BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: labu kuning baik di jaringan hepar maupun adiposa putih.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: labu kuning baik di jaringan hepar maupun adiposa putih."

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: 1. Ekspresi SREBP-1c pada tikus SD model dislipidemia yang diberikan tepung labu kuning lebih rendah dibanding tikus yang tidak diberikan tepung labu kuning baik di jaringan hepar maupun adiposa putih. 2. Ekspresi SREBP-1c di jaringan adiposa putih lebih rendah dibandingkan di hepar pada tikus SD model dislipidemia setelah pemberian tepung labu kuning. 3. Terdapat hubungan negatif/ berbanding terbalik antara dosis tepung labu kuning dengan tingkat ekspresi SREBP-1c di jaringan hepar maupun adiposa. V.2 Saran Berdasarkan penelitian ini maka: 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh tepung labu kuning pada ekspresi gen lain untuk melihat jalur-jalur yang memungkinkan dapat mempengaruhi kondisi dislipidemia. 2. Perlu diteliti mengenai pengaruh pemberian tepung labu kuning terhadap profil lipid dan marker antioksidan pada manusia yang mengalami dislipidemia. 77

2 V.3 Ringkasan V.3.1. Pendahuluan Sindroma metabolik merupakan permasalahan kesehatan dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Prevalensi sindroma metabolik di dunia sebesar 20-25% dan diperkirakan akan terus meningkat. Sindroma metabolik berhubungan dengan kejadian obesitas sentral, dislipidemia, resistensi insulin dan hipertensi (Balkau et al.,2002; Chen et al., 2007). Banyak dilaporkan bahwa konsumsi makanan atau minuman tinggi fruktosa dan lemak dapat menginduksi terjadinya sindroma metabolik (Astrup dan Finer,2000; Malik et al, 2006). Dislipidemia berkaitan dengan abnormalitas profil lipid dalam plasma yaitu kenaikan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida serta penurunan HDL (Huang, 2009). Prevalensi kejadian dislipidemia pada usia 25 hingga 34 tahun berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 sebesar 9,3%, sementara pada usia tahun sekitar 15,5% (Depkes, 2004). Kondisi dislipidemia yang selanjutnya dapat menyebabkan akumulasi lemak hepatik dan peningkatan droplet lemak di jaringan adiposa sehingga terjadi peningkatan peroksidasi lipid. Hal ini menjadi penyebab terjadinya peningkatan stres oksidatif dengan terbentuknya ROS dan singlet oksigen. Fruktosa dapat berperan dalam peningkatan ekspresi enzim-enzim lipogenik dalam hepar dengan menginduksi ekspresi suatu faktor transkripsi yang disebut sterol regulatory element binding protein 1c (SREBP-1c) (Shimomura et al., 1999; Matsuzaka et al., 2004; Miyazaki et al., 2004). Selain fruktosa, konsumsi lemak pun dapat menginduksi SREBP-1c hepatik. Stres RE yang kemudian mengakibatkan stres oksidatif ini juga dapat memicu aktivasi SREBP-1c dan berperan dalam lipogenesis de novo (Kammoun et al., 2009; Su et al., 2009). Aktivitas SREBP-1c yang berlebihan mengakibatkan peningkatan sintesis lemak yang patologis dan menyebabkan terjadinya sindroma metabolik meliputi akumulasi lemak hepatik (steatosis), dislipidemia dan resistensi insulin (Brown dan Goldstein,2008). Lipogenesis yang terus menerus terjadi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan peroksidasi lipid di jaringan hepar maupun adiposa yang menghasilkan senyawa 78

3 H 2 O 2 dan O - (singlet oksigen) (Nouman,SA et al.,2011; Tangvarasittichai, S., 2015). Akumulasi lemak hepatik dan peningkatan stres retikulum endoplasma ini dapat meningkatkan stres oksidatif dan pelepasan ROS. Adiposa merupakan organ lipogenik utama selain hepar. SREBP-1c di adiposa paling banyak terekspresi dan berperan penting dalam proses adipogenesis. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan aktivasi stres retikulum endoplasma yang bersifat kronis mengakibatkan disregulasi metabolisme lipid di hepar, makrofag, sel beta dan adiposit. Proses aktivasi stres retikulum ini memiliki peran penting pada regulasi fungsi adiposit (Zha dan Zhou, 2012). Penanganan stres oksidatif melalui konsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan telah banyak diketahui dapat mengurangi kejadian stres oksidatif. Salah satu bahan makanan sumber antioksidan adalah labu kuning. Varietas labu kuning seperti C. moschata, mempunyai kandungan karoten yang tinggi, terutama α dan β-karoten, β-criptoxanthine, lutein dan zeaxanthin (Carvalho, 2012). Karoten merupakan antioksidan alami yang sangat potensial. Karoten diketahui sebagai peredam singlet oxygen ( 1 O 2 ) dan sebagai jalur pembuangan untuk reactive oxygen spesies (ROS) yang potensial. (Fiedor&Burda, 2014). Penelitian yang dilakukan Ha dan Kim (2013) menunjukkan pemberian tepung kaya fucoxanthin (jenis karotenoid yang banyak terdapat pada rumput laut) memberikan efek ekspresi SREBP-1c lebih rendah dibanding kelompok yang tidak diberikan fucoxanthin. Pada penelitian Asgary et al. (2011) diketahui pemberian tepung labu kuning pada tikus diabetik selama 4 minggu secara signifikan menurunkan plasma trigliserida dan LDL dibandingkan dengan kelompok kontrol. Efek potensial tepung labu kuning dalam menurunkan kadar lipid dapat dimediasi oleh penurunan regulasi berbagai aktivitas enzim lipogenik yang disebabkan oleh adanya penurunan ekspresi SREBP-1c, salah satunya melalui penurunan stres oksidatif. Oleh sebab itu diperlukan sebuah penelitian yang mengkaji pengaruh pemberian tepung labu kuning yang mengandung karoten terhadap ekspresi SREBP-1c dalam dua organ lipogenik utama yaitu jaringan hepar dan jaringan adiposa putih. 79

4 V.3.2. Tinjauan Pustaka V Diet Tinggi Lemak Tinggi Fruktosa Sindroma metabolik merupakan permasalahan kesehatan dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang bermakna dengan prevalensi di dunia sebesar 20-25% dan diperkirakan akan terus meningkat. Sindroma metabolik berhubungan dengan kejadian obesitas sentral, dislipidemia, gangguan toleransi glukosa, dan hipertensi (Balkau et al.,2002; Chen et al., 2007). Banyak dilaporkan bahwa konsumsi makanan atau minuman tinggi fruktosa dan lemak dapat menginduksi terjadinya sindroma metabolik (Astrup dan Finer, 2000; Malik et al., 2006). Tikus yang diinduksi dengan diet tinggi lemak dan atau tinggi fruktosa mengalami kelainan metabolik seperti hiperinsulinemia, resistensi insulin dan dislipidemia (Basciano et al., 2005; Buetnerr et al., 2007: Abdullah et al., 2009). Fruktosa bersifat sangat lipogenik. Menurut beberapa penelitian sintesis asam lemak de novo hepatik distimulasi setelah penyerapan fruktosa akut dengan cara fruktosa menyediakan atom karbon untuk gliserol dan bagian fatty-acyl dari trigliserol (Chong et al.,2007; Parks et al.,2008). Fruktosa juga dapat berperan dalam peningkatan ekspresi enzim-enzim lipogenik dalam hepar dengan menginduksi ekspresi faktor transkripsi sterol regulatory element binding protein 1c (SREBP-1c), suatu aktivator utama gen-gen lipogenik termasuk mengkode stearoyl-coa desaturase (SCD) (Shimomura et al., 1999; Matsuzaka et al., 2004; Miyazaki et al., 2004). Aktivasi SREBP-1c yang disebabkan oleh fruktosa dimungkinkan tidak melalui jalur yang melibatkan insulin ( Faeh et al.,2005; Matsuzaka et al., 2004; Nagai et al.,2002). Menurut Matsuzaka dan Shimano (2013) aktivasi SREBP-1c akibat konsumsi fruktosa tidak melewati jalur insulin, namun langsung mengaktifkan mammalian target of rapamycin complex (mtorc) dan mengakibatkan terjadinya pemotongan SREBP-1c inaktif yang terikat di membran retikulum endoplasma sehingga terjadi translokasi SREBP-1c aktif dari golgi ke nukleus. Berdasarkan penelitian Koo et al. (2009), pemberian diet tinggi fruktosa selama dua minggu akan menyebabkan aktivitas carbohydrate regulatory element-binding protein (ChREBP) dan SREBP-1 nukleus meningkat. Peningkatan kecepatan lipogenesis de novo yang diinduksi fruktosa menghasilkan asam lemak yang kemudian bergabung dalam 80

5 trigliserida hepatik serta profil lipid lain. (Adiels et al., 2006). Konsumsi diet tinggi fruktosa dan lemak jenuh mempengaruhi produksi asam lemak hepatik dan menyebabkan ketidakseimbangan asam lemak. Fruktosa yang diabsorbsi dikirim ke hepar melalui vena porta kemudian difosforilasi menjadi fruktosa-1-fosfat dan diubah menjadi gliserol atau dimetabolisme dalam jalur glikolitik. Hal ini akan menginduksi peningkatan kecepatan lipogenesis de novo dan sintesis trigliserida (Mittendorfer dan Sidossis, 2001). Fruktosa memotong jalur control point pada glikolisis yaitu 6-fosfofrutokinase dan tidak dibatasi oleh umpan balik penghambatan oleh sitrat dan ATP ( Basciano et al., 2005). Peningkatan availabilitas substrat glikogenik seperti piruvat, laktat, gliserol dan akumulasi asetil ko-a yang disebabkan oleh adanya peningkatan oksidasi asam lemak diduga menjadi penyebab utama hiperglikemia puasa pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak dan lemak jenuh. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya peningkatan fruktosa- 1,6 -bifosfatase, suatu enzim glukogenik utama (Thresher et al., 2000). Peningkatan sintesis enzim-enzim lipogenik akibat aktivasi SREBP-1c menyebabkan retikulum endoplasma (RE) bekerja keras dalam proses pelipatan protein (protein folding) sehingga menginduksi terjadinya stres RE. Dalam kondisi stres RE sel tidak mampu untuk melipat dengan efisien dan menghasilkan protein. Sel diketahui memiliki mekanisme tertentu dalam beradaptasi terhadap kondisi yang merugikan tubuh untuk menjaga homeostasis. Salah satu mekanisme yang terjadi ketika terjadi stres RE adalah aktivasi Unfolded Protein Response (UPR). Adanya aktivasi UPR akan meningkatkan endoplasmic reticulum protein folding capacity melalui pelebaran RE dan peningkatan ekspresi chaperon dan foldase. Selain itu pengaktivan UPR juga akan menghambat translasi protein serta degradasi protein yang berhubungan dengan RE pada protein yang misfolded. UPR pada sel mamalia terdiri dari 3 cabang sinyal yang diiniasiasi oleh tiga sensor transmembran RE yaitu inositol requiring protein 1 (IRE 1), double-stranded RNA-dependent protein kinase like ER kinase (PERK) dan activating transcription factor 6 (ATF6). Selama beberapa dekade terakhir telah banyak diketahui bahwa stres retikulum endoplasma dapat menyebabkan perubahan metabolisme lipid. Stres RE memicu aktivasi SREBP-1c dan berperan dalam lipogenesis de novo (Kammoun et al., 2009; Su et al., 81

6 2009). Stres oksidatif dan pelepasan ROS adalah komponen integral dari stres RE (Santos et al, 2009). ). Penelitian terbaru menunjukkan lengan UPR spesifik dan jalur molekul sinyal selanjutnya memiliki peran dalam pengaturan metabolisme lemak. Akumulasi protein misfolded dan unfolded pada lumen RE (stres RE) menyebabkan aktivasi protein transmembran RE yaitu PERK, IRE1 dan ATF6. Homodimerisasi PERK dan autofosforilasi menghasilkan fosforilasi pada subunit eif2 dengan menghambat sintesis protein. aktivasi ATF6 menyebabkan translokasinya ke golgi untuk dipotong oleh site 1 dan site 2 protease. Hal ini menyebabkan pelepasan fragmen N-terminal ATF-6 dan berpindah ke nukleus, terikat dengan ER stress response element (ERSE) kemudian mengaktivasi gen target UPR. Fosforilasi eif2α dan aktivasi jalur PERK dibawah kondisi stres RE akibat induksi diet tinggi lemak menyebabkan peningkatan lipogenesis dengan cara menginduksi C/EBPα dan menurunkan translasi protein Insig1 sehingga akan meningkatkan aktivasi SREBP (Basseri dan Austin, 2012). Penelitian terbaru menunjukkan kondisi stres RE berhubungan dengan disregulasi lemak di beberapa organ. Selain dalam hepar, gangguan pengaturan lemak juga terjadi di adiposit, sel beta dan makrofag. Adiposit diketahui sebagai sel yang terlibat dalam patogenesis sindroma metabolik. Adiposit menyimpan energi tambahan dalam trigliserida didalam organela sitosolik (droplet lemak). SREBP-1c adalah isoform SREBP yang paling banyak terekspresi di adiposit dan merupakan faktor transkripsi yang penting selama adipogenesis. Overekspresi SREBP-1c menyebabkan peningkatan pembentukan droplet lemak dalam preadiposit. SREBP- 1c juga diketahui secara langsung mengaktifkan C/EBPβ yang berperan dalam adipogenesis. Pada kondisi stres RE, lengan UPR yaitu ATF6 akan dibawa ke golgi untuk dipotong. Potongan ATF6 ini akan mengaktifkan SREBP dan selanjutnya mengaktifkan gen-gen lipogenik seperti FAS, HMG-CoA dan ACC menyebabkan terbentuknya droplet lemak di adiposa. V Sterol Regulatory Element Binding Protein 1C (SREBP- 1C) Sterol regulatory element binding protein 1c (SREBP-1c) adalah anggota faktor transkripsi dari famili basic helix-loop-helix leucine zipper (Horton et al., 2002; Eberle et al., 2004) yang berperan pada regulasi ekspresi gen beberapa enzim 82

7 yang berpengaruh terhadap metabolisme kolesterol, lipid dan glukosa (Ferre dan Foufelle, 2002; Osborne et al., 2000). Ekspresi SREBP-1c diregulasi di tingkat transkripsi (Desvergne et al., 2006). SREBP-1c juga meregulasi faktor transkripsinya sendiri dengan umpan balik positif melalui ikatan terhadap sterol regulatory elements (SREs) pada promoter SREBP-1c (Amemiya-Kudo et al., 2000). Prekursor protein SREBP-1c terikat pada retikulum endoplasma (RE). Daerah terminal amino dilepaskan dan ditranspor ke nukleus sebagai faktor transkripsi aktif (Brown et al., 2000). Fungsi utama SREBP-1c adalah mengaktifkan gen yang terlibat dalam sintesis asam lemak dan hubungannya dengan pembentukan trigliserida dan fosfolipid (Horton et al., 2002; Eberle et al., 2004) sehingga kadar SREBP-1c yang tinggi mengakibatkan akumulasi lipid di hepar (Ferre dan Foufelle, 2007). Fatty acid synthase (FAS) diketahui merupakan target gen SREBP-1c (Latasa et al., 2000; Amemiya-Kudo et al., 2002). Kelebihan ekpresi SREBP-1 berhubungan dengan status gizi di hepar dan jaringan adiposa (Kim et al., 1998; Horton et al., 1998; Fleischmann dan Iynedjian, 2000). Keterlibatan SREBP-1c dalam sintesis asam lemak antara jaringan hepar dengan adiposa pada dasarnya berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sekiya et al.(2007) ditemukan SREBP-1c juga terekspresi dalam adiposit namun peran SREBP-1c dalam sel ini dalam mengaktifkan promoter gen Fatty Acyd Synthase (FAS) dapat diabaikan. Proses lipogenesis dalam adiposa nampaknya diinduksi oleh faktor transkripsi lain. Namun menurut penelitian Ito et al., (2013) SREBP-1c merupakan gen yang diregulasi insulin/ c-jun N-terminal kinase (JNK2). Jalur insulin/jnk2 memediasi pembentukan asam lemak akibat induksi insulin. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran lipid droplet pada adiposit manusa. SREBP-1c di adiposa paling banyak terekspresi dan berperan penting dalam proses adipogenesis (Zha dan Zhou, 2012). Pada saat aktivasi, SREBP-1c akan menstimulasi ekspresi jalur enzimatik tertentu yang mengubah asetat menjadi asam lemak dan bentuk esternya yaitu trigliserol (Horton et al.,2002; Rosen et al., 2003). Aktivitas SREBP-1c yang berlebihan mengakibatkan peningkatan sintesis lemak yang patologis dan menyebabkan terjadinya sindroma metabolik meliputi akumulasi lemak hepatik 83

8 (steatosis), dislipidemia dan resistensi insulin (Brown dan Goldstein,2008). Meskipun aktivitas SREBP-1c seringkali bersifat patologis pada manusia namun pada dasarnya respon gen ini terhadap makanan adalah suatu respon yang normal dan memungkinkan terjadinya penyimpanan kelebihan energi dalam bentuk trigliserida yang stabil dan padat. Aktivitas SREBP-1c karena adanya makanan terjadi sebagian besar akibat respon insulin yang berperan pada multiple regulatory steps. Transkripsi mrna SREBP-1c diinduksi sangat kuat oleh insulin melalui mekanisme yang melibatkan faktor transkripsi LXR (Chen et al., 2004; DeBose- Boyd et al., 2001; Repa et al., 2000; Scultz et al., 2000; Yoshikawa et al., 2001) dan auto regulasi SREBP-1c (Amemiya-Kudo et al., 2000; Chen et al., 2004). Mekanisme penting yang mendasari aktivasi SREBP-1c oleh insulin adalah pematangan proteolitik membran retikulum endoplasma (RE) yang menempelkan prekursor SREBP-1c ke sisi aktif dan nuklear faktor transkripsi SREBP-1c (Hegarty et al., 2005). Penelitian terbaru menunjukkan menunjukkan aktivasi SREBP-1c yang merespon insulin juga membutuhkan mechanistic Target of Rapamycin Complex 1 (mtorc1) (Duvel et al., 2010; Li et al., 2010; Porstmann et al., 2009). Menurut penelitian Boden G, et al. (2013) kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan regulasi mrna serta protein Insig 1 dan Insig 2 yang menyebabkan aktivasi protein SREBP-1c di jaringan hepar tikus. Pada kondisi yang sama aktivasi SREBP-1c dalam adiposa tikus kurang. Hal ini disertai dengan kuatnya peningkatan mrna dan protein Insig1. Protein Insig2 juga meningkat namun jumlahnya lebih sedikit dibanding Insig1. Insig 1 dan Insig 2 merupakan protein yang mengikat SREBP-1c dan mencegah perpindahan SREBP-1c/ kompleks SCAP dari retikulum endoplasma ke golgi sehingga aktivasi SREBP-1c tidak terjadi. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kondisi hiperglikemia ekspresi SREBP-1c di hepar lebih tinggi dibanding di adiposa akibat regulasi Insig 1/2. V Labu Kuning Labu kuning berasal dari genus Cucurbita famili Cucurbitaceae yang tumbuh di negara beriklim tropis dan subtropis. Secara umum terdapat tiga jenis labu kuning di dunia yaitu Cucurbita pepo,cucurbita maxima dan Cucurbita moschata (Lee et al., 2003). Labu kuning dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna. 84

9 Labu kuning mempunyai rasa yang manis ketika sudah matang dengan warna kuning orange yang kaya karoten, vitamin, mineral, dan serat. (Usha et al., 2010). Beberapa varietas labu kuning seperti C. moschata, C. maxima dan C. pepo, yang mempunyai rentang warna dari kuning hingga orange, mempunyai kandungan yang tinggi akan karoten, terutama α dan β-karoten, β-criptoxanthina, lutein and zeaxanthin. (Carvalho, 2012). Sebuah studi yang dilakukan oleh Carvalho (2012) menunjukkan bahwa kandungan karoten pada labu kuning (C. Moschata) berkisar antara 234,21 μg/g - 404,98 μg/g, kandungan α-karoten bervariasi dari 67,06 72,99 μg/g, kandungan β- karoten berkisar antara 244,22 μg/g 141,95 μg/g. Oleh karenanya, labu kuning dapat dijadikan sebagai makanan sumber α-karoten dan β-karoten. Kandungan karoten dan asam askorbat pada labu kuning memiliki peran penting pada pembentukan provitamin A dan vitamin C sebagai antioksidan. Karotenoid mengandung gugus pigmen isoprenoid dan paling banyak terakumulasi dalam hepar dan adiposa. Karotenoid merupakan peredam singlet oksigen dan dapat membuang reactive oxygen species (ROS). Karotenoid juga dapat berperan sebagai peredam kimiawi dibawah oksigenasi yang irreversible. Mekanisme molekuler yang mendasari reaksi ini belum dipahami sepenuhnya, terutama pada konteks aktivitas anti dan pro oksidan dari karotenoid berperan dalam berbagai proses biokimia. Potensi antioksidan dari karoten penting bagi kesehatan karena terbukti menurunkan stres oksidatif pada proses patoligis beberapa penyakit kronis. Data dari penelitian epidemiologi dan clinical trial menunjukkan suplementasi karoten dapat secara signifikan menurunkan resiko beberapa penyakit yang dimediasi oleh ROS. (Fiedor dan Burda, 2014). Aktivitas antioksidan diketahui dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas dengan memicu perbaikan dan restorasi sel ini (Asgary et al., 2008). Berbagai penelitian menunjukkan pemberian antioksidan pada tikus diabetik meningkatkan jumlah sel beta pankreas secara signifikan. Buah kesemak (Diospyros kaki) yang diketahui mengandung beberapa komponen aktif yang berfungsi sebagai antioksidan seperti polifenol, flavonoid, steroid, karotenoid serta kaya proantosianidin dapat mempengaruhi ekspresi SREBP-1. Penelitian yang dilakukan oleh Yozokawa et al. (2012) menemukan adanya penurunan ekspresi SREBP-1 85

10 setelah pemberian proantosianidin dari buah kesemek pada tikus model diabetes mellitus yang diinduksi STZ. Pada penelitian dengan menggunakan tepung yang kaya fucoxanthin (suatu karotenoid yang berasal dari rumput laut) dihasilkan penurunan ekspresi SREBP-1c yang signifikan pada tikus yang diberikan tepung ini sehingga penurunan kadar trigliserida dan kolesterol yang terjadi dihubungkan dengan penurunan SREBP-1c (Ha dan Kim, 2013). Meskipun penelitian kedua penelitian tersebut telah menemukan penurunan ekspresi SREBP-1c yang disebabkan oleh pemberian bahan makanan yang mengandung karoten namun jalur penurunan SREBP-1c melalui pemberian salah satu jenis karotenoid ini belum diketahui. Pada penelitian Xu (2000) mengenai efek antitumor dan immunocompetence, polisakarida labu kuning diketahui dapat meningkatkan aktivitas superoxide dismutase dan gluthatione peroksidase dan menurunkan malonaldehida pada serum mencit yang menunjukkan peningkatan kapasitas antioksidan. Labu kuning juga kaya akan serat dan diketahui dapat menurunkan kadar LDL plasma dengan menghambat absorbsi asam empedu dan kolesterol serta meningkatkan aktivitas reseptor LDL. Diet tinggi serat dapat menurunkan kadar trigliserida dengan menekan lipogenesis di hepar (Romero et al., 2002; Lecumberri et al, 2007). Labu kuning juga banyak mengandung pektin. Pektin dapat meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase dalam jaringan lemak dan jantung sehingga absorbsi VLDL lebih tinggi di kedua jaringan tersebut dibandingkan di hepar. Hal ini mengakibatkan VLDL terdegradasi dan kadar trigliserida turun (Asgary, 2011). V.3.3. Landasan Teori Peningkatan konsumsi makanan atau minuman yang mengandung tinggi fruktosa dan lemak dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik yaitu obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan resistensi insulin. Kondisi dislipidemia sendiri dapat menyebabkan peningkatan oksidasi lemak yang memicu peningkatan stres oksidatif menyebabkan stres pada retikulum endoplasma. Stres retikulum endoplasma dapat menyebabkan aktivasi unfolded protein response (UPR) baik di hepar maupun di adiposa. Aktivasi UPR di hepar mengaktifkan jalur PERK dan menyebabkan terjadinya fosforilasi eifα2.yang selanjutnya menurunkan aktivitas Insig 1/2 dalam mengikat SREBP-1c sehingga faktor transkripsi ini teraktivasi. 86

11 Aktivasi UPR di adiposa selain aktivasi jalur PERK seperti yang terjadi di hepar juga menyebabkan ATF 6 dipotong oleh S1P dan S2P sehingga mengaktivasi ekspresi SREBP-1c. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan aktivasi stres retikulum endoplasma yang bersifat kronis mengakibatkan disregulasi metabolisme lipid di hepar, makrofag, sel beta dan adiposit. Proses aktivasi stres retikulum ini memiliki peran penting pada regulasi fungsi adiposit (Zha dan Zhou, 2012). Diet tinggi lemak dan fruktosa juga dapat mengaktifkan jalur mtorc1 yang dapat memicu penurunan aktivitas Insig 1/2 sehingga SREBP-1c meningkatkan aktivasi SREBP-1c dalam golgi. SREBP-1c yang aktif ini akan berpindah ke nukleus kemudian terjadi transkripsi gen-gen target SREBP-1c dan menghasilkan enzim yang terlibat dalam lipogenesis seperti fatty acid synthase (FAS). Aktivitas SREBP-1c yang berlebihan mengakibatkan peningkatan sintesis lemak yang patologis dan menyebabkan terjadinya sindroma metabolik meliputi akumulasi lemak hepatik (steatosis), dislipidemia dan resistensi insulin. Akumulasi lemak hepatik dan peningkatan stres retikulum endoplasma ini dapat meningkatkan stres oksidatif dan pelepasan ROS. Lipogenesis yang terus menerus terjadi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan peroksidasi lipid di jaringan hepar maupun adiposa yang menghasilkan senyawa H 2 O 2 dan O - (singlet oksigen) (Nouman,SA et al.,2011; Tangvarasittichai, S., 2015). Selain menyebabkan peningkatan lipogenesis, kelebihan ekspresi SREBP-1c juga mengakibatkan terjadinya peningkatan glikolisis sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia. Hiperglikemia dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin sehingga memicu lipogenesis dan menghasilkan asam lemak bebas dan trigliserida. Menurut penelitian Boden G, et al. (2013) kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan regulasi mrna serta protein Insig 1 dan Insig 2 yang menyebabkan aktivasi protein SREBP-1c di jaringan hepar tikus. Pada kondisi yang sama aktivasi SREBP-1c dalam adiposa tikus kurang. Hal ini disertai dengan kuatnya peningkatan mrna dan protein Insig1. Protein Insig2 juga meningkat namun jumlahnya lebih sedikit dibanding Insig1. Insig 1 dan Insig 2 merupakan protein yang mengikat SREBP-1c dan mencegah perpindahan SREBP- 1c/ kompleks SCAP dari retikulum endoplasma ke golgi sehingga aktivasi SREBP- 1c tidak terjadi. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kondisi 87

12 hiperglikemia ekspresi SREBP-1c di hepar lebih tinggi dibanding di adiposa akibat regulasi Insig 1/2. Pencegahan dan penanganan stres oksidatif terkait kondisi dislipidemia melalui konsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan telah banyak diketahui dapat mengurangi kejadian stres oksidatif. Dalam upaya tersebut telah dikembangkan pemanfaatan berbagai bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya adalah labu kuning. Labu kuning seperti C. moschata, mempunyai kandungan yang tinggi akan karoten, terutama α dan β- karoten, β-criptoxanthina, lutein and zeaxanthin (Carvalho, 2012). Karoten merupakan antioksidan alami dan diketahui berfungsi sebagai peredam singlet oxygen ( 1 O 2 ) dan scavenger bagi reactive oxygen spesies (ROS). Antioksidan dalam labu kuning juga diduga dapat menurunkan stres di retikulum endoplasma. Penelitian dengan menggunakan buah kesemek dan tepung kaya fucoxanthin (karotenoid yang banyak terdapat pada rumput laut) membuktikan pemberian bahan makanan sumber karotenoid ini dapat menurunkan ekspresi SREBP-1c pada tikus yang mendapat diet tinggi lemak. Penurunan ekspresi faktor transkripsi ini diikuti juga dengan penurunan profil lipid. Meskipun mekanisme karoten dalam penurunan ekspresi SREBP-1c belum diketahui namun sudah jelas bahwa pemberian bahan makanan sumber karoten dapat mempengaruhi aktivitas SREBP-1c sehingga menurunkan lipogenesis. Tingginya nilai karoten labu kuning serta pengaruhnya terhadap ekspresi SREBP-1c dan kejadian lipogenesis membuat semakin meningkatnya penelitian yang dikembangkan untuk pemanfaatan labu kuning agar bermanfaat terhadap kesehatan. Labu kuning dapat terus ditingkatkan fungsinya dalam upaya pencegahan dan penanganan beberapa penyakit akibat adanya gangguan metabolik karena adanya efek antioksidan pada tanaman ini. V.3.4. Cara penelitian 1. Pembuatan tepung labu kuning Pembuatan tepung labu kuning menggunakan metode freeze drying karena kandungan karoten pada labu mudah hilang oleh cahaya dan pemanasan. Prinsip teknologi pengeringan beku ini dimulai dengan proses pembekuan labu kuning dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan 88

13 mengeluarkan/ memisahkan hampir sebagian besar air dalam labu kuning dengan metode sublimasi (Hariyadi, 2013). Pada metode ini air yang terkandung dalam labu kuning akan diuapkan dan dibekukan sehingga diperoleh hasil akhir berupa tepung labu kuning yang kering. Langkah pembuatan tepung labu kuning ini adalah sebagai berikut: 1. Labu kuning dikupas 2. Labu kuning dicuci bersih 3. Labu kuning dipotong kecil-kecil (kira-kira 2 mm). 4. Labu kuning yang telah dipotong dimasukkan ke dalam blender. 5. Labu kuning yang telah halus dimasukkan dalam freeze dryer selama 3x 24 jam. 2. Analisa kadar karoten tepung labu kuning Analisa kadar karoten tepung labu kuning dilakukan oleh tenaga ahli/laboran di Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (PSPG UGM) dengan mengggunakan metode kolom kromatografi. Prinsip metode ini adalah karoten diekstraksi dengan campuran aseton-heksan kemudian dipisahkan dari zat-zat lain dengan kolom kromatografi menggunakan campuran magnesium dan tanah liat. Karoten diukur serapannya pada panjang gelombang 450 nm. Hasil analisa kandungan karoten tepung labu kuning pada penelitian ini adalah ,8 µg/100 g. 3. Penentuan Dosis Tepung Labu Kuning Dosis tepung labu kuning yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada kadar karoten labu kuning yang telah dianalisa sebelumnya. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 kebutuhan vitamin A orang dewasa adalah 600 µg/hari. Kandungan karoten pada 1 µg vitamin A adalah 12 µg sehingga kebutuhan karoten manusia adalah 7200 µg/hari. Dengan menggunakan faktor konversi 0,018 untuk tikus dengan berat badan 200 gram (Ngatidjan, 2006) maka kebutuhan karoten tikus adalah 129,6 µg/hari. Dalam penelitian ini digunakan 3 macam dosis tepung labu kuning yang diperoleh dari deret hitung (1/2 n, n dan 2n) yaitu sebesar 0,16; 0,32 dan 0,64 gram per 200 gram berat badan tikus. Dosis akan disesuaikan 89

14 dengan perubahan berat badan tikus setiap minggunya selama 4 minggu perlakuan. 4. Pembuatan Pakan Pakan tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah semipurified diets for rats menurut Animal Research Diets yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut: Tabel 3. Komposisi pakan standar Bahan g/kg Persentase Kasein % Tepung jagung % DL-Metionin 3 0,3% Campuran Vitamin 10 1% Campuran Mineral 35 3,5% Sel alfa 50 5% Minyak jagung 50 5% Choline Chloride 2 0,2% Sumber : Semipurified Diet for Rats and Mice (Reeves,1993) Pembuatan pakan standar dengan cara mencampur semua komposisi pakan berdasarkan g/kg jumlah pakan yang akan dibuat. 5. Adaptasi Hewan Coba Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor tikus galur Sprague dawley jantan yang berusia 3 bulan dengan berat badan gram. Tikus ditempatkan pada kandang individu. Tikus diadaptasikan selama 1 minggu dengan pemberian diet standar semipurified diet for rats sebanyak 20 gram/tikus/hari 6. Pembagian Kelompok Hewan Coba dibawah ini Hewan coba dibagi dalam 6 kelompok sebagaimana terlihat pada tabel 4 Tabel 4. Pembagian kelompok perlakuan Kelompok Perlakuan 1. Kelompok kontrol sehat Kontrol tikus sehat, tidak diinduksi DTLF, perlakuan berupa pemberian aquadest 2. Kelompok kontrol dislipidemia Kontrol tikus dislipidemia, diinduksi DTLF, perlakuan berupa pemberian aquadest 90

15 3. Kelompok dislipidemia + tepung labu kuning 0,16 g/200 g BB 4. Kelompok dislipidemia + tepung labu kuning 0,32 g/200g BB 5. Kelompok dislipidemia + tepung labu kuning 0,64 g/ 200 g BB Tikus diinduksi DTLF, perlakuan berupa pemberian tepung labu kuning sebanyak 0,16 g/200 g BB Tikus diinduksi DTLF, perlakuan berupa pemberian tepung labu kuning sebanyak 0,31 g/200 g BB Tikus diinduksi DTLF, perlakuan berupa pemberian tepung labu kuning sebanyak 0,62 g/200 g BB 6. Induksi Diet Tinggi Lemak dan Fruktosa (DTLF) Komposisi diet tinggi lemak dan fruktosa yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Ble-Castillo et al. (2012) dan Tranchida et al. (2012) seperti pada tabel 4. Tikus yang diinduksi dengan diet tinggi lemak dan fruktosa diberikan 20 gram/ tikus/ hari pakan DTLF. Tabel 5. Komposisi Diet Tinggi Lemak dan Fruktosa serta Diet Kontrol. Bahan Diet Kontrol (g/kg) Diet Tinggi Lemak dan Fruktosa (DTLF) (g/kg) Kasein 254,1 254,1 Minyak jagung 11,1 11,1 Lemak putih - 364,5 Pati jagung Sukrosa 33,8 - Fruktosa - 61,7 Vitamin dan Mineral Analisis Kadar Trigliserida Analisis kadar trigliserida sebelum pemberian perlakuan tepung labu kuning dilakukan setelah 25 hari pemberian diet tinggi lemak dan fruktosa (DTLF) untuk melihat apa tikus sudah mengalami hipertrigliserida atau belum. Sampel yang digunakan untuk analisis trigliserida adalah serum dengan metode enzymatic colorimetri menggunakan reagen kit trigliserida (Dyasis). Pengambilan darah dilakukan sesuai metode yang direkomendasikan oleh Guacuc Standard Procedure (2006) yaitu hewan coba yang telah dipuasakan 91

16 selama ±8 jam ditempatkan pada permukaan kerja yang datar, posisi jari telunjuk berada pada bagian wajah untuk menarik kelopak mata sedangkan jari lainnya diletakkan diatas vena jugularis sekitar rahang bawah, selanjutnya pipet mikrohematokrit dimasukkan dengan sudut 45 o secara pelan-pelan ke medial canthus dan diputar untuk memecah bulbar conjuctiva hingga mencapai tulang orbita dan sinus orbita pecah. Darah ditampung dalam mikrotube 2 ml dan dimasukkan ke dalam cool box. Setelah itu, sampel darah disentrifuse degan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit untuk memisahkan serum. Selanjutnya dipipet 10 µl serum, 10 µl larutan standar dan 1000 µl reagen trigliserida ke dalama tabung pemeriksaan untuk selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 10 menit dalam inkubator dengan suhu 37 o C. Sebagai faktor koreksi dibuat blanko yang dipreparasi seperti sampel namun digunakan aquadest sebagai pengganti serum. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. 8. Perlakuan Hewan Coba Selama perlakuan, hewan coba diberi pakan semipurified diets for rats dan air minum secara ad libithum. Sisa pakan pada masing-masing kelompok hewan coba ditimbang setiap hari. Berat badan setiap hewan coba ditimbang setiap minggu. Kandang individu hewan coba dibersihkan setiap hari. Perlakuan berupa pemberian tepung labu kuning per oral diberikan selama 4 minggu. 9. Pengambilan Jaringan Hewan Coba (Post test) Pengambilan jaringan hewan coba dilakukan dengan pembedahan. Sebelum pembedahan, tikus dianestesi dengan eter secara inhalasi. Jaringan hepar yang diambil kemudian ditampung dalam cryotube yang bebas RNAse dan dimasukkan dalam termos berisi nitrogen cair. Jaringan selanjutnya disimpan pada suhu -80 o C untuk persiapan analisis gen dengan metode RT-PCR. 10. Analisis Ekspresi SREBP-1c 1. Preparasi sampel a. Homogenisasi: Homogenisasi yang dilakukan menggunakan rotor pastel dalam mikrotube 1,5 ml. Keterbatasan peralatan dalam proses homogenisasi menyebabkan homogenisasi dalam penelitian ini 92

17 menggunakan ½ reaksi. Langkah homogenisasi ini adalah terlebih dahulu menambahkan 500 µl reagen TRIzol dalam mikrotube. Selanjutnya jaringan hepar dan adiposa dipotong sebanyak mg dan dimasukkan dalam mikrotube yang berisi TRIzol. b. Separasi: Sampel yang sudah berbentuk homogenat diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang yang bertujuan untuk mendisosiasi komplek nukleoprotein secara lengkap. Setelah diinkubasi kemudian ditambahkan 0,1 ml kloroform per 0,5 ml reagen TRIzol yang digunakan saat proses homogenisasi. Selanjutnya tabung ditutup dengan kencang dan dikocok dengan tangan selama 15 detik. Larutan kemudian diinkubasi selama 2-3 menit pada suhu ruang. Sampel kemudian disentrifuge pada rpm selama 15 menit pada suhu 4 o C. Proses selanjutnya pada fase air yang berisi RNA dipindahkan dari sampel dengan cara mengarahkan tube pada sudut 45 o kemudian larutan di pipet keluar dan ditempatkan pada tube baru. 2. Isolasi RNA a. Presipitasi: Proses isolasi RNA adalah pada mikrotube yang berisi fase cairan yang diperoloeh ditambahkan 0,25 ml dari 100% isopropanol per 0,5 ml reagen TRIzol kemudian larutan di inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Langkah selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan rpm selama 10 menit pada suhu 4 o C. b. Pencucian: Supernatan yang ada di dalam tube di keluarkan dan endapan pellet RNA dibiarkan di dalam tube. Endapan pellet RNA di cuci dengan 0,5 ml etanol 75% per 0,5 ml reagen TRIzol yang digunakan pada tahap awal homogenisasi. Sampel lalu di vortex kemudian di sentrifuge pada rpm selama 5 menit pada 4 o C lalu supernatant dibuang. Pellet RNA dikeringkan selama 5-10 menit. c. Resuspensi: RNAase free water 35 µl ditambahkan ke dalam tube yang berisi pellet RNA kemudian melewatkan larutan secara naik turun untuk beberapa kali melalui pipet tip. Selanjutnya larutan diinkubasi dalam water bath pada suhu o C selama menit dan siap digunakan 93

18 untuk proses selanjutnya atau bila tidak segera digunakan dapat disimpan dalam suhu -70 o C 3. Mengukur Konsentrasi RNA Pengukuran konsentrasi RNA dilakukan sebagai berikut: RNA diencerkan 20 kali yaitu sebanyak 5 µl ditambahkan 95 µl nuclease free water. Blank berupa nuclease free water dipipet sebanyak 100 µl dan diukur, kemudian sampel dipipet sebanyak 100 µl dan dimasukkan ke dalam Spektrofotometer dan hasil pembacaan tertera pada layar. 4. Sintesis cdna melalui reverse transcription Sintesis cdna berasal dari total RNA yang dipurifikasi dari jaringan hepar dan adiposa putih dengan tahap sebagai berikut: komponen cdna synthesis (Tabel 6) dimasukkan ke dalam tube bebas RNase. Tabel 6. Komposisi Reagen cdna Komponen Volume per Reaksi 5x iscript reaction mix 4 µl iscript reverse transcriptase 1 µl nuclease free water x µl RNA template x µl Total volume 20 µl Setelah itu, campuran reaksi dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan program sebagai berikut: suhu 25 C selama 5 menit, suhu 42 C selama 30 menit dan suhu 85 C selama 5 menit, kemudian disimpan dalam suhu -20 C. 5. Pengukuran Kuantitatif dengan Real Time PCR Tahap analisis RT-PCR terdiri dari persiapan sampel dan amplifikasi. Persiapan sampel dilakukan sebagai berikut: SsoFast Evagreen supermix, primer (forward dan reverse), dan RNase free water yang beku di thawing pada suhu ruang, kemudian dicampur dalam stock tube yang jumlahnya telah disesuaikan dengan sampel yang akan dianalisis dan di spin-down selama detik untuk mengumpulkan larutan pada bagian bawah tube. Assay master mix (Tabel 7) dalam stock tube dipipet sebanyak 19 µl ke tiap tube sesuai kode sampel yang dianalisis dan DNA template ditambahkan sebanyak 1 µl ke masing-masing tube dan sampel siap dimasukkan ke dalam alat RT-PCR CFX96 Biorad. 94

19 Tabel 7. Assay master mix Komposisi Jumlah Evagreen 5 µl Primer SREBP-1c (forward): 0,75 µl 5 -CTGTCGTCTACCATAAGCTGCAC-3 Primer SREBP-1c (reverse): 0,75 µl 5 -ATAGCATCTCCTGCACACTCAGC-3 cdna 1 µl Nuclease free water (ddh 2 O) 1 µl Assay master mix yang telah mengandung DNA template dimasukkan ke dalam alat RT-PCR CFX96 Biorad dengan program amplifikasi 40 siklus yaitu: 1) denaturasi awal pada suhu 95 C selama 5 menit; 2) denaturasi pada suhu 95ºC selama 1 menit; 3) annealing pada suhu 62ºC selama 30 detik; 4) elongasi pada suhu 72ºC selama 1 menit; dan 5) Melt-curve analysis pada65 C-95 C selama 2-5 detik untuk setiap tahapnya. Produk PCR yang dihasilkan dengan menggunakan primer SREBP-1C tersebut adalah 120 bp dan pproduk PCR primer beta aktin adalah 250 bp (Liu et al., 2013). Internal gene pada reaksi ini menggunakan β -aktin dengan urutan basa sebagai berikut: F:5 -ACGGTCAGGTCATCACTATCG-3 R:5 GGCATAGAGGTCTTTACGGATG-3. Sinyal fluorescence diukur selama amplifikasi dan dinyatakan positif jika intensitas fluorescence lebih dari 20 kali lipat lebih besar daripada standar deviasi dari baseline fluorescence. Kuantifikasi relatif gen target terhadap beta aktin digunakan untuk menentukan tingkat ekspresi SREBP-1c. Beta aktin digunakan sebagai gen untuk menentukan kurva standar. Kurva standar ditentukan dengan menggunakan dilusi beta aktin pada beberapa konsentrasi yaitu 0,125 µg/µl; 0,250 µg/µl ; 0,5 µg/µl ; 1 µg/µl ; 2 µg/µl. Persamaan kurva standar jaringan hepar dan adiposa berturut-turut adalah Y= 2,536x+17,407 (R=0,92) ; Y= 1,762x+38,23 (R=0,96). Ekspresi SREBP-1c dihitung berdasarkan jumlah amplikon (Cq) gen target masing-masing jaringan dibandingkan dengan rata-rata beta aktin setelah dimasukkan dalam persamaan kurva standar (Cq sampel: rata-rata Cq beta aktin) dan dinyatakan dalam ekspresi SREBP-1c relatif terhadap beta aktin. 95

20 V.3.5. Hasil dan Pembahasan V Karakteristik subyek 1. Berat Badan Berat badan tikus antar kelompok pada saat pretest, midtest, dan posttest memiliki distribusi yang normal secara statistik (p>0,05) diuji menggunakan Saphiro-Wilk. Berdasarkan hasil analisa one way ANOVA, tidak ada perbedaan berat badan yang signifikan pada semua kelompok. Sedangkan berat badan menurut waktu perlakuan pada masing-masing kelompok berdasarkan uji repeated ANOVA menunjukkan peningkatan bermakna pada K1, K2, K3 dan K4. Selama penelitian, tidak ada perbedaan peningkatan berat badan pada semua kelompok perlakuan. Namun jika dilihat dari hasil pengukuran pretest, midtest, dan postest, masing-masing kelompok perlakuan mengalami peningkatan berat badan yang signifikan. Jika dikaitkan dengan asupan pakan, diketahui bahwa rata-rata asupan pakan pada tiap-tiap kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Peningkatan berat badan tikus dapat disebabkan oleh faktor pertumbuhan dan asupan pakan selama penelitian. Pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak tinggi fruktosa pada umumnya mengalami kenaikan berat badan dibandingkan dengan tikus normal. Penelitian Tranchida et al. (2012) pada tikus yang diinduksi diet tinggi fruktosa dan lemak jenuh selama 30 minggu mengalami kenaikan berat badan sebesar 11% relatif terhadap kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena diet tinggi fruktosa dan lemak ini dapat memicu sintesis gen-gen lipogenik yang menginduksi terjadinya lipogenesis. Peningkatan lipogenesis akan meningkatkan produksi trigliserida dan kolesterol yang menyebabkan peningkatan lemak viseral sehingga terjadi peningkatan berat badan. 2. Asupan Pakan tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah semipurified diets for rats yang mengacu pada Animal Research Diets. Tikus diberi 20 g pakan setiap harinya. Sisa pakan ditimbang setiap hari untuk mengetahui asupan pakan standar dan pakan diet yang masuk ke tikus. Asupan pakan dihitung menggunakan 96

21 analisis One Way ANOVA dengan nilai signifikansi p<0,05. Hasil analisa menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna asupan pakan pada minggu ke-1 sampai minggu ke-4. Jika dilihat dari rerata asupan pakan secara keseluruhan selama empat minggu perlakuan, tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok. Ini berarti bahwa perbedaan perlakuan tidak mempengaruhi nafsu makan tikus sehingga rata-rata asupan pakan antar kelompok selama penelitian sama. Pemberian pakan standar sebanyak 20 g pada hewan coba setiap harinya dilakukan secara ad libitum (sekenyangnya). Kelemahan dari cara ini adalah bahwa tidak semua pakan yang diberikan dimakan habis oleh hewan coba. 3. Kadar Trigliserida Kadar trigliserida tikus diperiksa dengan menggunakan metode enzimatis. Kadar trigliserida subjek diukur pada saat sebelum pemberian tepung labu kuning (pretest) dan setelah pemberian tepung labu kuning (posttest). Subjek dipuasakan selama 12 jam semalam (overnight) dan diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata. Kadar trigliserida dianalisa menggunakan One Way ANOVA dengan nilai signifikansi p<0,05. Rata-rata kadar trigliserida antar kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kadar trigilerida tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak dan fruktosa (K2,K3,K4,K5) mengalami peningkatan dengan beda yang signifikan dibandingkan dengan tikus yang tidak diinduksi (K1). Kadar trigliserida pada kelompok tikus K1 mengalami sedikit peningkatan (0,64 mg/dl) dari 71,50 mg/dl menjadi 72,14 mg/dl namun kadar trigliserida ini masih dalam batas normal. Pada kelompok tikus dislipidemia (K2) terjadi peningkatan kadar trigliserida dari 132,60 mg/dl menjadi 134,69 mg/dl, dan dalam keadaan hipertrigliserida. Hasil penelitian Tranchida et al. (2012) menunjukkan tikus yang mengkonsumsi diet tinggi fruktosa dan asam lemak jenuh mengalami peningkatan glikemia, insulinemia, trigliserida dan kolesterol. Pada penelitian sebelumnya juga menemukan pemberian diet tinggi fruktosa dan lemak jenuh menginduksi terjadinya gangguan toleransi glukosa, dislipidemia dan resistensi insulin (Girard et al., 2005; Abdullah et al., 2009). Konsumsi diet tinggi fruktosa dan lemak jenuh mempengaruhi produksi asam lemak 97

22 hepatik dan menyebabkan ketidakseimbangan asam lemak. Fruktosa yang diabsorbsi dikirim ke hepar melalui vena porta kemudian difosforilasi menjadi fruktosa-1-fosfat dan diubah menjadi gliserol atau dimetabolisme dalam jalur glikolitik. Hal ini akan menginduksi peningkatan kecepatan lipogenesis de novo dan sintesis trigliserida (Mittendorfer dan Sidossis, 2001). Kadar trigliserida tinggi (hipertrigliseridemia) yang diinduksi oleh diet tinggi lemak dan fruktosa disebabkan oleh peningkatan produksi VLDL (very low density lipoprotein) dan atau penurunan pembersihan (clearance) trigliserida (Zammit et al, 2001; Abdullah et al., 2009). Sedangkan kadar trigliserida menurut waktu perlakuan memperlihatkan penurunan yang signifikan pada saat sebelum pemberian tepung labu kuning dan setelah pemberian tepung labu kuning baik pada kelompok K3, K4 maupun K5. Pada kelompok K5 dengan dosis tepung labu kuning yang paling tinggi (0,64 gram) menunjukkan kadar trigliserida yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok K3 dan K4. Penelitian Asgary et al. ( 2011) juga menunjukkan pemberian 1 g/kg tepung labu kuning pada tikus model diabetes dapat menurunkan kadar trigliserida secara signifikan. V Ekspresi sterol regulatory element binding protein (SREBP-1c) 1. Tingkat ekspresi SREBP-1c di hepar dan adiposa Ekspresi SREBP-1c kelompok K2 yaitu tikus dislipidemia tanpa perlakuan paling tinggi diantara semua kelompok baik di jaringan hepar maupun adiposa dengan nilai p=0,000. Hasil ini membuktikan bahwa pemberian tepung labu kuning secara signifikan menurunkan ekspresi SREBP-1c baik di jaringan hepar maupun adiposa. Induksi diet tinggi lemak dan tinggi fruktosa pada kelompok K2,K3,K4,K5 dapat menyebabkan terjadinya stres di retikulum endoplasma. Stres RE memicu aktivasi SREBP-1c dan berperan dalam lipogenesis de novo (Kammoun et al., 2009; Su et al., 2009). Lipogenesis yang terus menerus terjadi dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid di jaringan hepar maupun adiposa yang menghasilkan senyawa H 2 O 2 dan O - (singlet oksigen) (Nouman,SA et al.,2011; Tangvarasittichai, S., 2015). Stres oksidatif dan pelepasan ROS adalah komponen integral dari stres RE (Santos et al, 2009). Karotenoid dalam tepung labu kuning yang diberikan pada kelompok K3, K4 dan K5 berfungsi sebagai peredam singlet oksigen dan dapat 98

23 membuang reactive oxygen species (ROS) di dalam retikulum endoplasma (RE) yang terbentuk saat tikus diinduksi DTLF. Karotenoid juga dapat berperan sebagai peredam kimiawi dibawah oksigenasi yang irreversible. Mekanisme molekuler yang mendasari reaksi ini belum dipahami sepenuhnya, terutama dalam konteks aktivitas anti dan pro oksidan dari karotenoid pada berbagai proses biokimiawi (Fiedor dan Burda, 2014). Penurunan stres RE diketahui dapat menghambat pemutusan SREBP- 1c dari Insig 1/2 yang selanjutnya menurunkan ekspresi gen target SREBP-1c ( Kammoun et al., 2009). Pemberian karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan diduga dapat menurunkan stres oksidatif di RE jaringan hepar. Hal ini dapat menurunkan aktivitas jalur PERK dan fosforilasi eifα2 sehingga dapat menurunkan ekspresi SREBP-1c. Pemberian karoten di jaringan adiposa dapat menurunkan stres RE dan lengan UPR yaitu ATF6 tidak teraktifkan sehingga ekspresi SREBP-1c dapat ditekan. Karotenoid yang mengandung gugus pigmen isoprenoid paling banyak terakumulasi dalam hepar dan adiposa sehingga hal ini juga diduga menjadi penyebab penurunan ekspresi SREBP-1c yang efektif di kedua jaringan tersebut (Fiedor dan Burda, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ha dan Kim (2013). Pemberian tepung kaya fucoxanthin (suatu karotenoid yang berasal dari rumput laut) menunjukkan terjadinya penurunan ekspresi SREBP-1c yang signifikan pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak setelah pemberian tepung tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Yozokawa et al. (2012) menemukan adanya penurunan ekspresi SREBP-1 setelah pemberian buah kesemek yang mengandung beberapa komponen antioksidan seperti polifenol, flavonoid, steroid, karotenoid dan proantosianidin pada tikus model diabetes mellitus yang diinduksi STZ. Hasil penelitian ini juga membuktikan pemberian antioksidan berupa karotenoid dapat menurunkan ekspresi SREBP-1c pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa. Pemberian tepung labu kuning pada kelompok K3, K4 dan K5 secara signifikan menurunkan ekspresi SREBP-1c di jaringan hepar dan adiposa. Kelompok K5 memiliki tingkat ekspresi yang paling rendah dibandingkan kelompok K3 dan K4 di kedua jaringan tersebut. Pada ketiga kelompok perlakuan ini tingkat ekspresi SREBP-1c kelompok K4 (1,13±0,01) dan kelompok K3 (1,09±0,01) mendekati 99

24 kelompok sehat/ K1 (1,11±0,01) di jaringan hepar. Sedangkan tingkat ekspresi SREBP-1c kelompok K4 (0,99±0,02) sama dengan kelompok sehat/k1 (0,99±0,04) di jaringan adiposa. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian dosis 0,32 gram/hari dan 0,64 gram/ hari dapat menurunkan ekspresi SREBP-1c. Pemberian dosis yang lebih rendah memungkinkan kurangnya aktivitas antioksidan sedangkan pemberian dosis yang lebih tinggi memungkinkan peningkatan aktivitas pro oksidan, sehingga pemberian dosis sebesar 0,32 gram tepung labu kuning per hari lebih optimal untuk menurunkan ekspresi SREBP-1c ke kondisi yang sama atau mendekati kelompok sehat. Apabila dosis ini dikonversikan untuk kebutuhan manusia dengan menggunakan faktor konversi 0,56 (Ngatidjan, 2006) maka dosis ini setara dengan 17,92 gram tepung labu kuning per hari untuk manusia dengan berat 70 kg. Kandungan karoten dalam tepung labu kuning adalah 404,508 µg/gram sehingga karoten dalam 17,92 gram tepung labu kuning adalah 7248,78 µg atau setara dengan 604 µg vitamin A. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 kebutuhan vitamin A orang dewasa adalah 600 µg/hari. Dengan demikian konsumsi vitamin A harian pada manusia dapat menurunkan ekspresi SREBP-1c hingga pada tingkatan normal/sehat. Efek pemberian labu kuning sebagai antioksidan dimungkinkan tidak saja karena kandungan karotenoid labu kuning. Labu kuning memiliki kandungan karbohidrat yaitu polisakarida yang cukup tinggi (Sinaga, 2011). Pada penelitian Xu (2000) mengenai efek antitumor dan immunocompetence, polisakarida labu kuning diketahui dapat meningkatkan aktivitas superoxide dismutase dan gluthatione peroksidase dan menurunkan malonaldehida pada serum mencit yang menunjukkan peningkatan kapasitas antioksidan. Penurunan ekspresi SREBP-1c pada tikus yang diberi tepung labu kuning selanjutnya secara signifikan dapat menurunkan kadar trigliserida sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian antioksidan terhadap penurunan profil lipid namun beberapa penelitian klinis menunjukkan hasil sebaliknya. Penelitian mengenai pengaruh labu kuning terhadap profil lipid menemukan kandungan lain selain karotenoid yang juga dapat menjadi penyebab turunnya kadar trigliserida. Labu kuning juga kaya akan 100

25 serat dan diketahui dapat menurunkan kadar LDL plasma dengan menghambat absorbsi asam empedu dan kolesterol serta meningkatkan aktivitas reseptor LDL. Diet tinggi serat dapat menurunkan kadar trigliserida dengan menekan lipogenesis di hepar (Romero et al., 2002; Lecumberri et al, 2007). Labu kuning juga banyak mengandung pektin. Pektin dapat meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase dalam jaringan lemak dan jantung sehingga absorbsi VLDL lebih tinggi di kedua jaringan tersebut dibandingkan di hepar. Hal ini mengakibatkan VLDL terdegradasi dan kadar trigliserida turun (Asgary, 2011). 2. Perbedaan tingkat ekspresi SREBP-1c di hepar dan adiposa. Tingkat ekspresi SREBP-1c di hepar (1,17 relatif terhadap beta aktin) lebih tinggi 0,17 dibanding tingkat ekspresi SREBP-1c di adiposa (1,00 relatif terhadap beta aktin). Hasil analisa statistik menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata tingkat ekspresi SREBP-1c di hepar dan adiposa (p< 0,05). Induksi diet tinggi lemak dan fruktosa dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik. Sindroma metabolik berhubungan dengan kejadian obesitas sentral, dislipidemia, resistensi insulin dan hipertensi (Balkau et al.,2002; Chen et al., 2007). Menurut penelitian Boden G, et al. (2013) kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan regulasi mrna serta protein Insig 1 dan Insig 2 yang menyebabkan aktivasi protein SREBP-1c di jaringan hepar tikus. Pada kondisi yang sama aktivasi SREBP-1c dalam adiposa tikus sangat sedikit. Hal ini disertai dengan kuatnya peningkatan mrna dan protein Insig1. Protein Insig2 juga meningkat namun jumlahnya lebih sedikit dibanding Insig1. Insig 1 dan Insig 2 merupakan protein yang mengikat SREBP-1c dan mencegah perpindahan SREBP-1c/ kompleks SCAP dari retikulum endoplasma ke golgi sehingga aktivasi SREBP-1c tidak terjadi. Berdasar penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kondisi hiperglikemia ekspresi SREBP-1c di hepar lebih tinggi dibanding di adiposa akibat regulasi Insig 1/2. Aktivitas SREBP-1c yang berlebihan karena kondisi hiperglikemia ini dapat mengakibatkan peningkatan sintesis lemak yang patologis dan menyebabkan terjadinya sindroma metabolik meliputi akumulasi lemak hepatik (steatosis), dislipidemia dan resistensi insulin (Brown dan Goldstein,2008). Pada penelitian ini pemberian tepung labu kuning yang mengandung karotenoid sebagai antioksidan 101

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. Pemberian tepung labu kuning terhadap ekspresi gen IRS-1 pada tikus

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. Pemberian tepung labu kuning terhadap ekspresi gen IRS-1 pada tikus BAB V. KESIMPULAN, SARAN, & RINGKASAN V.1. Kesimpulan Pemberian tepung labu kuning terhadap ekspresi gen IRS-1 pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa dapat menunjukkan bahwa : 1. Pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Ekstrak Teh Hijau Hewan coba

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Ekstrak Teh Hijau Hewan coba 13 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan Pebruari 2008 sampai dengan Mei 2008 di Laboratorium Hewan SEAFAST IPB dan Laboratorium Anatomi Fisiologi dan Farmakologi

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis & Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pretest-posttest with control group design. 3.2. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Design Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah studi eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental yaitu penelitian yang didalamnya terdapat perlakuan untuk memanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit metabolik dan obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius. Pada penyakit metabolik dapat ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat saat ini cenderung memiliki kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang aktivitas fisik, kurang olah raga, kebiasaan merokok dan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, karena terdapat manipulasi pada objek penelitian dan terdapat kelompok kontrol (Nazir, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma darah. Kelainan fraksi lipid

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian dan Biokimia. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Farmakologi, Gizi Klinik 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan post-test control design group. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu suatu metode

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu suatu metode III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis sebab akibat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lemak dalam plasma. Kelainan fraksi lemak yang utama adalah kenaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori yang melebihi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat di zaman modern ini erat hubungannya dengan perubahan kadar lemak darah. Masyarakat dengan kesibukan tinggi cenderung mengkonsumsi makanan tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS, alat bedah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang terdiagnosis dokter mencapai 1,5%

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Biomedik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Biomedik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan 30 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang ilmu Gizi Biomedik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hal ini karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegemukan atau obesitas telah menjadi hal yang dikhawatirkan banyak orang sejak dahulu. Hal ini tak lepas dari berbagai penyakit yang dapat diakibatkan oleh obesitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar dengan metode eksperimental. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah mengenai pengaruh pemberian serat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di era modern ini terutama di daerah perkotaan di Indonesia umumnya mempunyai gaya hidup kurang baik, terutama pada pola makan. Masyarakat perkotaan umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental murni, dengan menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah pengukuran kadar LDL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian. pretest postest randomized controlled group design. Dua kelompok penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian. pretest postest randomized controlled group design. Dua kelompok penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan metode experimental dengan rancangan pretest postest randomized controlled group design. Dua kelompok penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pre test & post test control group design

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME II EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENURUNAN KADAR TRIGLISERIDA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME II EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENURUNAN KADAR TRIGLISERIDA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME II EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENURUNAN KADAR TRIGLISERIDA DARAH Oleh: Martina Hutahaean Ningrum Wahyuni Sukaisi Kamis, 15 Desember 2011 Dasar Teori TRIGLISERIDA Gliserida

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM

Lebih terperinci

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS)

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS) PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS) Lipogenesis adalah pembentukan asam lemak yang terjadi di dalam hati. Glukosa atau protein yang tidak segera digunakan tubuh sebagian besar tersimpan sebagai trigliserida.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014. BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group design. B. Subyek Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lemak Lemak adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, lemaktidak larut dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control group

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol Low Density

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol Low Density BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Dislipidemia Dislipidemia adalah suatu keadaan terganggunya metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre and post test with control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) memaparkan kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan masyarakat (WHO,

Lebih terperinci

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol Metabolisme lipid Transport lipid dalam plasma dan penyimpanan lemak Biosintesis lipid Lemak sebagai sumber energi untuk proses hidup Metabolisme jaringan lemak dan pengaturan mobilisasi lemak dan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan menjadi salah satu hal penting dalam penentu kesehatan dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang sehat masih rendah.

Lebih terperinci

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol Metabolisme lipid Transport lipid dalam plasma dan penyimpanan lemak Biosintesis lipid Lemak sebagai sumber energi untuk proses hidup Metabolisme jaringan lemak dan pengaturan mobilisasi lemak dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test Randomized Control

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol 44 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Kadar Trigliserida dan Kolesterol VLDL Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol pertama yaitu kelompok yang tidak diberikan diet tinggi fruktosa dan air seduh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus globalisasi tidak saja membawa dampak positif di segala bidang seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup terutama pola aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 21 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lipid 1. Definisi Lipid Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Widman, 1989) Lemak disebut juga lipid,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. dunia sangat berkaitan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan (Swinburn

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. dunia sangat berkaitan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan (Swinburn BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan Westernisasi, urbanisasi dan mekanisasi di beberapa negara di dunia sangat berkaitan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan (Swinburn et al., 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan gaya hidup masyarakat mulai banyak terjadi sejalan dengan kemajuan teknologi. Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik mulai banyak ditemukan, bahkan sudah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup

Lebih terperinci

Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan Pretest Posttest with Control Group Design menggunakan hewan.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan Pretest Posttest with Control Group Design menggunakan hewan. BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan Pretest Posttest with Control Group Design menggunakan hewan. 3.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak Metabolisme Lipid Metabolisme LIPID Metabolisme LIPID Degradasi Lipid Oksidasi asam lemak Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak Biosintesis Lipid Biosintesis asam lemak Biosintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan.kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only with control group

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Teori Penelitian Teh hijau Polifenol Pigmen Basa xantin Asam amino Flavanol Flavanoid/ katekin Asam fenolik Karbohidrat Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan spektrum luas dari abnormalitas lipid dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan spektrum luas dari abnormalitas lipid dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan spektrum luas dari abnormalitas lipid dalam serum, mencakup peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol low-density lipoprotein (LDL) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab pertama

Lebih terperinci

HASIL PRAKTIKUM METABOLISME II Perbedaan Kadar Trigliserida Pada Pria Dan Wanita Setelah Mengkonsumsi Kuning Telur

HASIL PRAKTIKUM METABOLISME II Perbedaan Kadar Trigliserida Pada Pria Dan Wanita Setelah Mengkonsumsi Kuning Telur HASIL PRAKTIKUM METABOLISME II Perbedaan Kadar Trigliserida Pada Pria Dan Wanita Setelah Mengkonsumsi Kuning Telur Praktikan : 1. Yeni Vera 2. Leo Pardon Sipayung 3. Taya Elsa Savista Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci