EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALFI RUMIDATUL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALFI RUMIDATUL"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALFI RUMIDATUL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 Bnn PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Arang aktif sebagai Adsorben Pada Pengolahan Air Limbah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2006 Alfi Rumidatul NIM E

3 ABSTRAK ALFI RUMIDATUL. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN sebagai ketua dan GUSTAN PARI sebagai anggota. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimum dalam pembuatan arang aktif dengan retort kapasitas 100 kg dan mengaplikasikan arang aktif yang mempunyai kualitas terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk gergaji, kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Kondisi proses aktivasi arang adalah suhu aktivasi 700 ºC, waktu steam 1, 2 dan 3 jam serta tanpa steam sebagai kontrol. Peningkatan mutu arang aktif dilakukan dengan menggunakan larutan H 3 PO 4 5 %. Pengkajian perubahan pola struktur dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, difraksi sinar X dan mikroskop elektron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif terbaik diperoleh dari kayu Mangium (Acacia mangium) yang direndam dengan H 3 PO 4 5 % tanpa diaktivasi dengan uap H 2 O yang menghasilkan rendemen 40,54 %; kadar air 5,25 %; kadar abu 2,31 %; kadar zat terbang 7,01 %; dan kadar karbon terikat 90,69 %. Sifat lainnya yaitu daya serap iod 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl 4 8,39 %; CHCl 3 13,24 %; formaldehida 6,57 % dan benzene 7,13 %. Derajat kristalinitas 58,23 %; tinggi lapisan aromatik (Lc) 4,02 nm; lebar lapisan aromatik (La) 4,22 nm; jumlah lapisan aromatik (N) 10,84 dan jarak lapisan aromatik (d) 0,21 nm serta diameter pori 0,14 0,35 µm. Konsentrasi arang aktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga adalah 1 % karena dapat menurunkan Kebutuhan Oksigen Biologis sebesar 98,03 %; zat padat total 97,66 %; minyak dan lemak 76,92 %. Sedangkan nilai ph terjadi peningkatan sebesar 6,15 %. Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan konsentrasi arang aktif 2 % karena dapat menurunkan nilai ph 17,50 %; zat padat total 93,06 %; ammonia 76,09 %, phosphat 33,06 % dan bakteri koli 90 %. Sedangkan Kebutuhan Oksigen Biologis dan Kebutuhan Oksigen Kimia mengalami peningkatan masingmasing sebesar 330,79 % dan 135,91 %. Konsentrasi arang aktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah industri pelapisan nikel adalah 2 %, karena mampu menurunkan kadar zat padat total 84,72 %; Cr 39,50 %; Cu 66,67 %; Zn 91,50 %; Ni 73,75 % dan Cd 71,43 %. Nilai ph mengalami peningkatan 242,84 % dan kadar Pb tetap.

4 ABSTRACT ALFI RUMIDATUL. Effectivity Of Activated Charcoal As Adsorbent For Wastewater Treatment. Under the Guidance of KURNIA SOFYAN as the Committee Chairman, and GUSTAN PARI as the Committee Member. The main purpose of this research was to study the optimum condition for production activated charcoal in a retort with 100 kg capacity and to apply the best activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment. The raw materials used in this research were wood sawdust, mangium wood (Acacia mangium) and coconut shell. The charcoal was activated using the condition : activating temperature at 700 ºC continued by steaming with H 2 O for 1, 2, 3 hours and without steaming as a control. In Order to improve the qualities of the activated charcoal, further activation was conducted using H 3 PO 4 solution at 5 % concentration. The possible changes in structure were evaluated using Infrared Spectrophotometry, Xray Difraction and Scanning Electron Microscope. The results showed that the best quality of activated charcoal was achieved by Acacia mangium by soaking in H 3 PO 4 5 % solution without steaming. The yield of activated charcoal was 40,54 %; moisture content 5,25 %; ash content 2,31 %; volatile matter 7,01 %; fixed carbon 90,69 %. Adsorptive capacity of iodine was 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl 4 8,39 %; CHCl 3 13,24 %; formaldehida 6,57 % and benzene 7,13 %. Degree of crystalinity 58,23 %; height of aromatic layers (Lc) 4,02 nm; width of aromatic layers (La) 4,22 nm; number of aromatic layers (N) 10,84 and distance of aromatic layers (d) 0,21 nm with pore diameter of 0,14 0,35 µm. The best concentration of activated charcoal as adsorbent for domestic wastewater treatment was 1 % concentration. It decreased Biological Oxygen Demand (BOD) 98,03 %; Total Suspended Solid 97,66 %; oil and grease 76,92 % and ph value increased 6,15 %. For hospital wastewater treatment, the best condition was achieved using activated charcoal at 2 % concentration. It could decreased ph value 17,50 %; Total Suspended Solid 93,06 %; ammonia 76,09 %, phosphat 33,06 % and coliform bacteri 90 %. BOD and Chemical Oxygen Demand (COD) increased 330,79 % and 135,91 %. The best concentration of activated charcoal as adsorbent for nicel coated industry wastewater treatment was 1 % concentration. It decrease Total Suspended Solid 84,72 %; Cr 39,50 %; Cu 66,67 %; Zn 91,50 %; Ni 73,75 % and Cd 71,43 %. ph value increase 242,84 %, but Pb value was not changed.

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH ALFI RUMIDATUL Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Hasil Hutan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

7 Judul Tesis Nama NIM : Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah : Alfi Rumidatul : E Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Ketua Dr. Gustan Pari, MS, APU Anggota Diketahui, Plh. Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 21 September 2006 Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Dengan memanjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang berjudul Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah ini dapat diselesaikan antara lain berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya, khususnya kepada Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Gustan Pari, MS, APU selaku anggota komisi pembimbing, serta teknisi Laboratorium Pengolahan Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, anakanakku, ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga semua yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan khususnya di bidang Teknologi Hasil Hutan. Bogor, September 2006 Alfi Rumidatul

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan tanggal 21 november 1974 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan M. Afandi (almarhum) dan Hj. Arumiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Alunalun II Lamongan tahun 1987, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 di Lamongan tahun 1990 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 di Lamongan tahun Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan tinggi Strata1 (S1) di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung dan lulus tahun Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung pada tahun 1998 sampai sekarang. Pada tahun 2003, penulis memasuki pendidikan tinggi Strata2 (S2) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix xi xiii xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 2 Perumusan dan Pemecahan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 5 Hipotesis Penelitian... 6 Manfaat Penelitian... 6 Kerangka Pemikiran... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 8 Pengertian Arang dan Arang Aktif... 8 Pembuatan Arang Aktif... 9 Sifat dan Struktur Arang Aktif Adsorpsi Kegunaan Arang Aktif Pencemaran Air Limbah BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Arang Pembuatan Arang Aktif Karakterisasi Pola struktur Arang Karakterisasi Struktur Arang Aktif Peningkatan Mutu Arang Aktif Aplikasi Arang Aktif Diagram Alir Penelitian Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif Analisis Kualitas Air Rancangan Percobaan dan Analisis Data.. 47

11 Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN 48 Analisis Struktur 48 Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji. 48 Identifikasi Gugus Fungsi pada Kayu Mangium Identifikasi Gugus Fungsi pada Tempurung Kelapa Identifikasi Pola Struktur Kristalit Serbuk Gergaji Identifikasi Pola Struktur Kristalit Tempurung Kelapa Identifikasi Pola Struktur Kristalit Kayu Mangium Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif Rendemen Kadar Air Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Daya Serap Iodium Daya Serap Metanol Daya Serap CCl Daya Serap CHCl Daya Serap Formaldehida Daya Serap Benzena Peningkatan Mutu Arang Aktif Identifikasi Gugus Fungsi Arang Aktif Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Aktif Identifikasi Topografi Permukaan Pori Arang Aktif Mutu Arang Aktif Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Air Limbah Limbah Rumah Tangga Limbah Rumah Sakit Limbah Industri Pelapisan Nikel SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya 3. Bilangan Gelombang Serapan IR Serbuk Gergaji 4. Bilangan Gelombang Serapan IR Kayu Mangium 5. Bilangan Gelombang Serapan IR Tempurung Kelapa 6. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik serbuk gergaji 7. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik kayu Mangium 8. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik tempurung kelapa 9. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Serbuk Gergaji 10. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori tempurung kelapa 11. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Kayu Mangium 12. Rendemen Arang aktif Serbuk Gergaji, Acacia mangium dan Tempurung Kelapa pada Suhu 700 C dengan Waktu Aktivasi 3 jam 13. Hasil Analisa Kadar Air (%) Arang Aktif 14. Hasil Analisa Kadar Zat Terbang (%) Arang Aktif 15. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Arang Aktif 16. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat (%) Arang Aktif 17. Hasil Analisa Daya Serap Iodium (mg/g) Arang Aktif

13 Halaman 18. Perbandingan Mutu Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H2O dan H3PO4 5 % 19. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif 20. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Sakit Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif 21. Perubahan Kualitas Limbah Industri Pelapisan Nikel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH 5. Retort untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m 3 ) 6. Skema Tinggi Lapisan (Lc), Jumlah Lapisan (N) dan Lebar Lapisan (La) Aromatik 7. Diagram Alir Penelitian 8. Spektrum Serapan IR Serbuk Gergaji Kayu Campuran (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 9. Spektrum Serapan IR Kayu Mangium (Acacia mangium) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 10. Spektrum Serapan IR Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 11. Difraktogram XRD Serbuk Gergaji Kayu Campuran 12. Difraktogram XRD Kayu Mangium (Acacia mangium) 13. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) 14. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Campuran Dengan Pembesaran 2000 Kali 15. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Kayu Mangium (Acacia mangium) Dengan Pembesaran 2000 Kali

15 Halaman 16. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Dengan Pembesaran 2000 Kali 17. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Arang Aktif 18. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Zat Terbang Arang Aktif 19. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Abu Arang Aktif 20. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Aktif 21. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Iodium Arang Aktif 22. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Metanol 23. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CCl Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CHCl Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Formaldehida 26. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Benzen 27. Spektrum Serapan IR Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 % 28. Difraktogram XRD Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 % 29. Topografi Permukaan Arang Aktif yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 % 30. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Tangga (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

16 Halaman 31. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Sakit (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 % 32. Perubahan Warna Air Limbah Pelapisan nikel (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rekapitulasi Data Mutu Arang dan Arang Aktif 2. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Metanol 3. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CCl 4 4. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CHCl 3 5. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Formaldehida 6. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Benzen 7. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Air Arang Aktif 8. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif 9. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar AbuArang Aktif 10. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif 11. Hasil Analisis Statistik untuk Daya Serap Iodium Arang Aktif 12. Hasil Analisis Statistik untuk Daya Serap Arang Aktif terhadap Gas

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun non pangan yang menggunakan arang aktif dalam proses produksinya. Sebagian besar kebutuhan arang aktif di Indonesia masih diimpor, karena mutu arang aktif domestik masih rendah. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan industri arang aktif di Indonesia adalah proses pembuatan yang dapat menghasilkan arang aktif berkualitas tinggi. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan baku yang digunakan antara lain kayu, tempurung kelapa, limbah batubara dan limbah pengolahan kayu maupun limbah pertanian seperti kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol dan pelepah jagung. Bahkan dari bahan polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan resin fenol (Asano et al. 1999). Industri arang aktif di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1980 dengan bahan baku utamanya tempurung kelapa. Beberapa sifat arang aktif dari tempurung kelapa antara lain adalah strukturnya sebagian besar mikropori, kekerasannya tinggi, mudah diregenerasi dan daya serap iodinnya tinggi sebesar 1100mg/g (Actech, 2002 dalam Pari, 2004). Di pihak lain arang aktif dari tempurung kelapa ini mempunyai keterbatasan dalam penerapannya, yaitu kurang

19 2 efektif bila digunakan untuk menyerap senyawa yang berdiameter makropori, sehingga perlu dicari alternatif bahan baku lain seperti kayu. Menurut Pari dan Hendra (2000), sekitar 300 industri penggergajian kayu dan industri kecil membutuhkan log 15,6 juta m 3 dan limbah yang dihasilkan sebanyak 7,8 juta m 3 termasuk serbuk gergajian kayu 0,78 juta m 3, belum lagi ditambah limbah pengolahan industri kayu hasil illegal logging. Dengan demikian akan terjadi penumpukan beriburibu meter kubik limbah yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, merupakan pemborosan terhadap kayu. Oleh karena itu mengingat potensi limbah penggergajian kayu cukup besar, maka salah satu alternatif adalah mengolah limbah tersebut menjadi arang aktif. Perkembangan teknologi dan industri juga mendorong peluang yang cukup besar terhadap arang aktif karena arang aktif merupakan suatu produk yang dihasilkan dari modifikasi karbonisasi yang sudah lama dikenal sejak perang dunia kedua dan mempunyai banyak kegunaan. Diantaranya adalah untuk menyerap gas pada masker, filter pada rokok, penjernih air, industri makanan, industri kimia dan industri lainnya. Penggunaan arang aktif terus berkembang hingga digunakan untuk menyerap gasgas organik dari polutan gas pada bahan bangunan seperti gas aldehida dan heksan yang dikeluarkan dari cat dan perekat, karena gasgas tersebut dapat menyebabkan penyakit alergi, paruparu dan gangguan pada pernafasan (Asano et al. 1999). Permasalahan lingkungan untuk saat ini perlu mendapat perhatian, karena berbagai kegiatan pada sektor pemukiman, pertanian, pertambangan dan industri dapat menghasilkan air limbah yang dibuang ke lingkungan. Apabila air limbah

20 3 tersebut tidak dilakukan pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran air yang menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu usaha untuk mengolah air limbah tersebut adalah menggunakan arang aktif yang dapat berfungsi sebagai adsorben bahan pencemar (polutan) yang terdapat pada air limbah. Perumusan dan Pemecahan Masalah Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air akibat pencemaran oleh air limbah. Air limbah yang mengandung zat organik akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan gas. Selain itu air limbah juga mengandung bakteri patogen dan bahan beracun, yang menyebabkan penyakit atau kematian. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam.

21 4 Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi bahan pencemar (polutan) air limbah dengan menggunakan bahan baku kayu mangium (Acacia mangium Willd) dengan pertimbangan antara lain di lapangan tersedia dalam jumlah yang banyak, pemanfaatannya belum maksimal dan untuk industri tertentu kebutuhan arang aktif dari kayu masih impor. Dalam penelitian ini juga digunakan serbuk gergaji kayu campuran karena harganya murah juga sekaligus dapat mengurangi dampak buruk ke lingkungan karena serbuk kayu gergajian merupakan limbah pada industri kayu. Disamping itu juga menggunakan bahan baku tempurung kelapa karena industri arang aktif di Indonesia bahan baku utamanya adalah tempurung kelapa. Berbeda dengan pembuatan arang, pembuatan arang aktif belum dikenal baik oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah proses aktivasi pada suhu tinggi dengan tujuan untuk menghilangkan tar, cairan destilat atau deposit yang menutupi poripori arang. Dengan cara ini luas permukaan pori menjadi lebih besar, sehingga dapat meningkatkan daya serap pori tersebut. Peningkatan pengolahan arang menjadi arang aktif sejalan dengan peningkatan daya guna dan harga jual. Ada 27 jenis industri yang menggunakan arang aktif untuk keperluan adsorben atau penyerapan polutan gas, padat dan cair antara lain industri air minum, minyak goreng, sirop, minyak atsiri, tambang emas dan tekstil. Harga jual arang per kg berkisar antara Rp 800, ,00 setelah menjadi arang aktif harganya lebih mahal, yaitu pada kisaran Rp 5.000, ,00 (Nurhayati dkk, 2002).

22 5 Penelitian pembuatan arang aktif skala laboratorium (retort kapasitas 500 gram) telah banyak dilakukan, diantaranya untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis bahan kimia, suhu aktivasi dan pengaruh penggunaan jenis kayu serta jenis lain. Sedangkan penelitian pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) belum pernah dilakukan, disamping itu juga belum diketahui komponen mana dari kayu yang berperan dalam pembentukan pori. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan uap H2O dan H3PO4 5 %. Selanjutnya arang aktif yang diperoleh diuji kemampuannya sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pola struktur dan karakter arang aktif dari bahan biomasa yang berbeda. 2. Mencari kondisi pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) yang optimum sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. 3. Menguji tingkat efektivitas arang aktif yang dihasilkan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. 4. Mendapatkan konsentrasi pemakaian arang aktif yang efektif sebagai bahan penyerap polutan air.

23 6 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Pola struktur arang aktif berbeda untuk setiap jenis bahan baku. 2. Terdapat pengaruh waktu aktivasi terhadap struktur dan kualitas arang aktif. 3. Arang aktif yang dibuat dari serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa memiliki kemampuan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan arang aktif dalam skala industri kecil terutama dalam peningkatan mutu dan arang aktif yang dihasilkan dapat bermanfaat sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan kerangka pemikiran seperti tertera pada Gambar 1 berikut ini.

24 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Arang dan Arang Aktif Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis. Sebagian dari poriporinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko dkk, 1985). Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu C (proses lambat) dan pada suhu C (proses cepat). Hasil dari proses primer lambat adalah arang, H2O, CO dan CO2. Sedangkan hasil pirolisis primer cepat adalah arang, gas, H2O dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses pirolisis yang terjadi pada gasgas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600 C dan hasil prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis sekunder ini digunakan untuk gasifikasi (Alvarez et al. 1998; Agustina, 2002 dalam Pari, 2004). Arang yang merupakan residu dari peruraian bahan yang mengandung karbon sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi akibat peruraian panas. Proses pemanasan ini dapat dilakukan dengan jalan memanasi bahan langsung atau tidak langsung di dalam timbunan, kiln, retort dan tanur (Djatmiko dkk, 1985).

25 9 Roy (1993) mendefinisikan arang aktif adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan poripori sehingga daya adsorpsi dapat ditingkatkan. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah arang yang sudah diaktifkan, sehingga poriporinya terbuka dan permukaannya bertambah luas sekitar 300 sampai 2000 m 2 /g. Permukaan arang aktif yang semakin meluas ini menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau cairan makin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964). Daya adsorpsi arang aktif yang tinggi disebabkan jumlah poripori yang besar (Lenntech, 2004). Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas atau daya adsorpsi terhadap cairan dan gas akan meningkat. Pembuatan Arang Aktif Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Sudrajat dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang berasal dari tumbuhan, ataupun barang tambang. Bahanbahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995). Guerrero et al. (1970) menyatakan bahwa pembuatan arang aktif dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan arang bersifat amorf porous pada suhu rendah. Tahap kedua adalah proses pengaktifan arang untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga

26 10 meningkatkan porositas arang. Menurut Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995), pada kedua proses tersebut terjadi tahaptahap sebagai berikut : 1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air 2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon, serta mengeluarkan senyawasenyawa non karbon 3. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga poripori menjadi lebih besar Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya (Hartoyo et al. 1990). 1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia Prinsipnya yaitu perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu C selama 1 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara selasela lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH, KMnO4, SO3, H2SO4 dan K2S (Kienle, 1986). Pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisasisa berupa oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian, oleh karena itu dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk

27 11 mengikat kembali sisasisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif. Hasil penelitian Botha (1992) dalam Pari (2004) yang membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak arang aktif tersebut dengan HCl 0,5 M menghasilkan arang aktif yang struktur mikroporinya lebih besar. 2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan pada suhu C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas CO2. Pada suhu dibawah 800 C, aksi oksidasi uap air ataupun gas CO2 berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu diatas 1000 C akan menyebabkan kerusakan susunan kisikisi heksagonal. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : C + H2O CO + H2?H = kj C + 2H2O CO2 + 2H2?H = + 75 kj C + CO2 2CO?H = kj Reaksi yang terjadi adalah endoterm, sehingga aktivasi yang terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk menjadi berkurang. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membakar gasgas yang terbentuk (Kienle, 1986). CO + ½O2 CO2?H = 285 kj H2 + ½O2 H2O?H = 238 kj

28 12 Selama pengaktifan dengan gasgas pengoksidasi, lapisanlapisan karbon kristalit yang tidak beratur akan mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gasgas pengaktif yang lembam dapat mendorong residuresidu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang sangat efektif untuk mendesak residuresidu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996). Sifat dan Struktur Arang Aktif Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al. 1997). Arang aktif berbentuk kristal mikro, karbon non grafit, yang poriporinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan zatzat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiaptiap kristal, biasanya terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al. 1991). Selanjutnya Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik arang aktif dibagi dua macam : 1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas 2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan Menurut Hassler (1974), arang aktif adalah arang halus yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam dan pelarut organik. Arang aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah

29 13 digunakan. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelatpelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal mirip dengan grafit. Pelatpelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristalkristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak. Semua arang aktif memiliki struktur pori, biasanya dengan sejumlah hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimia. Arang aktif biasanya mengandung ± 2 % mineral yang biasanya ditunjukkan oleh kadar abu atau residu pembakaran (Kienle dkk, 1996). Penyelidikan dengan sinarx menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk kristal yang sangat kecil mirip dengan struktur grafit. Grafit terdiri dari sejumlah pelat yang tersusun secara paralel dan masingmasing pelat mempunyai sistem heksagonal dengan enam atom karbon. Daerah kristalin hanya pada ketebalan 0,7 sampai 1,1 nm, lebih kecil dibanding grafit yang teramati. Hal ini berarti bahwa tiaptiap kristalin biasanya hanya tiga atau empat lapis atom dengan 20 sampai 30 karbon heksagon pada masingmasing lapisan (Kienle dkk, 1996). Besar kecilnya ukuran pori dari kristalitkristalit arang aktif selain tergantung pada suhu karbonisasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran porinya dapat berkisar antara 10 > 250 A. Beukens et al. (1985) membagi besarnya ukuran pori kedalam tiga katagori yaitu :

30 14 1. Makropori Makropori didefinisikan sebagai ukuran pori arang aktif yang mempunyai diameter lebih besar dari 250 A dengan volume sebanyak 0,8 ml/g dan permukaan spesifik antara 0,5 2 m 2 /g. 2. Mesopori Poripori arang aktif yang diameternya berkisar antara A dengan volume 0,1 ml/g dan permukaan spesifik antara m 2 /g. 3. Mikropori Pori arang aktif dengan ukuran diameter lebih kecil dari 50 A dan terbagi atas tiga bagian yaitu : a. Maksi mikropori Maksi mikropori merupakan pori dengan diameter pori antara A, dapat digunakan untuk menyerap pigmen tanaman dan sangat baik untuk adsorpsi molase. b. Mesi mikropori Diameter pori dari mesi mikropori adalah antara A, yang sangat baik untuk menyerap zat warna terutama metilen biru. c. Mini mikropori Diameter pori mini mikropori lebih kecil dari 15 A, dan dapat digunakan dengan baik untuk penyerapan yodium dan fenol. Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting dalam hal kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi. Disamping distribusi pori, bentuk pori merupakan parameter yang khusus untuk

31 15 daya serap arang aktif yang terjadi. Poripori dengan bentuk silinder lebih mudah tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari arang aktif tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak dibutuhkan poripori yang terbuka karena air sebagian besar mengandung macammacam partikel. Pengaruh dari ukuran pori untuk penyerapan fasa cair dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Beukens et al. 1985). Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair Keterangan : 1. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang akan diserap dapat masuk. 2. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang lebih kecil yang akan diserap dapat masuk. 3. Daerah yang hanya dimasuki pelarut.

32 16 Adsorpsi Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1986). Sedangkan menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempattempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antara permukaan dua fase. Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada dalam gas. Dalam proses adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atomtom, ionion atau molekulmolekul gas atau cairan lainnya (Microsoft, 2000), yang melibatkan ikatan intramolekuler diantara keduanya (Osmonics, 2000). Melalui proses pengikatan tersebut, maka

33 17 proses adsorpsi dapat menghilangkan warna (Kadirvelu et al. 2003) dan logam (Rossi et al. 2003). Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekulmolekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk di atas lapisanlapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atomatom atau ionion yang terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan. Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam poripori adsorben (disebut difusi internal). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap

34 18 dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju poripori arang dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang. Menurut Azah dan Rudyanto (1984) daya serap arang aktif dapat terjadi karena (1) adanya poripori mikro yang sangat banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap (2) permukaan yang luas dari arang aktif (3) pada kondisi bervariasi hanya sebagian permukaan yang mempunyai daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi peda permukaan yang aktif saja. Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995). Kirk dan Othmer (1957) dalam Pari (1995) menyebutkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah : 1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran pori dan komposisi kimia permukaan arang aktif. 2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran molekul dan komposisi kimianya. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair. 4. Karakteristik fasa cair, yaitu ph dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung. Menurut Kadirvelu et al. (2001) mekanisme adsorpsi ion logam oleh arang aktif adalah pertukaran ion. Alfarra et al. (2004) menambahkan bahwa pada

35 19 aplikasi penghilangan satu jenis ion, arang aktif sering dipertanggungjawabkan mempunyai perilaku sebagai penukar kation. Dalam kasus ini, adsorpsi tergantung pada tekstur karbon, dan akan meningkat dengan meningkatnya ph, jumlah permukaan dan konsentrasi larutan. Kegunaan Arang Aktif Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya (Setyaningsih, 1995) : 1. Arang penjerap gas (gas adsorbent carbon) Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas. Poripori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa. 2. Arang fasa cair (liquidphase carbon) Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis poripori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa. Saat ini arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, pangan dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap dan pemurni, dalam jumlah kecil juga digunakan sebagai katalis.

36 20 Sudrajat dan Salim (1994) mengemukakan bahwa arang aktif dapat memurnikan produk yang dihasilkan industri dan juga berguna untuk mendapatkan kembali zatzat berharga dari campurannya serta sebagai obat. Tabel 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri No. Tujuan Pemakaian Untuk Gas 1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap 2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah serta reaksi 3. Katalistaor Katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat 4. Lainlain Menghilangkan bau pada kamar pendingin Untuk Cairan 1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna 2. Minuman ringan dan keras Menghilangkan warna dan bau 3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air 5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat 6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna 7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lainlain Lainlain 1. Pengolahan pulp Pemurnian dan penghilangan bau 2. Pengolahan pupuk Pemurnian 3. Pengolahan emas Pemurnian 4. Penyaringan minyak makan dan glukosa Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak (Sumber : PDII LIPI, 2004) Kemampuan arang aktif sebagai bahan penyerap tidak sama antara satu dengan yang lainnya, karena suatu penyerapan belum tentu baik untuk proses penyerapan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari, 2004). Kegunaan arang aktif sebagai adsorben sangat luas. Arang aktif dapat digunakan untuk menyerap senyawa organik non polar seperti mineral minyak,

37 21 fenol poliaromatik hidrokarbon, menyerap substansi halogenasi, bau, rasa, produkproduk fermentasi dan substansi non polar yang tidak larut dalam air (Lenntech, 2004). Kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap ion logam telah dibuktikan antara lain oleh Kadirvelu et al. (2001) serta Kadirvelu dan Namasivayam (2003). Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam tersebut dipengaruhi oleh ph dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon menaikkan persen adsorpsi ion logam. Sedangkan Kadirvelu dan Namasivayam (2003) mempelajari proses adsorpsi logam Cd(II) menggunakan arang aktif dari limbah padat pertanian. Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logamlogam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat non polar, maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi (4 sampai 20 atom karbon) yang terdapat dalam air buangan pabrik dapat diadsorpsi oleh arang aktif (Buekens et al. 1985). Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

38 22 berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah, 2001). Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahanbahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lainlain (Effendi, 2003). Parameter kualitas air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) sifat fisik, (2) sifat kimiawi, (3) sifat mikrobiologis dan (4) sifat radioaktif. Parameter fisik antara lain warna, bau dan rasa, padatan tersuspensi, daya hantar listrik dan kecerahan. Parameter kimiawi air dibagi menjadi dua yaitu (a) organik dan (b) anorganik. Parameter bakteriologis mencakup bakteri koliform total, koliform tinja, patogen dan virus. Parameter radioaktivitas mencakup zarah beta, 90 Sr dan 226 Ra (Daryanto, 1995) Sumber Pencemar Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (nonpoint/diffuse source). Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point source biasanya relatif tetap. Sedangkan sumber pencemar nonpoint source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya : limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.

39 23 Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 2. Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya Jenis Pencemar 1. Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen 2. Nutrien 3. Patogen 4. Sedimen 5. Garamgaram 6. Logam yang toksik 7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas Sumber : Davis dan Cornwell, 1991 Bahan Pencemar (Polutan) Sumber Tertentu (Point Source) Limbah Domestik X X X X Limbah Industri X X X X X X X X Sumber Tak Tentu (Non Point Source) Limpasan Limpasan Daerah Daerah Pertanian Perkotaan X X X X X X X X X X X X Bahan pencemar (polutan) adalah bahanbahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

40 24 Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua (Jeffries dan Mills, 1996) : 1. Polutan tak toksik Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahanbahan tersuspensi dan nutrien. 2. Polutan toksik Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sublethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial lainnya. Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima yaitu : a. Logam (metals), meliputi : timbal, nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida. c. Gas, misalnya klorin dan amonia d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida dan sulfat e. Asam dan alkali

41 25 Jenisjenis Pencemar Polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombinasi pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga (Effendi, 2003) : 1. Additive : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masingmasing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan. 2. Synergism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dari masingmasing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan. 3. Antagonism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau kemungkinan hilang. Misalnya, pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau aluminium. Rao (1992) mengelompokkan bahan pencemar di peraiarn menjadi beberapa kelompok, yaitu : (1) limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste), (2) limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agents), (3) senyawa organik sintetis, (4) nutrien tumbuhan, (5) senyawa anorganik dan mineral, (6) sedimen, (7) radioaktif, (8) panas (thermal discharge), dan (9) minyak. Bahan pencemar (polutan) yang

42 26 masuk ke dalam air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi. Limbah Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995). Sumber Air Limbah Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : (1). Air limbah rumah tangga Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari : Daerah pemukiman penduduk Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lainlain Daerah kelembagaan (kantorkantor pemerintahan dan swasta) daerah rekreasi (2). Air limbah industri Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.

43 27 (3). Air limbah rembesan dan tambahan Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar. Karakteristik Air Limbah Hindarko (2003) menyatakan bahwa melebihi suatu karakteristik tertentu, buangan air limbah ke sungai, danau, laut dan lainlain, akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai baku mutu air limbah yang dibuang ke badan air. Semula peraturan yang ada hanya berbentuk Baku Mutu Effulen Standar Departemen Kesehatan, yang sangat umum sifatnya. Kemudian disempurnakan dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, dimana badan air digolongkan atas empat kelompok utama, yaitu : (i). Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengelolaan terlebih dahulu (ii). Golongan B : air yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum (iii). Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit tenaga listrik tenaga air (iv). Golongan D : air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu lintas air di sungai, danau dan laut (Hindarko, 2003).

44 28 Selanjutnya menurut Hindarko (2003), karakteristik fisik air limbah meliputi jumlah zat padat terlarut, bau, suhu, berat jenis dan warna. Karakteristik kimiawi air limbah meliputi bahan organik dalam air limbah (protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, peptisida), senyawa anorganik dalam air limbah (ph, alkalinitas, klor, nitrogen, phospor, logam berat dan senyawa beracun). Sedangkan karakteristik biologis dari air limbah meliputi jamur, ganggang, organisme pathogenik. Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Ketiga jenis proses ini bertujuan mengubah sifat buangan kedalam bentuk yang lebih mudah diterima seperti sifat racun berkurang, konsentrasi lebih rendah, volume berkurang dan sebagainya (Daryanto, 1995). Secara lebih spesifik, ketiga cara pengolahan air limbah adalah sebagai berikut : 1. Pengolahan secara fisika : pengayakan, pengendapan, penjernihan, pengadukan cepat, penyaringan, evaporasi dan destilasi, stripper dan proses osmosis 2. Pengolahan secara kimia : netralisasi, presipitasi, koagulasi dan flokulasi, oksidasi dan reduksi serta desinfeksi. 3. Pengolahan secara biologi : sistem aerobik (kolam oksidasi, lumpur aktif, penambahan oksigen, trickling filter, lagon), sistem anaerobik (septik tank)

45 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari April 2006 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Bahan dan Alat Bahan Bahan baku untuk arang yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu campuran, kayu akasia (Acacia mangium Willd) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Bahan kimia yang digunakan antara lain H3PO4, yodium, Na2S2O3, larutan kanji, metanol, karbon tetraklorida (CCl4), kloroform (CHCl3), formaldehida, benzena serta bahan untuk aplikasi adalah air limbah industri pelapisan nikel, limbah rumah sakit dan limbah rumah tangga. Alat Alat yang digunakan antara lain desikator, oven, tanur listrik, plastik, gelas ukur, cawan porselin, cawan petri, buret, mortal dan penggerus, gegep, saringan, kiln drum hasil modifikasi, kiln semi kontinyu dan retort skala produksi kapasitas 100 kg.

46 30 Metode Penelitian Pembuatan Arang 1. Pembuatan Arang Kayu Mangium (Acacia mangium) dan Tempurung Kelapa (Coconus nucifera) Kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) diarangkan dalam kiln drum hasil modifikasi yang terbuat dari drum bekas pakai (Gambar 3). Kiln drum terdiri dari 4 bagian yaitu badan drum yang dibuka salah satu ujungnya, tutup kiln atas, cerobong asap dan lubanglubang udara pada bagian bawah drum, lubanglubang udara pada bagian bawah drum juga berfungsi sebagai tempat pembakaran pertama. Kayu Mangium (Acacia mangium) dipotongpotong dengan ukuran panjang maksimum 20 cm dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) dimasukkan ke dalam kiln drum pada bagian atas dan ditata sedemikian rupa, kemudian dinyalakan dengan cara membakar bagian lubang udara dengan umpan bakar rantingranting kayu. Sesudah bahan baku menyala dan diperkirakan tidak akan padam maka kiln ditutup dan cerobong asap dipasang. Pengarangan dianggap selesai apabila asap yang keluar dari cerobong menipis dan berwarna kebirubiruan, selanjutnya kiln diturunkan sejajar dengan tanah dan cerobong asap ditutup dengan kertas atau kain yang sebelumnya dibasahi dengan air.

47 31 Spesifikasi : 1. Type : silinder 2. Tinggi kiln : 90 cm 3. Diameter : 55 cm 4. Tinggi cerobong : 40 cm 5. Diameter cerobong : 10 cm 6. Diameter lubang uadara : 2,5 cm Gambar 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi 2. Pembuatan Arang dari Serbuk Gergaji Kayu Campuran Serbuk kayu gergajian diarangkan dalam kiln semi kontinyu yang terbuat dari logam (Gambar 4), serbuk dimasukkan ke dalam kiln yang bagian bawahnya dilengkapi dengan rak yang terbuat dari besi behel ukuran 10 dan 12 mm yang dibentuk persegi panjang. Proses pengarangan dilakukan di bagian bawah kiln dengan cara mengaduk serbuk yang turun pada bagian atasnya. Arang yang dihasilkan dimatikan dengan cara melewatkan arang membara ke dalam bak yang berisi air.

48 32 Gambar 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH Spesifikasi : 1. Type : kubus (120 x 100 cm) 2. Tinggi pengarangan : 30 cm 3. Tinggi ruang pembakaran : 130 cm 4. Tinggi leher cerobong : 70 cm 5. Tinggi cerobong : 146 cm 6. Diameter cerobong : 50 cm Pembuatan Arang Aktif Arang dari serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa masingmasing dimasukkan ke dalam retort (kapasitas 100 kg), selanjutnya dipanaskan pada suhu ºC untuk mempercepat naiknya suhu pemanasan di dalam retort, sewaktuwaktu dialirkan udara dari kompresor. Apabila suhu telah tercapai, dialirkan uap air panas selama 1, 2 dan 3 jam pada tekanan 1 1,5 bar yang sebelumnya melewati tabung pemanas pada suhu 400ºC.

49 33 Gambar 5. Retort Untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m 3 ) Karakterisasi Pola Struktur Arang Arang yang dihasilkan diidentifikasi gugus fungsinya menggunakan (1) Spektrofotometer Inframerah untuk mengetahui perubahan gugus fungsi akibat kenaikan suhu karbonisasi. Analisis ini dilakukan dengan cara mencampur contoh dengan KBr menjadi bentuk pelet, yang selanjutnya diukur serapannya pada bilangan gelombang cm 1. (2) Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui topografi permukaan arang aktif dan ukuran pori. dan (3) XRD untuk mengetahui derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik dilakukan dengan cara menginterpretasi pola difraksi dari hamburan sinar X pada contoh. Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak

50 34 (d) dan jumlah lapisan (N) aromatik dilakukan menurut Kercher (2003) dalam Pari (2004) dengan perhitungan sebagai berikut : Derajat kristalinitas (X) = Bagian kristalin x 100 % Bagian kristalin + bagian amorf Jarak antar lapisan aromatik (d002):? = 2 d sin? Tinggi lapisan aromatik (Lc) pada? 2425: Lc(002) = K? / ß cos? Lebar lapisan aromatik (La) pada? 43: La(100) = K? / ß cos? Jumlah lapisan aromatik (N): N = Lc / d? = 0,15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Cu) ß = intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian?) K = tetapan untuk lembaran graphene (0,89)? = sudut difraksi X = derajat kristalinitas Gambar 6. Skema Tinggi Lapisan (Lc), Jumlah Lapisan (N) dan Lebar Lapisan (La) Aromatik

51 35 Karakterisasi Struktur Arang Aktif Untuk membuat arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara mengalirkan uap H2O selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Arang aktif yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl 3 ), karbon tetraklorida (CCl4) dan formaldehida. Peningkatan Mutu Arang Aktif Untuk meningkatkan kualitas arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan larutan H3PO4 5 % pada arang aktif yang memiliki daya serap terhadap iodin tertinggi, hasil dari uji kualitas arang aktif. Arang aktif yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl 3 ), karbon tetraklorida (CCl4) dan formaldehida. Aplikasi Arang Aktif Arang aktif yang memenuhi standar dari hasil peningkatan mutu selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga, rumah

52 36 sakit dan industri pelapisan nikel dengan cara mencampurkan arang aktif pada ketiga air limbah tersebut dengan konsentrasi masingmasing 0, 1, 2 dan 3 %. Pengolahan terhadap air limbah ini dilakukan dengan cara menambahkan arang aktif masingmasing sebanyak 0, 1, 2 dan 3 gram ke dalam air limbah dengan volume 100 ml dalam gelas piala. Kemudian campuran tersebut diaduk sampai homogen dengan menggunakan shaker dan disaring. Air hasil saringan tersebut kemudian dianalisa kualitasnya. Diagram Alir Penelitian Kegiatan penelitian tersebut di atas dapat digambarkan pada diagram alir seperti tertera pada Gambar 7. Bahan baku serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa diarangkan. Kemudian diuji pola strukturnya dengan FTIR, XRD dan SEM. Arang yang diperoleh kemudian dibuat arang aktif dengan menggunakan H2O sebagai aktivator dengan lama aktivasi 1, 2 dan 3 jam. Setelah dilakukan pengkajian dengan FTIR, XRD dan SEM akan didapatkan struktur dan mutu arang aktif yang terbaik. Apabila hasilnya belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995), maka dilakukan peningkatan mutu arang aktif dengan menggunakan larutan H3PO4 5 % sebagai aktivator. Arang aktif ini dicoba untuk mengadsorpsi bahan pencemar (polutan) yang terdapat pada air limbah industri pelapisan nikel, limbah rumah sakit dan limbah rumah tangga dengan jalan mencampurkan arang aktif pada air limbah dengan konsentrasi 1, 2 dan 3 %.

53 38 Penetapan Rendemen Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif (SNI 1995) Arang aktif yang diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang. Perbandingan yang dihitung adalah perbandingan bobot bahan baku sebelum dan setelah melalui aktivasi. Berat arang aktif Rendemen (%) = x 100 % Berat bahan baku Penetapan Kadar Air Contoh sebanyak 2 gram (bobot kering udara) dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 C selama 3 jam. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang sampai bobotnya tetap. Berat (sebelum sesudah) dikeringkan Kadar air (%) = x 100 % Berat sesudah dikeringkan Penetapan Zat Mudah Menguap Contoh kering sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Kemudian contoh dipanaskan dalam tanur pada suhu 950 C selama 10 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin (bila perlu diikat dengan kawat) selama pemanasan dan hindari pembakaran contoh. Jika contoh terbakar maka pengerjaan diulang. Berat contoh yang hilang Kadar Zat Mudah Menguap (%) = x 100 % Berat contoh awal

54 39 Penetapan Kadar Abu Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian ditempatkan dalam tanur listrik pada suhu 750 C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama satu jam dan selanjutnya ditimbang hingga bobotnya tetap. Berat sisa contoh Kadar Abu (%) = x 100 % Berat contoh awal Penetapan Kadar Karbon Terikat Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zatzat atsiri yang masih terdapat pada poripori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan. Kadar Karbon Terikat (%) = 100 % (kadar abu + kadar zat mudah menguap) Penetapan Daya Serap terhadap Iodium Contoh kering sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan iodium 0.1 N dan dikocok selama 25 menit pada suhu kamar, larutan langsung disaring. Selanjutnya 10 ml contoh diambil dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai didapatkan larutan berwarna kuning muda lalu ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1% sebagai indikator. Kemudian titrasi dilakukan kembali sampai warna biru tepat hilang. Daya Serap Iodium (mg/g) = [10 (ml x N Na2S2O3)] x x fp Bobot contoh (dalam gram)

55 40 Penetapan Daya Serap terhadap Gas Satu gram contoh kering dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena, metanol, kloroform, CCl4 dan formaldehida kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu C agar tercapai kesetimbangan adsorpsi. Sebelum ditimbang contoh dibiarkan selama 5 menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada permukaan kaca cawan petri untuk mengurangi kesalahan positif. Berat uap yang terserap Daya Serap Gas (%) = x 100 % Berat contoh awal Prosedur Penetapan Kualitas Air Limbah (Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater/SMEWW, 1998) Penetapan ph Derajat keasaman (ph) diukur dengan menggunakan ph meter, dimana ph meter harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada ph meter dipasang elektroda gelas kemudian dicelupkan ke dalam larutan penyangga yang mendekati ph contoh. Selanjutnya bersihkan elektroda dengan air suling, kemudian celupkan ke dalam contoh yang akan diperiksa. Derajat keasaman (ph) dapat langsung dibaca dari skala atau digital alat ph meter. Penetapan Biological Oxygen Demand (BOD) Pengukuran BOD dilakukan dengan cara memeriksa oksigen terlarut nol hari dari salah satu botol yang berisi benda uji, kemudian masukkan botol yang

56 41 berisi benda uji ke dalam lemari pengeram bersuhu 20 ºC selama 5 hari. Selanjutnya periksa kadar oksigen terlarut pada lima hari dan hitung BOD dengan rumus berikut : (Xo X5) (Bo B5) (1 P) BOD = P Dimana : Xo = oksigen terlarut sampel pada saat t = 0 (mg O2/L) X5 = oksigen terlarut sampel pada saat t = 5 hari (mg O2/L) Bo = oksigen terlarut blanko pada saat t = 0 (mg O2/L) B5 = oksigen terlarut blanko pada saat t = 5 hari (mg O2/L) P = pengenceran Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD) Pipet 5 ml larutan campuran kalium dikromat merkuri sulfat dan masukkan ke dalam benda uji. Tambahkan 10 ml larutan campuran asam sulfat perak sulfat, aduk campuran di dalam tabung kemudian tutup. Ulangi cara tersebut terhadap 10 ml air suling untuk blanko. Kemudian masukkan ke dalam oven pada suhu 150 ºC selama 2 jam, lalu pindahkan campuran dari tabung ke dalam labu erlenmeyer 100 ml dan bilas dengan 10 ml air suling. Tambahkan 2 ml asam sulfat pekat, 3 tetes indikator feroin lalu titrasi dengan larutan fero amonium sulfat 0,0025 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah coklat. COD (mg O2/L) = { (A B) x N x 800 } x p Dimana : A = ml larutan fero amonium sulfat untuk titrasi blanko B = ml larutan fero amonium sulfat untuk titrasi benda uji N = kenormalan larutan fero amonium sulfat p = pengenceran contoh uji

57 42 Penetapan Kadmium (Cd) Kadmium ditentukan dengan mengukur 100 ml contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 ml, tambahkan 5 ml HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 1520 ml. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 ml, kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan masingmasing contoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometer serapan atom pada 228,8 nm. Cd (mg/l) = (1000 / volume contoh) x berat kadmium dalam contoh Penetapan Kromium Total (Cr) Kromium total ditentukan dengan mengukur 100 ml contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 ml, tambahkan 5 ml HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 1520 ml. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Pipet 10 ml contoh masukkan ke dalam 50 ml gelas piala dan tambahkan 1 ml 8hydroxyquinoline. Salurkan masingmasing contoh dan tetapkan serapan spektrofotometer yang bekerja pada panjang gelombang 540 nm. Penetapan Seng (Zn) Penentuan kadar seng dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom pada 213,8 nm. Seng ditentukan dengan mengukur 100 ml contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 ml, tambahkan 5 ml HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan

58 43 berkurang 1520 ml. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara contohcontoh. Penetapan Timbal (Pb) Timbal ditentukan dengan mengukur 100 ml contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 ml, tambahkan 5 ml HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 1520 ml. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 ml dan cuci kertas saring 2 atau 3 kali dengan air kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara contohcontoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 283 nm. Penetapan Nikel (Ni) Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 50 ml contoh air sampel masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambah 10 ml larutan amonium sitrat, 5 ml larutan iodium dan 20 ml larutan amoniakal dimetilgiloksim. Encerken dengan air sampai tanda batas, kocok dan diamkan selama 10 menit. Pindahkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan ukur serapan warna pada panjang gelombang 530 nm. Penetapan Tembaga (Cu) Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 100 ml contoh air sampel masukkan ke dalam corong pemisah 250 ml. Netralkan larutan contoh dengan penambahan HCl atau NH4OH. Kemudian tambahkan 5 ml larutan hidroksilamin hidroklorida dan 10 ml CHCl3, kocok selama 2 menit. Saring larutan ekstraksi ke

59 44 dalam kuvet dan tetapkan serapan spektrofotometer pada panjang gelombang 484 nm. Penetapan Amoniak (NH3) Dengan menggunakan pipet, pindahkan sampel sebesar 50 ml ke dalam labu takar 50 ml. Kemudian tambahkan 2 ml reagen Nessler ke dalam larutan tersebut. Kocoklah sampel dengan cara membalikbalik sampel ke dalam labu takarnya paling sedikit 6 kali. Biarkan reaksi berjalan paling cepat 10 menit. Dengan menggunakan spektrofotometer, ukurlah panjang gelombang standar pada nm blanko. Penetapan Phosphat (PO4) Pipet 50 ml sampel tuang ke dalam erlenmeyer 250 ml dan tambah 1 tetes indikator fenolftalein. Kalau larutan berwarna merah, tambah larutan asam tetes demi tetes sampai warna merah tersebut hilang. Lalu tambah 1 ml lagi dari larutan asam tersebut, serta 0,4 g (NH4)2S2O8. Letakkan gelas erlenmeyer pada penangas listrik selama 30 menit atau volume larutan berkurang menjadi kirakira 10 ml. Dinginkan, lalu tambah air suling sampai volume menjadi kirakira 30 ml, tambah 1 tetes indikator fenolftalein dan netralkan dengan NaOH 1 N sampai warnanya kemerahmerahan. Penetapan Total Suspended Solid (TSS) Lakukan penyaringan dengan vakum, kemudian pipet sampel dengan volume tertentu. Cuci kertas saring dengan 30 ml air suling, biarkan kering sempurna dan lanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3 menit. Pindahkan kertas saring dari peralatan penyaring dan pindahkan ke wadah timbang

60 45 aluminium sebagai penyangga. Lalu keringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu ºC, kemudian dinginkan dalam desikator. Selanjutnya lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan. (A B) x 1000 TSS (mg/l) = Volume contoh uji dimana A = berat kertas saring + residu kering B = berat kertas saring Penetapan Minyak dan Lemak Pindahkan contoh uji ke corong pemisah, bilas botol contoh uji dengan 30 ml pelarut organik dan tambahkan pelarut pencuci. Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air. Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat. Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih dan terdapat emulsi lebih dari 5 ml, lakukan sentrifugasi selama 5 menit. Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah kemudian ekstraksi 2 kali dengan pelarut 30 ml tiap kalinya. Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi dengan tambahan ml pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85 ºC, lalu dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang sampai diperoleh berat tetap. Kadar minyaklemak (mg/l) = (A B) x 1000 Volume contoh uji dimana A = berat labu + ekstrak B = berat labu kosong

61 46 Analisis Kualitas Limbah Pemeriksaan kualitas air limbah dilakukan berdasarkan metode analisis yang telah baku pada Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater (1998). Analisis dan pengukuran dilakukan di Laboratorium Air Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Parameter yang dianalisa pada air limbah industri pelapisan nikel mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri meliputi Total Suspended Solid (TSS), kromium total, tembaga, seng, nikel, kadmium, timbal dan ph (Peraturan Perundangundangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Parameter yang dianalisa pada air limbah rumah sakit mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit meliputi parameter kimia (ph, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4) dan parameter mikrobiologik (MPNkuman golongan koli/100 ml) (Peraturan Perundangundangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Sedangkan parameter yang dianalisa pada air limbah rumah tangga mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112/MENLH/2003 tentang baku mutu air limbah domestik meliputi ph, BOD, TSS, minyak dan lemak (Peraturan Perundangundangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

62 47 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan baku dan lama aktivasi terhadap mutu arang aktif dilakukan perhitungan statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang dilanjutkan dengan uji sidik regresi serta uji Duncan. Model umum yang digunakan adalah (Sudjana, 1992) : Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ijk + Sijk Dimana : Yijk = Nilai respon yang diamati µ = Nilai ratarata Ai = Pengaruh bahan baku dari taraf kei Bj = Pengaruh waktu aktivasi dari taraf kej ABijk = Pengaruh interaksi antara bahan baku taraf kei dengan waktu aktivasi taraf kej pada ulangan kek Sijk = Pengaruh galat

63 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahan gugus fungsi sebagai akibat dari proses pengarangan menjadi arang aktif, yang hasilnya tercantum pada Tabel 3 dan Gambar 8. Tabel 3. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Serbuk Gergaji Kayu Campuran Struktur Bilangan gelombang (cm 1 ) Bahan baku Arang Arang aktif Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3412 cm 1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2922 cm 1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada bahan baku juga dijumpai gugus C=O, CO dan CH. Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3378 cm 1. Selain itu pada arang juga dijumpai gugus C=O, CO seperti halnya pada bahan baku serta gugus aromatik yang tersubstitusi. Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3413 cm 1. Pada arang aktif tidak dijumpai gugus C=O. Selain itu pada spektrum serapan IR

64 49 arang aktif juga menunjukkan adanya gugus CO dan gugus aromatik yang mengalami substitusi. a b c Gambar 8. Spektrum Serapan IR Serbuk Gergaji Kayu Campuran (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Identifikasi Gugus Fungsi pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Hasil analisis spektrum serapan IR dari acacia mangium tercantum pada Tabel 4 dan Gambar 9. Tabel 4. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Kayu Mangium (Acacia mangium) Struktur Bilangan gelombang (cm 1 ) Bahan baku Arang Arang aktif Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3378 cm 1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2908 cm 1 menunjukkan adanya gugus alkil. Selain itu pada bahan baku juga dijumpai adanya gugus C=O, CO dan CH. Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat

65 50 (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3419 cm 1. Serapan pada bilangan gelombang 2924 dan 2861 cm 1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang juga dijumpai gugus C=O, CO seperti halnya pada bahan baku. Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif terjadi perubahan gugus fungsi yaitu tidak terdapat gugus OH, tetapi terdapat gugus CH yaitu pada bilangan gelombang 2931 cm 1. Selain itu pada arang aktif dijumpai gugus CO. a b c Gambar 9. Spektrum Serapan IR Kayu Mangium (Acacia mangium) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Identifikasi Gugus Fungsi pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil analisis spektrum serapan IR dari tempurung kelapa tercantum pada Tabel 5 dan Gambar 10. Tabel 5. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Struktur Bilangan gelombang (cm 1 ) Bahan baku Arang Arang aktif

66 51 Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3401 cm 1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Serapan pada bilangan gelombang 2919 cm 1 menunjukkan adanya gugus alkil. Pada bahan baku dijumpai gugus C=O dan CO. Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3401 cm 1. Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2919 cm 1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang juga dijumpai gugus CO dan gugus aromatik yang tersubstitusi. Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan adanya gugus OH terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3448 cm 1. Seperti halnya arang, spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang aktif juga dijumpai gugus CO, CH dan gugus aromatik yang tersubstitusi. % T a b c cm 1 Gambar 10. Spektrum Serapan IR Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

67 52 Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan difraksi sinar X (XRD) bertujuan untuk mengetahui struktur kristalit bahan baku serbuk gergaji kayu campuran, arang dan arang aktif. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahan bentuk kristalit sebagai akibat dari pemanasan dan lama aktivasi. Difraktogram XRD dari serbuk gergaji kayu campuran hasilnya tercantum pada Tabel 6 dan Gambar 11. Tabel 6. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Struktur X(%)? d(nm)? d(nm) Lc(nm) N La(nm) Bahan baku 51,84 (24) 0,3703 (43) 0,2101 4, ,84 4,22 Arang 35,82 (30) 0,2975 (43) 0,2101 4, ,67 4,22 Arang aktif 37,69 (30) 0,2975 (43) 0,2101 4, ,67 4,22 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) arang dan arang aktif sama, sedangkan jarak antar lapisan aromatik bahan baku setelah menjadi arang dan arang aktif makin sempit. Hal ini menggambarkan terjadinya penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitas arang aktif makin meningkat daripada arang. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saito dan Arima (2002) yang menyimpulkan bahwa derajat kristalinitas arang aktif akan meningkat akibat pengaruh aktivasi. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang dan arang aktif meningkat, tetapi antara arang dan arang aktif tinggi dan jumlah lapisan aromatik sama lebar.

68 53 Sedangkan lapisan aromatik (La) pada bahan baku, arang dan arang aktif relatif sama. Difraktogram dari XRD (Tabel 6) memperlihatkan perubahan struktur bahan baku menjadi kristalit arang aktif cenderung menimbulkan penataan ulang atom karbon yang bergerak ke arah vertikal, akibatnya tinggi lapisan aromatik (Lc) bertambah dan jumlah (N) lapisan kristalit yang berbentuk aromatik meningkat (Jimenez et al. 1999). Perubahan tersebut diakibatkan oleh terjadinya pergeseran kristalit, yang semula tingkat keteraturannya tinggi (kristalin) menjadi tidak beraturan (amorf) (Gambar 11 ). Intensitas SG0 SG1 SG Sudut Difraksi (Derajat) SG0 : Serbuk Gergaji SG! : Arang Serbuk Gergaji SG2 : Arang Aktif Serbuk Gergaji Gambar 11. Difraktogram XRD Serbuk Gergaji Kayu Campuran Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Difraktogram dari XRD untuk kayu mangium (Acacia mangium) mulai dari bahan baku sampai menjadi arang aktif dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 12.

69 54 Tabel 7. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Struktur X(%)? d(nm)? d(nm) Lc(nm) N La(nm) Bahan 47,98 (24) 0,3703 4, ,84 baku Arang 47,99 (30) 0,2975 4, ,67 Arang aktif 40,68 (24) 0,3707 (43) 0,2101 4, ,84 4,22 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) bahan baku setelah menjadi arang makin sempit, sedangkan setelah diaktivasi jarak antar lapisan aromatik (d) meningkat sama dengan bahan baku. Derajat kristalinitas arang aktif makin menurun apabila dibandingkan dengan bahan baku dan arang. Tabel 7 di atas juga menunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang meningkat, tetapi setelah diaktivasi menjadi arang aktif tinggi dan dan jumlah lapisan aromatik menurun. Fenomena ini menggambarkan adanya pengerutan ikatan antar atom karbon sehingga jumlah lapisan aromatik (N) berkurang dan pada arang aktif terdapat lebar lapisan aromatik (La) sedangkan pada arang tidak terdapat lebar (La) lapisan aromatik.

70 55 Intensitas AM0 AM1 AM Sudut Difraksi (derajat) AM0: Kayu Acacia Mangium AM1: Arang Acacia Mangium AM2: Arang Aktif Acacia Mangium Gambar 12. Difraktogram XRD Kayu Mangium (Acacia mangium) Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil difraktogram XRD untuk tempurung kelapa dari bahan baku sampai diaktivasi menjadi arang aktif dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13. Tabel 8. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Struktur X(%)? d(nm)? d(nm) Lc(nm) N La(nm) Bahan baku Arang 37,82 30,30 (24) (26) 0,3703 0,3423 (43) 0,2101 4,0150 4, ,84 11,77 4,22 Arang aktif 32,89 (24) 0,3703 (43) 0,2101 4, ,84 4,22 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) bahan baku setelah dibakar menjadi arang makin sempit, tetapi setelah diaktivasi menjadi arang aktif jarak antar lapisan aromatik (d) meningkat kembali sama seperti bahan baku. Derajat kristalinitas arang menurun dibandingkan dengan bahan baku, tetapi pada arang aktif meningkat akibat pengaruh aktivasi.

71 56 Tabel 8 juga menunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang meningkat, tetapi setelah menjadi arang aktif berkurang. Sedangkan lebar lapisan aromatik (La) pada arang dan arang aktif relatif sama, pada bahan baku tidak mempunyai lebar lapisan aromatik (La). Intensitas TK0 TK1 TK Sudut Difraksi (Derajat) TK0= Tempurung Kelapa, TK1= Arang Tempurung Kelapa, TK2=Arang Aktif Tempurung Kelapa Gambar 13. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan elektron mikroskop bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan bahan. Dengan analisis ini dapat diketahui proses pembentukan pori sebagai akibat dari aktivasi. Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk serbuk gergaji kayu campuran dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 14. Tabel 9. Diameter Permukaan Pori Serbuk Gergaji Kayu Campuran Struktur Diameter pori (µm) Bahan baku Arang 0,07 Arang Aktif 0,14

72 57 Hasil fotograf SEM (Gambar 14) menunjukkan bahwa pada bahan baku secara fisik tidak menunjukkan adanya pori, setelah menjadi arang mulai terlihat adanya pori dengan ukuran diameter 0,07 µm. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dan ukuran diameter pori juga semakin besar yaitu 0,14 µm akibat proses aktivasi. Hal ini menunjukkan semakin banyak pula jumlah komponen terdegradasi yang menguap. Penguapan bahanbahan tersebut mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristalit dan mengubah struktur kristalitnya sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur asalnya. (a) (b) (c) Gambar 14. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Campuran Dengan Pembesaran 2000 Kali

73 58 Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 15. Tabel 10. Diameter Permukaan Pori Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Struktur Diameter pori (µm) Bahan baku Arang 0,07 Arang Aktif 0,07 0,14 Hasil fotograf SEM pada tempurung kelapa menunjukkan bahwa pada bahan baku belum menunjukkan adanya pori, setelah menjadi arang mulai terbentuk pori dengan ukuran diameter 0,07 µm. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dan ukuran diameter pori juga semakin besar yaitu 0,07 0,14 µm akibat proses aktivasi. Menurut Beukens et al (1985),ukuran pori tersebut termasuk kedalam struktur makropori karena diameter porinya lebih dari 0,025 µm. Bila dikaitkan dengan ukuran pori yang terbentuk ada kemungkinan bahwa semakin lebar dan besarnya diameter pori dengan proses aktivasi menunjukkan semakin banyak pula jumlah komponen bahan terdegradasi yang menguap. Penguapan bahanbahan tersebut mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristalit dan mengubah struktur kristalitnya sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur asalnya sebagaimana yang terlihat pada hasil identifikasi pola struktur dengan XRD. Adanya sejumlah produk dekomposisi bahan yang menguap tersebut akan menguntungkan karena bila tidak menguap, maka produk tersebut akan mengisi

74 59 atau menutup celah di antara lembaran kristalit arang aktif (Villages and Valle, 2001 dalam Pari, 2004), sehingga kinerja arang aktif kurang efektif. (a) (b) (c) Gambar 15. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk kayu mangium dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 16. Tabel 11. Diameter Permukaan Pori Kayu Mangium (Acacia mangium) Struktur Diameter pori (µm) Bahan baku Arang 0,07 Arang Aktif 0,14

75 60 Hasil fotograp SEM pada kayu mangium juga menunjukkan bahwa pada bahan baku belum terlihat adanya pori, setelah menjadi arang mulai terbentuk pori dengan ukuran diameter 0,07 µm. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dengan ukuran diameter pori 0,14 µm. (a) (b) (c) Gambar 16. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Kayu Mangium (Acacia mangium)

76 61 Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif Rendemen Perhitungan rendemen didasarkan pada bobot kering oven bahan baku. Hasil perhitungan rendemen arang aktif dari serbuk gergaji, Acacia mangium dan tempurung kelapa pada suhu 700 C dengan waktu aktivasi 3 jam dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rendemen Arang aktif Serbuk Gergaji, Acacia mangium dan Tempurung Kelapa pada Suhu 700 C dengan Waktu Aktivasi 3 jam Bahan Baku Rendemen ( % ) Serbuk Gergaji Acacia mangium Tempurung Kelapa 62,17 63,10 65,82 Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 62,17 65,82 % (Tabel 12). Hasil ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 67,40 99,40 % (Pari dkk, 2006), hasil rendemennya lebih rendah. Rendahnya rendemen arang aktif ini disebabkan oleh senyawa karbon yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa dan lignin mengalami reaksi pemurnian dengan uap air yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa non karbon yang melekat pada permukaan arang. Namun demikian karena reaksi yang terjadi secara radikal maka atom C yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan atom O dan H membentuk CO seperti yang teridentifikasi pada IR, CO2, CH4, sehingga rendemen yang dihasilkan akan lebih rendah. Rendemen terendah dihasilkan dari bahan baku serbuk gergaji dan rendemen tertinggi diperoleh dari bahan baku tempurung kelapa. Tempurung kelapa

77 62 memiliki struktur lebih keras apabila dibandingkan dengan serbuk gergaji dan kayu mangium sehingga rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Kadar Air Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif. Kadar air arang sebelum menjadi arang aktif berkisar antara 1,01 5,08 %. Data selengkapnya untuk kadar air arang aktif tercantum pada Lampiran 1. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar air arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 1,31 5,44 %. Hasil ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 8,39 15,90 % (Pari dkk, 2006), maka kadar air hasil penelitian masih lebih baik. Rendahnya kadar air ini menunjukkan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam bahan telah menguap selama proses karbonisasi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995), arang aktif disyaratkan memiliki kadar air kurang dari 15 %. Dari Tabel 13 terlihat bahwa semua arang aktif hasil percobaan memenuhi SNI. Kadar air terendah diperoleh dari arang serbuk gergaji yang diaktivasi selama 0 jam. Sedangkan kadar air tertinggi dihasilkan dari arang aktif tempurung kelapa dengan waktu aktivasi selama 1 jam. Tabel 13. Hasil Analisa Kadar Air (%) Arang Aktif Bahan Baku Waktu Aktivasi (jam) Serbuk gergaji 1,31 1,35 1,79 1,65 Acacia mangium 3,98 3,04 2,24 1,75 Tempurung kelapa 3,05 5,44 3,22 3,79 Kadar air arang aktif yang diinginkan adalah arang aktif dengan kadar air serendah mungkin. Hal ini disebabkan karena kadar air yang tinggi akan menurunkan daya serap baik terhadap gas maupun cairan (Pari, 1995). Oleh

78 63 karena itu, dalam aplikasinya arang aktif yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan air. Dari hasil uji sidik ragam dapat diketahui bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air (Lampiran 7a). Uji lanjut Tukey (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa faktor bahan baku serbuk gergaji menyebabkan perbedaan kadar air yang nyata dengan Acacia mangium dan tempurung kelapa, sedangkan arang aktif Acacia mangium dan tempurung kelapa tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air. Faktor waktu aktivasi baik selama 0, 1, 2 dan 3 jam tidak menyebabkan perbedaan kadar air yang nyata. Faktor interaksi bahan baku dan waktu aktivasi memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap kadar air. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 7c), dapat dilihat bahwa kadar air memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat linier untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar air untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik. Kadar Air (Y, %) 7 TK : y = x3 8.52x x (R2 = ) 6 SG : y = 0.34x (R2 = ) AM : y = x (R2 = ) Waktu Steam (X, jam) Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM Gambar 17. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Arang Aktif

79 64 Pada arang aktif tempurung kelapa terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar air jika waktu aktivasi terus ditambah dan mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi selama 2 jam. Pada arang aktif serbuk gergaji nilai kadar air cenderung meningkat seiring dengan penambahan waktu aktivasi, hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan sifat higroskopis arang aktif terhadap uap air dan terjadinya pengikatan molekul air oleh 6 atom karbon yang telah diaktivasi (Pari dkk, 2000). Sedangkan pada arang aktif Acacia mangium nilai kadar air cenderung menurun apabila waktu aktivasi bertambah. Kadar Zat Terbang Kadar zat mudah menguap atau zat terbang menunjukkan kandungan zatzat mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 C. Zatzat menguap ini berupa senyawaan karbon, sulfur dan nitrogen yang dapat menutupi poripori arang aktif. Data selengkapnya untuk kadar zat terbang tercantum pada Lampiran 1. Sedangkan Tabel 14 menunjukkan kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan pada setiap kombinasi perlakuan. Tabel 14. Hasil Analisa Kadar Zat Terbang (%) Arang Aktif Bahan Baku Waktu Aktivasi (jam) Serbuk gergaji 16,00 14,34 14,42 12,87 Acacia mangium 8,31 8,04 7,42 8,03 Tempurung kelapa 11,37 6,99 8,02 7,26 Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 6,99 16,00 %. Sedangkan kadar zat terbang arang berkisar antara 19,92 26,49 %. Kadar zat terbang terendah diperoleh dari arang aktif tempurung kelapa dengan waktu aktivasi 1 jam, sedangkan kadar zat

80 65 terbang tertinggi diperoleh dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 0 jam. Hasil kadar zat terbang ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 6,08 11,70 % (Pari dkk, 2006), maka kadar zat terbang hasil penelitian lebih tinggi. Tingginya kadar zat terbang ini menunjukkan bahwa masih terdapatnya senyawa non karbon yang menempel pada permukaan arang aktif terutama atom H yang terikat kuat pada atom C pada permukaan arang aktif dalam bentuk C(H2) seperti yang teridentifikasi pada IR. Kadar zat terbang yang tinggi tidak diinginkan karena senyawasenyawa yang menempel pada arang aktif dapat mengurangi daya serapnya terhadap gas atau larutan. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan bahwa kadar zat terbang maksimum untuk arang aktif adalah 25 %. Semua kadar zat tebang arang aktif hasil penelitian memenuhi SNI. Arang memiliki kadar zat terbang yang tinggi, hal tersebut menunjukkan bahwa aktivasi mampu menguapkan senyawa volatil. Komponen senyawa volatil dalam arang aktif adalah gas yang tidak terkondensasi seperti CO2, CO, CH4 dan H2 (Pari,1995). Hasil uji sidik ragam (Lampiran 8a) menunjukkan bahwa seluruh faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar zat terbang. Pada uji lanjut Tukey (Lampiran 8b) dapat diketahui bahwa arang aktif Acacia mangium dan tempurung kelapa tidak menyebabkan perbedaan kadar zat terbang yang nyata, akan tetapi dengan arang aktif serbuk gergaji memberikan perbedaan kadar zat terbang yang nyata. Demikian pula arang aktif dari tempurung kelapa dengan

81 66 serbuk gergaji juga memberikan perbedaan kadar zat terbang yang nyata. Faktor waktu aktivasi selama 0 jam tidak menyebabkan perbedaan kadar zat terbang yang nyata dengan aktivasi selama 1 dan 2 jam, tetapi dengan aktivasi 3 jam memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan waktu aktivasi selama 1, 2 dan 3 jam tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar zat terbang. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 8c), dapat dilihat bahwa kadar zat terbang memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat linier untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar zat terbang untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik seperti yang terlihat pada Gambar 18 di bawah ini. Kadar Zat Terbang (Y, %) SG : y = x (R 2 = ) 4 TK : y = x x x (R 2 = ) 2 AM : y = 0.16x (R 2 = 0.084) 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Waktu Steam (X, jam) Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM Gambar 18. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Zat Terbang Arang Aktif Pada arang aktif tempurung kelapa terjadi penurunan dan peningkatan nilai kadar zat terbang jika waktu aktivasi terus ditambah. Kadar zat terbang tersebut mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 0 jam. Sedangkan pada

82 67 arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai kadar zat terbang cenderung menurun apabila waktu aktivasi terus bertambah. Kadar Abu Kadar abu menunjukkan jumlah oksidaoksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu yang terbentuk berasal dari mineralmineral yang terikat kuat pada arang. Mineral tersebut misalnya kalsium, kalium dan magnesium. Data selengkapnya untuk kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 15. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Arang Aktif Bahan Baku Waktu Aktivasi (jam) Serbuk gergaji 18,56 22,19 12,04 27,17 Acacia mangium 2,58 4,55 3,35 4,04 Tempurung kelapa 2,25 2,16 2,04 2,26 Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa kadar abu yang diperoleh berkisar antara 2,04 27,17 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 12,30 32,70 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian masih lebih baik. Nilai terendah dihasilkan dari arang aktif tempurung kelapa dengan aktivasi selama 2 jam dan kadar abu tertinggi didapat dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 3 jam. Untuk nilai kadar abu arang berkisar antara 1,81 7,17 %. Kadar abu yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) tidak lebih dari 10 %. Dari seluruh arang aktif yang dihasilkan hanya arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji yang memiliki kadar abu tidak memenuhi SNI baik yang diaktivasi selama 0, 1, 2 maupun 3 jam. Tingginya kadar abu ini disebabkan

83 68 oleh proses oksidasi. Kadar abu yang diinginkan adalah serendah mungkin sehingga adsorpsi gas ataupun cairan dapat berlangsung lebih baik. Hal ini disebabkan karena kandungan mineral dalam abu seperti kalsium, kalium, magnesium dan natrium dapat menyebar dalam kisikisi arang aktif dan menutupi pusat aktif (Pari, 1995). Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 9a), dapat diketahui bahwa faktor bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu. Dan berdasarkan uji Tukey (Lampiran 9b) dapat diketahui bahwa arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa dan Acacia mangium tidak memberikan perbedaan kadar abu yang nyata, sedangkan arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji memberikan perbedaan yang nyata. Faktor waktu aktivasi selama 0 jam tidak berbeda nyata dengan waktu aktivasi selama 1 dan 2 jam, tetapi dengan waktu aktivasi selama 3 jam memberikan perbedaan kadar abu yang nyata. Sedangkan waktu aktivasi selama 1 jam dan 3 jam tidak berbeda nyata. Interaksi antara bahan baku dan waktu aktivasi menyebabkan kadar abu yang beragam. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 9c), dapat dilihat bahwa kadar abu memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar abu untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kuadratik seperti yang terlihat pada Gambar 19 di bawah ini.

84 69 Kadar Abu (Y, %) SG : y = x x x (R 2 = ) TK : y = 0.175x x (R 2 = ) 5 AM : y = x x x (R 2 = ) 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Waktu Steam (X, jam) Serbuk Gergaji (SG Tempurung Kelapa (TK) Acacia Mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM Gambar 19. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Abu Arang Aktif Pada arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan Acacia mangium terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar abu jika waktu aktivasi ditambahkan. Nilai kadar abu untuk arang aktif serbuk gergaji mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 3 jam, sedangkan untuk arang aktif Acacia mangium mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 1 jam. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai kadar abu cenderung menurun dan terus meningkat seiring dengan penambahan waktu aktivasi. Peningkatan kadar abu ini menunjukkan adanya proses oksidasi lebih lanjut terutama dari partikel halus. Nilai kadar abu ini mencapai titik minimum pada waktu aktivasi 2 jam. Kadar Karbon Terikat Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat organik) dan zatzat atsiri yang masih terdapat pada poripori arang. Definisi kadar karbon terikat hanya berupa pendekatan.

85 70 Data selengkapnya tentang kadar karbon terikat tercantum pada Lampiran 1. Dari Tabel 16, dapat diketahui bahwa kadar karbon terikat yang diperoleh berkisar antara 59,97 90,86 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 54,60 79,70 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian ini kualitasnya lebih baik. Kadar karbon terikat terendah diperoleh dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 3 jam, sedangkan yang paling tinggi diperoleh dari arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi selama 1 jam. Sedangkan kadar karbon terikat arang yang diperoleh berkisar antara 67,63 77,69 %. Tabel 16. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat (%) Arang Aktif Bahan Baku Waktu Aktivasi (jam) Serbuk gergaji 65,44 63,48 73,55 59,97 Acacia mangium 89,11 87,42 89,24 87,93 Tempurung kelapa 86,39 90,86 89,94 90,49 Kadar karbon yang diinginkan dalam pembuatan arang aktif adalah setinggi mungkin. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan kadar karbon terikat untuk arang aktif minimum 65 %, sehingga dengan demikian kadar karbon terikat arang aktif dari Acacia mangium dan tempurung kelapa memenuhi SNI sedangkan arang aktif dari serbuk gergaji yang diaktivasi selama 1 dan 3 jam tidak memenuhi persyaratan SNI. Rendahnya kadar karbon terikat ini menunjukkan banyak atom karbon yang bereaksi dengan uap air menghasilkan gas CO dan CO2 sehingga atom karbon yang tertata kembali membentuk struktur heksagonal sedikit. Besar kecilnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu dan zat terbang juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin yang

86 71 dapat dikonversi menjadi atom karbon (Pari, 2004). Kadar karbon terikat berbanding terbalik dengan kadar abu dan kadar zat terbang. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar karbon terikat (Lampiran 10a). Selanjutnya uji Tukey (Lampiran 10b) menunjukkan bahwa faktor bahan baku menyebabkan kadar karbon terikat saling berbeda satu sama lain. Faktor waktu aktivasi selama 0, 1 dan 3 jam tidak berbeda nyata, sedangkan aktivasi selama 2 jam menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar karbon terikat. Interaksi bahan baku dan waktu aktivasi juga menyebabkan kadar karbon terikat berbedabeda pula. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 10c), dapat dilihat bahwa kadar karbon terikat memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG), tempurung kelapa (TK) maupun yang berasal dari Acacia mangium (AM) seperti yang terlihat pada Gambar 20 di bawah ini. Namun, persamaan kubik dari Acacia mangium ini tidak signifikan secara statistik (nilai sigf. > 0,05). Pada arang aktif serbuk gergaji terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar karbon terikat jika waktu aktivasi bertambah dan mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 2 jam. Begitu pula pada arang aktif tempurung kelapa dan Acacia mangium, nilai kadar karbon terikat cenderung naik turun jika waktu aktivasinya berubah. Namun, naik turunnya nilai kadar karbon terikat ini tidak terlalu menyimpang besar.

87 72 Kadar Karbon Terikat (Y, %) SG : y = x x x (R 2 =0.9868) TK : y = x x x (R 2 = ) AM : y = x x x (R 2 = ) 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Waktu Steam (X, jam) Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM Gambar 20. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Aktif Daya Serap Iodium Daya serap terhadap iodium merupakan indikator penting dalam menilai arang aktif. Daya serap terhadap iodium menunjukkan kemampuan arang aktif menyerap zat dengan ukuran molekul yang lebih kecil dari 10 Aº atau memberikan indikasi jumlah pori yang berdiameter Aº. Semakin tinggi daya serap iodium maka semakin baik kualitas arang aktif. Tujuan penetapan daya serap iodium adalah guna mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna. Daya serap iodium biasanya dijadikan indikator utama dalam menentukan kualitas arang aktif. Data selengkapnya untuk daya serap iodium dapat dilihat pada Lampiran 1. Daya serap iodium arang berkisar antara 120,9 279,0 mg/g. Sedangkan daya serap iodium arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 321,80 541,50 mg/g (Tabel 17). Daya serap iodium terendah terdapat pada arang aktif serbuk gergaji yang

88 73 diaktivasi selama 0 jam dan tertinggi adalah arang aktif Acacia mangium yang diaktivasi selama 2 jam. Tabel 17. Hasil Analisa Daya Serap Iodium (mg/g) Arang Aktif Bahan Baku Waktu Aktivasi (jam) Serbuk gergaji 321,80 342,45 390,00 353,75 Acacia mangium 524,10 528,30 541,50 526,55 Tempurung kelapa 351,15 334,25 325,15 416,05 Daya serap iodium yang diinginkan adalah daya serap iodium yang tinggi. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan daya serap iodium untuk arang aktif minimum 750 mg/g. Pada umumnya arang aktif yang dihasilkan tidak memenuhi SNI karena daya serap yang dihasilkan kurang dari 750 mg/g, tetapi untuk arang aktif Acacia mangium memenuhi syarat Standar Amerika (American WaterWorks Association/AWWA, 1978) karena daya serapnya lebih dari 500 mg/g. Apabila dilihat dari daya serap yang memenuhi standar AWWA maka aplikasi dari arang aktif ini lebih baik digunakan untuk menarik kotoran baik kation maupun anion yang terdapat dalam air. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu berkisar antara mg/g (Pari dkk, 2006), maka daya serap hasil penelitian tidak jauh berbeda. Namun demikian terdapat perbedaan yang nyata apabila dibandingkan dengan hasil penelitian skala laboratorium Pari (2000) yang menyimpulkan daya serap terhadap yodium antara ,23 mg/g. Perbedaan ini lebih disebabkan oleh suhu aktivasi yang berbeda yaitu 900 ºC. Rendahnya daya serap ini mungkin juga disebabkan karena dinding pori karbon mulai rusak atau erosi sehingga luas permukaan pori menurun

89 74 kembali dan diikuti dengan menurunnya daya serap terhadap yodium. Selain itu rendahnya daya serap terhadap yodium ini menggambarkan terbentuknya struktur mikropori yang sedikit dan tidak dalam (Heng et al, 1985 dalam Pari 1995). Uji sidik ragam (Lampiran 11a) menunjukkan bahwa bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap daya serap iodium. Uji lanjut Tukey (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan tempurung kelapa tidak berbeda nyata dalam hal daya serap iodium, tetapi arang aktif Acacia mangium berbeda nyata. Sedangkan untuk waktu aktivasi 0 jam tidak berbeda nyata dengan 1 jam tetapi berbeda nyata dengan waktu aktivasi 2 dan 3 jam, kemudian waktu aktivasi 2 jam berbeda nyata dengan 3 jam dalam hal daya serap iodium. Interaksi antara bahan baku dengan waktu aktivasi menyebabkan daya serap iodium yang bervariasi. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 11c), dapat dilihat bahwa daya serap iodium memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG), tempurung kelapa (TK) maupun yang berasal dari Acacia mangium (AM) seperti yang terlihat pada Gambar 21 di bawah ini. Pada arang aktif yang berasal dari ketiga bahan di atas terjadi peningkatan dan penurunan nilai daya serap iodium jika waktu aktivasi terus bertambah. Daya serap iodium maksimum terjadi pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium dengan waktu aktivasi 2 jam, sedangkan pada arang aktif tempurung kelapa nilai maksimum terjadi waktu aktivasi 3 jam.

90 75 Daya Serap Iodium (Y, %) AM : y = 6.4x x x (R 2 = ) SG : y = 18.9x x x (R 2 = 0.998) TK : y = x x x (R 2 = ) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Waktu Aktivasi (X, jam) Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM Gambar 21. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Iodium Arang Aktif Daya Serap Metanol Daya serap metanol menunjukkan kemampuan arang aktif untuk menyerap gas yang berasal dari kelompok gugus alkohol dengan gugus fungsi hidroksil. Metanol atau metil alkohol merupakan salah satu alkohol rantai pendek yang larut dalam air atau biasa disebut dengan senyawa polar. Metanol biasa digunakan sebagai pelarut, antifreeze radiator mobil, sintesis formaldehid, metilamina, metilklorida, metilsalisilat dan lainlain. Dari hasil percobaan didapatkan daya serap terhadap metanol berkisar antara 5,571 12,094 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 2. Untuk daya serap arang terhadap metanol berkisar antara 4,954 11,053 %. Daya serap metanol tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi selama 1 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 12,094 %. Sedangkan daya serap metanol terendah pada arang aktif serbuk gergaji kayu campuran yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 3 x 24 jam yaitu sebesar 5,571 %.

91 76 Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12a), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap metanol. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap metanol selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 22 di bawah ini. Pada arang aktif serbuk gergaji dan tempurung kelapa terjadi peningkatan dan penurunan nilai daya serap metanol jika waktu aktivasi terus ditambah. Sedangkan arang aktif Acacia mangium nilai daya serap terhadap metanol cenderung meningkat dan kemudian menurun seiring dengan penambahan waktu aktivasi. Daya Serap Metanol %) Pengukuran Ke SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam), H3PO4 : Asam Fosfat 5% Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO40 AMH3PO41 AMH3PO42 AMH3PO43 Gambar 22. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Metanol

92 77 Daya Serap Karbon Tetraklorida (CCl4) Daya serap arang terhadap CCl4 yang dihasilkan berkisar antara 3,808 8,565 %. Sedangkan daya serap arang aktif terhadap CCl4 berkisar antara 6,331 11,155 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 3. Angka ini tidak ada yang memenuhi standar Departemen Kesehatan (Sudrajat dan salim, 1994) dan standar Jepang (1967) karena daya serapnya kurang dari 40 % dan 60 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari serbuk gergajian sengon skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 19,21 51,74 % (Pari dkk, 1996) maka arang aktif hasil penelitian kualitasnya masih lebih rendah. Daya serap CCl4 tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji kayu campuran yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 5 x 24 jam yaitu sebesar 11,155 %, sedangkan daya serap terendah terdapat pada arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi 3 jam selama waktu inkubasi 24 jam yaitu sebesar 6,331 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12b), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap CCl4. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap CCl4 selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 23. Pada arang aktif yang berasal dari Acacia mangium nilai daya serap CCl 4 cenderung menurun dari waktu ke waktu. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap CCl 4 cenderung naik kemudian menurun jika waktu aktivasi terus

93 78 ditambah. Sedangkan pada arang aktif serbuk gergaji nilai daya serap CCl 4 cenderung bersifat fluktuatif (naikturun) dengan penambahan waktu aktivasi. Daya Serap CCl4 (%) Pengukuran ke SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5% Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO40 AMH3PO41 AMH3PO42 AMH3PO43 Gambar 23. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CCl4 Daya Serap Kloroform (CHCl3) Kloroform merupakan senyawaan organohalogen yang bersifat racun dan harus digunakan secara hatihati karena dapat menyebabkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan. Daya serap kloroform memberikan indikasi kemampuan arang aktif dalam menyerap gas yang bersifat polar. Daya serap arang aktif terhadap kloroform hasil percobaan berkisar antara 9,389 16,832 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 4. Untuk daya serap arang berkisar antara 9,298 14,398 %. Angka ini tidak ada yang memenuhi standar Departemen Kesehatan (Sudrajat dan Salim, 1994) dan standar Jepang (1967) karena daya serapnya kurang dari 40 % dan 60 %. Rendahnya daya serap ini disebabkan karena terdapatnya gugus P2O5 hasil dekomposisi

94 79 H3PO4 yang menempel dan terikat pada permukaan arang aktif sehingga lebih bersifat polar. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari serbuk gergajian sengon skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 20,75 42,28 % (Pari dkk, 1996) maka arang aktif hasil penelitian kualitasnya masih lebih rendah. Besar kecilnya daya serap arang aktif terhadap kloroform dan karbon tetra klorida banyak dipengaruhi oleh tingkat kepolaran dari permukaan arang aktif seperti adanya senyawa fenol, aldehid dan karboksilat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap arang aktif terhadap CHCl3 lebih besar dibandingkan dengan daya serap terhadap CCl4. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan permukaannya banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehid dan karboksilat. Daya serap kloroform tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 2 x 24 jam yaitu sebesar 16,832 %. Sedangkan daya serap kloroform terendah pada arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 2 x 24 jam yaitu sebesar 16,832 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12c), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap kloroform. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap CHCl3 selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 24. Pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap CHCl 3

95 80 mengalami fluktuatif (naikturun) jika waktu aktivasi terus ditambah. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap CHCl 3 cenderung meningkat kemudian menurun seiring dengan penambahan waktu aktivasi. Daya Srap CHCl3 (%) Pengukuran Ke SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5% Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO40 AMH3PO41 AMH3PO42 AMH3PO43 Gambar 24. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CHCl3 Daya Serap Formaldehida Daya serap formaldehida menunjukkan kemampuan arang aktif untuk menyerap gas.dari hasil percobaan didapatkan daya serap arang dan arang aktif terhadap formaldehida berkisar antara 6,511 13,689 % dan 7,966 17,420 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Arang aktif hasil penelitian ini masih berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asano et al. (1999) yang menyimpulkan senyawa formaldehida yang dapat diserap oleh arang dapat mencapai %. Perbedaan ini lebih disebabkan oleh proses pembuatan arangnya yang mencapai suhu 1000 ºC. Hasil ini menunjukkan bahwa permukaan

96 81 arang aktif bersifat polar sehingga dapat menarik polutan yang juga bersifat polar seperti aldehid. Dari hasil ini mengindikasikan juga arang aktif hasil penelitian dapat digunakan di dalam ruangan atau pabrik untuk mengadsorpsi polutan yang dikeluarkan di dalam ruangan. Daya serap formaldehida tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 17,420 %. Sedangkan daya serap formaldehida terendah pada arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 7,966 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12d), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap formaldehida. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap formaldehida selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 25. Pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap formaldehida mengalami fluktuatif (naikturun) jika waktu aktivasi terus ditambah. Sedangkan pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap formaldehida cenderung meningkat kemudian menurun seiring dengan penambahan waktu aktivasi.

97 82 Daya Serap Formaldehida (%) 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0, Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO40 AMH3PO41 AMH3PO42 AMH3PO43 Pengukuran Ke SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5% Gambar 25. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Formaldehida Daya Serap Benzena Benzena merupakan senyawa aromatis yang paling sederhana. Berasal dari batu bara dan minyak bumi. Sifat fisika senyawa tersebut yaitu titik didih cairan 80 ºC, tidak berwarna, tidak larut dalam air, larut dalam kebanyakan pelarut organik, mudah terbakar dengan nyala yang berjelaga dan berwarna (karena kadar C tinggi). Penetapan daya serap benzena memberikan indikasi kemampuan arang aktif dalam meneyerap gas yang bersifat non polar dengan ukuran molekul kurang dari 6 Aº. Dari hasil percobaan didapatkan daya serap arang dan arang aktif terhadap benzena berkisar antara 4,045 7,797 % dan 3,394 7,173 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 6. Daya serap arang aktif terhadap benzena yang dihasilkan ini belum memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) karena masih kurang dari 25 %. Rendahnya daya serap ini menunjukkan

98 83 bahwa masih terdapatnya senyawa non karbon yang menempel pada permukaan arang aktif terutama atom H dan O sehingga permukaan arang aktifnya lebih bersifat non polar. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 9,22 16,20 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian masih lebih rendah. Dalam penelitian ini arang aktif yang dihasilkan mempunyai daya serap terhadap benzena lebih rendah bila dibandingkan terhadap CCl4. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan tingkat kepolaran, dimana CCl4 lebih bersifat non polar dibandingkan dengan benzena selain itu rendahnya daya serap terhadap benzena ini disebabkan oleh strukturnya yang berbentuk aromatik. Daya serap benzena tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari acacia mangium yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 6 x 24 jam yaitu sebesar 7,173 %. Sedangkan daya serap benzena terendah pada arang aktif acacia mangium yang diaktivasi 3 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 3,394 %. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap benzena selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 26. Pada arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa nilai daya serap benzena cenderung menurun dari waktu ke waktu, berbanding lurus dengan waktu aktivasi. Sedangkan pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap benzena ini turun naik.

99 84 Daya Serap Benzena (%) 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO40 AMH3PO41 AMH3PO42 AMH3PO43 Pengukuran Ke SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5% Gambar 26. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Benzena Peningkatan Mutu Arang Aktif Mengingat dalam skala komersial, konsumen cenderung memilih arang aktif dengan mutu yang memenuhi standar maksimum terutama untuk keperluan ekspor, maka dilakukan upaya untuk mencapai standar dimaksud. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa untuk mendapatkan kondisi optimum arang aktif dalam hal daya serap, derajat kristalinitas dan ukuran pori arang aktif yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), maka perlu dilakukan peningkatan mutu terhadap ketiga bahan baku arang aktif (serbuk gergaji, tempurung kelapa dan Acacia mangium) yang memiliki kualitas terbaik terutama dalam hal daya serap terhadap iodium karena merupakan indikator utama dalam menentukan kualitas arang aktif. Selanjutnya guna mencapai mutu arang aktif yang memenuhi SNI, maka arang aktif yang memiliki kualitas terbaik yaitu daya serap iodnya memenuhi standar American Water Works Association (AWWA,

100 ) dilakukan aktivasi dengan cara kombinasi kimia dan fisika, yaitu menggunakan larutan H3PO4 5 % dengan waktu aktivasi 0, 1, 2 dan 3 jam. Dalam penelitian ini arang aktif yang berasal dari Acacia mangium yang akan dilakukan peningkatan mutu. Identifikasi Gugus Fungsi Arang Aktif Hasil identifikasi gugus fungsi dengan spektofotometri arang aktif Acacia mangium yang direndam dengan H3PO4 5 % menunjukkan adanya ikatan CH dari senyawa aromatik yang ditunjukkan dengan adanya pita serapan di daerah bilangan gelombang 1537 cm 1. Disamping itu juga terdapat gugus CO yang ditunjukkan dengan adanya pita serapan di daerah bilangan gelombang 1061 cm 1 dan serta terindikasi adanya struktur polisiklik pada pita serapan di daerah bilangan gelombang 873 cm 1. Adanya gugus CO menyebabkan permukaan arang aktif lebih bersifat polar. Gambar 27. Spektrum Serapan IR Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 %

101 86 Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Aktif Hasil identifikasi pola struktur dengan XRD pada arang aktif Acacia mangium yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % (Gambar 28) menunjukkan derajat kristalinitas lebih besar (58,23 %) bila dibandingkan dengan arang aktif yang diaktivasi dengan H2O (40,68 %) (Tabel 23). Akibat lain dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % adalah tinggi antar lapisan aromatik (Lc) menjadi lebih pendek, yang semula 4,0658 nm menjadi 4,0150 nm. Sedangkan jarak antar lapisan (d) lebih besar yang semula 0,2975 nm menjadi 0,2055 nm. Lebar (La) antar lapisan relatif tetap dan jumlah (N) lapisan aromatik lebih sedikit yaitu dari 13,67 menjadi 10,84. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % pada strukturnya lebih kristalin dibanding dengan aktivator H2O Intensitas Sudut Difraksi (derajat) Gambar 28. Difraktogram XRD Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 %

102 87 Identifikasi Topografi Permukaan Pori Arang Aktif Hasil analisis topografi permukaan arang aktif dengan SEM (Gambar 29) memperlihatkan bahwa ukuran diameter pori arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih besar (0,14 0,35 µm) bila dibandingkan dengan yang menggunakan aktivator H2O (0,07 µm) (Tabel 23). Gambar 29. Topografi Permukaan Arang Aktif yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 % Mutu Arang Aktif Hasil analisis (Tabel 23) menunjukkan bahwa arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % memiliki rendemen lebih rendah (40,54 %) bila dibandingkan dengan arang yang diaktivasi dengan H2O (63,10 %). Kadar air dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih besar, peningkatan kadar air ini dapat terjadi karena adanya reaksi oksidasi dan reduksi antara bahan baku dengan asam fosfat dimana asam fosfat tereduksi menjadi fosfat anhidrida yang bersifat dapat menarik uap air dari udara. Sedangkan kadar abu dan kadar zat terbang dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih rendah sehingga kadar karbon yang dihasilkan juga lebih besar. Rendahnya kadar zat terbang menunjukkan

103 88 bahwa residuresidu senyawa hidrokarbon yang menempel pada permukaan arang aktif terekstraksi dan pada waktu proses aktivasi dengan uap air terjadi, yang diikuti dengan pelepasan senyawa tersebut yang tereduksi oleh asam fosfat karena salah satu fungsi bahan pengaktif ini tidak menyebabkan residu hidrokarbon membentuk senyawa organik oksigen yang dapat bereaksi dengan kristalit karbon (Hassler, 1963 dalam Sudradjat dan Suryani, 2002). Hasil analisis daya serap arang aktif (Tabel 23) menunjukkan bahwa arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % daya serap terhadap iodin untuk aktivasi 0 dan 1 jam lebih besar dibandingkan dengan yang diaktivasi dengan H2O. Besarnya daya serap ini menunjukkan bahwa proses oksidasi dan reduksi antara senyawa hidrokarbon dengan asam fosfat melalui efek interkalasi yaitu masuk atau terserapnya anion dari asam fosfat diantara pelatpelat karbon heksagonal dalam struktur karbon sehingga terjadi pendesakan terhadap residu hidrokarbon yang berada diantara pelatpelat karbon heksagonal dari kristalit yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembentukan pori arang aktif. Daya serap yang dihasilkan belum memenuhi standar SNI karena masih kurang dari 750 mg/g, tetapi memenuhi standar Amerika (AWWA, 1978) hanya arang aktif yang diaktivasi 0 dan 1 jam. Sedangkan daya serap terhadap CCl4 dan formaldehida dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih kecil kecuali yang diaktivasi 2 jam, daya serap terhadap CHCl3 juga lebih kecuali yang diaktivasi 3 jam. Untuk daya serap terhadap benzena arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih besar karena asam fosfat mampu mengoksidasi senyawa deposit hidrokarbon yang

104 89 terdapat pada permukaan kristalit arang aktif sehingga mengurangi tingkat kepolaran pada atom karbon. Tabel 23. Perbandingan Mutu Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H2O dan H3PO4 5 % Sifat Bahan Waktu aktivasi (jam) pengaktif Rendemen (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar zat terbang (%) Kadar karbon terikat (%) Daya serap iodium (mg/g) Daya serap metanol (%) Daya serap CCl4 (%) Daya serap CHCl3 (%) Daya serap formaldehida (%) Daya serap benzena (%) Diameter pori (µm) Derajat kristalinitas (%) Tinggi lapisan aromatik (nm) Lebar lapisan aromatik (nm) Jumlah lapisan aromatik Jarak antar lapisan aromatik, nm (? 44) H2O H3PO4 5 % H2O 3,98 H3PO4 5 % 5,25 H2O 2,58 H3PO4 5 % 2,31 H2O 8,31 H3PO4 5 % 7,01 H2O 89,11 H3PO4 5 % 90,69 H2O 524,10 H3PO4 5 % 657,20 H2O 8,107 H3PO4 5 % 7,129 H2O 8,911 H3PO4 5 % 8,386 H2O 14,275 H3PO4 5 % 13,242 H2O 12,434 H3PO4 5 % 6,565 H2O 6,071 H3PO4 5 % 7,134 H2O H3PO4 5 % 0,14 0,35 H2O H3PO4 5 % 58,23 H2O H3PO4 5 % 4,0150 H2O H3PO4 5 % 4,22 H2O H3PO4 5 % 10,84 H2O H3PO4 5 % 0, ,10 40,54 3,04 2,24 1,75 5,08 5,42 11,29 4,55 3,35 4,04 2,80 2,05 1,63 8,04 7,42 8,03 7,07 6,24 6,44 87,42 89,24 87,93 90,14 91,72 91,94 528,30 541,50 526,55 555,45 454,60 453,70 9,248 9,312 8,369 6,758 8,099 6,757 8,462 8,597 8,007 7,099 9,141 7,453 13,814 14,603 12,662 13,528 13,578 13,179 16,113 14,754 14,293 13,975 14,873 13,780 6,244 6,917 3,808 6,422 8,084 6,064 0,07 40,68 4,0658 4,22 13,67 0,2975

105 90 Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Air Limbah Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa mutu arang aktif dengan aktivator larutan H3PO4 5 % memenuhi standar Amerika terutama yang diaktivasi 0 dan 1 jam, maka arang aktif yang mempunyai daya serap terhadap yodium paling besar yang akan digunakan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Dalam hal ini arang aktif yang dimaksud adalah arang aktif yang berasal dari Acacia mangium yang diaktivasi dengan larutan H3PO4 5 % tanpa diaktivasi dengan H 2 O. Permasalahan air bersih sebenarnya ada pada pembuangan limbah cair yang dilakukan secara sembarangan dari hasil kegiatan industri serta limbah domestik perkotaan. Ditambah lagi dengan kurangnya usaha untuk mengolah limbah cair secara benar. Berdasarkan hal itu, maka dilakukan penelitian aplikasi arang aktif dimana proses pembuatannya dicoba skala industri kecil dengan retort kapasitas produksi 100 kg sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga, limbah rumah sakit dan limbah industri pelapisan nikel. Limbah Rumah Tangga Limbah rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari bekas hasil cucian pakaian yang menggunakan detergent sebagai pembersihnya. Perlakuan dengan arang aktif (Tabel 24) mampu menurunkan kadar Biological Oxygen Demand

106 91 (BOD), Total Suspended Solid (TSS) serta minyak dan lemak. Sedangkan nilai derajat keasaman (ph) naik. Tabel 24. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif No Parameter analisis Kadar maksimum Hasil analisa sebelum diberi ar ang aktif Hasil analisa setelah diberi arang aktif 1 ph 6 9 8,07 1 % = 8,54 2 % = 8,50 3 % = 8,66 2 BOD (mg/l) % = 23,3 2 % = 26,7 3 % = 20 3 TSS (mg/l) % = 16 2 % = 16 3 % = 17 4 Minyak dan lemak (mg/l) Derajat Keasaman (ph) 10 54,74 1 % = 12,11 2 % = 12,11 3 % = 13,68 Perlakuan arang aktif baik yang 1 %, 2 % maupun 3 % semuanya menyebabkan nilai ph naik tetapi nilainya masih di bawah kadar maksimum. Peningkatan nilai ph terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % (mengalami kenaikan 7, 31 %) dan terendah pada perlakuan arang aktif 2 % (mengalami kenaikan 5, 33 %). Biological Oxygen Demand (BOD) Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zatzat organik yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD ini diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air limbah yang disebabkan oleh senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri.

107 92 Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar BOD, penurunan BOD terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % sebesar 98,31 % dan terendah pada konsentrasi 2 % sebesar 97,75 %. Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan anorganik. Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar TSS, penurunan TSS terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 1 dan 2 % sebesar 97,71 % dan terendah pada konsentrasi 3 % sebesar 97,57 %. Hal ini menunjukkan arang aktif dapat menyerap zatzat organik maupun anorganik yang terdapat dalam air limbah. Minyak dan Lemak Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar minyak dan lemak meskipun masih di atas kadar maksimum, penurunan minyak dan lemak terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 1 dan 2 % sebesar 77,88 % dan terendah pada konsentrasi 3 % sebesar 75,01 %. (a) (b) (c) (d) Gambar 30. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Tangga (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Arang dan Arang Aktif. Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Arang dan Arang Aktif. Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Arang dan Arang Aktif Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis. Sebagian dari pori-porinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X KARAKTERISTIK ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PENGAKTIVASI H 2SO 4 VARIASI SUHU DAN WAKTU Siti Jamilatun, Intan Dwi Isparulita, Elza Novita Putri Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia industri dapat menyebabkan persediaan minyak bumi akan semakin habis karena minyak bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : Sigit Purwito

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air bersih masih menjadi salah satu persoalan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT (Activated Carbon Production from Peanut Skin with Activator Sulphate Acid) Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE (Manufacture of Activated Carbon From Waste Leather Cassava by Using Furnace ) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

DAUR ULANG LIMBAH HASIL INDUSTRI GULA (AMPAS TEBU / BAGASSE) DENGAN PROSES KARBONISASI SEBAGAI ARANG AKTIF

DAUR ULANG LIMBAH HASIL INDUSTRI GULA (AMPAS TEBU / BAGASSE) DENGAN PROSES KARBONISASI SEBAGAI ARANG AKTIF DAUR ULANG LIMBAH HASIL INDUSTRI GULA (AMPAS TEBU / BAGASSE) DENGAN PROSES KARBONISASI SEBAGAI ARANG AKTIF Mohammad Mirwan Staf Pengajar Teknik Lingkungan UPN Veteran Jawa Timur ABSTRACT Active charcoal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini telah banyak industri kimia yang berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kebanyakan industriindustri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jenis akasia (Acacia mangium Willd) yang sebagian besar berasal dari areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu gergajian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah yang salah satu hasil utamanya berasal dari sektor pertanian berupa tebu. Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit adalah salah satu jenis tumbuhan yang memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai jenis industri, seperti industri kosmetik, industri pangan, industri margarin,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat dari bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU 1. 2. I Ketut Gede Intan Kurniawan 1, J.P. Gentur Sutapa 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

ACTIVATED CARBON PRODUCTION FROM COCONUT SHELL WITH (NH 4 )HCO 3 ACTIVATOR AS AN ADSORBENT IN VIRGIN COCONUT OIL PURIFICATION ABSTRACT

ACTIVATED CARBON PRODUCTION FROM COCONUT SHELL WITH (NH 4 )HCO 3 ACTIVATOR AS AN ADSORBENT IN VIRGIN COCONUT OIL PURIFICATION ABSTRACT Prosiding Seminar Nasional DIES ke 50 FMIPA UGM, 7 September 2005 ACTIVATED CARBON PRODUCTION FROM COCONUT SHELL WITH (NH 4 )HCO 3 ACTIVATOR AS AN ADSORBENT IN VIRGIN COCONUT OIL PURIFICATION Indah Subadra,

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia cukup besar yaitu mencapai 21.801.415 ton pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

Karakteristik Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Pengaktivasi H2SO4 Variasi Suhu dan Waktu

Karakteristik Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Pengaktivasi H2SO4 Variasi Suhu dan Waktu Karakteristik Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Pengaktivasi H2SO4 Variasi Suhu dan Waktu Siti Jamilatun 1, Siti Salamah 1, Intan Dwi Isparulita 1,* 1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG SANTIYO WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH Futri Wulandari 1*), Erlina 1, Ridho Akbar Bintoro 1 Esmar Budi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN NaOH PADA KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA UNTUK ADSORPSI LOGAM Cu 2+

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN NaOH PADA KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA UNTUK ADSORPSI LOGAM Cu 2+ PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN NaOH PADA KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA UNTUK ADSORPSI LOGAM Cu 2+ Futri Wulandari 1*), Umiatin 1, Esmar Budi 1 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 POSTER Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PRODUCTION

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN KONSEP PENCEMARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran : - Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Menentukan Suhu dan Waktu Karbonisasi Pada penentuan suhu dan waktu karbonisasi yang optimum, dilakukan pemanasan sampel sekam pada berbagai suhu dan waktu pemanasan. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tamiang adalah ketidaktersediaannya air bersih. Kendala itu terjadi karena

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI Landiana Etni Laos 1*), Masturi 2, Ian Yulianti 3 123 Prodi Pendidikan Fisika PPs Unnes, Gunungpati, Kota Semarang 50229 1 Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian sebagai Adsorben Logam Fe pada Air Gambut Ririn Apriani 1), Irfana Diah Faryuni 1), Dwiria Wahyuni 1)

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup, semuanya bergantung pada air untuk atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari, oleh karena itu kebutuhan

Lebih terperinci

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR Transmisi (Transmitance), % Kajian struktur arang dari... (Gustan Pari, Kurnia Sofyan, Wasrin Syafii, Buchari & Hiroyuki Yamamoto) Bilangan gelombang (Wave number), cm-1 Gambar 1. Spektrum FTIR lignin

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

LEMBAR ABSTRAK. Jurnal Penelitian Hasil Hutan

LEMBAR ABSTRAK. Jurnal Penelitian Hasil Hutan LEMBAR ABSTRAK Gustan Pari, Mahfudin (Pusat Litbang Hasil Hutan) Dudi Tohir, Januar Ferry (Institut Pertanian Bogor). Arang aktif serbuk gergaji kayu sebagai bahan adsorben pada pemurnian minyak goreng

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN H 2 O SEBAGAI AKTIVATOR UNTUK MENGANALISIS PROKSIMAT, BILANGAN IODINE DAN RENDEMEN Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF SEBAGAI REDUKTOR EMISI FORMALDEHIDA KAYU LAPIS

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF SEBAGAI REDUKTOR EMISI FORMALDEHIDA KAYU LAPIS PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF SEBAGAI REDUKTOR EMISI FORMALDEHIDA KAYU LAPIS (Manufacturing and application of activated charcoal as reductor of plywood formaldehyde emission) Oleh/By: Gustan Pari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATUBARA Batubara merupakan batuan sedimentasi berwarna hitam atau hitam kecoklat-coklatan yang mudah terbakar, terbentuk dari endapan batuan organik yang terutama terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi bahan dasar karbon aktif dari tempurung kelapa dan batu bara, serta hasil karakterisasi luas permukaan

Lebih terperinci

BENTONIT SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMUCATAN CINCAU HIJAU SERTA KARAKTERISASINYA

BENTONIT SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMUCATAN CINCAU HIJAU SERTA KARAKTERISASINYA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan yang berpotensi menghasilkan gel cincau. Namun, ada tiga tumbuhan populer yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR NASKAH PUBLIKASI ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

PGRI. Oleh: Efri Grcsinta, M.ptt.Si (030610g701) MIPA FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JAKARTA LAPORAN PENBLITIAN

PGRI. Oleh: Efri Grcsinta, M.ptt.Si (030610g701) MIPA FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JAKARTA LAPORAN PENBLITIAN LAPORAN PENBLITIAN MIPA PGRI PEMANFAATAN KULIT DURIAN SEBAGAI ADSORBEN BIODEGRADABLE LIMBAH DOMESTIK CAIR Oleh: ShafaNoer, M.Si (0321038603) Rosa Dewi pratiwi, M.pd (031106g302) Efri Grcsinta, M.ptt.Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karbon aktif (AC) telah diakui sebagai salah satu adsorben yang paling populer dan banyak digunakan untuk pengolahan air minum dan pengolahan air limbah diseluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hampir semua orang mengenal alpukat karena buah ini dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hampir semua orang mengenal alpukat karena buah ini dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua orang mengenal alpukat karena buah ini dapat ditemukan di pasar-pasar setiap saat, tanpa mengenal musim. Menurut sejarahnya, tanaman alpukat berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI. NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn)

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI. NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) (The Properties of Activated Charcoal from Nyamplung Shell (Calophyllum inophyllum Linn)) Oleh/By : Santiyo Wibowo 1), Wasrin

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan jumlah limbah, baik itu limbah padat, cair maupun gas. Salah satunya adalah pencemaran

Lebih terperinci

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA SAWIT DENGAN METODE AKTIVASI KIMIA

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA SAWIT DENGAN METODE AKTIVASI KIMIA Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 1, No. 1, Oktober 1, hal : 1-16 ISSN : 111-198 Akreditasi LIPI Nomor : 5/D/1 Tanggal 6 Mei 1 PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA SAWIT DENGAN METODE AKTIVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Tempurung kelapa merupakan salah satu bahan yang baik dijadikan arang, karena memiliki sifat keras oleh kandungan silikat (SiO 2 ) yang tinggi, kadar karbon terikat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 11-19 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan

Lebih terperinci

Keywords : activated charcoal, rice hurks, cadmium metal.

Keywords : activated charcoal, rice hurks, cadmium metal. STUDI DAYA AKTIVASI ARANG SEKAM PADI PADA PROSES ADSORPSI LOGAM Cd Widayanti., Ishak Isa., La Ode Aman Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRACT: This research aims

Lebih terperinci