II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pepaya (Carica papaya L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pepaya (Carica papaya L.)"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nicaragua. Menurut Kalie (1999), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan pepaya diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Klas : Dicotyledone (biji berkeping dua) Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Genus : Carica Species : Carica papaya L. Famili Caricaceae termasuk famili kecil dari tanaman dikotiledon yang terdiri dari empat genus yaitu: carica, jarilla, jacaratia yang berasal dari Amerika Tropis dan cylicomorpha dari daerah Afrika ekuatorial. Genus carica adalah genus paling penting dalam famili Caricaceae yang terdiri atas 24 spesies, dan salah satunya adalah Carica papaya L. (Kalie,1999). Tinggi pohon pepaya dapat mencapai delapan sampai sepuluh meter dengan akar yang kuat dan batang tidak bercabang. Namun, cabang dapat dibentuk dengan melakukan pemotongan pada pucuk. Batang tanaman berbentuk bulat lurus berbuku-buku, berongga di bagian tengahnya, dan tidak berkayu. Daun pepaya tersusun secara melingkar pada batang, lembar daunnya menjari dengan warna permukaan atas berwarna hijau muda. Pepaya memiliki tiga jenis bunga, yaitu bunga jantan (masculus), bunga betina (femineus), dan bunga sempurna atau hermaprodit (Rukmana, 1995). Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian seribu meter di atas permukaan air laut dan pada umumnya tumbuh di lokasi yang cukup tersedia air, curah hujan mm per tahun dan merata sepanjang tahun. 3

2 Suhu optimal pertumbuhan tanaman berkisar antara o C, suhu minimum 15 o C, dan suhu maksimum 43 o C (Kalie,1999). Varietas pepaya dikenal dari bentuk, ukuran, warna, rasa, dan tekstur buahnya. Varietas pepaya yang banyak ditanam di Indonesia adalah pepaya semangka, pepaya jinggo, dan pepaya cibinong. Selain itu, juga dikenal varietas pepaya mas, pepaya item, dan pepaya ijo (Kalie, 1999). Salah satu jenis pepaya yang dikembangkan saat ini adalah pepaya IPB 1 yang ciri-cirinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ciri-ciri pepaya IPB 1 Parameter Unit Nilai Warna batang Warna petiole Bentuk sinus daun Bentuk gerigi daun Warna daging buah Warna kulit buah Tipe daun Warna bunga Bentuk Ukuran buah Umur petik (hari setelah anthesis) Rasa daging buah Panjang buah Diameter buah (cm) Bobot per buah (gram) Kadar air (%) Kadar vitamin C (mg/100g) cm cm g % mg/100g Coklat keabu-abuan Hijau sedikit ungu kemerahan Agak tertutup Cembung Jingga Hijau muda Putih Buah lonjong Kecil ± 140 Sangat manis (11-12 o Brix) 14 ± 1 10 ± ± ± ± 30 Sumber: PKBT (2004) Buah pepaya secara keseluruhan mirip buah melon, berongga, bentuk buah lonjong, mempunyai aroma yang khas, warna daging kuning, orange sampai merah cerah. Rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena mengandung banyak provitamin A dan 4

3 vitamin C, serta kalsium. Komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah Komponen Satuan Buah matang Buah mentah Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A Vitamin B Vitamin C Kalsium Besi Phospor kalori g g g g IU mg mg mg mg mg 46,0 86,7 0,5-12,2 365,0 0,04 78,0 23,0 1,7 12,0 26,0 92,3 2,1 0,1 4,9 50,0 0,02 19,0 50,0 0,4 16,0 Sumber: Kalie (1999) Dari Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah. Buah-buahan umumnya mengandung beberapa macam asam organik, dimana di dalam buah pepaya kandungan gula lebih besar dari asam, sehingga rasa manis lebih dominan. Selama pematangan buah pepaya yang disimpan pada suhu kamar akan mengalami peningkatan kandungan asam tertitrasi. Akan tetapi, setelah buah lewat matang kandungannya akan menurun (Kalie, 1999). Menurut Chan dan Kwok (1971) yang dikutip Kalie (1999), asamasam yang terkandung dalam pepaya antara lain asam ketoglutarat, sitrat, malat, tertarat, asam askorbat, dan galakturonat. Kandungan vitamin C untuk buah matang lebih tinggi dari buah mentah karena selama masa pematangan terjadi peningkatan persentase karoten dan xantofil, dan akibat adanya metabolisme polisakarida dalam dinding sel yang menyebabkan kadar gula meningkat. Stabilitas vitamin C (asam askorbat) akan meningkat dengan menurunnya ph. Laju oksidasi asam askorbat sebanding dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam bahan pangan. Oksidasi asam askorbat akan menghasilkan bentuk monoanion dari asam askorbat dan diikuti dengan pembentukan asam 5

4 dehidroaskorbat yang masih memiliki aktivitas vitamin C. Apabila terjadi dekomposisi hidrolitik dari asam dehidroaskorbat, maka akan terbentuk asam 2,3- diketoglutanat yang sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi lebih lanjut dari asam 2,3- diketoglutanat tidak memberikan dampak lagi terhadap nilai gizi bahan pangan, tetapi akan menimbulkan perubahan flavor dan warna yang dikaitkan dengan reaksi pencoklatan. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, stabilitas vitamin C juga dipengaruhi oleh adanya enzim, konsentrasi gula dan garam, konsentrasi awal asam askorbat, dan rasio antara asam askorbat dengan asam dehidroaskorbat (Winarno dan Aman, 1981). Karoten merupakan prekusor vitamin A yang banyak terdapat di dalam pepaya. Biasanya perubahan warna pada kulit buah menunjukkan kematangan buah, begitu pula halnya dengan pepaya. Perubahan warna buah pepaya dari hijau menjadi kemerahan disebabkan penurunan klorofil, sehingga warna karotenoid mulai terlihat. Perbedaan warna pada pepaya merah dan kuning adalah adanya likopen, dimana buah pepaya kuning tidak terdapat likopen. Total karoten yang dikandung dalam pepaya mengkal adalah 3,7 mg per 100 gram, sedangkan pada pepaya berwarna matang total karotennya adalah 4,2 mg per 100 gram (Winarno dan Aman, 1981). Tingkat kemasakan buah pepaya biasanya dinyatakan dalam bentuk buah muda, buah tua, buah mengkal, dan buah terlalu masak. Buah pepaya dipanen pada stadium mendekati matang pohon, yakni setelah buah menunjukkan garisgaris menguning. Untuk pemasaran setempat biasanya buah dipetik pada tingkat kemasakan mengkal, sedangkan untuk pemasaran jarak jauh buah dipetik pada tingkat kemasakan tua. Buah masak mengkal bila kulit buah di bagian ujung tampak mulai menguning, sedangkan daging buah masih tetap keras. Buah pepaya yang masak ditandai dengan kulit dan dagingnya berwarna cerah, rasanya manis, dan aromanya sudah tercium. 2.2 Pemanis Pemanis merupakan bahan yang umum terdapat pada makanan. Berdasarkan kemampuan metabolismenya, bahan pemanis digolongkan menjadi dua, yaitu nutritive sweetener dan non-nutritive sweetener. Nutritive sweetener 6

5 adalah pemanis yang dapat dimetabolis tubuh seperti sukrosa dan glukosa, sedangkan non-nutritive sweetener adalah pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, siklamat, acesulfame-k, dan sorbitol (Nicole,1979). Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous, dan larut dalam air. Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pembentuk cita rasa, bahan pengisi, dan pengawet (Nicole,1979), Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting, karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dapat menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak memiliki after taste yang meninggalkan rasa pait di lidah. Sukrosa dikatakan mampu membentuk citarasa yang baik, karena kemampuannya menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin, atau melebihi pembentukan karamelisasi (Nicole,1979). Sukrosa dapat digunakan sebagai pengawet dikarenakan kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30% akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat oksidase dan pada konsentrasi 50% akan menghambat enzim katalase (Nicole,1979). 2.3 Karagenan Karagenan adalah polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester (Angka dan Suhartono, 2000). Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, kappa: 25-30%, iota: 28-35%, dan lambda: 32-39%. Larut dalam air panas (70 o C), air dingin, susu, dan larutan gula, sehingga sering digunakan sebagai bahan pengental/penstabil pada minuman atau makanan. Karagenan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling agent dan pengental (Suptijah, 2002). 7

6 Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain: kelarutan, ph, stabilitas, viskositas, pembentukan gel, dan reaktivitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusun dalam polimer karagenan. Karagenan biasanya mengandung unsur yang berupa garam yodium dan potasium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan. Tulisan di bawah ini menjelaskan sifat-sifat umum karagenan yaitu: (i) Kelarutan Semua karagenan larut di dalam air pada suhu di atas 70 o C. dalam air dingin, hanya α-karagenan dan garam natrium dari κ- dan ι- karagenan yang larut (Glicksman, 1983). Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tipe karagenan, pengaruh ion, ph, dan komponen organik larutan. Dikaitkan molekulnya, kelarutan karagenan terutama dikendalikan oleh derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester sulfat dan unit galaktosa-piranosa yang berlawanan dengan unit 3,6-anhidro-galaktosa yang bersifat hidrofobik (Towle, 1973). Di samping kelarutan dalam air, karagenan juga memiliki sifat kelarutan dalam media cair lainnya, misalnya dalam susu panas, sedangkan dalam susu dingin hanya α-karagenan yang mempunyai kelarutan tinggi. Dalam kelarutan sukrosa panas dengan konsentrasi 65% κ- dan α-karagenan larut, sedangakan ι- karagenan sedikit larut dalam kondisi ini (Glicksman, 1983). (ii) Pembentukan Gel Karagenan jenis κ- dan ι- mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan yang panas dibiarkan menjadi dingin. Proses ini bersifat reversibel, artinya gel mencair pada pemanasan dan cairan akan menbentk gel kembali pada saat pendinginan (Glicksman, 1983). Terbentuknya gel ini sebagai akibat pembentuk struktur double helix oleh polimer karagenan. Konsistensi gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan tipe karagenan, konsentrasi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat terbentuknya hidrokoloid (Towle,1973). Pada proses pembentukan gel dari κ- dan ι-karagenan dibutuhkan kation tertentu. Dalam aplikasi pangan ada tiga kation yang paling umum digunakan, yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta beberapa ion lainnya seperti amonium, barium, rubidium, dan cecium, (Moirano,1977). Adanya ion kalium pada gel κ- 8

7 karagenan dapat menaikkan kekerasan dan suhu pembentukan gel. Ion kalsium dan barium menaikan kekakuan gel karagenan. Ion rubidium dan cesium juga dapat menyebabkan gelasi κ-karagenan. Ion kalium menyebabkan gel κ- karagenan elastis dan transparan, sedangkan ion kalsium menyebabkan gel ι- karagenan rapuh. Penambahan ion natrium pada gel κ-karagenan membuat gel menjadi pendek dan rapuh. Letak gugus sulfat pada struktur molekul karagenan sangat berpengaruh terhadap kemampuan karagenan untuk membentuk gel. Demikian pula derajat keteraturan rantai polimer menentukan kemampuan membentuk gel. Suatu modifikasi struktural dapat dilakukan dengan mengubah unit yang mengandung sulfat pada C 6 di ikatan (1 4) menjadi unit 3,5-anhidro galaktosa akan meningkatkan kemampuan membentuk gel dan kekuatan gel (Towle,1973). (iii) Stabilitas Karagenan akan stabil pada ph 7 atau lebih tinggi, sedangkan ph yang lebih rendah dari 7, stabilitas karagenan menurun khususnya dengan peningkatan suhu (Moirano,1977; Glicksman,1983). Pada ph rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisis sehingga kemampuan untuk membentuk gel menjadi hilang. Namun, pada penerapannya, suatu gel terbentuk pada ph di bawah 7 dan hidrolisis terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil (Glicksman,1983). Hal ini disebabkan beberapa karagenan mengandung ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang tinggi, sehingga tidak mudah terhidrolisis dan dapat digunakan dalam aplikasi pangan pada ph rendah sebagai pengental, misalnya ph 3,0-4,0. Misalnya, kappa karagenan dan iota karagenan dapat digunakan sebagai gelling agent pada ph rendah (Moraino,1977). 2.4 Permen Jelly Permen jelly merupakan permen yang terbuat dari komponen-komponen air, flavor, gula, dan bahan pembentuk gel. Permen jelly mempunyai penampakan jernih, transparan, serta mempunyai tekstur yang elastis dengan kekenyalan tertentu. Adanya partikel-partikel yang tersuspensi seperti protein, tanin, dan polisakarida (pati) menyebabkan warna permen jelly yang dihasilkan menjadi keruh (Jackson, 1995). Pembuatan permen jelly meliputi pencampuran gula yang 9

8 dimasak dengan kandungan padatan yang diperlukan dan penambahan bahan pembentuk gel (gelatin, agar, pektin, atau karagenan) dengan cita rasa dan aroma, serta bentuk yang menarik. Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan. Permen jelly memerlukan bahan pelapis yang dapat berupa tepung tapioka, tepung gula, atau campuran dari keduanya. Hal ini dikarenakan permen jelly memiliki sifat kencenderungan menjadi lengket satu sama lain karena sifat dari gula pereduksi yang membentuk permen. Adanya bahan pelapis ini akan memudahkan dalam pengemasan dan dapat menambah rasa manis (Jackson, 1995). Kekerasan dan tekstur permen jelly tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet, sedangkan jelly agar-agar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin menghasilkan tekstur yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya lebih baik pada ph rendah, sedangkan karagenan menghasilkan gel yang kuat (Bukle et al.,1987). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), kerusakan utama pada hasil olahan permen jelly adalah sebagai berikut: (i) Terbentuknya kristal-kristal karena bahan yang terlarut cukup banyak, sedangkan gula tidak cukup melarut sehingga mengkristal kembali. (ii) Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah atau karena pembentuk gel yang tidak cukup. (iii) Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup, karena kadar gula yang terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan pembentuk gel. (iv) Pengeluaran air dari gel karena terlalu banyak asam. Permen jelly termasuk dalam pangan semi basah yang mempunyai kadar air sekitar 10-40% dan nilai a w berkisar 0,6-0,9 (Bukle et al.,1987). Kondisi ini telah cukup menghambat aktivitas biologis dan biokimia, sehingga tidak mudah terjadi kerusakan. Prinsip pengolahan permen sesuai dengan pengolahan pangan semi basah yaitu menurunkan nilai a w produk pada suatu tingkat tertentu sehingga mikroba patogen tidak tumbuh. Walaupun demikian, kandungan air produk ini masih cukup tinggi, sehingga dapat dimakan tanpa melakukan rehidrasi terlebih dahulu. Produk ini cukup kering dan stabil selama penyimpanan (Leisner dan 10

9 Rodel, 1976). Mutu permen jelly diatur dalam SNI tentang kembang gula lunak. Muchtadi et al. (1979) menyebutkan bahwa jelly merupakan produk yang dibuat dari sari buah yang dipekatkan, jernih, transparan, bebas dari pulp atau partikel asing, konsistensinya stabil, dan cukup kukuh mempertahankan bentuknya bila dikeluarkan dari wadah. Jelly buah merupakan satu diantara produk makanan yang sudah dikenal dan sangat popular di kalangan masyarakat. Dapat dibuat dari buah yang cacat rupa, berukuran kecil, buah yang kurang matang, kulit buah, hati buah atau buah yang terjatuh oleh angin, sehingga dalam hal ini nilai ekonomis buah lebih meningkat (Woodroof dan Luh, 1975). Jelly merupakan makanan sumber kalori yang tinggi, karena mengandung kadar gula yang tinggi, dimana mudah diabsorpsi oleh usus manusia dan memberikan energi tubuh dengan cepat Muchtadi et al. (1979). 2.5 Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk serta penunjang bagi kelancaran transportasi dan distribusi yang merupakan bagian terpenting dari suatu usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran produk. Pengemasan yang sempurna dilakukan untuk mempertahankan mutu suatu produk. Tujuan dari proses pengemasan adalah melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi, dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas,1989). Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. 11

10 Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Betty, 2007). Adanya kesadaran mengenai daya tahan berbagai produk menuntut kesadaran akan perlunya penyimpanan. Penyimpanan suatu bahan merupakan salah satu upaya agar produk dapat dinikmati oleh konsumen sebelum terjadi kerusakan, sehingga selama penyimpanan harus selalu diusahakan agar produk tidak mengalami penurunan mutu yang besar. Penyimpanan bahan pangan berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan (Syarief dan Halid, 1993). Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan. Kelembaban sangat berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kadar air suatu bahan akan meningkat jika disimpan dalam ruangan dengan kelembaban yang tinggi. Kadar air yang tinggi akan membantu pertumbuhan mikroorganisme dan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu produk. Bahan yang disimpan akan menyerap uap air dari udara atau melepaskannya sampai tekanan uap air dalam bahan sama dengan tekanan uap air udara ruang penyimpanan. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kadar air tertentu yang dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan tersebut. Kelembaban udara ruang penyimpanan berhubungan dengan aktivitas air suatu bahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme (Syarief dan Halid,1993). Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhitungkan (Syarief dan Halid,1993). Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis, atau pertumbuhan mikroba. Semakin rendah suhu, semakin lambat proses tersebut. Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan, dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15 o C. Pendinginan adalah 12

11 penyimpanan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai +10 o C, sedangkan penyimpanan beku adalah penyimpanan di bawah suhu -2 o C (Winarno dan Jenie,1983). Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme. Oleh karena itu, penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh keaktifan responsi menurun, tetapi juga terjadinya penghambatan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai 5-8 o C. Walaupun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri (Winarno et al.,1980). Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di antaranya adalah suhu, ph, aktivitas air, adanya oksigen, dan tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba dapat diubah dengan mengubah faktor lingkungan tersebut. Semakin rendah suhu yang digunakan dalam penyimpanan maka semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff,1979). Faktor yang mempengaruhi proses pendinginan bahan adalah suhu, kecepatan udara dalam ruang pendinginan, komposisi atmosfer serta ada tidaknya sinar ultra violet. Penggunaan suhu rendah yang tepat dapat menghambat: (i) respirasi dan kegiatan-kegiatan metabolik lainnya; (ii) penuaan karena pematangan, pelunakan, perubahan-perubahan tekstur dan warna; (iii) kehilangan air; (iv) kerusakan yang disebabkan oleh serbuan bakteri, jamur, dan khamir; (v) pertumbuhan yang tak diinginkan; dan (vi) perubahan-perubahan rasa dan bau (Pantastico,1986). 2.6 Kemasan Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. UK Institute of Packaging memberikan tiga definisi kemasan: 13

12 (i) sistem terkoordinasi dalam pembuatan barang untuk transportasi, distribusi, penyimpanan, perdagangan eceran, dan penggunaan akhir; (ii) suatu sarana untuk menjamin sistem penghantaran yang aman kepada konsumen terakhir dalam kondisi yang baik dengan biaya seminimal mungkin; (iii) suatu fungsi tekno ekonomi dengan tujuan agar biaya semurah mungkin, dan memaksimalkan perdagangan (atau dengan kata lain keuntungan). Secara teoritis, kemasan dinilai ideal apabila secara kimia inert total dan memungkinkan bahan makanan mempertahankan karakteristik aslinya. Akan tetapi, pada kenyataannya jarang sekali ada bahan pengemas yang benar-benar inert, beberapa reaksi tidak dapat dihindari dan dicegah tergantung dari sifat-sifat bahan pengemas dan tipe makanan yang dikemas (Agoes, 2004). Kemasan dapat ditinjau berdasarkan bahan dasar, konstruksi, bentuk, dan fungsinya. Berdasarkan bahannya, kemasan yang semula dari bahan tradisional, sekarang telah berkembang dengan menggunakan bahan modern seperti metal baja, alumunium, kaca, kertas, dan plastik. Berdasarkan konstruksinya, kemasan dapat berupa lapis tunggal, lapis ganda, dan lapis majemuk. Berdasar bentuknya, kemasan dapat berbentuk kaleng, tube, sachet, botol, gelas, mangkuk, kotak, karton, karung, dan drum (Soekarto dan Nur, 2004). Berdasarkan fungsinya, kemasan dibagi menjadi dua yaitu kemasan untuk pengangkutan dan distribusi (shiping/delivery package) dan kemasan untuk perdagangan eceran atau supermarket (retail package). Pemakaian material dan pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedangkan kemasan untuk eceran diutamakan materi atau material yang dapat memikat konsumen untuk membeli (Peleg,1985). Beberapa persyaratan kemasan makanan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: (i) permeabilitas terhadap udara; (ii) tidak dapat menyebabkan penyimpangan warna produk; (iii) tidak bereaksi, sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya, tidak mudah teroksidasi atau bocor; (iv) tahan panas; (v) mudah dikerjakan; (vi) harganya murah. Kerusakan yang terjadi pada bahan 14

13 pangan dapat terjadi secara spontan. Hal ini disebabkan oleh lingkungan luar. Pengemasan juga digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu tertentu (Buckle et al.,1987). Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk. Perubahan fisik dan kimia dapat terjadi karena migrasi zat-zat kimia pada bahan kemasan. Selain itu juga perubahan aroma, warna, dan tekstur yang dipengaruhi uap air dan oksigen (Syarief et al.,1989) Kemasan Plastik Plastik merupakan senyawa polimer dari turunan-turunan monomer hidrokarbon yang membentuk molekul-molekul dengan rantai panjang dari reaksi polimerisasi adisi atau polimerisasi kondensasi. Sifat-sifat plastik sangat tergantung pada jumlah molekul dan susunan atom molekul. Plastik dalam bentuk produk akhir terdiri dari polimer murni dan unsur-unsur lain seperti bahan pengisi, pigmen, stabilisator, dan bahan pelunak (Harper,1975). Plastik juga mengandung beberapa zat aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik. Bahan yang ditambahkan tersebut disebut komponen non-plastik yang berupa senyawa organik atau anorganik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan migrasi bahan kemasan plastik ke dalam makanan, bahan aditif bukan satu-satunya komponen yang harus diteliti, melainkan juga residu monomer yang masih berada pada matrik polimer plastik. Daya peracunan setiap jenis residu monomer, oligomer dan bahan aditif perlu diselidiki agar keamanan konsumen dapat dijamin (Robertson, 1993). Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya, karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastik, dan permeabilitasnya terhadap uap air, CO 2, dan O 2, harganya relatif rendah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dan mengurangi biaya transportasi. Sebagai bahan pembungkus, kemasan plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain 15

14 (kertas atau alumunium foil). Kelemahan bahan kemasan plastik ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil yang terkandung dalam plastik dapat melakukan migrasi ke bahan makanan terkemas (Winarno,1993). Permeabilitas plastik terhadap udara dan uap air menyebabkan plastik berperan dalam modifikasi ruang kemasan selama penyimpanan. Sifat penting bahan kemasan plastik yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas gas dan uap air, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang sesuai dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno,1993). Jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik polipropilen. Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. Dikembangkan sejak 1950 dengan berbagai nama dagang seperti bexphane, dynafilm, luparen, escon, ole fane, dan profax. Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan cukup mengkilap (Syarief et al.,1989). Plastik propilen tidak mudah sobek atau retak. Sifat utama polipropilen adalah ringan (densitas 900 kg/m 3 ), permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, tembus pandang dan jernih sehingga mudah dicetak (printing). Polipropilen dibuat melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer propilen di bawah panas dan tekanan (Robertson, 1993). Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distilasi minyak kasar) etilen, propilen dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler polipropilen dapat diperoleh dari propilen (Brown, 1991). Struktur umum polipropilen dapat dilihat pada Gambar 1. 16

15 CH 2 CH CH 3 n Gambar 1. Struktur umum polipropilen (Brown, 1991) Beberapa sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al. (1989), antara lain: (i) ringan (densitas 0.9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku; (ii) mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku; (iii) lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi; (iv) permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen; (v) tahan terhadap suhu tinggi sampai C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi; (vi) titik leburnya tinggi sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik. Mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi; (vii) tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl; (viii) pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, silken, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat Kemasan Alumunium foil Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alumunium foil yang tipis dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). Alumunium foil merupakan kemasan logam yang lebih ringan daripada baja dan memiliki daya korosif terhadap atmosfir yang sangat rendah, mudah 17

16 dilekuk-lekukkan sehingga dapat dibentuk sesuai dengan keinginan, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun. Alumunium foil juga merupakan salah satu jenis kemasan yang kedap terhadap udara, uap air, dan kedap cahaya sehingga dapat mencegah peningkatan a w dan oksidasi. Alumunium foil memiliki sifat tahan terhadap panas, permeabilitas yang rendah terhadap uap air dan tidak korosif. Kemasan ini juga memiliki pori-pori yang kecil sehingga dapat menghambat kemampuan uap air untuk menembus masuk kedalam kemasan (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003). Alumunium foil merupakan kemasan yang dapat menghalangi cahaya dan oksigen (penyebab lemak teroksidasi atau menjadi tengik), bau dan aroma, kelembaban, dan bakteri masuk ke dalam makanan yang dikemas. Alumunium foil digunakan pada makanan dan produk-produk farmasi. Bahan ini juga digunakan untuk membuat kemasan pak yang berumur panjang (kemasan aseptik) untuk minuman dan dairy product dengan penyimpanan tanpa pendingin. Laminasi alumunium foil juga digunakan untuk mengemas makanan yang sensitif terhadap oksigen dan uap air, misalnya tembakau (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003). Alumunium foil memiliki sisi yang mengkilap dan sisi yang buram. Sisi yang mengkilap diproduksi ketika alumunium digulung pada waktu tahap akhir. Pada tahap akhir penggulungan, dua lembar digulung pada waktu yang sama. Keduanya masuk pada mesin penggulung. Ketika lembaran dipisahkan, sisi dalamnya tidak mengkilap, sedangkan sisi luarnya mengkilap. Banyak orang percaya bahwa sisi yang mengkilap mencerminkan bagian yang menjaga panas keluar dan menjaga panas di dalam ketika melapisi bagian luar produk (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003) Kemasan Gelas Gelas merupakan salah satu kemasan yang tertua. Gelas mempunyai sifatsifat yang menguntungkan sebagai bahan kemasan seperti inert (tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, serta sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair, dan gas. Kelemahan dari kemasan gelas yaitu sifatnya yang mudah 18

17 pecah dan kurang baik bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (ultraviolet) (Syarief,2002). Gelas adalah padatan amorf dari suatu larutan peroksida oksida, kalsium, natrium dan elemen lain. Bahan mentah gelas terutama adalah pasir, soda abu, dan batu kapur yang dipilih secara hati-hati. Dalam pembuatan wadah gelas, bahan adonan termasuk pasir, soda abu, batu kapur, dan bubuk gelas (yang dimasukkan ke dalam adonan untuk menurunkan titik lebur), diukur jumlahnya secara teliti, dan dipanaskan sampai suhu melebihi 2600 o F. Setelah gelas melebur dan dibersihkan, wadah gelas dibentuk dengan cara memasukkan gelas cair ke dalam mesin pencetak dimana pembentukkan gelas dimulai. Kemudian dipindahkan de dalam mesin pencetak terakhir untuk ditiup menjadi bentuk akhir, didinginkan sebentar, dan akhirnya dipisahkan dari mesin (Muchtadi, 1995). Komposisi kimia wadah gelas komersial dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia wadah gelas komersial Komposisi kimia Rumus kimia Persentase Silika SiO 2 73,000 Soda abu Na 2 O 13,000 Potasium Oksida K 2 O 0,440 Batu kapur CaO 11,700 Magnesium oksida MgO 0,190 Alumunium oksida Al 2 O 3 1,430 Besi oksida Fe 2 O 3 0,049 Belerang trioksida SO 3 0,190 Sumber: Syarief (2002) Wadah gelas untuk bahan pangan dapat dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu: gelas bermulut lebar (wide mouth) dan gelas bermulut sempit (narrow neck). Wadah gelas bermulut lebar kebanyakan digunakan untuk produk makanan bayi, susu bubuk, buah-buahan, mentega, kacang, kopi, teh, jam, jelly, acar, manisan, mayonais. Sedangkan, wadah gelas berleher sempit kebanyakan digunakan untuk produk-produk cair, seperti kecap, sari buah, sirup, bumbu cair, saus, cuka (Muchtadi, 1995). 19

18 Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah adanya ruang udara. Ruang kosong (head space) harus disediakan pada setiap kemasan gelas yang diisikan dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan untuk mengantisipasi terjadinya pemuaian bahan akibat peningkatan suhu karena proses sterilisasi. Ukuran dari head space ini diusahakan tidak terlalu besar atau kecil. Bila terlalu besar maka dapat mengakibatkan akumulasi udara pada atas kemasan gelas dan apabila terlalu kecil proses penutupan kemasan tidak akan sempurna. Besarnya head space yang digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada umumnya berkisar antara 3%-5%. Namun, untuk produk-produk yang menghasilkan gas seperti peroksida dan hipoklorit digunakan head space sebesar 10% (Muchtadi,1995). Proses penutupan merupakan bagian yang cukup penting dalam penggunaan kemasan gelas jar. Penutupan yang rapat dapat dihasilkan karena kontruksi leher botol memiliki ulir dan pengunci yang dapat menahan tutup secara kuat. Tutup yang digunakan untuk menutup kemasan jar dapat terbuat dari logam maupun plastik (Muchtadi,1995). Kemasan gelas dapat digunakan untuk jenis bahan berasam rendah ataupun berasam tinggi, sehingga cocok digunakan untuk mengemas produk confectionery. Perbedaan suhu di dalam dan di luar kemasan tidak boleh lebih dari 27 o C. Oleh karena itu, proses pengemasan terhadap kemasan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk menghindari keretakan (Syarief,2002). Menurut Muchtadi (1995), keuntungan menggunakan kemasan gelas meliputi (i) gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan yang dikemas; (ii) gelas bersifat kedap dan tidak berpori; (iii) tidak berbau dan bersih; (iv) bersifat transparan sehingga memungkinkan dapat diperiksa baik oleh konsumen maupun produsen; (v) mudah dibuka dan ditutup kembali; (vi) dapat dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. 2.7 Umur Simpan Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat 20

19 fisik, dan organoleptik, setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan (Arpah dan Syarief, 2000). Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut Labuza dan Schmild (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan meliputi: (i) jenis dan karakteristik produk pangan. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat); (ii) jenis dan karakteristik bahan kemasan. Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen); (iii) kondisi lingkungan. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut: (i) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik; (ii) ukuran kemasan dalam hubungan dengan volumenya; (iii) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; (iv) ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagianbagian yang terlipat. Proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya data mengenai: (i) mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas; (ii) unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk; (iii) mutu produk dalam kemasan; (iv) bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan; (v) mutu produk pada saat dikemas; (vi) mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima; (vii) variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan; (viii) resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan; (ix) sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk (Hine, 1987). 21

20 Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisa parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Pada metode ini, kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan dapat ditentukan umur simpan produk. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat (1-4 bulan), namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi (Herawati, 2008). Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : (i) pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa; (ii) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Herawati, 2008). Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982) menggunakan pendekatan Arrhenius. Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya: (i) Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja (ii) Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu 22

21 (iii) Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya (iv) Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap Dalam kinetika perubahan mutu pangan, umumnya dilakukan penyederhanaan reaksi-reaksi yang kompleks menjadi reaksi sederhana dengan orde reaksi kenol atau kesatu. Model perubahan mutu pangan dan orde reaksi perubahannya dapat dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya dengan integrasi yang dilanjutkan dengan analisis model atau fungsi dugaannya. Pengujian atas ketepatan model atau fungsi dugaan dapat dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ). Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada persamaan (1) dan ln atas persamaan (1) menjadi persamaan (2), dengan: (1) Dimana : K Ko Ea R T = konstanta kecepatan reaksi = konstanta pre-eksponensial = Energi aktivasi (KJ/mol) = konstanta gas = (kal/mol) = suhu mutlak (K) (2) Ln K -Ea/R 1/T Gambar 2. Grafik antara nilai ln K dan 1/T dalam persamaan Arrhenius 23

22 Nilai umur simpan dapat dihitung dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain. a. Reaksi Orde Nol Penurunan mutu orde nol adalah penurunan mutu yang konstan. Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Persamaannya adalah sebagai berikut:....(3) Integrasi terhadap persamaan (3) akan menghasilkan persamaan (5) dan umur simpan produk dapat dihitung dengan persamaan (6):.(4)...(5) Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde nol adalah: (6) Dimana : A t = nilai A pada awal waktu t A 0 = nilai awal A K = laju perubahan mutu t = waktu simpan b. Reaksi Orde Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti reaksi orde satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off flavour oleh mikroba pada produk daging, ikan, dan 24

23 unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan sebagainya. Persamaannya adalah sebagai berikut:...(7) Integrasi terhadap persamaan (7) akan menghasilkan persamaan (9) dan umur simpan dihitung berdasarkan persamaan (10):..(8)..(9) Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde satu adalah:.(10) 25

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang gula atau yang biasa disebut dengan permen merupakan produk makanan yang banyak disukai baik tua maupun muda karena permen mempunyai keanekaragaman rasa, warna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

KULIAH III KEMASAN GELAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan.

KULIAH III KEMASAN GELAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan. KULIAH III KEMASAN GELAS Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan. SEJARAH PERKEMBANGAN Asal : pelaut Venezia membuat tungku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Selai

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Selai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Selai Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa, dengan atau tanpa penambahan air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari PENDAHULUAN Latar Belakang Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari campuran sari buah dan air dengan penambahan bahan pembentuk gel yang dapat membuat teksturnya menjadi kenyal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permen atau kembang gula merupakan produk pangan yang banyak digemari. Menurut SII (Standar Industri Indonesia), kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi)

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi) PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi) 1. PENDAHULUAN Pengembangan industri plastik mempunyai peranan yang besar dalam menunjang cabang industri lainnya, mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci