PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK"

Transkripsi

1 PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK Oleh : AGUNG SETIAWAN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 AGUNG SETIAWAN. F Penentuan Kondisi Pengempaan Lemak Kakao (cocoa butter) Secara Mekanik. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwadaria, MSc. RINGKASAN Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah di fermentasi, dibersihkan, dan dikeringkan. Biji kakao digolongkan dalam jenis mulia dan lindak. Produksi kakao Indonesia saat ini mencapai 435 ribu ton dan diperkirakan akan terus meningkat secara nyata karena program peremajaan tanaman yang teratur dan perluasan kebun baru (ED dan F Man, 2004). Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura, dan Belanda (Indranada, 2003). Selain digunakan sebagai minuman penyegar, kakao juga digunakan untuk bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik. Fungsi kakao sebagai minuman penyegar disebabkan kakao memilki kandungan senyawa alkaloid yang terdiri dari Theobromin dan Kaffein. Bahkan karena aroma dan cita rasanya yang khas, kakao banyak digemari dan digunakan sebagai flavoring agent. Biji kakao mengandung banyak nilai kalori yang tinggi serta nilai kandungan lemak yang prima. Kakao sering juga diberi nama Theobroma cacao, yang artinya santapan atau minuman para dewa (theos = dewa atau tuhan ; broma = minuman atau santapan). Pada saat sekarang ini pemanfaatan kakao hanya terbatas pada buahnya saja, itu pun terbatas bijinya saja. Biji kakao tersebut dimanfaatkan untuk dihasilkan bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Dari bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman cokelat instan, sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuat permen coklat dan bahan pembuatan perlengkapan kencantikan seperti sabun serta berbagai alat kosmetik. Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa cokelat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Untuk mendapatkan lemak kakao yang memiliki kualitas terbaik maka perlu adanya proses pengolahan sekunder kakao yang baik pula. Dalam mendapatkan lemak kakao tersebut proses utamanya dalam pengolahan sekunder kakao adalah proses pengempaan. Oleh karena itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) telah merancang mesin pengempa lemak kakao tipe mekanik untuk sarana penyediaan lemak kakao pada pengembangan industri skala kecil dan menengah. Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, (2003), rendemen lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan kempa, dan waktu pengepresan. i

3 Mesin pengempa lemak kakao secara garis besar terdiri dari unit rangka, unit pengempaan, unit saringan silinder cetakan, unit motor listrik sebagai tenaga penggerak pompa hidrolik, dan unit pompa hidrolik yang disertai dengan tangki oli beserta selang-selang sirkulasi oli dan pressure valve otomatis. Setelah motor listrik dihidupkan dengan menekan tombol on-off, maka pompa berputar menghisap dan mengedarkan oli dari tangki ke selang-selang sirkulasi, menuju silinder-piston pengempa, dan kembali lagi ke tangki oli. Tuas handel yang dapat digerakkan ke atas atau ke bawah secara perlahan atau cepat berhubungan dengan pressure valve otomatis. Bila tuas digerakkan ke atas piston pengempa bergerak turun melakukan pengempaan, sedangkan bila tuas digerakkan ke bawah maka piston pengempa bergerak ke atas tidak melakukan pengempaan. Sistem penerusan daya mesin pengempa lemak kakao tipe hidrolik ini menggunakan oli. Oli tersebut diedarkan dengan menggunakan selang sirkulasi. Oli-oli tersebut terus bersikulasi dengan adanya pompa hidrolik yang digerakkan oleh motor listrik. Penelitian mengenai optimasi ini dilakukan dalam tiga tahap penelitian utama. Tahap pertama mencari kondisi terbaik dari proses pengempaan dengan variasi jenis bahan masukan, nib, pasta kasar, dan pasta halus merupakan variasinya. Tahap kedua yaitu menentukan kondisi paling memungkinkan pada proses pengempaan dengan variasi berat input yang dimasukkan ke dalam kantung. Tahap tiga merupakan tahap terakhir untuk mengetahui kondisi terbaik dalam mengempa yaitu untuk mengetahui pada suhu penyimpanan berapakah bahan masukan paling baik disimpan. Dari percobaan tiga pengempaan dengan jenis masukan yang berbeda, yaitu pengempaan dengan jenis masukan nib, pasta kasar, dan pasta halus maka didapat perolehan lemak terbanyak didapat oleh pengempaan dengan jenis masukan pasta halus yaitu sebesar % dari berat masukan. Namun energi yang dibutuhkan untuk melakukan pengempaan dengan bahan masukan pasta halus sangat besar yaitu sebesar kwh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bahan masukan berupa pasta kasar sebagai pilihan terbaik untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya. Hal ini dilihat dari persentase lemak yang dihasilkan memiliki nilai terbaik kedua setelah pengempaan dengan bahan pasta halus yaitu sebesar %, memiliki nilai kapasitas pengempaan terbaik yaitu g/menit, namun pengempaan pasta kasar memiliki kebutuhan energi yang terkecil nilainya yaitu hanya dibutuhkan kwh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian pengempaan dengan bahan baku pasta kasar memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan juga memiliki performa pengempaan yang baik pula. Dalam perbandingan hasil pengempaan dengan variasi bobot masukan terlihat perbandingan antara persentase lemak dan kapasitas masing-masing variasi bobot masukan tidak terlihat perbedaan terlalu signifikan. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bobot masukan seberat 200 gram sebagai variasi bobot yang terbaik. Hal ini dilihat bahwa hasil persentase lamak yang dihasilkan sudah baik yaitu sekitar % dari bobot masukan, selain itu kapasitas pengempaan yang baik pula yaitu g/menit, dan yang paling penting kebutuhan energi yang digunakan untuk sekali pengempaan kecil hanya kwh. Pengempaan dengan bobot 100 gram tidak dipilih sebagai yang terbaik dikarenakan kapasitas pengempaannya terlalu kecil yaitu hanya ii

4 g/menit. Selain itu faktor ketebalan akhir dari pengempaan menjadi faktor utama pula, untuk jenis pengempaan yang memiliki nilai ketebalan bahan akhir yang besar yaitu diatas 0.5 cm maka bisa dikatakan pengempaan tersebut kurang baik atau maksimal sehinngga dapat menghasilkan bungkil kakao dengan nilai lemak yang masih tinggi. Sehingga dengan demikian pengempaan dengan bobot 200 gram dipilih menjadi variasi bobot masukan terbaik, karena memenuhi nilai performa pengempaan yang baik walaupun bukan yang terbaik, tetapi memiliki nilai keunggulan dalam hal ekonomi dan faktor hasil ketebalan akhir yang didapat karena hal tersebut juga sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pelaku industri. Pembanding hasil pengempaan variasi suhu penyimpanan bahwa jenis pengempaan dengan suhu penyimpanan 45ºC memperoleh hasil yang terbaik. Untuk nilai persentase lemak yang dihasilkan, pengempaan pada suhu penyimpanan 45ºC memiliki nilai yang terbaik yaitu 32.05%, demikian pula dengan nilai kapasitas pengempaannya memiliki nilai terbaik yaitu sebesar g/menit. Dilihat dari konsumsi energinya memiliki konsumsi energi terkecil, sehingga dapat disimpulkan pengempaan suhu penyimpanan 45ºC merupakan proses pengempaan yang terbaik, baik di segi performa pengempaan maupun dari sisi nilai ekonomisnya. Pengempaan biji kakao non fermentasi memiliki keunggulan pada persentase lemak yang didapat yaitu sebesar % berbeda selisih sekitar 4.25 % dari pengempaan biji kakao fermentasi. Tetapi apabila melihat dari kapasitas pengempaan maka pengempaan biji kakao fermentasi lebih baik yaitu dengan nilai kapasitas pengempaan g/menit memiliki selisih sebesar 6.35 g/menit dengan pengempaan biji kakao non fermentasi. Selain itu konsumsi energi yang digunakan pada pengempaan biji kakao fermentasi lebih rendah sekitar kwh untuk sekali pengempaan dibandingkan pengempaan biji kakao non fermentasi. Dari pertimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengempaan dengan biji kakao fermentasi lebih baik sekaligus lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengempaan dengan menggunakan biji non fermentasi. Sehingga pengempaan biji kakao fermentasi yang paling optimum adalah pengempaan dengan masukan berupa pasta kasar dengan berat 200 gram yang terlebih dahulu disimpan selama 24 jam di oven dengan suhu 45 C. Dari perbandingan dengan proses pengempaan non fermentasi, hasil pengempaan fermentasi ternyata lebih baik, tetapi nilai persentase kadar lemak pengempaan non fermentasi lebih unggul dibandingkan dengan pengempaan fermentasi. Dari perhitungan biaya operasional total proses pengempaan, diperoleh biaya sebesar Rp untuk pengempaan satu kilogram biji kakao. iii

5 PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : AGUNG SETIAWAN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : AGUNG SETIAWAN F Dilahirkan pada tanggal 9 September 1984 Di Jakarta Tanggal Lulus : Januari 2007 Menyetujui: Jember, Februari 2007 Bogor, Februari 2007 Dr. Ir. Sri Mulato, MS. Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, MSc. Pembimbing 2 Dosen Pembimbing 1 Bogor, Februari 2007 Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis lahir 22 tahun silam pada tanggal 9 September di kota Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir dari pasangan Alm. H. Yanni Rinaldy dan Ratna Ningrum. Penulis menempuh tingkat sekolah dasar di SDN Semplak 1 Bogor dan SDN Ciujung Bandung. Sekolah lanjutan tingkat pertama di tempuh penulis pada salah satu SLTP swasta di Bogor yaitu SLTP Bina Insani demikian pula dengan tingkat sekolah menengah atas di tempuh di SMU Bina Insani Bogor. Selama menempuh pendidikan di SMU penulis aktif diberbagai organisasi sekolah mulai dari Paskibra hingga OSIS, pada organisasi OSIS penulis memegang jabatan sebagai ketua OSIS saat berada di kelas dua. Pada bidang olahraga penulis pun aktif di bidang olahraga basket dan juga sepak bola. Penulis lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 2002 dan langsung melanjutkan sekolah pada perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis masuk IPB melalui jalur undangan (PMDK), dengan undangan tersebut penulis sangat merasa beruntung dan merasa telah ditakdirkan untuk melanjutkan pendidikan di IPB dengan Jurusan Teknik Pertanian. Di tingkat perguruan tinggi penulis masih bisa menyalurkan minatnya dalam bidang organisasi dan olahraga, dalam bidang orgaisasi pada tingkat pertama penulis terpilih sebagai ketua organisasi kelas, setelah itu pada tingkat dua terpilih menjadi salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat fakultas sebagai anggota dari departemen sosial. Pada bidang olahraga penulis aktif dalam bidang olahraga basket maupun sepak bola namun rutinitas olahraga pada perguruan tinggi berkurang dibandingkan dengan tingkat sekolah menengah. Pada tingkat perguruan tinggi ini penulis banyak belajar mengenai berbagai hal mengenai kehidupan, mulai dari mengempa diri kita untuk lebih dewasa, lebih pandai dalam membagi waktu, pandai dalam berhubungan sosial antara sesama, belajar menghadapi bebagai tekanan dari berbagai sisi dan banyak hal lain yang dapat diperoleh penulis selama menempuh pandidikan di IPB. Penulis iv

8 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi kakao Indonesia saat ini mencapai 435 ribu ton dan diperkirakan akan terus meningkat secara nyata karena prog peremajaan tanaman yang teratur dan perluasan kebun baru. Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura, dan Belanda (Indranada, 2003). Namun sekarang ini sudah terdapat beberapa produsen coklat di Indonesia yang mulai mengembangkan usaha ekspor coklat dalam bentuk hasil olahan kakao, terutama untuk diekspor ke Negara seperti Filipina, Amerika Serikat, Brazil, Belanda, Spanyol dan negara-negara lainnya (Direktorat Jendral Perkebunan,2001). Selain digunakan sebagai minuman penyegar, kakao juga digunakan untuk bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik. Fungsi kakao sebagai minuman penyegar disebabkan kakao memilki kandungan senyawa alkaloid yang terdiri dari theobromin dan kaffein. Bahkan karena aroma dan citarasanya yang khas, kakao banyak digemari dan digunakan sebagai flavoring agent. Biji kakao mengandung banyak nilai kalori yang tinggi serta nilai kandungan lemak yang prima. Kakao sering juga diberi nama Theobroma cacao, yang artinya santapan atau minuman para dewa (theos = dewa atau tuhan ; broma = minuman atau santapan). Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu biji kakao rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan produksi yang terbatas. Konsep agribisnis bertumpu pada pemberdayaan petani agar mampu berusaha tani secara kelompok, membentuk badan usaha yang berorientasi pada profit serta mengadopsi teknologi produksi yang bercirikan efisiensi tinggi dan produk yang kompetitif. Pada saat sekarang ini pemanfaatan kakao hanya terbatas pada buahnya saja, itu pun terbatas bijinya saja. Biji kakao tersebut dimanfaatkan untuk dihasilkan bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Dari bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman cokelat instan, 1

9 sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuat permen coklat dan bahan pembuatan perlengkapan kencantikan seperti sabun serta berbagai alat kosmetik. Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang sangat mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa cokelat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Untuk mendapatkan lemak kakao yang memiliki kualitas terbaik maka perlu adanya proses pengolahan sekunder kakao yang baik pula. Dalam mendapatkan lemak kakao tersebut proses utamanya dalam pengolahan sekunder kakao adalah proses pengempaan. Oleh karena itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) telah merancang mesin pengempa lemak kakao tipe mekanik untuk sarana penyediaan lemak kakao pada pengembangan industri skala kecil dan menengah. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan diadakannya penelitian ini adalah menentukan kondisi proses pengempaan pasta kakao kasar, pasta kakao halus dan biji kakao (nib) menjadi lemak kakao dengan menggunakan mesin pengempa mekanik. Tujuan yang lebih khusus adalah sebagai berikut. 1. Mengamati pengaruh tingkat kekasaran bahan umpan dalam bentuk pasta kakao kasar, pasta kakao halus, dan biji kakao terhadap persentase hasil lemak kakao serta kinerja mesin pengempa mekanik. 2. Menentukan pengaruh keragaman berat bahan umpan, terhadap persentase hasil lemak kakao serta kinerja mesin pengempa mekanik. 3. Mempelajari pengaruh suhu penyimpanan bahan umpan terhadap persentase hasil lemak kakao serta kinerja mesin pengempa mekanik. 2

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18 Lintang Utara sampai 15 Lintang Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur 4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985). Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian kaki dan membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan curah hujan rata-rata/tahun antara mm, dan temperatur pertumbuhan maksimum antara ºC serta temperatur minimum antara ºC. Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga disebabkan oleh bantuan seranga. Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris, termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia, sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak (Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenis 3

11 Trinitario. Mutu coklat ini hampir sama atau sedikit di bawah grup Criollo dengan aroma yang segar dan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna biji yang agak muda (Nasution., 1985). Tanaman kakao dikonsumsi oleh manusia hanya bagian bijinya saja. Biji kakao (Gambar 1) terletak di dalam buah atau pod yang tumbuh pada batang dan dahan-dahannya. Bentuk dan ukuran buah berbeda-beda tergantung jenis kakao yang ditanam. Pada umumnya sub grup Criollo mempunyai mempunyai kulit buah yang bertonjolan dengan lekuk-lekuk, sedangkan sub grup Forastero hampir rata dan licin, serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan Criollo. Buah kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai 40 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji terdiri dari dua bagian utama dan sangat berperan selama proses fermentasi yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Kedua bahan inilah yang selama proses fermentasi mengalami perubahan dan menimbulkan aroma pada coklat. Gambar 1. Biji kakao dengan kulit dan tanpa kulit. 4

12 B. PENGOLAHAN KAKAO 1.Pengolahan Primer Kakao Setelah pemanenan, buah kakao tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, harus melalui beberapa proses olahan awal yaitu proses pengupasan buah, fermentasi, pencucian dan perendaman, pengeringan serta penentuan mutu. Setelah melewati semua tahapan ini barulah biji kakao siap untuk diolah menjadi produk setengah jadi dan selanjutnya menjadi produk siap konsumsi. Adapun tahapan pengolahan primer kakao dapat dilihat pada Gambar 2. PANEN BUIAH SORTASI BUAH PENGUPASAN BUAH KULIT BUAH FERMENTASI PENCUCIAN dan PERENDAMAN PENGERINGAN PENENTUAN MUTU PENYIMPANAN Gambar 2. Tahapan pengolahan primer buah kakao. 1. Sortasi Buah Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu tempat. 5

13 2. Pengupasan Buah Setelah pemanenan, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan pisau, arit maupun pemukul kayu. Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan mutu yang baik, aspek pemecahan buah dan sortasi biji merupakan faktor yang menentukan. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak melukai biji yang kemudian didikuti dengan pemisahan biji dari buah yang sekaligus sortasi bijji agar diperoleh ukuran biji yang seragam (Mulato dan Widyotomo, 2003a). 3. Fermentasi Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan biji kakao tersebut, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam biji yang dapat mengakibatkan adanya proses pertumbuhan dapat dihindarkan, sedangkan perubahan yang meningkatkan kualitas kakap ditingkatkan. Perubahan yang harus ditingkatkan adalah perubahan warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa serta melunaknya keping biji kakao. Tujuan lainnya adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2003). Proses fermentasi merupakan salah satu tahap penting yang berpengaruh terhadap kualitas biji. Dari beberapa penelitian, diketahui bahwa biji kakao yang tidak di fermentasi atau setengah fermentasi akan memiliki rasa, aroma, maupun penampilan yang kurang. Kita ketahui bahwa biji kakao kebanyakan digunakan untuk bahan baku pangan, sehingga masakah rasa, aroma dan penampilannya merupakan hal yang sangat diperhatikan (Atmana, 2002). Perubahan kimia dan biologi yang terjadi selama proses fermentasi mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan enzim-enzim tertentu terbentuk dan memecah tanin serta beberapa zat perangsang lainnya sehingga mengurangi rasa pahit pada kakao. Bentuk biji kakao selama proses fermentasi berubah menjadi menggembung bila proses fermentasi berjalan dengan sempurna, sedangkan bila proses fermentasi tidak berjalan sempurna biji kakao akan tetap berbentuk pipih. Keping biji yang berwarna putih maupun ungu akan berubah menjadi coklat. Apabila warna biji masih ungu kecoklatan, maka hal ini 6

14 menunjukkan proses fermentasi belum sempurna selesai. Proses fermentasi dapat berlangsung dengan berbagai macam cara misalnya dengan ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan kedalam peti atau bak kayu yang diletakkan diatas rak-rak. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan (rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit, ph dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik adalah 3-5 hari. Selisih rendemen antara biji yang tidak difermentasi dengan yang difermentasi adalah % atau setara dengan penurunan bobot kering % (Yusianto et al., 1995). 4. Perendaman dan Pencucian Proses pencucian biji kakao setelah proses fermentasi hanya dilakukan oleh beberapa negara saja salah satunya adalah Indonesia. Selain itu kebijakan dari masing-mahsing perusahaan perkebunan menjadi salah satu alasan diadakannya atau tidaknya proses perendaman dan pencucian (Nasution, 1985). Tujuan utama dari proses pencucian ini antara lain untuk menghilangkan atau melepaskan pulp dari biji dan juga digunakan untuk menghambat atau menghentiksn proses fermentasi biji kakao yang sedang berlangsung. Proses perendaman serta pencucian biasanya dilakukan pada pagi hari. Proses pertama dilakukan perendaman biji kakao yang telah difermentasi di dalam wadah atau ember plastik dengan air yang terus mengalir selama 2 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pencucian dengan cara mengaduk-aduk biji kakao yang direndam dengan tangan. Namun ada pula proses perendaman dan pencucian dengan cara modern yaitu dengan menggunakan mesin pencuci yang dilengkapi alat pengaduk yang berputar dengan cepat. Manfaat dari proses pencucian serta perendaman pada biji kakao ini agar biji-biji yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap hama dan serangan serangga perusak pada proses penyimpanan. Dengan melihat dari fungsi tersebut maka industri kecil jarang melakukan proses perendaman serta pencucian ini hal ini dikarenakan pada industri kecil bahan baku biji coklat yang diolah atau digunakan 7

15 dengan jumlah yang terbatas atau kecil sehingga tidak perlu dilakukan proses penyimpanan dengan waktu yang lama (± dalam 2-3 hari bahan baku biji kakao telah habis digunakan). 5. Pengeringan Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60 %), harus diturunkan menjadi sekitar 8 % sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur sehingga dapat mengurangi kualitas dari biji kakao itu. Namun apabila pengeringan berlangsung sampai pada kadar air dibawah 8 % maka biji kakao akan mudah hancur, kalitas rasa dan aroma juga akan menurun. Ada berbagai cara pengeringan yang dapat dilakukan, yaitu pengeringan secara alami (penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003a). Pengeringan alami dilakukan bila pada daerah yang memiliki curah hujan tidak terlalu tinggi intensitasnya dan lama penyinaran matahari cukup panjang dengan intensitas penyinarannya yang tinggi. Proses pengeringan dilakukan di atas tikar pandan yang dihamparkan di atas lantai semen. Pengeringan dengan cara penjemuran ini memberikan hasil yang baik,karena biji coklat yang dikeringkan tidak langsung kontak dengan suhu yang tinggi. Maksimum suhu selama pengeringan adalah antara º C. Apabila pada proses awal pengeringan digunakan suhu yang tinggi (± > 60º C) maka persentasi biji yang mengerut dan yang permukaanya mengeras akan meningkat. Waktu penjemuran biji coklat sangat tergantung pada keadaan cuaca selama penjenuran tersebut. Bila tidak diselingi dengan hari hujan, maka waktu penjemuran berkisar antara 6 sampai 9 hari. Pengeringan biji kakao diawali dengan penjemuran dengan mengunakan panas matahari kemudian dilanjutkan dengan pengeringan tahap kedua yaitu meletakkan biji pada ruangan pengering dengan suhu diusahakan tidak lebih dari 45º C. Ruangan tersebut merupakan suatu lantai yang tinggi yang berlubang-lubang, dimana udara dalam ruangan tersebut dipanasi dengan menggunakan pipa pemanas yang mengalirkan udara panas dari tungku. 8

16 Pengeringan buatan banyak dilakukan pada negara yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi. Keuntungan utama dari pengeringan buatan ini adalah mengurangi waktu dan luas tempat dilakukannya pengeringan, selain itu dengan dilakukannya pengeringan buatan maka proses pengeringan tidak tergantung terhadap cuaca tempat pengeringann tersebut berada. Pengeringan buatan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan gabungan alat pengering, dengan suhu yang berbeda. Mula-mula biji basah dikeringkan dengan menggunakan convorted gordon dryer pada suhu sekitar 90º C selama 3 4 jam, yaitu sampai gejala melekatnya biji dengan biji hilang. Kadar air biji setelah melalui proses pengeringan pendahuluan ini adalah sekitar 40 %. Penmgeringan lanjutan dilakukan dengan meneberkan biji di atas tray dan dimasukkan ke dalam tunnel dryer dengan type counter current. Ruangan tunnel itu dipanasi dan dipertahankan suhunya kurang dari 70º C dengan jalan menyalakan burner selama 40 menit setiap jam (Mulato dan Widyotomo, 2003a). 6. Pemisahan dan Penentuan Mutu Penentuan mutu biji kakao sekarang ini didefinisikan sebagai alokasi contoh coklat berdasarkan atas penentuan kerusakan biji. Pemisahan biji yang telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna dan bahan ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji, faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, kadar air turut diperhatikan. Standar minimum persentase kandungan biji coklat ini berbeda-beda pada setiap negara penghasil coklat. Misalkan saja biji kakao Ghana yang mempunyai standar kadar kulit ari %, kadar lemak %, dan kelembaban biji 6-7 % digolongkan bermutu baik (Siregar et al., 2003). Pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan bahan ikutan dan mengklasifikasikan biji adalah proses pemindahan bahan-bahan asing dan biji kakao yang berada diluar kategori kelas. Pada perkebunan besar biasanya proses dilakukan dengan bantuan peralatan khusus yang berupa piring-piring silinder yang dibagi atas empat bagian, dan setiap bagian terdiri dari ukuran dan bentuk yang berbeda. Mula-mula biji kering dilewatkan pada bagian yang pertama, khusus untuk memisahkan debu, bahan-bahan kecil bekas kulit dan sampah. 9

17 Pemisah kedua bertujuan untuk memisahkan biji tipis atau gepeng. Bagian ketiga menghasilkan biji kakao kelas dua, dan sisanya adalah biji kakao kelas pertama. Pada umumnya penentuan mutu masih dilakukan secara subyektif dengan berdasarkan penampakan fisik biji tersebut, yaitu bulat, keriput, gepeng, biji pecah dan warna kulit biji. Menurut Nasution (1985) di Indonesia penetuan mutu biji dibedakan atas mutu A, B, C, G, dan Z. Mutu A adalah biji-biji kakao yang berwarna rata dengan bentuk bulat penuh. Mutu B adalah biji-biji yang berwarna kurang rata, pada kulitnya terdapat bercak-bercak, bentuk tidak bulat penuh dan ada bagian biji yang rusak. Mutu C adalah biji-biji yang berwarna tidak rata, berbentuk gepeng dan keriput. Mutu G adalah campuran biji-biji yang terpecah atau belah. Mutu Z adalah biji-biji yang berwrna hitam. 7. Penyimpanan Proses penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman dan terkontrol dengan baik sebelum diolah lebih lanjut atau diperdagangkan. Penyimpanan biji kakao dilakukan didalam karung goni yang memiliki kapasitas makasimal 60 kg dan diberi label sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan dan juga menunjukkan identitas produsen dari biji kakao tersebut. Kemudian karung biji kakao itu ditumpuk dengan jumlah tumpukan maksimal enam tumpukan. Sebelumnya tumpukan karung diberi penyangga yang terbuat dari papan kayu setinggi 10 cm dari lantai gudang penyimpanan, dan diberi jarak 20 sampai 15 cm dari dinding gudang. Selain itu aerasi di gudang penyimpanan harus diperhatikan secara serius agar biji kakao tidak menjadi lembab (Siregar et al., 2003). Dalam proses penyimpanan, dilakukan juga proses fumigasi yang bertujuan untuk mengatasi infestasi dan kontaminasi hama gudang pada penyimpanan biji kakao. Karena tiga persyaratan dasar biji kakao agar bisa 10

18 diekspor ke negara lain seperti Amerika Serikat, yaitu memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan jamur, serangga dan kotoran, bebas dari pencemaran bahan kimia dan residu pestisida (Yusianto dan Teguh, 2001). 2. Pengolahan Sekunder Kakao Setelah melewati proses pengolahan primer maka kakao yang dihasilkan diolah lebih lanjut dalam pengolahan sekunder kakao (Gambar 3). Pengolahan sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk jadi baik itu bubuk kakao, lemak kakao, minuman instan, permen dan produk-produk lainnya. BIJI KAKAO PENYANGRAIAN PEMISAHAN KULIT KULIT BIJI DAGING BIJI PEMASTAAN KASAR PASTA KAKAO KASAR PENGEMPAAN LEMAK KAKAO BUBUK KAKAO Gambar 3. Tahapan pengolahan sekunder buah kakao 1. Penyangraian Proses penyangraian merupakan salah satu proses yang menentukan kualitas dari kakao yang dihasilkan untuk diolah menjadi produk jadi. Proses 11

19 penyangraian memiliki beberapa tujuan yaitu proses penyangraian yang baik harus dapat mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air, dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya pada proses pemisahan biji kulit. Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian bergantung atau ditentukan oleh beberapa factor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik biji, bentuk biji, asal biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama proses penyimpanan biji coklat. Biji yang berbentuk relatif bulat, pada suhu dan lama penyangraian yang sama akan lebih cepat mengalami perubahan daripada yang berbentuk hemiellipsoida. Biji berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna daripada yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang relative lebih kecil dicampur dengan yang berukuran lebih besar, maka biji yang berukuran lebih kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Mulato dan Widyotomo, 2000). Perubahan pertama yang terjadi pada proses penyangraian diantaranya adalah penurunan kadar air dan pengeringan biji kakao. Perubahan kedua adalah terjadinya penghilangan rasa asam dengan menguapnya komponen asam organic volatile, seperti asam aetat yang sangat dominan terbentuk pada proses fermentasi biji. Selain itu komponen utama seperti tanin yang menyebabakan rasa pahit sepat dapat teroksidasi selama proses penyangraian. Sedangkan untuk pengembangan komponen rasa dapat diketahui dari aroma yang terbentuk (Lee, et al. 2001) Pada prinsipnya terdapat dua tipe mesin penyangraian, yaitu tipe kontinyu dan tipe batch (Gambar 4). Penyangrai tipe batch biasnya berbentuk drum berputar dengan pemanas dari luar memakai burner minyak tanah, kayu, arang, atau LPG (Liquid Petroleum Gas). Penyangraian tipe kontinyu biasanya menggunakan udara panas yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran biji kakao. Di divisi pasca panen di PUSLIT Jember ini digunakan mesin penyangrai tipe Batch. 12

20 Gambar 4. Mesin sangrai biji kakao tipe Batch 2. Pemisahan Kulit Proses pemishan kulit dilakukan karena hanya biji kakao (nib) saja yang digunakan untuk proses pengoalahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebbakan kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000). Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan mengalami proses tempering. Biji coklat ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit yang memiliki kapasiat sekitar 27 kg/jam (Gambar 5). Mesin ini digunakan untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran dari kakao tersebut, proses pemisahannya menggunakan silinder berulir yang berputar dengan kecepatan tertentu, input mesin tersebut berupa biji kakao yang telah disangrai yang dimasukkan ke dalam lubang input berupa corong yang terdapat di bagian atas mesin. Output dari mesin ini yaitu nib yang keluar dari lubang bagian bawah dari mesin yang ditampung dengan menggunakan wadah, kemudian output yang lain berupa kulit biji kakao yang keluar dari lubang di tengah mesin dengan menggunakan sistem blower. 13

21 Gambar 5. Mesin pemisah kulit biji kakao 3. Pemastaan Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib (daging buah kakao) menjadi ukuran tertentu (<20 mμ). Dengan ukuran seperti itu maka nib yang dihancurkan akan menjadi pasta cair kental. Hasil jadi penghancuran kakao tersebut terjadi dikarenakan kandungan yang terdapat pada biji kakao yang terdiri dari 50 % lemak kakao. Penghancuran tersebut bertujuan juga untuk memperbesar luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000). Mesin pemasta kasar (Gambar 6) merupakan mesin pembuat pasta kakao kasar yang bahan inputnya adalah nib. Sistemnya menghancurkan nib menjadi pasta kental dengan memasukan nib dari lubang input yang kemudian digiling atau dihancurkan oleh silinder yang berputar di dalam mesin dengan kecepatan yang cukup tinggi (± 800 RPM) sehingga menghancurkan nib. Pasta kasar yang dihasilkan akan dilanjutkan dengan proses pengempaan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam kantong kain setelah itu disimpan di ruang pemanas agar lemak yang terdapat pada pasta mengendap dan pasta tersebut tidak beku sehingga memudahkan proses pengempaannya. 14

22 Gambar 6. Mesin pemasta kasar biji kakao. 4. Pengempaan Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, (2003), rendemen lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan kempa, dan waktu pengepresan. Alat pengempa/pengepres pasta coklat terdiri dari 2 macam jenis yaitu alat pengempa tipe mekanis dan alat pengempa tipe hidrolik. Alat pengempa tipe mekanis merupakan alat pengempa yang menggunakan tenaga manusia dalam melakukan pengepresan, sistem kerja menggunakan sistem kerja dari dongkrak hanya bedanya pada alat pengempa ini bagian atas dongkarak dibuat mati / tidak bergerak sehingga timbul tekanan ke bawah, terdapat komponen alat berupa per yang berfungsi mengembalikan ujung bagian pengempa ke posisi semula atau atas, silinder / lempengan ujung pengempa yang kontak langsung dengan pasta dapat lepas untuk mempermudah pemasukan pasta ke dalam ruang pengempa selain itu berguna untuk mempermudah pembersihannya, bagian penampung lemak coklat berada di bawah alat pengempa, input adalah pasta kakao yang dikemas dalam kantong kain, output berupa lemak kakao dan bungkil. 15

23 Alat pengempa tipe hidrolik (Gambar 7) merupakan alat pengempa lemak kakao yang menggunakan tenaga mesin dalam proses pengempaan pasta dalam hal ini menggunakan prinsip dasar tekanan bahan cair (oli) yang didorong oleh pompa / motor melalui selang atau pipa bertekanan tinggi, tekanan pengepresan bisa dilakukan secara optimum yaitu sebesar 200 kg/cm 3 agar menghasilkan lemak secara maksimal, satu kali pengepresan butuh waktu ± 7 15 menit. Gambar 7. Mesin pengempa mekanik type silinder. 16

24 C. LEMAK KAKAO Lemak kakao merupakan lemak alami yang diperoleh dari biji kakao. Beberapa Negara membatasi pengertian lemak kakao sebagai lemak alami yang diperoleh dari nib kakao dengan pengepresan hidrolik atau ekspeler. FDA mendefinisikan lemak kakao sebagai lemak kakao yang dapat dimakan yang diperoleh dari biji theobroma cacao atau spesies yang sangat dekat, baik sebelum maupun sesudah penyangraian. 1. Sifat Lemak Kakao Lemak kakao memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan lemak nabati lainnya, diantara sifat lemak kakao tersebut bersifat plastis, memiliki kandungan senyawa lemak padat yang relatif tinggi, warnanya putih kekuningan dan memiliki bau khas dari coklat. Selain itu lemak kakao mengalami proses penyusutan volume (kontraksi) pada saat dilakukan pendinginan sehingga padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan memiliki penampilan fisik yang menarik. Sifat-sifat inilah yang menjadi unggulan dibandingkan jenis lemak yang lainnya (Mulato dan Widyotomo, 2003). 2. Manfaat Lemak Kakao Melihat dari sifat lemak kakao diatas maka lemak kakao dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, baik bidang mengenai olahan makanan maupun bidang mengenai kacantikan dan farmasi (Mulato dan Widyotomo, 2003). Untuk bidang olahan makanan lemak kakao digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan permen cokelat yang sebelumnya dicampur dengan pasta kakao, susu, dan gula. Selain itu lemak kakao bisa juga digunakkan sebagai minyak untuk menggoreng makanan namun dengan harga kakao yang mahal dan juga membutuhkan proses lanjutan yang juga membutuhkan biaya tambahan maka lemak kakao sebagai minyak goreng terasa kurang efisien. Sedangkan mengenai manfaat lemak kakao di bidang kecantikan digunakan sebagai bahan pencampur untuk produk pelembab serta pewarna bibir hal ini bisa dilakukan karena lemak kakao yang bersifat lembut untuk kulit dan mudah mencair pada suhu tubuh. 17

25 3. Cara Mendapatkan Lemak Kakao Lemak kakao didapatkan dari kakao yang dipress dengan menggunakan alat pengempa lemak tipe mekanis maupun hidrolik. Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak atau minyak dari pasta kasar, pasat halus, maupun biji kakao (nib). Bahan baku yang masih panas yang berasal dari ruang pemanas dimasukkan ke dalam alat pengempa. Dinding silinder diberi lubang-lubang sebagai alat penyaring. Cairan lemak tersebut akan melewati lubang-lubang tersebut dan bungkil kakao tertahan di dalam silinder. Proses sekali pengempaan lemak kakao biasanya berlangsung selama 7-15 menit. 4. Kriteria Mutu Lemak Kakao Lemak kakao yang dihasilkan dari proses pengempaan memiliki nilai mutu yang tidak sama. Untuk menentukan apakah lemak kakao yang dihasilkan memiliki nilai mutu yang baik atau tidak maka harus dilihat berdasarkan kriteriakriteria mutu lemak kakao yang ada. Kriteria atau dasar dari penilaian mutu lemak kakao adalah berupa nilai dari tingkat kekerasan, proses kristalisasi pada lemak kakao, dan juga tingkat titik cair dari lemak kakao tersebut. Lemak kakao yang baik memiliki tingkat kekerasan serta titik cair yang cukup tinggi agar lemak kakao tersebut tidak mudah mencair apabila disimpan pada suhu tertentu dengan waktu yang cukup lama. Lemak kakao berbentuk padat pada suhu kamar, menurut SNI (Anonim, 1995) lemak kakao yang baik memiliki rentang titik cair C. Sedangkan lemak kakao yang baik harus memiliki tingkat kristalisasi yang rendah hal ini agar menekan proses blooming atau proses terdifusinya gula ke permukaan yang menimbulkan bintik-bintik putih pada permukaan adonan cokelat apabila lemak digunakan untuk campuran pembuatan permen cokelat (Mulato dan Widyotomo, 2003). 18

26 III. BAHAN DAN METODE A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian mengenai penegempaan kakao ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober Sedangkan tempat penelitiannya berlokasi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember yang tepatnya di Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pengolahan. Laboratorium ini merupakan tempat dibuatnya rekayasa alat dan mesin pengolahan kopi kakao mulai dari proses pasca panen hingga pengolahan produk jadi. Selain itu dilingkungan laboratorium ini terdapat pabrik pupuk organic dan pabrik olahan makanan yang berasal dari bahan baku kakao serta kopi. pada pabrik olahan makanan tersebut penelitian banyak dilakukan. B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan kakao jenis Bulk atau lindak. Diambil dari dua kebun yang berbeda, untuk kakao yang telah difermentasi menggunakan kakao dari perkebunan kakao di Glemor, Banyuwangi, sedangkan untuk kakao yang tidak difermentasi (sebagai kontrol pembanding) berasal dari perkebunan percobaan PUSLIT Kaliwining, Jember. Biji kakao ini kemudian diolah (Gambar 8) menjadi daging biji kakao (nib), pasta kakao kasar, dan pasta kakao halus sebagai variasi i bahan baku proses pengempaan (Gambar 9). Sedangkan peralatan yang akan digunakan selama penelitian ini dilakukan adalah mesin penyangrai biji kakao, mesin pemisah nib, mesin pemasta kasar, mesin penghalus cokelat (refiner), mesin pengempa hidrolik, kako tester oven penyimpan bahan cokelat, timbangan digital, oven kadar air, cawan, gelas ukur, wadah tampung lemak, kantung pasta, stopwatch, kabel termokopel, komputer, data logger 20 saluran, amperemeter, tachometer, plastik penampung biji kakao, dan label. 19

27 Biji Kakao Proses Penyangraian Biji Kakao Setelah Penyangraian Proses Pemisahan nib nib Bahan Baku 1 Proses Pemastaan Kasar Pasta Kakao Kasar Bahan Baku 2 Proses Penghalusan Pasta Pasta Kakao Halus Bahan Baku 3 Gambar 8. Proses mendapatkan bahan baku untuk pengempaan. 20

28 Gambar 9. Daging biji (nib), pasta kasar, dan pasta halus. C. PERLAKUAN Perlakuan yang diberikan pada mesin pengempa hidrolik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. kombinasi tingkat kekasaran bahan baku (biji kakao, pasta halus, dan pasta kasar); 2. kombinasi berat umpan (100, 200, 300, 400, 500, 750, dan 1000 g); 3. kombinasi suhu penyimpanan di oven selama 24 jam sebelum proses pengempaan dilakukan (suhu lingkungan, suhu 40 C dan suhu 45 C). D.PENGAMATAN Pengamatan yang dilakukan selama penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kapasitas pengempaan KP = BM / t Dimana : KP = Kapasitas Pengempaan (g/menit) BKM = Berat Kakao Masuk (g/menit) t = Waktu Pengempaan (menit) 2. Gaya hidrolik maksimal yang diciptakan Fm = Pm x As 21

29 Dimana : Fm = Gaya Mesin Pengempa (Newton) Pm = Tekanan Mesin Pengempa (Pascal) As = Luas Permukaan Bidang Sentuh Tekan (m 2 ) 3. Konsumsi energi a) Motor listrik satu fase KE = V x I x t b) Motor listrik tiga fase KE = 3 (V x I x t) Dimana : KE = Konsumsi Energi (KWh) V = Tegangan (volt) I = Arus (ampere) t = Waktu (jam) Dimana : KE = Konsumsi Energi (KWh) V = Tegangan (volt) I = Arus (ampere) t = Waktu (jam) 4. Rendemen lemak hasil pengempaan Rl = (Bl / Bin) x 100% Dimana : Rl = Rendemen Lemak Yang Dihasilkan (%) Bl = Berat Lemak Yang Dihasilkan (g) Bin = Berat Input Kakao (g) 5. Suhu rata-rata ruang penyangraian Pengamatan suhu ruang penyangraian di butuhkan untuk dapat menjaga kestabilan suhu yang diciptakan oleh mesin penyangrai agar kakao yang dihasilkan memiliki kualitas yang sama. Suhu ruang penyangraian diamati dengan mengunakan termokopel yang dihubungkan dengan sistem pencatat data fluke pada komputer. Titik pengukuran suhunya hanya pada ruang penyangraian saja. 22

30 E. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dekskriptif dengan analisa grafis. Metode ini menampilkan data dalam bentuk grafik kemudian menganalisanya. Penelitian ini terbagi dalam 2 tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap kedua merupakan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kareteristik bahan baku yaitu kakao lindak (Theobroma Cacao L) serta mengolah biji kakao menjadi bahan siap kempa. Penelitian pendahuluan terdiri dari mengukur kadar air, kadar kulit, kadar lemak, mutu biji kakao sebagai bahan baku olahan. Setelah itu penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan proses penyangraian, proses pisah kulit, proses pemastaan kasar, dan proses pemastaan halus biji kakao. Penelitian urtama merupakan penelitian yang berfungsi untuk mencari kondisi optimum dari proses pengempaan kakao yang dilakukan menggunakan mesin pengempa hidrolik. Penelitian utama ini dibagi menjadi tiga tahap penelitian yaitu: Tahap I, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum dari perbedaan jenis input yang hendak dikempa. Jenis input yang digunakan adalah nib kakao, pasta kasar, dan pasta halus. Kondisi terbaik yang diperoleh menjadi dasar tahap-tahap berikutnya. Tahap II, penelitian yang mencari kondisi optimum dari perbedaan berat input yang hendak dikempa (100, 200, 300, 400, 500, 750, 1000 g), dengan menggunakan jenis input sama yaitu hasil paling optimum dari penelitian utama tahap I. Kondisi optimum dari penelitian tahap II ini akan digunakan pada penelitian utama tahap III. Tahap III, penelitian utama tahap akhir yang berfungsi untuk mengetahui kondisi paling optimum dari perbedaan suhu penyimpanan input, suhu yang digunakan untuk menyimpan input yaitu suhu 40, 45, dan suhu lingkungan. Hasil dari tahap ini merupakan kondisi optimum akhir dari proses pengempaan yang dilakukan yang terdiri dari perbedaan jenis input, berat input, dan suhu penyimpanan input. 23

31 1. Penelitian Pendahuluan a) Mengukur kadar air biji kakao Prinsip : pengurangan bobot selama 16 jam pengeringan dalam oven yang terkontrol pada suhu (103 ± 2) C. Prosedur pengukuran : i. keringkan cawan dan tutupnya pada 103 ± 1º C selama 1 jam. Setelah itu cawan dan tutupnya didinginkan; ii. timbang cawan dan tutupnya yang telah didinginkan catat sebagai nilai m0; iii. ambil sampel kakao sebanyak 12 g, kemudian tumbuk selama kurang dari 1 menit sehingga ukurannya kurang dari 5 mm; iv. ambil sampel kakao yang telah ditumbuk tadi sebanyak 10 g, masukan ke dalam cawan lalu ditutup kemudian ditimbang catat sebagai nilai m1; v. masukkan cawan yang telah berisi sampel ke dalam oven yang telah dipanaskan pada suhu 103 ± 1ºC. setelah dimasukkan buka tutup cawan kemudian letakkan di dekat cawan. Dibiarkan selama 16±1 jam. Sebelum dikeluarkan cawan ditutup kembali, setelah itu didinginkan dan ditimbang catat sebagai nilai m2; vi. pengujian kadar air dengan sampel yang sama dilakukan dua kali pengulangan; vii. kadar air sebagai susut bobot dihitung sebagai berikut Dimana : m0 = berat cawan + tutup (g) (m1-m2) X 100 % m1 = berat cawan + tutup (m1-m0) dan sampel sebelum pengeringan (g) m2 = berat cawan + tutup dan sampel setelah pengeringan 24

32 b) Mengukur kerapatan curah biji kakao sebelum dan sesudah sangrai Kerapatan curah diukur dengan rumus sebagai berikut: Dimana : ρ = massa jenis atau kerapatan (kg/m 3, g/ml); ρ = m / V m = massa (kg, g) V = volume (m 3, ml) c) Mengukur kadar kulit biji kakao Prinsip : pemisahan secara visual dan penimbangan. Prosedur pengukuran : i. timbang contoh uji dari biji kakao yang masih utuh kulitnya, sebanyak ± 100 g; ii. kemudian pisahkan kulit dari keping bijinya dan pindahkan kulit dan keping tersebut ke dalam kaca arloji/cawan yang berlainan yang telah diketahui bobotnya; iii. timbang masing-masing kaca arloji/cawan yang berisi kulit dan keping biji; iv. cara menyatakan hasil yaitu kadar kulit dan kadar keping biji masing-masing dinyatakan dalam persentase bobot per bobot, dengan menggunakan perhitungan M0 adalah bobot contoh uji, g; (M2 M1) x 100% M1 adalah bobot cawan kosong, g; MO M2 adalah bobot cawan dan kulit/keping biji,g. d) Mengukur kadar lemak biji kakao Prinsip : ekstraksi lemak biji kakao dengan menggunakan pelarut organik non polar (petroleum benzen 40 C sampai dengan 60 C). Prosedur pengukuran : i. siapkan bahan yang hendak diuji, dengan cara disaring dengan saringan bubuk agar memiliki ukuran partikel yang sama; 25

33 ii. siapkan kertas saring untuk membungkus bahan uji dengan dipotong berbentuk lingkaran yang diameternya ± 10 cm. apabila kertas saring merupakan kertas saring halus maka dilapisi 2 lapis kertas saring; iii. masukan kertas saring kedalam cawan kemudian dimasukkan kedalam oven selama 1 jam dengan suhu 100ºC; iv. timbang cawan dan kertas saring yang telah dioven, yang sebelumnya didinginkan selama 1 jam; v. masukan sample ke dalam kertas saring lalu dilipat,masukan kedalam cawan lalu dioven pada suhu 100ºC selama ± 16 jam; vi. timbang sample dan cawan yang telah dioven,; vii. persiapkan soxhlet yang hendak digunakan, isi labu didih dengan ± 250 ml petroleum benzene; viii. masukan sample kedalam soxhlet kemudian nyalakan mesin pemanasnya, pastikan air pendingin tetap mengalir pada saat soxhlet difungsikan; ix. tunggu proses ekstraksi lemak tersebut selama 16 kali sirkulasi petroleum atau ± selama 8 jam; x. setelah 8 jam ambil sample kemudian langsung dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100ºC selama ± 4 jam; xi. setelah 4 jam diginkan sample selama ± 1 jam, kemudian ditimbang maka akan didapat nilai kadar lemaknya. Rumus Perhitungan : D = B A E = C A G = C F ( F E ) % Kadar Lemak = X 100 % C dimana : A adalah berat plate, g; B adalah berat plate + contoh, g; C adalah berat setelah di oven, g; D adalah berat contoh basah, g; 26

34 E adalah berat contoh kering, g; F adalah berat setelah ekstraksi setelah 8 jam, g; G adalah berat lemak, g. e) Perhitungan jumlah biji kakao per 100 g untuk menentukan mutu biji Prinsip : penimbangan dan penghitungan Prosedur pengukuran : i. timbang contoh uji ± 100 g; ii. hitung jumlah biji yang terdapat dalam 100 g tersebut (x). iii. hasil uji dinyatakan sesuai dengan jumlah biji yang dihitung dalam 100 g contoh uji, kriteria mutu biji kakao sebagai berikut : a) jumlah biji (x) sampai dengan 85 biji, dinyatakan AA; b) jumlah biji (x) dari 86 biji sampai dengan 100 biji, dinyatakan A; c) jumlah biji (x) dari 101 biji sampai dengan 110 biji, dinyatakan B; d) jumlah biji (x) dari 111 biji sampai dengan 120 biji, dinyatakan C; e) jumlah biji (x) melebihi dari 120 biji, dinyatakan S. f) Melakukan proses penyangraian biji kakao Proses sangrai dilakukan pada mesin sangrai tipe silinder dengan bahan bakar minyak tanah. Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch. Sumber panas diperoleh dari pembakaran minyak tanah (kerosene) dengan alat pembakar (burner). Suhu ruang sangrai dapat diatur antara ºC, namun suhu sangrai yang umum untuk biji kakao adalah antara ºC. waktu sangrai berkisar 15 sampai 50 menit tergantung pada jumlah biji kakao yang disangrai dan kadar airnya. Mesin sangrai dilengkapi dengan pendingin tipe bak dengan sistem hisapan udara menggunakan kipas sentrifugal. Waktu pendinginan optimum berkisar antara 8-10 menit dan sudah ckup untuk mencegah biji kakao menjadi gosong (over roasted) (Sri Mulato, et al., 2005). Untuk menidentifikasi suhu selama proses penyangraian maka di pasang termokopel untuk diambil data suhunya. 27

35 g) Melakukan proses pemisahan nib Proses pemisahan nib dari kulitnya dilakukan secara mekanis dengan menggunakan mesin pemisah kulit dan nib kakao. Mesin ini akan menghasilkan fraksi nib dan fraksi kulit dengan ukuran dan sifat fisik yang berbeda secara bersamaan. Saat membentur silinder pemecah yang berputar, nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan seragam. Kulit biji dipisahkan dengan cara hisapan (pneumatic). Meskipun demikian tidak seluruh butiran nib akan dipisahkan dari partikel kulit secara sempurna. Oleh karena itu pada penelitian pendahuluan ini akan dihitung persentase kulit terikut nib maupun persentase nib terikut kulit, dengan metode perbandingan bobot. h) Melakukan proses pemastaan Sebelum masuk prose pengempaan pada umumnya nib harus berbentuk pasta atau cairan kental. Hal ini dilakukan agar lemak pada nib dapat keluar hingga mudah untuk dipisahkan pada proses pengempaan. Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan dua jenis pemastaan, yaitu pemastaan kasar dan pemastaan halus. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi tingkat kekasaran pada proses pengempaan. Proses awal yang dilakukan adalah membuat pasta kasar dengan menggunakan mesin pemasta kasar tipe silinder. Hasilnya akan tercipta pasta kasar dengan kehalusan butiran > 40 mư. Setelah itu sebagian pasta ada yang langsung dikempa tapi sebagian lagi masuk ke dalam penghalus bahan cokelat (refiner) untuk mendapatkan pasta yang lebih halus dengan ukuran partikel < 20 mư. Setelah itu pasta halus masuk ke dalam proses pengempaan. 2. Prosedur Pengempaan Mekanik Tujuan pengempaan adalah untuk mengetahui jumlah lemak yang dapat keluar dari berbagai kondisi pengempaan yang dilakukan (berat kantung, tingkat kekasaran, dan suhu penyimpanan input di dalam oven sebelum dikempa). 28

36 Langkah-langkah penelitian pengempaan adalah sebagai berikut : i. masukkan input (nib, pasta kasar, dan pasta halus) ke dalam kantung kain, kemudian timbang dengan berat tertentu (100, 200, 300, 400, 500, 750, dan 1000 g) ; ii. masukan input yang telah dimasukkan di dalam kain ke dalam oven dengan set suhu tertentu (45ºC, 40ºC, dan suhu lingkungan) selama ± 24 jam; iii. menghitung luas permukaan sentuh tekan pada komponen mesin pengempa, untuk meghitung gaya hidrolik maksimal yang akan didapat dari proses pengempaan yang akan dilakukan; iv. mempersiapkan mesin pengempa hidrolik untuk diaktifkan menyiapkan wadah plastik ukur untuk menampung lemak; v. mengaktifkan mesin pengempa sehingga siap dioperasikan; vi. memasukkan kombinasi bahan sebagai input; vii. mulai melakukan proses pengempaan dengan di mulai dari tingkatan tekanan minimal hingga maksimal dengan waktu tertentu hingga input pada saat di kempa tidak mengeluarkan lemak lagi; viii. mengukur arus listrik dengan mengunakan amperemeter pada saat setiap kenaikan tingkatan tekanan; ix. mengukur putaran motor mesin pengempa menggunakan tachometer, setiap kenaikan tingkatan tekanan; x. mengukur waktu lamanya proses pengempaan yang berlangsung serta menimbang berat lemak dan bungkil yang dihasilkan; xi. satu situasi kondisi input pemgempaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. 29

37 F. KONTRUKSI DAN MEKANISME KERJA ALAT 1. Kontruksi Alat Mesin pengempa lemak kakao secara garis besar terdiri dari unit rangka, unit pengempaan, unit saringan silinder cetakan, unit motor listrik sebagai tenaga penggerak pompa hidrolik, dan unit pompa hidrolik yang disertai dengan tangki oli beserta selang-selang sirkulasi oli dan pressure valve otomatis (Gambar 10). Unit rangka terbuat dari besi profil U dengan tebal 8 mm, untuk rangka dudukan terbuat pegas hidrolis yang terdiri dari tiga buah pipa dengan diameter 57 mm. Berfungsi sebagai rangka dasar adalah meja besi yang terdiri dari meja dudukan tangki oli serta motor listrik, meja alas proses pengepresan lemak dengan tebal meja 10 mm, dan meja dudukan silinder pengempa. Unit pengempa terdiri dari silinder piston, piston pengempa, dan piringan pengempa yang semuanya terbuat dari besi baja. Silinder piston berukuran tinggi 380 mm dengan diameter 56 mm. Piston pengempa memiliki tinggi 500 mm dan diameter 45 mm, sedangkan piringan pengempa memiliki tinnggi 30 mm dengan diameter 151 mm. Untuk menaik-turunkan piston pengempa dilengkapi tuas handel. Pada meja pengempa terdapat alas papan berukuran 545 x 570 x 30 mm dengan bingkai papan berukuran 560 x 315 x 20 mm yang berfungsi untuk mengarahkan lemak hasil pengempaan ke meja penampung lemak yang terbuat dari plat besi dengan tebal 3 mm diameter meja 395 mm. Unit saringan cetakan terdiri dari silinder saringan yang terbuat dari stainless steel berukuran tinggi 175 mm dengan diameter 159 mm. Selain itu terdapat pula cetakan sebagai dasar silinder saringan yang juga terbuat dari stainless steel yang berukuran 19 mm untuk tebalnya sedangkan diameternya 151 mm. 30

38 Gambar 10. Unit motor listrik, pompa hidrolis, dan saringan silinder pada mesin pengempa kakao. 2. Mekanisme Kerja Alat Setelah motor listrik dihidupkan dengan menekan tombol on-off, maka pompa berputar menghisap dan mengedarkan oli dari tangki ke selang-selang sirkulasi, menuju silinder-piston pengempa, dan kembali lagi ke tangki oli. Tuas handel yang dapat digerakkan ke atas atau ke bawah secara perlahan atau cepat berhubungan dengan pressure valve otomatis. Bila tuas digerakkan ke atas piston pengempa bergerak turun melakukan pengempaan, sedangkan bila tuas digerakkan ke bawah maka piston pengempa bergerak ke atas tidak melakukan pengempaan. Kemudian sejumlah berat input kakao yang dibungkus dengan kain dan diikat dengan tali benang, dimasukkan ke saringan cetakan. Dengan 31

39 menggerakkan tuas handel ke arah atas secara perlahan, maka piston pengempa bergerak turun untuk mengempa input. Pengempaan berlangsung selama 7-15 menit. Pengempaan terakhir dilakukan sampai skala jarum indikator pada alat ukur pressure gage mencapai sekitar 200 kg/cm 2. Lemak cair yang keluar hasil pengempaan ditampung di tabung ukur. Sistem penerusan daya mesin pengempa lemak kakao tipe hidrolik ini menggunakan oli. Oli tersebut diedarkan dengan menggunakan selang sirkulasi. Oli-oli tersebut terus bersikulasi dengan adanya pompa hidrolik yang digerakkan oleh motor listrik. 32

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pengukuran Bahan Baku Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini merupakan biji kakao jenis bulk,yang berasal dari perkebunan Glemor, Banyuwangi untuk biji kakao fermentasi dan perkebunan percobaan PUSLIT Kaliwining, Jember untuk biji kakao non fermentasi. Dikemas dalam karung yang bobot masingmasing karung berbobot 50 kilog. Pengukuran kriteria mutu mutu yang perlu dilakukan : 1. Pengukuran kadar air, %; 2. Pengukuran kerapatan curah, g/ml; 3. Pengukuran kadar kulit, %; 4. Pengukuran jumlah biji/100 g, biji; 5. Pengukuran kadar lemak, %. Biji Kakao Fermentasi a. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air awal menggunakan alat KAKO TESTER dengan nomor alat II 068 dan persamaan kurvanya adalah Y = ( X ) / r, dimana nilai r =0.94. Dari pengukuran yang dilakukan didapat bahwa kadar air awal kakao fermentasi memiliki kadar air sebesar 7.3 % (di alat menunjukkan nilai 6.4). b. Pengukuran kerapatan curah Dari data pengukuran diperoleh nilai kerapatan curah rata-rata dari biji kakao fermentasi sebesar gr/ ml. Pengukuran dilakukan dengan lima ulangan dengan massa biji tetap yaitu sebesar 200 g (Tabel 1). 33

41 Tabel 1. Data pengukuran kerapatan curah biji kakao fermentasi Massa Biji (g) Volume Biji (ml) Kerapatan Biji (g/ml) c. Pengukuran kadar kulit Dari hasil pengukuran (Tabel 2) didapat nilai kadar kulit rata-rata dari biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku adalah 12.74%, nilai ini masih dalam persyaratan mutu biji kakao sebagai bahan baku produk. Tabel 2. Data pengukuran kadar kulit biji kakao fermentasi. Berat Wadah (g) Berat Sampel (g) Berat Kulit (g) Kadar Kulit (%) d. Pengukuran jumlah biji/100 g Dari hasil uji fermentasi sebelumnya yang didapat nilai sebagian besar merupakan biji fermentasi sempurna, dan diperoleh dari pengukuran jumlah rataan biji per 100 g sebanyak 87.6 biji/100 g (Tabel 3), jumlah biji masih dalam kisaran biji maka biji kakao tersebut memiliki mutu A. 34

42 Tabel 3. Data pengukuran jumlah biji/100 g biji kakao fermentasi Sampel Jumlah Biji (Biji) Rataan 87.6 e. Pengukuran kadar lemak Nilai rataan kadar lemak biji kakao fermentasi dari data perhitungan (Tabel 4) sebesar 52.94%. Tabel 4. Data pengukuran kadar lemak biji kakao fermentasi Contoh Biji Kakao Fermentasi 1 Biji Kakao Fermentasi 2 Berat Plate A (g) Berat Plate + Contoh B (g) Berat Setelah di Oven C (g) Berat Contoh Basah D (g) Berat Contoh Kering E (g) Berat Setelah Ekstraksi 8 Jam F (g) Berat Lemak (g) % Kadar Lemak % % Biji Kakao Non Fermentasi 1. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air awal biji kakao non fermentasi menggunakan alat KAKO TESTER. Dari pengukuran yang dilakukan didapat bahwa kadar air awal kakao fermentasi memiliki kadar air sebesar 7.0 % (di alat menunjukkan nilai 5.8). 35

43 2. Pengukuran kerapatan curah Dari data pengukuran (Tabel 5) diperoleh nilai kerapatan curah rata-rata dari biji kakao fermentasi sebesar gr/ ml. Tabel 5. Data pengukuran kerapatan curah biji kakao non fermentasi Massa Biji (g) Volume Biji (ml) Kerapatan Biji (g/ml) Pengukuran kadar kulit Dari tabel pengukuran (Tabel 6) didapat persentase kadar kulit rata-rata dari biji kakao non fermentasi adalah %. Nilai yang cukup besar tersebut disebabkan ukuran biji kakao non fermentasi yang relatif kecil. Tabel 6. Data pengukuran kadar kulit biji kakao non fermentasi Berat Wadah Berat Sampel Berat Kulit (g) Kadar Kulit (%) (g) (g)

44 4. Pengukuran jumlah biji/100 g Dari data pengukuran jumlah biji (Tabel 7) didapat bahwa rataan jumlah biji per 100 g adalah sebesar 142 biji/100 g). Dilihat dari ketentuan mutu maka mutu biji kakao non fermentasi ini memiliki tingkatan mutu buji S, jumlah biji per 100 g lebih dari 120 biji. Tabel 7. Data pengukuran jumlah biji/100 g dari biji kakao non fermentasi Sampel Jumlah Biji (Biji) Rataan Pengukuran kadar lemak Nilai rataan kadar lemak biji kakao non fermentasi dari data perhitungan (Tabel 8) sebesar %. Tabel 8. Data pengukuran kadar lemak biji kakao non fermentasi Contoh Biji Kakao Non Fermentasi 1 Biji Kakao Non Fermentasi 2 Berat Plate A (g) Berat Plate + Contoh B (g) Berat Setelah di Oven C (g) Berat Contoh Basah D (g) Berat Contoh Kering E (g) Berat Setelah Ekstraksi 8 Jam F (g) Berat Lemak (g) % Kadar Lemak % % 37

45 2. Proses Penyangraian Biji Kakao Biji Kakao Fermentasi 1. Persentase berat hasil penyangraian a. Berat sebelum sangrai = 8.00 kg b. Berat / persentase setelah sangrai = 7.66 kg / % c. Berat / persentase yamg hilang = 0.34 kg / 4.25 % 2. Keperluan Bahan bakar (bensin p = 804 kg/liter) a. Berat tabung sebelum penyangraian (m ) = kg b. Berat tabung setelah penyangraian (m` ) = kg c. Berat terpakai (m-m`) = kg d. v = kg / 804 kg/liter = liter = 0.45 ml Liter 3. RPM Dalam pengukuran RPM mesin sangrai ini dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu pada silinder dan belt mesin sangrai yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya sendiri dilakukan tiap sepuluh menit sekali, pengukuran menggunakan Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada belt mesin penyangrai nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. 38

46 Tabel 9. Data pengukuran RPM mesin sangrai pada proses penyangraian biji kakao fermentasi Waktu (menit) RPM Silinder RPM Belt Waktu Penyangraian Waktu yang dibutuhkan dalam proses penyangraian biji kakao fermentasi ini adalah 47 menit. 5. Kebutuhan Energi (motor satu fase) a. Kebutuhan Energi (KWh) = (V x I x t) / 60 b. V mesin sangrai = 220 volt c. I rata-rata = 2.7 ampere d. Waktu penyangraian = 47 menit e. Kebutuhan energi = ( 220 v x 2.7 A x 47 menit) / 60 menit = kwh. 6. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air setelah proses penyangraian dilakukan dengan menggunakan metode oven, dimana persentase kadar air dinilai dari jumlah air yang hilang selama proses penyangraian. Dari data pengukuaran (Tabel 10) didapat nilai kadar air rata-rata setelah proses penyangraian adalah 4.33 %. 39

47 Tabel 10. Data pengukuran kadar air biji kakao fermentasi setelah proses penyangraian Sampel Berat Cawan,m0 Berat Cawan dan Sampel Sebelum Penyangraian,m1 Berat Cawan dan Sampel Setelah Penyangraian,m2 Kadar Air (%) (g) (g) (g) Pengukuran suhu pada ruang sangrai Pengukuran suhu pada mesin penyangrai ini menggunakan alat termokopel yang tersambung dengan fluks 20 chanel, pengukuaran dilakukan setiap 2 menit sekali. Di peroleh data pengukuran seperti pada tabel 11, dimana suhu tertinggi ruang sangrai adalah 150 C sedangkan suhu terendah adalah 125 C. Tabel 11. Data pengukuran suhu ruang sangrai pada proses penyangraian biji kakao fermentasi Waktu Suhu ( C) Waktu Suhu ( C) (menit) (menit)

48 Biji Kakao Non Fermentasi 1. Persentase berat hasil penyangraian a. Berat sebelum sangrai = 8.00 kg b. Berat / persentase setelah proses penyangraian = 7.70 kg / % c. Berat / persentase yang hilang = 0.30 kg / 3.75 % 2. Keperluan Bahan bakar (bensin p = 804 kg/liter) a. Berat tabung sebelum penyangraian (m ) = kg b. Berat tabung setelah penyangraian (m` ) = kg c. Berat terpakai (m-m`) = kg d. v = kg / 804 kg/liter = liter = ml Liter 3. RPM Dalam pengukuran RPM mesin sangrai pada proses penyangraian biji kakao non fermentasi dilakukan pada silinder dan belt mesin sangrai yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya dilakukan tiap sepuluh menit sekali, pengukuran menggunakan Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada belt mesin sangrai ini nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Data pengukuran RPM mesin sangrai pada proses penyangraian biji kakao non fermentasi Waktu (menit) RPM Silinder RPM Belt

49 4. Waktu Penyangraian Waktu yang dibutuhkan dalam proses penyangraian biji kakao non fernmentasi ini adalah 45 menit. Waktu tersebut lebih singkat dibandingkan dengan penyangraian biji kakao fermentasi hal ini disebabkan ukuran biji kakao non fermentasi yang relatif lebih kecil, sehingga proses penyangraiannya cenderung lebih cepat dan mudah dilakukan. 5. Kebutuhan Energi (motor satu fase) a. Kebutuhan Energi (kwh) = (V x I x t) / 60 b. V mesin sangrai = 220 volt c. I rata-rata = ampere d. Waktu penyangraian = 45 menit e. Kebutuhan energi =( 220 v x A x 45 menit) / 60 menit = kwh 6. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air biji kakao non fermentasi setelah proses penyangraian dilakukan dengan menggunakan metode oven, dimana persentase kadar air dinilai dari jumlah air yang hilang selama proses penyangraian. Dari data pengukuran (Tabel 13) didapat nilai kadar air ratarata setelah proses penyangraian adalah 4.33 %. Tabel 13. Data pengukuran kadar air biji kakao non fermentasi setelah proses penyangraian Sampel Berat Cawan,m0 Berat Cawan dan Sampel Sebelum Penyangraian,m1 Berat Cawan dan Sampel Setelah Penyangraian,m2 Kadar Air (%) (g) (g) (g)

50 7. Pengukuran suhu ruang sangrai Pengukuran suhu pada mesin penyangrai ini menggunakan alat termokopel yang tersambung dengan data logger 20 saluran, pengukuaran dilakukan setiap 2 menit sekali. Di peroleh data pengukuran suhu runag sangrai pada proses penyangraian biji kakao non fermentasi seperti pada tabel 14, dimana suhu tertinggi ruang sangrai adalah 160 C sedangkan suhu terendah adalah 120 C. Tabel 14. Data pengukuran suhu ruang sangrai pada proses penyangraian biji kakao non fermentasi Waktu Suhu ( C) Waktu Suhu ( C) (menit) (menit)

51 3. Proses Pemisahan Kulit Biji Kakao Biji Kakao Fermentasi 1. Persentase berat a. Berat masuk proses pisah kulit = 7.66 kg b. Berat keluar proses pisah kulit / persentase = 6.34 kg / % c. Berat kulit ikut nib / persentase = 44 g / 0.69 % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemisahan kulit biji kakao yang di fermentasi adalah selama 29 menit. 3. Kebutuhan Energi (motor satu fase) a. V (tegangan) mesin pemisah kulit = 220 volt b. I (arus) rata-rata mesin pemisah kulit = 2.55 ampere c. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemisahan kulit = 29 menit d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan = ( 220 v x 2.55 A x 29 menit) / 60 menit = kwh 4. RPM Pengukuran RPM mesin pisah kulit ini dilakukan di belt dan pisau yang terdapat pada mesin yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya dilakukan tiap lima menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada belt adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada pisau mesin pemisah kulit nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

52 Tabel 15. Data pengukuran RPM mesin pisah kulit pada proses pemisahan kulit biji kakao fermentasi Waktu (menit) RPM belt RPM pisau Biji Kakao Non Fermentasi 1. Persentase berat a. Berat masuk = 7.70 kg b. Berat keluar / %= 5.87 kg / % c. Berat kulit ikut nib / % = g / 5.26 % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemisahan kulit biji kakao non fermentasi jauh lebih lama dibandingkan dengan proses pemisahan kulit pada biji kakao fermentasi yaitu selama 45 menit. Hal ini disebabkan dengan diperlukan proses pemisahan kulit ulangan untuk menyempurnakan proses pisah kulit dikarenakan ukuran biji yang berukuran kecil sehingga terdapat sebagian biji yang tidak melewati proses pengupasan. 3. Kebutuhan Energi (motor satu fase) a. V(tegangan) mesin pemisah kulit = 220 volt b. I (arus) rata-rata mesin pemisah kulit = 2.77 ampere c. Waktu yang dibutuhkan dalam pemisahan kulit = 45 menit d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam pemisahan kulit = ( 220 v x 2.77 A x 45 menit) / 60 menit = kwh 45

53 4. RPM Pengukuran RPM mesin pisah kulit pada proses pemisahan kulit biji kakao non fermentasi ini dilakukan di belt dan pisau yang terdapat pada mesin yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya dilakukan tiap lima menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada belt adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada pisau mesin pemisah kulit ini nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Data pengukuran RPM mesin pisah kulit pada proses pemisahan kulit biji kakao non fermentasi Waktu (menit) RPM belt RPM pisau

54 4. Proses Pemastaan Kasar Biji Kakao Fermentasi 1. Persentase berat a. Berat yang masuk proses pemastaan kasar = g b. Berat yang keluar proses pemastaan kasar / persentasenya = g / % c. Berat yang hilang selama proses pemastaan kasar / persentasenya = g / 7.47 %. 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan selama proses pemastaan kasar berlangsung adalah 13 menit. 3. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pemasta kasar = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 2.90 ampere c. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemastaan kasar = 13 menit d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam proses pemastaan kasar = 3 ( 380 v x 2.90 A x 13 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 4. RPM Pengukuran RPM mesin pemasta kasar pada proses pembentukan pasta kasar dari biji kakao fermentasi ini dilakukan di dua tempat yaitu silinder dan belt yang berputar pada mesin yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya dilakukan tiap tiga menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada belt mesin pemasta kasar nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

55 Tabel 17. Data pengukuran RPM mesin pemasta kasar pada proses pemastaan kasar biji kakao fermentasi Waktu (menit) RPM silinder RPM belt Biji Kakao Non Fermentasi 1. Persentase berat a. Berat yang masuk pada proses pemastaan kasar = g b. Berat keluar pada proses pemastaan kasar / persentasenya = g / % c. Berat yang hilang selama proses pemastaan kasar / persentasenya = g / 9.25 %. 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pemastaan kasar biji kakao non fermentasi adalah 18 menit. Waktu pemastaan lebih lama dibandingkan proses pemastaan biji kakao fermentasi dikarenakan kandungan lemak yang lebih kecil sehingga pasta lebih kental atau padat. 3. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pemasta kasar = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 2.75 ampere c. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemastaan kasar = 18 menit d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam proses pemastaan kasar = 3 ( 380 v x 2.75 A x 18 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 48

56 4. RPM Pengukuran RPM mesin pemasta kasar pada proses pembentukan pasta kasar dari biji kakao non fermentasi ini dilakukan di dua tempat yaitu silinder dan belt yang berputar pada mesin yang sedang beroperasi. Proses pengukurannya dilakukan tiap tiga menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Sedangkan untuk nilai RPM pada belt mesin pemasta kasar nilai terbesarnya adalah dan untuk nilai terkecilnya. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Data pengukuran RPM mesin pemasta kasar pada proses pemastaan kasar biji kakao non fermentasi. Waktu (menit) RPM silinder RPM belt Proses Pemastaan Halus Proses Pemastaan Halus (1): 1. Persentase berat a. Berat yang masuk dalam proses pemastaan halus 1 = g b. Berat yang keluar dalam proses pemastaan halus 1 / persentasenya = g / % c. Berat yang hilang selama proses pemastaan halus 1 / persentasenya = 91.8 g / 3.85 % 49

57 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan selama proses pemastaan halus 1 ini berlangsung adalah 26 menit. 3. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pemasta halus =380 volt b. I (arus) rata-rata = 2.21 ampere c. Waktu yang di butuhkan selama proses pemastaan halus 1 = 26 menit d. Kebutuhan energi yang di butuhkan selama proses pemastaan halus = 3 ( 380 v x 2.21A x 26 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 4. RPM Silinder / Waktu Pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pembentukan pasta halus dari biji kakao fermentasi ini dilakukan hanya di satu tempat yaitu hanya di silinder saja namun pengukuran dilakukan di lima silinder mesin yang berbeda. Proses pengukurannya dilakukan tiap tiga menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder secara keseluruhan mulai dari silinder 1 hingga lima adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

58 Tabel 19. Data pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pemastaan halus 1 Waktu (menit) RPM Silinder 1 RPM Silinder 2 RPM Silinder 3 RPM Silinder 4 RPM Silinder Proses Pemastaan Halus (2): 1. Persentase berat a. Berat yang masuk dalam proses pemastaan halus 2 = g b. Berat yang keluar dalam proses pemastaan halus 2 / persentasenya = g / % b. Berat yang hilang selama proses pemastaan halus 2 / persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pemastaan halus 2 ini adalah 23 menit. 3. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pemasta halus = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 2.22 ampere c. Waktu yang di butuhkan selama proses pemastaan halus 2 = 23 menit 51

59 d. Kebutuhan energi yang di butuhkan selama proses pemastaan halus = 3 (380 v x 2.22 A x 23 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 4. RPM Silinder / Waktu Pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pembentukan pasta halus dari biji kakao fermentasi ini dilakukan hanya di satu tempat yaitu hanya di silinder saja namun pengukuran dilakukan di lima silinder mesin yang berbeda. Proses pengukurannya dilakukan tiap tiga menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder secara keseluruhan mulai dari silinder 1 hingga lima adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Data pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pemastaan halus 2. Waktu (menit) RPM Silinder 1 RPM Silinder 2 RPM Silinder 3 RPM Silinder 4 RPM Silinder

60 Proses Pemastaan Halus (3): 1. Persentase berat a. Berat yang masuk dalam proses pemastaan halus 3 = g b. Berat yang keluar dalam proses pemastaan halus 2 / persentasenya = g / % b. Berat yang hilang selama proses pemastaan halus 2 / persentasenya = 0.8 g / 0.04 %. 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pemastaan halus 3 ini adalah 31 menit. 3. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pemasta halus = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu yang di butuhkan selama proses pemastaan halus 3 = 31 menit d. Kebutuhan energi yang di butuhkan selama proses pemastaan halus = 3 (380 v x A x 31 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 4. RPM Silinder / Waktu Pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pembentukan pasta halus dari biji kakao fermentasi ini dilakukan hanya di satu tempat yaitu hanya di silinder saja namun pengukuran dilakukan di lima silinder mesin yang berbeda. Proses pengukurannya dilakukan tiap tiga menit sekali, pengukuran menggunakan alat Tachometer. Didapat nilai RPM terbesar pada silinder secara keseluruhan mulai dari silinder 1 hingga lima adalah dan nilai putaran terkecilnya putaran per menit. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

61 Tabel 21. Data pengukuran RPM mesin pemasta halus pada proses pemastaan halus 3 Waktu (menit) RPM Silinder 1 RPM Silinder 2 RPM Silinder 3 RPM Silinder 4 RPM Silinder B. PENGARUH TINGKAT KEKASARAN BAHAN UMPAN TERHADAP KINERJA PENGEMPAAN MEKANIK Proses Pengempaan nib: Proses pengempaan nib sebagai salah satu dari variasi jenis input dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.0 ºC serta suhu mesin pengempa 30.8ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan nib = 500 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan nib ini adalah 31 menit. 54

62 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan nib ini adalah 500 g / 31 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 4.65 ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 31 menit d. Kebutuhan energi = 3 ( 380 v x 4.65 A x 31 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar : Proses pengempaan pasta kasar sebagai salah satu dari variasi jenis input dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.5 ºC serta suhu mesin pengempa 30.5 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 500 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan pasta kasar ini adalah 13 menit. Pengempaan lebih cepat dilakukan dikarenakan pasta kasar lebih mudah dikempa dibandingkan dengan nib, hal ini disebabkan lemak yang sudah keluar terlebih dahulu sebelum dikempa sehingga hanya tinggal dilakukan pemisahan antara padatan yaitu bungkil kakao dengan cairan dalam hal ini lemak. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan pasta kasar ini adalah 500 g / 13 menit atau g / menit. Jauh lebih besar dibandingkan dengan pengempaan dengan bahan masukan nib. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere 55

63 c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 13 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = ( 380 v x A x 13 menit) / 60 menit = ( x KWh) + KE Pemastaan Kasar = kwh kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Halus: Proses pengempaan pasta halus sebagai salah satu dari variasi jenis input dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 28.6 ºC serta suhu mesin pengempa 32.7 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan pasta kasar = 500 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g/37.25 % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan pasta halus ini adalah 25 menit. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan pengempaan pasta kasar dikarenakan bentuk pasta menjadi lebih padat dibandingkan dengan pasta kasar. Hal itu menyebabkan pengempaan untuk mengeluarkan lemak secara maksimal lebih lama dilakukan, namun lemak kakao yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan lemak yang didapat pada pengempaan pasta kasar. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan pasta halus ini adalah 500 g / 25 menit atau 20 g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 25 menit 56

64 d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan = 3 ( 380 v x A x 25 menit) / 60 menit = ( x kwh) + KE Pemastaan Kasar + KE Pemastaan Halus = kwh kwh kwh = kwh Data Arus/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan nib: Pengukuran arus ini dilakukan untuk mengetahui perubahan arus yang terjadi setiap adanya perubahan tekanan yang dilakukan. Tekanan dalam satuan KPa dan perubahan arus dilihat setiap perubahan atau kenaikan tekanan sebesar KPa sampai tekanan maksimal yang bisa dilakukan oleh mesin pengempa yang sedang beroperasi. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.0 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan sampai dengan KPa yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.5 A per kenaikan Kpa Proses Pengempaan Pasta Kasar : Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.7 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.4 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan KPa yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.8 A per kenaikan Kpa 57

65 Proses Pengempaan Pasta Halus: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.2 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan 1750 dengan KPa yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A per kenaikan KPa. Gambar 11 sebagai gambaran grafis dari perubahan arus mesin pengempa pada berbagai tekanan pada proses pengempaan variasi bahan umpan. 7 Arus (Ampere) Tekanan (kpa) NIB Pasta Kasar Pasta Halus Gambar 11. Perubahan arus mesin pengempa pada berbagai tekanan hidrolik dan jenis bahan umpan. Data Ketebalan Bungkil Kakao/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan nib: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi nib sebanyak 500 g memiliki ketebalan awal 4.6 cm dan ketebalan akhir 2.1 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi 58

66 perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.5 cm, sedangkan proses akhir pengempaan hanya mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.2 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar : Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar sebanyak 500 g memiliki ketebalan awal 2.6 cm dan ketebalan akhir 1.4 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.3 cm, sedangkan proses akhir pengempaan hanya mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.2 cm. Proses Pengempaan Pasta Halus : Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta halus sebanyak 500 g memiliki ketebalan awal 2.7 cm dan ketebalan akhir 1.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.4 cm, sedangkan proses akhir pengempaan hanya mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.2 cm. Untuk melihat grafik perubahan ketebalan bungkil pada berbagai tekanan dalam proses pengempaan dengan variasi bahan umpan dapat dilihat pada Gambar

67 5 4 Ketebalan (cm) Tekanan (kpa) NIB Pasta Kasar Pasta Halus Gambar 12. Perubahan ketebalan bungkil pada berbagai tekanan hidrolik dan jenis bahan umpan. Data RPM Motor Mesin Pengempa/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan nib: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Proses Pengempaan Pasta Kasar : Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar

68 KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Proses Pengempaan Pasta Halus : Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Untuk melihat grafik perbandingan data RPM motor mesin pengempa terhadap perubahan tekanan dalam proses pengempaan dengan variasi bahan masukan dapat dilihat pada Gambar 13. RPM Motor Tekanan (kpa) NIB Pasta Kasar Pasta Halus Gambar 13. Perubahan RPM motor pada berbagai tekanan hidrolik dan jenis bahan umpan. 61

69 Kandungan Lemak Yang Dihasilkan dan Kinerja Pengempaan Pada Keragaman Jenis Bahan Umpan Dari ketiga pengempaan dengan jenis input yang berbeda, yaitu pengempaan dengan jenis input nib, pasta kasar, dan pasta halus maka didapat perolehan lemak terbanyak didapat oleh pengempaan dengan jenis input pasta halus yaitu sebesar % dari berat masukan. Namun energi yang dibutuhkan untuk melakukan pengempaan dengan bahan masukan pasta halus sangat besar yaitu sebesar kwh untuk sekali pengempaan (Tabel 22). Gambaran berupa diag batang mengenai data perbandingan ketiga jenis pengempaan ini dapat dilihat pada Gambar 14. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bahan masukan berupa pasta kasar sebagai pilihan terbaik untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya. Hal ini dilihat dari persentase lemak yang dihasilkan memiliki nilai terbaik kedua setelah pengempaan dengan bahan pasta halus yaitu sebesar %, memiliki nilai kapasitas pengempaan terbaik yaitu g/menit, namun pengempaan pasta kasar memiliki kebutuhan energi yang terkecil nilainya yaitu hanya dibutuhkan kwh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian pengempaan dengan bahan baku pasta kasar memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan juga memiliki performa pengempaan yang baik pula. Tabel 22. Data perbandingan lemak kakao dan kinerja pengempaan dari ketiga jenis bahan umpan. Jenis Pengempaan Pengempaan nib Pengempaan Pasta Kasar Pengempaan Pasta Halus Persentase Lemak (%) Kapasitas Pengempaan (g/menit) Konsumsi Energi (kwh)

70 Lemak Yang Dihasilkan (%) Kapasitas Pengempaan (g/menit) Konsumsi Energi (KWh) nib Pasta Kasar Pasta Halus Gambar 14. Diagram batang perbandingan lemak kakao dan kinerja pengempaan dari ketiga jenis bahan umpan. C. PENGARUH KERAGAMAN BERAT BAHAN UMPAN TERHADAP KINERJA PENGEMPAAN MEKANIK Proses Pengempaan Pasta Kasar 1000 g : Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 1000 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 28.3 ºC serta suhu mesin pengempa 31.8ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 1000 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan bobot masukan sebesar 1000 g ini adalah selama 34 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan bobot masukan sebesar 1000 g ini adalah 1000 g / 34 menit atau g / menit. 63

71 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 4.47 ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 34 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x 4.47 A x 34 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 750 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 750 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 29.2 ºC serta suhu mesin pengempa 34.5 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 750 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan dengan bobot masukan 750 g ini adalah 23 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan bobot masukan 750 g ini adalah 750 g / 23 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa =380 volt b. I (arus) rata-rata = 4.40 ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 23 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x 4.40 A x 23 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 64

72 Proses Pengempaan Pasta Kasar 500 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 500 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 29.2 ºC serta suhu mesin pengempa 33.4C. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 500 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan dengan bobot masukan 500 g ini adalah selama 13 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan bobot masukan 500 g ini adalah 500 g / 13 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 13 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 13 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 400 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 400 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 26.2 ºC serta suhu mesin pengempa 33.5 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 400 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / 68.5 % 65

73 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan dengan bobot masukan 400 g ini adalah 12 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan bobot masukan 400 g ini adalah 400 g / 12 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = 4.58 ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 12 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x 4.58A x 12 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 300 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 300 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.9 ºC serta suhu mesin pengempa 29.4 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 300 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 97.9 g / 32.6 % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / 69.8 % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan dengan bobot masukan 300 g ini adalah selama 10 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan masukan 300 g ini adalah 300 g / 10 menit atau 30.0 g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan)mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 10 menit 66

74 d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x 4.575A x 10 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 200 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 28.2 ºC serta suhu mesin pengempa 31.7ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 200 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 64.1 g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan yang bahan masukannya disimpan pada suhu 40ºC adalah selama 8 menit. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan proses pengempaan suhu penyimpanan 45ºC, hal itu disebabkan pada suhu 40ºC lemak kakao belum seluruhnya terpisah atau mengendap dari padatan pasta kakao. Pada suhu 40ºC lemak kakao masih sulit atau membutuhkan waktu yang lebih lama untuk seluruhnya mencair. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan bobot masukan 200 g ini adalah 200 g / 8 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 8 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 8 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 67

75 Proses Pengempaan Pasta Kasar 100 g: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 100 g sebagai salah satu dari variasi bobot masukan dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.9 ºC serta suhu mesin pengempa 32.1ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 100 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 29.3 g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = 70.1 g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan dengan bobot bahan masukan 100 g ini adalah selama 5 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan dengan bobot bahan masukan 100 g ini adalah 100 g / 5 menit atau 20.0 g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 5 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 5 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Data Arus/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 1000 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.7 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.6 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan KPa yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.7 A. 68

76 Proses Pengempaan Pasta Kasar 750 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.4 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan KPa yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.7 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 500 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.5 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.2 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan KPa dan antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.7 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 400 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.9 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.6 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 300 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.9 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.4 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A. 69

77 Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.7 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.4 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 100 g: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 6.4 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A. Sedangkan grafik perubahan arus terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi berat umpan terdapat pada Gambar Arus (Ampere) Tekanan (kpa) 1000 Gram 750 Gram 500 Gram 400 Gram 300 Gram 200 Gram 100 Gram Gambar 15. Perubahan arus mesin pengempa pada berbagai tekanan hidrolik dan berat umpan. 70

78 Data Ketebalan Bungkil Kakao/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 1000 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 1000 g memiliki ketebalan awal 5.0 cm dan ketebalan akhir 2.9 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.7 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.6 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar 750 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 750 g memiliki ketebalan awal 3.8 cm dan ketebalan akhir 2.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.3 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.2 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar 500 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 500 g memiliki ketebalan awal 2.6 cm dan ketebalan akhir 1.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.3 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.2 cm. 71

79 Proses Pengempaan Pasta Kasar 400 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 400 g memiliki ketebalan awal 2.3 cm dan ketebalan akhir 1.4 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.4 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.1 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar 300 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 300 g memiliki ketebalan awal 1.7 cm dan ketebalan akhir 0.8 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.3 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.1 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 200 g memiliki ketebalan awal 1.3 cm dan ketebalan akhir 0.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.4 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.1 cm. 72

80 Proses Pengempaan Pasta Kasar 100 g: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 100 g memiliki ketebalan awal 0.8 cm dan ketebalan akhir 0.4 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.2 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.1 cm. Sedangkan grafik perbandingan perubahan ketebalan bungkil terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi berat umpan terdapat pada Gambar Ketebalan (cm) Tekanan (kpa) 1000 Gram 750 Gram 500 Gram 400 Gram 300 Gram 200 Gram 100 Gram Gambar 16. Perubahan ketebalan bungkil pada berbagai tekanan hidrolik dan berat umpan. Data RPM Motor Mesin Pengempa/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 1000 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar

81 KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Proses Pengempaan Pasta Kasar 750 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Proses Pengempaan Pasta Kasar 500 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Proses Pengempaan Pasta Kasar 400 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. 74

82 Proses Pengempaan Pasta Kasar 300 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Proses Pengempaan Pasta Kasar 100 g: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Untuk melihat grafik perubahan kecepatan motor mesin pengempa terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi berat umpan terdapat pada Gambar

83 RPM Motor Te kanan (kpa) 1000 Gram 750 Gram 500 Gram 400 Gram 300 Gram 200 Gram 100 Gram Gambar 17. Perubahan RPM motor pada berbagai tekanan hidrolik dan berat umpan. Kandungan Lemak Yang Dihasilkan dan Kinerja Pengempaan Pada Keragaman Jenis Bahan Umpan Dalam perbandingan hasil pengempaan dengan variasi bobot masukan terlihat perbandingan antara persentase lemak dan kapasitas masing-masing variasi bobot masukan tidak terlihat perbedaan terlalu signifikan. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bobot masukan seberat 200 g sebagai variasi bobot yang terbaik. Hal ini dilihat bahwa hasil persentase lamak yang dihasilkan sudah baik yaitu sekitar % dari bobot masukan, selain itu kapasitas pengempaan yang baik pula yaitu 28.57g per menit, dan yang paling penting kebutuhan energi yang digunakan untuk sekali pengempaan kecil hanya kwh. Pengempaan dengan bobot 100 g tidak dipilih sebagai yang terbaik dikarenakan kapasitas pengempaannya terlalu kecil yaitu hanya g per menit. Selain itu faktor ketebalan akhir dari pengempaan menjadi faktor utama pula, untuk jenis pengempaan yang memiliki nilai ketebalan bahan akhir yang besar yaitu diatas 0.5 cm maka bisa dikatakan pengempaan tersebut kurang baik atau maksimal sehinngga dapat menghasilkan bungkil kakao dengan nilai lemak yang masih tinggi. 76

84 Sehingga dengan demikian pengempaan dengan bobot 200 g dipilih menjadi variasi bobot masukan terbaik, karena memenuhi nilai performa pengempaan yang baik walaupun bukan yang terbaik, tetapi memiliki nilai keunggulan dalam hal ekonomi dan faktor hasil ketebalan akhir yang didapat karena hal tersebut juga sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pelaku industri. Data perbandingan dapat dilihat lebih jelas lagi pada Tabel 23 dan Gambar 18. Tabel 23. Data perbandingan hasil lemak kakao dan kinerja pengempaan dari berbagai berat umpan Jenis Pengempaan Pengempaan 1000 g Pengempaan 750 g Pengempaan 500 g Pengempaan 400 g Pengempaan 300 g Pengempaan 200 g Pengempaan 100 g Persentase Lemak (%) Kapasitas Pengempaan (g/menit) Konsumsi Energi (kwh) Ketebalan Akhir (cm)

85 gram Lemak Yang Dihasilkan(%) Kapasitas Pegempaan (g/menit) Konsumsi Energi (KWh) Gambar 18. Diagram batang perbandingan lemak kakao dan kinerja pengempaan dengan variasi berat umpan. D. PENGARUH SUHU PENYIMPANAN BAHAN UMPAN TERHADAP KINERJA PENGEMPAAN MAKANIK Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 45ºC: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 200 g yang disimpan pada suhu 45ºC sebagai salah satu dari variasi suhu penyimpanan bahan masukan. Pengempaan tersebut dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 26.4 ºC serta suhu mesin pengempa 29.8 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 200 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 64.1 g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan yang bahan masukannya disimpan pada suhu 45ºC adalah selama 7 menit. 78

86 3. Kapasitas Pengempaan Dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali pengempaan maka kapasitas dari proses pengempaan dengsn suhu penyimpanan 45ºC adalah 200 g / 7 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 7 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 7 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 40ºC : Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 200 g yang disimpan pada suhu 40ºC sebagai salah satu dari variasi suhu penyimpanan bahan masukan. Pengempaan tersebut dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.2 ºC serta suhu mesin pengempa 31.6 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 200 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 58.9 g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan yang bahan masukannya disimpan pada suhu 40ºC adalah selama 8 menit. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan proses pengempaan suhu penyimpanan 45ºC, hal itu disebabkan pada suhu 40ºC lemak kakao belum seluruhnya terpisah atau mengendap dari padatan pasta kakao. Pada suhu 40ºC lemak kakao masih sulit atau membutuhkan waktu yang lebih lama untuk seluruhnya mencair. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari pengempaan variasi suhu penyimpanan kali ini adalah 200 g / 8 menit atau 25 g / menit. 79

87 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 8 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 8 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan Suhu Lingkungan: Proses pengempaan pasta kasar dengan bobot 200 g yang disimpan pada suhu lingkungan sebagai salah satu dari variasi suhu penyimpanan bahan masukan. Pengempaan tersebut dilakukan pada suhu lingkungan atau ruangan 27.4 ºC serta suhu mesin pengempa 32.1 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 200 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / 73.1 % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam pengempaan yang bahan masukannya disimpan pada suhu lingkungan adalah selama 12 menit. Waktu pengempaan paling lama dikarenakan kondisi pasta kakao yang membeku, pasta berubah menjadi padatan sehingga sukar untuk dikempa. 3. Kapasitas Pengempaan Kapasitas pengempaan dari proses pengempaan variasi suhu penyimpanan dengan menggunakan suhu lingkungan ini adalah 200 g / 12 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 12 menit 80

88 d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 12 menit) / 60 menit = x kwh = kwh Data Arus/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 45ºC: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.5 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar 2450 KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 5.8 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan dan antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.6 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 40ºC: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.5 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 5.9 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.5 A. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan Suhu Lingkungan: Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 5.6 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.5 A. Untuk melihat grafik perbandingan data arus mesin pengempa terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi suhu penyimpanan bahan umpan terdapat pada Gambar

89 6 Arus (ampere) Tekanan (kpa) Suhu 45 derajat Suhu 40 derajat Suhu Lingkungan Gambar 19. Perubahan arus mesin pengempa pada berbagai tekanan hidrolik dan suhu penyimpanan bahan umpan. Data Ketebalan Bungkil Kakao/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 45ºC: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 200 g memiliki ketebalan awal 1.1 cm dan ketebalan akhir 0.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.2 cm, sedangkan proses akhir pengempaan mengalami perubahan ketebalan sebesar 0.1 cm. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 40ºC: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 200 g memiliki ketebalan awal 1.0 cm dan ketebalan akhir 0.5 cm. Perubahan ketebalan terjadi pada proses penekanan awal yaitu sebesar 0.1 cm, sedangkan proses akhir pengempaan tidak mengalami perubahan ketebalan dari tingkatan tekanan sebelummya KPa. 82

90 Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan Suhu Lingkungan: Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 200 g memiliki ketebalan awal 1.3 cm dan ketebalan akhir 0.7 cm. Perubahan ketebalan terjadi pada proses penekanan awal yaitu sebesar 0.2 cm, sedangkan proses akhir pengempaan tidak mengalami perubahan ketebalan dari tingkatan tekanan sebelummya KPa. Untuk melihat grafik perubahan ketebalan bungkil terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi suhu penyimpanan bahan umpan terdapat pada Gambar 20. Ketebalan (cm) Tekanan (kpa) Suhu 45 derajat Suhu 40 derajat Suhu Lingkungan Gambar 20. Perubahan ketebalan bungkil pada berbagai tekanan hidrolik dan suhu penyimpanan bahan umpan. Data RPM Motor Mesin Pengempa/Tekanan Pada Proses Pengempaan Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 45ºC: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor 83

91 dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan 40ºC: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Proses Pengempaan Pasta Kasar 200 g Suhu Penyimpanan Suhu Lingkungan: Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. Untuk melihat grafik perubahan kecepatan motor mesin pengempa terhadap berbagai tekanan pada pengempaan variasi suhu penyimpanan bahan umpan terdapat pada Gambar

92 RPM Motor Tekanan (kpa) Suhu 45 derajat Suhu 40 derajat Suhu Lingkungan Gambar 21. Perubahan RPM motor pada berbagai tekanan hidrolik dan suhu penyimpanan bahan umpan. Kandungan Lemak Yang Dihasilkan dan Kinerja Pengempaan Pada Keragaman Suhu Penyimpanan Bahan Umpan Terlihat jelas dari data pembanding hasil pengempaan variasi suhu penyimpanan bahwa jenis pengempaan dengan suhu penyimpanan 45ºC memperoleh hasil yang terbaik. Untuk nilai persentase lemak yang dihasilkan, pengempaan pada suhu penyimpanan 45ºC memiliki nilai yang terbaik yaitu 32.05%, demikian pula dengan nilai kapasitas pengempaannya memiliki nilai terbaik yaitu sebesar g per menit. Dilihat dari konsumsi energinya memiliki konsumsi energi terkecil, sehingga dapat disimpulkan pengempaan suhu penyimpanan 45ºC merupakan proses pengempaan yang terbaik, baik di segi performa pengempaan maupun dari sisi nilai ekonomisnya. Data selengkapnya mengenai perbandingan mengenai hasil pengempaan variasi suhu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar

93 Tabel 24. Data perbandingan hasil lemak kakao dan kinerja pengempaan dari berbagai variasi suhu penyimpanan bahan umpan. Jenis Persentase Kapasitas Konsumsi Energi Pengempaan Lemak Pengempaan (kwh) (%) (g/menit) Pengempaan Suhu 45ºC Pengempaan Suhu 40ºC Pengempaan Suhu Lingkungan (±28.5) Lemak Yang Dihasilkan (%) Kapasitas Pegempaan (g/menit) Konsumsi Energi (KWh) Suhu 45ºC Suhu 40ºC Suhu Lingkungan (±28.5) Gambar 22. Diagram batang perbandingan lemak kakao dan kinerja pengempaan dengan variasi suhu penyimpanan bahan umpan. 86

94 E. PROSES PENGEMPAAN KAKAO NON FERMENTASI Proses Pengempaan Pasta Kasar Biji Kakao Non Fermentasi Bobot 200 g Dengan Suhu Penyimpanan 45ºC: Proses pengempaan ini sebagai pemabanding terhadap hasil pengempaan biji kakao yang difermentasi. Pengempaan ini dilakukan pada kondisi terbaik yang dicapai pada proses pengempaan biji fermentasi, yaitu dengan masukan berupa pasta kasar seberat 200 g dengan disimpan pada suhu 45 ºC selama ± 24 jam. Pengempaan ini dilakukan pada suhu lingkungan 27.3 ºC serta suhu mesin pengempa 33.5 ºC. 1. Persentase berat a. Berat masukan pada proses pengempaan = 200 g b. Berat lemak yang dihasilkan/persentasenya = 72.6 g / % c. Berat bungkil yang dihasilkan/ persentasenya = g / % 2. Waktu yang dibutuhkan Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengempaan biji kakao non fermentasi ini adalah selama 9 menit. 3. Kapasitas Pengempaan Dari waktu yang dibutuhksn untuk mengempa maka dapat diketahui kapasitas pengempaan biji kakao non fermentasi yaitu 200 g / 9 menit atau g / menit. 4. Kebutuhan Energi (motor tiga fase) a. V (tegangan) mesin pengempa = 380 volt b. I (arus) rata-rata = ampere c. Waktu pengempaan yang dibutuhkan = 9 menit d. Kebutuhan energi yang digunakan = 3 ( 380 v x A x 9 menit) / 60 menit = x kwh = kwh 87

95 5. Arus (Ampere) / Tekanan (KPa) Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa besarnya arus tanpa beban atau tekanan 0 KPa sebesar 2.6 A, sedangkan pada tekanan yang maksimal pada pengempaan ini yaitu sebesar KPa arus yang dibutuhkan adalah sebesar 5.8 A. Untuk nilai perbedaan selisih kebutuhan arus setiap tekanan terdapat beberapa selisih kebutuhan arus yang memiliki nilai paling besar yaitu antara tekanan dengan dan antara tekanan dengan yang memiliki nilai kenaikan arus sebesar 0.5 A. Gambar 23 sebagai gambaran grafis dari perbandingan perubahan arus terhadap berbagai tekanan pada proses pengempaan biji kakao non fermentasi dan biji kakao fermentasi. 6 Arus (Ampere) Tekanan (kpa) Biji Non Fermentasi Biji Fermentasi Gambar 23. Perubahan arus terhadap berbagai tekanan pada proses pengempaan kakao non fermentasi dan fermentasi. 6. Ketebalan Bungkil (cm) / Tekanan (KPa) Pengukuran ini melihat perubahan ketebalan kantung masukan yang sedang dilakukan pengempaan. Pengukuran perubahan ketebalan kantung dilihat setiap kenaikan tekanan sebesar KPa hingga mencapai tekanan maksimal mesin yaitu sebesar KPa. Dapat dilihat ketebalan kantung yang berisi pasta kasar seberat 200 g memiliki ketebalan awal 1.1 cm dan ketebalan akhir 0.6 cm. Perubahan ketebalan terjadi paling besar pada proses 88

96 penekanan awal yaitu terjadi perubahan ketebalan kantung masukan sebesar 0.1 cm, sedangkan proses akhir pengempaan yaitu pada tekanan KPa tidak mengalami perubahan ketebalan dari tingkatan tekanan sebelumnya (Gambar 24). Ketebalan (cm) Tekanan (kpa) Biji Non Fermentasi Biji Fermentasi Gambar 24. Perubahan ketebalan bungkil terhadap berbagai tekanan pada proses pengempaan kakao non fermentasi dan fermentasi. 7. RPM (motor mesin pengempa)/ Tekanan (KPa) Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kinerja motor pada mesin pengempa diliihat dari ukuran rotasi motor per menit (RPM) terhadap penimgkatan tekanan mesin dalam proses pengempaan. Rotasi motor pada mesin pengempa akan cenderung mengalami penurunan RPM jika harus menekan dengan tekanan yang lebih besar (Gambar 25). Hal ini dapat dilihat pada tekanan 0 KPa motor dapat berputar RPM, sedangkan pada tekanan puncak sebesar KPa motor hanya berputar RPM. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya beban kerja dari motor sejalan dengan meningkatnya tekanan yang dilakukan oleh mesin pengempa. 89

97 RPM Motor Tekanan (kpa) Biji Non Fermentasi Biji Fermentasi Gambar 25. Perubahan RPM motor terhadap berbagai tekanan pada proses pengempaan kakao non fermentasi dan i kakao fermentasi. Analisis Perbandingan Lemak dan Kinerja Pengempaan Biji Kakao Fermentasi serta Non Fermentasi Data perbandingan (Tabel 25) memperlihatkan pada pengempaan biji kakao non fermentasi memiliki keunggulan pada persentase lemak kakao (Gambar 27) yang didapat yaitu sebesar % berbeda selisih sekitar 4.25 % dari pengempaan biji kakao fermentasi. Tetapi apabila melihat dari kapasitas pengempaan maka pengempaan biji kakao fermentasi lebih baik yaitu dengan nilai kapasitas pengempaan g per menit memiliki selisih sebesar 6.35 g per menit dengan pengempaan biji kakao non fermentasi. Selain itu konsumsi energi yang digunakan pada pengempaan biji kakao fermentasi lebih rendah sekitar kwh untuk sekali pengempaan dibandingkan pengempaan biji kakao non fermentasi. Dari pertimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengempaan dengan biji kakao fermentasi lebih baik sekaligus lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengempaan dengan menggunakan biji non fermentasi. Perbandingan hasil pengempaan dapat dilihat lebih jelas lagi pada Gambar

98 Tabel 25. Data perbandingan hasil lemak kakao dan kinerja pengempaan kakao fermentasi dan kakao non fermentasi. Jenis Persentase Kapasitas Konsumsi Energi Pengempaan Lemak Pengempaan (kwh) (%) (g/menit) Pengempaan Fermentasi Pengempaan Non Fermentasi Lemak Yang Dihasilkan (%) Kapasitas Pegempaan (g/menit) Konsumsi Energi (KWh) Pengempaan Fermentasi Pengempaan Non Fermentasi Gambar 26. Diagram batang hasil lemak kakao dan kinerja pengempaan kakao fermentasi dan kakao non fermentasi. 91

99 Gambar 27. Lemak kakao beku dan lemak kakao cair. F. PROSES ANALISIS KADAR LEMAK BUBUK KAKAO HASIL PENGEMPAAN Data analisis kadar lemak bubuk kakao (Gambar 29) pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa kadar lemak pada bubuk hasil pengempaan yang berasal dari biji kako fermentasi memiliki nilai yang lebih tinggi sekitar 1.20 % dibandingkan dengan bubuk hasil pengempaan dari biji kakao non fermentasi. Pada bubuk kakao fermentasi didapat nilai rataan kadar lemaknya yaitu %, sedangkan pada bubuk non fermentasi didapat nilai rataannya sebesar %. Kedua bubuk ini termasuk dalam bubuk kakao dengan kandungan lemak yang tinggi (19 22 %). 92

100 Tabel 26. Data perbandingan kadar lemak bubuk kakao proses pengempaan pasta kasar biji kakao fermentasi dan biji kakao non fermentasi. Contoh Bubuk Kakao Fermentasi 1 Bubuk Kakao Fermentasi 2 Bubuk Kakao Non Fermentasi 1 Bubuk Kakao Non Fermentasi 2 Berat Plate A (g) Berat Plate + Contoh B (g) Berat Setelah di Oven C (g) Berat Contoh Basah D (g) Berat Contoh Kering E (g) Berat Setelah Ekstraksi 8 Jam F (g) Berat Lemak (g) % Kadar Lemak % % % % Gambar 28. Bubuk kakao hasil dari proses pengempaan lemak kakao. 93

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK Oleh : AGUNG SETIAWAN F14102082 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR AGUNG SETIAWAN. F14102082. Penentuan

Lebih terperinci

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian mengenai penegempaan kakao ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2006. Sedangkan tempat penelitiannya berlokasi di Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK Oleh : AGUNG SETIAWAN F14102082 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR AGUNG SETIAWAN. F14102082. Penentuan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Anonim. 2002a. Rekayasa Alat dan Mesin Pemasta Coklat Sebagai Upaya Diversifikasi Produk Kakao. Laporan Penelitian

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM. UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI Oleh SITI AZIZAH NIM. 001710201023 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN COKELAT BUBUK DAN PERMEN COKELAT DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA JENGGAWAH-JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN Oleh: Go Deddy Satria Gunawan 6103008041

Lebih terperinci

Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao.

Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao. Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao. Tabel 33. Pengawasan proses dan kontrol mutu pengolahan biji kakao Tahapan proses Proses kontrol Nilai Kontrol mutu Bahan baku

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan

Lebih terperinci

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL 1. Pendahuluan Kabupaten Donggala merupakan produsen kakao utama untuk propinsi Sulawesi Tengah. Luas pertanaman kakao

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM. UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI Oleh SITI AZIZAH NIM. 001710201023 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari

:1 ,_,.!.\.,~,. ~J ;)' BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari Bab 1. Pendahuluan \ ":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI ". '" ~ '. i --_/ I-I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari daerah antara perairan sungai

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji

Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji Standar Nasional Indonesia Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji ICS 65.060.50 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1 PENDAHULUAN Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L) telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, namun baru saat ini sedang dalam pengembangannya baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

A. Tahapan Proses Pembuatan Coklat

A. Tahapan Proses Pembuatan Coklat A. Tahapan Proses Pembuatan Coklat 1. Penyortiran / Penyiapan Bahan Penyiapan bahan dimulai dari tahap pemisahan biji kakao yang akan diolah dari biji-biji muda, kotoran dan benda-benda asing lain, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI

UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI Oleh: YOSE RIZAL KURNIAWAN F14102047 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: ISSN

Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: ISSN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 173-178 ISSN 1411-0172 PENGKAJIAN PENGOLAHAN BIJI KAKAO GAPOKTAN LINTAS SEKAYAM SANGGAU KALIMANTAN BARAT ASSESSMENT OF CACAO SEEDS OF GAPOKTAN AT LINTAS SEKAYAM SANGGAU WEST

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI

OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. I. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: Devisio Sub devisio Class Ordo Familia : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledon : Malvales

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

1 PENGGUNAAN SISTEM PEMANAS DALAM PENGEMBANGAN ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH Renny Eka Putri *), Andasuryani, Santosa, dan Riki Ricardo Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biji kopi

SNI Standar Nasional Indonesia. Biji kopi Standar Nasional Indonesia Biji kopi ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Penggolongan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku utama pembuatan produk cokelat, dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai daerah beriklim tropis. Kakao

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

PENGOLAHAN UBI KAYU. Kue Pohong Keju

PENGOLAHAN UBI KAYU. Kue Pohong Keju PENGOLAHAN UBI KAYU Ubi kayu segar adalah bahan pangan yang mudah rusak, oleh sebab itu setelah pemanenan petani segera menjual atau mengolah ubikayu segar sebelum menjadi rusak dan busuk. Ubikayu dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI

IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI Doris Eka Fajariyanto, Darimiyya Hidayati, dan Millatul Ulya Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

Oleh FITRIANSYAH NIM

Oleh FITRIANSYAH NIM i LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DINAS PERKEBUNAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR UPTD TEKNOLOGI TERAPAN PERKEBUNAN (UPTD-T2P) DALAM PENGOLAHAN PRIMER KAKAO DAN SEKUNDER KAKAO (COKELAT CEPAT SAJI) Oleh FITRIANSYAH

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari 27 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang 18 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang dan Laboratorium Tanaman I, Politeknik Negeri Lampung. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan selama 4 bulan, bertempat di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 135 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di iklim tropis. Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas pertanian terbesar di Indonesia yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji visual dan kadar air dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 2 hasil yang di dapat No Jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk

Lebih terperinci