TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tembang Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Klasifikasi dan Tata Nama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tembang Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Klasifikasi dan Tata Nama"

Transkripsi

1 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tembang Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Klasifikasi dan Tata Nama Klasifikasi ikan tembang menurut Cuvier and Valenciennes 1847 (Gambar 1) dalam Persitiwady (2006) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Clupeidae Subfamili : Incertae sedis Genus : Sardinella Spesies : Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Nama umum : Fringle-scale sardinella, fimbriated sardinella Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Tembang lakara (Bugis), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Peristiwady 2006) Gambar 1. Ikan Tembang

2 Morfologi Ikan tembang memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih serta memiliki duri di bagian bawah badan. Lengkung kepala bagian atas ikan tembang sampai di atas mata hampir lurus, dan dari setelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Tinggi badan ikan tembang lebih besar daripada panjang kepala dengan mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip punggung ikan tembang terletak sebelum pertengahan badan, sedangkan dasar sirip dubur sama panjang dengan dasar sirip punggung. Kepala dan badan bagian atas ikan tembang berwarna hijau kebiruan, sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakan. Adapun sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung (dorsal) ikan tembang mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada (pectoral) mempunyai 15 jari-jari lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18 jari-jari lemah, dan sirip perut (ventral) memiliki 8 jari-jari lemah (Peristiwady 2006). Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki ciri-ciri rangka yang terdiri dari tulang benar dan tulang bertutup insang. Ikan tembang mempunyai bentuk kepala simetris, bentuk badan tidak seperti ular dan seluruh sisik tidak terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor ikan tembang tidak bercincin dan hidung tidak memanjang ke depan serta pipi atau kepala tidak mempunyai kelopak keras dan duri. Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku dan berbelah, bersisik dan tidak bersungut, dan tidak berjari-jari keras pada tulang punggung. Ikan tembang tidak mempunyai sirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, dan sirip dada senantiasa sempurna. Perut ikan tembang sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Ikan tembang mempunyai sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut ikan tembang ini terminal, tajam serta bergerigi dan gigi-giginya lengkap pada langit-langit, serta terdapat sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984) Kebiasaan Makanan Kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas, dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Sedangkan cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan

3 6 dengan waktu, tempat, dan cara makanan yang diperoleh oleh ikan. Kebiasaan makanan ikan secara alami tergantung pada lingkungan tempat ikan hidup, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain habitat, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, umur ikan, periode harian mencari makan, dan spesies kompetitor (Febyanti & Syahailatua 2008). Berbagai jenis makanan ikan tersedia di alam. Ikan dapat dikelompokkan berdasarkan variasi makanannya (Nikolsky 1963). Eurifagus adalah ikan yang memakan berbagai jenis makanan, sebagai contoh yaitu ikan buntal (Tetraodon reticularis) di perairan Ujung Pangkah yang memakan berbagai jenis makanan, yaitu bivalvia (kerang hijau), Crustacea (udang, balanus), kepiting, gastropoda, dan ikan (Lubis 2001); ikan tipe stenofagus adalah ikan yang memakan makanan yang sedikit jenisnya, sebagai contoh ikan biji nangka (Upenus moluccensis) yang terdapat di perairan Teluk Labuan karena ikan ini variasi jenis makanannya sedikit berupa udang-udangan, ikan kecil, dan detritus (Susilawati 2000); dan ikan tipe monofagus adalah ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja, sebagai contoh ikan kapasan (Gerres kapas) jantan dan betina yang terdapat di perairan Pantai Mayangan, Subang, hanya memakan Tellina (Sarjono 2005). Setiap hewan membutuhkan energi yang didapatkan dari makanan antara lain untuk reproduksi selain hidup, tumbuh, dan perawatan (Royce 1972 in Krismono et al. 2008). Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah populasi, pertumbuhan, reproduksi, dan dinamika populasi serta kondisi ikan yang ada di perairan (Nurmawati 2007 in Satia et al. 2009). Dalam satu spesies, ikan mungkin makanannya berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu perubahan lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan makanan ikan diantaranya penyebaran suatu organisme makanan dan ketersediaan makanan di lingkungan perairan tersebut (Effendie 2002). Penyebaran jenis makanan yang paling banyak di suatu perairan akan menyebabkan pengambilan dari jenis makanan tersebut bertambah (Effendie 1979 in Widyorini 2010). Kebiasaan makanan ikan-ikan dapat berbeda sesuai perubahan waktu meskipun penangkapannya dilakukan pada tempat yang sama (Lagler 1972 in Simanjuntak & Rahardjo 2001).

4 7 Berdasarkan kelompok ukuran, terlihat perbedaan jumlah dan jenis organisme yang dimakan. Perbedaan ini antara lain diduga oleh perbedaan tapis insang, ukuran makanan, tingkat kelaparan ikan, dan frekuensi pengambilan makanan (Pradini et al. 2001). Dengan mengetahui kebiasaan makanan ikan, kita dapat melihat hubungan ekologis antar organisme pada perairan tersebut, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Ikan tembang, seperti ikan clupeid lainnya memanfaatkan plankton sebagai makanannya (Pradini 1998 in Rosita 2007). Makanan utama ikan tembang di perairan Ujung Pangkah pada bulan Juli - Desember adalah Bacillariophyceae, makanan pelengkap adalah kelompok Crustacea, dan makanan tambahannya berupa Cilliata dan Dinophyceae (Robiyanto 2006). Dari jenis makanan yang dimakan, dapat diketahui bahwa ikan tembang tergolong omnivora cenderung herbivora. Bacillariophyceae (diatom) merupakan kelompok fitoplankton yang sering dijumpai selama pencacahan sampel. Bacillariophyceae (Diatom) merupakan kelompok fitoplankton dengan jumlah terbesar di perairan laut dan berperan penting sebagai produsen primer di perairan laut (Sachlan 1983 in Subiyanto et al. 2008). Bacillariophyceae mempunyai ukuran yang sangat halus sehingga sangat mudah dicerna di dalam saluran pencernaan (Rosita 2007). Pertumbuhan diatom yang dominan tersebut dipengaruhi oleh parameter lingkungan. Salah satu parameter yang berperan adalah suhu perairan. Suhu optimal untuk pertumbuhan diatom adalah sekitar C (Effendi 2003 in Agustini et al. 2008) Habitat dan Penyebaran Ikan tembang termasuk ikan pelagis yang hidup di lautan terbuka, lepas dari dasar perairan dan pada zona kedalaman sampai meter, yang merupakan zona yang masih dapat ditembus cahaya (zona epipelagik) (Nybakken 1988). Telur dan larva ikan tembang ditemukan di sekitar perairan mangrove atau bakau. Saat juvenil, ikan ini masih ada yang hidup di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang. Ketika dewasa, spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak ditemukan di dekat pantai sampai ke arah laut (www. fishbase.org). Gunarso (1985) in Monintja et al. (1994) menyatakan bahwa

5 8 terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ikan membentuk kelompok, antara lain sebagai perlindungan dari pemangsa, mencari dan menangkap mangsa, untuk tujuan pemijahan, bertahan pada musim dingin, untuk melalukan ruaya dan pergerakan serta terdapatnya suatu pengaruh dari faktor-faktor yang ada sekelilingnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan di perairan diantaranya adalah kompetisi antar spesies dan intra spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan, arus air, dan angin (Hanson in Pradini 1998). Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam, dimana pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan berada pada permukaan sampai matahari sudah akan terbit dan pada waktu malam terang bulan gerombolan ikan tersebut agak berpencar atau berada tetap di bawah permukaan air (Dwiponggo 1978 in Monintja et al. 1994). Menurut Hutomo et al in Monintja et al. 1994, pada saat akan memijah, Sardinella fimbriata beruaya dari perairan pesisir ke perairan lepas pantai. Ikan ini penyebarannya meliputi perairan Indonesia menyebar ke utara sampai Taiwan, ke selatan sampai ujung utara Australia, dan ke barat sampai Laut Merah. 2.2 Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan Persaingan terhadap makanan sering terjadi antar individu dalam satu spesies atau antar spesies. Persaingan terhadap makanan merupakan perebutan antara dua spesies ikan atau lebih terhadap organisme makanan yang sama (Effendie 1997 in Robiyanto 2006). Luas relung makanan mengindikasikan adanya perbedaan sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh suatu organisme (Oktaviani 2006). Luas relung makanan dapat membantu dalam menentukan posisi suatu spesies ikan dalam rantai makanan yang berguna dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Luas relung makanan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran ikan. Luas relung ikan memiliki kecenderungan menurun di setiap kelas ukuran panjang. Perubahan nilai luas relung ada pada setiap kelompok ukuran ikan, dimana ikan berukuran kecil akan menggunakan luas relung yang sempit (Effendie 1997 in Satia et al. 2009). Sebagai contoh, luas relung makanan ikan blama (Nibea soldado)

6 9 jantan di perairan Pantai Mayangan, Subang, lebih luas dari pada ikan blama betina. Berdasarkan ukuran panjang, ikan blama pada kelompok ukuran mm mempunyai luas relung makanan paling besar (Djapari 2003). Luas relung makanan yang besar menandakan bahwa ikan-ikan tidak selektif dalam memilih makanan yang tersedia (Satia et al. 2009). Semakin besar ukuran panjangnya, pola kebiasaan makannya juga akan berubah dan akan menggunakan luas relung yang besar. Perbedaan luas relung makanan ikan antar kelompok ukuran menunjukkan bahwa pertambahan panjang ikan tidak berkaitan dengan kelimpahan dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia di perairan (Nurnaningsih et al. 2005). Namun variasi makanan yang banyak tidak menjamin akan memberikan luas relung yang besar (Satia et al. 2009). Tumpang tindih relung adalah penggunaan bersamaan atas satu sumberdaya atau lebih oleh dua kelompok atau lebih, sedangkan tumpang tindih relung makanan adalah pemanfaatan jenis makanan yang sama oleh dua kelompok atau lebih. Jika tumpang tindih tinggi (berkisar 1), kedua kelompok yang dibandingkan mempunyai jenis makanan yang sama, sebaliknya jika nilai tumpang tindih sama dengan nol, berarti tidak didapatkan makanan yang sama diantara kedua kelompok (Colwell et al in Mahyasopha 2007). Besarnya nilai tumpang tindih menunjukkan bahwa ikan tersebut mempunyai kesamaan jenis makanan sehingga peluang terjadinya persaingan makanan akan menjadi tinggi, sedangkan kecilnya nilai tumpang tindih yang terjadi akan mengurangi persaingan antar kelompok ukuran ikan karena ikan tidak memanfaatkan makanan yang sama (Nurnaningsih et al. 2005). Persaingan dalam memanfaatkan ruang dan sumberdaya makanan yang sama oleh dua atau lebih spesies dapat menimbulkan kematian atau kepunahan jenis ikan tertentu. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sumberdaya makanan di suatu perairan, dimana persediaan makanan di perairan akan mempengaruhi pertumbuhan ikan dan hanya ikan-ikan yang kuat dalam persaingan yang dapat tumbuh dengan baik (Weatherley 1972).

7 Kondisi Umum Perairan Selat Sunda Daerah penangkapan ikan tembang oleh para nelayan di sekitar perairan Selat Sunda yang berada pada titik koordinat E/ S sampai dengan E/ S (Heriawan 2006). Selat Sunda terletak diantara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang merupakan penghubung antara Laut Jawa di sebelah utara dengan Samudera Hindia di sebelah selatan. Kedalaman maksimum di Selat Sunda adalah m dan luas perairannya lebih kurang km 2 (Birowo 1983 in Silalahi 2000). Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang unik, karena kondisi perairannya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudera Hindia dan sifat perairan dangkal Laut Jawa. Topografi dasar laut Selat Sunda beragam bentuknya, yaitu berbentuk paparan, berbagai kedalaman (slope), berupa mangkuk (deep sea basins), gunung di bawah laut (sea mount), dan pemunculan dasar perairan (throughs). Dasar perairan Selat Sunda pada kedalaman hingga 30 m umumnya adalah lumpur berpasir dan bahan organik yang belum terurai, sedangkan pada kedalaman antara 30 hingga 100 m umumnya adalah campuran pasir dan karang (Heriawan 2006). Iklim di Selat Sunda dipengaruhi oleh angin muson, yaitu Muson Tenggara dan Muson Barat Laut. Angin Muson Tenggara biasanya terjadi pada musim kemarau (April September), sedangkan angin Muson Barat Laut terjadi pada musim penghujan (Oktober Maret) (Silalahi 2000). Pada angin Muson Tenggara, angin bertiup dari arah timur sampai tenggara dengan kecepatan yang lemah sehingga laut tidak bergelombang besar. Pada angin Muson Barat Laut, angin bertiup dari arah barat sampai barat laut dengan membawa hujan dan musim ini merupakan musim paceklik bagi para nelayan karena angin berkecepatan tinggi dan hujan badai (Heriawan 2006). Kondisi perairan laut sekitar Selat Sunda di Pasauran, Kabupaten Serang menurut Yusfiandayani (2004) in Heriawan (2006) disajikan pada Tabel 1.

8 11 Tabel 1. Kondisi fisik lingkungan di sekitar perairan Selat Sunda Parameter Kisaran Keterangan Suhu o C Umumnya 29 o C atau lebih Kecepatan arus air 3-25 m/menit Umumnya kurang dari 15 m/menit Salinitas o /oo Umumnya 30 o /oo Kecerahan 3,5-13,0 meter Kedalaman maksimum sechii disk dapat terlihat dari permukaan; Umumnya antara 6-10 meter. 2.4 Jenis Makanan Ikan Tembang Karakteristik beberapa organisme makanan ikan tembang menurut Nontji (2008) adalah sebagai berikut : 1. Diatom (Kelas Bacillariophyceae) Diatom merupakan kelompok fitoplankton yang paling umum dijumpai di laut. Diatom terdapat di mana saja, dari tepi pantai hingga tengah samudera. Di dunia, fitoplankton dari kelompok ini diperkirakan ada sekitar jenis, tetapi tidak semua jenis hidup sebagai plankton. Diatom merupakan tumbuhan mikroskopis di laut yang merupakan tumpuan hidup (langsung atau tidak langsung) bagi sebagian besar biota di laut. Oleh sebab itu, diatom memiliki beberapa julukan, yaitu marine pasture, invisible forest, dan jewel of the sea. Diatom terbagi atas dua ordo, yakni Centrales dan Pennales. Diatom sentrik bercirikan bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau konsentrik dengan satu titik pusat. Selnya bisa berbentuk bulat, lonjong, atau silindris dengan penampang bulat, segitiga, atau segi empat. Diatom penat umumnya memanjang atau berbentuk sigmoid seperti huruf S. Disepanjang median sel diatom penat terdapat jalur tengah yang disebut rafe (raphe). Struktur umum sel diatom dapat dijelaskan secara sederhana dengan model dari diatom sentrik. Sel dengan kerangka silikanya disebut frustul. Di dalam frustul terdapat sitoplasma yang mengandung inti sel dan vakuola yang besar. Di dalam sitoplasma juga terdapat kromatofor yang umumnya berwarna kuning-cokelat karena adanya pigmen karotenoid. Diatom dapat hidup sebagai individu sel tunggalyang soliter, atau terhubung dengan sel lainnya membentuk koloni bagaikan

9 12 rantai, dengan rangkaian antar selnya bervariasi menurut jenis. Gelombang laut yang kuat dapat membuat rantai yang semula panjang pecah menjadi rantai yang lebih pendek. Ukuran diatom cukup beragam dari 5 µm 2 mm. Distribusi plankton diatom bervariasi secara temporal dan spasial, yang banyak ditentukan oleh faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhinya. Sebaran horizontal misalnya banyak ditentukan oleh faktor suhu, salinitas, dan arus. Di perairan Ugahari (temperate) yang mengalami perubahan musim panas dan musim dingin yang nyata, variasi musiman suhu, hara, dan cahaya akan mempengaruhi keberadaan dan suksesi plankton diatom. 2. Dinoflagellata (Dinophyceae) Dinophyceae merupakan kelas utama dari Dinoflagellata, yang merupakan kelompok fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom. Ciri khas yang terdapat pada kelompok fitoplankton ini adalah kandungan pigmen dalam selnya, yang tidak saja mengandung klorofil-a dan klorofil-c, tetapi yang sangat spesifik adalah kandungan pigmen klorofil-â-carotene. Kehadiran pigmen ini menyebabkan warna fitoplankton dari kelompok ini umumnya coklat kekuningan. Ciri lain dari Dinophyceae adalah adanya organ untuk bergerak berupa flagella yang memiliki bentuk seperti bulu cambuk. Berdasarkan kebiasaan hidupnya dan lokasi flagellanya, Dinophyceae dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni Desmokontae dan Dinokontae. Dinding sel pada Dinophyceae ada yang berupa dinding selulosa yang tebal dan kuat ada yang berupa pelat-pelat yang melindungi sel, dan adapula dinophyceae tipe telanjang yang tidak mempunyai pelat perisai. Dinophyceae memiliki ukuran µm, tetapi beberapa spesies dari kelas ini terkadang tumbuh dalam rantai lebih besar atau pseudocoloni. Dinophyceae mendominasi komunitas fitoplankton di perairan sub tropik dan tropik. Kelompok yang mewakili kelas ini umumnya berasal dari genera peridinales yang meliputi Ceratium, Gonyaulax, dan Peridinium dan dari genera Gymnodiniales yang meliputi Amphidinium, Ptychodiscus dan Gyrodinium. Menurut Kennish (1190) in Sunarto (2008), beberapa fitoplankton dari kelompok spesies Dinophyceae menghasilkan racun. Ketika terjadi blooming

10 13 dimana kepadatannya dapat mencapai 5 x 10 5 sel/l, racun yang bertumpuk akan mematikan ikan, kekerangan dan organisme lain. Beberapa jenis fitoplankton dari kelompok Dinophyceae mempunyai kemampuan yang dapat menghasilkan sebuah cahaya antara lain Noctiluca, Gymnodinium dan Pycrocystis. Umumnya Dinophyceae bereproduksi secara aseksual dengan melalui pembelahan sel, meskipun ada beberapa individu bereproduksi secara seksual. 3. Tintinid (Cilliata) Tintinid merupakan hewan yang hidup sebagai plankton yang paling primitif adalah hewan dari filum protozoa. Hewan ini bersel tunggal, yang mempunyai sitoplasma, sitomembran, dan satu atau lebih inti. Salah sau ciri utama tintinid adalah tubuhnya membentuk kantong dari gelatin atau kitinyang disebut lorika. Bentuk lorika masing-masing jenis berbeda sehingga bagian tubuh hewan ini digunakan sebagai ciri utama untuk identifikasi. Tintinid mempunyai banyak jenis yang hidup sebagai plankton. Ukuran tubuh tintinid beragam, yang umumnya berkisar dari µm. Dari sebaran vertikalnya, tintinid umumnya hidup di lapisan permukaan, tidak lebih dari kedalaman 100 meter. Persebaran tintinid ada juga yang mengalami perubahan musiman. Tintinid mempunyai peran yang penting dalam ekosistem laut sebagai makanan bagi para larva ikan, udang, dan moluska. Oleh karena itu kehadirannya akan sangat menunjang keberhasilan produksi jenisjenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis penting. 4. Kopepod (Crustaceae) Kopepod adalah nama umum yang diberikan untuk hewan dari subkelas Copepoda, di bawah kelas Crustaceae, filum Arthropoda. Seperti umumnya warga krustacea, kopepod mempunyai kulit atau kerangka luar yang keras dari bahan kitin. Selain itu, kopepod juga mempunyai dua pasang antena, dan memiliki kaki yang banyak. Di dunia diperkirakan ada sekitar jenis kopepod, tetapi tidak semua hidup sebagai plankton. Kopepod hidup diperairan tawar, perairan payau, atau perairan osenik. Ada kopepod yang hidup sebagai parasit pada ikan, ada pula yang hidup sebagai benthos (hidup di dasar laut). Kopepod yang paling banyak di laut itu

11 14 kopepod plankton hampir setiap kali kita mengambil contoh plankton di laut hampir selalu tertangakp pula kopepod plankton. Ukuran kopepod plankton ini memang kecil, sekitar 0,5 2 mm. Sebagian besar kopepod plankton hidup sebagai herbivor, yang menyantap tetumbuhan renik. Namun, tidak semua koped plankton itu herbivor. Ada juga beberapa jenis yang hidup sebagai pemangsa plankton, meskipun jenis seperti ini tidak terlalu banyak jumlahnya. Fitoplankton yang dilahap oleh kopepod merupakan sumber energi dan hara yang akan ditransfer ke sebagian besar komponen biota lautt melalui rantai dan jaringan pakan. 5. Chaetognatha Chaetognatha umumnya dikenal sebagai cacing panah karena kemampuan renangnya yang dapat melesat dan bentuk tubuhnya yang umumnya langsing memanjang dan silindris. Chaetognatha merupakan hewan pemangsa yang buas dan rakus. Makanannya termasuk berbagai zooplankton. Tetapi hewan besar, termasuk larva ikan, dapat diserang dan dimakannya. Renangnya bisa melesat cepat dengan daya dorong dari kibasan sirip ekornya, sedangkan sirip-sirip tubuhnya untuk pengendali dan kestabilan. Chaetognatha umunya berukuran sekitar 2 3 cm, tetapi ada juga yang bisa mencapai 5-10 cm. Di bagian kepalanya ada sepasang matakecil, sedangkan di sepanjang tubuhnya terdapat sirip yang umumnya dua pasang. Diperkirakan di seluruh laut dunia terdapat sekitar 100 jenis Chaetognatha yang berada dibawah 15 marga. Hewan ini dijumpai mulai dari perairan pantai hingga di perairan oseanik. Karena chaetognatha hidup pada kisaran faktor lingkungan yang terbatas, maka jenis-jenis Chaetognatha tertentu juga sering digunakan sebagai indikator massa air atau arus laut. Dari segi perikanan, Chaetognatha mempunyai peranan penting juga karena hewan ini merupakan makanaan bagi banyak jenis ikan dan cumi.tetapi sebaliknya karena Chaetognatha merupakan pemakan telur dan larva ikan ganas, maka jika populasinya besar akan menimbulkan kerugian pula bagi ladang ikan dan upaya budi daya perikanan.

KEBIASAAN MAKANAN IKAN TEMBANG

KEBIASAAN MAKANAN IKAN TEMBANG KEBIASAAN MAKANAN IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier and Valenciennes 1847) DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN NISSA IZZANI SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang Klasifikasi dan deskripsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Ikan Tembang 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Klasifikasi ikan Tembang (Gambar 1) menurut www.fishbase.org (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b) 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi, Ciri Morfologis dan Daerah Penyebaran Ikan Kuro Ikan kuro diklasifikasikan dalam filum Chordata, subfilum Vertebrata, superkelas Osteichthyes, kelas Actinopterygii,

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat 67 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut: Kingdom Filum

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YellowfinTuna berikut: Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Baung menurut Kottelat dkk.,(1993) adalah sebagai. Nama Sinonim :Hemibagrus nemurus, Macrones nemurus

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Baung menurut Kottelat dkk.,(1993) adalah sebagai. Nama Sinonim :Hemibagrus nemurus, Macrones nemurus TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologis Ikan Baung berikut: Klasifikasi ikan Baung menurut Kottelat dkk.,(1993) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Family Genus Spesies : Animalia

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lemuru Aspek biologi ikan lemuru

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lemuru Aspek biologi ikan lemuru 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lemuru 2.1.1 Aspek biologi ikan lemuru Ikan lemuru adalah ikan yang banyak ditemui di Perairan selat Bali. Ikan ini termasuk ikan pelagis kecil. Menurut Saanin, 1984, sistematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN 1. Pendahuluan Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organism ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan dalam rantai

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmiah Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang subur dengan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini berhubungan dengan kehadiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizhopoda merupakan satu kelas dari lima pembagian kelas yang termasuk dalam protozhoa. Ukuran protozoa bervariasi, yaitu mulai kurang dari 10 mikron(µm) dan ada yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal Pertemuan ke 13 Oleh: Ririn Irnawati Pokok Bahasan: 1. Jenis-jenis sumberdaya perikanan pelagis dan demersal 2. Jenis-jenis ikan pelagis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Karakteristik Morfologis Ikan Bilih

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Karakteristik Morfologis Ikan Bilih 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Karakteristik Morfologis Ikan Bilih Klasifikasi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) menurut Sa anin (1979) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Keperas (Puntius binotatus) Menurut Saanin (1984), Robert (1989) dan Kottelat et al., (1993), klasifikasi ikan Puntius binotatus adalah sebagai berikut : Kelas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) menurut Ruppert dan Barnes (1994); adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci