BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang) maupun sumber daya yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya) (Dahuri dkk., 2001). Wilayah pesisir merupakan sebuah ekosistem unik yang berbeda dengan ekosistem lain yang terdapat di permukaan bumi. Menurut Sunarto (2001), wilayah pesisir memiliki kekhususan dari segi geomorfologis. Daerah pesisir terpisah dari laut oleh pantai, kecuali laguna, dimana lokasi pesisir berada dari garis pesisir ke arah darat hingga batas terluar bentuklahan kepesisiran di pedalaman. Sementara itu, Beatley et al., (2002) menyatakan bahwa kawasan pesisir merupakan penghubung antara darat dan laut sehingga memiliki kondisi geologi, ekologi dan biologi yang unik dan memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun pembentukan kehidupan darat dan perairan termasuk manusia. Ekosistem pesisir dan laut beserta sumber daya yang dikandungnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe hutan yang tumbuh di wilayah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut serta vegetasinya dapat beradaptasi terhadap kandungan garam yang tinggi

2 (Onrizal, 2008). Kawasan estuari/muara sungai sebagai salah satu habitat dari ekosistem mangrove merupakan kawasan yang paling produktif dari total sistem wilayah pesisir karena memiliki kemampuan dalam menyaring nutrien. Sistem perakaran vegetasi mangrove yang unik dapat mengikat sedimen dan menstabilkan substrat. Kawasan ini juga berperan dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem pesisir dan lautan serta rantai makanan (Armono dkk., 1996). Kawasan muara sungai/estuari pada beberapa daerah di Indonesia mengalami degradasi fisik maupun ekologis, pencemaran dari darat dan laut, serta eksploitasi sumberdaya secara berlebihan. Akibat dari degradasi tersebut dapat mengancam siklus hidup berbagai organisme yang ada di dalamnya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Kegiatan lain yang juga memicu penurunan kualitas hutan mangrove yaitu dengan adanya pembangunan pemukiman, infrastruktur berupa bendungan, jalan dan pariwisata, serta peruntukan lahan bagi aktivitas perikanan dan perkebunan (FAO, 1994). Peningkatan kandungan pirit pada kawasan hutan mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara terjadi akibat berkurangnya aliran air pada saat pasang surut. Kondisi ini disebabkan karena adanya pembangunan tanggul untuk lahan tambak. Kandungan pirit akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan vegetasi mangrove sehingga perlu tindakan pencegahan dengan memperlancar aliran air laut ke hutan mangrove (Kusmana dan Onrizal, 2008). Hutan mangrove di sepanjang pantai utara Jakarta dan Tangerang berubah menjadi kawasan elit perumahan, perkantoran, pertokoan, kawasan wisata dan lapangan golf.

3 Pembangunan kawasan elit ini mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna ekosistem mangrove. Hutan mangrove di kawasan Teluk Bintuni, Papua mengalami degradasi akibat adanya eksploitasi perikanan secara berlebihan. Dampak yang ditimbulkan yaitu rusaknya ekosistem pemijahan ikan dan udang, perubahan keseimbangan ekologi perairan dan menurunnya produksi perikanan (Baiquni dan Susilawardani, 2002). Menurut FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga tahun 2005 terus mengalami penurunan, yaitu dari Ha menjadi Ha. Dalam kurun waktu antara tahun , luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar Ha atau sekitar 1,6%. Penurunan luasan hutan mangrove akan berpengaruh terhadap komposisi fisikkimia (suhu air, oksigen terlarut, unsur hara, keseimbangan kadar garam, hidrologi, sedimentasi, kandungan racun, dan erosi), komposisi biologi (perubahan komposisi spesies, kerapatan individu, struktur tumbuhan dan hewan), serta keseimbangan ekologi (regenerasi, pertumbuhan, habitat, rantai makanan, serta ekosistem mangrove dan wilayah pesisir) (Aksornkoae, 1993). Kerusakan hutan mangove juga akan berpengaruh pada ekosistem lain yang juga berasosiasi dengan hutan mangrove seperti ekosistem terumbu karang, rumput laut, alga, rataan lumpur dan gisik (UNEP, 2014). Kota Pariaman sebagian besar wilayahnya berada di sepanjang pesisir pantai dengan panjang garis pantai 12,7 km dan berada pada ketinggian 0-2 mdpl dengan luas daerah seluruhnya yaitu 73,36 km. Wilayah ini berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia dan memiliki potensi alam yang cukup

4 bervariasi, terutama di daerah pesisir. Potensi ini antara lain pariwisata, perikanan dan kehutanan. Sumberdaya kehutanan yang terdapat di Kota Pariaman yaitu berupa hutan mangrove. Hutan mangrove di wilayah Kota Pariaman berada di sekitar muara sungai dan estuari dan tersebar di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Pariaman Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusata Statistik Kota Pariaman (2009), diketahui bahwa pada tahun 2004 luas hutan mangrove di Kota Pariaman yaitu 5 Ha, lalu meningkat pada tahun 2006 menjadi 20 Ha. Pada tahun 2009 terjadi penurunan lagi menjadi 17,75 Ha, sedangkan pada tahun 2012 menjadi 18 Ha (Tabel 1.1). Fluktuasi ini disebabkan karena degradasi pada ekosistem mangrove yang dapat dilihat dengan adanya kematian pohon mangrove. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, infrastruktur, pemukiman dan pembangunan gedung sekolah juga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem hutan mangrove. Tabel 1.1 Luasan Hutan Mangrove Kota Pariaman No Nama Desa Kecamatan Luas (Ha) 1 Taluk Pariaman Selatan 1,0 2 Pauh Pariaman Tengah 0,5 3 Ampalu Pariaman Utara 3,5 4 Apar Pariaman Utara 6,0 5 Manggung Pariaman Utara 7,0 Jumlah 18,0 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan (2012) Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa luasan hutan mangrove di Kota Pariaman paling luas terdapat di Kecamatan Pariaman Utara yaitu 16,5 ha, sedangkan di Kecamatan Pariaman Selatan dan Kecamatan Pariaman Tengah memiliki luasan hutan mangrove yang lebih sedikit. Penurunan luasan hutan

5 mangrove akan memberikan dampak yang kurang baik, terutama pemukiman penduduk yang berada di wilayah pesisir. Menurut laporan Ramdhan dan Abdillah (2012) wilayah pesisir Kota Pariaman (termasuk wilayah sekitar muara Sungai Batang Manggung) memiliki tingkat kerentanan fisik yang sangat tinggi. Kondisi ini disebabkan karena terdapatnya konsentrasi pemukiman yang dekat dengan garis pantai, kemiringan pantai yang landai serta tingkat abrasi yang cukup tinggi. Tingkat kerentanan akan semakin tinggi apabila ekosistem hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung wilayah pesisir mengalami degradasi. Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian dari wilayah aliran sungai dan pesisir perlu mendapat perhatian serius mengingat pentingnya fungsi ekosistem ini dalam menjaga fisik lingkungan. Perlindungan yang diberikan oleh ekosistem mangrove tidak saja bagi wilayah pesisir dan laut, tetapi juga sebagai indikator kualitas suatu DAS (Daerah Aliran Sungai). Lemahnya kebijakan mengenai pengelolaan ekosistem hutan mangrove menjadikan beberapa instansi pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Apabila tidak dilaksanakan keterpaduan dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove dan peraturan yang tegas, maka kelestarian ekosistem mangrove di Kota Pariaman akan terancam. 1.2 Rumusan Masalah Kota Pariaman sebagai daerah tujuan wisata dan daerah otonom sejak tahun 2002, membawa konsekuensi berupa peningkatan pembangunan yang cukup pesat, seperti pembangunan pemukiman, sarana dan prasarana, jasa dan

6 industri. Wilayah pesisir juga tidak luput dari sasaran pemerintah dalam kegiatan pembangunan, terutama untuk kegiatan wisata. Perbaikan infrastruktur berupa pembangunan jalan dan perbaikan fasilitas umum mendesak areal hutan yang terdapat di kawasan pesisir. Hutan mangrove yang umumnya berada di sekitar muara sungai dan estuari terancam kelestariannya akibat kegiatan pembangunan yang tidak memperhatikan aspek fungsi dan manfaat mangrove dalam menjaga kawasan pesisir. Salah satu ekosistem mangrove yang mengalami degradasi terdapat di sekitar muara Sungai Batang Manggung, Kecamatan Pariaman Utara. Berdasarkan hasil survei lapangan ditemukan fakta bahwa beberapa lokasi di sekitar muara Sungai Batang Manggung terdapat beberapa pohon mangrove yang mati dan tidak tumbuh dengan baik. Dugaan awal disebabkan karena berkurangnya aliran air tawar dari hulu sungai. Terganggunya sirkulasi air pada ekosistem mangrove menyebabkan ketidakseimbangan pada kondisi fisik-kimia pada habitat mangrove. Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu : 1) Bagaimana karakteristik vegetasi dan tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove di muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman? 2) Bagaimana kondisi fisik-kimia ekosistem hutan mangrove di muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman? 3) Bagaimana fungsi dan pemanfaatan hutan mangrove bagi lingkungan dan masyarakat sekitar muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman?

7 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1) Mengkaji karakteristik vegetasi dan tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove di muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman. 2) Mengkaji kondisi fisik-kimia ekosistem hutan mangrove di muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman. 3) Menganalisis fungsi dan pemanfaatan hutan mangrove bagi lingkungan dan masyarakat sekitar muara Sungai Batang Manggung Kota Pariaman. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain : 1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola kawasan hutan mangrove dengan konsep keterpaduan dengan memperhatikan kondisi lingkungan alami suatu spesies, baik flora maupun fauna. 2) Menjadi bahan masukan bagi masyarakat di kawasan hutan mangrove untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian lingkungan serta proses pengelolaan dan pengembangan kawasan tersebut. 3) Sebagai sarana bagi penulis dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan maupun mengelola kawasan hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir. 4) Menjadi bahan masukan dan perbandingan kepada peneliti lainnya untuk mengkaji aspek yang lain dan meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan.

8 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kajian ekosistem hutan mangrove sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh: Kora (2004), Sawitri (2012), Dianawati (2013) dan Sodikin (2013). Kora (2004) melakukan penelitian mengenai arahan pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan Aesesa, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi dan peranserta masyarakat terhadap kegiatan penyuluhan, pemanfaatan dan pencegahan kerusakan hutan mangrove dan menyusun arahan pengelolaan hutan mangrove dari aspek sosial ekonomi masyarakat. Hasil dari penelitian ini yaitu, semakin tinggi status sosial ekonomi, tingkat pengetahuan tentang hutan mangrove, dan tingkat persepsi terhadap hutan mangrove; maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi mereka dalam usaha pelestarian hutan mangrove. Berdasarkan hal ini dapat disusun perencanaan dan pengelolaan hutan mangrove. Hal ini menjadi acuan dalam penelitian ini bahwa manusia dan peradabannya sangat mempengaruhi ekosistem di sekitarnya. Sawitri (2012) melakukan penelitian mengenai strategi pengelolaan lingkungan pada ekosistem mangrove. Penelitian ini dilakukan di sekitar muara Sungai Bogowonto, Kabupaten Kulonprogo. Pengambilan data dilakukan secara purposive sampling, baik untuk data vegetasi, fisik maupun sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor daya dukung dan kemampuan lahan sangat menentukan dalam pertumbuhan mangrove. Legalitas dan kebijakan pengelolaan lahan mangrove juga mempengaruhi keberhasilan program rehabilitasi ekosistem mangrove. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kemampuan lahan saja

9 tidak cukup dalam menentukan keberhasilan pengelolaan hutan mangrove, namun juga harus didukung oleh kebijakan dari pemerintah dan masyarakat setempat. Dianawati (2013) melakukan penelitian mengenai peran lembaga dan kearifan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove secara terpadu. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa diperlukan integrasi antara pemerintah dengan masyarakat asli maupun masyarakat pendatang dalam mengelola hutan mangrove. Lembaga pemerintah dan swasta juga turut memberikan andil dalam menciptakan suasana yang kondusif dalam menciptakan interaksi tersebut. Sodikin (2013) melakukan penelitian mengenai kerusakan mangrove dan bagaimana korelasinya terhadap intrusi air laut. Penelitian ini menunjukkan bahwa tumbuhan mangrove memiliki korelasi yang tinggi terhadap tingkat intrusi air laut. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai harga bikarbonat seiring dengan besarnya persentase kerusakan mangrove. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa hutan mangrove memiliki manfaat dalam melindungi kondisi fisik lingkungan di sekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya terfokus pada satu aspek dari komponen ekosistem yang terdapat pada ekosistem mangrove. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menitikberatkan pada isu dan permasalahan lingkungan yang terdapat di wilayah penelitian. Permasalahan tersebut meliputi komponen abiotik, biotik dan manusia. Hal ini disebabkan karena ekosistem mangrove memiliki ekosistem yang unik.

10 Penelitian ini dilaksanakan di Kota Pariaman, tepatnya pada ekosistem hutan mangrove di muara Sungai Batang Manggung. Penelitian akan terfokus pada karakteristik vegetasi dan tingkat kerusakan, karakteristik lingkungan fisikkimia ekosistem hutan mangrove di sekitar muara sungai serta menganalisis bagaimana fungsi ekosistem yang ada terhadap perlindungan fisik wilayah pesisir dan pemanfaatannya oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut. Objek kajian serta metode yang digunakan relatif sama dengan penelitian sebelumnya namun, hasil akhir akan mempunyai karakter yang berbeda karena menganalisis kemampuan ekosistem yang ada dalam melindungi kawasan di sekitarnya. Selain itu, karakteristik wilayah kajian memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi morfologi maupun fisiografinya. Berdasarkan uraian tersebut maka keaslian penelitian ini dapat dilihat perbandingannya dengan penelitian yang pernah dilakukan pada Tabel 1.2.

11 Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian yang Dilakukan No Penulis & Tahun Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 Kora (2004) Arah Kebijakan 1. Mengetahui persepsi masyarakat Metode penelitian survei, Pengelolaan Hutan Mangrove Kasus Pantai terhadap manfaat, kerusakan dan cara pencegahan kerusakan hutan mangrove. dilakukan melalui wawancara dengan Utara Kecamatan 2. Mengetahui peranserta masyarakat responden. Aesesa, Kabupaten dalam kegiatan penyuluhan, Ngada, Flores, Propinsi pemanfaatan, pencegahan kerusakan Nusa Tenggara Timur hutan mangrove. 3. Menyusun arahan pengelolaan hutan mangrove dari aspek sosial ekonomi masyarakat. dan disosialisasikan pada masyarakat. 2 Sawitri (2012) Strategi Pengelolaan Lingkungan Pada Ekosistem Mangrove Di Sekitar Muara Sungai Bogowonto Kabupaten Kulonprogo 3 Dianawati (2013) Kajian Peran Lembaga Dan Kearifan Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Secara Terpadu di Delta Mahakam 1. Mengkaji komposisi penyusun vegetasi mangrove hasil rehabilitasi. 2. Mengkaji faktor-faktor lingkungan fisik yang mendukung pertumbuhan vegetasi mangrove dan kegagalan pertumbuhan mangrove hasil rehabilitasi. 3. Mengkaji strategi dalam pengelolaan ekosistem mangrove ditinjau dari pendekatan ekologi. 1. Mengkaji peran Dinas Kehutanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan, dan BLH Kabupaten Kutai Kartanegara dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove. 2. Mengkaji partisipasi masyarakat/penduduk asli dan pendatang dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Penelitian Eksplanatif, melalui pengamatan dan pengukuran serta wawancara dengan masyarakat. Penelitian kualitatif, melaui wawancara terstruktur. 1. Masyarakat memiliki persepsi kategori rendah (53,6 %) mengenai manfaat, kerusakan dan cara pencegahan kerusakan hutan mangrove. 2. Partisipasi masyarakat dalam aktivitas pemanfaatan, dan pencehagan kerusakan hutan mangrove, sebagian besar termasuk kategori sedang. 3. Pengelolaan hutan mangrove sebaiknya mempertimbangkan aspek-aspek sosial ekonomi masyarakat setempat dengan menyusun rencana pengelolaan hutan mangrove secara terpadu 1. Komposisi penyusun vegetasi mangrove terdiri dari Avicennia alba, Avicennia marina, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Acanthus ilicifolius, Acrostichum aureum, dan Nypa fruticans. 2. Faktor fisik lingkungan dapat mendukung pertumbuhan Avicennia sp. dan Rhizophora sp. namun tidak optimal, serta mendukung baik bagi pertumbuhan Sonneratia sp. 3. Strategi pengelolaan lingkungan rehabilitasi ekosistem mangrove yaitu : (1) perlunya legalitas kebijakan pengelolaan lahan mangrove ; (2) peningkatan daya dukung kemampuan lahan untuk pertumbuhan mangrove yang optimal disertai strategi penanaman mangrove yang sesuai dengan kondisi tapak lahan; (3) prioritas usaha penghijauan pada zona pertumbuhan vegetasi mangrove ke arah daratan.; (4) upaya pembuatan konstruksi pelindung dari hempasan ombak dan angin. 1. Dinas Kehutanan berperan dalam proses perizinan pemanfataan hutan mangrove berdasarkan prinsip kelestarian dan keberlanjutan serta memfasilitasi rehabilitasi ekosistem dan pemberdayaan masyarakat. 2. Dinas Kelautan dan Perikanan berperan dalam melakukan mitigasi lingkungan pesisir, memfasilitasi rehabilitasi ekosistem mangrove serta melindungi kawasan pesisir yang rawan erosi. 3. Badan Lingkungan Hidup berperan melakukan

12 Lanjutan Tabel 1.2 No Penulis & Tahun 4 Sodikin (2013) Kerusakan Mangrove Serta Korelasinya Terhadap Tingkat Intrusi Air Laut (Studi Kasus Di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi) 5 Suryani (2015) Kajian Ekosistem Hutan Mangrove di Muara Batang Manggung Kota Pariaman Sumatera Barat Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 3. Mengkaji strategi pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan mengintegrasikan peranan Dinas Kehutanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan, dan BLH dengan masyarakat asli pendatang. 1. Mengetahui tingkat kerusakan mangrove. 2. Mengkaji korelasi kerusakan mangrove terhadap tingkat intrusi air laut. 1. Mengkaji karakteristik vegetasi dan tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove. 2. Mengkaji kondisi fisik-kimia ekosistem hutan mangrove. 3. Menganalisis fungsi dan pemanfaatan hutan mangrove bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Penelitian deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel lahan mangrove menggunakan transect line. Sampel air diambil pada lahan mangrove yang rusak. Metode penelitian gabungan (mix method) melalui observasi dan wawancara. Teknik pengambilan sampel ekosistem hutan mangrove melalui metode transek garis dan petak contoh. pengawasan terhadap pemanfaatan hutan mangrove dan melakukan upaya-upaya pengendalian kerusakan dan rehabilitasi hutan mangrove. 4. Terdapat konflik antara pemerintah dan masyarakat pendatang. Konflik terjadi karena masyarakat pendatang tidak memperhatikan peraturan dari BLH sehingga pemanfaatan hutan mangrove tidak memperhatikan kaidah pelestarian. 5. Integrasi antara pemerintah dengan masyarakat asli maupun pendatang untuk menjamin terselenggaranya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem mangrove. 1. Kondisi hutan mangrove telah mengalami penurunan sebesar 55 % (rusak). 2. Terdapat korelasi yang tinggi antara tumbuhan mangrove dengan tingkat intrusi air laut. 1. Karakteristik vegetasi dan tingkat kerusakan hutan mangrove 2. Kondisi fisik-kimia ekosistem hutan mangrove 3. Fungsi dan pemanfaatan hutan mangrove bagi masyarakat dan lingkungan. Sumber : Kora (2004) ; Sawitri (2012) ; Dianawati (2013) ; Sodikin (2013)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan. MenurutHadi(2014), menyebutkan bahwa lingkungan adalah tempat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam diduga menjadi faktor penting penyebab kerusakan lingkungan (Gumilar, 2012). Pertambahan jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Mangrove didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung, hutan yang tumbuh terutama pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangrove tersebar di wilayah tropis sampai sub tropis dan sebagian besar terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari,

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air laut baik. Mangrove juga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan lain, keunikannya diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci