REKONSTRUKSI BATAS BIDANG UNTUK PENGAJUAN HAK GUNA USAHA MENGGUNAKAN PENGAMATAN GPS GEODETIC DI PT. BUMI PASIR AGRINDO KABUPATEN PASER.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKONSTRUKSI BATAS BIDANG UNTUK PENGAJUAN HAK GUNA USAHA MENGGUNAKAN PENGAMATAN GPS GEODETIC DI PT. BUMI PASIR AGRINDO KABUPATEN PASER."

Transkripsi

1 REKONSTRUKSI BATAS BIDANG UNTUK PENGAJUAN HAK GUNA USAHA MENGGUNAKAN PENGAMATAN GPS GEODETIC DI PT. BUMI PASIR AGRINDO KABUPATEN PASER Oleh: JULIAN ANDREAS PARINUSSA NIM PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2014

2 REKONSTRUKSI BATAS BIDANG UNTUK PENGAJUAN HAK GUNA USAHA MENGGUNAKAN PENGAMATAN GPS GEODETIC DI PT. BUMI PASIR AGRINDO KABUPATEN PASER Oleh: JULIAN ANDREAS PARINUSSA NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2014

3 REKONSTRUKSI BATAS BIDANG UNTUK PENGAJUAN HAK GUNA USAHA MENGGUNAKAN PENGAMATAN GPS GEODETIC DI PT. BUMI PASIR AGRINDO KABUPATEN PASER Oleh: JULIAN ANDREAS PARINUSSA NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2014

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul karya Ilmiah : Rekonstruksi Batas Bidang Untuk Pengajuan Hak Guna Usaha Menggunakan Pengamatan GPS Geodetic Di PT. Bumi Pasir Agrindo Kabupaten Paser Nama : Julian Andreas Parinussa NIM : Program Studi : Geoinformatika Jurusan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Ir. Suparjo, MP NIP Dyah Widyasasi, S. Hut, MP NIP Dwinita Aquastini, S. Hut, MP NIP Menyetujui, Ketua Program Studi Geoinformatika, Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian, Dyah Widyasasi, S.Hut, MP NIP Ir. Hasanudin, MP NIP Lulus ujian pada tanggal :

5 ABSTRAK JULIAN ANDREAS PARINUSSA. Rekonstruksi Batas Bidang Untuk Pengajuan Hak Guna Usaha Menggunakan Pengamatan GPS Geodetic Di PT. Bumi Pasir Agrindo Kabupaten Paser (di bawah bimbingan SUPARJO). Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya peraturan pemerintah tentang Hak Guna Usaha untuk hak mengusahakan tanah yang dimiliki oleh negara dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan, pertanian, perikanan, atau peternakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data koordinat dari Pengukuran Batas Bidang Tanah Hak Guna Usaha dan Memetakan Batas Bidang Tanah Hak Guna Usaha serta Luas Bidang Tanah Hak Guna Usaha. Hasil yang diharapkan dari pengukuran dan Pemetaan Hak Guna Usaha adalah menjadi bahan acuan agar semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud. Pengambilan data dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) Geodetic. Metode yang digunakan adalah metode Rapid Static, yaitu metode pengamatan GPS dengan survei statik singkat yang lama waktu pengamatannya antara menit. Data yang diambil di lapangan dalam kegiatan penelitian ini adalah mengambil koordinat dari titik-titik Batas Bidang Tanah Hak Guna Usaha. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Spectra Precision Survey Office dan melalui Autocad Map untuk pembuatan Peta Bidang Tanah Hak Guna Usaha dan Transformasi koordinat dari UTM (Universal Transverse Mercator) ke TM3 (Transverse Mercator zone 3 ). Luas keseluruhan areal dalam Surat Permohonan Pengukuran adalah seluas Ha sedangkan hasil penelitian menunjukan Batas Bidang Tanah Hak Guna Usaha sesuai dengan penunjukan Batas seluas 1.058,84 Ha, kemudian dari data tersebut dibuat sebuah Peta Bidang Tanah Hak Guna Usaha PT. Bumi Pasir Agrindo. Kata Kunci : Hak Guna Usaha, Pemetaan Batas Bidang Tanah, Pengukuran Batas Bidang Tanah dan Luas Batas Bidang.

6 RIWAYAT HIDUP Julian Andreas Parinussa, lahir pada tanggal 7 Juli 1992 di Sumedang, Jawa Barat. Merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Japorman Aritonang dan ibu Yuliana Nona Parinussa. Memulai pendidikan dasar di SDN Panyingkiran I Kabupaten Sumedang pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun yang sama di SMPN 1 Loa Janan, dan lulus pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan di SMK Bhakti Loa Janan Jurusan Teknisi Komputer dan Jaringan (TKJ) dan menerima ijazah pada tahun Selama satu tahun bekerja di PT. Mitra Indah Lestari Dondang pada tahun 2010 sampai dengan tahun Pendidikan Tinggi dimulai pada tahun 2011 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Geoinformatika, selama menempuh pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda tergabung dalam anggota Himpunan Mahasiswa (HIMA) Geoinformatika sebagai divisi Publikasi Dekorasi Dokumentasi. Tanggal 3 Maret 2014 hingga 12 Mei 2014 melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berada di jalan M.Yamin No. 14, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda.

7 KATA PENGANTAR Segala Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-nya, Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan pengukuran Hak Guna Usaha di PT. Bumi Pasir Agrindo oleh Badan Pertanahan Nasional yang kemudian data diolah menggunakan Software Spectra Precision Survey Office dan AutoCad Map. Penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III (A.Md) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Keberhasilan dan kelancaran dalam penulisan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta serta keluarga yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil. 2. Bapak Ir. Suparjo, MP selaku dosen pembimbing dan Kepala Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Program Studi Geoinformatika. 3. Ibu Dyah Widyasasi, S.Hut, MP, selaku dosen Penguji I dan Ketua Program Studi Geoinformatika. 4. Ibu Dwinita Aquastini, S. Hut, MP, selaku dosen Penguji II 5. Bapak/Ibu Dosen, seluruh staf, teknisi dan administrasi di Program Studi Geoinformatika. 6. Para rekan-rekan di Badan Pertanahan Nasional dan di PT. Bumi Pasir Agrindo. 7. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2011 yang selalu mendukung dan telah membantu dalam penulisan Karya Ilmiah ini. Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu Penulis berharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya. Julian Andreas Parinussa Kampus Sei. Keledang, September 2014

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi I. PENDAHULUAN... 1 Halaman II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Hak Guna Usaha (HGU)... 4 B. Uraian Tentang PT. Bumi Pasir Agrindo C. Uraian Tentang AutoCad Map D. Uraian Tentang Peta E. Uraian Tentang Global Positioning System (GPS) F. Uraian Tentang Sistem Proyeksi UTM dan TM G. Uraian Tentang Pengamatan GPS Geodetic III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan C. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

9 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Faktor-Faktor Dan Parameter yang Mempengaruhi Ketelitian GPS Data Koordinat TM3 Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo 50 Lampiran 3. Data Koordinat UTM Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo 59

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Contoh Penentuan Posisi Dengan GPS Sistem GPS Metode Penentuan Posisi Dengan GPS Sistem Proyeksi UTM dan TM3 untuk di Indonesia Diagram Alir Prosedur Penelitian Membuat Job Baru Pemberian Nama Job Pengaturan Coordinate System Import Data Menampilkan Data Yang Akan Di Import Export Data Save Ke Dalam Format *.??O,*.??G,*.??N Select Coordinate System Select Coordinate System Zone Import Data Memeriksa Data Yang Sudah Fixed Hasil Perhitungan Point Derivation Report Point List Vector List MengExport Data RinexKe Dalam Format DWG_ Proses Meng-Export Data Pemilihan Bentuk Point Hasil OverlayData Pengukuran Dengan Data Awal Menyesuaikan Data Hasil Pengukuran Dengan Data Awal Proses Transformasi Sistem Koordinat UTM ke TM

11 Lampiran 27. Peta Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo Peta Indentifikasi Awal Permohonan Pengukuran Kadastral Berita Acara antara PT. Karya Silvi dan PT. Bumi Pasir Agrindo Proses Pengamatan Base Proses Pengamatan Rover... 62

12 1 BAB I PENDAHULUAN Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok- Pokok Agraria (UUPA) Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, pengertian tanah negara ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (T.L.N. 1953, No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Substansi dari pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang melekat di atas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak adat (vrij landsdomein). Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah negara ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Harsono, 2009). Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA, yaitu Atas dasar hak yang menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badanbadan hukum.

13 2 Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama dan badan hukum baik badan hukum private maupun badan hukum politik. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 ayat (1) menguraikan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termaksud pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Hukum tanah adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum mengenai tanah yang dikuasainya atau dimilikinya (Harsono, 2009). Pemetaan bidang tanah merupakan langkah awal dari pemberian hak atas tanah dan sebagai bukti fisik yang harus dimiliki oleh pemegang hak atas tanah. Untuk mengetahui tata cara pengukuran bidang tanah sebagai suatu langkah pendaftaran atas tanah maka disusun suatu penelitian tentang pengukuran bidang tanah. Ketelitian yang diperoleh dengan menggunakan GPS Geodetic lebih teliti terhadap GPS Handhald dalam pengukuran batas. Receiver GPS memperoleh sinyal dari beberapa satelit yang mengorbit di bumi, satelit yang mengitari bumi pada

14 3 orbit pendek ini terdiri dari 24 susunan satelit, dengan 21 satelit aktif dan 3 buah satelit sebagai cadangan. Dengan susunan orbit tertentu, maka satelit GPS bisa diterima di seluruh permukaan bumi dengan penampakan antara 4 sampai 8 buah satelit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur, memetakan batas dan luas bidang tanah PT. Bumi Pasir Agrindo di Kabupaten Paser. Sedangkan hasil penelitian adalah diperolehnya peta batas untuk pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) PT.Bumi Pasir Agrindo.

15 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang Hak Guna Usaha (HGU) 1. Hak Guna Usaha (HGU) Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang ketentuan Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 29, untuk perusahaan pertanian atau peternakan (Pasal 28 UUPA). Tujuan penggunaan tanah yang mempunyai Hak Guna Usaha itu terbatas yaitu pada usaha pertanian, perikanan dan peternakan (Widjaja et al, 2008). Hak guna usaha termasuk Hak Atas Tanah yang bukan bersumber pada hukum adat, melainkan atas tanah baru yang diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern. Menurut ketentuan pasal 29 UUPA, jangka waktu paling lama 25 tahun dan untuk perusahaan tertentu yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan paling lama 35 tahun. Ciri-ciri hak guna usaha sebagai berikut: a. Hak yang harus didaftarkan. b. Dapat beralih karena pewarisan. c. Mempunyai jangka waktu terbatas. d. Dapat dijadikan jaminan hutang. e. Dapat dialihkan kepada pihak lain. f. Dapat dilepaskan menjadi tanah Negara.

16 5 Berdasarkan Pasal 28 ayat 2 UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 tahun 1996 bahwa: Hak guna usaha dapat diberikan kepada pengaju atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 Ha dan maksimalnya 25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 55 Ha dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (Anonim, 1996). Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum menurut Rahardjo (2009), mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari pada hak. b. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang disebut sebagai isi dari pada hak. d. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai objek dari hak. e. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya. 2. Dasar Hukum a. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria. b. Undang-undang No. 21 Tahun 1997 jo. No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

17 6 c. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. d. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah. e. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998 Tentang Pedoman penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberin Hak Atas Tanah Negara. 3. Terjadinya Hak Guna Usaha Terjadinya hak guna usaha karena keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, adapun tata cara dan syarat permohonan pemberian Hak Guna Usaha. Pasal 8 Permen Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 menetapkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi berwenang menerbitkan SKPH atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha. Prosedur terjadinya HGU diatur dalam pasal 17 sampai dengan 31 Permen Agraria / Kepala BPN No. 9 Tahun Jangka Waktu Hak Guna Usaha Menurut pasal 29 UUPA tahun 1996, Hak Guna usaha mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 Tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Anonim, 1996). Lebih lanjut dikatakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang hak untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Usaha adalah :

18 7 a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut. b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak Berdasarkan rumusan pasal 8 tersebut, diketahui bahwa Hak guna Usaha dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum (selama-lamanya) enam puluh tahun, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Tanah tersebut masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. 5. Kewajiban Pemegang Hak Guna Usaha Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 PP No. 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk : a. Membayar uang pemasukan kepada Negara. b. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai peruntukan pemberian haknya. c. Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis.

19 8 d. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha. e. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha. g. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah hak Guna Usaha tersebut dihapus. h. Menyerahkan sertifikat hak Guna Usaha yang telah dihapus kepada Kepala Kantor pertanahan. 6. Pembebanan Hak Guna Usaha dengan Hak Tanggungan Prosedur tanggungan atas Hak Guna Usaha adalah : a. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengna akta notariil atau akta dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya. b. Adanya penyerahan Hak Guna Usaha sebagai jaminan utang yang dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan. c. Adanya pendaftaran Akta pemberian Hak Tanggungan kepada Kantor Pertahanan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan.

20 9 7. Peralihan Hak Guna Usaha Hak guna usaha juga dapat dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna usaha. Bentuk dialihkan tersebut berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan yang harus dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) khusus yang ditunjuk oleh kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang. Peralihan Hak Guna Usaha wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang Hak Guna Usaha yang lama kepada pemegang Hak Guna Usaha yang baru. (Widjaja et al, 2008). 8. Hapusnya Hak Guna Usaha Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menjelaskan sebagai berikut: a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya. b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena : 1) Pemegang hak tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, yaitu : a) Tidak membayar uang pemasukan kepada negara;

21 10 b) Tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputuan pemberian haknya; c) Tidak mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; d) Tidak membangun dan/atau menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e) Tidak memelihara kesuburan tanah dan tidak mencegah terjadinya kerusahan sumber daya alam serta kelestarian lingkungan; f) Tidak menyampaikan laporan secara tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pengelolaan Hak Guna Usaha; g) Tidak menyerahkan kembali tanah dengan Hak Guna Usaha kepada negara setelah hak tersebut hapus; h) Tidak menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah berakhir jangka waktunya kepada kantor pertanahan. 2) Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. a) Dilepaskan oleh pemegang hak secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir; b) Dicabut untuk kepentingan umum; c) Ditelantarkan (objek Hak Guna Usaha tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemegang hak); d) Tanahnya musnah, misalnya akibat terjadi bencana alam;

22 11 e) Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Hapusnya HGU mengakibatkan tanah menjadi tanah Negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 (Harsono, 2009). B. Uraian Tentang PT. Bumi Pasir Agrindo PT. Bumi Pasir Agrindo (PT. BPA) merupakan perusahan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Perusahan ini terletak di Desa Laburan, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Direktur utama PT. BPA pada saat itu memperoleh izin lokasi untuk keperluan pembangunan perkebunan kelapa sawit pada bulan Agustus Sementara berdasarkan informasi luas areal PT. Bumi Pasir Agrindo yang diajukan HGU-nya Ha. Letak geografis PT. Bumi Pasir Agrindo adalah sebagai berikut: Utara : Lokasi Redistribusi Tanah Tahun 2013, Lokasi PPAN Tahun 2011 dan PT. Karya Silvi yang bergerak dibidang Pertambangan Batubara. Timur : Lokasi PRONA Tahun Selatan Barat : Sungai Apar Besar. : Tambak Ikan. C. Uraian Tentang AutoCad Map AutoCAD adalah salah satu program desain gambar dengan bantuan komputer yang cukup canggih. Secara perlahan namun pasti AutoCAD mengalami otomatisasi gambar, menggantikan fungsi manual yang selama ini mendominasi

23 12 pekerjaan di segala bidang. Kompatibilitasnya yang tinggi memungkinkan gambar gambar AutoCAD dapat diterima oleh sebagian besar program menggambar lain dan dapat dicetak dengan menggunakan hampir semua alat pencetakan. AutoCAD memiliki fasilitas yang cukup komplit untuk membuat gambar gambar dua dimensi dan tiga dimensi (Anonim, 2009). Beberapa alasan menggunakan AutoCAD dari pada cara manual untuk menghasilkan gambar : 1. Akurasi Dengan tingkat presisi hingga 13 digit, AutoCAD memiliki tingkat akurasi jauh lebih sempurna dan terjamin dibanding dengan menggambar manual. Dalam gambar manual, akurasi gambar sangat ditentukan oleh ketelitian mata dan kecermatan tangan yang sangat memungkinkan terjadinya kesalahan. 2. Kepraktisan, Kemudahan, dan Kecepatan Fasilitas penggambaran dan pengeditan yang semakin sempurna menjadikan AutoCAD mampu menghasilkan jauh lebih cepat dibandingkan cara manual. Perintah Copy, Array, Block, dan sebagainya memungkinkan kita membuat dan mengedit gambar secara masal dan waktu cepat. 3. Kebersihan dan Kerapian Dengan perintah pengeditan yang dimiliki AutoCAD, memungkinkan kita untuk merevisi dan memeriksa hasil gambar sebelum benar benar dicetak, sehingga dihasilkan gambar yang bersih dan sempurna tanpa bekas bekas pengeditan, penghapusan dan keringat atau kertas lecek seperti yang didapatkan pada gambar manual.

24 13 4. Ruang Kerja Tak Terbatas AutoCAD memiliki ruang kerja tak terbatas. Koordinat tertinggi yang dapat dimasukkan adalah Sehingga kita dapat membuat gambar sebesar dan sebanyak apapun dalam ruang yang sama. Kita dapat mencetaknya bagian perbagian atau sekaligus dengan skala yang tepat. 5. Fleksibilitas Skala AutoCAD memungkinkan satu gambar dicetak berkali kali dengan skala yang berbeda beda tanpa harus membuat ulang gambar tersebut. Hal yang tidak dapat dilakukan pada gambar manual. Dengan pengaturan skala yang tepat saat mencetak, kita juga dapat bebas memilih satuan yang digunakan dalam gambar, apakah mm, cm, meter, km, inci, dan sebagainya. 6. Dokumentasi Dengan sistem penyimpanan file, hasil gambar akan tersimpan secara permanen. Kita dapat dengan mudah dan cepat duplikasinya dan merevisinya kelak bila ada perubahan desain tanpa harus membuat gambar dari awal lagi. Dengan media penyimpan floppy disk atau CD kita dapat membawa bawa gambar dengan mudah dan di edit dimana saja. (Anonim, 2009). D. Uraian Tentang Peta 1. Pengertian Peta Menurut Kusnedi (2010) peta adalah gambar sebagian atau seluruh permukaan bumi atau gambar geografi di atas bidang datar dengan ukuran kecil bersifat selektif serta yang dapat dipertanggung jawabkan secara matematis

25 14 maupun secara visual. Beberapa ahli mendefinisikan peta dengan berbagai pengertian, namun hakikatnya semua mempunyai inti dan maksud yang sama. a. Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi peta pada awal abad ke 2 (87M 150M), Claudius Ptolomaeus mengemukakan mengenai pentingnya peta. Kumpulan dari peta peta karya Claudius Ptolomaeus dibukukan dan diberi nama atlas Ptolomaeus ilmu yang membahas mengenai peta adalah kartografi. Sedangkan orang ahli membuat peta disebut kartografer (Andika, 2009). b. Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu (Hartono, 2010). c. Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan, merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan (Anonim, 2005). 2. Macam-macam Peta Berdasarkan kegunaanya peta dibagi menjadi 5 yaitu : peta umum, peta topografi, peta chorografi, peta tematik, dan peta khusus (Hartono, 2010). a. Peta umum Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang terdapat di suatu daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun kenampakan sosial

26 15 budaya. Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau, dan lainya. Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan kereta api, pemukiman kota dan lainya. Peta umum ada dua jenis yaitu : peta topografi dan peta chorografi (Hartono, 2010). b. Peta Topografi Peta topografi adalah suatu representasi di atas bidang datar tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas, diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu. Peta topografi menggambarkan secara proyeksi dari sebagian fisik bumi, sehingga dengan peta ini bisa diperkiraan bentuk permukaan bumi. Bentuk relief bumi pada peta topografi digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur. Peta topografi menampilkan semua unsur yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia. Peta jenis ini biasa dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di alam bebas, termasuk peta untuk kepentingan militer, teknik sipil dan arkeologi (Dwi, 2010). c. Peta Chorografi Peta chorografi adalah peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil yakni antara 1 : sampai 1 : atau bahkan lebih. Perbedaan chorografi dengan topografi terletak pada penggunaan garis-garis kontur, karena peta topografi itu lebih kepada penggambaran bentuk relief (tinggi rendahnya) permukaan bumi, skala yang digunakan sendiri lebih kepada skala besar. Peta chorografi menggambarkan daerah yang luas, misalnya provinsi,

27 16 negara, benua bahkan dunia. Dalam peta chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada pada suatu wilayah di antaranya gunung, sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis pantai, rawa dan lain-lain (Dwi, 2010). d. Peta Tematik Peta tematik juga disebut sebagai peta statistik ataupun peta khusus, yaitu peta dengan obyek khusus. Tujuan utamanya adalah untuk secara spesifik mengkomunikasikan konsep data. Contoh peta tematik yang biasa digunakan dalam perencanaan termasuk peta kadastral (batas pemilikan), peta zona (peta rancangan legal penggunan lahan), peta tata guna lahan, peta kepadatan penduduk, peta kelerengan, peta geologi, peta curah hujan dan peta produktivitas pertanian. Pemilihan sumber data disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta serta keadaan medan yang dihadapi. Terdapat beberapa sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan, dengan pengindraan jauh atau dari peta yang sudah ada. Secara khusus, peta pengelolahan hutan berisikan tentang kejelasan pemilikan (batas-batas kadastral maupun administrasi), wilayah itu sendiri dan hasil inventarisasi yang menujukan unit-unit tegakan yang seragam. Karena kegiatan survei lapangan umumnya sangat mahal, maka peta hutan biasanya digambarkan dari potret udara dengan penafsiran kegiatan dilapangan hanya diperlukan untuk pembuktian apakan penafsiran sudah betul apa belum dan juga melengkapi rincian di lapangan yang tidak dapat dilihat secara langsung pada potret (Diki, 2009).

28 17 e. Peta Khusus Peta khusus adalah peta yang menampakan suatu keadaan atau kondisi khusus suatu daerah tertentu atau keseluruhan daerah bumi. Contohnya adalah peta persebaran hasil tambang, peta curah hujan, peta pertanian perkebunan, peta iklim, dan lain sebagainya. Disebut peta khusus atau tematik karena peta tersebut hanya menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang ingin ditampilkan dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema tertentu. Peta khusus adalah peta yang menggambarkan kenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kepadatan penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang, chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran) (Diki, 2009). 3. Jenis Peta Berdasarkan Skala Menurut Andi (2010) peta tidak sama besarnya (ukurannya) karena ada peta yang berukuran besar dan ada peta yang berukuran kecil. Besar kecilnya peta ditentukan oleh besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (lapangan). Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu : a. Peta kadaster atau teknik adalah peta yang mempunyai skala antara 1:100 sampai 1: Peta ini digunakan untuk menggambarkan peta tanah atau peta dalam sertifikat tanah, oleh karena itu banyak terdapat di Departemen Dalam Negeri, pada Dinas Agraria (Badan Pertahanan Nasional).

29 18 b. Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1:5.000 sampai 1: Peta skala besar digunakan untuk menggambarkan wilayah yang relative sempit, misalnya peta kelurahan, peta kecamatan. c. Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1: sampai 1: peta skala sedang digunakan untuk menggambarkan daerah yang agak luas, misalnya peta Provinsi Jawa Tengah, peta Provinsi Maluku. d. Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1: sampai 1: atau lebih. Peta skala kecil digunakan untuk menggambarkan daerah yang relatif luas, misalnya peta negara, benua bahkan dunia. 4. Proyeksi Peta Untuk menghindari terjadinya kesalahan yang lebih besar, dalam ukuran (luas dan jarak) bentuk permukaan bumi pada peta, maka dalam pembuatan peta digunakan proyeksi peta. Proyeksi peta adalah teknik pemindahan bentuk permukaan bumi yang lengkung (bulat) ke bidang datar (Suryadi, 2010). Proyeksi peta adalah suatu aturan dalam menggambarkan posisi di permukaan bumi ke bidang datar dengan rumus-rumus matematik atau ilmu yang mempelajari cara pemindahan data topografi dari atas permukaan bumi ke atas permukaan peta, sehingga bentuk dan perubahan besaran data tersebut dapat dirumuskan dengan formula tertentu. Karena perbedaan di atas, maka diperlukan pembahasan yang mendasar, sehingga untuk dapat memindahkan data di permukaan bumi ke atas bidang proyeksi peta diperlukan beberapa ilmu

30 19 pengetahuan yang menunjang, antara lain : Matematika, Fisika, Geodesi, Astronomi, Kartografi, Geografi, Fotogrametri, dll. Menurut Suryadi (2010) jenis-jenis bidang proyeksi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Proyeksi bidang datar (azimuthal / zenithal) merupakan jenis proyeksi peta yang menggunakan bidang datar sebagai bidang proyeksinya. b. Proyeksi kerucut merupakan jenis proyeksi peta yang mengunakan bidang kerucut sebagai bidang proyeksinya. Bidang kerucut ini merupakan bidang lengkung yang dapat di datarkan tanpa perubahan lebih lanjut, sehingga tidak mengubah bentuk dan besaran data yang disajikan di atas. c. Proyeksi silinder merupakan jenis proyeksi peta yang menggunakan bidang silinder sebagai bidang proyeksinya. Bidang silinder ini merupakan bidang lengkung yang dapat didatarkan tanpa ada perubahan lebih lanjut, sehingga tidak mengubah bentuk dan besaran data yang disajikan di atasnya. 5. Komponen-komponen atau Kelengkapan Peta Menurut Kusnedi (2010) komponen-komponen peta atau kelengkapan peta ada 3 yang harus di utamakan, yaitu : a. Judul Peta Judul peta merupakan komponen yang sangat penting. Biasanya, sebelum pembaca memperhatikan isi peta, pasti terlebih dahulu judul yang dibacanya. Judul peta jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta. Judul peta biasanya diletakan di bagian tengah atas peta. Tetapi judul peta dapat juga diletakan di bagian lain dari peta, asalkan tidak menggangu

31 20 kenampakan dari keseluruhan peta. Judul peta memuat isi peta. Dari judul peta kita dapat segera mengetahui data dan daerah mana yang tergambar dalam peta tersebut contoh : a. Peta penyebaran penduduk Pulau Jawa. b. Peta bentuk muka bumi Asia. c. Peta Indonesia. b. Skala Peta Skala adalah perbandingan jarak antara jarak sebenarnya di lapangan dengan jarak di peta, skala merupakan ciri yang membedakan peta dengan gambar lain. Skala peta sangat erat kaitanya dengan data yang membedakan peta dengan gambar lain. Skala peta sangat erat kaitanya dengan data yang disajikan dengan secara rinci. c. Legenda atau Keterangan Peta Legenda merupakan komponen penting pada peta, karena peta tanpa legenda keterangan petanya sulit untuk dibaca, jadi agar mudah dibaca dan ditafsirkan peta harus dilengkapi dengan legenda atau keterangan. Legenda menerangkan arti dari simbol-simbol yang terdapat dalam peta. Contoh : legenda atau keterangan peta. Legenda biasanya diletakan di pojok kiri bawah peta. Selain itu legenda peta dapat juga diletakan pada bagian lain peta, sepanjang tidak menggangu pada peta. Gunanya untuk menunjukan arah utara, selatan, timur dan barat. Tanda orientasi perlu dicantumkan pada peta untuk menghindari kekeliruhan. Petunjuk arah pada biasanya berbentuk

32 21 tanda panah yang menunjuk kearah utara. Petunjuk ini diletakan di bagian mana saja dari peta, asalkan tidak menggangu kenampakan peta. E. Uraian Tentang Global Positioning System (GPS) Menurut Abidin (2007), GPS adalah sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dikembangkan dan dikelola oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan dan waktu di mana saja di muka bumi setiap saat, dengan ketelitian penentuan posisi dalam fraksi milimeter sampai dengan meter. Kemampuan jangkauannya mencakup seluruh dunia dan dapat digunakan banyak orang setiap saat pada waktu yang sama. Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah perpotongan ke belakang dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS seperti gambar. Gambar 1. Contoh Penentuan Posisi Dengan GPS

33 22 1. Sistem GPS Menurut Abidin (2007), Untuk dapat melaksanakan prinsip penentuan posisi di atas, GPS dikelola dalam suatu sistem GPS yang terdiri dari dari 3 bagian utama yaitu bagian angkasa, bagian pengontrol dan bagian pemakai, seperti gambar berikut : Gambar 2. Sistem GPS a. Bagian Angkasa Terdiri dari satelit-satelit GPS yang mengorbit mengelilingi bumi, jumlah satelit GPS adalah 24 buah. Satelit GPS mengorbit mengelilingi bumi dalam 6 bidang orbit dengan tinggi rata-rata setiap satelit ± Km dari permukaan bumi. b. Bagian Pengontrol Adalah stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit yang berfungsi untuk memonitor dan mengontrol kelayak gunaan satelit-satelit GPS. Stasiun kontrol ini tersebar di seluruh dunia, yaitu di pulau Ascension, Diego Garcia, Kwajalein, Hawai dan Colorado Springs. Di samping memonitor dan

34 23 mengontrol fungsi seluruh satelit, juga berfungsi menentukan orbit dari seluruh satelit GPS. c. Bagian Pengguna Adalah peralatan (Receiver GPS) yang dipakai pengguna satelit GPS, baik di darat, laut, udara maupun di angkasa. Alat penerima sinyal GPS (Receiver GPS) diperlukan untuk menerima dan memproses sinyal-sinyal dari satelit GPS untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan, maupun waktu. Secara umum Receiver GPS dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Receiver militer 2) Receiver tipe navigasi 3) Receiver tipe geodetic 2. Penentuan Posisi Dengan GPS Menurut Abidin (2007) konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan jarak secara simultan kebeberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Perlu diketahui bahwa posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z ataupun j,l,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) Dengan GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu Receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (station referensi) dengan menggunakan metode differential (relative) positioning yang minimal

35 24 menggunakan dua Receiver GPS. Disamping itu, GPS dapat memberikan posisi secara instan (real-time) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik. 3. Ketelitian Posisi GPS Ketelitian posisi yang didapat dengan pengamatan GPS secara umum akan tergantung pada empat faktor yaitu : metode penentuan posisi yang digunakan, geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang diamati, ketelitian data yang digunakan, dan strategi/metode pengolahan data yang diterapkan. Masing-masing faktor tersebut mempunyai beberapa parameter yang berpengaruh pada ketelitian posisi yang akan diperoleh dari GPS (Abidin, 2007). berikut. Beberapa parameter tersebut diberikan contohnya pada Tabel 1 sebagai Tabel 1. Faktor-faktor Dan Parameter yang Mempengaruhi Ketelitian GPS Faktor Parameter Tipe data yang digunakan(pseudorange, Ketelitian Data fase) Kualitas ReceiverGPS Level dari kesalahan dan bias Geometri satelit Jumlah satelit Lokasi dan distribusi satelit Metode penentuan posisi Strategi pemrosesan data Lama pengamatan Absolute & differential positioning Static, rapid static, pseudo-kinematic, stop-and-go, kinematic One & multi station referensis Real-time& post processing Strategi eliminasi dari pengkoreksian kesalahan dan bias Metode estimasi yang digunakan

36 25 Faktor Parameter Pemrosesan baseline dan perataan jaringan Kontrol kualitas 4. Metode-metode Penentuan Posisi Berdasarkan aplikasinya, metode-metode penentuan posisi dengan GPS juga dapat dibagi atas dua kategori utama, yaitu survei dan navigasi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3. Penentuan Posisi Dengan GPS survei Navigasi Absolut Diferensial Diferensial Absolut Post processing Real Time Statik Stop and Go Jarak Fase (RTK) Pseudorane (DGPS) Kinematik Statik Singkat Pseudo Kinematik Gambar 3. Metode Penentuan Posisi Dengan GPS a. Metode Penentuan Posisi Statik Menurut Abidin (2007), Penentuan posisi secara statik (static positioning) adalah penentuan posisi dari titik-titik yang statik (diam). Penentuan posisi tersebut dapat dilakukan secara absolut maupun diferensial, dengan menggunakan data pseudorange dan/atau fase. Dibandingkan dengan metode penentuan posisi kinematik, ukuran lebih pada suatu titik pengamatan yang diperoleh dengan metode statik biasanya lebih

37 26 banyak. Hal ini menyebabkan keandalan dan ketelitian posisi yang diperoleh umumnya relatif lebih tinggi (dapat mencapai orde mm sampai cm). Salah satu bentuk implementasi dari metode penentuan posisi statik yang popular adalah survei GPS untuk penentuan koordinat dari titik-titik kontrol untuk keperluan pemetaan ataupun pemantauan deformasi dan geodinamika. Pada prinsipnya dinyatakan bahwa, survei GPS bertumpu pada metode-metode penentuan posisi statik secara diferensial dengan menggunakan data fase. Dalam hal ini pengamatan satelit GPS umumnya dilakukan baseline per baseline selama selang waktu tertetu (beberapa puluh menit sampai beberapa jam tergantung tingkat ketelitian yang diinginkan) dalam suatu jaringan (kerangka) dari titik-titik yang akan ditentukan posisinya. Selanjutnya dinyatakan bahwa pada survei GPS, pemrosesan data GPS untuk menentukan koordinat dari titik-titik dalam jaringan umumnya akan mencakup tiga tahapan utama perhitungan, yaitu : 1) Pengolahan data dari setiap baseline dalam jaringan 2) Perataan jaringan yang melibatkan semua baseline untuk menentukan koordinat dari titik-titik dalam jaringan, dan 3) Transformasi koordinat titik-titik tersebut dari datum WGS 84 kedatum yang diperlukan oleh pengguna. b. Precise Point Positioning (PPP) Menurut Abidin (2007), Metode ini pada dasarnya adalah metode penentuan absolut yang menggunakan data one-way fase dan pseudorange

38 27 dalam bentuk kombinasi bebas ionosfer (atmosfer yang terionisasi oleh radiasi matahari). Metode ini umumnya dioperasionalkan dalam metode statik dan memerlukan data GPS dua frekuensi yang diamati menggunakan Receiver GPS tipe geodetik. Parameter yang ditentukan dalam pengolahan data metode PPP adalah tiga komponen koordinat, offset jam Receiver, bias troposfer (lapisan atmosfer terendah yang tebalnya kira-kira sampai dengan 10 kilometer di atas permukaan bumi) basah dari zenith (titik di angkasa yang berada persis di atas pengamat), dua parameter gradien troposfer serta nilai real dari sejumlah ambiguitas fase dari data fase bebas ionosfer yang terlibat. Kesalahan multipath harus direduksi dengan menggunakan GPS yang baik serta pemilihan lokasi yang memadai. Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk penentuan posisi absolut menggunakan data fase, beberapa parameter koreksi tambahan harus diperhitungkan dalam pengolahan data, yaitu antara lain: efek pergerakan satelit (satellite altitude effects), efek pergeseran lokasi pengamat (site displacement effects), serta pertimbangan kompatibilitas (compatibility considerations). Efek pergerakan satelit mencakup offset antena satelit dan koreksi phase wind up. Sedangkan efek pergeseran lokasi pengamat mencakup pasang surut bumi (solid earth tides), pasang surut laut serta Earth Rotation Parameters (ERP) yang terdiri atsa presisi, nutasi, pergerakan kutub dan perubahan panjang hari. Sedangkan pertimbangan kompatibilitas mencakup pembobotan yang konsisten dari kesalahan orbit satelit dan jam satelit serta model dan konvensi yang diimplementasikan dalam pengolahan

39 28 data. Beberapa perangkat lunak pengolah data GPS saat ini sudah mempunyai model pengolahan data PPP. Disamping itu juga terdapat perangkat lunak PPP yang berbasiskan internet yang dapat dimanfaatakan secara gratis oleh publik. Dalam hal ini pengguna mengirimkan data GPS melalui ke situs perangkat lunak yang bersangkutan, dan selanjutnya setelah diolah, situs tersebut akan mengirimkan solusi koordinat ke pengguna melalui . Perangkat lunak PPP sejenis ini antara lain adalah CSRS-PPP service yang merupakan perangkat lunak dari Canadian Geodetic Service of Natural Resources Canada yang mampu mengolah data GPS satu atau dua frekuensi yang diamati secara statik maupun kinematik. F. Uraian Tentang Sistem Proyeksi UTM dan TM3 Di Indonesia sistem proyeksi yang di gunakan adalah Sistem proyeksi TM3⁰ diberlakukan di Instansi BPN berdasarkan pasal 3 PMNA tahun 1997 dan Sistem proyeksi UTM diberlakukan di Instansi BAKOSURTANAL berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAKORSUTANAL No /1975. (Santosa, 2013) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zone 3⁰ atau disingkat TM3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, sistem koordinat TM3 memiliki ketentuan ketentuan sebagai berikut: 1. Meridian sentral zone TM3 terletak 1,5 derajat di timur dan barat meridian sentral zone UTM yang bersangkutan.

40 29 2. Besaran faktor skala di meridian sentral yang digunakan dalam Zone TM3 adalah 0, Titik nol semu yang digunakan mempunyai koordinat (X) = m barat dan (Y) = m selatan. 4. Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 dengan parameter a = meter dan f = 1 / 298, World Geodetic System 1984 (WGS 84) selanjutnya dikenal juga dengan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95). Selengkapnya, datum ini mempunyai parameter sebagai berikut : 1. Jari-jari ekuator (a) = m 2. Penggepengan (f) = 1 / 298, Setengah sumbu pendek (b) = ,314 m 4. Jari-jari kutub (c) = ,626 m 5. Eksentisitas I kuadrat (e²) = 0, Eksentrisitas II kuadrat (e'²) = 0, Perbedaan / Persamaan TM3 dan UTM adalah : 1. TM3 memiliki lebar zona 3 Derajat, sedangkan di UTM satu zona memiliki lebar 6 Derajat. 2. Satu Zona UTM dibagi menjadi dua zona TM3. Misalnya UTM Zona 50 dibagi menjadi TM3 Zona 50.1 dan TM3 Zona Proyeksi TM3 dan UTM sama-sama menggunakan Transverse Mercator 4. False Easting setiap zona di TM3 adalah , sedangkan di UTM adalah

41 30 5. False Northing setiap zona di TM3 adalah , sedangkan di UTM adalah Central meridian di TM3 berbeda dengan UTM. Tetapi prinsipnya sama. Zonazona UTM dibagi dua, meridian di setiap zona yang dibagi dua tersebut otomatis menjadi Central meridian 7. Scale Factor di TM3 adalah 0,9999 sedangkan di UTM adalah 0,9996 Gambar 4. Sistem Proyeksi UTM dan TM3 untuk di Indonesia G. Uraian Tentang Pengamatan GPS Geodetic Metode pengamatan satelit yang umum digunakan dalam survei dengan GPS, metode yang umum digunakan adalah metode survei statik, seperti yang sudah disinggung sebelumnya. Tapi saat ini dengan adanya kemajuan dalam

42 31 keilmuan dan teknologi GPS, juga berkembang metode-metode survei lainnya, yaitu metode survei statik singkat, stop-and-go, dan pseudo-kinematik. (Anonim, 2008). 1. Metode Rapid Static Metode penentuan posisi dengan survei statik singkat (rapid static) pada dasarnya adalah survei statik dengan waktu pengamatan yang lebih singkat, yaitu menit ketimbang 1-2 jam. Metode statik singkat ini bertumpu pada proses penentuan ambiguitas fase yang cepat. Disamping memerlukan perangkat lunak yang handal dan canggih, metode statik singkat ini juga memerlukan geometri pengamatan yang baik. Posisi / koordinat titik-titik batas ditentukan setelah pengamatan selesai dilakukan (metode post processing). Karakteristik dari metode statik singkat ini adalah : a. Sesi pengamatan 10 sampai 20 menit b. Prosedur pengumpulan data di lapangan seperti metode static c. Gunakan 2 set Receiver GPS dan Lebih diutamakan untuk Receiver GPS yang dapat menangkap 2 frekuensi L1 dan L2. d. Satu Receiver digunakan sebagai monitor/reference station yang didirikan pada titik ikat dan satu Receiver lainnya digunakan untuk menentukan titiktitik batas bidang tanah HGU. e. Lama pengamatan tergantung pada panjang baseline, jumlah satelit, serta geometri satelit. f. Memerlukan geometri satelit yang baik, tingkat bias dan kesalahan data relatif rendah, serta lingkungan yang tidak menimbulkan multipath.

43 32 2. Metode Stop-and-Go Metode penentuan posisi ini kadang disebut juga sebagai metode semikinematik. Metode ini mirip dengan metode kinematik. Hanya pada metode ini titik-titik yang akan ditentukan posisinya tidak bergerak, sedangkan Receiver GPS bergerak dari titik ke titik dimana pada setiap titiknya Receiver tersebut berdiam beberapa saat, sebelum bergerak lagi ke titik berikutnya. Karakteristik dari metode stop-and-go ini adalah : a. Moving Receiver bergerak dan stop (selama beberapa menit) dari titik ke titik. b. Dinamakan juga semi-kinematic Surveying. c. Ambiguitas fase pada titik awal harus ditentukan sebelum Receiver bergerak, untuk mendapatkan tingkat ketelitian berorde centimeter. d. Selama pergerakan antara titik ke titik, Receiver harus selalu mengamati sinyal GPS (tidak boleh terputus). e. Seandainya pada epok tertentu selama pergerakan terjadi cycle slip maka Receiver harus melakukan inisialisasi kembali dan kemudian bergerak lagi. f. Berbasiskan differential positioning dengan menggunakan data fase. g. Trayektori dari moving Receiver di antara titik-titik tidak diperlukan meskipun teramati. h. Menuntut penggunaan piranti lunak pemroses data GPS yang khusus. i. Penentuan posisi bisa dilakukan secara real-time ataupun post-processing. Motode real-time menuntut strategi operasional yang lebih ketat. j. Metode ini cocok untuk penentuan posisi titik-titik yang jaraknya dekat satu sama lainnya serta berada pada daerah yang terbuka.

44 33 3. Metode Pseudo-Kinematik Metode pseudo-kinematik yang kadang disebut juga sebagai metode intermittent ataupun metode reoccupation, pada dasarnya dapat dilihat sebagai realisasi dari dua metode statik singkat (lama pengamatan beberapa menit) yang dipisahkan oleh selang waktu yang relatif cukup lama (sekitar satu sampai beberapa jam). Pengamatan dalam dua sesi yang berselang waktu relatif lama dimaksudkan untuk mencakup perubahan geometri yang cukup, untuk dapat mensukseskan penentuan ambiguitas fase dan juga untuk mendapatkan ketelitian posisi yang lebih baik. Metode pseudo-kinematik ini adalah metode survei dengan waktu pengamatan singkat yang baik untuk digunakan ketika kondisi lapangan maupun pengamatan tidak sesuai untuk penerapan metode statik singkat ataupun stop-and-go. Metode pengamatan yang digunakan akan mempengaruhi tidak hanya ketelitian titik GPS yang diperoleh, tapi juga mekanisme pelaksanaan surveinya, baik yang menyangkut jumlah Receiver, pergerakan Receiver, waktu pengamatan, dan lain-lainnya. Karakteristik dari metode pseudo-kinematik ini adalah : a. Dinamakan juga metode intermittent static atau metode reoccupation. b. Dua survai statik singkat (lama pengamatan beberapa menit) dengan selang waktu yang cukup lama (lebih besar dari 1 jam) antara keduanya. c. Memerlukan satelit geometri yang baik, tingkat bias dan kesalahan data yang relatif rendah, serta lingkungan yang relatif tidak menimbulkan multipath.

45 34 d. Berbasiskan differential positioning dengan menggunakan data fase. e. Data pengamatan di antara titik-titik diabaikan. f. Receiver GPS dapat dimatikan selama pergerakan. g. Penentuan posisi menggunakan data gabungan dari dua sesi pengamatan. h. Tidak semua Receiver GPS mempunyai moda operasional untuk metode pseudo-kinematic ini. i. Menuntut penggunaan piranti lunak pengolahan data GPS yang khusus. j. Ketelitian (relatif) posisi titik yang diperoleh adalah dalam orde centimeter.

46 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu pelaksanaan penelitian ini selama 5 (lima) bulan terhitung mulai bulan April 2014 s/d Agustus 2014, meliputi kegiatan : penyusunan proposal, persiapan penelitian, pengambilan data, pengolahan data di laboratorium dan penyusunan laporan. 2. Tempat Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di areal PT. Bumi Pasir Agrindo Desa Laburan Kecamatan Pasir Belengkong. Sedangkan data lapangan diolah di Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Program Studi Geoinformatika Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. B. Alat dan Bahan 1. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. GPS (Global Positioning System) Geodetik Topcon GRS-1 berfungsi sebagai Rover. b. GPS (Global Positioning System) Geodetik TrimbleNET 9 berfungsi sebagai Base. c. GPS (Global Positioning System) Navigasi Garmin 76CSx berfungsi sebagai acuan titik batas bidang tanah yang diukur. d. Pole sebagai tempat berdiri GPS untuk Rover. e. Tribrach Sebagai penopang antenna GPS untuk Base agar tetap sentring.

47 34 f. Tripod Sebagai alat tempat untuk berdirinya alat GPS untuk Base. g. Komputer untuk pengolahan data GPS. h. Software AutoCad Map untuk pembuatan Peta Bidang dan transformasi dari UTM ke TM3. i. Software Spectra Precision Survey Office (SPSO) untuk agar hasil pengukuran yang mengambang menjadi pasti.. 2. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Areal PT. Bumi Pasir Agrindo sebagai objek yang akan diukur. b. Patok digunakan untuk menandai titik-titik di lapangan yang sudah ditentukan, dan sebagai tempat berdirinya alat untuk saling mengikat antara titik yang satu dengan titik yang lain. c. Peta Identifikasi Awal Permohonan Pengukuran Kadastral. d. Baterai GPS Navigasi. C. Prosedur Penelitian MULAI PERSIAPAN PENGAMBILAN DATA LAPANGAN PENGOLAHAN DATA SELESAI Gambar 5. Diagram Alir Prosedur Penelitian

48 35 1. Persiapan Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Dimulai dari persiapan pembuatan proposal, surat perijinan, penyusunan rencana kerja, dan konsultasi pembimbing. 2. Pengambilan Data Lapangan Proses ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut: a. Menyiapkan Data Lokasi Pengukuran Persiapan data lokasi pengukuran dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan kondisi lokasi pengukuran yang dituju. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi sebagai acuan mempersiapkan alat dan metode pengukuran yang akan digunakan dalam proses pengukuran di lapangan nantinya. Data lokasi ini diperoleh dari pihak perusahaan yang mengajukan untuk dilakukan pengukuran. b. Menyiapkan Alat Persiapan alat dilakukan sebelum berangkat menuju lokasi pengukuran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan alat yang digunakan antara lain: jenis dan kondisi alat yang akan digunakan. Jenis alat yang digunakan disesuaikan dengan luas areal yang akan diamati atau dilakukan pengukuran serta metode pengukuran yang digunakan. Kondisi alat yang digunakan saat pengukuran harus dipastikan dalam keadaaan baik agar tidak mengalami kesulitan yang disebabkan oleh alat saat dilakukan pengukuran di lapangan.

49 36 c. Pengukuran Lapangan Proses pengukuran lapangan meliputi persiapan pra pengukuran dan pengukuran lapangan, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: 1) Persiapan Pra Pengukuran Sebelum dilaksanakan penelitian terlebih dahulu dilakukan persiapan untuk kelancaran pelaksanaan pengukuran. Adapun langkah kerjanya sebagai berikut: a. Memeriksa lokasi dimana pengukuran akan dilaksanakan. b. Penentuan letak patok di daerah yang akan diukur. 2) Pengukuran Lapangan Pengukuran lapangan atau proses pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat GPS Geodetik, pengaturan Receiver untuk Base dan Rover dengan cara mengaktifkan Receiver dengan menekan tombol power serta pastikan koneksi antara antenna dan Receiver dalam keadaan sudah tersambung dengan melihat indikatonya. Buat Job/Project pengukuran dan lakukan pengaturan pengukuran dalam metode Rapid Static, setelah langkah-langkah tersebut sudah dilakukan dengan benar Base dan Rover siap digunakan untuk Base berdirikan tripod dan tribach pada Titik Dasar Teknik Lokal atau TDT sementara dikarenakan TDT Orde II cukup jauh dari lokasi pengukuran yang akan membuat setiap durasi pengamatan menjadi 20 sampai 30 menit, Base harus tetap dalam keadaan pengamatan selama Rover

50 37 masih melakukan pengamatan pada titik-titik Batas Bidang Tanah HGU. Setelah pemasangan Base selesai Rover mulailah bergerak ke titik Batas Bidang Tanah HGU pengukuran dengan langkah-langkah sebagai berikut. Dirikan pole pada titik yang akan disurvei dengan posisi gelembung nivo kotak dalam lingkaran, Receiver diaktifkan dan buka Job/Project yang sudah dibuat pada sebelumnya. Buat kode untuk pengelompokan detail yang akan disurvei contoh BPA001, setelah itu pilih Start Occup dan pada saat pengamatan telah mencapai durasi 10 menit pilih Stop Occup kemudian Mark pada GPS Navigasi, bergeraklah ke titik selanjutnya dan lakukan hal yang sama pada seluruh titik Tanda Batas Bidang Tanah HGU. Setelah pengamatan seluruh Batas Bidang Tanah selesai maka Titik Dasar Teknik Lokal akan diikatkan ke Titik Dasar Teknik Orde II. Pengukuran dilakukan dengan 4 orang juru ukur dan 4 orang dari pihak perusahan untuk memandu juru ukur pada patok-patok batas PT. Bumi Pasir Agrindo, 3 orang juru ukur sebagai Rover dan 1 juru ukur sebagai Base. Rover adalah GPS yang posisi GPS dapat digerakkan sesuai dengan Detail yang diinginkan oleh surveyor misal pada Pengukuran Bidang Tanah, maka Rover didirikan pada patok-patok Batas Bidang Tanah HGU dan Base adalah GPS yang tidak digerakkan posisinya diam, Base didirikan diatas titik yang sudah diketahui secara pasti nilai koordinatnya. Penghubung antara Base dan Rover adalah Sinyal

51 38 Radio. Sinyal Radio berfungsi untuk memancarkan nilai koreksi dari Base ke Rover. Saat ini, Sinyal Radio bisa dipancarkan menggunakan berbagai macam cara yaitu menggunakan Antenna Radio, GSM, ataupun Sinyal Internet. Jika menggunakan Antenna Radio, maka diusahakan sebelum pengukuran, Frekwensi Radio di Base dan Rover sudah disamakan terkebih dahulu. Antenna Radio hanya mampu memancarkan Sinyal sejauh 3 km saja jika lebih jauh maka bisa digunakan alat Repeater (Anonim, 2008). 3. Pengolahan Data Data yang sudah diambil dari lapangan dibawa ke Laboratorium Pengindraan Jauh dan SIG Program Studi Geoinformatika Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Selanjutnya data tersebut di input ke komputer. Data yang telah di input kemudian diolah menggunakan software Spectra Precision Survey Office dan software AutoCad Map untuk pembuatan layout peta dan untuk transformasi sistem koordinat dari UTM ke TM3. Hasil akhir yang diperoleh berupa Peta Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo. a. Download Data GPS Download data hasil survei lapangan menggunakan GPS berupa titik-titik (waypoints). Data-data ini dapat langsung di Download ke komputer dengan menggunakan software Windows Mobile Device Center. Langkah-langkah Download data GPS yaitu sebagai berikut : 1) Hubungkan Receiver pada komputer

52 39 2) Masuk ke Windows Explorer > Topcon > Folder RAW Data >pilih nama Folder pengamatan pertanggal , dan Copy > Paste dimedia penyimpanan komputer. b. Mengubah format data TPS ke format data Rinex Langkah-langkah Mengubah format data TPS ke format data Rinex Data yaitu sebagai berikut : 1) Membuka program Topcon Tools 2) Memilih New Job Gambar 6. Membuat Job Baru Gambar 7. Pemberian Nama Job

53 40 3) Memberikan nama pada job name > mengklik Edit configuration Gambar 8. Pengaturan Coordinate System 4) Memilih Coordinate Systems> mengklik tanda [+] pada UTMSouth > memilih Zone_50 : 114E to 120E > OK 5) Memilih Job > Import Gambar 9. Import Data Gambar 10. Menampilkan Data Yang Akan Di Import

54 41 6) Memilih data yang akan di tampilkan, memblok maximal 5 data > Klik Open 7) Mengklik Job > Export Gambar 11. Export Data Gambar 12. Save ke Dalam Format *.??O,*.??G,*.??N 8) Memilih lokasi penyimpanan > Mengisi Folder Name> mengklik tombol Format name kemudian memilih RINEX GPS + Raw Data (*.??O,*.??G,*.??N) > Save

55 42 c. Pengolahan dan Perhitungan Hasil Pengukuran Langkah-langkah Pengolahan dan perhitungan hasil pengukuran yaitu sebagai berikut : 1) Membuka program Spectra Precision Survey Office 2) Project > Change Coordinate System Gambar 13. Select Coordinate System 3) Memilih New System > Next > Coordinate System And Zone > Next Gambar 14. Select Coordinate System Zone

56 43 4) Pada Coordinate System Group memilih UTM dan pada Zone memilih 50 South>Next > WGS 1984 > Finish Gambar 15. Import Data 5) Project > Import > mengklik Browse dan Import semua data yang telah di ubah menjadi format Rinex > OK > memblok data yang akan di Import > mengklik Import > OK Gambar 16. Memeriksa Data Yang Sudah Fixed

57 44 6) Survei > process Baselines > save Gambar 17. Hasil Perhitungan 7) Mengklik Reports > 6 Point Derivation Report, 7 Point List, More Report > Vector List. Gambar 18. Point Derivation Report

58 45 8) Hasil Perhitungan Point Derivation Report Gambar 19. Point List 9) Hasil Perhitungan Point List Gambar 20. Vector List

59 46 10) Hasil Perhitungan Vector List Gambar 21. MengExport Data Rinex Ke Dalam Format DWG_ ) File > Export 12) Mengklik Export Gambar 22. Proses Meng-Export Data

60 47 d. Pembuatan Peta Bidang Tanah HGU Langkah-langkah pembuatan Peta Bidang Tanah HGU yaitu sebagai berikut: 1) Membuka program Autodesk Map ) Membuka semua data yang telah di Export dari format Rinex ke dalam format DWG_2004 Gambar 23. Pemilihan Bentuk Point 3) Format > Point Style > Memilih bentuk Poin > Point Size 5 Unit > mengklik Set Size In Absolut Unit > Ok Gambar 24. Hasil Overlay Data Pengukuran Dengan Data Awal

61 48 4) Dengan cara memblok pada Batas awal HGU mengklik kanan copy, lalu mengklik kanan Paste To Original Coordinates pada data hasil pengukuran dilapangan. Gambar 25. Menyesuaikan Data Hasil Pengukuran Dengan Data Awal 5) Mengklik Vertex sesuaikan pada tengah point pengukuran lalu mengklik. 6) Membuat nama titik pada setiap titik pengukuran dengan cara ketik T pada Commad lalu enter dan kemudian pembuatan keterangan daerah rawa dengan cara mengklik Reference Edit memilih RAWA, OK 7) Overlay Bidang Tanah yang terdiri dari PT. Karya Silvi, Lokasi Redistribusi Tanah Tahun 2013, Lokasi PPAN Tahun 2011, Lokasi Prona Tahun 2012, Jalan Perusahaan PT. Karya Silvi dan Sungai Apar Besar dengan Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo. 8) Overlay Bidang Tanah tersebut dengan Layout Peta dengan cara memblok Layout Peta mengklik kanan Paste To Original Coordinates pada Peta Bidang kemudian memblok Layout Peta ketik M, enter klik sudut Layout posisikan Peta Bidang tepat ditengah Layout Peta dan mengklik.

62 49 9) Selanjutnya proses pembuatan Judul Peta, Skala, Petunjuk Lembar, Legenda dll. Gambar 26. Proses Transformasi Sistem Koordinat UTM ke TM-3 10) BaseMap memilih Transformasi Sistem Koordinat dan mengubah kepengaturan sebagai berikut lalu mengklik Proses.

63 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan di lapangan, terdapat beberapa informasi yang diperoleh yaitu titi-titik koordinat Batas Bidang Tanah Hak Guna Usaha dan Peta Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo serta luas Bidang Tanah HGU. 1. Batas Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, batas areal HGU PT. BPA berupa titik koordinat UTM dapat dilihat pada tabel 3 di lampiran yang ditransformasikan ke Koordinat TM3 yang dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa data pengukuran batas bidang tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo terdapat 65 titik koordinat pengukuran yang telah ditransformasi ketm3, dengan titik awal koordinat Easting (X): , Northing (Y): dan titik akhir pada pengukuran poligon tersebut dengan koordinat Easting (X): , Northing (Y): dan 1 koordinat TM3 TDT Orde II Nomor dengan koordinat Easting (X): dan Northing (Y): untuk diikatkan ke koordinat hasil pengukuran batas bidang tanah HGU.

64 Tabel 2. Data Koordinat TM3 Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo No. Nama Titik Easting Northing Keterangan 1 BPA Base 2 BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA025A BPA025B BPA025C BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA037A

65 51 Tabel 2. (Lanjutan) No. Nama Titik Easting Northing Keterangan 43 BPA BPA BPA039A BPA BPA040A BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA047A BPA BPA048A BPA048B BPA048C BPA BPA BPA BPA BPA BPA TDT TDT Orde II 2. Luas Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo Luas keseluruhan areal dalam Surat Permohonan Pengukuran adalah Ha sedangkan hasil pengukuran ulang sesuai dengan penunjukan batas seluas 1.058,84 Ha, terdiri dari bidang NIB seluas 208,72 Ha dan bidang NIB seluas 850,12 Ha sehingga terdapat selisih luas 319 Ha. 3. Peta Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo Setelah memperoleh data koordinat dan luas Batas Bidang Tanah HGU di areal yang diukur, selanjutnya data titik-titik koordinat Pengukuran Batas

66 52 Bidang diolah dengan software Spectra Precision Survey Office untuk agar hasil pengukuran yang mengambang menjadi pasti. Kemuadian dilanjutkan dengan software Autocad Map untuk dibuat Peta Batas Bidang Tanah HGU. Peta Batas Bidang Tanah HGU PT. BPA yang dihasilkan disajikan pada Gambar 57 di lampiran serta Gambar 58 di lampiran sebagai Peta Identifikasi Awal Permohonan Pengukuran Kadastral. B. Pembahasan 1. Batas Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo PT. Bumi Pasir Agrindo merupakan perusahan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Perusahan ini terletak di Desa Laburan, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan Surat Pengajuan Pengukuran, PT. Bumi Pasir Agrindo memiliki luas areal seluas Ha sementara berdasarkan hasil pengukuran ulang di lapangan, luas PT. Bumi Pasir Agrindo yaitu 1.058,84 Ha. Dari luas 1.058,84 Ha yang terdiri dari bidang NIB seluas 208,72 Ha terdapat 20 titik koordinat dengan titik awal BPA040 koordinat Easting (X) : , Northing (Y) : dan titik akhir BPA054 dengan koordinat Easting (X) : , Northing (Y) : dan bidang NIB seluas 850,12 Ha terdapat 44 titik koordinat dengan titik awal BPA001 koordinat Easting (X) : , Northing (Y) : dan titik akhir BPA039A dengan koordinat Easting (X) : , Northing (Y) :

67 53 Berdasarkan peta hasil pengukuran ulang areal PT. BPA terbagi menjadi 2 bidang tanah karena untuk pembangunan jalan yang digunakan oleh PT. Karya Silvi dengan panjang jalan ±710 meter dengan lebar ±15 meter menuju lokasi pelabuhan PT. Karya Silvi dengan dibuat kesepakatan antara PT. Karya Silvi dan PT. Bumi Pasir Agrindo sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Kesepakatan bersama yang ditanda tangani pada terlihat pada tanggal 20 Oktober 2011 seperti Lampiran Luas Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo Luas Bidang Tanah yang diajukan oleh PT. PBA Ha, sedangkan luas hasil pengukuran ulang untuk pengajuan HGU PT. BPA yaitu 1.058,84 Ha. Dengan demikian terdapat selisih luas 319 Ha. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pembangunan jalan di dalam areal perusahaan PT. Bumi Pasir Agrindo, di mana jalan tersebut merupakan milik PT. Karya Silvi yang luasannya 319 Ha dan sudah di sepakati oleh kedua belah pihak dengan surat Berita. Selain itu pengurangan luas areal tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Ada kemungkinan perbedaan metode pengukuran antara yang dilakukan pada saat perolehan tanah dengan pengukuran yan dilakukan oleh tim ukur ulang dimana alat yang digunakan oleh perusahaan adalah GPS Navigasi sedang yang digunakan pada pengukuran batas bidang HGU adalah GPS Geodetic dengan tingkat ketelitian lebih tinggi dari GPS Navigasi. b. Pembangunan jalan di dalam areal PT. BPA oleh PT. Karya Silvi.

68 54 c. Kemungkinan areal yang harus di-enclave seperti kawasan lindung, permukiman penduduk dan lain-lain yang dapat mengurangi luas areal PT. BPA. d. Adanya kawasan perairan sungai Apar Besar 3. Peta Bidang Tanah PT. Bumi Pasir Agrindo Peta Batas Bidang Tanah untuk pengajuan HGU dibuat berdasarkan pengukuran keliling batas bidang tanah dengan pengamatan GPS Metode Rapid Static dengan pengikatan pada TDT Orde II Nomor dan ditransformasikan ke Koordinat TM3. Pengukuran Batas Bidang HGU berdiri sendiri diluar batas areal konsesi tambang PT. Karya Silvi. Dari peta hasil pengukuran terliha bahwa terdapat areal yang overlap antara HGU PT. BPA dengan areal Batas PT. Karya Silvi. Permasalahan ovelaping kawasan tersebut ditangani secara tersendiri karena bukan merupakan domain seksi pengukuran, namun pada seksi yang lain. Selain itu juga terlihat perbedaan peta bidang tanah antara Peta Indentifikasi Awal Permohonan Pengukuran Kadastral dengan Peta Bidang Tanah untuk pengajuan Hak Guna Usaha PT. Bumi Pasir Agrindo yaitu pada Peta Bidang Tanah Hak Guna Usaha terlihat ada perpotongan bidang tanah HGU PT. BPA dikarena pembuatan jalan oleh PT. Karya Silvi.

69 55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengukuran ulang Bidang Tanah yang ditransformasikan ke Koordinat TM3 dengan pengamatan GPS Metode Rapid Static dengan pengikatan pada TDT Orde II Nomor memiliki koordinat Geodetik 1 57' " LS dan ' " BT yang ditransformasikan ke Koordinat TM3, yaitu X = dan Y = Luas areal berdasarkan Surat permohonan pengukuran adalah seluas Ha sedangkan hasil pengukuran ulang sesuai dengan penunjukan batas seluas 1.058,84 Ha sehingga terdapat selisih luas 319 Ha. 3. Peta batas bidang tanah HGU terdiri dari 2 bidang yaitu bidang NIB seluas 208,72 Ha terdapat 20 titik koordinat dan NIB seluas 850,12 Ha terdapat 44 titik koordinat. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka disarankan pada setiap patok batas sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu agar pada saat pengamatan tidak menghalangi signal GPS dan data yang dihasilkan lebih akurat.

70 DAFTAR PUSTAKA Abidin, H. Z Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Penerbit PT Pradnya Paramita. Jakarta. Andi Jenis-jenis Peta. wordpress. Com /2010/06/03 jenis-jenispeta, (diunduh pada tanggal 25 September 2012). Andika Makalah Peta. (di unduh pada tanggal 25 September 2012). Anonim Guidelines for Managing a GPS Based Control System in The Maritime Provinces, Version 1.0, Maritime GPS Implementation Committee, Canada, March Anonim Pengertian Peta. peta- edit, (di unduh pada tanggal 25 September 2012). Anonim Buku Saku Petugas Ukur Materi Pengukuran Bidang Menggunakan GPS. Jakarta. Anonim (Unduh pada tanggal 6 Juli 2014). Diki Peta Tematik. html, (di unduh pada taggal 25 September 2012). Dwi Pengertian Chorografi. blogspot.com/2010/07/ peta/pengertian-peta.html, (diunduh pada tanggal 25 September 2012). Harsono Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Kencana. Jakarta. Hartono Pengertian Peta dan Pengertian Kartografi Dasar. (diunduh tanggal 25 September 2012). Kusnedi Pengertian Peta. pengertian-peta.html,(diunduh pada tanggal 25 September 2012). Rahardjo Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009 Santosa Sistem Proyeksi TM3 & UTM, Jakarta, 2013 Suryadi Fungsi-fungsi Tentang Peta. /categoria. asp?idcat=21, (diunduh pada tanggal 25 September 2012).

71 Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja Seri Hukum Harta Kekayaan, Hak- Hak Atas Tanah. Jakarta.

72 59 Lampiran 1. Tabel 3. Data Koordinat UTM Batas Bidang Tanah HGU PT. Bumi Pasir Agrindo No. Nama Titik Easting Northing Keterangan 1 BPA Base 2 BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA025A BPA025B BPA025C BPA BPA BPA BPA BPA BPA

73 Tabel 3. (Lanjutan) No. Nama Titik Easting Northing Keterangan 36 BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA037A BPA BPA BPA039A BPA BPA040A BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA BPA047A BPA BPA048A BPA048B BPA048C BPA BPA BPA BPA BPA BPA TDT TDT Orde II 60

74 61 Lampiran 2. Gambar 28. Berita Acara antara PT. Karya Silvi dan PT. Bumi Pasir Agrindo

75 62 Lampiran 3. Gambar 29. Proses Pengamatan Base Gambar 30. Proses Pengamatan Rover

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan wahana satelit. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini,

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

Bab 10 Global Positioning System (GPS)

Bab 10 Global Positioning System (GPS) Bab 10 Global Positioning System (GPS) 10.1 Metode Penentuan Posisi Dengan GPS sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dikelola oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS dapat

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

PEMBUATAN TUGU GPS (Benchmark) POLITANI DENGAN PENGIKATAN PADA TITIK DASAR TEKNIK ORDE II SAMARINDA. Oleh: MUHAMAD SYAHRIZAL EFENDI NIM.

PEMBUATAN TUGU GPS (Benchmark) POLITANI DENGAN PENGIKATAN PADA TITIK DASAR TEKNIK ORDE II SAMARINDA. Oleh: MUHAMAD SYAHRIZAL EFENDI NIM. PEMBUATAN TUGU GPS (Benchmark) POLITANI DENGAN PENGIKATAN PADA TITIK DASAR TEKNIK ORDE II SAMARINDA Oleh: MUHAMAD SYAHRIZAL EFENDI NIM. 110 500 166 PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan suatu Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional

Lebih terperinci

MODUL 3 GEODESI SATELIT

MODUL 3 GEODESI SATELIT MODUL 3 GEODESI SATELIT A. Deskripsi Singkat Geodesi Satelit merupakan cabang ilmu Geodesi yang dengan bantuan teknologi Satelite dapat menjawab persoalan-persoalan Geodesi seperti Penentuan Posisi, Jarak

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) Disarikan dari Buku Panduan Praktis Membaca dan Menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Karangan M. Eddy Priyanto, Edisi I, Pusat Pelayananan Jasa dan

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi GPS (Global Positioning System) Global positioning system merupakan metode penentuan posisi ekstra-teristris yang menggunakan satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan posisi

Lebih terperinci

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN www.bimbinganalumniui.com 1. Ilmu yang mempelajari pemetaan disebut a. Geomorfologi b. Kartografi c. Hidrologi d. Pedologi e. Oseanografi 2. Gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

Bab VIII. Penggunaan GPS

Bab VIII. Penggunaan GPS Bab VIII. Penggunaan GPS Pengenalan GPS Global Positioning System atau disingkat GPS adalah sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dikembangkan dan dikelola oleh Departemen Pertahanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titik kontrol pada proses pembuatan peta selalu dibutuhkan sebagai acuan referensi, tujuannya agar seluruh objek yang dipetakan tersebut dapat direpresentasikan sesuai

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi, Air dan Kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia

BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia Tanah merupakan bagian dari alam yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia. Hampir seluruh kegiatan manusia dilakukan di atas bidang tanah.

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014

GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014 COVER Page 1 MODUL GEOGRAFI GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014 Wahyu Gilang Ramadan, S.Pd SMA BAKTI IDHATA, JAKARTA Jl. Melati, No. 25 Cilandak barat, Cilandak Jakarta Selatan 12260

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Georeferencing dan Resizing Enggar Budhi Suryo Hutomo 10301628/TK/37078 JURUSAN S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS(Global Positioning System) adalah sebuah sistem navigasi berbasiskan radio yang menyediakan informasi koordinat posisi, kecepatan, dan waktu kepada pengguna di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patut dicatat bahwa beberapa faktor yang juga berlaku untuk aplikasi-aplikasi GPS yang

BAB I PENDAHULUAN. Patut dicatat bahwa beberapa faktor yang juga berlaku untuk aplikasi-aplikasi GPS yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ada beberapa hal yang membuat GPS menarik digunakan untuk penentuan posisi. Patut dicatat bahwa beberapa faktor yang juga berlaku untuk aplikasi-aplikasi

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT Pengertian Peta Erwin Raisz (1948), Gambaran konvensional dari permukaan bumi seperti kenampakannya kalau dilihat tegak lurus dari atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, wwwbpkpgoid PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 27 TENTANG JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN.

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN. BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN. TUJUAN PEMBELAJARAN Menggenal prinsip dasar peta dan pemetaan. GEO INFO Peta sudah ada sejak zaman dahulu. dari zaman ke zaman pengetahuan peta semakin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan BAB IV ANALISIS Meskipun belum dimanfaatkan di Indonesia, tetapi di masa mendatang kerangka CORS dapat menjadi suatu teknologi baru yang secara konsep mampu memenuhi kriteria teknologi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN ATAS YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG PENGUKURAN DAN PEMETAAN UNTUK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN

Lebih terperinci

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI Muh. Altin Massinai Lab. Fisika Bumi dan Lautan Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar Abstract A research have been done about topography

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT + GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

APA ITU ILMU UKUR TANAH?

APA ITU ILMU UKUR TANAH? APA ITU ILMU UKUR TANAH? Merupakan ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. ILMU UKUR TANAH (DEFINISI)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un

2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.192. 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Batas Areal Kerja. Izin Pemanfaatan Hutan. Penataan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta 2.1.1 Pengertian Peta Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta didefinisikan sebagai gambaran dari unsur unsure alam maupun buatan manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; - Hal. 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; a. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik b.

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci