Penerapan Model Pembelajaran Stationenlernen Pada Keterampilan Membaca Karya Sastra Berbahasa Jerman di Kelas XI-Bahasa SMA Negeri 7 Malang

Transkripsi

1 Penerapan Model Pembelajaran Stationenlernen Pada Keterampilan Membaca Karya Sastra Berbahasa Jerman di Kelas XI-Bahasa SMA Negeri 7 Malang Tezar Zein Burhansyah Dra. Rosyidah, M. Pd. Dewi Kartika Ardiyani, S.Pd., M. Pd. Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Stationenlernen pada keterampilan membaca karya sastra bahasa Jerman di kelas XI- Bahasa SMA Negeri 7 Malang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, jawaban kelompok atas pertanyaan tentang isi bacaan, dan hasil angket peserta didik. Hasil penerapan model pembelajaran Stationenlernen menunjukkan bahwa peserta didik dapat menjawab pertanyaan bacaan dengan baik. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 82,2, sedangkan nilai standar ketentuan minimal yang ditentukan adalah 75. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Stationenlernen memberikan dampak yang positif bagi peserta didik. Peserta didik menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran daripada sebelumnya, serta mendidik mereka untuk lebih mandiri. Kata Kunci: pembelajaran kooperativ, model Stationenlernen, karya sastra ABSTRACT: The purpose of this research is to describe the application of Stationenlernen learning model on reading skills the German literature in the second grade language class SMA Negeri 7 Malang. The datum used in this research are the observation result during the learning activities took place, the answer of groups in answering the text question, and the results of the students questionnaires. The results of the application Stationenlernen learning model shown that students can answer the text question very well. The average value acquired is 82.2, while the value of the specified standard minimum requirement is 75. Based on the research results can be concluded, that the application of Stationenlernen learning model has a positive impact for students. The students become more active and motivated in learning activities then before, as well as it educate them to be more independent. Key Word: cooperative learning, Stationenlernen model, literature Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMA Negeri 7 Malang, peserta didik sering terlihat kurang bersemangat dan kurang tertarik dalam mengikuti pelajaran. Penyebab kejemuan yang terjadi adalah terlalu terpusatnya pembelajaran pada guru, yang menyebabkan para peserta didik sering merasa jenuh karena hanya duduk diam dan memperhatikan pelajaran tersebut. Masalah ini dapat dipecahkan, jika seorang guru mampu menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada peserta didik agar peserta didik lebih aktif dan tidak mudah jenuh. Membaca (lesen) adalah satu dari empat keterampilan berbahasa (lesen, schreiben, hören, sprechen) yang harus diajarkan dengan berbagai metode, agar pembelajaran ketika membaca menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Dengan demikian, peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, peserta didik juga kesulitan dalam memahami teks berbahasa asing, yaitu bahasa Jerman. Oleh karena itu, berbagai metode yang menarik perlu diterapkan dan dicoba. 1

2 Dalam kegiatan pembelajaran, pengajar merupakan orang yang sangat berperan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas yang terdiri atas sejumlah peserta didik yang dibimbing oleh pengajar untuk mengeksplorasi dunia dan mempelajari bagaimana mengarahkan hasil eksplorasi tersebut agar bermanfaat bagi mereka (Winaputra, 2001). Kemudian model pembelajaran yang menarik dan tidak menjemukan juga dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan serta melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan yang bertujuan dan tertata secara sistematis (Winaputra, 2001). Metode pembelajaran yang melibatkan peserta didik agar lebih aktif juga diperlukan. Salah satunya adalah metode kooperatif. Semua metode kooperatif memberikan ide bahwa peserta didik yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggungjawab terhadap teman satu sama lainnya yang berada dalam satu kelompok untuk mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya (Slavin, 2010: 10). Salah satu model pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh peneliti adalah Stationenlernen. Stationenlernen memiliki karakteristik bahwa setiap peserta didik dapat mengalami berbagai macam arti pembelajaran yang masuk dari setiap stasiun yang ditawarkan atau memperdalam pembelajaran melalui latihan. Hal ini tampak ketika pekerjaan dan latihan yang ditawarkan membangkitkan rasa ingin tahu dan perhatian peserta didik yang membuat mereka termotivasi untuk aktif dalam mendiskusikan materi satu sama lain dan bekerja sama dalam menyelesaikan sebuah permasalahan (Wicke, 2006: 6). Selanjutnya, dalam kegiatan pembelajaran peserta didik juga tidak akan lepas dengan kegiatan membaca. Membaca adalah salah satu keterampilan yang memiliki kaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa (Wiryodijoyo: 1989). Dalam membaca teks berbahasa asing, yaitu bahasa Jerman, diperlukan juga keterampilan dalam menerka arti untuk memahami isi sebuah teks. Terdapat tiga keterampilan dalam menerka arti, yaitu (1) menerka arti karena konteks, (2) menerka arti berdasarkan gabungan kata, dan (3) menerka arti berdasarkan gabungan kata (Nainggolan, 1994: 106). Dalam pembelajaran membaca, teks sastra juga dapat digunakan sebagai alternatif sarana pembelajaran. Pengertian sastra berasal dari asal kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra memiliki arti alat atau sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik (Teeuw, 1984: 23). Karya sastra yang juga menarik untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah fabel. Fabel adalah cerita singkat yang berisi ajaran moral dengan tokoh binatang yang diberi sifat seperti manusia (Zaidan, 1994: 73). Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menarik dan berarti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Stationenlernen pada keterampilan membaca karya sastra berbahasa 2

3 Jerman di kelas XI-Bahasa SMA Negeri 7 Malang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi para pengajar dan peserta didik. METODE Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik yang berada di kelas XI- Bahasa SMA Negeri 7 Malang yang berjumlah 9 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi, hasil jawaban peserta didik dalam menjawab pertanyaan bacaan, dan hasil angket peserta didik. Hasil analisis yang dilakukan peneliti divalidasi dengan menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah triangulasi penyidik. HASIL Hasil pembelajaran dengan model Stationenlernen dapat dilihat dari nilai tes peserta didik dalam menjawab pertanyaan bacaan, hasil observasi, dan hasil angket. Berdasarkan hasil tes diketahui bahwa nilai rata-rata kelas adalah 82.2, sedangkan nilai standar ketuntasan minimal belajar bahasa Jerman yang ditentukan oleh SMA Negeri 7 Malang adalah 75. Berdasarkan standar tersebut, nilai rata-rata kelas yang diperoleh berada di atas standar ketuntasan minimal belajar bahasa Jerman. Dengan demikian, nilai rata-rata kelas XI-Bahasa di SMA Negeri 7 Malang tergolong dalam kategori baik. Dapat disimpulkan juga secara umum, bahwa pembelajaran dengan model Stationenlernen memberikan dampak yang baik untuk prestasi peserta didik. Berdasarkan hasil observasi guru mata pelajaran dan peneliti, peserta didik masih memiliki sifat kurang mandiri. Mereka sering bertanya dan kurang berusaha untuk memecahkan permasalahannya sendiri. Hal ini terjadi di awal stasiun (stasiun 1) yang mencerminkan ketidakpercayaan peserta didik terhadap kemampuan diri mereka sendiri, karena terlalu sering bertanya tanpa berusaha terlebih dahulu. Namun, setelah dijelaskan kembali, peserta didik dapat bekerja lebih baik. Mereka mulai terlihat aktif dalam berdiskusi dari pada sebelumnya. Peserta didik lebih cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada pada stasiun berikutnya (stasiun 2-3). Hal ini mencerminkan bahwa peserta didik mampu memecahkan permasalahnnya sendiri jika mau berusaha dan mendiskusikannya dalam kelompok. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan secara umum, bahwa peserta didik memiliki sifat kurang mandiri, kurang percaya akan kemampuan diri mereka sendiri, dan menginginkan hasil yang instan dalam memecahkan permasalahan. Akan tetapi, sifatsifat tersebut mulai hilang pada stasiun-stasiun selanjutnya. Dengan Stationenlernen mereka dapat berubah menjadi lebih baik dan mampu belajar secara kooperatif, serta yang terpenting sifat-sifat negatif dalam pembelajaran tersebut dapat dihilangkan. Pada hasil angket tentang respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan model Stationenlernen, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan respon angket peserta didik terhadap pembelajaran dengan model Stationenlernen adalah baik. PEMBAHASAN Sebelum model pembelajaran Stationenlernen dilaksanakan, guru menjelaskan bagaimana teknik pelaksanaan model pembelajaran Stationenlernen 3

4 kepada peserta didik. Setelah itu, guru segera membagi peserta didik secara acak ke dalam 3 kelompok dengan cara berhitung. Peserta didik yang memperoleh angka sama berkumpul menjadi satu kelompok. Selanjutnya guru menunjukkan stasiunstasiun yang telah diberi nomor dan dipersiapkan sebelumnya kepada peserta didik dengan cerita fabel yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosyidah, dkk (2010 : 14), yaitu sirkuit/stasiun yang dibuat diberi nomor (nummeriert sein) atau ditandai dengan simbol untuk menentukan orientasi dan rancangan materi. Pada awal pembelajaran di setiap stasiun peserta didik sering bertanya kepada guru mengenai arti-arti kata yang mereka tidak mengerti. Guru menjelaskan arti katakata tersebut sambil menjelaskan kembali bagaimana strategi dalam menerka arti kata-kata yang tidak dimengerti. Hal ini kurang sesuai dengan pendapat Wicke (2006 : 5) bahwa pada setiap stasiun guru meletakkan sebuah materi yang ditawarkan, yang harus dikerjakan oleh peserta didik secara mandiri, dan guru harus menuntun peserta didik sampai mereka menemukan jawaban tersebut. Pada stasiun berikutnya, peserta didik mulai lancar dalam mengerjakan materi, mereka mulai terlihat aktif berdiskusi dan bekerja sama dalam menyelesaikan soal yang mereka hadapi. Dalam dua stasiun selanjutnya terlihat bahwa peserta didik mampu bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dalam setiap stasiun. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2010 : 10) tentang pembelajaran kooperatif, yaitu semua metode kooperatif menyumbangkan ide bahwa peserta didik yang bekerja sama dalam belajar dan bertangagungjawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Selain itu, di setiap stasiun yang telah diselesaikan peserta didik mampu dengan cepat pindah ke stasiun berikutnya. Hal ini menyebabkan kelompok lain yang belum menyelesaikan satu stasiun termotivasi untuk lebih cepat menyelesaikannya dan lebih serius dalam berdiskusi. Peristiwa tersebut sesuai dengan pendapat Wicke (2006 : 6), yaitu yang terpenting dalam stationenlernen adalah setiap peserta didik dapat mengalami berbagai macam arti pembelajaran yang masuk dari setiap stasiun yang ditawarkan atau dapat memperdalam pembelajaran melalui latihan. Setelah semua stasiun selesai dikerjakan oleh peserta didik, guru dan peserta didik bersama-sama membahas materi yang ada pada setiap stasiun. Setiap kelompok diminta untuk maju satu persatu untuk menceritakan dalam bahasa Indonesia secara umum tentang salah satu teks fabel. Dalam presentasi tersebut, seluruh kelompok mampu menceritakan teks fabel yang telah mereka baca pada setiap stasiunnya. Selain itu, mereka juga mampu menjawab soal-soal yang telah diberikan di setiap stasiun dan menuliskannya di papan tulis. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah berusaha dengan baik dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan dan peristiwa tersebut sesuai dengan pendapat Lie (2002 : 32) bahwa dalam pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah diterapkan dengan model Stationenlernen, ditemukan sebuah kelemahan apabila model tersebut diterapkan untuk pertama kalinya. Kelemahan dalam model pembelajaran ini adalah pengorganisasian waktu yang cukup sulit, sehingga waktu yang dibutuhkan cukup banyak karena peserta didik membutuhkan waktu untuk membiasakan diri dengan model pembelajaran tersebut. 4

5 PENUTUP Setelah pembelajaran dengan model Stationenlernen diterapkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan model Stationenlernen memiliki dampak yang sangat positif bagi pembelajaran peserta didik. Peserta didik menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu aktif berdiskusi dalam memecahkan suatu permasalahan, sehingga keaktifan mereka dalam berbicara akan tersalurkan dengan baik. Selain itu, dengan Stationenlernen kebiasaan negatif peserta didik seperti kurang mandiri, kurang berusaha, dan kurang percaya terhadap kemampuan diri sendiri juga mampu dihilangkan. Secara bertahap melalui setiap stasiun peserta didik menjadi lebih mandiri, mampu berdiskusi memecahkan permasalahan, dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Dengan penggunaan Stationenlernen dalam pembelajaran bahasa Jerman dapat membuat peserta didik lebih bersemangat dalam belajar, karena mereka termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada pada setiap stasiun agar tidak tertinggal dengan kelompok lainnya. Selain itu, pembelajaran dengan model Stationenlernen pada keterampilan membaca karya sastra khususnya fabel, memberikan peserta didik pelajaran moral yang sangat berharga yang terdapat di dalam teks tersebut, karena fabel dapat memberikan nilai-nilai kehidupan yang berarti. Pembelajaran kooperatif dengan model Stationenlernen juga menanamkan sifat tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, karena peserta didik harus menyelesaikan tugas yang ada pada setiap stasiun dan hal tersebut dibuktikan oleh peserta didik ketika melaksanakan presentasi. Jadi, secara keseluruhan pembelajaran kooperatif dengan model Stationenlernen berdampak sangat positif secara bertahap bagi peserta didik baik secara mental maupun akademis. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti dapat memberi saran sebagai berikut: (1) Dalam melaksanakan model pembelajaran Stationenlernen, sebaiknya ruang kelas yang digunakan cukup luas, agar ketika bertukar posisi para peserta didik dapat leluasa bergerak dan tidak menimbulkan kegaduhan. (2) Sebaiknya setiap stasiun berjarak cukup jauh, agar peserta didik dapat berkonsentrasi dalam satu stasiun dengan baik dan tidak terganggu dengan kelompok lainnya. (3) Pembelajaran dengan Stationenlernen membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga disarankan bagi pengguna selanjutnya untuk mengorganisir waktu pembelajaran dengan baik agar pembelajaran dapat berlangsung secara efisien. 5

6 DAFTAR RUJUKAN Lie, Anita Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia. Nainggolan, S Kontakte Deutsch 2. Jakarta: Bintang Mas. Slavin, Robert E Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Teeuw, A Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Wicke, Goethe-Institut Fremdsprache Deutsch. Stuttgart: Ernst Klett. Winaputra, Udin S Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka PAU-PPAI-UT. Wiryodijoyo, Suwaryono Membaca: Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Zaidan, Abdul R. dkk Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 6