REKONSTRUKSI BUDAYA AUSTRONESIA. Oleh. Ni Luh Sutjiati Beratha. I Wayan Ardika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKONSTRUKSI BUDAYA AUSTRONESIA. Oleh. Ni Luh Sutjiati Beratha. I Wayan Ardika"

Transkripsi

1 1 REKONSTRUKSI BUDAYA AUSTRONESIA Oleh Ni Luh Sutjiati Beratha I Wayan Ardika Abstrak Para ahli telah dapat mengidentifikasi ciri-ciri umum penutur Austronesia, meskipun telah terjadi interaksi dan perubahan secara budaya dan biologi berabad-abad lamanya. Adapun ciri-ciri umum yang dimiliki oleh penutur Austronesia adalah sebagai berikut. 1) Sebagian besar penutur Austronesia di luar Melanesia dan Filipina memiliki ciri biologi yang dapat digolongkan sebagai ras Mongoloid Selatan (Southern Mongoloid); 2) Secara budaya, penutur Austronesia di masa lampau memiliki tradisi mentato tubuh; 3) Menggunakan layar pada sampan/perahu; 4) Secara etnografi maupun di masa prasejarah mempunyai style/gaya seni, dan ciri sosial yang terkait dengan urutan kelahiran (birth order) untuk saudara kandung; serta 5) pemujaan terhadap leluhur/nenek moyang yang dianggap cikalbakal/pendiri keturunan. Makalah ini difokuskan pada adanya kesamaan budaya dan bahasa sebagai ciri penting yang diwarisi oleh penutur Austronesia yang tersebar dari Formosa/Taiwan (di utara) hingga Selandia Baru (di selatan), dan Madagaskar (di barat) hingga Pulau Paskah di (timur). Pendekatan sosial budaya, terutama dengan menggunakan metode komparasi diterapkan dalam penulisan makalah ini. Di samping itu, pendekatan kualitatif yang lebih mengandalkan teknik pengamatan/ observasi dalam pengumpulan data dan informasi juga diterapkan. Teori-teori yang berkaitan dengan rekonstruksi budaya digunakan untuk menganalisis data. Kata Kunci: rekonstruksi, budaya.

2 2 1. Pendahuluan Kunjungan yang dilakukan Ardika ke Taiwan pada tanggal Nopember 2014, dan ke Nias pada tanggal Desember 2014 menginspirasi penulisan makalah ini. Hasil kunjungan tersebut telah menambah pemahaman tentang budaya Austronesia. Di samping itu, terdapat kesamaan elemen budaya materi yang dipamerkan di museum Sejarah Universtas Nasional Taiwan (History Museum of National Taiwan University), Museum Taman Nasional Taroko (Taroko National Park) Taiwan, dan rumah Siulu (bangsawan) di Desa Bawomatolou, Kabupaten Nias Selatan, Nias. Kesamaan bahasa merupakan ciri penting yang diwarisi oleh penutur Austronesia yang tersebar dari Madagaskar (barat) hingga Pulau Paskah (timur), Formosa/Taiwan (utara) dan Selandia Baru (selatan). Para ahli mengidentifikasi ciri-ciri umum penutur Austronesia, meskipun telah terjadi interaksi dan perubahan secara budaya dan biologi berabad-abad lamanya. Adapun ciri-ciri umum yang dimiliki oleh penutur Austronesia antara lain sebagai berikut. 1) Sebagian besar penutur Austronesia di luar Melanesia dan Filipina memiliki ciri biologi yang dapat digolongkan sebagai ras Mongoloid Selatan (Southern Mongoloid); 2) Secara budaya, penutur Austronesia di masa lampau memiliki tradisi mentato tubuh; 3) Menggunakan layar pada sampan/perahu; 4) Secara etnografi maupun di masa prasejarah penutur Austronesia mempunyai stile/gaya seni, dan ciri sosial yang terkait dengan urutan kelahiran (birth order) untuk saudara kandung; serta 5) pemujaan terhadap leluhur/nenek moyang yang dianggap cikal-bakal/pendiri keturunan. Rekonstruksi budaya Austronesia juga akan didukung oleh kata-kata yang berkognet sebagai bukti bahwa nama-nama yang ada pada budaya Austronesia ditunjukkan oleh bukti kebahasaan yang ada pada bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Bahasa Austronesia. Data kebahasaan diambil dari Etimologi Volume I (1980), Volome II (1984), dan Volume III (1986). Data tersebut akan dibandingkan dengan data Bahasa Bali yang diambil dari Prasasti Bali Volume I dan II (Goris, 1954). 2. Metode Penulisan Makalah ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang lebih mengandalkan metode observasi/ pengamatan dan kepustakaan dalam pengumpulan data dan informasi. Metode pengamatan yang akan diterapkan adalah pengamatan terlibat, dan penerapannya

3 3 dilakukan dengan cara peneliti ikut serta berada di tempat melakukan kegiatan bersama para pelakunya masing-masing. Namun perlu dikemukakan di sini, bahwa dalam pengamatan juga dilakukan wawancara dengan menanyakan sesuatu yang telah dilihat dan didengar terkait dengan masalah yang dikaji guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih jauh. Hal ini biasa dilakukan dalam pengamatan terlibat, sehingga para ahli mengatakan pengamatan terlibat sebagai pengamatan langsung bersama metode lainnya dalam pengumpulan informasi (Mulyana, 2006 : 162), atau sebagai pengamatan yang bercirikan interaksi peneliti dengan subjek (Satori dan Komariah, 2009 : 117). Aspek-aspek yang akan dicermati dalam pengamatan adalah (1) keadaan/situasi dan di rumah informan; (2) orangorang yang ikut serta dalam situasi tersebut, termasuk jenis kelamin, usia, profesi, tempat asal, dan lain-lain; (3) kegiatan yang dilakukan orang dalam situasi tersebut; (4) benda-benda yang ada di tempat itu serta letak dan penggunaannya; (5) perbuatan, yaitu tindakan para pelaku dalam proses berlangsungnya kegiatan dalam situasi yang diamati; ekspresi wajah yang dapat dilihat sebagai cerminan perasan dan emosi. Analisis data/informasi dilakukan secara interprétatif, terutama secara emik dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagaimana dikatakan oleh Brian Vay (2004). Proses analisis ini bisa sejalan dengan proses wawancara dan pengamatan, artinya analisis dilakukan secara bergantian dengan wawancara dan pengamatan dalam satu paket waktu. Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informasi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis untuk membuat hipotesis-hipotesis kecil yang kemudian digunakan untuk membuat pertanyaan yang diajukan berikutnya. Dengan demikian teknik analisis dan wawancara tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984 : 128) disebut dengan istilah go hand-in-hand. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini sebagian besar berwujud data kualitatif. Data ini akan dianalisis dengan mengikuti prosedur analisis data kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992), yaitu reduksi data, menyajikan data, menafsirkan data, dan menarik simpulan. 3. Pembahasan Rekonstruksi budaya Austronesia akan mengawali pembahasan yang selanjutnya akan disajikan bukti-bukti kebahasaan yang akan ditunjukkan melalui kata-kata yang berkognet

4 4 dari bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Bahasa Austronesian, khususnya Malayu Polinesia Barat. 3.1 Rekonstruksi Budaya Austronesia Sebelum penutur Austronesia pindah ke Taiwan, mereka kemungkinan berasal dari Tiongkok Selatan dengan ciri budaya pertanian. Temuan arkeologi di situs Hemudu di pantai selatan Hangzhou Bay, Provinsi Zhejiang mencerminkan sebuah desa yang berasal dari 7000 tahun yang lalu dengan telah menghasilkan sejumlah temuan antara lain: gerabah, kapak batu, peralatan pertanian yang terbuat dari kayu dan tulang, pengerjaan kayu untuk pembuatan perahu/sampan, pengayuh sampan, alat pemintal benang untuk tenun, anyaman, tali dan sisa-sisa padi. Selain itu, di situs tersebut juga ditemukan tulang hewan yang telah didomestikasi seperti babi, anjing, ayam, dan mungkin juga sapi dan kerbau (Bellwood, 1995: 98). Menurut Bellwood (1995: 100) bahwa komunitas Proto Austronesia (PAN) dan Proto Malayo-Polinesia (PMP) telah bercocok tanam atau masyarakat agraris, membuat gerabah, membuat bangunan/rumah kayu, dan mendomestikasi babi. Neolitik di Taiwan diperkirakan berasal dari tahun Sebelum Masehi dengan bukti temuan arkeologi yang sama dengan di Tiongkok Selatan. Bukti arkeologi berupa padi, pollen, dan pembukaan hutan untuk lahan pertanian di Taiwan berasal dari 3000 tahun Sebelum Masehi. Sekitar BC terdapat himpunan temuan arkeologi (asemblage) yang terdiri atas gerabah berselip merah dan domestikasi babi di Filipina, Sulawesi, Kalimantan Utara, Halmahera, sampai Timor. Namun, di Indonesia bagian barat belum ditemukan/dilaporkan situs dengan karakater tersebut. Babi tampaknya hewan yang sangat penting bagi masyarakat Austronesia. Daging babi dimanfaatkan untuk upacara keagamaan dan menjamu tamu untuk pesta di kalangan komunitas Austronesia. Tulang rahang babi di pamerkan di museum Taman Nasional Taroko. Hal yang sama juga ditemukan di rumah Siulu (bangsawan) di Desa Bawomatolou, Nias (lihat gambar 1)

5 5 Gambar. 1. Tulang rahang babi digantung di dinding pada museum Taroko dan di rumah Siulu, Desa Bawomatolou, Nias Dalam masyarakat Nias terdapat tradisi mengadakan upacara owase yakni semacam pesta besar dengan menyebelih sejumlah hewan untuk menjamu para tamu. Pesta ini dimaksudkan untuk meningkatkan status sosial, dan pada saat yang sama keluarga penyelenggara upacara tersebut juga bertambah kekuataan/kekuasaannya (Koestoro dan Wiradnyana,2007: 28-29). Bawi (babi) adalah hewan yang paling dibutuhkan dalam setiap pesta tradisional di Nias. Tinggi-rendahnya status sosial seseorang di Nias dapat diketahui atau diukur dari banyak-sedikitnya daging babi yang dimiliki atau tersedia untuk upacara (Koestoro dan Wiradnyana: 2007: 54). Dengan kata lain, terdapat korelasi positif antara status sosial seseorang dengan jumlah daging babi yang dimiliki oleh seseorang pada saat menyelenggarakan upacara dan pesta. Menurut keterangan kepala Desa Bawomatolou bahwa terdapat tujuh upacara pada saat pengukuhan seseorang sebagai bangsawan (siulu) pada masyarakat Bawomatolou, Teluk Dalam, Nias Selatan. Pada saat upacara pengukuhan tersebut diadakan jamuan makan dengan menggunakan daging babi untuk para undangan yang hadir. Jumlah daging babi yang disediakan untuk upacara pengukuhan bangsawan Nias tampaknya menjadi penanda status sosial di masyarakat tersebut. Fenomena yang sama juga terlihat pada masyarakat Toraja, terutama saat upacara kematian. Pada upacara kematian itu disembelih sejumlah kerbau. Dalam kehidupan orang Toraja jaman dulu, keberadaan kerbau adalah simbol kemakmuran, begitu pula dengan kepemilikan babi dan sawah. Ketiga hal ini menjadi komponen penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Dalam upacara adat, kerbau hanya digunakan saat kematian yakni pada upacara penguburan. Biasanya disembelih sejumlah kerbau menurut kemampuan keluarga dan kedudukan yang meninggal tersebut (file:///c:/users/vaio/documents/arti kerbau (Bahasa Toraja tedong ) bagi orang

6 6 Toraja, diunduh 6/5/2015). Tanduk kerbau dipajang sebagai hiasan rumah adat warga, dan sekaligus menunjukan status sosial pemiliknya (lihat gambar 2). Gambar 2. Kerbau yang disembelih untuk upacara kematian dan hiasan tanduk kerbau pada Tongkona di Toraja. Pada saat kunjungan ke museum sejarah di Universitas Nasional Taiwan dipajang sejumlah koleksi sisir kayu, dan pada bagian pegangannya (handle) terdapat hiasan berupa kepala manusia atau ular (lihat gambar 3). Gambar sisir juga dijumpai pada sebuah patung dan hiasan pintu rumah siulu di desa Bawomatolou (lihat gambar 3). Kenyataan ini mengindikasikan adanya kesamaan seni pahat ataupun tradisi di kalangan penutur Austronesia Gambar 3. Beberapa bentuk sisir dengan pola hias kepala manusia dan ular koleksi Museum Sejarah NTU dan gambar sisir di rumah Siulu di desa Bawomatolou, Nias Sisir kayu (petat, bahasa Bali) kemungkinan berfungsi penting dalam masyarakat penutur bahasa Austronesia. Sisir kayu biasanya digunakan oleh mereka yang berambut panjang. Masyarakat penutur Austronesia kemungkinan mempunyai tradisi memelihara rambut panjang baik laki maupun perempuan. Komunitas Austronesia juga mempunyai tradisi menghias tubuh dengan tato. Di museum Taroko ditayangkan video tentang proses mentato tubuh di kalangan orang aborigin Taiwan (lihat gambar 4). Tradisi tato pada aborigin Taiwan dilakukan pada bagian wajah baik laki ataupun perempuan. Tradisi mentato tubuh juga dijumpai di kalangan orang Dayak Kenyah, Bahau, Iban dan Kayan, sedangkan kelompok Dayak lain tidak memiliki praktik tersebut. Laki-laki Kenyah hanya memiliki tato pada bagian sisi kanan dan kiri punggung mereka. Motif-motif tato untuk perempuan

7 7 Kenyah meliputi rantai-rantai anjing, motif parang, tanduk-tanduk binatang di bagian lengan dan paha, serta motif lingkaran dibetis atau pergelangan kaki. Tato pada laki-laki Kenyah merupakan tanda kedewasaan. Gadis-gadis di Long Mekar kini tidak melanjutkan tradisi mentato diri tersebut (Maunati, 2004: ). Mentato bagian tubuh merupakan fenomena budaya Austronesia. Gambar 4. Tradisi tato di kalangan aborigin Taiwan dan Dayak, Kalimantan Tradisi menenun adalah salah satu unsur budaya Austronesia. Peralatan tenun dipamerkan pada museum Taroko (lihat gambar 5). Kebiasaan menenun kini masih berlanjut dan tersebar di seluruh Nusantara. Motif kain tenun di Indonesia dipengaruhi oleh pola hias geometris yang digambarkan pada nekara Dongson seperti : spiral, meander, zigzag. Motif spiral, meander, dan belah ketupat ditemukan pada kain tenun di kalangan orang Batak, Lampung, Dayak, Toraja, dan Timor. Selain geometris, terdapat pula motif binatang seperti, reptil, buaya, ular, kadal dan katak. Gambar manusia dan perahu juga diwariskan dari kebudayaan Dongson. Gambar atau motif manusia pada kain diinterpretasikan sebagai leluhur, demikian pula bila muncul pada periode kemudian (Jay, 2010: 18-19). Gambar 5. Pemintal benang dan alat-alat tenun yang dipajang di Museum Taroko Tekstil pada umumnya merepresentasikan simbol status pemakainya. Pemujaan terhadap leluhur sebagai salah satu sistem kepercayaan masyarakat Indonesia diwujudkan dalam motif manusia, hewan dan/atau motif abstrak pada tekstil, yang dapat dilihat pada etnik Batak, Toraja, Dayak, dan di pulau-pulau Indonesia bagian timur (Tanimbar, Maluku, dan Timor)(Jay, 2010: 21). Upacara kematian adalah bentuk penghormatan terakhir kepada tokoh atau orang yang telah meninggal dan sekaligus sebagai bentuk pemujaan leluhur. Tradisi ini masih dipraktikan oleh

8 8 sejumlah etnik di Nusantara. Pada masyarakat Nias misalnya, berbagai upacara yang terkait dengan megalitik dilakukan untuk pemujaan leluhur, dan pada saat yang sama dimaksudkan untuk menunjukan status, prestige, dan kemasyuran seseorang (Koestoro dan Wiradnyana: 2007: 70). Upacara Rambu Solo di kalangan masyarakat Toraja telah diwarisi secara turun temurun. Keluarga yang ditinggal diwajibkan membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Namun dalam pelaksanaannya, upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan strata sosial masyarakat Toraja, yakni: Dipasang Bongi adalah upacara yang hanya dilaksanakan satu malam. Dipatallung Bongi adalah upacara yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan di rumah dan ada pemotongan hewan. Dipalimang Bongi yakni upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan di sekitar rumah serta dilakukan pemotongan hewan. Dipapitung Bongi ialah upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam, dan setiap hari ada pemotongan hewan. Upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun; upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dilaksanakan di sekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan upacara kedua yakni Rante biasanya dilaksanakan di sebuah lapangan Khusus karena upacara ini menjadi puncak dari prosesi pemakaman yang disertai berbagai ritual adat yang harus dijalani seperti : Ma tundan, Mebalun (membungkus jenazah), Ma roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma Popengkalo Alang (menurunkan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma Palao yakni mengusung jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. Kematian bagi masyarakat Toraja menjadi salah satu hal yang paling bermakna, sehingga tidak hanya upacara prosesi pemakaman yang dipersiapkan ataupun peti mati yang dipahat menyerupai hewan (Erong), namun mereka pun mempersiapkan tempat peristirahatan terakhir dengan sedemikian apiknya, yang tentunya tidak lepas dari strata sosial yang berlaku dalam masyarakat Toraja maupun kemampuan ekonomi individu bersangkutan. Tempat menyimpan jenazah adalah gua/tebing gunung atau dibuatkan sebuah rumah (Pa tane). Kerbau merupakan hewan penting di kalangan masyarakat Toraja untuk upacara kematian. Sebagai contoh, pada tahun 1657 Rante Kalimbuang mulai digunakan, dan pada

9 9 upacara pemakaman Ne Ramba 100 ekor kerbau dikorbankan dan didirikan dua Simbuang Batu. Selanjutnya pada tahun1807 pada pemakaman Tonapa Ne padda didirikan 5 buah Simbuang Batu, dan kerbau yang dikorbankan sebanyak 200 ekor. Ne Lunde pada upacara kematiannya dikorbankan 100 ekor kerbau, dan didirikan 3 buah Simbuang Batu (file:///c:/users/vaio/documents/arti kerbau (Bahasa Toraja tedong ) bagi orang Toraja. Diunduh tanggal 6 Mei 2015). Kepercayaan Marapu adalah keyakinan hidup yang masih dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Sumba yang masih menganut kepercayaan Merapu atau ajaran para leluhur senantiasa melakukan upacara dan perayaan ritual untuk mengiringi berbagai sendi kehidupan mereka. Kepercayaan ini dilakukan dengan ritual, perayaan, dan pengorbanan untuk penghormatan kepada sang pencipta dan arwah para leluhur mereka. Merapu dalam bahasa Sumba berarti Yang dipertuan atau dimuliakan terutama untuk menyebut arwah-arwah para leluhur mereka. Soeriadiredja menjelaskan bahwa secara hirarki, Merapu terbagi menjadi dua golongan, yaitu Merapu dan Merapu Ratu. Merapu yang pertama merupakan arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu (keluarga luas, clan), sedangkan merapu Ratu ialah merapu yang dianggap turun dari langit dan merupakan leluhur dari para Merapu lainnya. Kehadiran para marapu bagi masyarakat Sumba di dunia nyata diwakili dan dilambangkan dengan lambang-lambang suci yang berupa perhiasan mas atau perak (ada pula berupa patung atau guci) yang disebut Tanggu Marapu. Lambang-lambang suci itu disimpan di Pangiangu Marapu, yaitu di bagian atas dalam menara uma bokulu (rumah besar, rumah pusat) suatu kabihu. Walaupun mempunyai banyak Marapu yang sering disebut namanya, dipuja dan dimohon pertolongan, tetapi hal itu sama sekali tidak menyebabkan pengingkaran terhadap adanya Sang Maha Pencipta. Tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata kepada arwah para leluhur saja, tetapi kepada Mawulu Tau-Majii Tau (Pencipta dan Pembuat Manusia), Tuhan Yang Maha Esa.

10 10 Pengakuan adanya Sang Maha Pencipta biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat kiasan. Itu pun hanya dalam upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja. Dalam keyakinan Marapu, Sang Maha Pencipta tidak campur tangan dalam urusan duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut nama-nya pun dipantangkan. Hampir seluruh segi-segi kehidupan masyarakat Sumba diliputi oleh rasa keagamaan. Bisa dikatakan agama Marapu sebagai inti dari kebudayaan mereka, sebagai sumber nilainilai dan pandangan hidup, serta mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Orang Sumba juga percaya bahwa manusia merupakan bagian dari alam semesta yang tak terpisahkan. Manusia yang masih hidup mempunyai kewajiban untuk tetap dapat mengadakan hubungan dengan arwah-arwah leluhurnya. Mereka beranggapan bahwa para arwah leluhur itu selalu mengawasi dan menghukum keturunannya yang telah berani melanggar segala nuku-hara sehingga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terganggu. Untuk memulihkan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh perbuatan manusia terhadap alam sekitarnya dan mengadakan kontak dengan para arwah leluhurnya, maka manusia harus melaksanakan berbagai upacara. Tradisi leluhur yang diwariskan selama berabad-abad bersamaan dengan pandangan hidup orang Sumba, dewasa ini mulai dipengaruhi oleh kehidupan yang berasal dari luar kehidupan mereka. Generasi muda Sumba kini telah memperoleh cara pandang yang baru dan berbeda dengan tradisi serta ajaran yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Kendati demikian generasi muda Sumba masih menyimpan hormat dengan menjalankan nilai-nilai kepercayaan Merapu dalam kehidupannya (file:///c:/users/vaio/documents/marapu Ajaran dan Kepercayaan Leluhur Masyarakat Sumba.htm, diunduh 6 Mei 2015 ). 3.2 Kata-Kata Berkognet pada Bahasa-Bahasa Austronesia Sutjiati Beratha (1992) telah melakukan kajian pendahuluan terhadap Bahasa Austronesia. Data untuk kajian tersebut adalah data tulis yang diambil dari Blust, Etimologi Volume I (1980), Volome II (1984), dan Volume III (1986). Data tersebut akan dibandingkan dengan data Bahasa Bali yang diambil dari Prasasti Bali Volume I dan II (Goris, 1954).

11 11 Makalah ini juga menggunakan data serupa dengan membandingkan kata-kata yang memiliki kognet pada bahasa-bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Bahasa Austronesia. Menurut Blust (1980:11) Bahasa Bali dikelompokkan ke dalam sub-grup Bahasa Malayu-Polinesia Barat yang terdiri atas Sumatra, Jawa, Bali, Sasak, dll. Berikut akan disajikan kata-kata yang berkognet sebagai bukti dari bahasa-bahasa yang serumpun dari Proto Austronesia (PAN). Kata-kata PAN akan diberi tanda bintang (*), sedangkan kognet pada Bahasa Bali akan ditulis dibawah garis putus-putus Vokal PAN memiliki empat bunyi vokal, yaitu *i, *a, *e, dan *u PAN *i pada posisi akhir PAN *siji sejenis ayakan/ saringan PSas sidi ayakan TAG sili ayakan BBK sigi ayakan BB sidi ayakan PAN *a pada posisi penultimate PAN *lamak tikar BJ lamak sejenis alas BSas lamak tikar BB lamak sejenis tikar untuk hiasan tempat pemujaan PAN *a pada posisi akhir PAN *qara? sejenis pohon BJK (h) ara pohon ara SAN aha sejenis pohon ara BSas ara pohon ara BB aa pohon ara PAN *ě pada posisi penultimate PAN *kědi sedikit BBK kědit pelit BJK kědik sedikit

12 12 BB kědik sedikit PAN * ě pada posisi akhir PAN *pěkpěk berkerumun BM pěpěk berkumpul BSas pěpěk berkerumun BJ pěpěk berkumpul BB pěpěk semua/ lengkap PAN *u pada silebel pertama PAN *bulan bulan CEB bulan bulan CHM bulan bulan BB bulan bulan PAN *u pada silebel ke dua PAN *pitung sejenis bambu BM bitung bambu besar BKL bitu bambu BB pětung sejenis bambu PAN *u >o ada baik pada Bahasa Bali (Sutjiati Beratha, 1992:100), maupun pada Bahasa Sasak dan Sumbawa ( Meko Mbete (1990)) seperti contoh berikut. PAN *tatu tanda rajah/cahcahan BJK tatu luka BB tatu luka Menarik untuk dikemukakan di sini bahwa kata PAN *tatu tanda rajah cacahan yang selanjutnya berubah menjadi tato. Aktivitas kebudayaan mentato sudah dilaksanakan pada sejak 3000 Sebelum Masehi, atau bahkan mungkin lebih awal, contoh lain adalah seperti yang ditemukan oleh Meko Mbete (1990). PSas olas sebelas PSum olas sebelas BB (s)olas sebelas

13 13 PSas kado rugi PSum kado rugi BB kado rugi Blust (1980) tidak menemukan *e untuk PAN, akan tetapi menurut Clynes (1989:149), /e/ dan /o/ pada bahasa Bali berasal dari Bahasa Sanskerta. Meko Mbete (1990:167; 173) dalam Rekonstruksi Proto Bali-Sasak-Sumbawa mengatakan bahwa fonem /e/ dan /o/ ada pada bahasa Sasak dan Sumbawa, dan bukti tersebut diperkuat oleh Sutjiati Beratha (1992:95) fonem /e/ dan /o/ juga dimiliki oleh Bahasa Bali Kuna karena ke dua fonem tersebut sudah ada pada prasasti Bali Kuna yang berangka tahun 882. Bukti tersebut disajikan pada data berikut. PSas bale rumah PSum bale rumah BB bale rumah PSas pane tempayan PSum pane tempayan BB bale tempayan PSas kěbo kerbau PSum kěbo kerbau BB kěbo kerbau Seperti dikemukakan di atas, binatang kebo kerbau digunakan sebagai sarana upacara di Toraja. Menurut Dempwolff (1924) bunyi vokal PAN terdiri atas /i/, /u/, /a/, /e/. Brandstetter pada awalnya menyatakan bahwa PAN memiliki enam bunyi vokal, namun hanya ditemukan satu bunyi /e/ dan /o/ sehingga ke dua bunyi ini dihilangkan pada rekonstruksinya (Dahl, 1977:14). Fonem /e/ dan /o/ menurut Brandstetter (1916a:10) sangat umum pada rumpun bahasa Malayu Polinesia khususnya bahasa-bahasa yang ada di Indonesia, namun //e/ dan /o/ masih diragukan ada PAN karena tidak ditemukan bukti-bukti kognet pada bahasa-bahasa di luar bahasa-bahasa di Indonesia. Contoh di atas mendukung pendapat Brandstetter bahwa /e/ dan /o/ hanya ditemukan pada bahasa-bahasa yang ada di Indonesia yaitu rumpun bahasa Malayu Polinesia Barat.

14 Konsonan *r, *s, *q. Konsonan PAN terdiri atas *w, *y, *p, *t, *c, *k, *b, *d, *z, *g, *m, *n, *ng, *ny, *l, Semi Vokal Meko Mbete (1990) mengusulkan bahwa semi vocal /w/ dan /y/ mungkin sudah ada bahasa-bahasa yang tergolong ke dalam bahasa Malayu Polinesia Barat. Kehadiran ke dua fonem ini ditemukan pada kata di antara vocal. Bukti tersebut didukung oleh data BJK dan BBK yang akan disajikan pada contoh untuk ke dua fonem /w/ dan /y/ seperti berikut. PAN *w (?) BSas lawang pintu BSum lawang pintu BB lawang pintu BJK bawi babi BBK bawi babi BB bawi babi Binatang bawi babi pada contoh di atas digunakan sebagai sarana upacara dan untuk menjamu tamu seperti yang telah dipaparkan di atas. Kata ini tampaknya sudah ada sejak 2500 atau mungkin 1500 Sebelum Masehi. PAN *y PAN *suyung bergetar AKL huyung bergetar BJK (h)uyang merasa panas BB uyang gelisah PAN Stop Tak Bersuara *p PAN *puyuq burung puyuh TAG pugo burung puyuh BM puyoh burung puyuh BB puuh burung puyuh

15 15 *t *c PAN *děrěp membantu secara komunal BSun děrěp membantu pada saat panen BJ děrěp membantu pada saat panen BB děrěp membantu pada saat panen sebagai imbalannya adalah hasil panennya PAN *ampět menutup aliran TAG ampat menutup aliran BJ ampět menahan BB ěmpět menahan aliran PAN *cělěb masuk ke air BM cělěp masuk ke air BB cělěb masuk ke air PAN *pacěk paku BM pacak paku BJK pacěk paku BB pacěk paku/ menanam *k PAN *kamuning sejenis tanaman CEB kamuning sejenis tanaman BJK kamuning sejenis tanaman BB kamuning sejenis tanaman PAN *sikěp burung elang CEB sikup burung elang BM sikap burung elang BB sikěp burung elang PAN *těkuk menekuk BSun těkuk menekuk BM těkok menekuk --- BB těkuk menekuk

16 16 PAN Stop Bersuara *b PAN *bang(e)qěs bau tidak enak BON bang? ěs bau tidak enak MGG bangěs mulai berbau tidak enak BB bangěs bau/ rasa tidak enak PAN *lě (m)beng lembah BM lěmbah lembah BJ lěmbah lembah --- BB lěbah landai PAN *lě (b)lěb berendam BM lělap berendam BJK lěleb berendam --- BB lěblěb berendam *z *g PAN *zě (m)pit menjepit BM jěpit menjepit BJ jěpit menjepit --- BB jěpit menjepit PAN *sě (ng)gěr segar/sehat MGG cěngěr segar/ sehat BM sěgar segar BJ sěger segar/sehat BB sěgěr segar/ sehat PAN *sagsag retak ILK sagsag retak TAG sagsag retak --- BB sagsag retak

17 17 PAN Nasal *m pada posisi penultimate PAN *gěměl menggenggam dengan tangan IKL gammal menggenggam dengan tangan BM gěměl menggenggam dengan tangan BB gěměl menggenggam dengan tangan *m pada posisi akhir PAN kizěm memejamkan mata ILK kiděm memejamkan mata BM kirěm memejamkan mata BB kiděm memejamkan mata *n PAN *iněm minum BK iněm minum BSas iněm minum - BB inum meinum PAN *suqun menjunjung PAI tuqut menjunjung MUK su?un menjinjing BB suun menjunjung *ny PAN *qanyud terapung NgD hanyut terapung BM anyut terapung --- BB anyud terapung *ng pada posisi penultimate PAN *běngěr tuli CEB bungug tuli MIN bangar tuli BB bongol tuli

18 18 *ng pada posisi akhir PAN Liquid *l *r PAN *něngněng menatap PAI těng menatap MAR něněng menatap -- BB něngněng menatap PAN *silěm lenyap dari pandangan BK silěm-silěm melakukan sesuatu dengan diam-diam BM silam mendung/ suram BJ silem menyelam BB silěm menyelam PAN *taltal memukul/ menghancurkan ISG taltal menghancurkan BT taltal memukul/ menghancurkan BB taltal memukul/ menghancurkan PAN *r > *r atau *R. *r adalah apical trill, sedangkan *R mungkin bunyi velar. Menurut Collin (1981:12 14), proto Malayu Polinesia *R mungkin merupakan bunyi vilar fricative, tepi Sneddon (1984:39 40) menganggap *R adalah bunyi fricative uvular karena *R dapat berubah dengan mudah menjadi /r/ atau /h/. Pada Bahasa Bali, fonem ini tampaknya kadang-kadang menjadi O sehingga PAN *R > h > O. PAN *ratu titel BM datu titel BBK ratu titel BB ratu titel PAN *gěrit menggosok BM gěrit menggosok MGG gěrit menggosok BB gěrit menggosok Ada sejumlah kata yang berkognet mengalami korespondesi yang tidak beraturan seperti pada contoh berikut.

19 19 PAN *s *puruq > puhuh > puuh *rěbuk > hěbuk.> ěbuk *linur > linuh *s pada posisi penultimate burung puyuh debu gempa PAN *gasgas menggaruk CEB gasgas menggaruk BM gergas menggaruk BB gasgas menggaruk PAN *kělas mengupas BON kělas mengupas BB kělas mengupas PAN spirant *q *q PAN *suqun menjunjung LgA su?un menjunjung BBk suhun menjunjung BB suun menjunjung PAN *panaq memanah TAG pana? memanah BM panah memanah BJ panah memanah ---- BB panah memanah 4. Simpulan Unsur seni (pahat/ukir, tato, dan tenun), pemujaan leluhur, dan bahasa digunakan merekonstruksi budaya Austronesia. Kesamaan unsur budaya tersebut mengindikasikan eksistensi dan kontak di kalangan komunitas penutur Austronesia yang tersebar di wilayah Nusantara. Tradisi seni dan upacara pemujaan leluhur masih tetap berlanjut, meskipun telah mengalami dinamika dan perubahan karena pengaruh dari luar dan perkembangan lokal. Kesamaan budaya juga didukung oleh kata-kata yang berkognat. Kata bawi dan kebo sebagai sarana upacara telah muncul sejak Sebelum Masehi. Tradisi metato dari

20 20 PAN *tatu dimulai sejak 3000 Sebelum Masehi. Demikian pula titel untuk bangsawan PAN *Ratu telah digunakan oleh masyarakat Austronesia sekitar 3000 SM. Daftar Singkatan AKL = Aklanon BBK = Bahasa Bali Kuna BB = Bahasa Bali BON = (Bahasa) Bontok BT = (Bahasa) Batak Toba BKL = (Bahasa) Bikol ILK = (Bahasa) Ilokano BJK = Bahasa Jawa Kuna BJ = Bahasa Jawa CHN = (Bahasa) Chamoro CEB = (Bahasa) Cebuano PAN = Proto Austronesia MGG = (Bahasa) Magarai NgD = Ngaju Dayak MIN = (Bahasa) Minangkabau MAR = (Bahasa) Maranao ISG = (Bahasa) Isneg PSas = Proto Sasak BS = Bahasa Sasak PSum = Proto Sumbawa BSun = Bahasa Sunda SAN = Sangir PAI = (Bahasa) Paiwan TAG = Tagalog MUK = (Bahasa) Mukah LgA = Long Anap Daftar Pustaka Ardika, I Wayan Sumbangan Linguistik terhadap Arkeologi: Studi kasus dalam Prasejarah Melanesia. Pertemuan Ilmiah Arkeologi Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Bellwood, Peter Austronesian Prehistory in Southeast Asia: Homeland, Expansion and Transformatin. Dalam Bellwood, P., James J. Fox & Darell Tryon (eds) The Austronesians. Historical & Comparative Perspectives. pp: Canberra: ANU Printing Service. Bellwood, P., James J. Fox & Darell Tryon (eds) The Austronesians. Historical & Comparative Perspectives. Canberra: ANU Printing Service. Blust, R.A Austronesian Etymologies I. OceanicLinguistics 7 9 : Blust, R.A Austronesian Etymologies II. OceanicLinguistics : Blust, R.A Austronesian Etymologies III. OceanicLinguistics 25 : Brandstetter, R An Introduction to Indonesian Linguistics. London: The Royal Asiatic Society. Clynes, A Speech Styles in Javanese and Balinese: A Comparative Study. Tesis, The Australian National University. Dahl, O. C Proto Austronesian. Scandinavian Institute of Asian Studies Monograph Series 15. London: Curzon Press. Dyen, I The Austronesian Languages and Proto-Austronesian. Current Trends in Linguistics (5 54) dalam T.A. Sebeok (ed.). The Hague: Mouton and Co. Goris, R Prasasti Bali I dan II. Bandung: Masa Baru Groves, Colin, P Domesticated and Commensal, Mammmals of Austronesia and

21 21 Their Histories. Dalam Bellwood, P., James J. Fox & Darell Tryon (eds) The Austronesians. Historical & Comparative Perspectives. pp: Canberra: ANU Printing Service. Jay, Sian, E Tenun. Handwoven Textiles of Indonesia. Jakarta: BAB Publishing Indonesia. Koestoro, Lukas Partanda dan Ketut Wiradnyana Megalithic Traditions in Nias Island. Medan: North Sumatra Heritage Series No Maunati, Yekti Identitas Dayak. Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: LkiS. Meko Mbete, A Rekonstruksi Proto Bali-Sasak-Sumbawa. Disertasi pada Universitas Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. Sutjiati Beratha, Ni Luh Evolution of Verbal Morphology in Balinese. Disertasi pada The Australian National University. Australia: Canberra. Tryon, Darrell Proto-Austronesian and The Major Austronesian Subgroups. Dalam Bellwood, P., James J. Fox & Darell Tryon (eds) The Austronesians. Historical & Comparative Perspectives. pp: Canberra: ANU Printing Service. Internet 1. file:///c:/users/vaio/documents/arti kerbau (Bahasa Toraja tedong ) bagi orang Toraja. Diunduh tanggal 6 Mei file:///c:/users/vaio/documents/marapu Ajaran dan Kepercayaan Leluhur Masyarakat Sumba.htm. Diunduh tanggal 6 Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster angin selatan dan kata Greek 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Adanya kebudayaan pada kehidupan manusia ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh manusia.

Lebih terperinci

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM Cupture 2 Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM 1 Kebudayaan Austronesia yang datang dari Yunan, Sungai Yan-Tse atau Mekong, dari Hindia Belakang telah mengubah

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Secara Umum, Pengertian Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan. Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari wujud hasil kebudayaan

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

TANA TORAJA P E N G A N T A R P E N G A N T A R K E P E R C A Y A A N. Aluk Todolo. Puang Matua. Desain Interior - Akademi Teknik PIKA 1

TANA TORAJA P E N G A N T A R P E N G A N T A R K E P E R C A Y A A N. Aluk Todolo. Puang Matua. Desain Interior - Akademi Teknik PIKA 1 TANA TORAJA Perkembangan Arsitektur Tradisional Oleh : Eka Kurniawan A.P, ST 1 P E N G A N T A R Nama Toraja diberikan suku Bugis Sidenreng dan suku Luwu. Orang Bugis Sidengreng menyebut orang Toraja dengan

Lebih terperinci

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga termasuk kaya akan keragaman budaya. Beraneka ragam budaya dapat dijumpai di Negara ini. Keragaman budaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA Oktavianus Patiung Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN PENGANTAR ARSITEKTUR MINGGU - 1 TIM DOSEN : AP, LS, VW, RN, OI, SR DAFTAR PUSTAKA Apa Itu Kebudayaan? Kebudayaan Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dipunyainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah Tana Toraja. Daerah ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah Tana Toraja. Daerah ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki potensi budaya yang beraneka ragam, dan dimiliki oleh masing-masing daerah di dalamnya. Salah satu daerah yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Sartika Devi Putri E.A.A NIM. 14148115 Angga

Lebih terperinci

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2)

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2) Matakuliah : R077 Arsitektur Tradisional Tahun : Sept - 009 Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia () Pertemuan 4 PENGENALAN RUMAH TRADISIONAL SUKU-SUKU

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...

Lebih terperinci

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan). Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, berbatasan dengan Sabah serta Serawak Malaysia di sebelah utara, di sebelah

Lebih terperinci

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia 2017 kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia Sa j a ilust rasi oleh Cin dy K a l e n d e r g r a t i s. T i d a k u n t u k d i p e r j u a l b e l i k a n F r e e C a l e n d a r. N o t fo r s

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di sektor industri pariwisata menjadi perhatian serius

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di sektor industri pariwisata menjadi perhatian serius BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di sektor industri pariwisata menjadi perhatian serius pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kalimantan Tengah Nomor

Lebih terperinci

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2 BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera) Sub Topik: - Alur Persebaran Manusia di Pulau Sumatera - Suku-suku di Pulau Sumatera - Dinamika Peradaban di Pulau Sumatera Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam

Lebih terperinci

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Ni Nyoman Ayu Vidya Trisna Prilyandani 1*, I Wayan Ardika 1, Coleta Palupi Titasari 3 [123] Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan tersebut tertuang dalam berbagai unsur yaitu kesenian, sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( )

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( ) Oleh : Jumbuh Karo K (13148134) Tommy Gustiansyah P (14148114) Suku Nias adalah suku bangsa atau kelompok masyarakat yang mendiami pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara. Gugusan pulaupulau yang membujur

Lebih terperinci

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA Pola Kehidupan Manusia Purba Manusia Purba di Indonesia Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia A. Pengertian Apakah kalian sudah pernah membuat peristiwa sejarah? Tentunya setiap manusia sudah membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian yang berjudul pergeseran makna Tangkin bagi masyarakat Dayak Kanayatn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia yang kekayaan alamnya menjadi aset bagi Negara yang berada

BAB I PENDAHULUAN. di dunia yang kekayaan alamnya menjadi aset bagi Negara yang berada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kalimantan terkenal sebagai salah satu pulau penghasil alam terbesar di dunia yang kekayaan alamnya menjadi aset bagi Negara yang berada disekitarnya. Indonesia

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato atau dalam kebudayaan Indonesia dikenal sebagai salah satu bentuk praktik menato tubuh memberikan fenomena tersendiri dalam masyarakat terkait pemakaiannya dan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA

BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA A. Busana Tradisional Indonesia Ditinjau dari Bentuk Dasar Busana Asli Indonesia sudah dikenal sebagai

Lebih terperinci

SUKU TORAJA. Rangga Wijaya ( ) Putri Raudya Sofyana ( )

SUKU TORAJA. Rangga Wijaya ( ) Putri Raudya Sofyana ( ) SUKU TORAJA Rangga Wijaya (14148117) Putri Raudya Sofyana (14148140) Geografis dan Wilayah Letak suku Toraja : 119 0-120 0 BT dan 2 0-3 0 LS Terletak di sekitar pegunungan Latimojong dan Quarles. Berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pada Bab IV yaitu analisis kebudayaan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pada Bab IV yaitu analisis kebudayaan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis pada Bab IV yaitu analisis kebudayaan masyarakat Nias, mengacu pada sebuah Hoho yang menceritakan tentang leluhur masyarakat Nias, implementasinya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah.

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat banyak sekali keragaman. Keragaman tersebut meliputi keragaman budaya, adat istiadat, bahasa, agama, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki beberapa sub etnis yang terdiri dari suku Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Sibolga, Angkola, Tapanuli Selatan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN A. ALAT MUSIK A.1 SASANDU Sasandu adalah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik dari Rote ini berbentuk tabung panjang yang terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat panjang dan sudah dilakukan nenek moyang mereka sejak ribuan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat panjang dan sudah dilakukan nenek moyang mereka sejak ribuan bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberadaan manusia yang ada pada tempatnya sekarang merupakan proses migrasi yang sangat panjang dan sudah dilakukan nenek moyang mereka sejak ribuan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari, Adaptasi Teknologi di Rumah Adat Sumba 109 ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari* Jurusan Arsitektur - Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pesta merupakan suatu acara sosial yang dimaksudkan sebagai perayaan, dengan perjamuan makan dan minum dengan suasana yang sangat meriah. Baik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah BAB II TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah (Bab 2.1) Sistem Kepemilikan Tanah (Bab 2.2), Hukum Pertanahan Adat (Bab 2.3), dan Kedudukan Hukum Adat

Lebih terperinci

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia KAIN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA 1 Kain Sebagai Kebutuhan Manusia A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari kain sebagai kebutuhan manusia. Manusia sebagai salah satu makhluk penghuni alam semesta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR KEBUDAYAAN SUKU BANJAR 1. Batasan Membahas tentang kebudayaan suatu kelompok masyarakat merupakan bagian yang paling luas lingkupnya. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang menunjuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan penjelasan dan analisis bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan membangun kehidupan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan penjelasan dan analisis bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan membangun kehidupan 135 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan dan analisis bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan membangun kehidupan baru di Lampung merupakan hasil dari kemampuan adaptasi orang Bali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasan

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

KONDISI GEOGRAFIS CHINA CHINA WILAYAH CINA KONDISI GEOGRAFIS CHINA Dataran tinggi di bagian barat daya China dengan rangkaian pegunungan tinggi yakni Himalaya. Pegunungan ini berbaris melengkung dan membentang dari Hindukush

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menempati posisi sentral dalam tatanan hidup manusia. Manusia tidak ada yang dapat hidup di luar ruang lingkup budaya. Budaya dapat memberikan makna pada hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. Dimana dalam lingkungan sosial budaya itu senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Barat adalah tenun ikat Dayak. Tenun ikat Dayak merupakan salah satu kerajinan tradisional yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikat celup merupakan upaya penciptaan ragam hias permukaan kain setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di Indonesia tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci