III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar 18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran Rancangan Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview (Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al. 1999a). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai Teknik Penentuan Contoh Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat segmen penelitian yang diambil berdasarkan jumlah populasi di daerah 16

2 penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi. Teknik pengambilan contoh yang digunakan untuk menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian. Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 No Kelompok Stakeholders Instansi/lembaga/individu terkait penelitian Jumlah Responden (orang) 1. Pemerintah Pusat BWS Sumatera VI 1 BPDAS Batanghari 1 2. Pemerintah Provinsi Bappeda 1 BAPEDALDA 1 Dinas Kehutanan 1 Dinas PU 1 Dinas Pariwisata 1 3. Pemerintah Kota BAPPEDA 1 BLHD 1 Dinas Tata Ruang dan Perumahan 1 Dinas PU 1 Dinas Perindag 1 Dinas Pariwisata 1 Dinas Perikanan 1 4. Perguruan Tinggi Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi 1 (PPM DAS Unja) 5. Masyarakat Lembaga Adat Jambi 1 Masyarakat tiap segmen 6. LSM Walhi 1 Warsi 1 7. Swasta Industri crumb rubber 1 Industri saw mill Metode Analisis Data Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan teknik analisis terdiri dari: A. Analisis Pengembangan Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan dengan berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable) maka pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal agar dapat mewujudkan 17

3 keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan bioengineering yang direncanakan secara fungsional dan estetik serta mendukung keberlangsungan sungai. Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal, aspek ekologis dan aspek fisik. 1) Aspek Legal Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai, sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS). 2) Aspek Biofisik Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun 2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan analisis terhadap luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jenis land cover yang ada 18

4 pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas Skor Peubah 1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi) Luas RTH <23% 23-46% >46% Land cover Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun Vegetasi cukup rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya Sinousitas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301 Sumber: Anisa, 2009 Klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran rasio standar penilaian peubah pada land cover dapat dilihat pada Gambar 2. 19

5 Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya. 3) Aspek ekologi Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan berdasarkan sinuosity rasio yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus (sinuosity rasio 1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (sinuosity rasio antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (sinuosity rasio >1.5) dengan skor nilai sangat tinggi (Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositas sungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas dalam penelitian ini tersaji pada Lampiran 1. 20

6 Sinousitas = Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Panjang garis lurus sungai yang menghubungkan titik A-B Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai 4) Aspek Sosial Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner. B. Analisis Stakeholders 1) Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta melakukan penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players, context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan 21

7 stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al. 2009). Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor), dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriterianya. Penetapan skoring pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4. Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut: a. Instrumen kekuatan: i. Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya. ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan dalam mengkompensasi stakeholders lainnya melalui simbolisasi, keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/ upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau pemberian sebidang lahan. iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda. b. Sumber kekuatan: i. Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas. ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/ kekayaan. Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft Excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya yang kemudian 22

8 disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan seperti Gambar 4. Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders Skor Nilai Kriteria Keterangan Kepentingan Stakeholders Sangat tinggi Sangat Mendukung Tinggi Mendukung Cukup tinggi Cukup mendukung Kurang tinggi Kurang mendukung Rendah Tidak mendukung Pengaruh Stakeholders Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi Tinggi Mampu Cukup tinggi Cukup mampu Kurang tinggi Kurang mampu Rendah Tidak mampu Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden dan Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009). 2) Persepsi dan Preferensi Stakeholders Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview. C. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2008). Dalam penelitian ini analisis SWOT dilakukan secara deskriptif 23

9 untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi stakeholders terkait. D. Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) yang disajikan pada Tabel 5. 24

10 Tabel 5 Skala banding secara berpasangan Tingkat Kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan Kebalikan reciprocals Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i Sumber : Saaty (1993) Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut: 1) Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para informan yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. 2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan dengan level tujuan, level sasaran dan level alternatif kebijakan pada tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 5. 3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya. Teknik ini yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para informan yang dianggap key person. 4) Matriks pendapat individu, formulasinya disajikan pada Tabel 6. 25

11 Tabel 6 Matrik pendapat individu A=(aij)= A1 A2... An A1 1 A a 1n A2 1/a a 2n An 1/a1n A2n... 1 Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. 5) Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. 6) Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban informan. 7) Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,10). Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan dengan perangkat lunak Expert Choise versi

12 Tujuan Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Aspek Ekologi Sosial Budaya Ekonomi Kelembagaan Teknologi Kriteria Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai Menurunnya konsentrasi pencemar Tersusunnya RTRW berwawasan lingkungan Terpeliharanya budaya lokal Terciptanya lapangan kerja Terjadinya perubahan perilaku masyarakat Meningkatnya pendapatan masyarakat Meningkatnya PAD Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya Meningkatnya institusi pengelola DAS Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai Penggunaan teknologi ramah lingkungan Pilihan Strategi Revitalisasi sungai Peningkatan koordinasi antar stakeholders Pemberdayaan masyarakat Penegakan hukum Penyempurnaan database DAS Pengembangan kawasan industri hijau Gambar 5 Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city 27

13 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Umum Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara geografis terletak pada koordinat sampai dengan Lintang Selatan dan sampai dengan Bujur Timur. Secara administrasi wilayah kota Jambi berbatasan langsung dengan: Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi. Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi ± Ha terdiri dari 8 kecamatan dan 55 kelurahan. Pembagian daerah administrasi Kota Jambi disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut kecamatan tahun 2009 Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Jumlah Kelurahan Jumlah RT 1. Kota Baru 77, Jambi Selatan 34, Jelutung 7, Pasar Jambi 4, Telanaipura 30, Danau Teluk 20, Pelayangan 15, Jambi Timur 15, Jumlah 205, Sumber: BPS Kota Jambi (2009) 28

14 Kerinci Bungo Merangin Tebo Sarolangun Tanjung Jabung Barat Tanjung Jabung Timur Mu aro Jambi Kodya Jambi Batang Hari # N S.Batanghari Kab. Muaro Jambi W E S S.Batanghari Kec. Pelayangan S.Kumpeh Kec. Danau Teluk Kec. Jambi Timur S.Batanghari Kec. Pasar Jambi Kec. Telanaipura Kec. Jelutung Kota Jambi Kec. Jambi Selatan Kab. Muaro Jambi BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI KETERANGAN : Jalan Utama Sungai Batas Kota Sungai Batanghari Kecamatan : Kec. Danau Teluk Kec. Jambi Selatan Kec. Jambi Timur Kec. Jelutung Kec. Kota Baru Kec. Pasar Jambi Kec. Pelayangan Kec. Telanaipura Kec. Kota Baru INSET : KODYA JAMBI GAMBAR : PETA ADMINISTRASI Kab. Muaro Jambi Kilometers Sumber : Bappeda Provinsi Jambi Gambar 6 Peta administrasi Kota Jambi Iklim dan Curah Hujan Pada umumnya wilayah Kota Jambi dan sekitarnya beriklim tropis dengan dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat biasanya terjadi pada bulan April Oktober, sementara musim timur berlangsung pada bulan Oktober April. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April. Selama tahun 2009 curah hujan di wilayah Kota Jambi menunjukkan curah hujan sebesar mm, dengan jumlah hari hujan dalam setahun sekitar 230 hari. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 331,2 mm dengan jumlah hari hujan 23 hari dan jumlah curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juni yaitu 26,8 mm dengan jumlah hari hujan 13 hari. Sedangkan suhu/temperatur udara rata-rata mencapai 26 C 27 C (BMG, 2009). 29

15 4.1.3 Topografi Kondisi topografi Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian meter diatas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di bagian utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari. Wilayah Kota Jambi mempunyai kelerengan antara 0 2% yaitu seluas Ha atau sekitar 55,15% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Wilayah dengan kelerengan 2 8% seluas Ha (26,04%), kemiringan 8 15% seluas Ha (13,30%) Kondisi Hidrogeologi Sebagian besar wilayah Kota Jambi merupakan dataran yang tertutup oleh endapan alluvial sungai. Pada daerah perbukitan dan beberapa tempat dataran, tersingkap batuan dasar yang berumur tersier. Dengan demikian Kota Jambi terletak pada daerah yang mempunyai akifer produktif dijumpai pada kedalaman >100 m. Kondisi geologi dan topografi yang tidak mendukung menyebabkan tidak terdapatnya mata air di wilayah Kota Jambi. A) Air Tanah Di wilayah Provinsi Jambi dijumpai tujuh cekungan air tanah (CAT) sebagai berikut : a. Satu cekungan berada dalam kabupaten,yaitu CAT Muaratembesi (Kab. Muarabulian) b. Satu cekungan terlampar lintas wilayah kabupaten yaitu CAT Sungaipenuh (Kab. Sungaipenuh, Kab. Kerinci, dan Kab. Bungotebo). c. Enam cekungan terlampar lintas batas provinsi, yaitu : 1. CAT Muarabungo (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Riau); 2. CAT Painan-Lubukpinang (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Bengkulu); 3. CAT Kayuaro-Padangaro (Prov. Jambi dan Sumbar); 4. CAT Jambi-Dumai (Prov. Jambi, Prov. Riau, dan Prov. Sumatera Selatan); 5. CAT Bangko-Sarolangun (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan); 6. CAT Sugiwaras (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan). Keberadaan air tanah bebas di Kota Jambi terdapat pada sumur sumur gali yang dijumpai pada jarak 1 2 km di sisi kiri-kanan Sungai Batanghari, muka air tanah bebasnya relatif dangkal. Hal ini disebabkan karena sumur sumur 30

16 tersebut terletak pada dataran banjir atau bekas dataran banjir, yang terdiri dari endapan alluvial yang umumnya memiliki porositas dan permeabilitas tinggi. Hal ini memungkinkan terdapatnya air tanah dangkal cukup besar. Daerah daerah yang berada di sekitar Danau Sipin dan Danau Teluk memiliki potensi air tanah bebas yang berasal dari peresapan air danau. Ke arah selatan, timur dan barat, potensi air tanah bebas juga semakin dalam, yang berkisar antara 7 17 meter. Sementara potensi air tanah dalam terdapat di beberapa tempat dengan penyebaran akifer menerus ke arah lanteral dan kedudukannya dangkal. Cekungan air tanah di Kota Jambi adalah sebagai berikut : 1. Cekungan air tanah Jambi - Dumai, Q1 = 19,356, Q2 = 1, Cekungan air tanah Muara Tembesi, Q1 = 115 B) Air Permukaan Sungai Batanghari merupakan air permukaan yang utama dan mengalir melewati Kota Jambi yang berasal dari Pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Barat melewati Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala. Luas DAS Batanghari sekitar km 2 yang meliputi sebagian dari Propinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang km. Sungai Batanghari membelah Kota Jambi menjadi dua bagian di sisi utara dan selatannya. Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi memperlihatkan jenis litologi batuan yang terdiri dari sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau, dan lempung) hasil gunung api (lava, lahar, tufa, dan breksi), batu gamping atau dolomite, sedimen padu (tak terbedakan) dan batuan beku atau metamorfosa. Struktur geologi yang utama berupa sesar semangko (yang memanjang di sepanjang pulau Sumatera atau Pegunungan Bukit Barisan) dijumpai di bagian atas DAS Batanghari yang juga merupakan garis pemisah utama air pemukaan antara sungai sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera. Berdasarkan pada besarnya DAS Batanghari serta curah hujan tahunan rata rata mm dan curah hujan bulanan rata rata mm yang hampir merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikannya sebagai sumber air permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya terutama Kota Jambi dan sekitarnya yang berada di bagian hilir sungai. Hasil pengukuran debit harian Sungai Batanghari dari tahun memperlihatkan bahwa variasi rata rata debit harian berkisar antara m 3 /dtk. 31

17 Wilayah Kota Jambi merupakan salah satu kota di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sungai sungai yang ada di wilayah tersebut. Untuk kota Jambi bagian utara, air yang ada masuk ke arah selatan menuju ke Sungai Batanghari. Wilayah Jambi bagian selatan arah aliran semuanya tertuju ke arah utara. Bagian selatan merupakan bagian terbesar Kota Jambi dimana di wilayah bagian selatan terdapat 5 (lima) buah anak Sungai Batanghari, yaitu : 1. Sungai Kenali Besar Sungai tersebut melewati Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Telanaipura, kemudian masuk ke Danau Kenali, terus ke Danau Sipin dan akhirnya bermuara ke Sungai Batanghari. 2. Sungai Kambang Sungai Kambang merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang lebih kecil dibandingkan dengan Sungai Kenali Kecil atau Sungai Kenali Besar, mengalir langsung ke Danau Sipin. Daerah pengaliran Sungai Kambang adalah sebagai berikut : a. Sebagian Kelurahan Simpang III Sipin Kecamatan Kotabaru b. Kecamatan Telanaipura meliputi : perbatasan antara Kelurahan Simpang Empat Sipin dengan Kelurahan Selamat 3. Sungai Asam Sungai Asam mengalir dari selatan ke utara, kurang lebih di bagian pusat Kota Jambi, merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang terbesar, mengalir ke Sungai Batanghari. Sungai ini sudah dilengkapi dengan pintu air untuk menghalangi luapan dari Sungai Batanghari masuk ke dalam sistem drainase kota. Daerah pengaliran Sungai Asam adalah meliputi : a. Kecamatan Kota Baru meliputi : - Sebagian Kelurahan Kenali Asam Bawah - Sebagian Kelurahan Kenali Asam Atas - Kelurahan Suka Karya - Kelurahan Simpang III Sipin - Kelurahan Paal Lima b. Kecamatan Jelutung meliputi : - Kelurahan Jelutung - Kelurahan Lebak Bandung - Kelurahan Cempaka Putih c. Kecamatan Pasar Jambi meliputi : 32

18 - Kelurahan Beringin - Kelurahan Orang Kayo Hitam 4. Sungai Tembuku Sungai Tembuku di bagian timur Kota Jambi, mengalir ke arah utara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Tembuku meliputi daerah : a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi : - Sebagian Kelurahan The Hok - Kelurahan Tambak Sari b. Kecamatan Jelutung meliputi : - Sebahagian Kelurahan Kebun Handil - Kelurahan Jelutung - Sebagian Kelurahan Cempaka Putih - Kelurahan Talang Jauh c. Kecamatan Jambi Timur meliputi : - Sebagian Kelurahan Sulanjana - Sebagian Kelurahan Sungai Asam - Kelurahan Rajawali - Kelurahan Kasang 5. Sungai Selincah Sungai Selincah, sungai yang paling timur di Kota Jambi. Dibagian hilirnya, sungai ini masuk ke Sungai Tembuku sebelum bermuara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Selincah adalah : a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi : - Kelurahan Talang Bakung - Kelurahan Sijinjang Secara lebih rinci, inventarisasi sungai di Kota Jambi dapat disajikan dalam Tabel 8. 33

19 Tabel 8 Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya No Nama Sungai Panjang Sungai (km) Luas DAS (km2) Muara 1 Kenali kecil 10, ,26 Danau Kenali 2 Kenali besar 13, ,48 S. Kenali Kecil 3 Kambang 43,04 487,95 Danau Sipin 4 Asam 10, ,21 S. Batanghari 5 Tembuku 5,35 684,50 S. Batanghari 6 Selincah 8, ,21 S. Tembuku 7 Teluk 8, ,06 S. Batanghari Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (2009) 4.2. Penggunaan Lahan dan Tata Ruang Penggunaan lahan di Kota Jambi secara garis besar dapat dibedakan kedalam jenis penggunaan lahan kawasan urban dan penggunaan lahan kawasan non urban. Penggunaan lahan kawasan urban terdiri dari penggunaan perumahan, perhubungan, jasa perusahaan dan industri. Sedang penggunaan kawasan non urban terdiri dari penggunaan sawah, perkebunan/tegalan, pekarangan, kebun campuran/semak belukar, sungai, danau dan rawa. Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi adalah Ha, yang sebagian besar merupakan penggunaan non urban seluas Ha atau sekitar 74,23% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan urban hanya seluas Ha atau seluas 25,77% dari luas wilayah keseluruhan Kota Jambi. Dilihat luasannya pada masing-masing jenis penggunaan, penggunaan lahan perumahan menempati areal seluas Ha atau seluas 18,33%, perusahaan seluas 272 Ha atau seluas 1,32% dan industri seluas 154 Ha atau sekitar 0,75% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan lahan berupa sawah hanya seluas 719 Ha atau sekitar 3,50% dari luas wilayah Kota Jambi. Penggunaan lahan berupa sawah ini diantaranya terdapat di wilayah Kelurahan Sijenjang Kecamatan Jambi Timur, tepatnya di sekitar Jalan Lingkar Timur II, dan di Kelurahan Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk. Penggunaan lahan perkebunan / tegalan menempati areal seluas Ha atau sekitar 27,71% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan sungai, danau serta rawa luas 34

20 keseluruhannya Ha atau sekitar 10,84% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di Kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Luas penggunaan lahan ( urban dan non urban ) di Kota Jambi Tahun 2009 NO. Jenis Penggunaan Lahan Jumlah (Ha) % I. Pengunaan Urban 1. Perumahan 2. Perhubungan 3. Jasa 4. Perusahaan 5. Industri Sub Jumlah II. Penggunaan Non Urban 1. Sawah 2. Perkebunan/Tegalan 3. Pekarangan 4. Kebun Campuran/Semak Belukar 5. Sungai, Danau dan Rawa Sub Jumlah ,33 3,23 2,13 1,32 0,75 25,77 3,50 27,71 20,10 12,08 10,84 74,23 Jumlah ,00 Sumber : Pekerjaan Umum Provinsi Jambi (2009) Penataan ruang Kota Jambi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Jambi tahun 2010 direncanakan memiliki 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota (BWK). Struktur ruang Kota Jambi beserta fungsi utama masing-masing BWK disajikan dalam Tabel 10, sebagai berikut: a) BWK Kota Baru BWK Kota Baru merupakan kedudukan pemerintah Kota Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2284,71 Ha dan meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan seluruh Kecamatan Jelutung. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran serta pemukiman. b) BWK Telanaipura BWK Telanaipura merupakan kedudukan pemerintah Provinsi Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2368,66 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Telanaipura. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perkantoran dan pariwisata. c) BWK Angso Duo BWK Angso Duo merupakan kedudukan pusat pelayanan Angso Duo (Center Business District) dan memiliki luas 280,07 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Pasar Jambi. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Pasar Jambi meliputi perdagangan dan jasa. 35

21 d) BWK Jambi Timur - Selatan BWK Jambi Timur - Selatan merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Banjar dan memiliki luas 3302,41 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Jambi Timur dan sebagian Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Timur - Selatan meliputi kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta pemukiman. e) BWK Kenali Besar BWK Kenali Besar merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Alam Barajo dan memiliki luas 3556,89 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru. Fungsi utama yang dikembangkan di Alam Barajo Jambi meliputi pemukiman, perdagangan dan jasa. f) BWK Talang Gulo BWK Talang Gulo merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Gulo dan memiliki luas 2509,05 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Talang Gulo meliputi pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman g) BWK Jambi Kota Seberang BWK Jambi Kota Seberang merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Olak Kemang dan memiliki luas 2514,3 Ha, meliputi Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Kota Seberang meliputi pemukiman dan pariwisata. 36

22 Tabel 10 Struktur ruang Kota Jambi Nama BWK Pusat/Sub Pusat Delineasi BWK Luas (Ha) Fungsi Utama BWK Kota Baru Pusat pelayanan Kota Baru Kecamatan Jelutung dan sebagian Kota Baru 2284,7 1 Ha Pemerintahan, pemukiman, perdagangan, jasa, dan perkantoran BWK Telanaipura Pusat pelayanan Kota Telanaipura Kecamatan Telanaipura 2368,66 Ha Pemerintahan, pemukiman, perkantoran, pendidikan dan pariwisata BWK Angso Duo Pusat pelayanan Kota Angso Duo Kecamatan Pasar Jambi 280,07 Ha Perdagangan dan jasa BWK Alam Barajo Sub pusat pelayanan Kota Alam Barajo Sebagian Kecamatan Kota Baru 3302,41 Ha Pemukiman, perdagangan dan jasa BWK Talang Gulo Sub pusat pelayanan Kota Talang Gulo Sebagian Kecamatan Kota Baru dan Jambi Selatan 2509,05 Ha Pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman BWK Jambi Timur - Selatan Sub pusat pelayanan Kota Talang Banjar Kecamatan Jambi Timur dan Sebagian Kecamatan Jambi Selatan 3302,41 Ha Industri, perdagangan, jasa dan pemukiman BWK Jambi Kota Seberang Sub pusat pelayanan Kota Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan 25 14,3 Ha Pemukiman dan pariwisata Sumber: RDTR Kota Jambi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Umum 4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara geografis terletak pada koordinat 01 32 45

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1986

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1986 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1986 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II JAMBI DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BATANGHARI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

1 DANAU TELUK 1. Olak Kemang ,41

1 DANAU TELUK 1. Olak Kemang ,41 ANGKA DAN DATA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAMBI TAHUN 2015 Berikut ini kami tampilkan tabel dan grafik hasil pengolahan data pemutakhiran data pemilih dan hasil penghitungan suara pada Pemilihan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN ALAM BARAJO, KECAMATAN DANAU SIPIN DAN KECAMATAN PAAL MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TNKL (Gambar 3) dengan pertimbangan bahwa (1) TNKL memiliki flora dan fauna endemik Flores yang perlu dipertahankan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A44050670 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung 1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan

Lebih terperinci

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Gambar 4. Lokasi Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016

BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lahomi yang merupakan ibukota Kabupaten Nias Barat, Provinsi Sumatera Utara dan waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN Bab 1 ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tahap ke 4 dari 6 (enam) tahapan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Setelah penyelesaian dokumen

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Karlina 1 T.A.M. Tilaar 2, Nirmalawati 2 Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Rencana Pengembangan 5.1.1 Aspek Legal Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menghasilkan batas kawasan perencanaan pengembangan riverfront city. Dalam

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. The Strategy of the Development

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS 22 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 200 - Juni 200 di DAS Cisadane Hulu, di lima Kecamatan yaitu Kecamatan Tamansari, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak, Batas, dan Luas Wilayah Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) Propinsi Riau dan Propinsi Jambi, dimulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Mei

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci