BAB I. PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas dari penghuninya. Namun, pembahasan tentang rumah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas dari penghuninya. Namun, pembahasan tentang rumah"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan konsep awalnya, rumah merupakan bangunan untuk tempat tinggal, tempat bernaung dan berlindung sekaligus tempat untuk mewadahi berbagai macam aktivitas dari penghuninya. Namun, pembahasan tentang rumah tentu saja tidak hanya berkaitan dengan fisik bangunannya saja, tetapi juga mencakup aktivitas sosialnya. Keberadaan rumah, bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia berangkat dari sistem budaya yang fungsi dasarnya adalah untuk menjaga keharmonisan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Rumah merupakan suatu gejala struktural yang bentuk dan organisasinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya yang dimilikinya, serta erat hubungannya dengan kehidupan penghuninya (Rapoport, 1969). Dijelaskan oleh Turner (1972), rumah bukanlah hasil fisik sekali jadi, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Selain itu dijelaskan bahwa rumah mempunyai berbagai fungsi yang sama, tergantung pada tempat dan waktu serta tujuan yang ingin dicapai penghuninya (Turner,1972:164). Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk berlindung, tetapi dapat berfungsi sebagai tempat yang memberikan peluang dalam meningkatkan ekonomi penghuninya. Silas (2000) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa rumah selain sebagai hunian juga dimanfaatkan untuk berbagai fungsi, seperti; proses produksi, distribusi, konsumsi maupun reproduksi. 1

2 Salah satu bentuk fungsi produktif dari rumah adalah sebagai basis kegiatan ekonomi, yang dikenal dengan sebutan Home Based Enterprises (HBEs) atau Usaha yang Berbasis Rumah Tangga (UBR). Berkembangnya konsep rumah produktif atau UBR di Indonesia bukanlah sebuah fenomena baru. Randall (1993) dalam Pindo (2010) menyatakan bahkan usaha yang bertumpu pada rumah tangga sudah selayaknya menjadi suatu kebutuhan masyarakat modern dewasa ini. Dalam perkembangannya, keberadaan rumah produktif atau rumah usaha ini mempertegas fungsi rumah bagi kehidupan manusia. Dari konsep awal, bahwa rumah hanya berfungsi sebagai hunian saja, berkembang menjadi rumah dengan fungsi hunian dan fungsi lainnya. Harmonisasi dalam pengelolaan kegiatan rumah tangga dengan kegiatan produktif sangat diperlukan mengingat pengelolaan kedua kegiatan ini pada intinya sama, yaitu keluarga (Wibisono, 2013: 75). Konsep UBR berawal dari International Forum of Urban Poverty (1977), di Florence, Italy. Forum ini membicarakan masalah kemiskinan, dengan menitik beratkan kepada fungsi rumah yang tidak hanya sebagai hunian saja, tetapi dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat untuk bekerja dalam menunjang ekonomi keluarga (Habitat, 1997). Secara umum UBR adalah kegiatan usaha rumah tangga yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang dijalankan oleh keluarga, kegiatannya bersifat fleksibel dan tidak terikat oleh aturan-aturan yang berlaku umum termasuk jam kerja yang dapat diatur sendiri serta hubungan yang longgar antar modal dengan tempat kerja (Osman dan Amin, 2012). Dalam pelaksanaannya, penggunaan ruang dalam rumah oleh pelaku UBR tersebut menjadi suatu fenomena yang lazim dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, 2

3 sehingga hal itu menjadi penting untuk diperhatikan. Ruang yang sama digunakan untuk mengembangkan usaha dan kegiatan rumah tangga. Konsekuensinya, ruang-ruang yang ada tersebut bersifat relatif, tidak hanya sebagai tempat untuk melakukan aktivitas domestik tetapi juga untuk melakukan aktivitas usaha. Penelitian terkait UBR sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kellett dan Tipple (2000) yang melakukan penelitian di India menemukan bahwa terdapat jumlah yang sangat besar mengenai kegiatan UBR pada lokus amatannya dan para pelakunya melakukan transformasi ruang hunian sebagai aksi untuk menyiasati kebutuhan ruang usaha, baik itu berupa penyesuaian atau penambahan ruang. Mahmud (2003) menemukan bahwa sebagian besar pelaku UBR di Dhaka, Bangladesh adalah para wanita dari kelas ekonomi bawah. Jenis usaha yang mereka lakukan meliputi usaha niaga dan jasa khusus. Dengan pendidikan dan ketrampilan terbatas, para wanita Dhaka berupaya meningkatkan ekonomi keluarga dengan tetap berada didalam rumah, namun tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk mengurus keluarga dan menjaga anak. Fenomena lain adalah di Ipusukilo, Zambia, dimana dijelaskan bahwa para pelaku usaha memproduksi gerabah (stoneware) dan menggunakan halaman rumah sebagai perluasan ruang bekerja. Faktor cuaca dan temperatur, yang merupakan faktor penentu dalam proses produksi ternyata turut andil terhadap terjadinya lokalitas tempat usaha dan hal tersebut sangat berpotensi menciptakan suatu sentra wisata kerajinan yang menarik, termasuk halaman rumah yang juga difungsikan sebagai daya tarik untuk memasarkan produk. Santosa (2000) dalam Taufikkurahman (2010) menemukan hal serupa di desa Paseseh, Madura yang terkenal sebagai 3

4 penghasil batik khas Madura. Para pengrajin batik menggunakan halaman rumah, sebagai tempat untuk kegiatan usaha, seperti dijelaskan oleh Prijotomo (2009) dalam Taufikkurahman (2010) bahwa halaman merupakan sebagai satu kesatuan organik unit bangunan, bukan hanya sebuah ruang luar bagi rumah atau bangunan yang juga disebut dengan plataran. Kiaracondong, Bandung Klampok, Banjarnegara Plered, Purwakarta Singkawang di Kalimantan Gambar 1. Keragaman produk gerabah dan keramik di Nusantara Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut hanya sebagian kecil diantara penelitian tentang UBR yang sudah dilakukan. Memperhatikan sejarah industri rumahan yang ada di Indonesia, industri kerajinan keramik ternyata bukanlah merupakan hal baru. Berdasarkan literatur tertulis, di berbagai wilayah Indonesia sudah ada sentra industri keramik, baik jenis keramik, gerabah maupun porselen, antara lain: di Sumatera, terdapat sentra industri keramik di Sipirok, Tarutung dan Palembang; di Kalimantan tepatnya di Singkawang tersebar industri kerajinan keramik yang mempunyai ciri khas ornamen oriental, di Jawa terdapat 4

5 sentra industri keramik Plered di Purwakarta, Kiaracondong di Bandung, Dinoyo, Klampok, Kasongan di Yogyakarta dan masih banyak di daerah lain. Beberapa penelitian terkait sentra gerabah sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun lebih banyak berfokus pada pengembangan produk, proses pembuatan dan pemasaran gerabah, namun mengenai sistem keruangannya khususnya pada unit usahanya belum pernah diteliti. Penelitian yang dilakukan Karmilah (2015) di Kasongan menitikberatkan sistem keruangan yang berperspektif gender. Perspektif gender diperlukan untuk mengetahui sistem, pandangan, maupun nilai dan makna yang hidup dan berkembang di masyarakat terkait dengan perkembangan desa Kasongan, khususnya perubahan keruangan dan makna keruangan bagi masyarakat pengrajin di kawasan tersebut. Dalam skala makro, penelitian ini menghasilkan temuan bahwa perubahan sistem keruangan desa Kasongan ini dipengaruhi oleh perkembangan desa tersebut sebagai desa wisata. Adapun bentuk perubahannya adalah ditemukannya banyak fasilitas pendukung wisata di sepanjang jalan utama Kasongan, kemudian dalam konteks rumah hampir sebagian pengrajin menggunakan rumahnya sebagai ruang produksi sekaligus ruang wisata. Temuan yang lainnya terkait konsep ruang permukiman adalah teori optimalisasi ruang berbasis pasedhuluran dan complementary partnership, dimana hal tersebut merupakan nilai-nilai yang melindungi keberadaan pengrajin gerabah yang mulanya merupakan tradisi masyarakat setempat. Didalam nilai pasedhuluran terkandung makna-makna, diantaranya: keselarasan/harmoni, perlindungan, kebersamaan, eksistensi, toleransi, fleksibilitas, kepedulian dan kebaikan. 5

6 Sedangkan nilai complementer partnership mengandung makna penting yang masih dilakukan perempuan Jawa, antara lain: kepasrahan, kesetaraan antara lakilaki dan perempuan dalam sistem keluarga maupun sistem produksi gerabah. Perempuan memaknai hal ini secara aktif, sehingga sebagai konsekuensinya perempuan di Kasongan melakukan kerja samben di dalam ruang yang ada. Dijelaskan lebih lanjut bahwa nilai-nilai ini muncul sebagai adaptasi/eksistensi perempuan terhadap adanya proses berkembangnya gerabah yang tidak hanya terkait tradisi namun berkembang menjadi sebuah industri. Sementara itu penelitian lain terkait dengan sistem produksi gerabah sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik yang berlokasi di desa Kasongan, Yogyakarta (Kartika, 2002; Guntur, 2004; Ponimin, 2005; Wijayanti, 2011; Rahardjo, 2008; Karmilah, 2015; dan lainnya), di desa Melikan, Klaten (Hanafi, 2010; Anastasia, 2011; Pakarti, 2012; Purnamasari, 2013), di Plered Purwakarta (Lestari, 2013), maupun di desa Pagelaran, Malang (Wardhani, 2013). Purnamasari (2013), dalam penelitiannya terkait proses produksi gerabah di Bayat, Klaten menjelaskan bahwa salah satu ciri khasnya adalah penggunaan teknik putaran miring yang hanya ada ditempat ini. Rangkaian tahapan produksi gerabah bayat dibagi menjadi beberapa proses, yaitu: tahap persiapan, tahap pengerjaan dan tahap finishing dan pemasaran. Tahap persiapan adalah mempersiapkan tanah mentah untuk menjadi bahan baku pembuatan gerabah. Tahap pengerjaan tersebut, meliputi; pembentukan badan gerabah atau yang disebut mbodi. Pengeringan dan pembakaran termasuk dalam tahap ini. Tahap selanjutnya adalah finishing. Penelitian ini menemukan bahwa pada tahap 6

7 pemasaran, selain beberapa pengrajin mempunyai showroom, sebagian dari mereka memasarkan produk mereka ke pengepul atau ke koperasi pengrajin setempat. Selain itu, banyak diantaranya menyetorkan produk mereka ke desa Kasongan, yang merupakan salah satu sentra gerabah di Yogyakarta. Penelitian terkait pemanfaatan ruang pada rumah usaha dilakukan Soegijono (2011) di dusun Jati Sumber, Mojokerto yang merupakan masyarakat penghasil seni ukir batu. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa sebagian besar pengrajin menggunakan pekarangan rumah dan sebagian ruang huniannya untuk kegiatan berproduksi. Transformasi penggunaan ruang ini dipengaruhi, antara lain: alokasi ruang, waktu, aktivitas, ekonomi dan lokalitas usaha. Alokasi ruang dalam penggunaan ruang kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, peletakan bahan dan tenaga kerja, peralatan, peletakan barang jadi. Dari segi waktu, faktor-faktor yang berpengaruh meliputi waktu kerja perhari, proses pruduksi, jenis produk, dan sistem seting yang menggunakan ruang untuk usaha pada saat musim order maupun pada hari-hari biasa. Aktivitas berkaitan dengan proses produksi yang menggunakan ruang untuk kegiatan usaha yang berhubungan dengan jumlah pekerja, jenis kegiatan dan jenis produk yang dihasilkan. Faktor-faktor yang berpengaruh dari segi ekonomi, meliputi: pendapatan, jumlah pekerja, jarak ketempat kerja. Taufikurrahman (2010) meneliti mengenai perubahan tatanan ruang pada rumah usaha kerajinan logam di Desa Ngingas, Waru, Sidoarjo dan menemukan bahwa faktor-faktor, seperti; lamanya bekerja, jumlah pekerja dalam rumah, waktu bekerja, kepemilikan alat, partner kerja selain keluarga, status rumah, dan 7

8 penghasilan mempengaruhi pemanfaatan ruang dalam rumah. Terdapat empat tipe rumah dilihat dari letak dan penggunaan ruang untuk hunian dan usaha, yaitu: (1). rumah dengan ruang kerja berada di halaman dan terpisah dari rumah induk namun masih menjadi teritori rumah tersebut, (2). rumah dengan ruang kerja berada di dalam rumah atau dapat dikatakan memiliki ruang kerja tersendiri dengan elemen pembatas teritori yang jelas, (3). rumah dengan ruang kerja bercampur dengan kegiatan rumah tangga, dan (4). rumah dengan ruang kerja berada di samping, di belakang dan di depan dalam satu bangunan rumah. Maninggar (2009) dalam penelitiannya terkait penggunakan ruang dalam maupun halaman untuk usaha pembuatan kerajinan tenun ikat khas Lamongan di Desa Parengan, menemukan bahwa terjadi penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh pemilik usaha terhadap hunian mereka sebagai aksi atas kebutuhan ruang untuk usaha yang mereka lakukan. Rumah yang dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan usaha tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa tipe rumah, antara lain; ruang usaha dengan ruangan tersendiri, ruang usaha di luar atau di halaman rumah, ruang kerja yang bercampur dengan kegiatan rumah tangga. Penelitian lain dilakukan oleh Amelia (2014) terhadap rumah usaha kerajinan batik Kalangbret di Tulungagung. Temuan dari penelitian ini adalah terdapat beberapa tipe tata ruang rumah berdasarkan kelengkapan ruang untuk aktivitas usaha. Dijelaskan bahwa untuk proses produksi batik Kalangbret idealnya memiliki 6 atau 7 ruang, meliputi; area cuci, area jemur bertingkat, spen untuk pengecapan batik, area pewarnaan, area ngelorod, area jemur terbuka dan area tambahan untuk pencetakan malam. Ruang atau area-area, seperti; area spen, 8

9 area cuci, area ngelorod dan area jemur terbuka merupakan ruang primer pada industri Batik Kalangbret yang hampir terdapat di setiap unit usaha pengrajin batik. Berdasarkan kelengkapan jenis dan fungsi ruang untuk produksi, ditemukan ada tiga tingkatan dalam proses industri batik, yaitu; tipe kelengkapan ruang tinggi, tipe kelengkapan ruang sedang dan tipe kelengkapan ruang rendah. Sedangkan, tata letak ruang hunian terhadap ruang usaha batik yang berbeda-beda memunculkan delapan macam pola tata letak ruang produksi batik terhadap ruang hunian yang dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu; (1). tipe ruang usaha berada di dalam bangunan utama, (2). tipe ruang usaha berada di dalam skala tapak atau halaman rumah, dimana aktivitas usaha batik tersebut terletak di halaman belakang, di halaman depan-belakang, di halaman samping, di halaman sampingdepan serta di halaman belakang-samping, dan (3). tipe ruang usaha yang berada terpisah di luar tapak, meliputi; aktivitas usaha batik terpisah di depan rumah dan terpisah di belakang rumah. Osman dan Amin (2012) menjelaskan bahwa bagi para pengrajin emas di Kecamatan Tallo dan Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, fungsi rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tapi juga untuk tempat bekerja. Beragam aktivitas yang berkaitan dengan kerajinan emas, seperti; manufaktur perhiasan, jasa pemurnian emas dan distribusi serta penjualan mereka lakukan didalam rumah, kecuali untuk pengolahan / peleburan emas yang biasanya mereka lakukan di luar rumah atau bahkan di ruang khusus dengan pertimbangan adanya asap pembakaran yang mengganggu lingkungan sekitar. Ketersediaan ruang khusus untuk produksi, aturan hirarki ruang yang baik, tertata dan terarah serta organisasi 9

10 ruang, tempat dan waktu terkait dengan proses produksi tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk, pola dan tata pemanfaatan ruang para rumah pengrajin emas di Makassar. Pemakaian ruang dalam rumah untuk industri merupakan karakteristik utama yang membedakan antara industri rumah tangga dan industri-industri lainnya. Salah satu industri rumah tangga yang juga menarik untuk di teliti terkait penggunaan ruang dalam rumah dan sekitar rumah adalah industri pembuatan gerabah. Desa Melikan dipilih menjadi lokasi penelitian dikarenakan faktor usia, yaitu dari sejarah industri gerabah yang sudah cukup lama sehingga menarik untuk dianalisis dan diteliti perkembangan dan sistem keruangan dalam kaitannya dengan sistem produksi gerabah. Dukuh Pager Jurang yang terletak di Desa Melikan merupakan salah satu dusun dengan mayoritas masyarakatnya adalah pengrajin gerabah. Sesuai klasifikasi Departemen Perindustrian RI, Dukuh Pager Jurang dapat dikategorikan sebagai sentra industri kerajinan gerabah karena memenuhi syarat sebagai berikut : Sebagian besar warga desa bergiat dibidang produksi gerabah; Menjadi pusat pengembangan produksi gerabah; Menjadi tujuan kunjungan dan orientasi usaha gerabah; Menjadi pusat seni dan kerajinan gerabah; dan Berkembang menjadi pusat pengadaan tenaga pengrajin gerabah. Sentra Gerabah Pager Jurang merupakan kawasan dengan warganya berprofesi sebagai pengrajin pengrajin dan rumah-rumah di sana digunakan untuk usaha pembuatan gerabah. Selayaknya usaha rumah tangga lainnya, produksi 10

11 gerabah dikembangkan dengan peralatan sederhana dan minim teknologi, seperti; tanpa mesin untuk proses reproduksi ataupun tanpa tanur pembakaran bersuhu tinggi untuk proses pematangan badan gerabah. Keterbatasan jenis, kualitas dan kuantitas gerabah yang dihasilkanlah yang menjadikan sentra gerabah ini sulit bersaing dengan sentra gerabah lainnya, khususnya dengan lokasi terdekat, yaitu sentra gerabah keramik Kasongan di Yogyakarta. Gambar 2. Produk gerabah Pager Jurang Secara garis besar, tahapan yang harus dilalui oleh pengrajin untuk menghasilkan sebuah produk siap jual, meliputi; tahap persiapan bahan, yaitu mengolah tanah mentah menjadi bahan baku siap olah, tahap pembentukan badan keramik, tahap pengeringan, tahap penyelesaian akhir, tahap pembakaran dan tahap pemasaran (Pakarti, 2012). Setian tahapan ini tentu saja memerlukan ruang atau area khusus guna terciptanya kondisi kerja yang kondusif. Idealnya setiap unit usaha setidaknya memiliki lima atau enam area, meliputi; area pengolahan dan menyimpanan bahan baku, area pembuatan badan gerabah, area jemur bertingkat dan jemur terbuka, area penyelesaian dan finishing, area pembakaran dan area penyimpanan serta area pajang. Namun pada kenyataannya, hanya area pembuatan badan gerabah dan area pembakaran saja yang dianggap sebagai area 11

12 primer yang dibutuhkan untuk memproduksi gerabah dan sebagai konsekuensinya tahapan lain dari proses produksi gerabah tersebut menggunakan ruang yang ada di dalam rumah, seperti; nggemblong tanah dilakukan di jalan depan rumah, menjemur menggunakan teras dan tritisan rumah, nggarap dilakukan di ruang tamu atau ruang keluarga dan teras digunakan sebagai area memajang. Tahap nggemblong di halaman Tahap mbodi-nggarap di teras Tahap pengeringan di teras Tahap pembakaran di area dapur Tahap penyimpanan di teras Tahap pengapakan di teras Gambar 3. Tahapan produksi gerabah beserta pemakaian ruangnya Fenomena pemanfaatan ruang pada rumah sebagai hunian dan usaha terkait proses produksi gerabah di Pager Jurang memunculkan sistem keruangan, sistem seting dan sistem aktivitas yang unik dan spesifik berkaitan dengan tata kehidupan yang cenderung dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya pelaku (Rapoport, 1969). Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang dalam rumah mempunyai 12

13 tingkatan hirarki untuk membentuk berbagai fungsi yang saling berinteraksi, antara; perilaku penguna dan aktivitas terhadap lingkungan binaan pada suatu waktu tertentu. Rumah selayaknya menjadi tempat untuk tinggal, namun kondisi dilapangan menunjukkan bahwa keluarga di Sentra Gerabah Pager Jurang menggunakan ruang di dalam rumah untuk aktivitas usaha produksi gerabah Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang muncul, adalah: 1) Bagaimana tipe yang terbentuk dari pemanfaatan rumah tinggal untuk kegiatan hunian dan usaha? 2) Faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada, yaitu sebagai berikut: 1. Memetakan tipe-tipe yang terbentuk dari pemanfaatan rumah tinggal untuk fungsi hunian dan usaha; dan 2. Menjelaskan faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Rumah atau bangunan yang berfungsi sebagai hunian dan juga sebagai wadah kegiatan usaha; 2) Rumah yang dimaksud meliputi kegiatan produksi gerabah di sentra gerabah Pager Jurang di Melikan, Wedi, Klaten; 13

14 1.5. Manfaat dan Hasil yang Diharapkan Pelaku UBR. Diharapkan, penelitian ini akan secara khusus dapat memberikan masukan demi tercapainya harmonisasi rumah hunian-usaha. Kontribusi Ilmu. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan wawasan baru tentang cara pengelolaan rumah yang dimanfaatkan untuk hunian dan untuk usaha, khususnya peran masing-masing unit usaha dalam proses produksi terkait keseluruhan sistem produksi gerabah di Pager Jurang dan tentang cara mengharmonisasikan rumah yang berfungsi untuk hunian dan usaha; Manfaat Praktis. Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi pada masyarakat, pemerintah dan bidang ilmu arsitektur tentang rumah yang terkait dengan usaha berbasis rumah tangga (UBR) dan berbagai aspek kehidupan penghuninya serta bagi pemerintah diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai panduan dalam penanganan perkembangan hunian yang terdapat usaha didalamnya dalam lingkungan permukiman Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya terkait gerabah yang sudah pernah dilakukan sebelumnya mengkaji tentang pemanfaatan ruang pada rumah tinggal pengrajin gerabah dalam kaitannya dengan proses produksi serta sistem beruangan sentra gerabah dalam skala mikro, meso dan makro. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan memiliki keaslian yang belum pernah dilakukan, baik itu dari segi substansi, lokus maupun fokus penelitian. Untuk melihat lebih jelas perbandingan penelitian ini dengan penelitian lainnya dapat dilihat pada tabel berikut : 14

15 Tabel 1. Keaslian Penelitian No PENELITI JUDUL LOKUS METODE TEMUAN PERBEDAAN DENGAN TESIS PENULIS 1 Maninggar (2009) 2 Amelia, R.,dkk (2014) 3 Taufikkurah man, dkk., Penggunaan Ruang Pada Rumah Produktif Tata Letak Ruang Hunian-Usaha Pada Rumah Lama Milik Pengusaha Batik Kalangbret Tulungagung Perubahan Pola Tatanan Ruang Desa Parengan, Lamongan Tulungagung Desa Ngingas, Kualitatif Kualitatif, pendekatan deskriptifeksploratif Kualitatifdeskriptif Pembuatan tenun ikat khas Lamongan memakai ruang dalam dan halaman dalam prosesnya, sehingga pengrajin harus melakukan penyesuaian terhadap hunian mereka sebagai aksi atas kebutuhan ruang untuk usaha, dimana dapat dibedakan menjadi beberapa tipe rumah, yaitu; ruang usaha dengan ruangan tersendiri, ruang usaha di luar atau di halaman rumah, ruang kerja yang bercampur dengan kegiatan rumah tangga Proses produksi batik Kalangbret idealnya memiliki 6-7ruang, meliputi; area cuci, area jemur bertingkat, spen untuk pengecapan batik, area pewarnaan, area ngelorod, area jemur terbuka dan area tambahan untuk pencetakan malam. Berdasarkan kelengkapan ruang untuk aktivitas produksi tersebut, dapat dibedakan menjadi; ruang dengan kelengkapan tinggi, sedang dan rendah Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang rumah, meliputi; lamanya bekerja, Penelitian Maninggar (2009) hanya menyentuh aspek hunian untuk produksi tenun, sedangkan penelitian ini membahas tata letak ruang hunian, usaha dan hunianusaha pada rumah pengrajin gerabah dan menemukan faktor apa saja yang mempengaruhi Penelitian Amelia, dkk., (2014) berfokus pada penggunaan hunian berdasarkan seting aktivitas pada rumah usaha batik, sedangkan penelitian ini membahas tata letak ruang hunian, usaha dan hunianusaha pada rumah pengrajin gerabah dan faktor yang mempengaruhinya Penelitian Taufikkurahman, dkk., (2009) membahas perubahan ruang 15

16 (2009) Rumah Tinggal Sebagai Akibat Kegiatan Industri Rumah Tangga (Studi Kasus Kerajinan Logam di Desa Ngingas, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo) 4 Soegiono, B.S. (2011) 5 Osman, W.W & Amin, S. (2012) Transformasi Penggunaan Ruang Hunian Akibat Usaha Berbasis Rumah Tangga (Studi Kasus: Pengrajin Seni Ukir Batu Dusun Jatisumber,Watesump ak, Trowulan, Mojokerto Rumah Produktif: Sebagai Tempat Tinggal dan Tempat Bekerja di Kec. Waru, Kab. Sidoarjo Jatisumber, Watesumpak, Trowulan, Mojokerto Jl. Dakwah, Kec. Ujung Tanah & Jl. Daeng Tantu eksploratif dengan pendekatan studi kasus Kualitatifeksploratif dengan pendekatan grounded theory Kualitatifkuantitatif dengan pendekatan jumlah pekerja, waktu bekerja, partner kerja selain keluarga, kepemilikan alat, status rumah, dan penghasilan. Terdapat 4 tipe rumah, yaitu: (1). ruang kerja di halaman dan terpisah dari rumah induk, (2). ruang kerja di dalam rumah, (3). ruang kerja bercampur kegiatan rumah tangga, dan (4). ruang kerja di samping & di belakang dalam satu bangunan rumah Faktor yang mempengaruhi penggunaan ruang ruang adalah proses produksi dan solusi atas konflik yang terjadi karena pemanfaatan ruang didasari oleh faktorfaktor, antara lain: alokasi ruang, waktu, tingkat ekonomi, lokalitas usaha, organisasi ruang dan waktu Bentuk dan pola pemanfaatan ruang pada rumah produktif, terkait: ketersediaan ruang, aturan hirarki ruang yang baik, tertata dan terarah serta organisasi tempat pada rumah tinggal yang dipakai pada usaha kerajinan logam, sedangkan prnrlitian ini bertujuan untuk mentipologikan tata letak dan pemanfaatan ruang hunian, usaha dan hunian-usaha pada rumah pengrajin gerabah dan mencari faktor pa saja yang berpengaruh terhadap tipe yang terbentuk Penelitian Soegiono,dkk., (2011) berfokus pada perubahan ruang pada rumah tinggal untuk usaha kerajinan seni ukir dan mencari faktor apa yang paling berpengaruh dengan metode grounded theory, sedangkan tulisan ini berfokus pada penggunaan dan tata letak ruang untuk usaha gerabah dilihat dari sistem seting dan sistem aktivitas dengan pendekatan kualitatif rasionalis dan mengidentifikasi faktor apa yang berpengaruh Penelitian Osman, dkk (2012) sudah menyentuk aspek hunian dan usaha, sedangkan tesis ini mengbahas aspek hunian, usaha 16

17 6 Wardhani, D.K (2013) 7 Karmilah, Mila (2015) Sumber: Peneliti, 2016 Permukiman Komunitas Pengrajin Emas (Pola Pemanfaatan Ruang Pada UBR) Perancangan Permukiman &Rumah Tinggal Pengrajin Gerabah dengan Pendekatan Community-Based Development Perempuan, Pariwisata dan Sistem Keruangan (Studi Kasus: Desa Kasongan Bantul DIY) Kec. Tallo, Makassar Dusun Pagelaran, Malang Desa Kasongan, Yogyakarta eksploratif Kualitatif eksploratif Kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan waktu terkait dengan proses produksi kerajinan emas, yang meliputi: manufaktur perhiasan, jasa pemurnian emas dan distribusi / penjualan Perancangan ruang pada rumah tinggal dan permukiman pengrajin gerabah dipengaruhi dan mempertimbangkan fungsi hunian dan fungsi usaha, salah satunya berkaitan dengan proses produksi Sistem keruangan desa kasongan dalam skala makro dipengaruhi oleh perkembangan pariwisata dan dalam skala mikro dipengaruhi oleh konsep optimalisasi ruang, konsep pasedhuluran dan konsep complementer partnership dan produksi gerabah dan mengidentifikasikan pemanfaatan dan tata letak ruang nntuk proses produksi gerabah Penelitian Wardhani (2013) berfokus pada perancangan rumah tinggal pengrajin di Malang dengan mempertimbangkan proses produksi, sedangkan penelitian ini mentipologikan ruang yang dipakai untuk aktivitas produksi gerabah di Klaten dengan mempertimbangkan proses produksi Penelitian Karmilah (2015) membahas sistem keruangan sentra gerabah Kasongan dalam skala mikro dan makro dan menyentuh gender didalamnya, sedangkan tulisan ini berfokus pada penggunaan dan tata letak ruang untuk usaha gerabah dilihat dari sistem seting dan sistem aktivitas dengan pendekatan kualitatif rasionalis di sentra gerabah Kalten 17

18 1.7. Alur Penelitian Bagan 1. Alur Penelitian 18

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang definisi dan pengertian rumah beserta fungsi lebihnya, rumah produktif dan Home-Based Enterprices (HBEs) dan perkembangan gerabah Pager Jurang serta tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia keramik sudah dikenal sejak jaman dahulu. Keramik disebut juga gerabah, termasuk bata dan genteng. Bata dan genteng sudah digunakan sejak jaman majapahit. Terbukti dari beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Pagelaran merupakan salah satu daerah penghasil gerabah di Kabupaten Malang. Di tengah wilayah desa ini dilintasi jalan yang menghubungkan Malang dengan Bantur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil merupakan salah satu jenis industri yang potensial karena memiliki kontribusi besar dalam pembangunan. Industri kecil mampu menyerap banyak tenaga kerja,

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian (RA ) : Ir. Purwanita Setijanti. M.Sc. Ph.D : Ir. Muhammad Faqih. M.SA.Ph.D. Bagoes Soeprijono Soegiono

Metodologi Penelitian (RA ) : Ir. Purwanita Setijanti. M.Sc. Ph.D : Ir. Muhammad Faqih. M.SA.Ph.D. Bagoes Soeprijono Soegiono TRANSFORMASI FUNGSI RUANG HUNIAN AKIBAT USAHA BERBASIS RUMAH TANGGA Studi Kasus: Desa Jati Sumber, Kecamatan Trowulan. Kabupaten Mojokerto. Jawa-Timur. Metodologi Penelitian (RA 092304) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah produktif atau usaha yang berbasis pada rumah tangga di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Hal ini i sejal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah produktif atau usaha yang berbasis pada rumah tangga di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Hal ini i sejal JUDUL TESIS PERUBAHAN POLA TATANAN RUANG RUMAH TINGGAL SEBAGAI AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Studi Kasus : Pengrajin Logam Desa Ngingas g Kecamatan Waru -Sidoarjo TAUFIKURRAHMAN 3208 201 806 DOSEN

Lebih terperinci

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul memiliki banyak industri kerajinan yang dapat ditawarkan menjadi objek wisata alternative meliputi bermacam wisata alam, budaya, pendidikan dan lainnya.

Lebih terperinci

TATA LETAK RUANG HUNIAN-USAHA PADA RUMAH LAMA MILIK PENGUSAHA BATIK KALANGBRET TULUNGAGUNG

TATA LETAK RUANG HUNIAN-USAHA PADA RUMAH LAMA MILIK PENGUSAHA BATIK KALANGBRET TULUNGAGUNG TATA LETAK RUANG HUNIAN-USAHA PADA RUMAH LAMA MILIK PENGUSAHA BATIK KALANGBRET TULUNGAGUNG Rizky Amelia, Antariksa, Noviani Suryasari 3 Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Badung Bali melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan Perdagangan (Diskopperindag) Kabupaten Badung berupaya membangkitkan kerajinan patung

Lebih terperinci

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Adhi Widyarthara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan orang lain dalam bertahan hidup. Manusia selalu hidup berkelompok dalam suatu masyarakat, dan itu artinya

Lebih terperinci

Gigih Juangdita

Gigih Juangdita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RUANG PADA USAHA BATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK JETIS SIDOARJO

PENGGUNAAN RUANG PADA USAHA BATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK JETIS SIDOARJO PENGGUNAAN RUANG PADA USAHA BATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK JETIS SIDOARJO Irma Fitriyani, Prof. Ir. Antariksa, MEng.,Ph.D, Dr. Lisa Dwi Wulandari, ST., MT Program Magister Teknik Arsitektur Lingkungan Binaan

Lebih terperinci

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan sebuah kota adalah sektor ekonomi. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki tingkat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah dalam skala nasional cenderung berorientasi pada sistem top down yang di dalam penerapannya memiliki berbagai kekurangan. Menurut Wahyuni (2013),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Lingkungan Permukiman : Berbasis : Komunitas :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Lingkungan Permukiman : Berbasis : Komunitas : BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perancangan Dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas di Desa Jomblang

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : BOGI DWI CAHYANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

Penataan Kampung Songket Pandai Sikek, Kab. Tanah Datar sebagai Kawasan Wisata Kerajinan

Penataan Kampung Songket Pandai Sikek, Kab. Tanah Datar sebagai Kawasan Wisata Kerajinan LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Kampung Songket Pandai Sikek, Kab. Tanah Datar sebagai Kawasan Wisata Kerajinan (Lingkup Mikro Penggal Jalan Utama Jorong Baruah) Penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan dibidang ekonomi pada SDA dan SDM yang produktif, mandiri, maju dan berdaya saing. Karena dibidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pekalongan merupakan kota yang strategis secara geografis. Kota ini juga menjadi pusat jaringan jalan darat yang menghubungkan bagian barat dan timur Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah keramik tradisional. Keramik gerabah dikenal sebagai produk benda pakai

BAB I PENDAHULUAN. istilah keramik tradisional. Keramik gerabah dikenal sebagai produk benda pakai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keramik merupakan salah satu kerajinan rakyat yang dikembangkan secara turun temurun diciptakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama berfungsi sebagai peralatan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL ABSTRAK

TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL ABSTRAK TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL ABSTRAK Banyak istilah keramik seperti gerabah, pottery, terracotta, stoneware, porselin dan lainnya. Keramik merupakan semua barang yang dibuat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH

IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH Etty R. Kridarso, Rumiati R. Tobing, Identifikasi Pola tata Ruang Rumah Produktif Batik di Lasem, Jawa Tengah IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH Etty R. Kridarso,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 KESIMPULAN Sentra Batik Tulis Giriloyo, Sentra Industri Kerajinan Gerabah Kasongan dan Kulit Manding merupakan beberapa kawasan industri kreatif yang berpotensi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi seperti yang disebutkan pada Undang-Undang No.25

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi seperti yang disebutkan pada Undang-Undang No.25 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor industri pada saat sekarang ini menjadi perhatian penting permerintah karena dapat mengembangkan sektor rill pertumbuhan dan pembangunan ekonomi seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Penataan Kawasan Kampung Jenggot Pekalongan sebagai BAB I PENDAHULUAN Kota Pekalongan secara geografis memiliki posisi yang strategis. Secara geografis dan ekonomis Kota Pekalongan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan Kehidupan masyarakat di perkotaan khususnya di kota-kota besar sangatlah padat akan aktifitas dan rutinitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan Desa Wukirsari merupakan salah satu desa sentra kerajinan di Kecamatan Imogiri yang mampu menghasilkan berbagai

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN BAGIAN 1 PENDAHULUAN A. Judul Rancangan SENTRA KERAJINAN TERPADU PENERAPAN SOCIAL SUSTAINABILITY SEBAGAI DASAR PENDEKATAN PERANCANGAN Sentra : Pusat aktivitas kegiatan usaha dilokasi atau kawasan tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fina Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fina Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia menjadi warisan budaya untuk mengembangkan dan membangun identitas bangsa dalam mempertahankan eksistensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan seni, budaya, suku, bangsa, dan agama. Keanekaragaman akan memberikan suatu identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu potensi daerah yang mempunyai nilai budaya dan nilai ekonomi masyarakat serta mempunyai nilai kekhasan daerah, dengan tingkat kepedulian masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam BAB III METODE PERANCANGAN Merancang sebuah Griya Seni dan Budaya Terakota sesuai dengan konsep dan teori yang diinginkan tidak terlepas dari metode perancangan. Metode perancangan merupakan paparan deskriptif

Lebih terperinci

Morfologi Spasial Hunian di Desa Wisata Sendangduwur Kabupaten Lamongan

Morfologi Spasial Hunian di Desa Wisata Sendangduwur Kabupaten Lamongan Morfologi Spasial Hunian di Desa Wisata Sendangduwur Kabupaten Lamongan Meirinda Putri Aristyani 1, Lisa Dwi Wulandari 2, Sri Utami 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Pengembangan

Lebih terperinci

DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA

DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA Nama: Mohamad Muqoffa NRP:3204 301 001 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Happy Ratna

Lebih terperinci

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hasil karya rakyat bangsa yang sampai saat ini masih membuat dunia terkagum-kagum dan bahkan terpesona adalah Batik. Batik merupakan produk budaya Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan digunakan sebagai benda pragmatis, yaitu benda keramik yang berorientasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan digunakan sebagai benda pragmatis, yaitu benda keramik yang berorientasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keramik merupakan benda hasil kerajinan tangan. Awalnya diciptakan dan digunakan sebagai benda pragmatis, yaitu benda keramik yang berorientasi pada segi utilitas

Lebih terperinci

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya tersendiri. Karakteristik antara wilayah dengan satu wilayah lainnya memiliki perbedaan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Judul Tugas Akhir ini adalah Sentra Batik Tulis Lasem. Pengertian masing-masing kata dari maksud judul tersebut adalah sebagai berikut: Sentra : Sebuah tempat/pusat

Lebih terperinci

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL TUGAS AKHIR O l e h : E k o P r a s e t y o L2D 000 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK TUGAS AKHIR

PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK TUGAS AKHIR PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK (Kajian Pemanfaatan Air dalam Lingkup Domestik di Kelurahan Tambelan Sampit) TUGAS AKHIR Oleh: YUNI KUSUMADEWI L2D 000 465 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Proyek Dewasa ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia semakin meningkat, dimana negara indonesia sendiri telah banyak melakukan promosi ke

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sragen Convention Centre. : Kabupaten yang berada di bagian Timur Provinsi Jawa Tengah. (id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sragen)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sragen Convention Centre. : Kabupaten yang berada di bagian Timur Provinsi Jawa Tengah. (id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sragen) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sragen Convention Centre Untuk menjabarkan mengenai pengertian judul di atas maka kalimat judul dapat diuraikan berdasarkan pengertian dari kamus besar bahasa indonesia

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keramik atau gerabah merupakan barang atau bahan yang dibuat dari bahan-bahan organik (bukan logam) dengan bahan-bahan tanah dan batu-batu silikat sebagai bahan yang

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI, PROMOSI DAN PERDAGANGAN KERAJINAN BATIK SURAKARTA DI SURAKARTA

PUSAT INFORMASI, PROMOSI DAN PERDAGANGAN KERAJINAN BATIK SURAKARTA DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT INFORMASI, PROMOSI DAN PERDAGANGAN KERAJINAN BATIK SURAKARTA DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rupa terdiri dari dua jenis yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan.

BAB I PENDAHULUAN. rupa terdiri dari dua jenis yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah hasil karya cipta manusia yang memiliki nilai estetik dan nilai artistik. Karya seni rupa tercipta dengan mengolah konsep titik, garis, bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berbicara mengenai Kampung Kauman, tidak akan lepas dari identitasnya sebagai kampung santri. Dan dalam perkembangan permukimannya, kampung Kauman Surakarta membangkitkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar di dunia. Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan secara nasional di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

SEASIDE HOTEL DI JEPARA BAB I PENDAHULUAN

SEASIDE HOTEL DI JEPARA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Jepara teletak di Pantura Timur Jawa Tengah, dimana bagian barat dan utara dibatasi oleh laut. Jepara memiliki garis pantai sepanjang 82,73 km termasuk keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Deskripsi Judul Judul dalam laporan Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang diangkat adalah Penataan Plaza dan Pusat Kuliner di Kawasan Simpang Lima Semarang (Pendekatan pada Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang industri merupakan suatu program pemerintah untuk mencapai pembangunan nasiaonal. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 219 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Keberadaan gerabah dan keramik Bayat masih terus berlangsung hingga sekarang, karena didukung oleh tiga faktor utama, yaitu: (1) Ketersediaan bahan baku di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia merupakan pemain utama dalam kegiatan perekonomian, dan merupakan akselerator dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapur. Seni Kerajinan banyak didominasi dari bahan yang berjenis batang.

BAB I PENDAHULUAN. dapur. Seni Kerajinan banyak didominasi dari bahan yang berjenis batang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerajinan merupakan salah satu jenis seni yang banyak ditemui dalam kehidupan manusia. Kerajinan ini banyak dijumpai dalam bentuk hiasan ataupun dalam peralatan-peralatan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

IbM KELOMPOK PENGRAJIN GERABAH MELALUI PENGEMBANGAN DESAIN, ALAT PRODUKSI DAN MANAJEMEN PEMASARAN DI KABUPATEN KLATEN

IbM KELOMPOK PENGRAJIN GERABAH MELALUI PENGEMBANGAN DESAIN, ALAT PRODUKSI DAN MANAJEMEN PEMASARAN DI KABUPATEN KLATEN IbM KELOMPOK PENGRAJIN GERABAH MELALUI PENGEMBANGAN DESAIN, ALAT PRODUKSI DAN MANAJEMEN PEMASARAN DI KABUPATEN KLATEN Margana dan Istijabatul Aliyah Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam mendongkrak pendapatan di sektor usaha atau pendapatan daerah. Dunia pariwisata saat ini sudah mengalami

Lebih terperinci

MEDAN TRADITIONAL HANDICRAFT CENTER (ARSITEKTUR METAFORA)

MEDAN TRADITIONAL HANDICRAFT CENTER (ARSITEKTUR METAFORA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki berbagai ragam budaya yang dilatarbelakangi suku-suku dari daerah setempat. Ragam budaya tersebut memiliki ciri khas masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam metode perancangan ini, berisi tentang kajian penelitian-penelitian

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam metode perancangan ini, berisi tentang kajian penelitian-penelitian BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Ide Perancangan Dalam metode perancangan ini, berisi tentang kajian penelitian-penelitian yang dilakukan, dan disertai dengan teori-teori serta data-data yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proyeksi Proporsi Penduduk di Indonesia (%) 0-14 Tahun Tahun > 65 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Proyeksi Proporsi Penduduk di Indonesia (%) 0-14 Tahun Tahun > 65 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jumlah penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut katalog Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit energi dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengevaluasi kebutuhan energi dan mengidentifikasi peluang untuk mengurangi konsumsi energi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH di Sidoarjo BAB III. Metodelogi Perancangan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH di Sidoarjo BAB III. Metodelogi Perancangan BAB III Metodelogi Perancangan 3.1Ide Perancangan Ide perancangan berawal dari masyarakat Sidoarjo yang kurang minat membaca. Dalam proses pencarian ide atau gagasan untuk perancangan Pusat Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga Negara Indonesia memiliki iklim tropis. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan ekonomi bebas saat ini, setiap negara terutama negara-negara yang sedang berkembang diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. keberlangsungan kehidupan manusia tersebut. Berawal dari proses produksi serta

BAB I. Pendahuluan. keberlangsungan kehidupan manusia tersebut. Berawal dari proses produksi serta BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan benda pakai menjadi salah satu faktor pendorong manusia untuk menciptakan suatu bentuk karya untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 IdePerancangan Ide perancangan muncul karena melihat potensi kebudayaan di Madura yang memiliki tempat yang kurang layak untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor andalan perolehan devisa negara di Indonesia. Tercatat pada tahun 2014 sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar US$ 10,69 atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Adanya pengembangan sektor pariwisata diharapkan dapat

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah wilayah. Ketahanan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat tinggi akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya pembangunan yang dilakukan, karena pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi secara langsung telah berdampak terhadap percepatan perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015 direncanakan berikutnya kesepakatan

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( L P 3 A ) HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh: Nama : Lina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Jumlah Penyadang Cacat Yogyakarta Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Jumlah Penyadang Cacat Yogyakarta Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Difabel adalah different abbility people yang berarti orang dengan kebutuhan khusus. Menurut Pakar John C. Maxwell, difabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri telah mengalami perkembangan pesat baik di kota-kota besar

BAB I PENDAHULUAN. Industri telah mengalami perkembangan pesat baik di kota-kota besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri telah mengalami perkembangan pesat baik di kota-kota besar ataupun kecil di seluruh Nusantara. Perkembangan ini telah mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki relevansi yang langsung dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu yang bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN Dalam sebuah perancangan, dibutuhkan sebuah metode untuk memudahkan perancang dalam mengembangkan ide rancangan. Metode deskriptif analisis adalah salah satunya, metode ini berisi

Lebih terperinci

diakui keberadaannya didunia. bahkan ditahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada tanaman hias yang cukup tinggi. Namun akibat kebijakan

diakui keberadaannya didunia. bahkan ditahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada tanaman hias yang cukup tinggi. Namun akibat kebijakan B A B. I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara penghasil tanaman hias yang diakui keberadaannya didunia. bahkan ditahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada

Lebih terperinci