FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA REMAJA DI KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA REMAJA DI KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 Jurnal Kedokteran Trisakti Universa Medicina, Januari-Maret 2005-Vol.24, No.1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA REMAJA DI KOTA BANDUNG Sandra Fikawati,Ahmad Syafiq,Puri Puspasari Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Populasi remaja yang cukup tinggi di Indonesia patut mendapat perhatian terutama dalam masalah gizi. Periode growth spurt pada remaja menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat lebih tinggi dibanding fase kehidupan lainnya. Namun asupan kalsium, sebagai salah satu zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan dikonsumsi kurang dari yang dianjurkan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi jumlah asupan kalsium pada remaja SMUN Kota Bandung tahun 2004 serta hubungannya dengan faktor jenis kelamin, pengetahuan tentang kalsium dan aktivitas olahraga. Desain penelitian secara cross sectional dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei Populasi penelitian adalah siswa kelas 1 dan 2 dari 13 SMUN di Kota Bandung dengan total sampel sebanyak 1254 murid. Hasil penelitian menunjukkan, rata-rata asupan kalsium remaja kurang dari angka kecukupan gizi (AKG) yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hr. Sebanyak 76,2% remaja mengkonsumsi kalsium kurang dari 75% AKG. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara asupan kalsium dengan jenis kelamin (PR=1,09;95% Confidence interval 1,02-1,16) dan aktivitas fisik (PR=1,13;95% Confidence interval 1,02-1,24). Untuk mencegah timbulnya masalah di kemudian hari maka asupan kalsium yang cukup sejak dini perlu ditingkatkan terutama pada remaja putri oleh karena berisiko untuk kekurangan kalsium dan menderita osteoporosis. Peningkatan aktivitas olahraga pada remaja sangat diperlukan untuk memperoleh peak bone mass (PBM) maksimal. Kata kunci: asupan kalsium, gizi, remaja, osteoporosis 1

2 ABSTRACT FACTORS RELATED TO ADOLESCENT CALSIUM INTAKE IN BANDUNG CITY Increasing number of teenage population in Indonesia deserves more attention especially regarding the nutritional problems faced by teenagers. The growth spurt period in teen s age increases nutrient requirement compared to that of other life phases. However, calcium intake as one of the most important nutrient for growth is suspected to be considerably lower than its requirement. This study aimed at describing calcium intake among high school students in Bandung City and its relationship to sex, knowledge about calcium, and physical activity. Study design is cross sectional and data was collected during April-May 2004 period. Population of the study is all Grade I and II of 13 high schools in Bandung city with 1,254 samples. The study showed that the average calcium intake was lower than requirement (AKG/Angka Kecukupan Gizi/Indonesian RDA), that is 55.9% of AKG or mg/day. As many as 76.2% respondents consumed calcium less than 75% of AKG. Statistical tests showed significant relationships between calcium intake and sex (PR=1.09;95% confidence interval ) and between calcium intake and physical activity (PR=1.13;95% confidence interval ). To prevent problems at later ages such as osteoporosis, it is suggested to increase calcium intake particularly among female teenagers. Physical activity should also be increased as to maximize peak bone mass (PBM). Keywords: calcium intake, adolescent, nutrition, osteoporosis 2

3 Pendahuluan Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah mencapai juta jiwa atau sekitar 19% dari total populasi dunia (1). Di Indonesia persentase populasi remaja bahkan lebih tinggi yaitu mencapai 21% dari total populasi penduduk atau sekitar 44 juta jiwa (2). WHO (2003) menyebutkan bahwa masalah gizi pada remaja masih terabaikan disebabkan masih banyaknya faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah tersebut masih belum diketahui (1). Periode remaja merupakan periode kritis di mana terjadi perubahan fisik, biokimia dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weight velocity). Selain itu pada masa remaja juga terdapat puncak pertumbuhan massa tulang (peak bone mass/pbm) yang menyebabkan kebutuhan gizi menjadi sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada fase kehidupan lainnya (3,4). PBM sangat ditentukan oleh asupan kalsium terutama pada usia remaja. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang lama, maka PBM tidak akan terbentuk secara optimal. Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan penurunan isi dan densitas mineral tulang panggul sebesar 3% (5), dengan demikian remaja tersebut akan berisiko terkena osteoporosis atau masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan defisiensi kalsium dan tulang pada saat dewasa. Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat dalam tubuh. Kebutuhan kalsium pada masa remaja sangat tinggi oleh karena masa pembentukan tulang terbesar terjadi pada masa ini. Karena kebutuhannya yang sangat tinggi, efisiensi penyerapan dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. 3

4 Sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjadi sangat penting untuk memaksimalkan PBM dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal (4,6,7,8). Peranan kalsium pada masa pertumbuhan remaja sangat penting maka rekomendasi kecukupan kalsium per hari juga tinggi. Di negara-negara maju seperti Amerika dan Australia angka kecukupan kalsium yang dianjurkan bagi remaja adalah sebesar mg/hr (9). Di Indonesia, hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan Angka Kecukupan Gizi untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia tahun sebesar 1000 mg/hr (10) tidak jauh berbeda dengan angka kecukupan di negara-negara maju. Baik di negara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja umumnya masih sangat kurang. Hasil survei NHANES di Amerika Serikat (AS) memperlihatkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja usia tahun menurun dari 854 mg/hr pada tahun menjadi 796 mg/hr pada tahun (6). Data lainnya dari USDA Nationwide Food Consumption Survey di 48 negara bagian AS tahun menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada remaja awal (10-15 tahun) berkisar antara 70-79% RDA dan kemudian menurun menjadi kurang dari 70% RDA pada usia tahun (11). Studi yang dilakukan pada 649 remaja putri usia tahun di Cina menunjukkan bahwa asupan kalsium rata-rata hanya sebesar 356 mg/hari dan hanya 21% yang diperoleh dari susu dan produknya (12). Penelitian tentang asupan kalsium pada remaja di negara maju mengindikasikan bahwa remaja putri mempunyai risiko yang paling besar terhadap asupan kalsium yang tidak adekuat, dan asupan tersebut semakin menurun pada usia tahun. Asupan kalsium yang tidak adekuat pada remaja putri merupakan masalah potensial karena akan menyebabkan berkurangnya cadangan kalsium dalam tulang. Di Indonesia, penelitian terhadap murid Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) di Bogor (13) menunjukkan bahwa asupan kalsium berasal dari susu dan hasil olahnya ditambah suplemen 4

5 kalsium pada remaja masih kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan, yaitu hanya sebesar 526,9 mg/hr atau 52,7% AKG. Data hasil penelitian tentang asupan kalsium khususnya pada remaja masih sangat terbatas, padahal usia tersebut merupakan usia yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan kalsium. Studi ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola konsumsi kalsium remaja, khususnya di Kota Bandung serta hubungannya dengan faktor jenis kelamin, pengetahuan tentang kalsium dan aktivitas olahraga. Metode Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan disain potong lintang untuk mencapai tujuan penelitian.. Sampel penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pelajar SMUN di Kota Bandung tahun 2004 dengan sampel penelitian siswa-siswi kelas 1 dan kelas 2 di 13 SMUN di Kota Bandung. Perhitungan besar sampel dilakukan menggunakan rumus uji beda 2 proporsi dengan tingkat kemaknaan 10%, kekuatan uji 80%, P1= proporsi asupan kalsium pada remaja laki2 di Kota Bogor (22,7%) dan P2=proporsi asupan kalsium pada remaja perempuan di Kota Bogor (21,4%) (Syafiq dan Fikawati, 2004) dan diperoleh jumlah sampel sebesar 1256 orang. Karena keterbatasan waktu dan tenaga dari sejumlah 26 SMUN di Kota Bandung hanya diambil 50% nya yaitu sejumlah 13 SMUN. Pemilihan 13 SMUN dilakukan secara random dan proporsional berdasarkan jumlah SMUN di 4 wilayah di Kota Bandung (utara, selatan, barat dan timur). Dari setiap SMUN yang terpilih (SMUN 2, 3, 4, 6, 7, 10, 13, 15, 17, 19, 23, 24, dan 25) diambil masing-masing 100 sampel. Responden yang diambil berasal dari kelas 1 dan 2 yang menyatakan bersedia untuk dijadikan responden. Penelitian dilakukan pada bulan April Mei

6 Pengumpulan data Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden (self administered questionnaire). Konsumsi kalsium dihitung berdasarkan data frekuensi konsumsi dari makananmakanan sumber kalsium. Data frekuensi konsumsi makanan (harian, mingguan, bulanan, tahunan) tersebut kemudian dikonversi menjadi data frekuensi konsumsi harian untuk selanjutnya dikuantifikasi dengan cara dikalikan dengan kandungan kalsium masing-masing makanan yang diambil berdasarkan angka Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (14). Analisis data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Epi Info versi 6. Analisis dilakukan secara bertahap, tahap awal dilakukan analisis univariat, dan dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengukur besarnya prevalens rasio (PR). Kualitas data Pengontrolan kualitas data dilakukan dengan cara melibatkan pembantu peneliti yang sudah berpengalaman (pendidikan D3-Gizi), melaksanakan briefing untuk menyamakan persepsi, serta menjelaskan data yang akan dikumpulkan yang terdapat dalam kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan untuk melihat apakah responden mengerti maksud dari pertanyaan dan penelusuran data dilaksanakan apabila diperlukan untuk menjamin kualitas data. Hasil Sebanyak 1254 remaja berhasil dikumpulkan datanya yang terdiri dari laki-laki sebesar 627 dan perempuan 627. Rata-rata asupan kalsium remaja (dengan memperhitungkan asupan suplemen kalsium) masih kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hr (pada laki-laki sebesar 593,52 mg/hr dan perempuan sebesar 524,58 mg/hr). Bila tidak memperhitungkan suplemen kalsium maka rata-rata asupannya lebih rendah 6

7 lagi yaitu hanya 51,7% atau 517,23 mg/hr (pada laki-laki sebesar 545,81 mg/hr dan pada perempuan 488,65 mg/hari) (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata Asupan Kalsium per Hari Dibandingkan dengan AKG pada Remaja SMUN Kota Bandung Jenis Asupan Ca dengan Asupan Ca tanpa AKG % AKG Kelamin Suplemen Suplemen % AKG Laki-Laki 1000 mg 593,52 mg/hr 59,35 545,81 mg/hr 54,6 Perempuan 1000 mg 524,58 mg/hr 52,46 488,65 mg/hr 48,9 Rata-rata 1000 mg 559,05 mg/hr 55,90 517,23 mg/hr 51,7 Bahan makanan sumber kalsium yang pernah dikonsumsi, terlihat bahwa asupan kalsium berasal dari sumber utama kalsium yaitu susu dan hasil olahnya terutama adalah susu bubuk (74,9%) dan es krim (74,9%) (Tabel 2). Konsumsi kalsium remaja dari sumber protein hewani umumnya adalah ikan (84,2%), daging (87,2%), dan daging ayam (96,9%). Sumber kalsium yang berasal dari nabati terbanyak berasal dari nasi (99,4%), tahu (96,6%) dan tempe (94,7%). Nasi meskipun bukan sumber makanan kaya kalsium, tetapi dikonsumsi 3 kali sehari dalam jumlah yang cukup banyak ( gram tiap kali konsumsi) sehingga memberikan sumbangan kalsium yang nyata setiap harinya. Sumber kalsium yang dikonsumsi paling sedikit oleh remaja ini adalah susu kedelai (13,2%). Tabel 2. Distribusi Jenis Makanan yang Mengandung Kalsium yang Pernah Dikonsumsi Pada Remaja SMUN Kota Bandung Jenis Laki-Laki Perempuan Rata-rata Bahan Makanan n % n % (%) Susu Segar , ,6 68,1 7

8 Susu Bubuk , ,9 74,9 SKM , ,2 58,7 Susu Kedelai 85 13, ,8 13,2 Yoghurt , ,4 53,8 Keju , ,1 65,8 Es krim , ,9 74,9 Supplement Ca , ,5 22,8 Ikan , ,2 84,2 Ikan teri , ,7 44,8 Udang , ,1 64,9 Teri nasi , ,6 24,0 Daging , ,2 87,2 Daging Ayam , ,7 96,9 Tahu , ,8 96,6 Tempe , ,5 94,7 Kacang Hijau , ,7 66,5 Daun Singkong , ,2 48,1 Nasi , ,7 99,4 Biskuit , ,5 77,1 Bila perbedaan jenis kelamin dihubungkan dengan total asupan kalsium pada remaja terlihat bahwa asupan kalsium anak perempuan yang kurang (79,4%) lebih tinggi dari anak laki-laki (72,9%) (Tabel 3). Berdasarkan nilai prevalens rasio dapat disimpulkan bahwa remaja putri mempunyai peluang memiliki asupan kalsium yang kurang sebesar 1,09 kali dibanding remaja laki-laki (95% Confidenceinterval 1,02 PR 1,16) Tabel 3. Perbedaan Asupan Kalsium Berdasarkan Jenis Kelamin pada Remaja SMUN Kota Bandung 8

9 Asupan Kalsium Jenis PR < 75% AKG 75% AKG kelamin (95% CI) n % n % Perempuan , ,6 1,09 Laki-laki , ,1 (1,02-1,16) Dalam hal pengetahuan mengenai kalsium, baik remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai tingkat pengetahuan kalsium relatif sama, yaitu sekitar 63,6 % (Tabel 4). Berdasarkan jenis pengetahuan yang ditanyakan, hampir semua responden mengetahui fungsi kalsium dalam hubungannya dengan pertumbuhan tulang (99,6%) dan gigi (95,1 %). Sebagian besar (97,9 %) responden menjawab dengan benar mengenai risiko osteoporosis; gangguan pertumbuhan tulang (94,2 %), dan gangguan pertumbuhan gigi (86,6 %) sebagai akibat dari kekurangan kalsium. Tabel 4. Jawaban Benar Responden Mengenai Hal-hal yang Berhubungan dengan Kalsium Pada Remaja SMUN Kota Bandung Jenis Pengetahuan Laki-Laki Perempuan Rata-rata (%) (%) (%) Fungsi kalsium Pertumbuhan tulang 99,8 99,5 99,6 Pertumbuhan gigi 94,7 95,5 95,1 Akibat kekurangan kalsium Osteoporosis 97,6 98,2 97,9 Gangguan pertumbuhan tulang 93,0 95,5 94,2 Gangguan pertumbuhan gigi 85,2 88,1 86,6 Makanan/minuman sumber kalsium Nasi 69,2 69,1 69,2 Susu 98,7 98,6 98,6 Ikan 31,7 31,9 31,8 Soft drink 73,8 79,5 76,6 Yoghurt 78 74,6 76,3 Keju 92,8 90,1 91,4 Periode penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang 9

10 Balita 92,0 93,1 92,5 Remaja 92,7 88,0 90,3 Dewasa 55,3 55,2 55,2 Anak-anak 95,1 94,6 94,8 Bumil 49,9 54,7 52,3 Tabel 5 memperlihatkan hubungan tingkat pengetahuan remaja dan asupan kalsium pada Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan asupan kalsium pada remaja (PR=0,95;95% Confidence interval 0,89 PR 1,02). Tabel 5. Perbedaan Asupan Kalsium Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pada Remaja SMUN Kota Bandung Asupan Kalsium Tingkat PR < 75% AKG 75% AKG Pengetahuan (95% CI) N % N % Kurang , ,3 0,95 Baik , ,4 (0,89-1,02) Dalam hal tingkat aktifitas olahraga responden, tampak bahwa aktivitas olah raga yang kurang banyak ditemukan pada perempuan (93,0%) dibandingkan pada laki-laki (75,8%) (Tabel 6). Berdasarkan hasil tersebut, juga dapat digambarkan bahwa secara umum aktivitas fisik (kebiasaan berolah raga) pada remaja SMUN Kota Bandung masih kurang. Tabel 6. Ditribusi Tingkat Aktifitas Olah Raga Remaja SMUN Kota Bandung Tingkat Aktivitas Fisik Jenis Kelamin Kurang Cukup Jumlah N % N % n % Laki-laki , , Perempuan ,0 44 7,

11 Jumlah , , Tabel 7 menyajikan informasi mengenai aktivitas olah raga dengan asupan kalsium pada remaja. Tampak bahwa remaja dengan aktivitas olah raga kurang (77,5%) asupan kalsium berbeda dengan remaja yang aktivitas olah raganya cukup (68,9%). Dilihat dari nilai prevalens rasio dapat disimpulkan bahwa remaja yang aktivitas olah raganya kurang memiliki risiko untuk kurang asupan kalsiumnya sebesar 1,13 kali dibanding remaja yang tingkat aktivitas olah raganya cukup (95% Confidence interval 1,02 PR 1,24) Tabel 7. Perbedaan Asupan Kalsium berdasarkan Tingkat Aktivitas Olah Raga Remaja SMUN Kota Bandung Asupan Kalsium Aktivitas < 75% AKG 75% AKG Olah Raga N % n % Kurang , ,5 Cukup , ,1 Jumlah , ,8 PR (95% CI) 1,13 (1,02-1,24) PEMBAHASAN Merujuk Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bahwa kebutuhan kalsium bagi remaja usia tahun adalah sebesar 1000 mg/hr (10) maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ratarata asupan kalsium remaja di Kota Bandung hanya setengah dari angka kecukupan kalsium yang dianjurkan (Tabel 1). Hasil penelitian konsumsi kalsium remaja baik di Kota Bandung ini maupun di Kota Bogor (13) ternyata menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan asupan 11

12 kalsium pada masyarakat miskin Asia. Gopalan (1994) menyebutkan bahwa asupan kalsium pada masyarakat miskin di Asia masih sangat jauh di bawah kecukupan yang dianjurkan yaitu hanya sekitar 300 mg kalsium per hari. Menurutnya hal ini disebabkan karena pola diet orang Asia didominasi oleh makanan yang berasal dari sereal dan makanan yang banyak mengandung asam fitat sehingga bioavailabilitas kalsium menjadi rendah (7). Sedangkan konsumsi susu dan hasil olahnya sebagai sumber utama kalsium sangat rendah, begitu pula dengan konsumsi sayuran berdaun hijau yang merupakan sumber kalsium yang baik masih kurang. Konsumsi susu dan hasil olahnya pada remaja dari hasil penelitian ini masih kurang (60%), meskipun ada sebanyak 74,9 % remaja mengkonsumsi susu segar dan es krim tetapi frekuensi konsumsinya masih kurang (rata-rata konsumsinya hanya kurang dari 1 kali/minggu). Konsumsi yoghurt sebagai produk olah susu hewani dari hasil penelitian menunjukan hanya 53%, demikian pula dengan konsumsi susu kedelai yang merupakan produk olah kacang kedelai hanya 13,2%. Hal ini dapat disebabkan masih terdapatnya anggapan bahwa susu dapat menyebabkan gemuk terutama di kalangan remaja putri (4,15,16). Kenney, dkk. (17) menemukan bahwa remaja putri kurang mengkonsumsi susu dan hasil olahnya. Menghindari konsumsi susu dan hasil olahnya secara signifikan menjadi faktor yang mempengaruhi asupan kalsium pada remaja. Kalkwarf, dkk. (2003) dan Black, dkk. (2002), menyebutkan bahwa ada hubungan antara konsumsi susu pada anak dan remaja dengan meningkatnya massa dan densitas tulang pada saat dewasa nanti (5,18). Produk-produk susu rendah lemak termasuk susu skim dan yoghurt merupakan sumber kalsium yang baik (8), penting untuk diketahui bahwa yoghurt sebagai minuman rendah lemak dapat membantu diet rendah kalori karena dapat mempercepat proses pembakaran lemak (19,20). Kurangnya asupan kalsium dapat disebabkan faktor lain, yaitu adanya substitusi susu dengan soft drink (4,6). Diperkirakan sekitar 14% total kalori pada laki-laki dan 15% total kalori pada 12

13 perempuan disumbang dari soft drink. Soft drink mengandung fosfor cukup tinggi yang dapat mengganggu keseimbangan kalsium dan fosfor dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin (3,6). Sumber kalsium tidak terbatas pada produk susu dan olahannya saja tetapi juga bisa diperoleh dari berbagai bahan pangan lain baik hewani maupun nabati. Sumber kalsium lainnya ini penting untuk dapat memenuhi kebutuhan kalsium sampai mg/hr. Ikan yang dimakan dengan tulangnya termasuk ikan-ikan kering (ikan teri) merupakan sumber kalsium yang baik. Makanan sumber laut mengandung kalsium lebih banyak dibanding daging sapi maupun ayam. Roti dan biji-bijian juga menyumbang asupan kalsium yang nyata karena sering dikonsumsi (10). Serealia, kacang-kacangan dan hasil olahnya (tahu, tempe) serta sayuran hijau sebenarnya merupakan sumber kalsium yang cukup baik namun karena umumnya bahan makanan ini juga mengandung zat yang menghambat penyerapan (seperti serat, asam fitat dan oksalat) maka bioavailabilitasnya menjadi rendah, terutama pada bayam yang mengandung oksalat yang cukup tinggi (10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri mempunyai peluang memiliki asupan kalsium yang kurang sebesar 1,4 kali dibanding remaja laki-laki. Hal ini memprihatinkan mengingat remaja putri memerlukan kalsium lebih banyak dibanding remaja laki-laki untuk mencapai PBM maksimal dan mencegah dan mengurangi risiko osteoporosis di masa dewasa atau lansia nanti. Risiko osteoporosis pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki karena secara fisio-biologis perempuan akan mengalami menopause yang diiringi dengan menurunnya kadar estrogen. Penurunan kadar estrogen akan mengakibatkan peningkatan bone turn over dimana lebih banyak terjadi resorpsi tulang daripada pembentukan tulang, yang menyebabkan meningkatnya pengeroposan tulang (21). Remaja putri mengalami menstruasi yang menyebabkan terjadinya 13

14 kehilangan kalsium dalam darah, sehingga untuk mengganti kehilangan kalsium dan menjaga keseimbangan kalsium dalam darah diperlukan asupan kalsium dari makanan. Responden umumnya telah mengetahui bahwa susu (98,6%), keju (91,4%) dan yoghurt (76,3%) merupakan sumber kalsium. Walaupun ikan termasuk sumber kalsium yang banyak dikonsumsi oleh responden namun demikian hanya 31,8 % responden yang tahu bahwa ikan merupakan sumber kalsium yang baik. Umumnya responden mengetahui periode penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang terjadi pada periode balita (92,5%), periode anak-anak (94,8%) dan periode remaja (90,3%). Namun untuk periode kehamilan hanya 52,3 % responden yang menjawab dengan benar bahwa kalsium berguna untuk pembentukan tulang bagi janin. Hasil penelitian Syafiq dan Fikawati (2004) pada remaja di Kota Bogor juga melaporkan bahwa secara umum pengetahuan remaja tentang hal-hal yang berhubungan dengan kalsium sudah baik (13). Pengetahuan mengenai kalsium terutama yang berasal dari makanan dan sumber-sumbernya merupakan langkah awal untuk meningkatkan asupan kalsium karena remaja yang kurang asupan kalsiumnya memerlukan informasi spesifik mengenai sumber-sumber kalsium. Seorang dengan pengetahuan gizi yang baik diharapkan konsumsi makanannya lebih beragam sehingga asupan zat gizi pun terpenuhi. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan asupan kalsium pada remaja, dimungkinkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya asupan kalsium pada remaja tersebut, diantaranya perilaku dalam pemilihan makanan, pengaruh teman pergaulan, atau kebiasaan makan dalam keluarga. Pengetahuan mengenai kalsium yang cukup baik dapat berperan sebagai faktor pendukung dan penguat yang penting untuk perilaku yang baik mengenai asupan kalsium pada remaja (13), meskipun demikian ada faktor internal lain 14

15 yang juga turut mempengaruhi asupan kalsium pada remaja, yaitu body image, pemilihan makanan, dan konsep diri terhadap makanan (6). Olahraga erat kaitannya dengan pertumbuhan, terutama untuk membantu proses pembentukkan tulang yang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini 84,4% responden mempunyai aktivitas fisik yang kurang yaitu mempunyai kebiasaan berolahraga kurang dari 3 kali seminggu dengan durasi kurang dari 30 menit. Tampak adanya kecenderungan bahwa aktivitas fisik perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Data survey dari The Youth Risk Behavior Survey dan sumber data lain menemukan bahwa aktivitas fisik pada remaja putri lebih rendah dibanding laki-laki (22). Rendahnya aktivitas fisik pada remaja terutama remaja putri dapat menyebabkan berkurangnya asupan makanan, sehingga asupan zat gizi remaja menjadi tidak adekuat (11). Olahraga yang baik untuk dapat mendukung kekuatan dan kepadatan tulang dan mencapai PBM maksimal adalah dengan latihan teratur lebih dari 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali latihan (23, 24). Penelitian Lloyd, et al menunjukkan adanya hubungan yang positif antara tingkat olahraga dengan massa dan kekuatan tulang. Aktivitas olahraga pada masa remaja berhubungan dengan massa dan kekuatan tulang panggul masa dewasa (25). Kebutuhan kalsium akan meningkat pada orang yang tingkat aktivitas fisiknya cukup dengan jenis aktivitas yang dapat meningkatkan densitas tulang (3). Aktifitas fisik tersebut diantaranya adalah olahraga yang dapat menimbulkan kekuatan pada tulang (weight bearing exercise), seperti basket ball, voli atau sepak bola, lari, jalan kaki, dan lain-lain. Gerakan kompleks seperti aerobik, latihan beban, jogging atau berjalan merupakan olah raga yang akan menghasilkan kepadatan tulang yang lebih tinggi (24,25). Remaja dengan aktivitas fisik kurang tampaknya tidak cukup memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya, dengan asumsi 15

16 bahwa jika aktivitas fisik seseorang tinggi maka ia akan memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya dengan berusaha mengkonsumsi makanan sumber kalsium. KESIMPULAN Konsumsi kalsium pada remaja masih kurang dari AKG yang dianjurkan. Rata-rata asupan kalsium dengan suplemen pada remaja laki-laki hanya 59,4% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 54,6% AKG. Konsumsi kalsium pada remaja perempuan dengan suplemen kalsium hanya 52,5% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 48,9% AKG. Berdasarkan persentase konsumsi kalsium, 76,2% remaja termasuk kurang konsumsi kalsiumnya (<75% AKG). Secara umum konsumsi susu dan hasil olahnya, sebagai sumber utama kalsium, masih kurang populer di kalangan remaja. Dua faktor yang signifikan terhadap asupan kalsium adalah jenis kelamin (perempuan mengkonsumsi kalsium lebih sedikit daripada laki-laki) dan aktivitas fisik (mereka yang jarang berolahraga lebih berisiko kekurangan kalsium). SARAN Disarankan agar institusi sekolah memberikan program penyuluhan secara berkala kepada remaja terutama dalam hal peningkatan aktivitas olahraga rutin (ekstrakurikuler), dan peningkatan konsumsi makanan sumber utama kalsium yaitu susu dan hasil olahnya. Pihak sekolah dapat bekerjasama dengan perusahaan susu ataupun praktisi kesehatan untuk mengadakan forum ilmiah atau seminar tentang gizi remaja untuk meningkatkan motivasi remaja terhadap pemeliharaan kesehatan terutama untuk meningkatkan konsumsi susu dan atau hasil olahnya. Remaja juga perlu lebih dikenalkan dengan jenis olah raga yang dapat meningkatkan densitas tulang (basket, voli, lari, jalan kaki, sepak bola,dll.) yang dilakukan secara teratur minimal 3 kali seminggu dengan durasi olahraga minimal 30 menit untuk membantu 16

17 peningkatan PBM yang maksimal. Penelitian sejenis perlu dilakukan dengan membandingkan konsumsi kalsium antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Dapat pula ditambahkan analisis asupan kalsium yang dihubungkan dengan asupan protein, vitamin D, dan fosfor, karena zat gizi tersebut berkaitan erat dengan absorpsi kalsium dalam tubuh. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Adolescent nutrition: a neglected dimension. WHO; Available at Accessed May Statistics Indonesia, National Family Planning Board, Ministry of Health, ORC Macro. Indonesia Demographic Health Survey Maryland: BPS and ORC Macro; Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; Krummel B. Nutrition in women s health. New York: Aspen Publ; Kalkwarf HJ, Khoury JC, Lanphear BP. Milk intake during childhood and adolescence, adult bone density, and osteoporotic fractures in US women. Am J Clin Nutr 2003 ; 77 : Worthington-Robert BS, Williams SR, editors. Nutrition throughout the life cycle. Boston: McGraw-Hill; Gopalan C. Nutrition research in Southeast Asia. New Delhi: WHO; Albertson AM, Tobelmann RC, Marquart L. Estimated dietary Calsium intake and food sources for adolescent females: J Adolesc Health 1997; 20: National Institutes of Health. Consensus development panel on optimal Calcium intake. JAMA 1994; 272: Kartono D, Soekatri M. AKG mineral makro dan mikro. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI; Mc Williams M. Nutrition for the growing years. California: Plycon Press, Inc;

18 12. Du XQ, Greenfield H, Fraser DR, Ge KY, Liu ZH, He W. Milk consumption and bone mineral content in Chinese adolescent girls. Bone 2002; 30: Syafiq A, Fikawati S. Pola konsumsi kalsium remaja di Kota Bogor tahun Media Gizi dan Keluarga 2004; edisi September. 14. Depkes RI. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta: Depkes; Bowman SA. Beverage choices of young females: changes and impact on nutrient intakes. J Am Diet Assoc 2002; 102: Susiyanti AE, Chambers IV E, Pearson, M, Lewis NM. Calcium intake, attitudes toward calcium-containing food, and number of risk factors for osteoporosis in two groups of 18-to 35-year-old women. Nutrition Research 1996; 16, 8: Kenney MA, McCoy JH, Kirby AL, Carter A, Clark AJ, Disney GW et al. Nurtients supplied by food groups in diets of teenaged girls. J Am Diet Assoc 1986;86: Black RE, Williams SM, Jones IE, Goulding A. Children who avoid drinking cow milk have low dietary calcium intakes and poor bone health. Am J Clin Nutr 2002; 76: Zemel MB. Role of dietary calcium and dairy products in modulating adiposity. Lipids 2003; 38: Zemel MB, Thompson W, Milstead A, Morris K, Campbell P. Calcium and dairy acceleration of weight and fat loss during energy restriction in obese adults. Obes Res 2004; 12: Garrow JS, James WPT, Ralph A. Human nutrition and dietetics, 10 th ed. United Kingdom: Harcourt Publishers Limited; Troiano RP. Physical inactivity among young people. N Engl J Med 2002; 10:

19 23. Valimaki MJ, Karkkainen M, Lamberg-Allardt C, Laitinen K, Alhava E, Heikkinen J et al. Exercise, smoking and calcium intake during adolescence and early adulthood as determinants of peak bone mass. Br Med J 1994; 309: Centers for Disease Control and Prevention President s Council on Physical Fitness and Sports. Physical Activity and Fitness in Children and Adolescent. Available at Accessed February 19, Lloyd T, Petit MA, Lin HM, Beck TJ. Lifestyle factors and the development of bone mass and bone strength in young women. J Pediatr 2004; 144:

Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota Bandung

Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota Bandung Januari-Maret 2005, Vol.24 No.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota Bandung Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Puri Puspasari Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran asupan...,rindu Rachmiaty, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran asupan...,rindu Rachmiaty, FKM UI, 2009 27 BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Nutrisi olahraga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan akan menjadi salah satu faktor penentu prestasi atlit. Untuk dapat menghasilkan kualitas performa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia (hampir 2% dari berat total tubuh) dan kebanyakan bergabung dengan unsur fosfor menjadi kalsium

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN MINUM SUSU DAN OLAHRAGA DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMAN 3 Semarang) Wulandari Meikawati, Rizki Amalia

HUBUNGAN KEBIASAAN MINUM SUSU DAN OLAHRAGA DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMAN 3 Semarang) Wulandari Meikawati, Rizki Amalia HUBUNGAN KEBIASAAN MINUM SUSU DAN OLAHRAGA DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMAN 3 Semarang) Wulandari Meikawati, Rizki Amalia Abstrak Latar Belakang : Pada masa remaja terjadi puncak pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM) 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM) yang menyebabkan kebutuhan kalsium paling tinggi pada masa ini dibandingkan dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang dapat terjadi pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor multidisiplin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh dan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5 2% dari berat badan orang dewasa atau

Lebih terperinci

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN 85 LAMPIRAN 1 LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN Penelitian yang berjudul : Penilaian Asupan Kalsium Berdasarakan Jenis Kelamin, Tingkat Pengetahuan, Aktivitas Olahraga, dan Tingkat Pendidikan Orang Tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa anak-anak menjadi masa kritis untuk membangun masa tulang. Tulang yang kuat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Kurangnya asupan kalsium pada anak-anak

Lebih terperinci

ABSTRAK. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMA Negeri 3 Semarang)

ABSTRAK. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMA Negeri 3 Semarang) ABSTRAK FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN TULANG REMAJA (Studi di SMA Negeri 3 Semarang) Wulandari Meikawati 1, S. Fatimah Muis 2, SA. Nugraheni 2 Latar belakang : Kebutuhan kalsium pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi kalsium..., Endang Mulyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi kalsium..., Endang Mulyani, FKM UI, 2009 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Sekitar 99 persen total kalsium ditemukan dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi menjadi 6 kabupaten/kota yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang yang sehat adalah tulang yang kuat dan tidak mudah patah. Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Titik berat dari pembangunan Bangsa Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH POLA ASUPAN KALSIUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: GAHYAATRI DEVWI A/P SABAPATHY

KARYA TULIS ILMIAH POLA ASUPAN KALSIUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: GAHYAATRI DEVWI A/P SABAPATHY KARYA TULIS ILMIAH POLA ASUPAN KALSIUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh: GAHYAATRI DEVWI A/P SABAPATHY 120100524 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kesadaran akan osteoporosis masih rendah, terutama dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif di mana terjadi proses

Lebih terperinci

Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya

Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya Thalia Nadhila Rachmawati thaliaanadhila@yahoo.co.id Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga ABSTRACT Osteoporosis

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 8 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai hubungan konsumsi susu dan kebiasaan olahraga dengan status gizi dan densitas tulang remaja di TPB IPB dilakukan dengan menggunakan desain

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 8 3(): 43-48 HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA (Correlation between Milk and Calcium Intake with Bone Density and Body Height

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LAMPIRAN 68 Lampiran 1 Kuesioner penelitian Kode *) :... Kuesioner Penelitian HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN STATUS GIZI DAN DENSITAS TULANG REMAJA DI ASRAMA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu kalsium disebut sebagai makro mineral. Kalsium juga merupakan

Lebih terperinci

KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya)

KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya) KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya) Arief 1) Hidayanti 2) Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

STATUS GIZI REMAJA, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS OLAH RAGA DI SLTP 2 MAJAULENG KABUPATEN WAJO

STATUS GIZI REMAJA, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS OLAH RAGA DI SLTP 2 MAJAULENG KABUPATEN WAJO STATUS GIZI REMAJA, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS OLAH RAGA DI SLTP 2 MAJAULENG KABUPATEN WAJO Agustian Ipa 1 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar ABSTRACT Background : Physical growth and maturation

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN 173538 BALIGE (THE RELATIONSHIP BETWEEN FOOD AND MILK CONSUMPTION WITH BODY HEIGHT OF CHILDREN 6-12 YEARS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO.

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO. HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 1 KOTA MANADO. Puput Dewi Purwanti 1), Shirley E.S Kawengian 1), Paul A.T. Kawatu 1) 1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016 FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016 ` Herliana Endang Supriyatini* ), dr. Siti Fatimah P.** ), M. Zen Rahfiludin ** ) * ) Mahasiswa Peminatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada

Lebih terperinci

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku tentang gizi terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri. Ratih Puspitasari 1,Ekorini Listiowati 2

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku tentang gizi terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri. Ratih Puspitasari 1,Ekorini Listiowati 2 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku tentang gizi terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri Ratih Puspitasari 1,Ekorini Listiowati 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kefokteran dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian kesehatan umum pada populasi dunia, jauh dari target yang diharapkan di tahun 2020 (Balaban, 2011). Sekitar

Lebih terperinci

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tuesday, April 29, 2014 http://www.esaunggul.ac.id/article/osteoporosis-konsumsi-susu-jenis-kelamin-umur-dan-daerah-di-dki-ja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG Oleh : TAN WEE YEN 110100464 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : high calcium milk, adolescent boys, blood calcium concentration, bone density.

ABSTRACT. Keywords : high calcium milk, adolescent boys, blood calcium concentration, bone density. ABSTRACT SURYONO. The Effects of High Calcium Milk Consumption on Blood Calcium Concentration and Bone Density of Adolescents Boys. Under supervision of ALI KHOMSAN, DRAJAT MARTIANTO, BUDI SETIAWAN, and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENELITIAN

NASKAH PENJELASAN PENELITIAN 58 Lampiran 1 NASKAH PENJELASAN PENELITIAN HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM, MAGNESIUM, DAN KEBIASAAN OLAHRAGA TERHADAP DISMENORE PADA SISWI SMPN 191 KEBUN JERUK JAKARTA BARAT Saya Vina Edika Rosmawati Simorangkir,

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira,

Lebih terperinci

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Selamat Pagi/Siang/Sore Perkenalkan nama Saya Laila Suciati mahasiswi S1 eks 2006 Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi pertumbuhan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Masa

Lebih terperinci

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Correlation Of Energy Consumption Level, Protein and Food Consumerism With Nutritional Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi kegemukan dan obesitas terus meningkat sangat tajam di seluruh dunia, dan mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH.

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BALITA GIZI KURANG DI KELURAHAN MALEBER KOTA BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2011 JANUARI 2012 Annisa Denada Rochman, 2012. Pembimbing I : Dani

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA SISWA SMP AR-RAHMAN MEDAN TAHUN 2012

GAMBARAN PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA SISWA SMP AR-RAHMAN MEDAN TAHUN 2012 GAMBARAN PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA SISWA SMP AR-RAHMAN MEDAN TAHUN 2012 (DESCRIPTION OF MILK CONSUMPTION OF THE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL AR-RAHMAN MEDAN IN 2012) Maya Sari Hasibuan 1, Evawany Y

Lebih terperinci

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS Acceptability test and nutrient compositon of rice with the addition of pumpkin and sweet corn Hadiah Kurnia Putri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S. Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis didefinisikan sebagai kondisi rendahnya kepadatan mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA V o l. 1, N o. 2, J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7 101 HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA Naintina Lisnawati

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang..., Enita Trihapsari, FKM UI, 2009 LAMPIRAN

Faktor-faktor yang..., Enita Trihapsari, FKM UI, 2009 LAMPIRAN LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN DENSITAS MINERAL TULANG WANITA BERUSIA >45 TAHUN DI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, JAKARTA PUSAT TAHUN 2009 (Salam). Perkenalkan saya ENITA TRIHAPSARI, mahasiswi regular

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY LAPORAN HASIL PENELITIAN Gambaran Pengetahuan Tentang Diet Seimbang pada Siswa SMA Raksana Medan Tahun 2011 Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY 080100424 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT 1 POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN 060921 KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 Ratna Juwita Sari 1, Zulhaida Lubis 2, Jumirah 2 1 Mahasiswa Fakultas Kesehatan Gizi Masyarakat 2 Dosen

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN. Oleh: ESTER SIBUEA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN. Oleh: ESTER SIBUEA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN Oleh: ESTER SIBUEA 070100092 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGETAHUAN, SIKAP, DAN

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DAWE KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DAWE KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DAWE KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 Suranto, Sri Karyati, Sholihah Hasil penelitian sebagian besar ibu hamil yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI Media Gizi Pangan, Vol. X, Edisi, Juli Desember 00 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI A.Esse Puji ), Sri Satriani ), Nadimin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, akan mengadakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah salah satu faktor kehidupan yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut data Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI pada 2002, konsumsi kalsium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Masalah kesehatan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju tetapi juga di negara berkembang.

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

Keywords: Anemia, Social Economy

Keywords: Anemia, Social Economy HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 5 KOTA MANADO *Angelia M. Sondey *Maureen I. Punuh *Dina V. Rombot Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Anemia pada umumnya

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan. kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan. kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi kesehatan merupakan kemampuan seseorang untuk memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR Gizi memegang peranan penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah generasi penerus bagi pembangunan di masa depan dan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK LAMPIRAN 1 Kode Responden - A Sekolah Kelas No UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK Assalammualaikum

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN TINDAKAN MENGONSUMSI SUSU PADA SISWA KELAS XI SMA N 1 SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN TINDAKAN MENGONSUMSI SUSU PADA SISWA KELAS XI SMA N 1 SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN TINDAKAN MENGONSUMSI SUSU PADA SISWA KELAS XI SMA N 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran APRILISASI

Lebih terperinci

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN ABSTRAK HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN (FOOD SECURITY) DENGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKARAME KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN

Lebih terperinci

Proposal Peminjaman Alat

Proposal Peminjaman Alat LAMPIRAN 1 Proposal Peminjaman Alat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Osteopenia Pada Kelompok Vegetarian Umur 20-35 Tahun Di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat Tahun 2008 DISUSUN OLEH : DWI WAHYUNI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK USIA 5-15 TAHUN. Sri Kartini. Program Studi Anafarma Universitas Abdurrab ABSTRAK

FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK USIA 5-15 TAHUN. Sri Kartini. Program Studi Anafarma Universitas Abdurrab ABSTRAK FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK USIA 5-15 TAHUN Sri Kartini Program Studi Anafarma Universitas Abdurrab ABSTRAK Obesitas merupakan akibat dari keseimbangan energi positif untuk periode waktu yang cukup

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 50

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan perubahan psikologis yang meliputi proses transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada perempuan,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LAMPIRAN 60 61 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode: KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA (Correlation between Milk and Calcium Intake with Bone Density and Body Height of Adolescent) HARDINSYAH ', EvY DAMAYANTHI

Lebih terperinci