PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK"

Transkripsi

1 i PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP JUMLAH TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA AYAM PETELUR (Gallus gallus) STRAIN ISA BROWN DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit pada Ayam Petelur (Gallus gallus) Strain ISA Brown adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, September 2009 Dimas Nugraha Adipratama NIM B

3 ii ABSTRACT DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA. The Activity of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Ethanol Extract on total and leucocytes differentiation in The ISA Brown Laying Hens (Gallus gallus). Supervised by ANITA ESFANDIARI and BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO The present experiment was conducted in order to study the effect of temulawak ethanol extracts on the total and differentiation of leucocytes between before and after treatments in laying hens. Eighty heads of ISA Brown laying hens, 16 weeks old were used in this experiment, and were devided into 8 groups treatments, there were: (1) 17.5 mg/kg BW temulawak ethanol (70%) extract; (2) 35 mg/kg BW temulawak ethanol (70%) extract; (3) 52.5 mg/kg BW temulawak ethanol (70%) extract; (4) 17.5 mg/kg BW temulawak ethanol (96%) extract; (5) 35 mg/kg BW temulawak ethanol (96%) extract; ( 6) 52.5 mg/kg BW temulawak ethanol (96%) extract; (7) positive control using commercial Phyllanthus niruri extract (Stimuno ); (8) negative control without the temulawak ethanol extract. Blood samples were drawn from brachialis vein to determine the total leucocytes and persentation of heterophyl, basophyl, eosinophyl, lymphocytes, and monocytes. Result of this study indicated that the administration of temulawak ethanol extracts increased the total and leucocytes differentiation in all treatments groups, with the highest activity was occured in the dose of 35 mg/kg BW of temulawak ethanol (96%) extract. In conclusion, temulawak ethanol extract has an activity as an immunostimulant for non specific immune response.

4 iii ABSTRAK DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA. Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit pada Ayam Petelur (Gallus gallus) Strain ISA Brown. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap gambaran leukosit darah pada ayam petelur. Penelitian ini dilakukan dengan melihat selisih rataan persentase masing-masing jenis leukosit pada sebelum dan sesudah perlakuan dengan 10 kali ulangan. Sebanyak 80 ekor ayam petelur Strain ISA Brown umur 16 minggu dibagi ke dalam 8 kelompok perlakuan yaitu: (P1) dosis ekstrak etanol temulawak 17,5 mg/kg BB pelarut etanol 70%, (P2) dosis ekstrak etanol temulawak 35 mg/kg BB pelarut etanol 70%, (P3) dosis ekstrak etanol temulawak 52,5 mg/kg BB pelarut etanol 70%, (P4) dosis ekstrak etanol temulawak 17,5 mg/kg BB pelarut etanol 96%, (P5) dosis ekstrak etanol temulawak 35 mg/kg BB pelarut etanol 96% (P6) dosis ekstrak etanol temulawak 52,5 mg/kg BB pelarut etanol 96%, (K+) kontrol positif berupa ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) komersial (Stimuno ), (K-) kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak etanol temulawak. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah total dan persentase pertumbuhan diferensiasi leukosit sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol temulawak dengan dosis berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan selisih sel darah putih antara sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap dosis temulawak dimana selisih leukosit tertinggi terjadi pada kelompok perlakuan dosis ekstrak etanol temulawak 35 mg/kg BB pelarut etanol 96%. Dari hasil tersebut diatas disimpulkan bahwa ekstrak etanol temulawak dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh dengan meningkatkan total dan diferensiasi leukosit darah ayam.

5 iv PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP JUMLAH TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA AYAM PETELUR (Gallus gallus) STRAIN ISA BROWN DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

6 v Judul Nama NRP : Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit pada Ayam Petelur (Gallus gallus) Strain ISA Brown. : Dimas Nugraha Adipratama : B Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. drh. Anita Esfandiari, M. Si drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, Ph.D NIP : NIP : Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Dr. Nastiti Kusumorini NIP : Tanggal lulus :

7 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 11 April Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Sunarto dan Ibu Hj. Aristha Kartini. Pada umur 4 tahun, penulis memasuki jenjang Taman Kanak-kanak Aisyah Bustanul Atfal (ABA) 18, Surabaya. Tahun 1999 penulis lulus dari SD Muhammadiyah 11, Surabaya kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 4 Surabaya. Penulis melanjutkan studi di Pondok Pesantren Darul Ulum tepatnya di SMU Unggulan Darul Ulum 2 BPP-T Jombang dan lulus tahun Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama. Penulis merupakan ketua angkatan Goblet 42. Tahun penulis bergabung sebagai Staf Departemen Pengabdian Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Selain itu penulis juga aktif pada berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif tergabung menjadi anggota dan pengurus Himpunan Minat Profesi (Himpro) Satwa Liar (SATLI), divisi internal Himpro SATLI FKH IPB.

8 vii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si dan drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D selaku pembimbing, atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik, dan kesabarannya dalam membimbing penulis. 2. drh. Endang Rachman S, MS selaku dosen penilai dalam seminar hasil penelitian atas masukan dan penjelasan untuk perbaikan tulisan ini. 3. drh. Nurhidayat, MS, Ph.D sebagai dosen Pembimbing Akademik. 4. Ibu Rini Madyastuti P, S.Si, Apt sebagai moderator dalam seminar hasil penelitian atas masukan dan penjelasan untuk perbaikan tulisan ini. 5. Dr. drh. Hj. Ahmad Arief Amin dan drh. Safitri Novelina, M.Si sebagai dosen penguji. 6. Seluruh dosen di Bagian Patologi, Departemen KRP, FKH, IPB. 7. Bapak Kasnadi serta seluruh laboran dan staf di Bagian Patologi, Departemen KRP. 8. Keluarga dan orang-orang tercinta (Ayah, Mama, Ola, Opi, Nenek) atas segala dukungan dan doanya. 9. Sarah Fauzia S. Puspita yang telah memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis. 10. Rekan-rekan sepenelitian (Apid, Listia, Dine, Lince, Ete, Bidut, Ajeng, Maryam, dan Reni). 11. Teman-teman begajul dan melepas penat (Mieke, Lince, Ronald, Reky, Bidut, Mamah Firda, Cipie, Iwit). 12. Teman-teman GOBLET 42 yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Bogor, September 2009 Dimas Nugraha Adipratama

9 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesa Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam (Gallus gallus) Klasifikasi Ayam Ciri-ciri Ayam Ayam Petelur Temulawak Komposisi Kimia Temulawak Sifat dan Khasiat Temulawak Sel Darah Putih (Leukosit) Eosinofil Heterofil (Neutrofil) Basofil Limfosit Monosit III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Desain Penelitian Pembuatan Ekstrak Temulawak Pemberian Perlakuan pada Hewan Percobaan Pemeriksaan Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Total leukosit Diferensiasi Leukosit Heterofil (Neutrofil) Monosit Limfosit Eosinofil... 31

10 ix Basofil V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran VI. DAFTAR PUSTAKA... 37

11 x DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi rimpang temulawak Nilai normal hematologi ayam... 16

12 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ayam petelur (Gallus gallus) a Tanaman temulawak b Bunga tanaman temulawak Rimpang temulawak Eosinofil ayam (tampak granul sitoplasma berwarna merah jambu) Heterofil ayam (tampak granul sitoplasma tidak berwarna) Basofil ayam (tampak granul sitoplasma berwarna biru) Limfosit Monosit Pengambilan darah ayam dari vena brachialis Grafik rata-rata persentase pertambahan jumlah total leukosit Grafik rata-rata pertambahan persentase heterofil Grafik rata-rata pertambahan persentase monosit Grafik rata-rata pertambahan persentase limfosit Grafik rata-rata pertambahan persentase eosinofil Grafik rata-rata pertambahan persentase basofil Grafik rata-rata pertambahan persentase diferensiasi leukosit... 33

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rataan persentase pertambahan jumlah total leukosit Rataan pertambahan persentase heterofil Rataan pertambahan persentase monosit Rataan pertambahan persentase limfosit Rataan pertambahan persentase eosinofil Rataan pertambahan persentase basofil... 43

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional ternyata telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obat-obatan sintetik. Peningkatan penggunaan obat-obatan herbal seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari penggunaan obat sintetik. Masyarakat kembali memilih tumbuhan obat sebagai alternatif terhadap penyembuhan berbagai penyakit. Selain itu, efek samping yang ditimbulkan juga lebih kecil. Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan megabiodiversitas, memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang sangat melimpah. Dari jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia, kurang lebih jenis diantaranya adalah tumbuhan obat (Kassahara&Hemmi 1986). Tumbuhan obat adalah kelompok tumbuhan yang umumnya digunakan sebagai obat dan sumber bahan baku obat. Tumbuhan obat yang digunakan biasanya dalam bentuk simplisia yang berupa akar, daun, buah, dan biji (Wahid 1985). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan obat famili Zingiberaceae yang banyak tumbuh di Indonesia (Sidik et al 1995). Komponen utama yang berkhasiat sebagai obat dalam rimpang temulawak adalah kurkuminoid dan minyak atsiri yang merupakan hasil metabolisme sekunder dari tanaman ini. Kurkuminoid memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan mempunyai khasiat medis (Suwiah 1991). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan. Sedangkan minyak atsiri pada temulawak berkhasiat sebagai colagoga, yaitu bahan yang dapat merangsang pengeluaran cairan empedu yang berfungsi sebagai penambah nafsu makan dan anti spasmodicum, yaitu menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot (Liang et al 1985). Penelitian tentang temulawak sebagai immunomodulator sampai sekarang belum banyak dilakukan. Immunomodulator (Immunostimulan) merupakan

15 2 senyawa yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik spesifik maupun non-spesifik. Senyawa semacam ini sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuannya adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena senyawa ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang juga memiliki fungsi sebagai immunomodulator. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian temulawak mempengaruhi jumlah total leukosit dan persentase semua jenis leukosit dalam darah. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap peningkatan status kekebalan tubuh non-spesifik pada ayam petelur (Gallus gallus) strain ISA Brown. 1.3 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang khasiat pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap jumlah total dan diferensial leukosit. 1.4 Hipotesa H0 H1 Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: : Pemberian ekstrak temulawak pada dosis tertentu dapat merangsang peningkatan jumlah leukosit pada ayam. : Pemberian ekstrak temulawak pada dosis tertentu tidak merangsang peningkatan jumlah leukosit pada ayam.

16 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam (Gallus gallus) Klasifikasi Klasifikasi biologi ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Aves : Galliformes : Phasianidae : Gallus : Gallus gallus Ayam (Gallus gallus) adalah unggas domestikasi yang merupakan turunan dari ayam Indian liar dan ayam hutan merah dari Asia Tenggara dan berhubungan juga dengan ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii). Penamaan ayam sangat luas tergantung dari asalnya. Ayam merupakan salah satu hewan domestikasi yang umum dan tersebar luas (Anonim 2008 a ) Ciri-ciri Ayam Ayam memiliki ciri-ciri seluruh tubuh ditutupi oleh bulu mulai dari kepala, sayap sampai dengan ekor. Selain itu, memperlihatkan jengger yang penuh dengan bahan lilin berwarna merah. Kulit cukup tipis dan relatif bebas dari kelenjar sekretori, dengan pengecualian pada urophygial. Ayam mempunyai badan yang kompak, rangka yang ringan, sayap dan kaki yang tumbuh dengan baik. Ayam merupakan unggas yang aktif, nervous, lincah, berdarah panas, dan bertelur (Anonim2008 a ). Sistem respirasi unggas dibantu oleh kantong hawa. Alat pencernaan memperlihatkan modifikasi seperti tidak mempunyai gigi, esophagus yang mempunyai pelebaran disebut tembolok serta lambung yang terbagi dua yaitu

17 4 lambung kelenjar dengan banyak kelenjar pencernaan dan lambung otot tempat makanan digiling lebih efektif untuk penghancuran makanan secara mekanis (Anonim 2008 a ) Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya (Gambar 1). Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan ( terus dimurnikan ). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Prihatman 2000). Gambar 1. Ayam Petelur (Gallus gallus) Tahun 1940-an, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab

18 5 dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni) yang dipelihara oleh hobiis. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya (Prihatman 2000). Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai disukai masyarakat, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan untuk resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam petelur. Ayam kampung juga bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Hal ini disebabkan karena dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung mempunyai kemampuan adaptasi yang sangat baik, sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan dengan ayam ras. Kemampuan genetisnyalah yang membedakan produksi kedua ayam ini, walaupun ayam ras juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika (Prihatman 2000). 2.2 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Curcuma berasal dari kata Arab Kurkum berarti kuning. Xanthorrhiza berasal dari kata yunani xanthos berarti kuning dan rhiza berarti umbi akar, dalam bahasa Indonesia disebut temulawak, yang berarti akar kuning (Liang et al. 1985). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk ke dalam famili

19 6 Zingiberaceae (suku jahe-jahean) dan merupakan tanaman yang tumbuh merumpun (Gambar 2a). Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan di bawah naungan pohon jati pada beberapa pulau di Indonesia, antara lain Jawa, Maluku, dan Kalimantan (Herman 1985). Menurut Anonim (2008 b ), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat asli yang berasal dari Indonesia dan sangat dikenal oleh masyarakat, baik sebagai obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh maupun sebagai obat penambah nafsu makan. Menurut Rukmana (1995), klasifikasi temulawak secara lengkap adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio Kelas Sub-kelas Ordo Familia Genus Spesies : Magnoliophyta (berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Zingiberales : Zingiberaceae (suku jahe-jahean) : Curcuma : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Curcuma xanthorrhiza Roxb. dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama Temulawak, dalam bahasa Sunda dikenal dengan nama Koneng Gede dan Temu Raya, dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Temu Lawak, dalam bahasa Madura dikenal dengan sebutan Temo Labak (Darwis 1992).

20 7 Gambar 2a. Tanaman Temulawak Gambar 2b. Bunga Tanaman Temulawak (Sidik et al. 1995) (Anonim 2008 b ) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Selain itu, temulawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan atau tegalan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau padang alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Untuk mencapai hasil yang maksimal, sebaiknya ditanam pada ketinggian sekitar mdpl (Hargono 1985). Tanaman temulawak termasuk tanaman berbatang semu yang batangnya berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Batang semu ini tumbuh dari rimpang (Ramlan 1985). Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m dan berwarna hijau cokelat. Tiap tanaman, berdaun antara 2 hingga 9 helai, bentuk daunnya bulat memanjang atau lanset (Gambar 2b). Daun berwarna hijau terang sampai hijau gelap dengan ukuran panjang antara 31 hingga 84 cm, lebar antara 10 hingga 18 cm. Daun termasuk tipe sempurna, artinya tersusun dari pelepah daun, tangkai daun, dan helai daun, kadang-kadang terdapat lidah daun (ligula). Terdapat semacam pita memanjang dengan warna merah keunguan pada sisi kiri dan kanan daun (Wahid 1985). Herman (1985) melaporkan bahwa tanaman tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang.

21 8 Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. tiap tanaman berdaun 2 hingga 9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31 hingga 84 cm, lebar 10 hingga 18 cm, berwarna hijau dan merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu dimana bunga keluar langsung dari rimpang yang memiliki panjang antara 40 hingga 60 cm. Rimpang pada tanaman temulawak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu rimpang induk yang berbentuk bulat panjang dengan warna rimpang kuning tua atau cokelat kemerahan dan pada bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan (Gambar 3). Dari rimpang induk keluar rimpang kedua yang lebih kecil dengan jumlah rimpang sebanyak 3-7 buah. Anak rimpang ini tumbuh ke arah samping dan berwarna lebih muda dengan bau harum yang khas dan rasa pahit agak pedas. Ujung akar membengkak membentuk umbi kecil. Bila tanaman temulawak dibiarkan tumbuh lebih dari satu tahun, maka akan tumbuh anak rimpang yang menghasilkan anak rimpang yang cukup banyak (Ketaren 1988). Gambar 3. Rimpang Temulawak (Anonim 2008 b ) Sumarhadi (1980) memaparkan bahwa rimpang dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk jorong atau gelondong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil. Rimpang temulawak termasuk yang paling besar diantara semua rimpang marga curcuma. Rimpangnya dipanen jika bagian-bagian tanaman yang ada di atas mulai

22 9 kering dan mati, biasanya sekitar 9-24 bulan. Sebagian ahli taksonomi menganggap bahwa temulawak merupakan bentuk variasi intraspesifikasi dari Curcuma zedoaria (Temu Putih). Sebagai tanaman monokotil, tanaman temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang dimiliki berupa rimpang. Rimpang tanaman temulawak mengandung komponen-komponen penting yang sangat bermanfaat, yaitu zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), sellulosa, dan mineral (Ketaren 1988) Komposisi Kimia Temulawak Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, berkisar antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh, maka kadar pati semakin rendah sedangkan kadar minyak semakin tinggi. Temulawak terdiri dari pati, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan cadmium (Suwiah 1991). Pati rimpang temulawak dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat, yang digunakan untuk bahan makanan atau campuran bahan makanan. Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak toksik, dan terdiri dari kurkumin yang mempunyai aktivitas anti radang dan desmetoksikurkumin. Minyak Atsiri berupa cairan berwarna kuning atau kuning jingga, dan berbau aromatik tajam. Komposisinya tergantung pada umur rimpang, tempat tumbuh, teknik isolasi, teknik analisis, perbedaan klon varietas, dan sebagainya (Sidik et al. 1985). Liang et al. (1985) melaporkan bahwa dengan metode kromatografi gas, terdeteksi 31 komponen yang terkandung dalam temulawak. Beberapa diantaranya merupakan komponen minyak khas atsiri temulawak, yaitu isofuranogermakren, trisiklin, alloaromadendren, germaken, dan xanthorrhizol. Selain itu, terdapat komponen lain yang bersifat insect repellent yaitu ar-turmeron. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering adalah 3,16%. Jumlah ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan kandungan kurkuminoid rimpang kunyit, yakni 6,9%. Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang

23 10 temulawak berkisar antara 58-71%, sedangkan desmetoksikurkumin berkisar antara 29-42% (Sidik 1992). Komposisi rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi rimpang temulawak berdasarkan rimpang kering dengan kadar air. Komposisi Kadar (%) Pati 58,24 Lemak (fixed oil) 12,10 Kurkumin 1,55 Serat Kasar 4,20 Abu 4,90 Protein 2,90 Mineral 4,29 Minyak Atsiri 4,90 Sumber : (Ketaren 1998). Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang kimia temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi yaitu zat warna dan minyak Atsiri. Warna kuning pada temulawak disebabkan oleh adanya kurkuminoid (C 21 H 20 O 6 ). Fraksi kurkuminoid rimpang temulawak terdiri dari dua macam yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Secara kimia, kurkuminoid pada temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan, yaitu dimetoksidiferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksidiferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi. Ekstraksi temulawak tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Menurut Harborne (1996), metode ekstraksi dikelompokan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, avalokasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri

24 11 atas sokletasi, arus balik, dan ultrasonik. Maserasi merupakan ekstraksi yang sering digunakan dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lainnya. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu maserasi sederhana, kinetik maserasi, dan maserasi dengan penggunaan tekanan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu penggembungan bahan baku, difusi, ph, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan dari bahan tanaman menaikkan perembesan dari pelarut dan mengakibatkan pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari penggembungan bahan baku memastikan terjadinya penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Untuk mengekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut harus dapat berdifusi ke dalam sel dan senyawa harus terlarut secara sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan terlarut (Harborne 1996). Kecepatan untuk mengambil senyawa aktif biasanya tergantung kepada suhu, ph, ukuran partikel, dan pergerakan pelarut di sekitar partikel. Biasanya ph memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan pelarut di sekitar padatan dapat mempengaruhi pergeseran kesetimbangan kejenuhan pelarut. Pergerakan pelarut dapat dilakukan dengan melakukan perputaran pelarut menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan membuat pencampuran pelarut dan bahan baku secara berkesinambungan atau dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Ukuran partikel berpengaruh terhadap mudah atau tidaknya bahan baku diambil ekstraknya. Bahan baku dalam bentuk serbuk lebih mudah diekstrak dibandingkan dengan bentuk simplisia (Harborne 1996). Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu mencapai kapasitas dalam batas waktu tertentu untuk mencapai koefisien penjenuhan. Ria (1989) mengekstraksi rimpang temulawak menggunakan metode maserasi dengan jumlah pelarut yang digunakan 400, 600, dan 800 ml. Lama ekstraksi antara 1,3, hingga 5 jam, serta ukuran partikel 40 dan 60 mesh untuk melihat pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi, dan ukuran partikel terhadap rendemen dan mutu oleoresin. Bahan baku diekstraksi pada suhu 50 o C dengan kecepatan pengadukan

25 rpm dan pelarut methanol, diperoleh rendemen ekstrak yang diperoleh berkisar antara 15,70-19,19%. Rendemen terbesar diperoleh pada saat jumlah pelarut 600 ml, waktu ekstraksi 3 jam, dan ukuran partikel 40 mesh. Kadar kurkumin yang diperoleh berkisar antara 1,86-3,06% jika digunakan jumlah pelarut 400 ml, waktu ekstraksi 1 jam, dan ukuran partikel 40 mesh. Menurut List dan Schmidt (1989), parameter yang mempengaruhi hasil ekstraksi adalah perbandingan campuran, disolusi sel yang hancur, perendaman dan penggembungan material, difusi sel utuh, tetapan kesetimbangan, suhu, ph, interaksi senyawa yang terlarut dengan senyawa yang tidak terlarut, dan derajat lipophilicity. Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak. Selain dapat digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman, atau kosmetika, komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologik dalam spektrum luas. Fraksi kurkuminoid yang terdapat dalam rimpang temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Hal ini berbeda dengan kandungan kurkuminoid pada rimpang kunyit (Curcuma domestika) yang mengandung satu komponen lain yaitu bisdesmetoksikurkumin (Sidik 1992). Menurut Rismunandar (1988), rimpang temulawak mengandung kurkumin sebesar 1,93%. Kadar kurkumin dan minyak Atsiri tergantung pada umur rimpang. Kadar kurkumin dan minyak Atsiri optimum tercapai saat rimpang berumur bulan. Kurkumin mempunyai rumus molekul C 12 H 20 O 6 dengan bobot molekul sebesar 368, sedangkan desmetoksikurkumin mempunyai rumus molekul C 20 H 18 O 5 dengan bobot molekul sebesar 338. Melihat struktur kimia kurkumin dan desmetoksikurkumin, dan dengan memperhatikan aktivitas kurkumin yang sinergis dengan bisdesmetoksikurkumin, diduga gugusan aktif pada kurkuminoid terletak pada gugus metoksi karena pada bisdesmetoksikurkumin kedua gugus metoksi telah disubstitusi dengan atom hidrogen. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur kurkuminoid menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas anti bakteri. Sifat kimia yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan ph lingkungan. Kurkuminoid dalam suasana asam berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa kurkuminod berwarna

26 13 merah. Hal tersebut terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya (Sidik 1992) Sifat dan Khasiat Temulawak Temulawak dapat digunakan sebagai bahan obat utama (remedium cardinal), bahan obat penunjang (remedium adjuvans), pemberi warna (corrigentia coloris), maupun penambah aroma (corrigentia odoris). Secara empiris, temulawak digunakan sebagai obat dalam bentuk tunggal maupun campuran. Temulawak dapat digunakan untuk mengatasi gangguan hati dan penyakit kuning, baik berupa rebusan maupun seduhan rimpang yang dijadikan bubuk. Pati rimpang temulawak, dapat digunakan untuk makanan bayi atau sebagai pembuat kue. Temulawak dapat diperbanyak dengan rimpang yang telah berumur 9 bulan (Liang et al. 1985). Rimpang berbau aromatik tajam, dengan rasa pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak Atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik terhadap berbagai jenis jamur dan bakteriostatik terhadap mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan koleretik (Liang et al. 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus (Solichedi 2003). Kerja kolekinetik dilakukan oleh fraksi kurkuminoid, sedangkan kerja koleretik dilakukan oleh komponen minyak Atsiri. Dengan meningkatnya pengeluaran cairan empedu maka partikel padat dalam kandung empedu berkurang. Keadaan ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung akibat gangguan metabolisme lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi. Sebagi obat tradisional, temulawak paling umum dipakai untuk gangguan hati dan penyakit kuning, baik berupa air perasan maupun rebusan. Disamping itu

27 14 juga sebagai ramuan jamu untuk obat demam (malaria), pegal-pegal, sembelit, tonikum, laktagoga, penyakit katup pembuluh darah, dan usus dua belas jari (Wahid 1985). Menurut Liang et al. (1985), temulawak dapat merangsang produksi empedu oleh sel hati dan mensekresikan ke dalam kandung empedu dan usus halus, serta merangsang sekresi pankreas. Dengan adanya rangsangan produksi empedu, temulawak bermanfaat untuk penyakit saluran pencernaan, yaitu kelainan di hati, kandung empedu, pankreas, dan usus halus. Sastroamidjojo (1967) melaporkan pula menyebutkan bahwa rimpang temulawak dapat digunakan untuk mengobati dan mengatasi radang hati (hepatitis), sakit kuning (jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung empedu (kolestik kronis), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung, tidak nafsu makan (anoreksia) akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal linu, dan rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit, diare, kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di muka, jerawat, wasir, penurunan produksi ASI (Air Susu Ibu). Menurut Dalimarta (2000), ekstrak temulawak sangat manjur untuk pengobatan penyakit hati. Hal ini disebabkan oleh komposisi kimia rimpang temulawak yang mengandung protein pati sebesar 29-30%, kurkumin 1-3%, dan minyak Atsiri 6-10%. Di samping itu, juga terbukti bisa menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati. Kurkumin berperan dalam menjaga dan menyehatkan hati (hepatoprotector).

28 Sel Darah Putih (Leukosit) pada Ayam Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat dalam pembuluh darah dan mengalir ke seluruh tubuh. Darah terdiri dari plasma darah (55%) dan sel darah (Caceci 1998). Plasma darah terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, enzim, dan hormon. Kerja zat-zat tersebut akan selalu seimbang oleh karena mekanisme homeostasis yang berlangsung (Ganong 1996). Unsur seluler darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, dan trombosit yang tersuspensi di dalam plasma dan mempunyai fungsi yang spesifik. Nilai normal hematologi ayam disajikan pada Tabel 2. Secara umum darah berfungsi sebagai alat transportasi, keseimbangan cairan tubuh, dan pertahanan tubuh dari infiltrasi benda asing maupun mikroorganisme (Ganong 1996). Darah berperan penting dalam termoregulasi dan homeostasis tubuh. Volume darah dalam tubuh bervariasi tergantung ukuran tubuh, umur, derajat aktivitas tubuh, keadaan kesehatan, makanan, dan lingkungan (Swenson 1977). Leukosit adalah komponen aktif sistem pertahanan tubuh yang dibentuk sebagian di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limfoid seperti timus, burasa fabriscius pada unggas, dan limpa. Leukosit mampu keluar dari pembuluh darah dan menuju ke jaringan-jaringan yang membutuhkan (Ganong 1996). Leukosit adalah sel dengan nukleus dan organel (Caceci 1998). Leukosit berfungsi untuk kekebalan tubuh, baik spesifik maupun non-spesifik. Leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan leukosit agranulosit (Ganong 1996; Caceci 1998). Leukosit granulosit dikenal dengan adanya granula khas yang terdapat di dalam sitoplasma, sedangkan leukosit agranulosit tidak memiliki granula di dalam sitoplasma (Ganong 1996).

29 16 Tabel 2 Nilai normal hematologi ayam Parameter Kisaran Rataan Eritrosit Total eritrosit (x10 6 /µl) 2,5-3,5 3,0 Haemoglobin (g/dl) 7,0-13,0 9,0 PCV (%) 22,0-35,0 30,0 MCV (fl) 90,0-140,0 115,0 MCH (pg) 33,0-47,0 41,0 MCHC (%) 26,0-35,0 29,0 Leukosit Total leukosit (/µl) Heterofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Jarang - Persentase distribusi Heterofil 15,0-40,0 28,0 Limfosit 45,0-70,0 60,0 Monosit 5,0-10,0 8,0 Eosinofil 1,5-6,0 4,0 Basofil Jarang - Fibrinogen (g/dl) 0,1-0,4 0,2 Trombosit (x10 5 /µl) 20,0-40,0 30,0 Total protein plasma (g/dl) 4,0-5,5 4,5 Sumber : (Jain 1986) Eosinofil Eosinofil adalah sel yang besar dengan sitoplasma banyak mengandung granula, dan akan tampak merah jika diwarnai dengan pewarnaan yang bersifat basa (Gambar 4). Inti eosinofil memiliki lobulasi yang lebih sedikit dibandingkan

30 17 dengan heterofil (neutrofil) (Ganong 1996). Sel ini dibentuk di dalam sumsum tulang, sangat motil dan bersifat fagositik (Ganong 1996; Melvin et al. 1993). Eosinofil berperan dalam reaksi alergi, serangan parasit (Caceci 1998) dan jumlahnya akan terus meningkat selama serangan alergi. Mereka bersifat fagositik terutama terhadap antigen dan antibodi kompleks (Caceci 1998; Malvin et al. 1993). Fungsi lainnya yaitu mengendalikan dan mengurangi reaksi hipersensitifitas (Kresno 1996 dalam Sukarno 2000). Eosinofil (Gambar 5) akan diproduksi dalam jumlah besar dan bermigrasi ke jaringan pada penderita infeksi parasit. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan diri pada parasit, kemudian melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit tersebut. Jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah ayam secara normal sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0-7 % (Smith dan Mangkoewidjojo 1988), dan akan meningkat pada saat alergi dan infestasi parasit tertentu seperti cacing (Melvin et al. 1993). Gambar 4. Eosinofil ayam tampak granul sitoplasma berwarna merah jambu (Anonim 2008 c ) Heterofil (Neutrofil) Heterofil (Gambar 5) merupakan sel granulosit polimorfonuklear pada darah unggas dan sama dengan neutrofil pada darah mamalia yang diproduksi di dalam sumsum tulang. Sitoplasma pada heterofil tidak berwarna, dan hal ini yang membedakan heterofil dengan eosinofil dan basofil. Persentase heterofil ayam normal berkisar antara 9-56% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Sturkie (1976) melaporkan bahwa heterofil memiliki ciri-ciri granulosit berbentuk bulat dengan diameter 10-15µ dan bersifat polimorfonuklear pseudoeosinofilik. Biasanya granula pada sitoplasma berbentuk bulat dan bersifat asidofilik, juga mengandung

31 18 butir halus berwarna ungu dengan ukuran bervariasi. Masa hidup heterofil di dalam sirkulasi dalam keadaan infeksi berat lebih pendek dibandingkan dalam keadaan normal, yaitu hanya beberapa jam. Selanjutnya heterofil dengan cepat menuju ke daerah infeksi (Guyton 1996). Gambar 5. Heterofil ayam tampak granul sitoplasma tidak berwarna (Anonim 2008 c ) Heterofil mempunyai fungsi fagositosis. Sel yang akan memasuki jaringan merupakan sel matang dan berperan sebagai garis pertahanan pertama bagi tubuh. Setelah melakukan proses fagositosis, sel heterofil akan menjadi tidak aktif dan mati (Tizard 2000). Peningkatan heterofil dapat dilihat pada peradangan akut dan penyakit infeksius seperti chlamydia, bakterial, dan fungal (Melvin et al. 1993). Heterofil mempunyai aktivitas amuboid dan mempunyai sifat fagositosis untuk mempertahankan tubuh melawan infeksi benda asing seperti virus dan partikel lain. Invasi bakteri, virus, dan parasit yang terjadi di jaringan akan mengakibatkan heterofil bergerak ke daerah infeksi melalui diapedesis dan gerak amuboid. Heterofil tertarik ke daerah invasi karena adanya berbagai faktor kemotaktik dari sel yang rusak untuk memfagosit bakteri dan partikel asing lainnya (Melvin et al. 1993). Proses penghancuran benda asing atau mikroorganisme dengan proses fagositosis oleh heterofil yaitu partikel tersebut terkurung dalam sitoplasma heterofil dan ditempatkan dalam fagosom (Tizard 2000) Basofil Basofil (Gambar 6) adalah leukosit granulosit yang bersifat polimorfonuklear-basofilik. Ukuran basofil lebih besar dibandingkan dengan heterofil. Persentase basofil dalam darah ayam berkisar antara 1-4% (Melvin et al. 1993). Bentuk sel tidak teratur dengan inti dan sitoplasma akan tampak biru

32 19 jika diwarnai dengan pewarnaan yang bersifat asam. Basofil dibentuk di dalam sumsum tulang (Melvin et al. 1993). Peningkatan jumlah basofil merupakan indikasi adanya peradangan akut yang menyebabkan hipersensitivitas dan adanya infeksi saluran pernapasan dan kerusakan jaringan yang hebat (Melvin et al. 1993). Basofil mempunyai fungsi yang sama dengan sel mast yaitu membangkitkan proses perbarahan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard 2000). Basofil berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (Ganong 1996) Limfosit Gambar 6. Basofil ayam tampak granul sitoplasma berwarna biru (Anonim 2008 c ) Limfosit (Gambar 7) merupakan sel yang tidak bergranul, dengan persentase di dalam darah unggas berkisar antara 24-84% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Berdasarkan ukuran, limfosit terbagi menjadi limfosit besar, sedang, dan kecil. Limfosit kecil merupakan bentuk dewasa, sedangkan limfosit sedang dan besar merupakan limfosit muda (paralimfosit). Sel ini dibentuk di dalam limpa, kelenjar limfe, timus, sumsum tulang, tonsil, dan bursa fabrisius. Sitoplasma limfosit dewasa atau tipe kecil bersifat basofilik. Limfosit muda atau limfosit tipe besar dikelilingi oleh sitoplasma. Masa hidup limfosit sangat lama, berkisar antara hari atau bahkan tahunan (Guyton 1996). Limfosit sangat berperan dalam sistem kekebalan tubuh (Melvin et al. 1993). Fungsi utama limfosit adalah memproduksi antibodi sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang terikat pada makrofag (Tizard 2000). Limfosit dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu limfosit T yang berasal dari timus dan limfosit B yang berasal dari bursa fabrisius. Sebanyak 70-75% limfosit T menghasilkan tanggap kebal yang berperantara sel yaitu tanggap kebal seluler,

33 20 juga menghasilkan limfokin yang mencegah perpindahan makrofag dan merupakan media kekebalan. Limfosit B berperan dalam reaksi kekebalan humoral dan tumbuh menjadi sel plasma pembentuk antibodi (Tizard 2000). Limfosit ada dalam jumlah banyak di usus, uterus, dan membran mukosa respirasi dengan cara migrasi. Limfosit ini motil dan menunjukkan aktivitas amuboid tapi tidak fagositik (Melvin et al. 1993) Monosit Gambar 7. Limfosit (Anonim 2008 c ) Monosit (Gambar 8) merupakan leukosit agranulosit dan merupakan jenis leukosit dengan ukuran sel terbesar, dengan sitoplasma lebih banyak dibandingkan dengan sitoplasma pada limfosit besar. Monosit dalam darah unggas sulit dibedakan dengan limfosit besar karena banyak bentuk-bentuk transisinya. Persentase normal monosit pada darah ayam berkisar antara 0-30% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Sitoplasma monosit mengambil warna basofil. Inti monosit berbentuk bulat, besar seperti tapal kuda atau ginjal dengan salah satu tepi melekuk ke dalam. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang belakang yang akan masuk ke dalam jaringan dalam bentuk makrofag (Kimabal 1990 dalam Anggorowati 2002). Gambar 8. Monosit (Anonim 2008 c )

34 21 Apabila monosit masuk ke jaringan maka akan berubah menjadi makrofag bebas dalam pertahanan jaringan melawan agen infeksi seperti bakteri, benda asing, sel-sel mati, dan membantu membersihkan sel-sel yang rusak. Sel ini mempunyai kemampuan fagositosis yang tinggi setelah diaktifkan oleh limfokin dari limfosit T (Ganong 1996). Monosit berperan dalam mengatur tanggap kebal dengan mengeluarkan glikoprotein pengatur monokin seperti interferon, interleukin I, dan zat farmakologi aktif seperti prostaglandin dan lipoprotein. Monosit juga merupakan makrofag muda yang beredar dalam darah dan berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap infeksi organisme, sel yang nekrotik, dan reruntuhan sel. Selama proses penyembuhan, makrofag membersihkan sisa-sisa jaringan yang mengalami kerusakan. Makrofag tersebut akan menghasilkan faktor pertumbuhan yang merangsang perbaikan jaringan. Monosit berada di dalam darah sekitar 40 jam dan dapat hidup di jaringan dalam beberapa bulan (Tizard 2000).

35 22 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tenpat Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2008 bertempat di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 ekor ayam petelur strain ISA Brown umur 16 minggu, ekstrak etanol temulawak, ekstrak meniran komersial, pelarut etanol 70% dan 96%, vaksin komersial lengkap untuk ayam petelur (Marek, ND, IB, IBD, Pox), larutan pewarna Giemsa, NaCl fisiologis, label, minyak emersi, kapas,dan pakan ayam layer komersial. Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi kandang ayam, timbangan, gunting, pinset, syringe 1 ml, dan hemositometer set. Alat-alat gelas yaitu gelas obyek, gelas penutup, pipet dan mikroskop cahaya untuk pengamatan. 3.3 Metode penelitian Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan ayam petelur strain ISA Brown yang sudah mendapatkan vaksin lengkap. Umur 7 minggu ayam diberi vaksin AI (Avian Influenza), 13 minggu dilakukan booster, dan pada umur 16 minggu (bobot badan yang seragam) sampai dengan 20 minggu diberi perlakuan. Sebelum perlakuan dimulai, dilakukan masa adaptasi selama 7 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan elektrolit (Nopstress Vitamin TM ) lewat air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Sebanyak 80 ekor ayam yang telah divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif dibagi ke dalam 8 kelompok perlakuan, dengan masing-masing perlakuan diberikan secara oral (dicekok menggunakan sonde lambung) selama 4 minggu dengan selang istirahat selama 3 hari setiap minggu. Delapan kelompok perlakuan yang diberikan adalah :

36 23 P1 P2 P3 P4 P5 P6 K(+) K(-) : perlakuan 1, ekstrak etanol (70%) temulawak 17,5 mg/kg BB. : perlakuan 2, ekstrak atanol (70%) temulawak 35 mg/kg BB. : perlakuan 3, ekstrak etanol (70%) temulawak 52,5 mg/kg BB. : perlakuan 4, ekstrak etanol (96%) temulawak 17,5 mg/kg BB. : perlakuan 5, ekstrak etanol (96%) temulawak 35 mg/kg BB. : perlakuan 6, ekstrak etanol (96%) temulawak 52,5 mg/kg BB. : Kontrol positif berupa ekstrak meniran komersial dosis 0,2ml/ kg BB. : Kontrol negatif berupa NaCl fisiologis dengan dosis 0,5 ml/kg BB Pembuatan Ekstrak Temulawak Pembuatan ekstrak temulawak menggunakan metode maserasi. Sebelumnya dibuat terlebih dahulu simplisia rimpang temulawak, selanjutnya simplisia temulawak direndam selama 6 jam dengan pelarut etanol dan aquabidest dengan perbandingan 1 : 10. Selama perendaman, campuran ini diaduk setiap 3 jam dalam kurun waktu 24 jam. Kemudian campuran diperas untuk memisahkan larutan dan endapan, endapan inilah yang digunakan. Setelah itu pelarut untuk ekstraksi dipisahkan kembali dengan penguapan menggunakan pompa vakum evaporator pada suhu 50 o C (Afifah et al. 2005). Alkohol dipakai karena relatif aman untuk makanan, sifat polarnya membantu dalam mendapatkan emulsi oleoresin yang baik dan mempermudah kelarutan dalam air Pemberian Perlakuan terhadap Hewan Percobaan Perlakuan diberikan selama 32 hari dengan interval 24 jam yang dilakukan pada pukul WIB. Setelah 7 hari pemberian perlakuan, ayam distirahatkan selama 3 hari tanpa perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah : (1) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 17,5 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 70 % Etanol; (2) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 35 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 96 % Etanol; (3) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 35 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 70 % Etanol; (4) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 35 mg per

37 24 kilogram berat badan dengan pelarut 96 % Etanol; (5) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 52,5 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 70 % Etanol; (6) diberikan pencekokan ekstrak temulawak secara oral dengan dosis 52,5 mg per kilogram berat badan dengan pelarut 96 % Etanol; (7) diberikan pencekokan meniran komersial secara oral dengan dosis 0.2 cc per kilogram berat badan sebagai kontrol positif; (8) diberikan pencekokan NaCl fisiologis secara oral dengan dosis 0.5 ml/kg BB sebagai kontrol negatif (posisi ayam dalam kandang dan data pencekokan terlampir) Pemeriksaan Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit Sampel darah diambil dari setiap ekor ayam dari masing-masing kelompok perlakuan (Gambar 9). Jadwal pengambilan sampel darah adalah sebelum dan setelah pemberian ekstrak temulawak berakhir pada semua kelompok perlakuan. Gambar 9. Pengambilan darah ayam dari vena brachialis. Jumlah leukosit dihitung menggunakan metode hemositometer. Darah ayam dihisap dari vena di daerah sayap (vena brachialis) dengan aspirator pada pipet leukosit. Kemudian dengan pipet yang sama dihisap larutan Ress dan Ecker, lalu dihomogenkan perlahan-lahan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung Neubaueur dan jumlah total leukosit dihitung menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam 1000 sel/mm 3. Untuk pemeriksaan diferensiasi leukosit, contoh darah diambil dari vena brachialis. Dibuat preparat ulas, dikeringkan, kemudian difiksasi dengan metanol

PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK

PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK i PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP JUMLAH TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA AYAM PETELUR (Gallus gallus) STRAIN ISA BROWN DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang ditangkap dan dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat asal protein hewani (Mangisah, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat asal protein hewani (Mangisah, 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Ayam broiler merupakan salah satu ternak penghasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Darah Gambaran darah merupakan salah satu parameter yang menjadi indikasi adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi (mikroorganisme)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh (Cortunix- cortunix japonica) Puyuh merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang, ukuran tubuhnya relatif kecil, berkaki pendek. Puyuh pertama kali diternakkan di Amerika

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BOTANI TEMULAWAK Berdasarkan klasifikasinya temulawak merupakan tanaman yang termasuk dalam: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu keadaan yang paling sering dialami oleh manusia adalah luka yang terjadi pada kulit dan menimbulkan trauma bagi penderitanya. Luka adalah kerusakan kontinuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda :

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda : Tips Alami Turunkan Kolestrol Dengan Cepat Sahabat, tips kesehatan. Dalam keadaan normal atau stabil, kolesterol memang memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh manusia. Beberapa fungsi kolesterol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan hasil persilangan yang dihasilkan dari jantan strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan strain bertulang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para peternak unggas dalam rangka meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penggunaan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam buras) merupakan salah satu hewan ternak yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam pemenuhan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superovulasi Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996). Jumlah korpus luteum ini memiliki

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

PRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC

PRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC PRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC. SALEM, KAB. BREBES, JAWA TENGAH Wawan Agustina Lembaga Ilmu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari 2017. Lokasi pemeliharaan ayam broiler di Peternakan milik Bapak Hadi Desa Sodong Kecamatan Mijen Kota Semarang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nafsu makan merupakan keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginannya untuk makan selain rasa lapar (Guyton, 1990; Hall, 2011). Gangguan nafsu makan sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang terkandung dalam alam Plantae. Biasanya, organisme yang menjalankan proses fotosintesis diklasifikasikan sebagai tumbuhan. Tumbuhan

Lebih terperinci