BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesenangan, penerimaan, kepercayaan, penghargaan, bantuan yang saling

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesenangan, penerimaan, kepercayaan, penghargaan, bantuan yang saling"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persahabatan adalah suatu bentuk kedekatan hubungan yang meliputi kesenangan, penerimaan, kepercayaan, penghargaan, bantuan yang saling menguntungkan, saling mempercayai, pengertian, dan spontanitas (Santrock, 2002). Persahabatan didefinisikan sebagai keintiman, kebersamaan, dan hubungan diadik yang secara konseptual dan metodologis berbeda dari penerimaan teman sebaya (Franco & Levitt, 1998). Persahabatan merupakan tahapan perkembangan yang penting selama rentang kehidupan (Hartup & Stevens, 1999), khususnya pada masa remaja (Demir & Urberg, 2004). Membangun persahabatan tidak selalu berkaitan dengan pengalaman positif. Kepercayaan sebagai salah satu dasar dari persahabatan berkemungkinan untuk dicederai dalam relasi persahabatan. Kepercayaan dianggap telah dicederai ketika trustor (yang memercayai) mempersepsikan bahwa trustee (yang dipercayai) berperilaku tidak sesuai dengan harapan norma umum (Roth & Sitkin, 1993). Pencederaan kepercayaan berarti pencederaan terhadap elemen-elemen yang membentuk kepercayaan dalam persahabatan. Beberapa bentuk pencederaan kepercayaan dalam konteks organisasi yaitu perubahan aturan, pelanggaran kontrak, pengingkaran janji, pencurian ide, kebohongan, tuduhan yang salah atau tidak adil, dan pengungkapan rahasia (Bies & Tripp, 1996). Pada penelitian lain diungkapkan delapan kategori pencederaan kepercayaan yaitu perilaku kasar, masalah komunikasi, harapan yang tidak terpenuhi, kepemimpinan yang tidak efektif, penghargaan yang 1

2 2 kurang, masalah kompetensi, ketidaksesuaian perilaku dengan norma, dan perubahan struktural organisasi (Fraser, 2010). Weber dan Carter (2003) menjelaskan pada relasi yang akrab seperti keluarga, persahabatan, dan pernikahan, terdapat interaksi yang lebih akrab berupa kesediaan orang lain untuk berorientasi terhadap kepentingan diri sendiri. Kepercayaan dalam konteks relasi ini adalah harapan bahwa orang lain berorientasi terhadap diri dalam pengambilan keputusan. Sahabat atau pasangan memiliki kemampuan untuk memahami perspektif individu. Ada harapan bahwa sahabat memiliki beberapa sifat seperti setia, melindungi diri, dan tidak mengkhianati kepercayaan. Oleh karena itu, dalam relasi persahabatan melibatkan pemahaman mengenai keinginan dan kebutuhan sahabat, melakukan tindakan yang bermanfaat dan menjauhkan diri dari tindakan yang dapat membahayakan sahabat, bahkan juga memprioritaskan sahabat. Hal ini merupakan dasar dari proses membangun kepercayaan pada hubungan interpersonal. Selanjutnya, kondisi ini akan menghadapkan individu pada risiko terjadinya pencederaan kepercayaan (Weber & Carter, 2003). Respon terhadap pencederaan kepercayaan bervariasi, mulai dari jengkel hingga marah dan kecewa ketika individu merasa nilai dan keyakinannya dirusak (Lewicki & Wiethoff, 2000). Penelitian pencederaan kepercayaan pada konteks militer mengungkapkan, ketika rekan seregu melakukan pencederaan kepercayaan, maka mereka akan berkurang keterpercayaannya, dan keinginan untuk mengambil risiko dan harapan dari mereka juga akan berkurang (Brown, Adams, Famewo, & Karthaus, 2008). Pencederaan kepercayaan akan menyebabkan pengikisan kepercayaan dalam relasi (Lewicki & Tomlinson, 2003; Elangovan, Auer-Rizzi, & Szabo, 2007). Artinya peristiwa pencederaan

3 3 kepercayaan akan menurunkan level kepercayaan yang ada dalam suatu relasi. Bahkan pencederaan kepercayaan dan komitmen seperti pengkhianatan memiliki efek yang kuat pada hubungan akrab dan merupakan ancaman terbesar bagi integritas struktur relasi yang terbangun (Couch, Jones, & Moore, 1999). Pencederaan kepercayaan merupakan ancaman dalam persahabatan. Hal ini disebabkan karena salah satu keinginan manusia paling mendasar setelah dikhianati adalah pembalasan dendam (Frijda, 1994). Keakraban dalam persahabatan dapat berubah menjadi kejahatan karena sakit hati setelah kepercayaan dicederai. Beberapa kasus pembalasan dendam dalam persahabatan di Indonesia seperti pada Juni 2013, di Blitar seorang remaja di Blitar menganiaya teman karena merasa difitnah oleh korban (Bengkulu, 2013). Kemudian Juli 2013, di Yogyakarta tiga orang remaja membunuh sahabatnya sendiri karena merasa tersinggung dengan ucapan korban (Vemale, 2013). Identification Based Trust (IBT) merupakan istilah pada relasi yang melibatkan level emosi yang tinggi seperi persahabatan (Lewicki & Wiethoff, 2000). Dalam konteks ini, ketika kepercayaan dicederai maka situasi yang menyebabkan terjadinya pencederaan harus dipahami terlebih dahulu agar persahabatan dapat terus berlanjut. Jika individu tidak bisa atau tidak ingin untuk mengkomunikasikan masalah, maka kemungkinan persahabatan akan berakhir. Untuk mempertahankan kepercayaan, penting bagi kedua pihak untuk membicarakan pencederaan kepercayaan untuk mengklarifikasi berbagai miskomunikasi. Ada beberapa situasi yang menentukan tingkat kerusakan kepercayaan dari pencederaan yang dilakukan. Kepercayaan dalam relasi akan semakin terganggu ketika pencederaan yang dilakukan berkemungkinan terjadi kembali

4 4 pada konteks yang sama (Roth & Sitkin, 1993). Atribusi pada dimensi kepercayaan juga ditemukan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan kepercayaan. Atribusi yang berkaitan dengan kebaikan memiliki efek kerusakan yang lebih buruk dibandingkan atribusi pencederaan kepercayaan yang berkaitan dengan kompetensi (Elangovan, et al., 2007). Lewicki dan Tomlinson (2003) mengemukakan tiga faktor yang menentukan tingkat kerusakan kepercayaan dari perilaku pencederaan kepercayaan, faktor-faktor tersebut adalah: 1. Besarnya pencederaan. Besarnya pencederaan merupakan indikasi dari keseriusan konsekuensi yang dialami korban. Sebagai ilustrasi, ketika sahabat menghilangkan baju yang sudah tua tidak akan separah ketika ia menghilangkan baju yang baru pertama kali dipakai dan sangat disukai. 2. Jumlah kejadiaan pencederaan sebelumnya. Ketika telah jelas pola pencederaan kepercayaan yang berulang, maka akan menyebabkan pencederaan yang serius, meskipun besaran pencederaan ringan,. 3. Dimensi kepercayaan tertentu yang dicederai. Pencederaan terkait integritas dan kebaikan dirasa lebih menyakitkan dibandingkan pencederaan terkait kemampuan. Kepercayaan memiliki peranan yang cukup besar dalam persahabatan. Sikap saling percaya selalu ada dalam persahabatan. Salah satu penelitian pada remaja di Indonesia menemukan tiga faktor yang berpengaruh dalam pembentukan persahabatan yaitu kepercayaan, penerimaan dan saling menghargai (Sulistyo, 2011). Bisa dilihat faktor pembentuk persahabatan tersebut bersifat mutual, dengan kata lain yang terpenting adalah relasi yang terjalin di dalam persahabatan tersebut. Ketiga faktor ini merupakan wujud dari

5 5 komponen kesejatian (genuineness) yang membentuk persahabatan remaja di Indonesia (Sulistyo, 2011). Hasil penelitian lain pada remaja Indonesia menunjukkan ada variasi dasar percaya terhadap sahabat dalam rentang masa remaja. Pada remaja awal, dasar utama percaya terhadap sahabat adalah keterpercayaan dan baik hati. Sedangkan, pada remaja akhir, kedekatan, keterpercayaan, dan kepedulian menjadi dasar utama percaya terhadap sahabat (Ampuni, Lestari, Adiwibowo, & Kim, 2010). Alasan utama remaja mempercayai orang tua dan sahabat adalah hubungan yang saling melengkapi, kesesuaian, keterpercayaan, persahabatan dan lainnya. Hubungan yang saling melengkapi merupakan alasan pertama remaja dalam mempercayai sahabat. Secara spesifik, untuk dipercayai maka sahabat harus mampu memahami dan memiliki sifak baik hati. Hal ini mencerminkan elemen afeksi sebagai faktor pendukung dalam membangun hubungan. Sahabat lebih dipercayai sebagai tempat bergantung dan berbagi masalah daripada ibu. Alasan kedua remaja mempercayai sahabatnya adalah keterpercayaan, yaitu sejauh mana sahabat memiliki sifat-sifat untuk layak dipercaya. Secara khusus, seorang sahabat harus mampu menjaga rahasia, terpercaya, dan hubungan persahabatan yang terjalin didasari saling percaya (mutual trust) (Indrayanti & Adiwibowo, 2008). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan elemen-elemen pembentuk kepercayaan yaitu baik hati, kelayakan untuk dipercaya (terpercaya), mampu menjaga rahasia, memahami, saling percaya, dan peduli. Remaja adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia. Masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan manusia.

6 6 Remaja dimulai pada usia tahun dan berakhir pada usia tahun (Santrock, 2002). Pada abad ke-20, masa remaja lebih panjang yaitu sekitar usia 10 tahun hingga awal 20 tahun. Hal ini disebabkan pematangan fisik yang semakin cepat dan penundaan umur untuk bekerja dan menikah hingga pertengahan umur 20-an (Steinberg, 2001). Steinberg (2001) membagi remaja ke dalam tiga fase usia yaitu, remaja awal pada usia tahun, remaja tengah pada usia tahun dan remaja akhir pada usia tahun. Penelitian ini akan dilakukan pada remaja akhir karena relasi persahabatan pada remaja akhir memiliki ikatan emosional dan penerimaan lebih mendalam jika dibandingkan dengan relasi persahabatan pada masa remaja awal atau tengah (Anantasari, 1997; Conger, 1977; Sulistyo, 2011). Remaja merupakan tahap pencarian identitas untuk masa depan kelak. Remaja mulai mengurangi waktu di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah seperti bersekolah dan bersama teman. Masa remaja ini menjadi unik karena terdapat beberapa aspek yang mengalami perubahan fundamental. Aspek-aspek tersebut yaitu aspek biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2002; & Steinberg, 2001). Persahabatan pada masa remaja penting karena persahabatan memiliki fungsi-fungsi dalam perkembangan remaja. Enam fungsi persahabatan tersebut adalah yaitu kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, dan keakraban atau perhatian (Santrock, 2003). Dukungan teman pada remaja berdampak pada pencapaian akademik yang lebih baik (Steinberg, 2001). Teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Kebutuhan untuk kedekatan meningkat pada masa remaja awal dan hal ini mendorong remaja untuk mencari

7 7 teman dekat. Sulivan menyatakan, jika remaja gagal membentuk persahabatan yang akrab, mereka akan mengalami perasaan kesepian diikuti dengan rasa harga diri yang menurun (lihat Santrock, 2003). Hasil penelitian menyatakan bahwa persahabatan pada masa awal remaja merupakan salah satu alat yang signifikan untuk memprediksi harga diri pada masa dewasa awal (Bagwell, Newcomb, & Bukowski, 1998). Sahabat yang baik didefinisikan sebagai individu yang memiliki persahabatan dengan kualitas yang tinggi. Persahabatan dapat menjadi aset penting dalam kehidupan. Hal ini ditentukan oleh karakter sahabat dan kualitas persahabatan (Hartup & Stevens, 1999). Kualitas persahabatan yang tinggi adalah mereka yang lebih banyak memiliki fitur positif dibandingkan fitur negatif dalam persahabatan (Berndt, 2002). Kualitas persahabatan yang tinggi dicirikan dengan kecenderungan untuk bertingkah laku prososial, keakraban, dan fitur positif lainnya, dan rendahnya konflik, persaingan, dan fitur negatif lainnya (Berndt, 1996). Kualitas persahabatan yang tinggi memiliki banyak dampak positif, seperti meningkatkan harga diri (Franco & Levitt, 1998), meningkatkan kemampuan penyesuaian diri remaja (Demir & Urberg, 2004) dan kemampuan penanganan anak terhadap stressor (Hartup & Stevens, 1999). Pengalaman persahabatan pada anak dan remaja secara konsisten berhubungan dengan harga diri, kesepian dan suasana hati yang buruk (Parker & Asher, 1993; Franco & Levitt, 1998). Penerimaan anak oleh teman sebaya ternyata tidak berkaitan dengan jumlah sahabat yang dimiliki (Parker & Asher, 1993). Tidak semua anak yang diterima oleh teman sebaya memiliki sahabat, bahkan anak yang rendah pada level penerimaan sebaya ternyata memiliki sahabat. Dapat disimpulkan

8 8 bahwa jumlah sahabat (kuantitas persahabatan) tidak begitu penting, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kualitas persahabatan yang terjalin. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar peranperan di luar keluarga. Hubungan teman sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja untuk masuk ke dalam suatu lingkungan sosial pada masa kanak-kanak atau masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah dan gangguan. Jadi, pengaruh teman sebaya dapat positif maupun negatif. Baik Piaget maupun Sullivan menekankan bahwa hubungan teman sebaya memberikan konteks untuk mempelajari pola hubungan yang timbal balik dan setara (Santrock, 2003). Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja (terutama remaja yang berada pada fase perkembangan tengah dan akhir) adalah mencapai keterampilan sosial atau social skills untuk melakukan penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek keterampilan sosial yang harus dikuasai remaja yaitu persahabatan dan solidaritas kelompok. Remaja harus mampu melakukan penyesuaian seperti penyelesaian masalah, komunikasi yang efektif terutama dalam pengatasan konflik dengan otoritas (orang tua, guru, dsb) dan integritas dalam kehidupan kelompok yaitu mengembangkan konformitas, solidaritas, dan mampu menerima umpan balik dari kelompok (Ekowarni, 1993). Dalam konteks persahabatan, teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk menjalin persahabatan. Kedekatan dan keakraban dalam intensitas pertemuan yang tinggi membuat mereka menjadi sahabat. Teman sebaya

9 9 memberikan dampak positif dalam perkembangan remaja. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Teman sebaya menyediakan sarana untuk perbandingan secara sosial dan sumber informasi sosial dan pembentukan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi (Santrock, 2002). Teman sebaya dapat memberikan pengaruh negatif dalam perkembangan remaja. Kenakalan remaja adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, berupa pelanggaran atau tindakan-tindakan kriminal. Salah satu penyebab kenakalan remaja adalah pengaruh teman sebaya. Tuntutan konformitas dan tekanan teman sebaya mencapai puncaknya pada usia remaja. Umumnya remaja terlibat dalam bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang tidak sopan, mencuri, dan merusak (Santrock, 2002). Ditinjau dari tahap dan tugas perkembangannya, remaja yang melakukan tindakan yang dikategorikan sebagai nakal adalah remaja yang gagal dalam melakukan tugas perkembangannya. Kenakalan remaja sebenarnya adalah ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan dengan cara adaptive sehingga cenderung melakukan sikap yang maladaptive (Ekowarni, 1993). Pencederaan kepercayaan berkemungkinan besar terjadi dalam persahabatan. Beberapa bentuk perilaku pencederaan kepercayaan yang sering terjadi yaitu kebohongan, pengingkaran janji dan pengungkapan rahasia. Dampak pencederaan kepercayaan akan berbeda pada setiap orang (Lewicki & Tomlinson, 2003). Pencederaan kepercayaan bisa menyebabkan menurunnya level kepercayaan (Elangovan, et al., 2007). Bahkan, pencederaan kepercayaan bisa mengakibatkan berakhirnya relasi (Lewicki & Wiethoff, 2000).

10 10 Pada penelitian mengenai pengkhianatan ditemukan bahwa pemaafan dan pembalasan dendam merupakan respon perilaku ketika dikhianati. Pemaafan berkaitan dengan keinginan untuk membangun kembali relasi ke arah positif. Pembalasan dendam merupakan bentuk negatif sebagai akibat dari pengkhianatan (Fitness, 2001). Selain itu, pemaafan ditemukan sebagai elemen penting dalam perbaikan relasi setelah pencederaan kepercayaan (Elangovan, et al., 2007; Watkins, Hui, Luo, Regmi, Worthington, Hook, & Davis, 2011). Pemaafan adalah suatu keputusan yang disengaja oleh korban untuk menghilangkan perasaan dendam dan memberikan ampunan kepada pelaku (Lewicki & Tomlinson, 2003). Orang yang memaafkan cenderung untuk memperbaiki relasi dengan pihak yang mencederai (McCullough, 2000). Lewicki dan Tomlinson (2003) lebih mengkhususkan, dalam membangun kembali relasi tidak hanya pemaafan, tapi juga disertai dengan keinginan dari pihak yang tercederai. Ada kemungkinan pihak yang tercederai telah memaafkan, akan tetapi tidak menginginkan untuk melanjutkan relasi. Secara garis besar, ada dua kemungkinan keadaan relasi setelah terjadinya pencederaan kepercayaan, yaitu relasi dapat terus berlanjut atau relasi berakhir. Pada dua kondisi tersebut, hal yang membedakan yaitu perbaikan dari pencederaan yang dilakukan (Fraser, 2010). Dalam penelitiannya, Fraser (2010) menyatakan pada individu yang berhasil untuk memperbaiki relasi, ada perbaikan untuk setiap pencederaan yang dilakukan. Pada individu yang gagal memperbaiki relasi, tidak semua pencederaan diperbaiki. Percaya merupakan aspek penting dalam relasi persahabatan. Semakin tinggi kualitas persahabatan maka kecenderungan level percaya akan semakin tinggi. Dengan kata lain, level percaya dalam persahabatan menentukan level

11 11 kualitas persahabatan. Pada kualitas persahabatan tinggi, remaja cenderung untuk lebih percaya dibandingkan pada kualitas persahabatan sedang atau rendah. Bila kualitas persahabatan tinggi, maka remaja tidak akan ragu untuk meminjamkan barang pribadi, dan meminjamkan uang kepada sahabat. Remaja juga lebih berani untuk bercerita banyak, termasuk hal-hal memalukan dan masalah pribadi. Jika kualitas persahabatan sedang atau rendah, akan ada keterbatasan dalam hubungan persahabatan mereka. Remaja cenderung tidak begitu percaya dan tidak terlalu bergantung kepada sahabat. Banyak respon yang berkemungkinan dilakukan remaja dalam menghadapi pencederaan kepercayaan dalam persahabatan. Hal ini berkaitan dengan tingkat keparahan dari pencederaan yang dilakukan. Pada relasi akrab seperti persahabatan, kecenderungan untuk memaafkan akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan kelekatan dan hubungan emosional yang terjalin cukup dalam dan intim. Untuk alasan yang sama, pencederaan kepercayaan dalam relasi akrab memiliki dampak yang lebih parah. Remaja akan merasa lebih terkhianati ketika dibohongi oleh sahabat dibandingkan dengan teman biasa. Keadaan relasi setelah pencederaan pun bisa beragam. Dengan memaafkan, maka kecenderungan untuk memperbaiki kepercayaan akan tinggi. Pada akhirnya relasi persahabatan yang terjalin dapat pulih kembali. Di sisi lain, ketika remaja merasa sangat tersakiti, maka ia tidak hanya akan memutuskan persahabatan, namun juga bisa melakukan pembalasan dendam. Berbagai kemungkinan ini, menjadikan penelitian menarik untuk diteliti. Penelitian mengenai kepercayaan dalam persahabatan di Indonesia belum terlalu banyak dilakukan. Penelitian persahabatan umumnya menggunakan teori-teori barat yang belum tentu sesuai jika diterapkan di

12 12 Indonesia. Perbedaan budaya, adat, dan kebiasaan merupakan hambatan dalam generalisasi teori barat untuk dapat diaplikasikan. Studi tentang masa remaja muncul dalam konteks masyarakat industri barat, dimana kebutuhan-kebutuhan praktis dan norma-norma sosial kebudayaan ini mendominasi pemikiran tentang remaja. Akibatnya, perkembangan remaja dalam kebudayaan barat berlaku sebagai norma bagi semua remaja di dunia, tanpa memandang keadaankeadaan ekonomi dan kebudayaan (Santrock, 2002). Penelitian mengenai pencederaan kepercayaan banyak dilakukan di Barat. Penelitian dari Barat tidak dapat sepenuhnya digeneralisasikan untuk di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada konteks yang berbeda, seperti konteks industri dan organisasi. Tidak banyak penelitian pencederaan kepercayaan yang dilakukan pada relasi interpersonal, seperti persahabatan. Peneliti ingin melihat apakah gambaran dinamika pencederaan kepercayaan pada penelitian sebelumnya akan terjadi juga pada konteks relasi persahabatan. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dinamika persahabatan yang mengalami pencederaan kepercayaan. Secara khusus, bagaimana remaja di Indonesia menyikapi pencederaan kepercayaan dalam persahabatan akan menjadi penting mengingat kemungkinan dampak pencederaan kepercayaan yang dapat merusak persahabatan. B. Permasalahan Penelitian Dari pemaparan di atas, pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: 1. Seperti apa gambaran umum pencederaan kepercayaan (berupa besaran kekuatan, frekuensi, dan bentuk pencederan) pada relasi persahabatan remaja?

13 13 2. Bagaimana dinamika pencederaan kepercayaan pada relasi persahabatan remaja? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum (berupa besaran kekuatan, frekuensi dan bentuk pencederaan) dan dinamika pencederaan kepercayaan pada persahabatan remaja. Secara terperinci, penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai dinamika pencederaan kepercayaan yang meliputi: bentuk pencederaan, respon dan keadaan persahabataan setelah kejadian pencederaan kepercayaan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah a. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pengembangan ilmu psikologi sosial khususnya pada kajian kepercayaan dalam persahabatan di Indonesia. b. Manfaat praktis: Memberi masukan bagi remaja, sekolah, dan orang tua untuk memahami cara yang efektif untuk menjaga persahabatan pada level yang baik setelah mengalami kejadian pencederaan kepercayaan. Hal ini menjadi penting karena kualitas persahabatan yang baik memberikan banyak dampak positif terhadap remaja. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai persahabatan dan kepercayaan dalam persahabatan. Di indonesia, Sulistyo (2011) telah melakukan penelitian mengenai dinamika pembentukan persahabatan pada remaja. Setelah

14 14 itu, Ampuni, et al., (2010) dan Indrayanti dan Adiwibowo (2008) melakukan penelitian mengenai dinamika kepercayaan pada persahabatan. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini berfokus pada pencederaan kepercayaan dalam persahabatan remaja di Indonesia. Dari Barat juga telah dilakukan penelitian mengenai pencederaan kepercayaan (Roth & Sitkin, 1993; Bies & Tripp, 1996; Elangovan & Shapiro, 1998; Elangovan, et al., 2007; Fraser, 2010;). Namun penelitian-penelitian dilakukan pada konteks industri dan organisasi. Selain konteks industri dan organisasi, ada juga penelitian mengenai pencederaan kepercayaan pada bidang militer (Brown, et al., 2008). Disamping perbedaan konteks, penelitianpenelitian ini menggunakan konsep dan teori barat dimana hal tersebut tidak dapat sepenuhnya digeneralisasikan dengan konteks budaya di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan akrab antara sesorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang dengan orang lainnya. Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar terhadap prilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan Pada Remaja Akhir 1. Pengertian Pemaafan McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) mengemukakan bahwa pemaafan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masa remaja merupakan masa yang selalu menarik untuk dibahas dari masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. S dan I telah melewati beberapa unit dalam fase forgiveness.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tahap perkembangan remaja, kebanyakan mereka tidak lagi mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan menolong ini berarti memberikan sesuatu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum gambaran dari manusia yang sehat adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, teratur, dan tepat pada masing-masing tahap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

Apakah Kamu Teman yang Amanah? Psikologi Indijinus: Teman yang Amanah pada Masyarakat Melayu

Apakah Kamu Teman yang Amanah? Psikologi Indijinus: Teman yang Amanah pada Masyarakat Melayu Apakah Kamu Teman yang Amanah? Psikologi Indijinus: Teman yang Amanah pada Masyarakat Melayu Dede Fitriana Anatassia Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau email: dede.fitriana@uin-suska.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah homo socius atau makhluk sosial (Berger & Luckmann, 1966).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah homo socius atau makhluk sosial (Berger & Luckmann, 1966). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo socius atau makhluk sosial (Berger & Luckmann, 1966). Berger & Luckmann (1966) menjelaskan bahwa sejak kelahirannya, manusia telah memiliki

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Hubungan Dalam Negosiasi Proses negosiasi terjadi diantara dua pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci