; pembuatan sampan; digunakan untuk obat. 7 Calophyllum inophyllum Kayu pertukangan, pembuatan perahu (rusuk kerangka); ekstrak daun sebagai pencuci mata; minyak dari buah dioleskan ke kulit sebagai obat, minyak penata rambut; untuk membuat lali ; digunakan untuk obat. 8 Excoecaria agallocha Obat untuk menyembuhkan lepra. Orang Malayu dulu menempatkan orang yang menderita penyakit tersebut dalam suatu rumah kosong dan membuat api kecil dimana mereka menempatkan kayu E. agallocha. Asap yang terjadi, dipercaya menyembuhkan pasien, disamping juga menimbulkan rasa sakit; getahnya menimbulkan iritasi dan dipercaya menyebabkan kebutaan; digunakan untuk obat. 9 Heritiera littoralis Kayu bakar, kayu pertukangan, pagar, tiang, digunakan sebagai obat 111 diskripsi jenis mangrove

112 Tabel 14. (lanjutan) No Jenis Penggunaan 10 Barringtonia asiatica Buah kering digunakan untuk pengapung tali penangkap ikan; sebagai racun ikan; digunakan sebagai obat 11 Barringtonia racemosa Buah digunakan sebagai racun ikan. 12 Inocarpus fagiferus Buah sebagai makanan; daun muda sebagai sayuran; banir untuk membuat gagang pisau 13 Intsia bijuga Kayu yang luar biasa padat dan keras; dianggap keramat oleh orang Papua; digunakan untuk balok penyangga horizontal; tiang, sampan, mangkok untuk yaqona (ekstrak batang dan / atau akar yang ditumbuk dari Piper methysticum), alat pemukul, penyangga kepala; digunakan sebagai obat. 14 Entada phaseoloids Batang muda digunakan sebagai tali; biji sebagai kalung; batang yang lebih tebal bisa digunakan sebagai sumber air. Potongan30-40 cm dari batang (diameter 5-7 cm) dapat memberi air minum yang baik. 15 Abrus precatorius Biji digunakan sebagai kalung untuk turis (karena biji sangat beracun, biji-biji tersebut direbus sebelumnya untuk melenyapkan racun dan mencegah mereka menyusut) 16 Derris trifoliata Racun ikan, batang untuk mengikat ikan, melumpuhkan kepiting, mengikat kayu bakar; digunakan sebagai obat. 17 Pongamia pinnata Tiang untuk bangunan, digunakan sebagai obat. 18 Clerodendrum inerme Getah dari daun digunakan untuk mencuci peralatan makan, racun ikan dan obat. 19 Vitex trifolia Digunakan sebagai obat. 20 Cerbera manghas Daun setelah dibuat menjadi seperti bubur dengan cara dikunyah, digunakan untuk menambal gigi berlubang. 21 Thespesia populnea Kayu digunakan untuk membuat perahu (rusuk kerangka). Buah digunakan sebagai mainan, juga sebagai obat. 22 Hibiscus tiliaceus Batang kering digunakan sebagai pengapung untuk jala ikan (gill nets); Kulit batang yang berserat untuk membuat tali, rok dari rumput-rumputan, menyaring yaqona (ekstrak batang dan / atau akar yang ditumbuk dari Piper methysticum), membuat simpul pada perangkap Thalassina anomala, biji sebagai obat. 23 Stenochlaena palustris Daun digunakan sebagai makanan dan obat 112 diskripsi jenis mangrove

113 Tabel 15. Penggunaan saat ini dan yang potensial dari beberapa jenis mangrove di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Sukardjo, 2007) No. Produk Jenis Penggunaan 1 Tanin Sebagian besar jenis mangrove, tetapi Ceriops spp. memberikan kualitas Pembuatan barang-barang dari kulit, tinta, plastik, perebus air, pemboran sumur minyak, perekat formaldehida, pencegah karat, insekstisida, obat. terbaik 2 Zat warna Xylocarpus spp. Mewarnai jala ikan, tekstil. 3 Pewarna Ceriops spp. Mewarnai beras dan tuba (arak lokal). 4 Selulosa, Xantat Rhizophora spp. Produksi rayon viskosa (viscose rayon) untuk bahan tekstil, kerangka ban, sabuk /alur untuk industri, selofan. 5 Minyak Biji Xylocarpus Pengasapan dan penataan rambut 6 Pangan Bruguiera spp. Ceriops spp. Avicennia spp Sumber madu, lilin lebah, pengganti teh; daun dimakan sebagai sayur (mentah atau direbus), bumbu untuk ikan mentah. 7 Dedaunan Avicennia spp. Daun sebagai pakan untuk kambing, sapi, dan suplemen ternak. Getah untuk kontraseptif. 8 Ekstraktif Cerbera spp. Ceriops spp. dan jenis mangrove yang lain Masalah rambut rontok secara prematur, olesan untuk bisul dan gigitan ular, meringankan pembentukan bisul pada penyakit cacar, sakit mata, menghambat tumor, kontrasepsi yang efektif, obat sakit gigi, pencahar (cuci perut), pengusir nyamuk. 113 diskripsi jenis mangrove

114 a.1. Produk kayu. Hutan mangrove dieksploitasi (dan kadangkala dihancurkan) karena pohonpohon tertentu ditebang untuk berbagai penggunaan. Kayu adalah produk terpenting dari hutan-hutan mangrove Indonesia, misalnya di Bengkalis (Versteegh 1951). Beberapa jenis mangrove penghasil kayu yang penting adalah Rhizophora spp., Bruguiera spp., Ceriops spp., Xylocarpus spp., Sonneratia spp., Avicennia spp., Lumnitzera spp. dan Heritiera littoralis, dimana jenis tersebut dimanfaatkan karena keawetan kayunya dan kekuatannya. Semua jenis ini memberikan harga kayu yang diterima pasar, baik di tingkat lokal, nasional ataupun internasional. Kayu-kayu dari jenis ini digunakan untuk tiang, pancang, pasak, bangunan kapal, kerajinan tangan, gagang macam-macam alat, bantalan rel kereta api, mebel,dan bahan bangunan lainnya. a.2. Kayu bakar Kayu mangrove masih banyak digunakan sebagai sumber energi oleh masyarakat desa pesisir di banyak pulau di Indonesia. Peranan mangrove sebagai sumber kayu bakar yang lestari, adalah penting untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat akan kayu bakar. Meskipun demikian, eksploitasi komersil terhadap mangrove secara besar-besaran untuk kayu bakar, nampaknya jarang terjadi. Kayu bakar adalah salah satu produk mangrove yang paling awal, yang diketahui manusia, dan pernah merupakan produk langsung mangrove yang terpenting (Becking et al. 1922). Sebagian besar produksi kayu bakar dilakukan dalam skala kecil oleh penduduk desa, tanpa didukung oleh dokumen yang sah, misalnya di pulau Muna. Kayu bakar ini digunakan untuk memasak bahan pangan keluarga sehari-hari, dan tidak jarang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi industri rumah tangga, seperti gula coklat dan produksi kapur (di Jawa, Batu Ampar/Kalimantan Barat, Sulawesi), dan produksi garam di Jawa dan Bali. a.3. Arang Kayu dari hutan-hutan mangrove dipanen terutama (90%) untuk produksi arang, misalnya di Sumatera (Boon 1936). Diantara jenis-jenis mangrove tersebut, Rhizophora spp. lebih disukai karena nilai energi panasnya yang 114 diskripsi jenis mangrove

115 tinggi. Arang bisa digunakan untuk beberapa penggunaan lain yang tidak bisa diberikan oleh kayu bakar yang tidak dikarbonisasi, misalnya sebagai salah satu bahan baku untuk industri batere sel kering dan pekerjaan-pekerjaan metalurgi. a.4. Bahan pembuat bangunan rumah dan alat-alat penangkap ikan Bagi warga desa pesisir di banyak pulau di Indonesia, mangrove merupakan tumbuhan yang paling berguna di bumi ini. Tumbuhan mangrove terdapat secara melimpah di dekat desa mereka dan sangat mudah untuk di panen untuk memenuhi kebutuhan mereka akan bahan pembuat bangunan rumah, perkakas rumah tangga, dan juga alat-alat penangkap ikan. Kayu mangrove banyak digunakan untuk konstruksi rumah oleh orang yang tinggal di dalam atau dekat dengan hutan-hutan mangrove. Kayu mangrove dari berbagai jenis dapat digunakan untuk berbagai bagian yang berbeda dari sebuah rumah. Kualita kayu mangrove yang digunakan untuk konstruksi rumah oleh penduduk di pesisir, bervariasi menurut ukuran dan bentuk rumah. Jenis Ceriops adalah yang paling awet diantara semua jenis mangrove. Jenis Rhizophora dan Bruguiera adalah tidak seawet Ceriops, tapi ketiganya telah digunakan untuk konstruksi rumah, blok pengerasan jalan dan gagang peralatan. Berbagai tipe alat penangkap ikan digunakan oleh penduduk pesisir, tapi hanya beberapa dari peralatan tersebut yang dibuat dari kayu mangrove. Sebagian besar tiang dari Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. digunakan untuk perangkap kepiting. Drift gill-nets dan winged set-bag adalah perangkap ikan yang dibuat dari Rh. apiculata dan Bruguiera spp.. a.5. Hasil hutan non kayu Diantara hasil hutan non kayu yang berasal dari hutan mangrove adalah tanin, zat warna, obat-obatan, atap dari daun nipah, nira nipah (untuk cuka, pembuatan arak, dan makanan) dan madu. a.5.1. Tanin dan zat warna Diantara hasil-hasil hutan non kayu yang berasal dari hutan mangrove, tanin adalah yang sangat populer. Ekstraksi tanin dari kulit kayu pohon mangrove telah tercatat sejak tahun 1900 an, tapi kegiatan ini tidak pernah berkembang 115 diskripsi jenis mangrove

116 menjadi industri. Sebagian besar pohon mangrove kaya akan tanin. Diantara jenis yang diidentifikasi mengandung tannin berkualita tinggi adalah Rhizophora apiculata, Rh. mucronata, Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum (Lemmens dan Wulijarni-Sutjipto 1991, Bumarlong 1976, Buckley 1929). Rhizophora spp. adalah penghasil tanin terbaik, diikuti berikutnya oleh Ceriops spp. Dilain pihak, tanin dari jenis Bruguiera mempunyai kualita yang moderat. Tanin mempunyai berbagai kegunaan, seperti pada pembuatan tinta, plastik, perekat, dsb. Tetapi, ekstraksi tanin dari kulit kayu pohon mangrove nampaknya terjadi dalam jumlah yang bisa diabaikan saat ini. Meskipun demikian, penggunaan tradisionil kulit kayu pohon mangrove untuk tanin masih dipraktekkan di Indonesia. Penggunaan lain dari kulit kayu pohon mangrove adalah dalam pembuatan zat warna. Zat warna yang diekstrak dari kulit kayu pohon X. ganatum digunakan untuk mewarnai jala ikan, tali dan tekstil (batik), sedang ekstrak dari Ceriops tagal lazim digunakan untuk mewarnai beras dan arak lokal, seperti di Sumatera Utara. Pada tahun-tahun terakhir, dengan adanya pengembangan bahan-bahan kimia pengganti, ketergantungan terhadap tanin mangrove telah banyak menurun. Meskipun demikian, orang-orang lokal masih senang menggunakan mangrove sebagai sumber tanin untuk mewarnai jala ikan, pakaian dan bahan penangkap ikan lainnya, karena ekstraksinya yang lebih mudah. a.5.2. Makanan dan minuman. Meskipun tidak begitu penting, beberapa produk pangan dapat diambil dari mangrove Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagian dari beberapa tumbuhan mangrove dilaporkan bisa dimakan. Produk pangan yang sifatnya langsung, diantaranya adalah biji muda dan nira tangkai bunga Nypa fruticans; daun muda, pucuk dan propagul Avicennia marina; buah Sonneratia alba dan propagul Bruguiera gymnorrhiza. Buah dari jenis- jenis Avicennia, Bruguiera, dan Sonneratia bisa dimakan, dan biji Heritiera littoralis bisa dimakan bersama ikan. Diduga, palem Nypa merupakan produsen pangan paling penting di hutan mangrove. 116 diskripsi jenis mangrove

117 a.5.3. Bahan obat-obatan Sudah banyak dipublikasikan bahwa berbagai bagian jenis tertentu dari mangrove, mengandung bahan akftif yang mempunyai sifat menyembuhkan berbagai penyakit (van Steenis dan Kruseman 1953). Dalam hal ini beberapa jenis mangrove telah digunakan dan dilaporkan mempunyai manfaat medis untuk masyarakat tradisionil (Burkil 1935, Heyne 1950, van Steenis dan Kruseman 1953). Sebagai contoh, kulit kayu Xylocarpus spp. dikatakan bermanfaat untuk menyembuhkan diare dan sebagai astringen (bersifat menyusutkan jaringan tubuh); daun Excoecaria agallocha untuk menyembuhkan epilepsi; cairan daun Acanthus spp. dapat meringankan rematik, dan sebagainya. Nelayan-nelayan lokal di lokasi-lokasi mangrove di Indonesia masih mendidihkan daun-daun mangrove, dengan memakai air untuk menyembuhkan penyakit kulit. a.5.4. Makanan ternak dan pupuk hijau Di Indonesia, hutan mangrove seringkali juga berfungsi sebagai lahan penggembalaan secara tidak penuh. Sapi, kerbau, kambing, dan domba, adalah hewan ternak yang lazim dikenal sebagai pemakan daun mangrove. Sebagai contoh, daun Avicennia marina adalah penting sebagai sumber pakan ternak. Dedaunan mangrove merupakan pakan ternak yang sangat baik untuk banyak hewan ternak seperi domba, kambing, kerbau, dan sapi, seperti yang ditemukan di kompleks delta Cimanuk, pantai utara Jawa Barat. Pemberian pakan ternak di kandang, dipraktekkan di Jawa (Sukardjo dan Akhmad 1982). Dalam hal nilai nutrisi, daun mangrove, termasuk dalam kelompok terbaik (Hamilton dan Snedaker 1984). Perlu dikemukakan disini bahwa daun segar mempuyai lebih banyak nutrisi dibanding serasah. Daun mangrove digunakan sebagai pupuk hijau untuk pemeliharaan kolam ikan dan produktivitas ekologis dari substrat tersebut, misalnya di pantai utara Jawa Barat. Pupuk hijau dari jenis mangrove Avicennia spp. dan Rhizophora spp. merupakan input nutrisi (hara) yang sangat populer untuk menstabilkan produksi tanah-tanah yang tergenang di wilayah pesisir di Indonesia. 117 diskripsi jenis mangrove

118 a.5.5. Atap Produksi atap dari daun nipah (Nypa fruticans) masih merupakan industri tradisional yang penting dari mangrove Indonesia (Burkill 1935, Heyne 1950). Berhubung pasokan daun nipah dari alam agak menurun, maka penduduk desa kadangkala menambah pasokan dengan cara menanam palem ini di lahan milik mereka, seperti misalnya di Banyuasin-Sumatera Selatan. Ketika memanen daun-daun tersebut, orang desa biasanya menyisakan sekurangkurangnya 2 daun per pohon untuk menghindari defoliasi (hilangnya dedaunan). Daun-daun yang terkumpul dikeringkan, dilipatkan pada sebatang kayu atau bambu, dan dijahit ditempat itu juga. Susunan yang tumpang tindih ini digunakan sebagai bahan atap atau dinding di seluruh desa nelayan. Keawetan atap / dinding dari daun nipah ini berkisar dari 2 sampai 3 tahun. a.5.6. Madu Beberapa jenis mangrove menghasilkan nektar. Ketika berbunga, hutan Aegiceras corniculatum dan Kandelia candel nampak sebagai permadani berwarna keputihan yang luas, yang menarik rombongan lebah untuk mengumpulkan madu. Apikultur (beternak lebah) di hutan-hutan mangrove belum banyak berkembang di Indonesia, meskipun sudah ada kegiatan rakyat di bidang ini di beberapa daerah di Indonesia, misalnya di Segara Anakan, Cilacap. a.5.7. Produk-produk tak langsung Selain hasil hutan, mangrove juga menghasilkan produk-produk akuatik yang bisa dipanen dari lantai hutan atau substratum, sungai-sungai kecil dan saluran-saluran air yang ada di dalamnya. Lantai hutan yang secara periodik tergenang air itu merupakan habitat yang kaya untuk banyak jenis hewan, termasuk ikan, moluska, dan kepiting, yang bisa menjadi sumber produk akuatik atau produk perikanan. Produk-produk tak langsung yang lain, berasal dari lebah, burung, reptil, mamalia dan hewan lainnya. Hanya beberapa dari jenis hewan ini yang merupakan penghuni tetap mangrove, sedang yang lain memasuki hutan ini untuk mencari makan dan perlindungan. Beberapa jenis udang bergantung pada mangrove, sekurang-kurangnya pada sebagian dari siklus hidupnya. 118 diskripsi jenis mangrove

119 Ikan, moluska, dan kelompok udang ditangkapi dan dipanen secara teratur oleh penduduk lokal untuk konsumsi keluarga, atau dijual di pasar terdekat, dengan menggunakan metoda penangkapan secara tradisional dan alat-alat yang terbuat dari kayu mangrove dan sampan yang terbuat dari papan kayu mangrove. Metoda penangkapan dan pemasangan perangkap tradisional, masih sering digunakan oleh penduduk pesisir. Studi-studi mengenai ikan-ikan yang ditangkap di mangrove Banyuasin, Sumatera Selatan (Burhanudin 1980) mengungkapkan bahwa ada sekitar delapan famili ikan yang hidupnya bergantung pada mangrove dan jenis yang paling lazim dijumpai adalah Mugil cephalus, Arius sp., Lutjanus spp., Leiognathus sp., Trichiurus spp., Gerres sp. Caranx sp., Siganus sp., Sillago sihama dan Therapon jarbua (Sukardjo 2004). Dalam hal komunitas bentos, sekitar 65 jenis moluska diketahui terdapat di mangrove Indonesia, dan jenis berikut ini adalah yang paling lazim dijumpai serta bernilai ekonomi: Anadara antiquate (semacam tiram), A. granosa, Ostrea amasa, Crassostea echinata (tiram), Geloina coaxans, Telescopium telescopium dan Terebrallia palustris. T. telescopium adalah gastropoda berukuran besar yang datang bergerombol dalam jumlah ribuan di mangrove, dan dapat digunakan sebagai makanan, dan dijual di pasar lokal. Tiram dan jenis lain yang semacam tiram adalah jenis yang mempunyai nilai komersil. A. granosa adalah jenis yang paling lazim berasosiasi dengan mangrove dan banyak disukai untuk dimakan. Diantara kelompok udang/kepiting, jenis yang dilaporkan bisa dimakan adalah Thalassina anomala, Thalamita sp. dan Scylla serrata. Kelompok udang/kepiting ini dijual di pasar. Burung (unggas air, burung air, dsb), mamalia, reptil dan satwa liar lainnya diburu untuk permintaan lokal, misalnya dalam bentuk perburuan buaya dari ekosistem mangrove lazim dilakukan untuk dipasarkan secara lokal. 119 diskripsi jenis mangrove

120 Penggunaan mangrove secara komersial saat ini Secara tradisional, ekosistem mangrove di Indonesia telah menjadi sumberdaya penting bagi masyarakat/manusia penduduk pesisir. Pada saat ini, masyarakat manusia dalam lingkungan mangrove Indonesia menganggap mangrove sebagai wilayah harapan untuk masa depan. Sebagai akibatnya, pemanfaatan produk-produk mangrove yang langsung dan tak langsung, berorientasi hanya kearah jenis mangrove untuk keperluan mencari nafkah. Pada masyarakat modern, permintaan akan pulp dan kayu chip (chipwoods) meningkat dalam jumlah cukup besar. Selain itu, keindahan pemandangan alami dari mangrove, serta biodiversitasnya menyebabkan adanya permintaan akan ekowisata di mangrove, dan ini merupakan salah satu nilai hakiki yang terkandung dalam ekosistem mangrove di Indonesia. Pemanfaatan jenis mangrove untuk mencari nafkah bagi penduduk etnik lokal, bersama dengan kegiatan kultural mereka, merupakan nilai lain yang menarik di ekosistem mangrove. a. Pembuatan pulp dan chip kayu jenis mangrove Studi-studi mengenai pulp menunjukkan bahwa pulp sulfat dengan kekuatan yang bagus dapat dihasilkan dari tumbuhan mangrove seperti Camptostemon schultzii, Sonneratia caseolaris, Excoecaria agallocha dan Avicennia marina. Kayu-kayu yang lebih padat seperti Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora apiculata tidak menghasilkan pulp dengan kekuatan yang memadai. Pada tahun-tahun terakhir ini, eksploitasi kayu untuk chip kayu di hutan mangrove di Bintuni telah menciptakan bentuk lain yang penting dari pemanfaatan mangrove. b. Ekowisata. Mangrove adalah hutan yang bisa dihuni. Banyak satwa liar menggunakan hutan mangrove sebagai habitat mereka; sebagai koridor untuk lintasan perjalanan mereka; sebagai tempat mencari makan, bersarang dan / atau tempat pengungsian. Semua tapak tersebut adalah menarik untuk kegiatan tamasya alamiah. Sungai, aliran air, kanal dan semua sistem saluran air di mangrove adalah bentuk-bentuk utama fasilitas tamasya untuk rekreasi berenang dan mencari ikan. Pada waktu cuaca buruk, semua sampan 120 diskripsi jenis mangrove

121 dipindah ke sungai dan aliran-aliran air untuk menghindari kerusakan dari ombak laut yang besar dan angin yang kuat. Permintaan akan jasa wisata dari sejarah alami hutan-hutan mangrove serta kawasan alaminya adalah tinggi, dan merupakan suatu obyek biologis yang menarik di Indonesia. Penggunaan (pemanfaatan) ganda telah dikembangkan dalam programprogram manajemen mangrove di Indonesia, yang mencakup penggunaan untuk rekreasi dan kegiatan di tempat terbuka lainnya. Mangrove merupakan suatu tumbuhan berkayu yang hijau sepanjang tahun dan biasanya membentuk suatu lanskap yang indah. Mangrove dapat digunakan untuk maksud-maksud tamasya melihat pemandangan alam, misalnya di hutan mangrove Sinjai. Banyak masyarakat dengan gaya hidup modern, mencari mangrove untuk melakukan kegiatan budaya dan wisata. Kepada para pengunjungnya, hutan mangrove memberikan kenikmatan estetika dan udara segar di wilayah hutannya Penggunaan habitat mangrove Pengaruh manusia dalam penggunaan habitat mangrove berkaitan dengan konversi hutan mangrove ke penggunaan lahan lainnya (pertanian, ladang garam, akuakultur, pemukiman / urbanisasi dan lainnya). a. Pertanian Karena tanahnya yang bersifat salin dan anaerob, serta sering terbentuknya tanah sulfat masam, lahan mangrove di daerah pesisir Indonesia biasanya dianggap marginal untuk pertanian. Meskipun demikian, dengan adanya upaya perbaikan dalam hal ameliorasi tanah-tanah asam dan salin (Kanapathy 1971), pengembangan varietas tanaman yang toleran terhadap garam, dan makin meningkatnya permintaan terhadap lahan garapan pertanian, maka hutan mangrove dipandang sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan jumlah lahan garapan pertanian di negara ini. Di Sumatera Selatan, hutan mangrove dalam luasan yang besar telah direklamasi selama beberapa dasawarsa terakhir ini. Penggunaan utama dari lahan yang direklamasi tersebut adalah untuk perkebunan tanaman komersil seperti kelapa, coklat, dan kelapa sawit. Sekitar ha lahan mangrove Indonesia telah dikonversi pada periode 1955 sampai 1980 (Departemen 121 diskripsi jenis mangrove

122 Pertanian 1982). Dari semua provinsi, Sumatera Selatan mengalami kehilangan terbesar, yakni sekitar ha (sekitar 30% dari luas total) dari lahan mangrove-nya telah dikonversi menjadi lahan lain. Sekitar 1,500 ha lahan mangrove di tepi utara Banyuasin (diketahui sebagai wilayah MUBA) di Sumatera Selatan, telah dikonversi untuk budidaya padi. Proses reklamasi untuk pertanian, melibatkan pekerjaan menggali kanal sejajar dengan garis pantai dan menimbunkan bahan galian membentuk suatu guludan (pematang / tanggul) di tepi luar kanal tersebut. Kemudian sejumlah kanal yang tegak lurus dengan kanal pertama tadi, seringkali digali dan mengarah ke laut untuk melakukan drainase ketika air surut, melalui jalurjalur pasang surut. Guludan tersebut mencegah intrusi air laut, dan hutan disebelah tanggul tersebut ditebang habis, didrainase dan dibiarkan bera selama beberapa tahun untuk memungkinkan terjadinya pencucian garamgaram permukaan oleh aliran permukaan air tawar dan hujan. Suatu kendala utama dalam memanfaatkan lahan mangrove untuk pertanian adalah munculnya tanah-tanah sulfat masam karena kehadiran pirit dalam jumlah besar. Tanah-tanah mangrove juga sangat salin sehingga tidak ada tanaman yang dapat mentolerirnya (kemungkinan dengan pengecualian, tanaman kelapa). Sebagai akibatnya hasil panen, pada umumnya rendah. Kendala untuk produksi adalah hambatan terhadap pertumbuhan tanaman karena kondisi tanah yang tidak menguntungkan, dan masalah sosial budaya penguasaan lahan pertanian serta penguasaan lahan yang sempit. Lahan yang direklamasi harus didrainase, dicuci, dan dikapur (keseluruhan proses bisa makan waktu 3 sampai 5 tahun) sebelum tanaman dapat ditumbuhkan (Departemen Pertanian 1983). Selain itu, terdapat masalah lebih lanjut, yakni bahaya badai pesisir, banjir periodik, dan teknik yang buruk dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai, yang dibarengi dengan biaya reklamasi yang tinggi, dan semua ini mengurangi potensi kesesuaian lahan mangrove untuk pertanian. Kombinasi dari masalah-masalah ini, misalnya telah menghambat proyek-proyek reklamasi pertanian di Sumatera Selatan dan di Kalimantan Barat. b. Tambak. Meningkatnya permintaan akan sumberdaya pangan laut di Indonesia, telah mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah menambah 122 diskripsi jenis mangrove

123 produksi pangan laut dengan mengembangkan budidaya perikanan air payau di wilayah pesisir. Sehubungan dengan itu, ekosistem mangrove memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan tipe wilayah pesisir yang lain untuk budidaya perikanan air payau (Departemen Pertanian 1982). Pohon-pohon mangrove membantu dalam melindungi areal budidaya dari ancaman erosi dan badai. Sifat fisik dan mekanik tanah-tanah mangrove menguntungkan untuk konstruksi tambak dan retensi air. Hal lain yang menguntungkan adalah elevasi tempat yang rendah dan rendahnya biaya suplai air pasang surut. Di Indonesia, pengembangan budidaya perikanan pesisir telah mencapai tahap tinggal landas. Seluas sekitar 500,000 ha lahan mangrove berada dalam pengelolaan budidaya perikanan (DKP, 2007). Sebagian besar proyekproyek tersebut terletak di pantai-pantai Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Baru-baru ini, sekitar 30,007 ha lahan mangrove delta Mahakam di kabupaten Kutai, Kalimantan Timur telah dialokasikan untuk budidaya tambak dengan dibangunnya infrastruktur yang terkait. Di Sulawesi, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah membangun sebuah stasiun budidaya perikanan seluas 10 ha di Koperasi Pembangunan Nelayan dan Perikanan (KOPERASI NELAYAN). DKP juga telah mengembangkan suatu proyek seluas 80 ha di Mangrove Mamuju dan 70 hektar proyek lainnya di Mangrove Luwu. Pada tahun 1977, sebuah proyek budidaya udang yang besar dimulai oleh sebuah perusahaan swasta lokal dekat Lampung. c. Kolam garam Seperti halnya tambak, luasan sebenarnya dari kolam-kolam garam di Indonesia adalah sulit untuk ditentukan secara pasti. Dari berbagai laporan yang dipublikasikan, nampak bahwa konversi mangrove menjadi kolam garam, terjadi terutama di Jawa, Bali dan Madura, dan bagian tertentu Indonesia, dimana terdapat musim kering yang menyolok untuk periode tertentu setiap tahun. Secara potensial, kolam-kolam garam di Indonesia ditaksir seluas 36,000 ha dan terdapat 9 wilayah utama kolam garam, yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Produksi total ditaksir pada tahun 2006 sebesar 1,300,000 ton. Di NTT dan NTB misalnya, ada sekitar 9,000 ha 123 diskripsi jenis mangrove

124 kolam-kolam garam yang menemui kegagalan total, dan ini disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan. d. Pemukiman Akibat tekanan pertambahan penduduk, dan meningkatnya permintaan akan lahan, maka terdapat banyak upaya untuk mengembangkan wilayah pesisir di Indonesia dengan cara mengkonversi lahan mangrove. Ini dapat dengan mudah dilihat di pantai utara Jawa. Di Jakarta misalnya, wilayah Kapuk terletak di areal mangrove yang direklamasi. Banyak kota kecil yang muncul dari desa-desa nelayan tradisional di areal mangrove. Di Indonesia, dalam rangka pembangunan, makin banyak lahan mangrove dikonversi menjadi lahan industri, pelabuhan, dan kompleks perumahan Penggunaan potensial Sebagai sumberdaya alam, hutan-hutan mangrove memberi manfaat kepada umat manusia secara lansung melalui hasil hutan (kayu dan non kayu), dan juga melalui jasa lingkungan mangrove tersebut. Untuk jasa lingkungan, perlu dimasukkan perlindungan ekosistem pesisir dari kekuatan alami yang bersifat merusak seperti anginyang terlalu kuat, ombak yang besar, abrasi dan intrusi air laut ke daratan. Pada kondisi alami, hutan-hutan mangrove berperan sebagai penghalang bagi daerah yang berbatasan dengan laut, pengendali erosi pantai, dan pada saat yang sama membantu membangun dan memperpanjang garis pantai melalui proses akresi (Macnae 1968; and van Steenis 1958). Abrasi seringkali terjadi setelah lenyapnya mangrove sebagai akibat tindakan manusia (Carter 1959), misalnya di Aceh. Setelah terjadinya tsunami, kebutuhan akan hutan mangrove sebagai pelindung alami dan sebagai hutan yang potensial untuk kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, meningkat pesat. a. Ekowisata. Mengingat terjadinya konversi yang cepat terhadap hutan mangrove di Indonesia di tahun-tahun terakhir ini, untuk berbagai penggunaan lahan, maka terdapat kebutuhan yang mendesak untuk membangun lebih banyak kawasan konservasi mangrove di Indonesia. Kawasan-kawasan konservasi tersebut adalah vital untuk perlindungan kehidupan dan harta manusia dari ancaman erosi tepi sungai dan erosi pesisir; mempertahankan perikanan komersial dan rekreasional; penelitian ilmiah dan pendidikan; mempertahankan jenis yang 124 diskripsi jenis mangrove

125 langka dan terancam punah serta habitatnya; dan untuk keperluan rekreasi (ekowisata). Dilaporkan bahwa Cagar Alam Pulau Dua, Suaka Margasatwa Muara Angke, Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Sembilang, Taman Nasional Lorenz, Cagar Alam Bintuni, dan Taman Nasional Bali Barat adalah kawasan konservasi yang di dalamnya terdapat hutan mangrove yang potensial dikembangkan bagi kegiatan ekowisata. b. Mitigasi Semua tipe hutan mangrove, dengan pengecualian hutan-hutan yang mengalami perubahan, menunjukkan kemampuan untuk meredam energi dan kekuatan tsunami, mengurangi kecepatan dan dalamnya aliran, dan membatasi wilayah penggenangan. Hutan-hutan mangrove yang alami, sehat dan utuh memberikan perlindungan yang baik bagi wilayah pesisir.. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, tidak semua hutan mangrove berhasil dalam meredam efek tsunami. Bukti-bukti menunjukkan bahwa fungsi hutan mangrove gagal bila ombak terlalu besar, lebar hutan mangrove tidak cukup, jarak antar pohon mangrove terlalu besar, diameter pohon terlalu kecil, atau pohon tidak cukup punya cabang di dekat permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hutan terbukti dapat meredam kekuatan energi gelombang pasang/tsunami. Utomo (2003) yang dikutip oleh Diposaptono dan Budiman (2008) mengemukakan bahwa hutan mangrove dengan kerapatan 5 %, tinggi 5 m dan tebal 50 m dapat meredam 52 % tinggi tsunami, 38 % energi tsunami, juga 14 %, 19 % dan 22 % jarak run-up tsunami di atas muka air tenang berturut-turut untuk kemiringan pantai 5 0,10 0 dan Hasil penelitian yang serupa ditegaskan pula oleh Harada dan Kawata (2004) yang melaporkan bahwa hutan pesisir yang terdiri atas mangrove, sagu, kasuarina dan tegakan pohon kelapa dengan kerapatan 3000 pohon per ha dengan diameter batang rata-rata 15 cm dan lebar hutannya sekitar 200 m dapat mengurangi tinggi gelombang tsunami sekitar % dan kecepatan aliran tsunami sekitar %. Mazda et al. (1997) sudah terlebih dahulu melaporkan efektivitas hutan mangrove dalam meredam kekuatan tsunami. Berdasarkan penelitian mereka tegakan hutan mangrove 125 diskripsi jenis mangrove

126 Kandelia candel berumur 6 tahun yang tumbuh dalam suatu jalur selebar 1,5 km dapat mengurangi tinggi gelombang setinggi 1 m di laut lepas menjadi hanya setinggi 0,05 m di pantai. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas terbukti bahwa vegetasi hutan, khususnya mangrove, dapat memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami. 126 diskripsi jenis mangrove

127 II. MANUAL PERSEMAIAN Latar belakang Keberhasilan pembangunan hutan tanaman dan kegiatan rehabilitasi lahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah tersedianya bibit tanaman dalam jumlah yang cukup dengan ukuran yang siap tanam, sehat, berkualitas dan tepat waktu pada waktu yang diperlukan. Kondisi bibit tanaman yang demikian dapat diperoleh dengan cara memproduksi bibit tanaman di persemaian. Di lokasi persemaian bibit tanaman akan menerima perlakuan dan perawatan khusus selama jangka waktu tertentu, sehingga akan dihasilkan bibit yang berkualitas baik, memenuhi persyaratan umur, dan ukuran yang siap untuk ditanam di lapangan. Dalam kegiatan penanaman mangrove, tidak selalu diperlukan pembuatan persemaian. Perlu tidaknya persemaian mangrove dibuat, tergantung antara lain dari spesies yang akan ditanam dan kondisi lapangan penanaman. Bila yang akan ditanam adalah spesies yang bahan tanamannya berupa propagul yang relatif panjang, seperti spesies Rhizophora mucronata, dan Rhizophora. apiculata, ada kemungkinan tidak diperlukan persemaian karena propagul tersebut bisa dengan mudah ditanam di lapangan. Walaupun demikian, dalam beberapa situasi, misal pada lapangan penanaman yang tanahnya keras (tidak lembek) atau bahkan yang terlalu lembek, atau pada lapangan penanaman yang ombaknya terlalu keras, penanaman spesies Rhizophora mucronata, dan Rhizophora apiculata sebaiknya menggunakan bahan tanaman yang disemaikan terlebih dahulu (memakai bibit dalam pot) untuk memperbesar peluang keberhasilan penanaman. Bibit dalam plot yang mempunyai perakaran yang sudah berkembang, akan memudahkan bibit menjangkar ke tanah dan memudahkan perkembangan selanjutnya. Penanaman dengan memakai bibit dalam pot juga diperlukan untuk lapangan penanaman yang air pasangnya terlalu tinggi sehinga bibit harus minimal mencapai ukuran tinggi tertentu supaya bisa mapan di lapangan penanaman. Penanaman spesies mangrove yang lain, yang umumnya mempunyai buah yang berukuran kecil dan bukan berbentuk tongkat, seperti spesies Avicennia dan Sonneratia sangat dianjurkan untuk menggunakan bibit dalam pot (berasal dari persemaian) Tujuan pembuatan persemaian Tujuan utama dari pembuatan persemaian adalah untuk memproduksi bibit tanaman yang berkualitas tinggi dan ukuran seragam dengan jumlah yang cukup dan tepat waktu. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila setiap tahap 127 diskripsi jenis mangrove

128 kegiatan dalam pembangunan persemaian mendapat penanganan yang serius oleh tenaga-tenaga terampil dan berpengalaman Macam-macam tipe persemaian Berdasarkan waktu penggunaannya, persemaian dapat dibagi dua kategori, yaitu temporary persemaian (persemaian sementara) (Gambar 1) dan permanent persemaian (persemaian permanen) (Gambar 2). Persemaian sementara hanya dipergunakan beberapa kali produksi bibit sekitar 1 3 tahun. Karena sifatnya sementara, maka fasilitas bangunan juga bersifat sementara, lokasinya berpindah-pindah mengikuti dan mendekati lokasi penanaman. Persemaian permanen dirancang untuk kegiatan jangka panjang sekitar tahun. Bangunan dibuat secara permanen dan lokasinya menetap. Investasi pembuatan persemaian permanen cukup mahal, karena semua peralatan modern harus disediakan. Beberapa keuntungan dan kerugian dari persemaian sementara dan permanen, diantaranya adalah, 1. Kelebihan persemaian sementara a. keadaan ekologisnya mendekati keadaan lapangan tanaman b. biaya transportasi lebih murah c. tidak ada persoalan pemeliharaan kesuburan tanah, sebab bersifat sementara (selalu berpindah setelah tanah menjadi miskin) d. tenaga kerja sedikit sehingga mudah pengurusannya 2. Kelemahan persemaian sementara a. biaya produksi per satuan bibit mahal b. tata tertib administrasi bibit agak sulit dilaksanakan c. jumlah bibit yang dihasilkan terbatas d. sering gagal karena kurangnya tenaga terlatih 3. Kelebihan persemaian permanen, a. penyiapan media dapat dikerjakan secara mekanis b. pemeliharaan kesuburan tanah dapat dipelihara secara lebih mudah c. manajemen persemaian dapat dilakukan secara lebih efisien dan effektif d. peluang pengembangan teknologi persemaian dapat lebih terarah e. bibit yang berkualitas baik dapat dihasilkan dalam jumlah yang relatif lebih besar. 4. Kelemahan persemaian permanen diantaranya adalah memerlukan dana investasi infrastruktur dan peralatan serta pemeliharaan yang cukup besar. 128 diskripsi jenis mangrove

129 Tempat pengecambahan 2. Tempat pembuatan media 3. Bedeng tabur 4. Kotak biji 5. Bedeng sapih 6. Tempat bongkar muat 7. Cadangan perluasan area 8. Parit Gambar 1. Tata letak persemaian mangrove sementara 129 diskripsi jenis mangrove

130 Keterangan : 1. Sumur dalam 2. Tangki air 3. Rumah pompa 4. Jaringan pipa irigasi 5. Penyimpanan media di tempat terbuka 6. Tempat penjemuran media 7. Tempat penyimpanan media 8. Bangunan pengisian media 9. Rumah penyemaian 10. Sungkup plastik 11. Areal naungan 12. Areal terbuka 13. Bengkel 14. Gudang 15. Pencucian 16. Kantor 17. Perumahan Karyawan Gambar 2. Tata letak persemaian permanen modern (Sumber : Kusmana et al. 2005) 2.3. Tahapan pembuatan persemaian Secara rinci tahapan pembuatan persemaian dapat dilihat pada Gambar 3. Aliran kerja ini bersifat umum dan tidak mutlak. Pada kenyataannya masingmasing pekerjaan persemaian bisa mempunyai aliran kerja masing-masing yang spesifik bergantung pada spesies dan kondisi lokal. PERENCANAAN PERSEMAIAN 130 diskripsi jenis mangrove PENYEDIAAN BENIH PENYIAPAN MEDIA BENIH DAN KEGIATAN PERSIAPAN

131 Gambar 3. Diagram alir tahapan pembuatan persemaian. 131 diskripsi jenis mangrove

132 Perencanaan persemaian Perencanaan persemaian merupakan kegiatan tahap awal dari pembangunan persemaian. Pada tahapan ini diperlukan data-data yang akurat, baik data primer maupun data sekunder sehingga akan diperoleh hasil yang memuaskan dan pada akhirnya akan mencapai tingkat efisiensi yang diinginkan. Kegiatan perencanaan yang perlu dilakukan meliputi : perhitungan luas lahan yang akan ditanami, jarak tanam, jumlah bibit yang akan ditanam, jenis bibit yang akan ditanam, jumlah benih yang diperlukan, jumlah bedeng semai, bedeng sapih dan volume media yang diperlukan, luas persemaian yang perlu dibuat dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. 1. Perhitungan kebutuhan bibit, benih dan luas persemaian a. Kebutuhan bibit Jumlah bibit yang perlu dibuat tergantung dari jumlah areal yang akan ditanami dan jarak tanam yang direncanakan ditambah 20 % untuk keperluan penyulaman. Contoh, bila luas areal yang akan ditanami adalah 10 hektar dan jarak tanam yang direncanakan adalah 2 x 3 m, maka jumlah bibit yang diperlukan adalah m 2 : 6 m 2 = (20 % x ) = bibit. b. Kebutuhan benih Untuk menghitung keperluan benih, digunakan rumus sebagai berikut : B KB =, di mana : Kc x Km x Kj x Jb KB B Kc Km Kj Jb = Kebutuhan benih (kg) = Kebutuhan Bibit = % Kecambah benih = % Kemurnian benih = % Jadi bibit = Jumlah benih/kg Contoh, bila benih, mempunyai persentase kecambah sebesar 95 %, kemurnian 80 %, persentase jadi bibit 70 % serta jumlah benih per kg nya sebanyak 100, maka untuk membuat bibit diperlukan benih sebanyak: = kg 0.95 x 0.8 x 0.7 x 100 c. Kebutuhan bedeng tabur 132 diskripsi jenis mangrove

133 Bedeng tabur biasanya dibuat dengan ukuran 5 m x 1 m. Untuk menghitung kebutuhan bedeng tabur maka diperlukan data-data mengenai jumlah benih yang akan di tabur, jumlah benih per kg dan jarak penaburan. Contoh, bila jarak tabur benih adalah 1 cm x 2 cm, maka jumlah bedeng tabur yang diperlukan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : BT = KB x Jb, JT di mana : BT = Kebutuhan bedeng tabur KB = Kebutuhan benih (kg) Jb = Jumlah benih per kg JT = Jarak tabur, sehingga kebutuhan bedeng tabur adalah : BT = x 100 = 1.5 bedeng = 2 bedeng 250 x 100 d. Kebutuhan bedeng sapih Ukuran bedeng sapih sama dengan bedeng tabur, yaitu 5 m x 1 m. Untuk menghitung kebutuhan bedeng sapih, perlu diketahui ukuran kantong plastik yang digunakan. Contoh, bila kantong plastik yang akan digunakan berukuran 10 x 15 cm, dengan garis tengah sekitar 6 cm, maka dalam satu bedeng yang berukuran 5 m x 1 m dapat diisi dengan kantong plastik yang berisi media sebanyak 1389 kantong, sehingga untuk menampung bibit diperlukan bedeng sapih sebanyak 14.4 bedeng (dibulatkan menjadi 15 bedeng). e. Menghitung luas bedeng Luas bedeng, baik bedeng tabur maupun bedeng sapih perlu dihitung, karena akan menentukan luas lahan secara keseluruhan untuk membangun sebuah persemaian. Luas bedeng dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Luas Bedengan = ( Jumlah Bedeng Tabur + Jumlah Bedeng Sapih) x luas bedeng sapih = ( ) x 5 m 2 = 85 m 2 = Ha f. Menghitung luas persemaian 133 diskripsi jenis mangrove

134 Dalam perencanaan pembangunan persemaian, areal persemaian tidak hanya terdiri dari bedeng tabur dan bedeng sapih saja, tetapi harus ada jalan pemeriksaan, ruang antar bedeng, serta bangunan sarana dan prasarana persemaian. Ruang areal yang dialokasikan untuk bedengan biasanya sebasar 60 %, sedangkan sisanya yang 40 % dialokasikan untuk keperluan lainnya g. Menghitung jumlah kantong plastik Kantong plastik merupakan wadah yang sampai saat ini banyak digunakan untuk mengisi media semai. Kebutuhan kantong plastik tergantung dari jumlah bibit yang akan diproduksi ditambah dengan jumlah kantong plastik yang akan rusak. Kantong plastik ukurannya bermacam-macam, misalnya, 10 x 15 cm, 12 x 20 cm, 15 x 20 cm. Kebutuhan kantong plastik dihitung dengan menggunakan rumus : KK = KB + (KB x KR), Z dimana : KK = Jumlah kantong yang diperlukan (kg) KB = Jumlah bibit yang akan diproduksi KR = Kerusakan Kantong Plastik Z = Jumlah kantong plastik/kg h. Menghitung jumlah tenaga kerja Tenaga kerja yang diperlukan tergantung dari prestasi kerja dan volume kegiatan yang ada. Secara umum untuk menghitung tenaga kerja dapat menggunakan rumus sebagai berikut : JT = VK, PK dimana : JT = Jumlah tenaga kerja yang diperlukan (HOK) VK = Volume pekerjaan yang harus diselesaikan PK = Prestasi Kerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan i. Kebutuhan media semai Komposisi media semai sangat bervariasi, tapi pada dasarnya harus memenuhi syarat, diantaranya; ringan, kompak, cukup nutrisi dan bebas hama penyakit: Komposisi media dapat berupa top soil, pasir dan kompos dengan perbandingan yang cukup bervarisai pula. Untuk menghitung volume media, harus diketahui volume kantong plastik yang digunakan dan jumlah bibit yang akan di produksi. 134 diskripsi jenis mangrove

135 Volume kantong plastik dapat diketahui dari ukuran kantong plastik yang digunakan. Bila menggunakan kantong plastik yang berukuran 10 x 15 cm, berarti keliling kantong plastik sebesar 10 x 2 cm = 20 cm. Volume kantong plastik dapat dihitung dengan menggunakan rumus silinder, yaitu x r 2 x t. Jari-jari kantong plastik tersebut sebesar 3.18 cm, sehingga volume satu kantong = 3.14 x x 15 = cm 3 = m 3. Bila jumlah bibit yang akan di produksi sebanyak bibit, maka dibutuhkan total media sebanyak x m 3 = 9,52 m 3. Untuk media semai anakan mangrove dapat digunakan : (1) tanah lumpur mangrove, (2) campuran tanah mineral, pasir dan pupuk kandang (kompos) dengan perbandingan 1 atau 2 (tanah) : 1 atau 2 (pasir) : 1 (pupuk kandang atau kompos). j. Tata waktu pembuatan persemaian Bibit yang dibuat di persemaian harus memenuhi standar kualitas, jumlah dan tepat waktu. Oleh karena itu tata waktu pembuatan persemaian mulai dari persiapan sampai bibit siap angkut harus diperhitungkan secara matang. Dalam membuat tata waktu persemaian ini juga harus diperhatikan jenis bibit yang akan dibuat, karena setiap jenis pohon mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda sehingga lamanya waktu di persemaian juga berbeda. Prosedur penyusunan jadwal kegiatan di persemaian harus memperhatikan hal-hal berikut: 1. Mengetahui jenis-jenis tanaman yang akan disemaikan, dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk pembibitannya sampai mencapai umur siap tanam. 2. Mengetahui saat penanaman yang tepat 3. Menyusun jenis-jenis pekerjaan di persemaian secara berurutan, mulai dari pekerjaan awal sampai dengan pekerjaan akhir. 4. Membuat kolom-kolom jadwal kegiatan. Kolom bagian kiri berisi jenis kegiatan yang diperinci dalam jenis pekerjaan, kolom berikutnya berisi pembagian waktu per bulan. Kegiatan yang ada pada dasarnya meliputi tiga hal yaitu, persiapan lapangan, penyemaian dan pemeliharaan. Contoh tata waktu pembuatan persemaian secara umum dapat dilihat pada Tabel diskripsi jenis mangrove

136 Tabel 16. Tata Waktu Pembuatan Persemaian No I II III Kegiatan PERSIAPAN LAPANG Pemancangan Batas/Pemagaran Pembuatan Gubuk Kerja Pembersihan Lapangan Pembuatan Jalan Pemeriksaan/Selokan Pembuatan Bedeng dan Media Tabur Pembuatan Papan Pengenal dan Mutasi Pengadaan Benih dan Bahan alat Pengawasan PENYEMAIAN Penaburan benih Pembuatan dan Pengisisan Media Sapih Penyapihan bibit PEMELIHARAAN Penyiangan, penyiraman dan penyulaman Pemberantasan hama penyakit Pemupukan Penyiapan Seleksi Bibit Pengepakan dan Pengangkutan Bulan Ket. 136 diskripsi jenis mangrove

137 Persiapan persemaian a. Pemilihan lokasi persemaian Lokasi persemaian mangrove berbeda dengan lokasi persemaian tanaman kehutanan lainnya. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi persemaian mangrove, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tapak relatif keras Pemilihan tapak yang relatif keras dimaksudkan agar supaya pekerjaan operasional di darat dapat berjalan dengan lancar. 2. Dekat dengan pasang surut air laut Pemilihan areal yang dekat dengan pasang surut air laut akan memudahkan mendapatkan air yang sangat diperlukan untuk penyiraman. Sangat dianjurkan lokasi persemaian secara alami terkena pasang paling sedikit 20 kali dalam sebulan. 3. Akumulasi garam tidak terlalu tinggi. Tanaman pada dasarnya memerlukan unsur Cl untuk pertumbuhannya, namun apabila konsentrasi NaCl dalam air terlalu tinggi, maka akan mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut, terutama akan terjadi plasmolisis. Karena itu air yang digunakan untuk menyiram harus dicari yang kadar salinitasnya kurang dari 30 ppm. 4. Bebas dari ombak, angin kencang dan banjir. Angin kencang, ombak dan banjir dapat merusak bibit yang masih kecil, karena itu antisipasi sedini mungkin harus dilakukan. 5. Aksesibilitas bagus. Lokasi persemaian harus dipilih pada areal yang mudah dijangkau dan dapat dilalui alat transportasi, baik darat maupun laut. Aksesibilitas yang baik akan memperlancar pekerjaan operasional pembibitan dan penanaman. 6. Dekat sumber tenaga kerja. Tenaga kerja yang diperlukan cukup banyak dalam pembuatan persemaian, karena itu penentuan lokasi harus relatif dekat dengan sumber tenaga kerja. 137 diskripsi jenis mangrove

138 7. Dekat dengan sumber benih dan areal penanaman. Sebagian besar benih mangrove bersifat recalsitran, artinya tidak dapat disimpan lama. Oleh karena itu lokasi persemaian sedapat mungkin dekat dengan sumber benihnya. Areal persemaian yang didesain dekat dengan lokasi penanaman akan menghemat biaya transportasi, dan akan meminimalkan kerusakan bibit selama transportasi. b. Pengukuran, pemetaan dan pengaturan tata letak Kegiatan pengukuran lapangan dilakukan setelah lokasi persemaian ditentukan dan kapasitas produksinya sudah diketahui. Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pemancangan batas Pada setiap sudut lokasi persemaian dipasang batas-batas dengan patok-patok dari pal-pal kayu dan atau bahan lain yang tahan terhadap hama dan air laut setingggi 2,5 m yang ujungnya dicat merah. Jarak antar pal 50 meter. 2. Pemagaran lapangan. Apabila di lokasi persemaian diperkirakan akan mendapatkan gangguan hewan atau lainnya, sebaiknya di sekeliling persemaian dibuat pagar. Bahan pembuatan pagar dapat berupa bambu, kayu, kawat atau pagar hidup. Bila menggunakan pagar hidup, dapat dipilih pohon secang yang berduri atau jenis tumbuhan lain yang berduri. 3. Pembersihan lapangan Lapangan dibersihkan dari rumput-rumput, semak belukar dan tunggak-tunggak pohon untuk mempermudah pembuatan sarana dan prasarana persemaian. Kegiatan selanjutnya adalah pengukuran lapangan. Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan pengukuran ini meliputi, kompas, meteran, helling meter dan tabel konversi jarak miring ke jarak datar. Data-data lapangan ini akan dijadikan sebagai dasar untuk memetakan lokasi persemaian. Luas persemaian disesuaikan dengan jumlah bibit tanaman yang dibutuhkan untuk penanaman dan penyulaman. Dalam satu unit persemaian, sekitar 60 %- 70 %-nya ditetapkan untuk keperluan : (a) bedeng penaburan benih, dan (b) bedeng penyapihan. Sedangkan sisanya sekitar 30 % - 40 % 138 diskripsi jenis mangrove

139 dimanfaatkan untuk : (a) jalan pemeriksaan, (b) drainase (saluran air), (c) perkantoran dan sarana prasarana lainnya. Tata letak dari bagian-bagian bangunan tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga alur pekerjaan mengikuti proses produksi dari pembibitan tersebut sampai pada tahap pengangkutannya. Contoh tata letak persemaian permanen modern dapat dilihat pada Gambar Perbenihan Aspek perbenihan merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan persemaian. Benih merupakan cikal bakal bibit yang akan dibuat. Kualitas bibit yang diproduksi sangat menentukan kualitas tanaman selanjutnya. Aspek perbenihan ini tidak hanya menyangkut pengumpulan dan pemrosesan benih saja, tetapi juga menyangkut sumber dari mana benih tersebut dikumpulkan. Asal-usul benih dapat digolongkan menjadi benih yang tidak diketahui asalusulnya, yang disebut dengan benih klandestain dan benih yang diketahui asal-usulnya. Kategori benih yang terakhir ini dapat berasal dari APB (Areal Pengumpulan Benih) atau dari Kebun Benih, baik KBK (Kebun Benih Klonal) maupun KBS (Kebun Benih Semai). Berdasarkan urutan kualitas benih, maka benih yang berasal dari KBK mempunyai kualitas yang sangat baik, disusul benih dari KBS, APB dan terakhir adalah benih klandestain. 1. Pengunduhan Benih Pengunduhan benih dilakukan pada sumber-sumber benih yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Apabila Sumber Benih dari KBK atau KBS belum ada, maka pengunduhan benih harus dipilih dari pohon-pohon plus (pohon induk) yang mempunyai fenotipa bagus. Pohon plus dipilih yang mempunyai tinggi dan diameter di atas rata-rata, berbatang lurus, tinggi bebas cabang yang cukup tinggi, tajuk yang seimbang dan sehat. Fungsi pohon induk disamping sebagai sumber benih, juga dapat dijadikan sebagai sumber anakan alam, yang bibitnya dapat diambil sebagai bahan tanaman. Buah atau benih sebaiknya dikumpulkan dari tegakan alam mangrove yang ada di dekat lokasi penanaman, karena benih-benih dari tegakan tersebut biasanya sudah teradaptasi secara genetik dengan lokasi penanaman. 139 diskripsi jenis mangrove

140 Selain itu penggunaan sumber benih lokal akan mengurangi biaya pengangkutan dan resiko kerusakan karena pengangkutan. Disamping sumber benih, musim puncak pohon berbuah dan masak juga perlu diperhatikan pada waktu pengunduhan benih. Pohon mangrove pada umumnya berbuah sepanjang tahun, namun ada musim-musim tertentu dimana pohon tersebut berbuah sangat lebat. Pengumpulan buah pada musim puncaknya (saat dimana buah masaknya paling banyak) akan memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan benih bermutu baik dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan musim di luar musim puncak, serta pengumpulan benih dapat dilakukan lebih efisien karena jumlah benih yang bisa diambil relatif lebih banyak. Umur pohon induk sebaiknya di atas batas minimal tertentu, bergantung dari jenis pohonnya. Pohon induk penghasil benih dari jenis-jenis Rhizophora dan Bruguierea sebaiknya berumur minimal 8 tahun, sedangkan pohon induk penghasil benih dari jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia berumur minimal 5 tahun. Suatu spesies mangrove akan menghasilkan buah pertama pada umur tertentu dan pengumpulan benih sebaiknya dilakukan beberapa tahun setelah umur tersebut. Pengumpulan hanya dapat dilakukan pada benih yang masak, karena benih yang belum masak cenderung tidak akan hidup. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ciri buah atau benih yang masak dari beberapa jenis mangrove adalah seperti tercantum pada Tabel diskripsi jenis mangrove

141 Tabel 17. Ciri buah atau benih yang masak dari beberapa jenis mangrove. No. Jenis Karakteristik buah Masak 1 Rh. mucronata Propagul berwarna hijau tua dengan panjang minimal 50 cm, kotiledon berwarna kuning, ada cincin berwarna putih pada hipokotil yang bersebelahan dengan perikarp, perikarp mudah lepas dari plumula 2 Rh. apiculata Propagul berwarna hijau kecoklatan dengan panjang minimal 20 cm, kotiledon berwarna merah, perikarp berwarna coklat dan mudah lepas dari plumula. 3 B. gymnorhiza Propagul berwarna coklat kehijauan atau merah kecoklatan dengan panjang minimal 20 cm. 4 C. tagal Propagul berwarna hijau kecoklatan dengan panjang minimal 16 cm, kotiledon berwarna kuning 5 A. marina Buah berwarna putih kekuningan dengan kulit buah sedikit mengelupas 6 A. alba Buah berwarna coklat kekuningan 7 S. alba Buah berwarna hijau tua kecoklatan 8 S.caseolaris Buah berwarna kekuningan dan agak lembek 9 X.granatum Kulit buah berwarna kuning kecoklatan dan mulai retak sepanjang alur kulit, biji buah berwarna coklat tua dengan bercak-bercak berwarna abu-abu dan struktur bakal akar (radikula) sudah tampak. Sumber : Taniguchi et al Pengumpulan buah dapat langsung dari pohonnya ataupun memungut buah yang jatuh di bawah pohon induknya. Pengumpulan benih dari pohon induk akan lebih mudah pada waktu air pasang, dengan menggunakan perahu, lalu dilakukan pemanjatan pohon atau memakai galah yang ujungnya terkait. Pengambilan buah dengan cara mengguncang pohon induknya tidak dianjurkan, karena akan merontokkan buah yang masih muda. 2. Seleksi benih Benih-benih yang sudah dikumpulkan kemungkinan besar tidak semuanya mempunyai kualitas yang bagus, oleh karena itu harus dilakukan seleksi. Pada dasarnya benih-benih yang dipilih untuk disemaikan adalah benih-benih yang matang, segar, sehat tanpa keluar akar. Benih yang dikumpulkan di bawah pohon induk mempunyai peluang yang lebih besar terserang hama dan penyakit. Benih-benih yang tidak sehat harus segera dipisahkan agar hama 141 diskripsi jenis mangrove

142 dan penyakitnya tidak menular ke benih yang masih sehat. Kotoran-kotoran yang terbawa pada waktu pengunduhan juga harus segera dipisahkan. 3. Pengangkutan dan penyimpanan Benih-benih yang sudah dikumpulkan dan diseleksi tidak selamanya langsung disemaikan, adakalanya harus diangkut dan disimpan terlebih dahulu. Dalam penanganan dan pengangkutan benih, untuk jenis dari famili Rhizophoraceae. terdapat beberapa kesulitan, antara lain : (1) bobot dan volumenya yang besar, (2) sifat benihnya yang sudah berkecambah pada waktu masih di pohonnya mengharuskan agar kadar air tetap terjaga cukup tinggi, namun di sisi lain kadar air yang tinggi menyebabkan mudah terserang hama dan penyakit, dan (3) benih yang empuk dan berdaging mudah luka terkena panas matahari dan gangguan mekanis (Kusmana, 1999). Beberapa saran untuk penanganan dan pengangkutan benih mangrove adalah sebagai berikut (Kusmana, 1999). a. Tetap membiarkan perikarp (struktur seperti tudung yang terletak di atas kotiledon yang menutupi plumula) menutupi dan melindungi plumula yang merupakan tunas muda, selama pengangkutan dan penanganan. b. Setelah pengumpulan, benih disimpan dibawah naungan dan diselimuti dengan daun pisang segar atau daun nipah untuk mencegah hilangnya air dari benih, terutama pada saat hari panas. c. Mengikat benih dalam ikatan, 50 sampai 100 buah per ikat untuk memudahkan perhitungan dan penanganan. d. Selama pengangkutan, benih harus ditempatkan dalam posisi horisontal, diselimuti karung goni lembab atau daun-daun nipah dan dihindarkan dari sengatan panas matahari. Kondisi penyimpanan benih mangrove bervariasi untuk setiap jenisnya. Benih harus disimpan dalam wadah yang berair dan terlindung dari sinar matahari. Kondisi yang diperlukan untuk penyimpanan setiap jenisnya disajikan pada Tabel diskripsi jenis mangrove

143 Tabel 18. Kondisi tempat penyimpanan beberapa jenis mangrove Jenis Tempat Simpan Periode waktu Lainnya Rh. mucronata Terlindung dengan baik dari sengatan matahari langsung, harus selalu diberi air 10 hari Daun kelopak tidak boleh disiram terlalu lama Rh. apiculata 5 hari B. gymnorrhiza 10 hari Daun kelopak tidak boleh dilepas C. tagal 10 hari Siram dengan air setiap hari S. alba Pada tempat yang dingin, gelap dan hindari sinar matahari langsung secara total 5 hari A. marina Tempat yang dingin, tempat yang gelap dan hindari dari sinar matahari langsung Tempat yang terhindar dari X. granatum matahari langsung Sumber: Taniguchi et al hari 10 hari Sebagian radikul terendam dalam air Berdasarkan penelitian di Laboratorium Ekologi Hutan IPB, propagul Rhizophora spp. yang disimpan pada media sabut kelapa dengan wadah yang relatif basah atau berair di ruang AC ( C, RH 60 80%) dapat bertahan sampai 3 minggu tanpa berakar, tetapi viabilitasnya masih tinggi (daya berkecambah > 90%) Pembuatan media tabur dan media sapih (1). Pembuatan media tabur Media tabur dapat disiapkan dari tanah berpasir dicampur dengan pupuk kadang (kompos) dengan perbandingan 1 : 1 yang sudah diayak terlebih dahulu. (2). Pembuatan media sapih Media sapih adalah bahan yang diisikan ke dalam pot-pot semai untuk tempat tumbuhnya kecambah. Media sapih harus mempunyai sifat fisik yang baik dan mampu memberikan hara kepada semai mangrove. Media sapih ini biasanya adalah berupa : (a). Tanah lumpur basah yang diambil dari sekitar hutan mangrove yang dicampur dengan pasir dan atau bahan organik (pupuk kandang, kompos, serbuk gergaji) dengan perbandingan 2 : 1 : 1. (b). Tanah lumpur yang terlebih dahulu dikeringkan yang diambil dari sekitar hutan mangrove. Tanah tersebut dikeringkan, setelah itu dihaluskan dan dicampur dengan pasir dan atau bahan organik (pupuk kandang, 143 diskripsi jenis mangrove

144 kompos, serbuk gergaji) dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Tahap selanjutnya tanah yang telah dicampur tersebut diayak dengan ayakan kawat berukuran kisi-kisi antara 0,5-1 cm untuk memperoleh struktur tanah yang lebih remah (gembur). Khusus untuk Sonneratia alba, media semainya terbuat dari campuran antara tanah dengan tinja sapi/kerbau yang kering dengan proporsi 70% : 30%. (Hachinohe et al. 1998) Cara pengecambahan benih mangrove a. Pengecambahan benih Pengecambahan benih mangrove ada yang langsung ditanam pada polibag di bedeng-bedeng sapih ada juga yang harus disemaikan dahulu di bedeng semai (tempat perkecambahan). Benih-benih viviparous yang berukuran besar seperti benih jenis pohon anggota famili Rhizophoraceae (Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Ceriops spp., dan Kandelia spp.) dapat langsung ditanam pada bedeng sapih, sedangkan jenis-jenis yang mempunyai ukuran kecil seperti Sonneratia spp, Avicinea spp. dan Xylocarpus spp., harus dikecambahkan terlebih dahulu di bedeng semai, setelah mencapai ukuran tertentu dipindahkan ke polibag di bedeng sapih (Kusmana, 1999). Kedalaman penyemaian benih mangrove perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis tanamannya. Menurut Taniguchi et al., (1999), kedalaman penyemaian untuk setiap jenis disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 4 Tabel 19. Kedalaman penyemaian benih beberapa jenis mangrove Jenis Rhizophora mucronata Rhizophora apiculata Bruguiera gymnorrhiza Ceriops tagal Sonneratia alba Avicennia marina Xylocarpus granatum Kedalaman Kurang lebih 7 cm Kurang lebih 5 cm Kurang lebih 5 cm Kurang lebih 5 cm Kurang lebih setengah dari panjang benih (0.5 cm) Kurang lebih 1/3 dari panjang benih Kedalaman sampai radikel terbenam 144 diskripsi jenis mangrove

145 Gambar 4. Kedalaman penyemaian benih pada media semai dari beberapa jenis mangrove b. Pembuatan bedeng persemaian (b.1). Bedeng tabur Bedeng tabur dapat berupa bedeng-bedeng berukuran 45 cm panjang x 25 cm lebar x 10 cm tinggi atau kotak-kotak yang berukuran 60 cm x 40 cm x 10 cm. Bedeng tersebut perlu diberi naungan setinggi 150 cm dengan atap terbuat dari daun nipah atau paranet dengan intensitas cahaya yang tertahan kurang lebih 60 %. Naungan ini berperan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari dan pukulan mekanis dari air hujan. (b.2) Bedeng sapih Bedeng sapih dibuat dengan ukuran 5 m x 1 m memanjang searah utara selatan, memuat kantong plastik yang berukuran 15 x 20 cm sebanyak Bedeng sapih diberi batas berupa belahan bambu, kayu atau dibuat semi permanen dengan bata merah. Seperti halnya pada bedeng tabur, bedeng sapih juga perlu diberi naungan yang terbuat dari daun nipah atau paranet. Naungan 50% diperuntukan bagi jenis tanaman Rh. mucronata, C. tagal dan Rh. apiculata, sedangkan naungan 30% (meneruskan cahaya matahari 70%) bagi tanaman B. gymnorrhiza, A. marina, S. alba dan X. granatum) 145 diskripsi jenis mangrove

146 Ketinggian bedeng sapih perlu diatur (dengan cara digali atau ditimbun) dan harus diperhitungkan dengan fluktuasi ketinggian air laut (pasang surut), sehingga bedeng sapih tersebut bisa digenangi oleh air laut dengan frekuensi yang sesuai untuk masing-masing jenis (30-50 kali per bulan, tergantung jenisnya). Ketinggian bedeng sapih juga perlu diatur sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi pasang tertinggi, bibit terendam kira-kira sedalam ¾ dari tinggi anakan. Untuk mencegah akar menembus dasar bedengan, maka dasar bedengan sebaiknya diberi lapisan lembaran plastik yang hitam dan agak tebal. Dengan cara ini maka kemungkinan serangan kepiting terhadap akar bibit dapat dihindari, disamping itu juga untuk menghindari kelayuan bibit pada waktu akan ditanam, karena bibit yang akarnya sudah menancap ke dasar bedeng akan segera layu bila dicabut. Cara lain untuk menghindari menancapnya akar ke dasar bedengan adalah dengan cara mengangkat bibit secara periodik sambil melakukan pengelompokan keseragaman bibit Penyapihan bibit Benih dari beberapa jenis mangrove yang berukuran relatif kecil dan tidak bersifat viviparous terlebih dahulu disemaikan di bedeng tabur setelah mencapai ukuran tertentu harus disapih kedalam media sapih di bedeng sapih. Penyapihan bibit sebaiknya dilakukan pagi hari pukul atau sore hari pukul Pengambilan bibit dari bedeng tabur harus dengan alat dari bambu atau kayu yang bagian ujungnya ditipiskan seperti pisau. Sebelum penyapihan, bedeng atau bak perkecambahan dibasahi air terlebih dahulu untuk memudahkan pengambilan bibit. Kecambah yang kelihatan sehat dan ukurannya sedang diambil dengan menggunakan alat tersebut. Pengambilan kecambah harus hati-hati jangan sampai memutuskan akarnya. Kecambah ditempatkan dalam wadah yang terlindung dari sengatan matahari dan dibawa ke bedeng sapih. Kecambah tersebut segera ditanam pada bedeng sapih atau ditampung dulu dalam wadah yang berisi air kemudian segera ditanam. Kecambah ditanam berdiri dengan menggunakan ibu jari atau telunjuk sehingga kecambah tidak goyah ketika disiram air. Setelah penanaman selesai, bedeng sapih disiram dengan pancaran air halus. 146 diskripsi jenis mangrove

147 Pemeliharaan persemaian Pemeliharaan persemaian merupakan kegiatan yang sangat penting, karena akan menentukan keberhasilan bibit yang akan ditanam. Kegiatan pemeliharaan persemaian meliputi penyiraman, perlindungan dari gangguan hama (serangga dan kepiting) dan pemberian serta pembukaan naungan. Penyiraman hanya dilakukan bila bedengan tidak terkena air pasang lebih dari satu hari. Penyiraman dilakukan satu hari satu kali, selama periode beberapa hari, pada saat pasang kecil saja. Untuk semai yang diletakkan di bedeng sapih yang tidak terkena air pasang harus disiram sebanyak dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari. Di luar periode tersebut, semai memperoleh air secara alami dari air pasang. Secara umum, perlindungan semai dari gangguan hama (serangga dan kepiting) dilakukan dengan menghindari penggunaan benih yang dari awalnya sudah digerek serangga dan membuat penghalang-penghalang tertentu (misalnya berupa tabir daun nipah di sekeliling bedeng). S. alba dan A. marina biasanya mendapatkan gangguan yang serius dari serangan hama ini. Perlindungan terhadap serangan hama adalah seperti pada Tabel diskripsi jenis mangrove

148 Tabel 20. Hama penyerang mangrove dan pencegahannya No. Hama penyerang Cara pencegahannya 1 Kepiting Ganti bedeng persemaiannya, atau cegah dengan menutup lobang. Pembalutan propagule dengan plastik, atau daun nipah, dan penggunaan anakan/ semai (bukan propagul) 2 Tikus Melindungi anakan dengan jaring 3 Ulat bulu Gunakan insektisida, atau dimatikan secara manual 4 Belalang Dimatikan, melindungi anakan dengan jaring 6 Laba-laba Pemasangan bambu perangkap dan penanaman rumput disekitar anakan mangrove untuk memperluas permukaan sarang laba-laba untuk kemudian dibakar. 7 Kutu Sisik Florbac FC dengan dosis 4 cc/lt dan Azodrin 15 WSC dosis 10 cc/lt 8 Perusak batang Pemangkasan, penjarangan, pengaturan jarak tanam dan penyiangan (Zuzera sp., Xyleborus sp.) 9 Ulat Kantong : Mattch dengan dosis 2% untuk penyemprotan atau insektisida lain (Crytothelea sp. Lymanthria sp. Dasychira sp.) 10 Ulat Kantong: Dimecron-100 dengan konsentrasi 0,1% untuk penyemprotan (Acanthopsyche sp.) 11 Ngengat rumpun Mengambil (melenyapkan) larva secara manual. (tussock moth) 12 Penggerek biji Tidak menggunakan propagul yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan serangga tersebut atau keberadaan lubang gerek. Propagul dikering udarakan untuk mengurangi kadar air sebelum dikecambahkan. 13 Kutu daun (aphid) Menyemprotkan bahan kimia (pestisida) dengan dosis dan cara sesuai 14 Kutu perisai (scale insect) 15 Ulat lintah bulan (slug caterpillar) 16 Bercak daun (leaf spot) petunjuk perusahaan pestisida. Menyemprotkan bahan kimia (pestisida) dengan dosis dan cara sesuai petunjuk perusahaan pestisida. Mengambil (melenyapkan) larva secara manual. Mengambil (melenyapkan) daun yang terinfeksi dan membakar daun yang terserang 17 Mosaik bakau Mengambil (melenyapkan) anakan yang terinfeksi dan membakar anakan yang terserang Sumber : Taniguchi et al.1999, Sinohin et al. 1996; Anwar (komunikasi pribadi) Bedeng sapih di persemaian bersifat sementara. Beberapa bulan sebelum bibit ditanam di lapangan, naungan harus dibuka supaya bibit dapat beradaptasi dengan cahaya penuh di lapangan. Periode waktu pemberian naungan tergantung dari jenisnya. Berdasarkan hasil dari berbagai percobaan 148 diskripsi jenis mangrove

149 dan penelitian, lama pemberian naungan dan naungan dibuka di persemaian sebelum ditanam disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Lama pemberian naungan dan lama naungan dibuka di persemaian sebelum ditanam No Jenis Lama pemberian naungan (bulan) Lama naungan dibuka 1 Rh. mucronata Rh. apiculata B. gymnorrhiza C. tagal S. alba S. caseolaris A. marina X. granatum Sumber: Taniguchi, Seleksi dan pengangkutan (1). Seleksi bibit Seleksi bibit dilakukan sebelum bibit ditanam di lapangan. Kegiatan seleksi sangat penting dilakukan, disamping untuk menjamin ukuran keseragaman bibit, juga untuk menjamin kualitas bibit yang akan ditanam. Kriteria umum yang digunakan dalam seleksi bibit ini adalah: (a) tidak terserang hama dan penyakit (b) tidak layu, (c) jumlah daun minimal empat, dan (d) tinggi bibit antara 15 cm 55 cm tergantung jenisnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, ciri bibit yang berkualitas baik dan siap tanam disajikan pada Tabel diskripsi jenis mangrove

150 Tabel 22. Spesifikasi semai siap tanam No. Spesies Jumlah daun Tinggi (cm) Lama waktu di persemaian (bulan) 1 Rh. mucronata Rh. apiculata B. gymnorrhiza C. tagal S. alba A. marina X. granatum Sumber : Kusmana, 1999 (2). Transportasi bibit Transportasi bibit diartikan sebagai pengiriman semai siap tanam dari persemaian ke areal tanaman (Parisi, 1990). Kegiatannya tampak sederhana dan mudah, tetapi sering kali menimbulkan banyak masalah yang berakibat menurunnya daya hidup bibit di lapangan dan kelambatan penanaman. Metode transportasi bibit secara umum ditentukan berdasarkan : 1. Metode produksi semai yang digunakan (pot-trays, kantong plastik, akar terbuka/bare root, dsb.). 2. Prasarana dan kondisi jalan yang tersedia (darat, air, udara). 3. Jarak angkutan dari persemaian ke areal tanaman. 4. Jenis alat/kendaraan pengangkut (manusia, truk, traktor, kapal/perahu, hewan, dsb.). Bagi persemaian permanen, transportasi bibit (jauh dan dekat) perlu mendapat perhatian yang proporsional karena merupakan satu paket teknologi dalam pengembangan teknologi persemaian. Suatu teknik transportasi bibit dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Kematian dan kerusakan bibit selama transportasi rendah. 2. Praktis dan mudah pelaksanaannya. 3. Biaya angkutan relatip murah sesuai jarak angkut. Pengangkutan bibit selalu mempunyai pengaruh terhadap kondisi bibit, tetapi tidak selalu berakibat negatif terhadap survival dan pertumbuhannya, kecuali bila terjadi keadaan sebagai berikut : 1. Media semai rusak parah sehingga merusak perakaran. 150 diskripsi jenis mangrove

151 2. Batang semai patah. 3. Bibit layu berat. Untuk menghindari pengaruh negatif daripada pengangkutan terhadap kondisi bibit, perlu diketahui bahwa : 1. Kerusakan media selama proses transportasi bibit, dipengaruhi oleh : a. Jenis dan komposisi media. b. Tingkat kebasahan media. c. Teknik seleksi dan pengepakan semai. d. Teknik muat-bongkar semai dari alat transportasi. e. Tingkat goncangan selama transportasi. 2. Batang semai patah, pada banyak kejadian disebabkan kecerobohan dalam muat bongkar dan penyusunan bibit diatas alat angkutan. 3. Tingkat kelayuan selama transportasi dipengaruhi oleh : a. Jenis/spesies tanaman. b. Tingkat kebasahan media dan atau semai. c. Sengatan panas matahari d. Tiupan angin kencang dalam transportasi. e. Tingkat kerusakan media. Umumnya ada 2 (dua) tahapan pekerjaan dalam kegiatan transportasi bibit yaitu: 1. Pengangkutan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman. 2. Distribusi bibit ke petak-petak penanaman. Pada kondisi dimana jalan hutan yang tersedia dalam keadaan baik sampai ke petak penanaman, maka transportasi bibit menjadi lebih mudah dan murah karena bibit dari persemaian dapat langsung dikirim sampai petak penanaman tanpa penggantian alat angkut. Bila kondisi jalan tersebut rusak parah sehingga tidak mungkin dilewati jenis alat angkut tertentu, maka bibit yang dikirim dari persemaian perlu ditampung pada suatu tempat dengan persyaratan harus teduh dan dekat sumber air untuk memudahkan pemeliharaan selama di penampungan berupa penyiraman (10 ltr/m 2 ) agar kondisi bibit tetap segar. Lama bibit di tempat penampungan bisa mencapai 5 hari apabila kondisinya memenuhi syarat, lebih daripada itu kesegaraan dan kesehatan bibit mulai menurun. Dari tempat penampungan di lokasi pembuatan tanaman selanjutnya bibit didistribusikan ke petak-petak penanaman Administrasi persemaian Tertib administrasi dan laporan mutlak diperlukan untuk menunjang kelancaran teknis pelaksanaan produksi bibit di persemaian. Administrasi dan laporan di persemaian yang harus dilakukan adalah; Daftar Sarana dan 151 diskripsi jenis mangrove

152 Prasarana, Daftar Persediaan Bahan, Daftar Kemajuan Kegiatan Pekerjaan Persemaian, Laporan Mutasi Bibit, Laporan Gabungan Mutasi Bibit, Laporan Persediaan Bibit dan Laporan Gabungan Persediaan Bibit. Alat-alat kerja, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh tiap persemaian dicatat dalam suatu daftar untuk dapat mengetahui cukup tidaknya alat kerja serta sarana dan prasarana yang dimiliki dan mengetahui jumlah alat yang masih dapat dipakai. Contoh daftar ini disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Daftar alat-alat dan sarana prasarana No. Jenis barang Jumlah No. Register Tanggal diterima Keterangan Bahan-bahan inventaris persemaian juga perlu dibuat daftarnya, sehingga dapat diketahui jenis, jumlah dan bahan-bahan yang tersisa. Hal ini akan mempermudah proses pengadaan bahan yang diperlukan. Contoh daftar ini disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Daftar persediaan bahan di persemaian No. Jenis bahan Jumlah Tanggal diterima Penggunaan Sisa Pembuatan bibit di persemaian sangat terkait dengan kegiatan penanaman di lapangan, oleh karena itu ketepatan waktu pembibitan akan memperlancar kegiatan penanamannya. Untuk memonitor semua kegiatan di persemaian, maka perlu dibuat daftar kemajuan pekerjaan persemaian seperti pada Tabel 25. Tabel 25. Daftar kemajuan pekerjaan persemaian No Tgl Jenis kegiatan Satuan Volume Ket. 152 diskripsi jenis mangrove

153 PERSIAPAN LAPANGAN -Pemilihan Lokasi -Pemancangan batas -Pemagaran -Pengolahan tanah -Pembuatan gubug kerja -Pembuatan bedeng tabur -Pembuatan bedeng sapih -Pembuatan jalan pemeriksaan -Pembuatan saluran air -Pembuatan bak air -Pengadaan biji -Pengadaan media -Pengisian Kantong Ha Patok Hm Ha Buah Buah Buah Meter Meter Buah Kg M 3 M 3 2 PENABURAN BIJI -Seleksi Biji -Perlakuan benih -Penaburan -Penyiraman -Penyiangan 3 PENYAPIHAN BIBIT -Penyapihan bibit -Penyiraman -Pemupukan -Pemberantasan HPT -Penyulaman Kg Kg Bedeng Bedeng Bedeng Bedeng Bedeng Bedeng Bedeng Bedeng 4 SELEKSI DAN PENGEPAKAN Bibit Untuk mengetahui persediaan bibit yang ada di persemaian pada setiap saat, maka perlu dibuat daftar mutasi bibit. Dalam daftar ini perkembangan penambahan atau pengurangan bibit dapat diikuti setiap bulan. Penambahan bibit dapat berasal dari kegiatan penyapihan yang baru saja dikerjakan atau dari daerah lain, sedangkan pengurangan bibit dapat berupa kematian bibit di bedeng penyapihan atau bibit sudah diangkut ke lokasi penanaman. Daftar mutasi bibit dibuat setiap bulan. Contoh daftar mutasi bibit disajikan pada Tabel 26. Apabila ada beberapa unit persemaian yang dikoordinir oleh satu lembaga, maka perlu dibuat daftar mutasi bibit gabungan seperti pada Tabel diskripsi jenis mangrove

154 Tabel 26. Daftar mutasi bibit di persemaian Jenis Persediaan Persediaan No Penambahan Pengurangan Ket. bibit bulan lalu bulan ini Dalam rangka memonitor jumlah bibit dan juga ukuran bibit yang ada di persemaian, maka perlu dibuat daftar persediaan bibit. Dengan daftar ini, maka dapat diketahui dengan cepat kelebihan ataupun kekurangan bibit yang ada. Contoh Daftar persediaan bibit disajikan pada Tabel 27. Apabila terdapat beberapa unit persemaian, juga perlu dibuat daftar persediaan bibit gabungan, sehingga memungkinkan terjadinya tukar informasi antar unit persemaian. Daftar persediaan bibit gabungan disajikan pada Tabel 28. Tabel 27. Daftar mutasi bibit gabungan Jenis Persediaan Persediaan No RPH Penambahan Pengurangan Ket. bibit bulan lalu bulan ini Tabel 28. Daftar persediaan bibit No Jenis Rencana Jumlah bibit di bedeng sapih Tinggi Tinggi Tinggi Jumlah Taburan Ket Tanaman Unit Target < 15 cm cm > 35 cm Jumlah Tabel 29. Daftar persediaan bibit gabungan Jenis No. RPH Rencana bibit Unit Target Jumlah bibit di bedeng sapih Tinggi < 15 cm Tinggi cm Tinggi > 35 cm Jumlah Taburan Ket 154 diskripsi jenis mangrove

155 Organisasi persemaian Untuk mengelola persemaian diperlukan suatu organisasi pengelola yang strukturnya seperti tertera pada Gambar diskripsi jenis mangrove

156 Manajer persemaian Asisten Manager Bidang Teknik Asisten Manager Bidang Administrasi, Personil dan Kepala regu persiapan lahan Kepala regu penaburan dan penyapihan Kepala regu pemeliharan persemaian Staf bidang keuangan Staf bidang administrasi dan personil Tenaga persiapan lahan Tenaga penaburan bibit benih Tenaga penyapihan Tenaga pemelihraan persemaian : garis koordinasi : garis komando Gambar 5. Struktur organisasi pengelolaan persemaian Adapun perincian tugas berdasarkan struktur organisasi (Gambar 5) adalah sebagai berikut : a. Manager persemaian : tugasnya mengkoordinasikan operasional kegiatan pengelolaan persemaian secara menyeluruh b. Asisten manager : tugasnya membantu manager persemaian sesuai dengan bidang pekerjaanya i. Asisten manager administrasi dan keuangan Membantu manager dalam bidang keuangan dan kepegawaian 156 diskripsi jenis mangrove

157 ii. Asisten manager bidang teknis Membantu manager dalam bidang teknis operasional persemaian c. Kepala regu : tugasnya membantu asisten manager dalam mengkoordinasikan kegiatan sesuai dengan bidang pekerjaannya (persiapan lapangan, penebaran benih, penyapihan dan pemeliharaan persemaian) 157 diskripsi jenis mangrove

158 II. MANUAL PENANAMAN MANGROVE Latar belakang Selama beberapa abad, masyarakat Indonesia secara tradisional memanfaatkan mangrove, utamanya untuk kayu bakar, arang, tannin, pewarna, makanan dan minuman, obat-obatan, tiang dan kayu bahan bangunan. Pada awal komersialisasi, penangkapan ikan dan pembuatan arang umumnya merupakan aktivitas dasar di wilayah hutan mangrove. Akan tetapi, pada periode berikutnya komersialisasi mangrove dalam skala besar di Indonesia telah dimulai dengan produksi log, arang, dan kayu serpih. Pada saat yang sama, peningkatan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di Indonesia menyebabkan kerusakan bahkan kehilangan beberapa hutan mangrove melalui konversi mangrove menjadi tambak, areal industri, transportasi, dan infrastruktur rekreasi, pemukiman, pertanian, dan penggunaan lainnya. Saat ini lebih dari 50 % kawasan mangrove di Indonesia rusak karena eksploitasi yang tidak terkendali dan konversi lahan untuk penggunaan lain. Berbagai macam peran hutan mangrove sebagai sumberdaya terbaharukan di wilayah pesisir dalam kaitannya dengan fungsi sebagai penyedia produk bernilai dan fungsi lingkungannya untuk masyarakat pesisir disadari dengan baik di Indonesia, sehingga hutan mangrove yang rusak harus dipenanaman dan hutan tanaman mangrove seyogyanya dibangun di beberapa wilayah pesisir untuk memperkaya produktivitas lahan, dan peningkatan kualitas lingkungan ekosistemnya Tujuan penanaman mangrove Tujuan penanaman mangrove adalah untuk merehabilitasi mangrove yang rusak atau membangun suatu hutan tanaman mangrove. Tujuan kegiatan penanaman tersebut harus didefinisikan dengan jelas dari awal, sebab tujuan ini nanti akan menentukan diantaranya jenis yang akan ditanam, jarak tanam, dan lamanya daur. Sebagai contoh, penanaman untuk tujuan rehabilitasi lahan, seyogyanya menggunakan jarak tanam yang lebih rapat dibandingkan dengan tujuan penanaman untuk menghasilkan hasil hutan tertentu (kayu, chip, arang, dsb). Selain itu, penanaman untuk rehabilitasi lahan yang rusak, cenderung menggunakan spesies yang bersifat pionir, seperti Avicennia marina dan Sonneratia alba, sedang untuk produksi kayu pertukangan atau kayu bakar, cenderung menggunakan spesies yang memiliki kualitas kayu lebih baik seperti Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Rh. stylosa atau Rh. apiculata Tahapan kegiatan penanaman 158 diskripsi jenis mangrove

159 Secara rinci tahapan kegiatan penanaman mangrove dapat dilihat pada Gambar 6. Perencanaan penanaman Pemilihan lokasi Pengukuran dan pemetaan Persiapan Area Penanaman Teknik Penanaman Penanaman langsung Penanaman bibit Pemeliharaan Tegakan Penanaman penyulaman Penyiangan Gambar 6. Diagram alir kegiatan penanaman mangrove Perencanaan penanaman (a). Pemilihan areal penanaman Dalam kegiatan penanaman mangrove, mula mula perlu ditentukan dulu areal mana saja yang bisa ditanami mangrove. Tidak semua lahan kosong di suatu dataran lumpur daerah pasang surut bisa ditanami mangrove. Beberapa pedoman untuk memilih lokasi yang bisa ditanami mangrove adalah sebagai berikut: Lokasi terbaik untuk penanaman mangrove terletak pada ketinggian lahan diantara permukaan laut rata rata sampai permukaan rata rata 159 diskripsi jenis mangrove

160 pasang tertinggi (pasang purnama). Anakan magrove yang baru saja ditanam di lapangan, harus terkena pasang surut (tergenang) air laut secara teratur. Mangrove akan tumbuh lebih baik pada lahan yang sedikit miring (yang akan mengalirkan kembali air pasang ke arah laut) dibanding pada lahan yang benar-benar datar dimana air cenderung menggenang dan tidak mengalir. Lokasi yang akan dijadikan areal penanaman bukan merupakan lahan yang ditumbuhi oleh rumput laut. Mangrove akan tumbuh lebih baik pada tanah lumpur yang relatif stabil (tanah yang sudah matang). Walaupun demikian, pada tanah yang belum begitu stabil (belum begitu matang), kalau berhasil ditanami mangrove, akan menjadi lebih stabil (lebih matang). Lokasi yang akan ditanami mangrove harus terlindung dari ombak laut dan angin yang kuat, serta terhindar dari erosi. Angin yang kencang dan arus pasang surut yang terlalu kuat, dapat menurunkan kemampuan hidup dan pertumbuhan anakan magrove. Tempat-tempat tertentu yang tanahnya hitam dan mengeluarkan bau yang menyengat (gas H 2 S), tidak bisa ditanami mangrove dengan hasil yang baik. Tanah tanah seperti itu harus dibiarkan terbilas dulu oleh arus pasang surut selama beberapa waktu, sampai bau tersebut hilang. Penentuan lokasi penanaman tersebut dilakukan dengan suatu survey lapangan dengan bantuan peta topografi yang diusahakan berskala maksimal 1 : , yang menunjukkan lokasi sungai, jalan, saluran air dan infrastruktur lainnya. Selain itu juga dianjurkan untuk memanfaatkan peta-peta lainnya (bila tersedia) misalnya peta klasifikasi penggunaan lahan, atau peta tataguna lahan, dan peta vegetasi yang menunjukkan penyebaran vegetasi. Selanjutnya lokasi penanaman tersebut digambarkan dalam peta kerja dengan skala maksimal 1 : 5000, dan batas-batasnya di lapangan ditandai dengan menggunakan patok-patok bambu yang dicat dengan warna menyolok, atau patok (pal) lainnya yang bentuknya lebih permanen. (b). Pengukuran lapangan dan pemetaan Sebelum kegiatan rehabilitasi, luas areal penanaman harus diketahui terlebih dahulu secara pasti. Penentuan luas areal tersebut dapat diketahui melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan lapangan. Dengan 160 diskripsi jenis mangrove

161 diketahuinya luas areal penanaman, dapat dihitung kebutuhan bahan dan biaya penanaman. Pengukuran dan pemetaan areal penanaman meliputi kegiatan pengukuran dan penataan areal, dan pemetaan. a. Pengukuran dan penataan areal Pemancangan batas Pemancangan batas dilakukan untuk mengetahui batas-batas areal yang akan diukur. Untuk itu pengenalan terhadap keadaan batas lokasi areal penanaman sangat diperlukan. b. Pemetaan Adapun tahapan kegiatan pemancangan batas meliputi : Pemancangan patok dari kayu awet atau bambu pada batas areal yang akan diukur. Pemberian nomor patok dimulai dari arah barat laut dan nomor berikutnya mengikuti arah jarum jam. Pengukuran lapangan Pada tahap ini dilakukan pengukuran detail lapangan meliputi pengukuran jarak, azimuth dan kemiringan lahan pada setiap titik atau pal batas. Pengukuran dilakukan dengan cara poligon tertutup mulai dari titik 1 ke titik 2, dan seterusnya hingga titik terakhir ke titik 1. Penataan blok tanaman Penataan merupakan pembagian blok tanaman menjadi bagianbagian areal atau petak tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan dan pengawasan kegiatan penanaman. Jumlah dan luas blok tanaman disesuaikan kondisi dan luas total areal penanaman. Pengukuran dan pemancangan batas blok tanaman dilakukan dengan metoda poligon tertutup. Blok tanaman mempunyai satuan luas rata-rata Ha atau sesuai dengan kondisi lapangan. Satuan blok tanaman tersebut dibagi kedalam bentuk petak dengan luas setiap petak rata-rata 5 10 Ha. Hasil pengukuran lapangan yang dituangkan dalam buku ukur dan sket lapangan, selanjutnya diolah dan dijabarkan dalam bentuk peta lapangan. Kegiatan ini terdiri dari : Pengolahan data 161 diskripsi jenis mangrove

162 Pengolahan data hasil pengukuran meliputi : Pemeriksaan azimuth antara dua titik harus memiliki selisih 180 o. Konversi jarak lapangan menjadi jarak datar dengan bantuan tabel konversi atau melalui perhitungan. Perhitungan jarak pada peta yang didasarkan pada skala peta yang digunakan. Pembuatan peta Hasil sketsa lapangan digambarkan pada kertas grafik berdasarkan azimuth antar pal batas dan jarak datar pada peta. Penghitungan luas areal penanaman dari peta yang sudah terkoreksi. Penulisan keterangan peta pada sudut kanan bawah : nama peta, skala, dan legenda lainnya seperti batas areal, jalan setapak, sungai/parit. c. Pemilihan spesies Beberapa faktor lingkungan yang sering digunakan secara praktis untuk pemilihan spesies yang akan ditanam adalah kelas penggenangan pasang surut dan salinitas, serta kondisi tanah. Selain mempertimbangkan faktor lingkungan fisik lokasi yang akan ditanam, pemilihan spesies yang akan ditanam harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini : Sudah ada atau pernah ada spesies secara alami di sekitar atau di wilayah penanaman (spesies asli setempat). Penguasaan terhadap teknik budidaya spesies yang akan ditanam Ketersediaan propagul (bahan tanaman) dan bibit cukup memadai. Sesuai dengan tujuan penanaman. (c.1). Kelas penggenangan dan salinitas Dalam hal ini, Watson (1928), de Haan (1931) dan Chapman (1944) membuat korelasi antara salinitas, klas genang (frekuensi penggenangan) dengan jenis mangrove seperti disajikan pada Tabel diskripsi jenis mangrove

163 Tabel 15. Hubungan antara salinitas, kelas penggenangan air pasang surut dengan penyebaran spesies mangrove Kelas genang (Watson, 1928) 1. All high tides (daerah yang terkena semua tipe pasang) 2. Medium high tides (daerah pasang moderat) 3. Normal high tides (daerah pasang normal) 4. Spring tides only (daerah pasang tertinggi) 5. Storm hight tides only (daerah yang hanya terkena pasang badai) Salinitas ppt ppt ppt ppt Kelas genang berdasarkan salinitas (de Haan, 1931) A. Payau sampai masin, salinitas ppt A kali/hari, paling sedikit 20 hari/bulan Frekuensi genangan (Chapman, 1944) Spesies mangrove dominan Avicennia spp. Sonneratia alba Rhizophora spp. A hari/bulan Bruguiera spp. Rhizophora spp. Ceriops spp. Kandelia spp. A.3. 9 hari/bulan Xylocarpus spp. Heritiera spp. B.sexangula B.cylindrica A.4. Hanya beberapa hari/bulan Scyphiphora spp. Lumnitzera spp ppt B. Air tawar sampai payau salinitas 0-10 ppt B.1. Sedikit banyak dipengaruhi pasang surut Source : FAO, 1994; Kusmana et al Oncosperma spp. Cerbera spp. Nypa fruticans Ficus retusa, etc. Dari ujicoba disimpulkan bahwa tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies. Pada prakteknya, ketinggian permukaan tanah diukur sebagai jarak antara permukaan tanah yang bersangkutan, dengan permukaan air pasang tertinggi. Bila jarak ini besar, berarti permukaan tanah ini rendah, dan sebaliknya. Permukaan air pasang tertinggi diukur secara langsung dan bisa juga dengan mewawancarai penduduk sekitar lokasi. Pada ujicoba di Bali (Taniguchi et al.,1999), disimpulkan bahwa pemilihan spesies terbaik diperoleh dengan mula mula mengidentifikasi spesies yang cocok dengan tinggi permukaan tanahnya, dengan mengacu pada Tabel 15. Setelah itu, baru faktor faktor lain, seperti salinitas, topografi, sifat tanah, dan sebagainya, dikaji untuk memperoleh keputusan akhir mengenai spesies yang akan ditanam. Pendekatan ini memperoleh hasil 163 diskripsi jenis mangrove

164 yang baik di Bali. Tabel 16 menunjukkan bahwa untuk A. marina, tinggi permukaan tanah yang sesuai adalah cm lebih rendah dari ketinggian air pasang purnama. Rh. mucronata mempunyai kisaran paling lebar dalam hal kesesuaian terhadap tinggi permukaan tanah. Pada lokasi dimana tinggi permukaan tanah bervariasi, akan lebih baik menanam spesies dari famili Avicenniaceae dan Sonneratiaceae pada permukaan tanah yang lebih tinggi, dan Rhizophoraceae pada permukaan tanah yang lebih rendah. Tabel 16. Kesesuaian beberapa spesies mangrove berdasarkan posisi relatif tinggi permukaan tanah terhadap permukaan air pasang (pasang purnama dan pasang perbani) Posisi relatif tinggi tanah Posisi relatif tinggi tanah Spesies mangrove terhadap permukaan air terhadap permukaan air pasang purnama (pasang tertinggi) 1) pasang perbani (pasang terendah) 2) Avicennia marina cm sampai - 50 cm - 30 cm sampai + 20 cm Sonneratia alba cm sampai - 70 cm - 40 cm sampai 0 cm Bruguiera gymnorrhiza cm sampai - 70 cm - 50 cm sampai 0 cm Rhizophora apiculata cm sampai - 80 cm - 50 cm sampai - 10 cm Rhizophora mucronata cm sampai - 80 cm - 90 cm sampai - 10 cm 1) 2) Titik nol adalah permukaan air pasang purnama Titik nol adalah permukaan air pasang perbani 164 diskripsi jenis mangrove

165 (c.2). Kondisi Tanah Tanah sebagai substrat bagi pertumbuhan mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral (mengandung koral) atau bergambut. Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah yang belum matang biasanya disebut lunak atau lembek, sehingga orang yang berjalan diatasnya akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini adalah tanah berlumpur). Tanah yang sudah matang biasanya disebut stabil atau keras, sehingga orang yang berjalan diatasnya tidak terperosok ke bawah. Tingkat kematangan tanah bisa ditaksir dengan cara sebagai berikut (Pons dan Zonneveld 1965): Ambil segenggam tanah yang berada dalam keadaan tergenang di areal mangrove, langsung dari lapangan. Amati dan perkirakan volume tanah dalam genggaman. Remas tanah basah tersebut dalam kepalan tangan. Makin banyak tanah keluar dari sela sela jari (bersama airnya), maka tanah tersebut makin kurang kematangannya (makin lunak). Sebaliknya, makin besar proporsi tanah yang tersisa di genggaman, berarti tanah tersebut makin matang atau makin keras atau makin stabil. Adapun preferensi beberapa jenis mangrove terhadap tanah disajikan pada Tabel diskripsi jenis mangrove

166 Tabel 17. Preferensi beberapa jenis mangrove terhadap tanah Nama Tanah dan lokasi 1. Avicennia alba Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas tinggi 2. Avicennia officinalis Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas rendah 3. Avicennia marina Lumpur dalam, pinggir sungai dan daerah kering dengan salintas tinggi 4. Avicennia lanata Lumpur berpasir, pinggir sungai dan daerah kering dengan salinitas tinggi 5. Aegiceras corniculatum Lumpur, pinggir sungai dengan salinitas tinggi 6. Aegiceras floridum Tanah berpasir, pantai berbatu dan berkoral, pingggir sungai dengan salinitas tinggi 7. B. gymnorrhiza Lumpur berlempung atau berpasir dengan salinitas rendah, gambut, bergerombol pada tanah lebih kering, tengah sampai zona pedalaman 8. B. parviflora Lempung, lumpur berlempung atau berpasir dengan salinitas tinggi, pinggir sungai, zona pedalaman 9. B. sexangula Tumbuh dimana saja pada mangrove apabila drainasi baik; sungai estuari dengan salinitas rendah atau air tawar 10. B. cylindrica Lumpur (liat sampai liat berdebu), tanah berpasir sampai liat, ke arah daratan 11. Rhizophora mucronata Lumpur dalam dengan rentang salinitas lebar, pinggir sungai, gambut, ke arah laut sampai ke zona pertengahan 12. Rhizophora stylosa Lumpur berpasir, berbatu atau berkoral, ke arah laut 13. Rhizophora apiculata Lumpur dalam dengan rentang salinitas lebar, tanah berpasir, daerah estuari, pinggir sungai, ke arah laut sampai zona tengah 14. Ceriops tagal Gambut, lumpur dan daerah kering dengan salinitas tinggi, zona pedalaman 15. Ceriops decandra Gambut, lumpur dan daerah kering dengan salinitas tinggi, zona pedalaman 16. Kandelia candel Lumpur, gambut 17. Sonneratia caseolaris Lempung, lumpur berpasir dengan salinitas rendah, pinggir sungai, pinggir sungai estuari, dengan masukan air tawar permanen 18. Sonneratia alba Lempung, lumpur berpasir, berbatu atau berkoral dengan salinitas tinggi, sungai estuary, pinggir laut. 19. Nypa fruticans Lumpur dalam dengan pengaruh air tawar 20. Heriteria litoralis Tanah lempung berpasir dengan salinitas rendah, hulu sungai, ke arah daratan 21. Lumnitzera racemosa Lumpur dengan salinitas rendah, pinggir sungai estuari, ke arah daratan 22. Lumnitzera littorea Lumpur dengan salinitas rendah, pinggir sungai estuari, ke arah daratan 23. Nypa fruticans Lumpur dengan salinitas rendah (air payau), pinggir sungai 24. Xylocarpus granatum Tanah dengan salinitas rendah, pinggir sungai, ke arah daratan 25. Excocaria agalocha Tanah dengan salinitas rendah, ke arah daratan (d) Bahan tanaman. 166 diskripsi jenis mangrove

167 Secara umum, ada 2 (dua) jenis bahan tanaman (benih) di dalam kegiatan penanaman mangrove, yakni: (1) berupa propagul, dan (2) berupa anakan (bibit dalam pot), baik yang berasal dari pesemaian maupun yang berasal dari alam (puteran). Penggunaan bahan tanaman berupa anakan biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pengrusakan anakan mangrove di lapangan (misalnya oleh kepiting) atau untuk penanaman daerah yang bermasalah, misalnya pada tanah yang berlumpur dalam atau penanaman jenis mangrove yang mengharuskan dengan bibit (jenis mangrove dengan buah non vivipar). (d.1) Penanaman menggunakan propagul. Penanaman dengan menggunakan bahan tanaman berupa propagul biasanya dilakukan pada jenis-jenis anggota Rhizophoraceae, terutama Rhizophora apiculata dan Rh. mucronata yang mempunyai propagul cukup panjang. Propagul yang panjang, secara fisik relatif tahan terhadap genangan pasang surut air laut. Penanaman menggunakan propagul direkomendasikan terutama untuk kegiatan penanaman berskala besar dengan alasan sebagai berikut : Penanganan lebih mudah karena propagul lebih ringan dan sederhana bentuknya. Biaya penanaman relatif murah karena tidak perlu biaya persemaian dan penanaman dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Propagul yang ditanam mempunyai kemampuan menghasilkan tunas tambahan apabila hipokotil bagian atas rusak, dan pembentukan akar, cukup cepat (kurang dari satu minggu). Di habitat yang cocok, keberhasilannya relatif tinggi (lebih dari 80 %) dan tegakan biasanya tumbuh baik dan seragam. Namun demikian, penanaman memakai propagul mempunyai kelemahan sebagai berikut: Kegiatan penanaman hanya terbatas waktunya pada musim berbuah masak, karena buah (propagul) ini tidak bisa disimpan lama. Setelah ditanam, propagul relatif lebih mudah diganggu oleh kepiting dan teritip Penanaman langsung dengan propagul melibatkan pembenaman propagul yang matang, pada ujung calon keluarnya akar, kedalam lumpur yang seringkali lunak dan basah. Kedalaman penanaman biasanya 1/3 dari panjang propagul (Gambar 7). Bila propagul dibenamkan terlalu dalam, lumpur akan menghalangi pernafasan propagul, akar tidak terbentuk sehingga propagul mati. Bila propagul dibenamkan terlalu dangkal, dia akan mudah hanyut oleh aliran air pasang surut atau ombak. 167 diskripsi jenis mangrove

168 Penanaman propagul sebaiknya dilakukan pada saat dimana diharapkan di lokasi tersebut tidak ada genangan air yang arusnya cukup deras, minimal selama satu minggu, untuk memberi kesempatan propagul terjangkar secara mapan sebelum adanya genangan. Pada tanah yang agak keras atau berpasir, penanaman propagul dilakukan dengan membuat lubang dengan tongkat atau alat lain. Pericarp (a) (b) kotiledon Kotiledon Pericarp plumula 2/3 bagian Cincin keputihan Hipokotil tanah 1/3 bagian Gambar 7. Sketsa pembenaman propagul di lokasi penanaman (a), dan illustrasi propagul Rhizophora spp.(b). Propagul yang akan ditanam harus berupa propagul yang sudah masak dan sehat. Untuk mendapatkan propagul dalam jumlah yang banyak harus dilakukan pengumpulan propagul dari tegakan sumber benih atau pohon induk. Ada beberapa cara pengumpulan propagul, yakni: Memanjat pohon atau menggunakan galah yang bercagak di ujungnya. Menggunakan perahu pada saat air pasang. Dalam hal ini jaring tangan dapat digunakan untuk mengambil propagul. Mengguncang pohon pada saat air pasang. Cara ini kurang menguntungkan karena buah yang masih muda dapat rontok dari pohon. 168 diskripsi jenis mangrove

169 Adapun memungut propagul yang jatuh pada saat air surut, terutama untuk jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp., sebaiknya dihindari mengingat sering dijumpai adanya propagul yang terserang oleh hama penggerek seperti kumbang Poecellips fallax. Propagul yang telah dikumpulkan kemudian diseleksi untuk mendapatkan propagul yang berkualitas baik. Propagul yang belum matang dan rusak oleh serangga atau karena penanganan yang kurang hati-hati, sebaiknya tidak digunakan untuk penanaman. Propagul yang sudah terseleksi, dikumpulkan dan diikat dalam jumlah sekitar buah per ikat. Propagul ditempatkan secara hati-hati ke dalam keranjang bambu atau peti kayu. Pemuatan dan pembongkaran harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kerusakan plumula. Untuk menghindari transpirasi yang berlebihan, alat pengangkut sebaiknya ditutup, tapi tetap harus ada ventilasi yang cukup. Selama dalam perjalanan, propagul harus disiram dengan air tawar atau payau 3-4 kali per hari. Propagul-propagul tersebut sebaiknya sesegera mungkin ditanam di lapangan (untuk penanaman yang menggunakan bahan berupa propagul), atau dikecambahkan dalam polibag (pot) di pesemaian (untuk penanaman yang menggunakan anakan dari pesemaian) untuk menghindari kematian propagul karena penyimpanan. (d.2). Penanaman menggunakan anakan bibit dalam polibag (a). Anakan yang berasal dari persemaian. Penanaman dengan anakan yang dibesarkan di pesemaian merupakan sebuah cara yang efektif dalam mengatasi masalah pemangsaan oleh kepiting, kera, maupun gangguan oleh tumbuhan pakis Acrostichum (sebagai gulma). Anakan yang batangnya telah berkayu, lebih tahan terhadap serangan kepiting maupun kera. Sistem pucuk dan perakaran yang terbentuk, tahan terhadap terjangan air pasang dan dapat berkompetisi dengan pakis Acrostichum. Jenis jenis mangrove yang harus ditumbuhkan di pesemaian, biasanya mempunyai propagul pendek atau berupa biji, seperti jenis-jenis Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Sonneratia dan jenis lainnya. Penanaman dengan memakai bibit dalam pot (hasil pesemaian) mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut : Cukup fleksibel dari segi jadwal penanaman (tidak tergantung dari musim masaknya buah). 169 diskripsi jenis mangrove

170 Kualitas bahan tanaman lebih mudah untuk diusahakan menjadi seragam. Kadangkala penggunaan bibit dalam polibag, lebih besar peluang keberhasilannya dan lebih cepat tumbuhnya dibanding dengan penanaman propagul langsung. Cukup tahan terhadap gangguan hama. Namun demikian, penanaman menggunakan bibit (hasil pesemaian) mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut: Penanganan lebih sulit karena bahan tanaman bersifat voluminous Biaya penanaman relatif mahal karena perlu biaya persemaian Akar bibit dalam pot ini mudah rusak kalau pekerja ceroboh ketika mengangkut dan menanam. Karena itu, metode ini membutuhkan pengawasan yang lebih ketat. Ilustrasi bibit mangrove dalam polibag dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Bibit Rhizophora sp. di areal persemaian. 170 diskripsi jenis mangrove

171 (b). Anakan yang berasal dari alam. Penanaman mangrove, selain dilakukan dengan cara menanam benih (propagul) secara langsung, atau dengan menanam anakan yang dibesarkan di pesemaian, juga bisa dilakukan dengan menggunakan anakan alam. Dalam hal ini, anakan alam dipindahkan ke lokasinya yang baru tanpa disemaikan dulu di pesemaian. Pengambilan anakan alam ini dilakukan dengan sistem puteran, menggunakan alat khusus (corer) (Gambar 9) yang terbuat dari baja dengan diameter lubang 10 cm. Anakan yang dipungut, berukuran tinggi m. Anakan diambil dengan cara menekan corer ke dalam tanah sambil diputar, kemudian digoyang-goyang agar mudah membawa anakan beserta tanah dan akarnya. Gambar 9. Corer yang digunakan untuk mengambil anakan alam Penanaman anakan alam ini cukup menunjukkan hasil yang memuaskan. Tingkat kematiannya hanya sekitar 8 % setelah 3 bulan ditanam di lapangan. Anakan alam yang dikumpulkan dari tempat terbuka, harus segera ditanam. Anakan alam yang diperoleh dari hutan alam (yang biasanya ternaungi) perlu aklimatisasi (adaptasi) sebelum ditanam di lokasi yang terbuka, yaitu dengan menempatkan anakan alam tersebut pada tempat yang terbuka selama seminggu sebelum penanaman. Selama masa tersebut anakan harus disiram agar tidak kekeringan. Dalam penanaman anakan alam ini, kadang kadang dianjurkan untuk mengadakan pemangkasan cabang dan ranting untuk anakan alam yang berukuran agak besar (tinggi diatas 50 cm). Cabang dan ranting dipangkas sampai 2/3 tinggi total anakan tersebut. Pemangkasan ini membantu meningkatkan keberhasilan tumbuh karena mengurangi transpirasi. Penggunaan anakan alam mempunyai kelebihan sebagai berikut: 171 diskripsi jenis mangrove

172 Cara ini lebih efektif dalam mengatasi faktor perusak seperti gangguan kepiting, monyet, dan jenis paku Acrostichum sp. dibandingkan dengan penanaman menggunakan propagul. Biaya lebih murah dibandingkan dengan menggunakan anakan yang berasal dari pesemaian, yakni anakan alam yang tersedia dapat segera ditanam tanpa menunggu waktu 5 6 bulan. Namun demikian, penanaman dengan menggunakan anakan alam mempunyai kelemahan sebagai berikut : Relatif sulit mendapatkan bibit dalam jumlah yang banyak dengan kualitas dan dimensi yang seragam. Teknik pengambilan anakan relatif sulit, karena mangrove mempunyai sistem perakaran yang khas (akar tunjang, akar lutut, akar papan, akar pasak) (d.3). Jarak Tanam Jarak tanam ditentukan terutama oleh kesuburan tanah, jenis bahan tanaman dan tujuan penanaman. Jarak tanam dianjurkan semakin rapat (minimal 9 individu per m 2 ) untuk kondisi tanah yang kurang subur, bahan tanaman berupa propagul, dan tujuan penanamannya untuk perlindungan (proteksi terhadap ombak, angin, abrasi dll). Adapun apabila tanahnya relatif subur, bahan tanaman yang berupa bibit dan tujuan penanamannya untuk produksi dianjurkan menggunakan jarak tanam yang relatif lebar (maksimal 1 individu per m 2 ). Beberapa jarak tanam jenis mangrove yang biasa digunakan di Indonesia adalah 1 m x 1 m; 1,5 m x 1,5 m; 2 m x 1 m; dan 2 m x 2 m. Di Indonesia bibit mangrove yang ditanam di pinggir tanggul tambak umumnya menggunakan jarak tanam yang rapat, yaitu 0,25 m x 0,25 m atau 0,5 m x 0,5 m. Adapun beberapa jarak tanam jenis mangrove yang digunakan di berbagai negara dapat dilihat pada Tabel diskripsi jenis mangrove

173 Tabel 18. Jarak tanam anakan dan propagul mangrove dipraktekkan di beberapa negara yang Spesies mangrove Jarak tanam (m) Bahan Pustaka tanaman Rhizophora mucronata 1,5 x 1,5 Propagul FAO, 1993, Qureshi in Field 1996 Rh. mucronata 1,8 x 1,8 Propagul Hamilten and Snedaker 1984 Rh. mucronata 1,8 x 1,8 Propagul Chan in Field 1996 Rh. mucronata 0,3 x 0,3 Propagul Kusmana et al ,0 x 1,0 1,2 x 1,2 Bibit Bibit Rh. apiculata 1,0 x 1,0 and 1,2 x Bibit 1,2 Rh. stylosa 0,5 x 0,5 Propagul Agalos x 1; and 1,5 x 1,5 Rh. stylosa 0,8 x 0,8 Propagul Hong ,0 x 1,0 Propagul Rh. racemosa 1,5 x 1,5 Propagul Wilkie 1995 Rh. apiculata 1,8 x 1,8 Propagul Hamilten and Snedaker 1984 in Field 1996 Rh. apiculata 1,5 x 1,5 Propagul Hong 1994 Rh. apiculata 1,0 x 1,0 Propagul Aksornkoae in Field 1996, Hong in Field 1996 Rh. apiculata 1,2 x 1,2 Propagul Chan Rh. apiculata 2,0 x 2,0 Propagul Soemodihardjo et al. Rh. mucronata Bruguiera gymnorrhiza Rh. apiculata Rh. mucronata Avicennia marina in Field ,5 x 1,5 bibit Untawale in Field ,2 x 1,2 bibit Saenger & Siddiqi 1993 Sonneratia apetala S. apetala 1,7 x 1,7 bibit Siddiqi in Field 1996 Aegiceras corniculatum 1,5 x 1,5 bibit Saenger in Field 1996 Nypa fruticans 3,0 x 3,0 bibit Choudhury 1994 Excoecaria agallocha 1,0 x 1,0 bibit Saenger in Field 1996 A. Marina 1,5 x 1,5 bibit Saenger & Siddiqi 1993 A. officinalis 1,0 x 1,0 bibit Saenger & Siddiqi 1993 Kandelia candel 0,7 x 0,7 propagul Hong 1994 Kandelia candel 0,3 x 0,3 Propagul Bibit Maxwell 1995 (d.3). Desain penanaman 173 diskripsi jenis mangrove

174 Desain penanaman mangrove di Indonesia bisa dikategorikan ke dalam 3 macam, yaitu : (1) desain bujursangkar (Gambar 10), (2). desain untu walang atau zig zag (Gambar 11), dan (3) desain bergerombol (Gambar 12). Desain penanaman yang terakhir direkomendasikan untuk diterapkan di pulau-pulau keci di tengah laut terutama pada tanah yang mengandung banyak pasir atau kerikil, pinggir-pinggir sungai dan pantai yang berarus deras. 0,5-1 m 0,5-1 m Gambar 10. Pola tanam bujursangkar. 0,5-1 m 0,25 0,5 m 0,5-1 m Gambar 11. Pola tanam model zig-zag (untu walang). 174 diskripsi jenis mangrove

175 Gambar 12. Pola tanam sistem kluster e. Waktu penanaman Penanaman mangrove baik propagul maupun bibit dilakukan pada saat air laut surut dengan genangan air maksimal sekitar 10 cm (Gambar 13). Seyogyanya penanaman mangrove tersebut dilakukan pada awal musim penghujan agar propagul atau bibit yang telah ditanam baik pertumbuhannya (cepat tumbuh dan berkembang). Penanaman dengan menggunakan propagul seyogyanya dilaksanakan pada saat pohon mencapai puncak musim berbuah, sedangkan penanaman dengan menggunakan bibit tidak bergantung pada masa berbuah pohon. Gambar 13. Penanaman mangrove dalam lumpur pada saat surut 175 diskripsi jenis mangrove

176 f. Kebutuhan tenaga kerja untuk penanaman. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan penanaman bervariasi, tergantung kondisi masing-asing lokasi. Sebagai ilustrasi, untuk kasus daerah Bali dan Lombok, disajikan pada Tabel 19 (penanaman bekas tambak udang) dan Tabel 20 (penanaman hamparan lumpur). Tabel 19. Kebutuhan tenaga kerja untuk penanaman di areal bekas tambak udang (satuan: hari orang kerja / hektar). Spesies Rh. A. X. Rh. mucronata B. gymnorrhiza C. tagal S. alba Kegiatan Jarak tanam apiculata marina granatum Langsunsunsung Lang- Lang- Pot Pot Pot Pot Pot Pot Pot 0.5 m X 0.5 m Persiapan 1 m X 1 m m X 2 m Pengangkutan 2. benih 0.5 m X 0.5 m mobil 1 m X 1 m m X 2 m m X 0.5 m tenaga manusia 1 m X 1 m m X 2 m m X 0.5 m Penanaman 1 m X 1 m m X 2 m m X 0.5 m Penyulaman 1 m X 1 m m X 2 m m X 0.5 m Total 1 m X 1 m m X 2 m Sumber : Taniguchi et al diskripsi jenis mangrove

177 Tabel 20. Kebutuhan tenaga kerja untuk areal penananam dengan menggunakan propagul Kegiatan Jarak tanam Hari orang kerja (HOK) 1. Persiapan 0.5 m X 0.5 m 2 1 m X 1 m 2 2m X 2 m 2 2. Pengangkutan benih (perahu) 0.5 m X 0.5 m 7 1 m X 1 m 2 2m X 2 m Penanaman 0.5 m X 0.5 m 52 1 m X 1 m 13 2m X 2 m 3 4. Penyulaman 0.5 m X 0.5 m 10 1 m X 1 m 2 2m X 2 m 1 Total 0.5 m X 0.5 m 71 1 m X 1 m 19 2m X 2 m 64 Sumber : Taniguchi et al g. Organisasi Penanaman Untuk mengelola areal penanaman diperlukan suatu organisasi pengelola yang strukturnya seperti tertera pada Gambar diskripsi jenis mangrove

178 Manajer Asisten manejer bidang teknik Asisten manajer bidang administrasi, kepegawaian dan keuangan Kepala regu persiapan lapangan Kepala regu pemeliharaan Kepala regu penanaman Staf bidang keuangan Staf bidang administrasi dan kepegawaian Tenaga persiapan lahan Tenaga pemeliharaa Tenaga transportasi Tenaga penanaman : garis komando Gambar 14. Struktur organisasi kegiatan penanaman Adapun perincian tugas berdasarkan struktur organisasi (Gambar 14) adalah sebagai berikut : d. Manager penanaman : tugasnya mengkoordinasikan operasional kegiatan pengelolaan penanaman secara menyeluruh e. Asisten manager : tugasnya membantu manager penanaman sesuai dengan bidang pekerjaannya i. Asisten manager administrasi, kepegawaian dan keuangan Membantu manager dalam bidang keuangan dan kepegawaian ii. : garis koordinasi Asisten manager bidang teknis Membantu manager dalam bidang teknis operasional penanaman f. Kepala regu : tugasnya membantu asisten manager dalam mengkoordinasikan kegiatan sesuai dengan bidang pekerjaannya (persiapan lapangan, pengangkutan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman) 178 diskripsi jenis mangrove

179 Jumlah pekerja (buruh) yang diawasi oleh seorang kepala regu (mandor), tergantung dari faktor - faktor berikut: Kemampuan kepala (mandor). Kemampuan dan motivasi kerja para buruh. Jenis komponen pekerjaan (pengangkutan bibit, persiapan lahan, pemasangan ajir, penanaman, dsb). Sistem pengupahan. Kondisi topografi dan fisiografi areal penanaman. Upah pekerja bisa ditentukan besarnya secara borongan (berdasarkan volume kerja) atau berdasarkan lamanya waktu kerja (sering disebut juga sebagai pengupahan secara harian dimana satu hari kerja disepakati sebagai sejumlah jam kerja tertentu), tergantung sifat komponen pekerjaan yang dilakukan. Komponen kerja yang mudah dihitung volumenya dan tidak membutuhkan kecermatan dan kehati-hatian yang tinggi, cenderung diupahkan secara borongan, misalnya : Pembersihan lahan (diupah berdasarkan luas areal yang dibersihkan). Menggali saluran (diupah berdasarkan volume tanah galian). Membuat lubang tanam (diupah berdasarkan jumlah lubang tanam yang sudah disepakati mempunyai ukuran tertentu tiap lubangnya). Komponen kerja yang membutuhkan kecermatan tinggi, misalnya menanam bibit dalam pot (yang harus didahului dengan merobek pot secara hati-hati supaya media perakaran tidak buyar), cenderung diupahkan berdasarkan lamanya waktu kerja (upah harian). Pengupahan berdasarkan lama waktu kerja ini, tidak mendorong buruh untuk memaksimalkan volume kerja (dalam hal ini jumlah bibit yang ditanam). Untuk mengatasi kelemahan ini, bisa juga diterapkan sistem upah secara borongan, tetapi upahnya dihitung berdasarkan jumlah bibit yang ditanam dan berhasil terus hidup (setelah dievaluasi misalnya 1 bulan kemudian). Dengan demikian pekerja terdorong untuk menanam bibit dalam jumlah maksimal, tapi sekaligus hati hati dan cermat dalam penanamannya Persiapan lahan areal penanaman. 179 diskripsi jenis mangrove

180 Kegiatan persiapan areal penanaman mencakup: (1) pembuatan lajur penanaman dan pemasangan ajir, dan (2) pembersihan areal penanaman. Secara rinci tahapan kegiatan persiapan lahan untuk penanaman adalah sebagai berikut: (1) Pembuatan lajur penanaman dan pemasangan ajir Lajur penanaman dibuat searah garis pantai atau melintang arah pasang surut dengan bantuan tali plastik dan kompas. Dalam prakteknya kedua ujung tali tersebut (panjang tali disesuaikan dengan kondisi lapangan) diikat pada sepotong bambu atau tongkat kayu, dan pada jarak tanam yang diinginkan diberi tanda dengan cat atau tali plastik yang diikat pada tali tersebut. Pada sepanjang tali yang diberi tanda dipasang ajir yang terbuat dari belahan bambu atau bahan lain agar jarak antar tanaman seragam. Selain itu ajir juga berfungsi sebagai penguat bibit mangrove yang ditanam dari gangguan hempasan ombak atau aliran arus pasang surut yang relatif kuat dan tiupan angin yang cukup kencang. (2) Pembersihan areal penanaman. Areal penanaman dibersihkan dari tumbuhan liar (gulma), ranting dan sampah. Kegiatan pembersihan ini mutlak diperlukan karena kalau tidak dilaksanakan, gulma dan sampah tersebut akan menyebabkan kerusakan tanaman pada saat air pasang. Sampah yang ada di areal penanaman akan mengapung pada saat air pasang dan bergerak maju mundur menerjang anakan. Tumbuhan liar yang merupakan kompetitor anakan mangrove adalah jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum dan A. speciosum) dan jenis gulma lainnya. Untuk lahan yang telah terdegradasi dan lahan bekas tambak, selain diinvasi oleh jenis-jenis tersebut, juga biasanya diinvasi oleh Acanthus spp. dan Cyperus spp. Gulma tersebut sebaiknya dibasmi karena akan mengganggu pertumbuhan bibit mangrove, namun dalam kondisi tertentu, dimana ombak dan arus pasang surut terlalu kencang, gulma tersebut, yang masih menancap kuat di tanah, bisa bermanfaat dan bisa dibiarkan dulu sampai anakan mangrove tumbuhnya mapan (berumur sekitar 3 bulan), karena gulma tersebut akan membantu meredam kekuatan ombak dan bisa menaungi bibit mangrove sehingga mengurangi resiko kekeringan bibit mangrove yang disebabkan karena sengatan matahari. Kelak, kalau tanaman mangrove tumbuhnya sudah cukup kuat, baru gulma tersebut dihilangkan. Pada lahan khusus, misalnya bekas tambak yang airnya menggenang atau lokasi tertentu yang tanahnya berbau busuk, harus dibuat perlakuan agar aliran pasang surut mengalir masuk dan keluar dengan lancar, dengan cara membuat pintu-pintu air. Bau busuk tersebut harus hilang 180 diskripsi jenis mangrove

181 dulu sebelum kegiatan penanaman. Yang dimaksud membuat pintu pintu air ini adalah misalnya membangun tanggul/pematang yang baru atau membobol tanggul/pematang yang sudah ada, atau membongkar penghalang-penghalang yang menghambat aliran pasang surut Teknik penanaman 1. Penanaman dengan propagul Penanaman langsung dengan menggunakan propagul umumnya dilakukan apabila areal penanaman berupa tanah lumpur. Penanaman propagul ini dilakukan dengan cara membenamkan seperempat sampai sepertiga panjang propagul ke dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap ke atas. Jika propagul ditanam terlalu dalam, lumpur akan menutup lentisel, dan hipokotil tidak dapat berespirasi, dan hal ini akhirnya dapat menyebabkan kematian. Demikian juga sebaliknya, apabila propagul ditanam terlalu dangkal, dia akan mudah hanyut oleh ombak dan air pasang. Untuk Rh. mucronata, Rh. apiculata dan Rh. stylosa, kelopak buah (calyx) harus selalu dilepas sebelum penanaman (biasanya kalau propagul sudah matang, calyx ini akan lepas dengan sendirinya bersama perikarp). Di lain pihak, untuk B. gymnorrhiza, kelopak buah tersebut harus tetap dibiarkan utuh ketika penanaman. Calyx pada B. gymnorrhiza akan rontok sendiri setelah seminggu. Bila setelah seminggu calyx belum rontok, calyx ini perlu dilepas dengan tangan, tapi tidak boleh dengan cara paksa. Apabila area penanaman terdiri atas tanah lumpur yang kurang lembek, penanaman propagul dilakukan pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal (galah kayu yang ujungnya diruncingkan). 3. Penanaman dengan bibit Bibit ditanam pada lobang tanam yang ukurannya sebesar ukuran polibag media bibit (Gambar 15). Penanaman bibit mangrove di lahan pinggir sungai, pinggir pantai dan daerah-daerah lainnya dengan arus air yang relatif kuat disarankan polibagnya tidak disobek. Adapun penanaman bibit di lahan-lahan yang arus pasang surutnya relatif tenang polibag disarankan dirobek dengan cara disayat secara hati-hati sebelum dimasukkan ke lubang tanam. Polibag bekas tersebut kemudian disangkutkan di ujung ajir sebagai tanda bahwa anakan sudah ditanam. Kemudian, tanah atau lumpur ditimbunkan kedalam lubang tanam sehingga propagul dapat berdiri tegak. Kemudian bila perlu, propagul, tersebut diikatkan pada ajir, supaya tanaman kokoh kedudukannya dan tidak mudah terbawa arus air. Yang perlu diperhatikan bila tanaman diikatkan ke ajir adalah bahwa ajir itu sendiri harus kokoh kedudukannya 181 diskripsi jenis mangrove

182 di substrat mangrove (dalam hal ini misalnya, ajir cukup dalam ditancapkannya ke lumpur mangrove). Bila kedudukan (penjangkaran ke substrat mangrove) ajir lebih lemah dibanding bahan tanaman, maka pengikatan tanaman ke tiang ajir, malah membebani tanaman dan malah memperbesar peluang hanyutnya tanaman oleh arus. Jika terjadi penundaan penanaman di lokasi penanaman, padahal bahan tanaman sudah diangkut ke lokasi, bahan-bahan tanaman tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang teduh. Bahan tanaman berupa propagul sebaiknya disimpan dalam posisi tegak di areal yag berlumpur, dan teduh. polibag Lubang tanam tanah Gambar 15. Penananaman anakan ke dalam lubang tanam 3. Sistem tanam Ada dua sistem penanaman mangrove yang umum dilakukan, yakni, sistem banjar harian (penanaman seluruh areal) dan sistem tumpang sari (wanawina/silvofishery). Secara umum tidak terdapat perbedaan secara prinsip dalam cara penanaman dari kedua sistem tersebut. Khusus pada sistem tumpang sari, terdapat tambahan kegiatan dalam tahapan persiapan lapangan, yakni pembuatan konstruksi tambak, saluran air dan tapak tanam seperti terlihat pada Gambar diskripsi jenis mangrove

183 kolam LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN kolam LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN kolam tegakan mangrove tanggul PINTU AIR pintu air SALURAN AIR saluran air tegakan mangrove tanggul pintu air saluran air LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN tegakan mangrove LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN tanggul PINTU AIR Pintu air SALURAN AIR saluran air Gambar 16. Model sistem wanamina yang umum di Indonesia 183 diskripsi jenis mangrove

184 4. Penanaman mangrove pada kondisi tapak khusus. (a). Tapak yang berombak besar. Untuk tapak semacam ini, sebaiknya digunakan bibit jenis Rhizophora spp., terutama Rh. mucronata. Jarak tanam sebaiknya cukup rapat (misal 1 m X 1 m atau lebih rapat) dengan berselang seling, sehingga membentuk pola untu walang (zig zag). Agar anakan tidak mudah hanyut, maka sebaiknya anakan tersebut diikatkan pada tiang pancang/bambu dan dibuatkan penghalang ombak (water break) di depan lahan yang ditanami (Gambar 17). (a) laut (b) laut SEA D TRIPO D O IP TR D TRIPO SEA DITCH DITCH Area penanaman AREA AreaPLANTING penanaman PLANTING AREA (c) laut laut (d ) SEA SEA BAMBOO STICK STONE DEPOSITION DITCH DITCH Area penanaman PLANTING AREA Gambar 17. Area penanaman PLANTING AREA Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam kawat (a), berupa tripod (b). guludan tanah (c) dan cerucuk bambu dan kayu (d). (a.1.). Penggunaan tiang pancang. Tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (diameter minimal 7.5 cm, panjang 1 m, dan runcing di bagian bawahnya) ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m, tepat di samping semai mangrove yang ditanam. Ikatkan batang semai pada tiang pancang, seperti terlihat pada Gambar 18 a. Untuk memperoleh kedudukan yang lebih kuat, ruas bambu tiang tersebut dilubangi terlebih dahulu, 184 diskripsi jenis mangrove

185 kemudian lumpur dimasukkan ke dalam tiangnya saat tiang ditancapkan. (a.2.). Penggunaan ruas bambu besar. Bambu yang diameter cm dan tinggi 1 m, ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m pada lokasi dimana semai mangrove akan ditanam. Bambu dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing pada bagian bawahnya. Isilah bambu dengan lumpur, kemudian tanamlah semai mangrove ke dalam bambu tersebut (Gambar 18 b). Salah satu jenis bambu yang berukuran sebesar itu adalah bambu betung (Dendrocalamus asper). (b). Tapak yang berlumpur dalam. Pada tapak yang berlumpur dalam, sebaiknya digunakan bibit atau propagul Rh. mucronata. Seperti halnya pada tapak yang berombak besar, bibit atau propagul mangrove yang ditanam diikatkan pada tiang pancang atau dimasukkan ke dalam media tanah yang dimasukkan ke dalam ruas bambu besar, dengan jarak tanam yang rapat (maksimal 1m x 1 m). Gambar 18. Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b). (c) Areal tertimbun pasir pasca tsunami 185 diskripsi jenis mangrove

186 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mencoba menanam anakan mangrove pada areal yang tertimbun pasir pasca tsunami di Aceh dengan cara menggunakan polibag berukuran besar, pembuatan parit, dan lobang tanam berukuran besar yang diisi dengan lumpur. Walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan anakan belum diperoleh, namun ada indikasi anakan mangrove dapat tumbuh secara baik dengan perlakuan tersebut. (Anwar (komunikasi pribadi)) Pemeliharaan tanaman mangrove. Keberhasilan penanaman mangrove membutuhkan pemeliharaan yang tepat. Aktivitas ini terutama diperlukan pada awal tahun penanaman. Praktek pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiangan, penyulaman, penjarangan, pengontrolan terhadap faktor perusak, dan pemangkasan. (i.1). Penyiangan. Penyiangan dilakukan 2 kali dalam setahun. Penyiangan tidak perlu dilakukan setelah tanaman mangrove mencapai tinggi 2 meter. Pada tingkat ini, tanaman mangrove cukup kuat untuk berkompetisi dalam pemanfaatan ruang dan cahaya matahari. Di areal penanaman mangrove yang agak tinggi (lebih dekat dengan lahan kering), yang kurang intensif terkena air pasang, biasanya areal tersebut diinvasi oleh Acrostichum sp. Oleh karena itu, apabila jenis tersebut tampak muncul, maka sesegera mungkin dibabat atau dicabut. (i.2). Penyulaman. Penyulaman adalah penanaman semai mangrove untuk menggantikan tanaman yang mati. Cara penyulaman dilakukan dengan cara yang sama dengan penanaman. Penyulaman dilaksanakan sampai umur tiga bulan setelah penanaman yang pertama. (i.3). Penjarangan. Penjarangan merupakan kegiatan penebangan sebagian pohon yang masih muda atau terkena hama/penyakit dengan maksud memberikan ruang tumbuh yang ideal bagi pohon lainnya, sehingga akan diperoleh tegakan mangrove dengan kualitas yang lebih baik. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku arang, tatalan kayu (chip), kayu bakar, tiang, dan sebagainya. Kegiatan penjarangan ini direkomendasikan untuk penanaman mangrove dengan tujuan produksi, adapun untuk penanaman dengan tujuan konservasi/proteksi seyogyanya tidak dilakukan penjarangan. Menurut sistem silvikultur hutan payau di Indonesia (Sistem Pohon Induk), penjarangan dilakukan tahun setelah penanaman, atau 186 diskripsi jenis mangrove

187 pada saat kepadatan telah melebihi 1100 pohon per hektar. Berdasarkan pengalaman penulis direkomendasikan bahwa penjarangan pertama dilaksanakan pada umur 7 10 tahun. (i.4). Kontrol terhadap faktor-faktor perusak. Faktor-faktor perusak yang dapat menyebabkan kegagalan penanaman mangrove, diantaranya adalah sebagai berikut: (1). Kepiting. Kepiting, terutama Sesarma dan Chiromantes, telah dilaporkan kadangkala merusak propagul Rhizophora yang baru ditanam. Kepiting merusak dengan cara menggigit jaringan bagian dalam propagul atau anakan dengan cara meneresnya (Gambar 19). Serangan terjadi tepat di atas atau di bawah permukaan lumpur. Propagul dan bibit Rh. mucronata kurang disukai oleh kepiting dibandingkan dengan Rh. apiculata. Kondisi yang menyebabkan munculnya serangan ini belum diketahui, tetapi kemungkinan besar didorong oleh kekurangan pakan kepiting di areal tersebut. Cara untuk mengendalikan hama kepiting ini adalah menanam anakan yang berumur antara 7 sampai 10 bulan, dan menghalangi areal sekeliling anakan atau propagul dengan anyaman bambu atau batang paku laut. Gambar 19. Hama kepiting yang merusak batang anakan mangrove (2). Kera/monyet. Pada beberapa areal penanaman, kerusakan anakan terjadi karena gangguan dari gerombolan kera ekor panjang (Macaca fascicularis). 187 diskripsi jenis mangrove

188 Gerombolan kera ini biasanya datang untuk berburu kepiting dan hewan lunak (Mollusca) lainnya pada saat air surut. Kera ini kadangkala merusak propagul Rhizophora yang baru ditanam dengan cara mematahkan atau merobeknya untuk memakan jaringan bagian dalam propagul yang seperti busa. Dari beberapa pengamatan, ada dugaan bahwa anakan Rh. mucronata kurang disukai oleh kera dibandingkan dengan anakan Rh. apiculata. Cara untuk mencegah gangguan anakan dari monyet adalah dengan cara menanam anakan mangrove yang berumur sekitar 7 sampai 10 bulan. (3). Arus Air Laut. Penanaman pada pesisir pantai yang letaknya rendah, hanya dapat dilakukan pada saat surut. Arus laut dapat sedemikian kuat sehingga propagul yang ditanam dapat tersapu sebelum berakar. Sisa-sisa hasil tebasan gulma dan sampah dapat hanyut terbawa arus dan menabrak bibit yang ditanam sehingga menimbulkan banyak kerusakan. Pada areal bekas tebasan gulma, kerusakan karena hantaman sisa tebasan yang hanyut, diidentifikasi sebagai salah satu penyebab terpenting kegagalan penanaman. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penanaman, kondisi tapak harus bersih dari sampah dan sisa-sisa tebasan gulma. (4). Teritip Ancaman lain terhadap anakan mangrove adalah teritip. Teritip yang menempel pada anakan muda, mengurangi fotosintesis dan respirasi, sehingga menghambat pertumbuhan anakan. Pada saat ini, tidak ada cara yang memuaskan untuk mengatasi masalah ini, kecuali dengan menghindari daerah-daerah yang diinvasi oleh teritip. Daerah-daerah seperti ini sangat mudah dideteksi oleh adanya kecenderungan teritip yang menempel pada batu-batuan, akar-akaran atau batang pohonpohonan. (5). Tumbuhan paku (Acrostichum) Di daerah yang lebih dekat ke daratan, yang kurang sering digenangi air pasang, tumbuhan paku Acrostichum sp. tumbuh secara cepat. Keberadaan tumbuhan ini mengganggu pertumbuhan permudaan alam yang ada dan menghambat penyebaran serta keberhasilan tumbuh propagul yang dibawa oleh air pasang. Oleh karena itu, daerah yang banyak tumbuhan pakunya ini, seringkali tidak mempunyai permudaan alam. Secara ekologis, daerah tersebut dipandang sebagai daerah mangrove yang rusak. 188 diskripsi jenis mangrove

189 (6). Hama serangga dan organisme lain. Pada tegakan muda Rhizophora, kadang-kadang terjadi wabah serangga perusak daun. Hama serangga tersebut, diantaranya adalah ulat. Wabah ini menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Propagul Rhizophora dilaporkan sering diserang oleh kumbang Poecilips fallax. Untuk mengurangi hal ini, disarankan untuk menyiram seluruh tubuh tanaman mangrove tersebut dengan air laut. Tanaman yang mati terkena serangan serangga ini, harus dibenamkan di lumpur untuk mencegah perkembangan populasi hama tersebut. Kumbang Poecilips fallax banyak berkembang dan menggerek jaringan hipokotil dari propagul Rhizophora spp. yang jatuh di tanah yang jarang tergenang air. Larva ini berbentuk sabit, silindris, berwarna krem dan mempunyai panjang 1.3 mm ketika menetas. Larva dan kumbang dewasanya makan jaringan propagul dan menyisakan bagian luar yang keras, yang tetap utuh. Larva kumbang ini tidak tahan bila kadar air jaringan hipokotil menurun. (7). Kambing Kambing biasanya mengganggu bibit mangrove dengan cara memakan daun dan ranting muda tanaman tersebut. Akibatnya tanaman tidak dapat menghasilkan daun kembali dan mati. Cara untuk mengatasi gangguan kambing ini adalah dengan membuat kesepakatan dengan masyarakat untuk mengandangkan kambing tersebut atau menggembalakan kambing-kambing tersebut di daerah penggembalaan yang disepakati yang terpisah dari lokasi penanaman. Cara lain adalah dengan menanam bibit/benih di daerah di luar jangkauan kambing. (8). Manusia Dampak kerusakan terhadap tanaman yang diakibatkan oleh manusia dapat lebih besar dan luas dibandingkan dengan faktor perusak lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan manusia yang dapat merusak tanaman antara lain (Khazali, 1999) : - Menjala ikan Bibit mangrove tersangkut dan tercabut sewaktu jala diangkat dari air. Selain itu, si penjala secara tidak sengaja dapat menginjak bibit/benih. - Menyudu udang 189 diskripsi jenis mangrove

190 Alat sudu dapat mencabut benih yang ditanam apabila penyuduan dilakukan di sekitar tanaman. Selain itu, si penyudu dapat mencabut bibit/benih apabila merasa terganggu sewaktu melakukan penyuduan atau secara tidak sengaja menginjak bibit/benih apabila penyuduan dilakukan malam hari. - Mencari kepiting Kegiatan pencari kepiting pada siang hari dengan membongkar lubang kepiting dapat mencabut bibit/benih, sedangkan kegiatan mencari kepiting pada malam hari dapat mengakibatkan tanaman terinjak tidak sengaja oleh pencari kepiting. - Mendaratkan perahu Perahu nelayan yang mendarat di sekitar penanaman, serta jalan masuk atau keluar yang dibuat menuju perahu dapat merusak tanaman. Selain itu, pada musim barat atau ombak besar, perahu nelayan sering dinaikkan ke darat. Pendaratan ini akan merusak tanaman apabila terletak di lokasi penanaman. - Rekreasi/bermain di pantai Orang yang sedang berekreasi atau sedang bermain-main di pantai dapat merusak tanaman dengan cara mencabut atau menginjak dengan sengaja atau tidak sengaja. Untuk melindungi tanaman dari gangguan manusia dapat dilakukan dengan beberapa cara : - Pendekatan intensif dan pembuatan serta penegakan aturan Pertama sekali harus diketahui kepada siapa penyuluhan harus dilakukan. Untuk itu perlu diidentifikasi orang-orang yang memanfaatkan dan sering ke daerah pantai dan ke lokasi penanaman serta bentuk kegiatannya. Kepada mereka dilakukan pendekatan intensif dan diberi pengertian tentang pentingnya penanaman mangrove dan manfaatnya bagi kelangsungan usaha mereka di masa yang akan dating. Kemudian mereka diajak serta dan dilibatkan dalam pengawasan dan pemeliharaan tanaman. Bagi para pendatang dari luar, sebaiknya kelompok masyarakat didorong untuk membentuk aturan-aturan dan sanksi mulai dari teguran sampai dengan denda, serta dikuatkan oleh desa. Juga kelompok didorong untuk aktif melakukan sistem pengawasan mandiri - Memperlebar jarak tanam Apabila lokasi penanaman merupakan tempat menjala, menyudu udang atau mencari kepiting, maka jarak tanam dapat dilebarkan. Jarak tanam yang lebar akan memberi ruang bagi 190 diskripsi jenis mangrove

191 kegiatan-kegiatan di atas sehingga tidak mengganggu tanaman. Untuk tempat pendaratan perahu sebaiknya tidak dilakukan penanaman. Untuk itu perlu tersebut diidentifikas terlebih dahulu lokasi-lokasi pendaratan perahu tersebut. - Papan pengumuman Papan pengumuman pelanggaran perusakan tanaman dapat dibuat dan ditancapkan di daerah-daerah penanaman yang sering dilalui orang. Papan pengumuman ini sebaiknya atas nama masyarakat setempat. (9). Erosi pantai. Garis pantai yang terbuka yang terkena ombak yang kuat merupakan daerah yang tidak cocok untuk penanaman mangrove. Ombak bisa mencabut tanaman mangrove yang sudah ditanam. Oleh karena itu, sebelum kawasan tersebut ditanami, dibuat bangunan penangkis ombak (water break) sehingga tanaman terlindung dari ombak. (10). Pencemaran oleh minyak atau partikel-partikel lain Minyak atau partikel-partikel lain, kadangkala menempel ke daun-daun tanaman muda dan menyebabkan daun-daun tersebut mati dan rontok. Untuk mengurangi masalah ini, daun-daun tersebut perlu dibilas dengan air laut. (11). Sampah dan rumput laut. Sampah dan rumput laut kadangkala menempel ke tanaman muda dan mengakibatkan tanaman tumbang karena terbebani oleh sampah atau gulma tersebut yang akhirnya tersapu terbawa arus. Untuk ini, anakan harus dibebaskan dari gangguan tersebut dengan cara memungut sampah dan rumput laut yang mengganggu tanaman yang bersangkutan. Bila sumber aliran sampah dan aliran rumput laut tersebut diketahui, perlu dipasang pagar/jaring untuk mencegah masuknya sampah dan rumput laut tersebut (Gambar 20). 191 diskripsi jenis mangrove

192 Gambar 20. Sampah rumput laut yang mengganggu anakan mangrove (i.5). Pemangkasan Pemangkasan tanaman biasanya dilakukan terhadap tanaman yang ditanam di tambak, pinggir sungai atau saluran air. Biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 4 tahun ke atas. Tujuan pemangkasan ini terutama untuk membuat pohon kelihatan rapi, memudahkan melihat orang di tambak terutama pada malam hari, dan menstimulasi pertumbuhan tanaman. Bahan-bahan hasil pangkasan seperti daun beserta ranting mudanya dapat menjadi makanan kambing, sedangkan akar dan ranting yang cukup besar dapat menjadi kayu bakar. Bagianbagian yang dipangkas adalah ranting daun sebelah bawah dan akarakar tunjang paling atas. 192 diskripsi jenis mangrove

193 2.3. Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove Justifikasi kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman Setelah penanaman di lapangan, tanaman mangrove akan mengalami proses pertumbuhan yang dicirikan oleh adanya pertambahan ukuran/dimensi tanaman seperti pertambahan diameter batang, pertambahan tinggi, perkembangan akar, serta perkembangan cabang dan daun. Pertumbuhan tanaman akan terjadi apabila unsur-unsur hara dan faktor-faktor lingkungan (baik faktor edafis maupun klimatis) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman tersedia dalam jumlah yang memadai. Sebaliknya, apabila faktorfaktor pendukung pertumbuhan tersebut tidak tercukupi, maka pertumbuhan tanaman akan terhambat yang pada akhirnya tanaman akan mengalami kematian. Tentunya, kegagalan penanaman tidaklah dikehendaki dan karenanya perlu dilakukan upaya-upaya pencegahannya sejak dini. Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove perlu dilakukan dalam upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan penanaman. Adanya monitoring dan evaluasi yang intensif memungkinkan diketahuinya jumlah pohon yang tumbuh secara sehat dan normal sejak mulai ditanam hingga menjadi tegakan, sehingga potensi (volume dan jumlah pohon) yang dapat dipanen pada akhir daur dapat dihitung dan diduga secara akurat Teknik monitoring dan evaluasi Pada prinsipnya, monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan tanaman sejak ditanam hingga akhir daur (siap dipanen). Data dan informasi yang dapat diperoleh dari kegiatan ini terutama adalah : Persen tumbuh, yakni persentase jumlah pohon yang tumbuh dengan sehat dan normal dibanding total pohon pada saat penanaman. Kondisi kesehatan pohon, seperti tingkat gangguan hama dan penyakit, dan penampakan fisik pohon. Pertumbuhan dimensi pohon dan tegakan, seperti pertambahan (riap) diameter, riap tinggi, dan riap volume. Kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove dapat dilakukan, baik secara insidentil (sewaktu-waktu) maupun secara terusmenerus (kontinyu) dengan periode tertentu. Monitoring dan evaluasi secara insidentil merupakan kegiatan monitoring yang dapat dilakukan kapan saja sesuai keperluan pihak pengelola untuk mendapatkan data dan informasi 193 diskripsi jenis mangrove

194 tentang pertumbuhan tanaman pada saat itu. Untuk tanaman yang masih berumur kurang dari 3 tahun, kegiatan ini harus dilaksanakan secara intensif (misal setiap tahun atau setiap 6 bulan) karena pada umur tersebut pertumbuhan tanaman masih belum stabil sehingga sangat rentan terhadap kematian. Sedangkan untuk tanaman yang berumur lebih dari 3 tahun, monitoring dapat dilakukan sesuai keperluan untuk menginventarisir potensi pohon (volume dan jumlah pohon) yang dapat diperoleh pada kurun waktu tersebut. Adapun monitoring dan evaluasi secara kontinyu dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan tanaman secara lebih teliti dari waktu ke waktu pada masing-masing individu tanaman. Umumnya, kegiatan ini dilakukan dengan membuat petak ukur permanen (PUP) yang diletakkan secara merata dan tersebar sehingga mewakili populasi tegakannya. Secara skematis, teknik monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 21. Tanaman Mangrove Monitoring dan Evaluasi Pertumbuhan Secara Insidentil Monitoring & Evaluasi Pertumbuhan Secara Kontinyu Tanaman Mangrove Berumur Kurang dari 3 tahun Tanaman Mangrove Berumur Lebih dari 3 tahun Pembuatan Petak Ukur Permanen (PUP) Pengukuran Secara Sensus Pengukuran Secara Sampling Pengukuran PUP Secara Sensus Data Persen Tumbuh Tanaman Data Kesehatan Tanaman Data Persen Tumbuh Tanaman Data Dimensi Pohon & Tegakan Data Pertumbuhan Pohon dan Tegakan Arahan Strategi Rehabilitasi Tanaman Mangrove Pelaporan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Tanaman Mangrove 194 diskripsi jenis mangrove

195 Gambar 21. Alur kegiatan monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove. Adapun secara rinci, teknik monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove seperti digambarkan pada alur kegiatan di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut ini Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun Mengingat sangat rentannya pertumbuhan tanaman pada umur kurang dari 3 tahun, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara lebih intensif pada fase ini. Oleh karena itu, teknik monitoring yang paling tepat adalah dengan pengukuran secara sensus (pohon per pohon) untuk memperoleh data tentang persen tumbuh dan kondisi kesehatan dari masingmasing pohon yang ditanam. Teknik monitoring tersebut dapat dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : 1). Pembuatan peta situasi tanaman Adanya peta situasi tanaman akan memudahkan pihak pengelola untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan secara tepat dan terarah. Untuk itu, peta situasi tanaman perlu terlebih dahulu dibuat sebagai dasar perencanaan kegiatan selanjutnya. Peta tersebut hendaknya dibuat dalam skala yang cukup besar, misalnya skala 1 : 5000, sehingga dapat menampilkan informasi yang lebih detail tentang pembagian petak tanaman (ke dalam anak petak-anak petak), luas masing-masing petak tanaman dan totalnya. 2). Pembuatan denah sensus pohon Untuk pengukuran dan pencatatan secara sensus, terlebih dahulu perlu dibuatkan denah sensus pohon yakni berupa denah yang terdiri atas kotak-kotak kecil (grid) yang masing-masing memiliki koordinat (x,y), dimana setiap grid merepresentasikan satu batang tanaman. Pembuatan denah sensus pohon tersebut didasarkan atas peta situasi tanaman yang dapat dibagi kedalam beberapa petak tanaman dengan luasan tertentu. Adanya denah sensus pohon tersebut memberikan keuntungan dalam hal : 1) memudahkan regu pengukur dalam melakukan pengukuran dan pencatatan secara sistematis dan terarah, dan 2) memudahkan untuk mengetahui posisi (tempat tumbuh) suatu pohon karena diketahui koordinatnya. Apabila pengukuran dan pencatatan pohon dilakukan oleh beberapa regu, maka tiap regu harus membuat masing-masing denah sensus pohon yang tidak saling tumpang tindih (overlap) sesuai dengan luas 195 diskripsi jenis mangrove

196 blok tanaman yang akan diukurnya. Banyaknya grid yang harus disediakan dalam suatu denah sensus dapat dihitung sebagai berikut: (m /ha) Jumlah grid = luas petak tanaman (ha) x jarak tanam (m 2 ) y Sebagai contoh, apabila suatu regu akan mengukur pada luasan 2 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m, maka grid yang harus dibuat pada denah sensus tersebut adalah : (m /ha) 2 2 x 2 (m ) Jumlah grid = 2 ha x = grid Untuk itu, regu tersebut harus menyiapkan denah sensus pohon yang terdiri atas 5000 grids. Sebagai contoh, bentuk denah sensus pohon tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 22. Gambar 22. x Denah sensus pohon untuk monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman mangrove yang berumur kurang dari 3 tahun 3). Pengukuran dan pencatatan pohon Berdasarkan denah sensus pohon, setiap regu survey melakukan pengukuran dan pencatatan tanaman mangrove secara sensus pada blok yang telah ditetapkan. Pengukuran hendaknya dilakukan secara 196 diskripsi jenis mangrove

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

BAB 1 MENGENAL HUTAN MANGROVE

BAB 1 MENGENAL HUTAN MANGROVE BAB 1 MENGENAL HUTAN MANGROVE 1.1. Pendahuluan Ekosistem mangrove memiliki peranan penting dan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat khususnya yang berada disekitar pantai. Tanaman mangrove

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS MANGROVE DI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : M. Hidayatullah

KERAGAMAN JENIS MANGROVE DI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : M. Hidayatullah KERAGAMAN JENIS MANGROVE DI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : M. Hidayatullah Pendahuluan Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang kompleks meliputi organisme tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

PANDUAN PENGENALAN DAN ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE 1

PANDUAN PENGENALAN DAN ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE 1 PANDUAN PENGENALAN DAN ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE 1 Onrizal Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Email: onrizal@usu.ac.id; onrizal03@yahoo.com Definisi Mangrove Kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

Praktikum Biologi Laut Profil Mangrove Taman Nasional Baluran. Kelompok I dan Kelompok VII Asisten : Agus Satriono

Praktikum Biologi Laut Profil Mangrove Taman Nasional Baluran. Kelompok I dan Kelompok VII Asisten : Agus Satriono Praktikum Biologi Laut Profil Mangrove Taman Nasional Baluran Kelompok I dan Kelompok VII Asisten : Agus Satriono PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut perpaduan antara air sungai dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut 4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove 2.1.1. Definisi. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. Ada juga yang menyebutkan bahwa mangrove berasal

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Tapak Hutan Mangrove Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu Rhizophora stylosa, tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Keanekaragaman vegetasi mangrove Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah

Lebih terperinci

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT PARTNER, TAHUN 20 NOMOR 2, HALAMAN 188-194 1 Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat Ni Kade Ayu Dewi Aryani Prodi Manajemen Sumber Daya Hutan Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1 39 PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI Bau Toknok 1 Wardah 1 1 Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Email: bautoknok@gmail.com

Lebih terperinci

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali Jurnal ILMU DASAR, Vol. No., Juli 00: 677 67 Komposisi JenisJenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali Composition Of

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 Guru Besar Ekologi Hutan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor, 2 Staf Pengajar pada Program

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Mangrove Indonesia Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38 %), Kalimantan 978.200 ha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

Gambar 31 Hutan bakau

Gambar 31 Hutan bakau BAB 5 EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digambarkan untuk mendeskripsikan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau @ 2012 Penyusun: 1. Ian Hilman, Wildlife Conservation Society (WCS), 2. Fransiskus Harum, consultant

Lebih terperinci

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat TINJAUAN PUSTAKA Hutan mangrove Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk

Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 1 Januari 2005 Halaman: 34-39 Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk Floristics of mangrove tree species in Angke-Kapuk Protected

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Mangrove Composition, Mangrove Species, Mangrove Zones, Marsegu Island.

ABSTRACT. Keywords: Mangrove Composition, Mangrove Species, Mangrove Zones, Marsegu Island. Jurnal Makila KOMPOSISI DAN ZONASI HUTAN MANGROVE PULAU MARSEGU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, PROVINSI MALUKU (Zones and Species Compositions of the Mangrove Forest of Marsegu Island In the West Ceram

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Mangrove Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas dan

Lebih terperinci

MANGROVE. EVA ARI WAHYUNI, S.Pd. M.Si Marine Science Department, Madura Trunojoyo University

MANGROVE. EVA ARI WAHYUNI, S.Pd. M.Si Marine Science Department, Madura Trunojoyo University MANGROVE EVA ARI WAHYUNI, S.Pd. M.Si Marine Science Department, Madura Trunojoyo University Pengertian Asal kata mang-rove tidak diketahui secara jelas. Namun menurut Mac Nae (1968), mangrove adalah kombinasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kepiting bakau (Scylla spp.) Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting bakau sebagai berikut; Filum: Arthropoda Sub Filum: Mandibulata Kelas:

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo 1,2 Yulinda R.Antu, 2 Femy M. Sahami, 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 yulindaantu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI Kendy H Kolinug (1), Martina A langi (1), Semuel P Ratag (1), Wawan Nurmawan (1) 1 Program

Lebih terperinci

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan 1 Mempersiapkan Bibit di Persemaian Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi

Lebih terperinci

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan mangrove (Hanley, dkk 2014: 7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan mangrove (Hanley, dkk 2014: 7) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Mangrove Kitamura, dkk (1997: 97) menyatakan bahwa mangrove adalah tumbuhan di daerah tropik berada di zona pasang surut. Jenis pohon atau belukar yang tumbuh

Lebih terperinci

SERI BUKU INFORMASI DAN POTENSI MANGROVE TAMAN NASIONAL ALAS PURWO. Penyunting : Rudijanta Tjahja Nugraha. Penyusun : Dian Sulastini

SERI BUKU INFORMASI DAN POTENSI MANGROVE TAMAN NASIONAL ALAS PURWO. Penyunting : Rudijanta Tjahja Nugraha. Penyusun : Dian Sulastini SERI BUKU INFORMASI DAN POTENSI MANGROVE TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Penyunting : Rudijanta Tjahja Nugraha Penyusun : Dian Sulastini Pembantu Penulis : Sri Mekar Dyah W Untung Susilo Rr Rahma Wahyu Widiastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove TINJAUAN PUSTAKA Defenisi dan Jenis Hutan Mangrove Asal kata mangrove tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mangrove Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Kata mangrove dalam bahasa Portugis digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN MANGROVE DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN MANGROVE DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN MANGROVE DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT Mangrove diversity at West Bali National Park Ida Bagus Ketut Arinasa UPT Balai Konservasi Tumbuhan kebun Raya Eka Karya Bali - LIPI e-mail:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Etnobotani Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI MANGROVE UNTUK STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

ANALISIS VEGETASI MANGROVE UNTUK STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT ECOTROPHIC VOLUME 8 (1) : 24-838NOMOR 1 TAHUN 2014 ISSN : 1907-5626 ANALISIS VEGETASI MANGROVE UNTUK STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT I Ketut Catur Marbawa 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Mangrove Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ekosistem Mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ekosistem Mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistem Mangrove Definisi mangrove telah banyak dilaporkan oleh para ahli, antara lain Macnae (1968); Chapman (1976); Lear & Turner (1977) ; Steenis (1978); Odum (1982); Kusmana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas

TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Mangrove Indonesia Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38 %), Kalimantan 978.200 ha

Lebih terperinci

coastal woodland, mangrove swamp forest, dan dalam bahasa Indonesia juga

coastal woodland, mangrove swamp forest, dan dalam bahasa Indonesia juga 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove dikenal dengan berbagai istilah seperti tidal forest, coastal woodland, mangrove swamp forest, dan dalam bahasa Indonesia juga dikenal dengan istilah hutan payau. Kusmana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Mangrove dan Lingkungannya. Macnae (1968) dalam bukunya menyebutkan, kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan Hasil penelitian menunjukkan, terdapat 9 spesies yang termasuk dalam 7 genus dan 5 famili yang

Lebih terperinci

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT 1123 Kerapatan hutan mangrove sebagai dasar rehabilitasi... (Mudian Paena) KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT Kajian Potensi Hutan Mangrove Dalam Membangun Ekowisata Di kelurahan Basilam Baru Kota Dumai Provinsi Riau By Zulpikar 1) Dessy Yoswaty 2) Afrizal Tanjung 2) Zulpikar_ik07@yahoo.com ABSTRACT Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

Inventarisasi Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan di Kawasan Tanjung Bila Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas

Inventarisasi Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan di Kawasan Tanjung Bila Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Inventarisasi Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan di Kawasan Tanjung Bila Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Dekky 1, Riza Linda 1, Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa portugis mangue dan bahasa inggris

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa portugis mangue dan bahasa inggris TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa portugis mangue dan bahasa inggris grove. Dalam bahasa inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE DI SEGORO ANAK SELATAN, TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE DI SEGORO ANAK SELATAN, TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE DI SEGORO ANAK SELATAN, TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR Identification Of Mangrove Vegetation In South Segoro Anak, National Sanctuary Of Alas Purwo, Banyuwangi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rhizophora stylosa memiliki nama setempat : Bakau, bako-kurap, slindur,

TINJAUAN PUSTAKA. Rhizophora stylosa memiliki nama setempat : Bakau, bako-kurap, slindur, TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa Rhizophora stylosa memiliki nama setempat : Bakau, bako-kurap, slindur, tongke besar, wako, bangko. Deskripsi umumnya yaitu: pohon dengan satu

Lebih terperinci

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang II. TAHAPAN REHABILITASI HIDROLOGI MANGROVE 2.1. PENGERTIAN REHABILITASI HIDROLOGI MANGROVE Restorasi dan rehabilitasi* lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah hal yang sangat penting saat ini. Fakta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Puspayanti et al. (2013), klasifikasi S. alba adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Puspayanti et al. (2013), klasifikasi S. alba adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Umum S. alba berikut: Berdasarkan Puspayanti et al. (2013), klasifikasi S. alba adalah sebagai Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Lanskap Lanskap dapat diartikan sebagai bentang alam (Laurie, 1975). Lanskap berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat hubungan totalitas

Lebih terperinci