IV BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV BAHAN DAN METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September Pengambilan data sekunder dilakukan pada instansi-instansi yang terkait, yaitu : Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah IV, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di Provinsi, UPTD Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (BIPHUT) Provinsi, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dan BPS Provinsi. 4.2 Bahan dan Alat Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah peta, yang terdiri dari : Administrasi Provinsi, HPH Provinsi, HPHTI Provinsi, IPHHK Provinsi, Kawasan Hutan Provinsi, Jaringan Jalan Provinsi, dan Sungai Provinsi, masing-masing peta dibuat dengan skala 1 : dan tahun Alat Alat-alat yang digunakan, antara lain : satu set komputer dengan perangkat lunak ArcView GIS, Microsoft Access, Microsoft Word, dan Microsoft Excel. 4.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data A Identifikasi Data 1) Hasil hutan, meliputi : jenis hasil hutan kayu bulat, kelompok jenis kayu bulat, asal dan tujuan peredaran, volume peredaran kayu bulat, alat angkut yang digunakan, dan jalur transportasi yang digunakan. 2) Data administrasi, meliputi : luas kabupaten/kota, luas provinsi, batas kabupaten/kota, dan batas provinsi.

2 18 3), meliputi : a. Administrasi Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 b. HPH Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 c. HPHTI Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 d. IPHHK Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 e. Kawasan Hutan Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 f. Jaringan Jalan Provinsi, skala 1 : dan tahun 2003 g. Sungai Provinsi, skala 1 : dan tahun ) Data Penduduk, meliputi : jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah tenaga kerja tiap industri. Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk bersumber pada data potensi desa Provinsi tahun 2003, sedangkan jumlah tenaga kerja tiap industri bersumber pada Dinas Kehutanan Provinsi tahun B Sumber Data Data sekunder berasal dari : Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah IV, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di Provinsi, UPTD Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (BIPHUT) Provinsi, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dan BPS Provinsi Pengolahan Data A Peredaran Hasil Hutan 1) Basis data Basis data yang tersedia dibuat oleh Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah IV dengan program Microsoft Access, yang terdiri dari sejumlah data peredaran hasil hutan sesuai dengan masing-masing nomor seri Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) yang diterbitkan, dengan tujuan untuk mempermudah dalam penggabungan hasil input data oleh beberapa pengentry data peredaran hasil hutan, sehingga basis data yang ada sebanyak nomor seri yang telah diterbitkan.

3 19 Basis data ini terdiri dari entity dan atribut sebagai berikut : a. Entity Pengirim, Tujuan, dan Penerbit SKSHH Atribut-atributnya terdiri : tanggal, nomor seri (primekey), masa berlaku, asal perusahaan, alamat kantor, via pengangkutan, alat angkut, alamat muat, asal produksi, penerbit SKSHH, nomor register, tujuan perusahaan, alamat pembeli, alamat bongkar, keterangan, dan pengentry. b. Entity Hasil Hutan Atribut-atributnya terdiri : nomor seri (foreignkey), jenis hasil hutan, jenis Kayu Meranti, jenis Kayu Campuran, jenis Kayu Indah, jenis Kayu Mewah, jumlah, satuan jumlah, volume Kayu Meranti, volume Kayu Indah, dan volume Kayu Campuran. 2) Pemanfaatan Basis data Basis data hasil hutan tersebut dimanfaatkan untuk pengambilan data peredaran kayu bulat, yang terdiri dari : jenis kayu bulat, volume kayu bulat, asal peredaran kayu bulat, tujuan peredaran kayu bulat, dan alat angkut yang digunakan. Pada tahap ini dilakukan query untuk mendapatkan data yang diinginkan dengan langkah sebagai berikut : a. Penyiapan basis data peredaran hasil hutan b. Query Query dilakukan untuk identifikasi data-data sebagai berikut : b.1. Identifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu olahan. Identifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu olahan dilakukan untuk mengetahui asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu olahan, yaitu : kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran kayu bulat. b.2. Identifikasi volume kayu bulat yang beredar dan kayu olahan. Identifikasi volume kayu bulat dan kayu olahan dilakukan untuk mengidentifikasi jumlah volume kayu bulat dan kayu olahan yang beredar, dengan proses menghitung jumlah volume per kelompok jenis kayu, yaitu : Kayu Meranti, Kayu Campuran, dan Kayu Indah.

4 20 b.3. Identifikasi kelompok jenis kayu bulat dan kayu olahan. Identifikasi kelompok jenis kayu bulat dan kayu olahan dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok jenis yang beredar, yaitu : Kelompok Jenis Kayu Meranti, Kelompok Jenis Kayu Campuran, dan Kelompok Jenis Kayu Indah. b.4. Identifikasi alat angkut yang digunakan. Identifikasi alat angkut yang digunakan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis alat angkut yang digunakan, yaitu : alat angkut darat (truk) dan sungai (rakit dan ponton), dengan menghitung volume per alat angkut dan per kabupaten/kota. 3) Perusahaan Lokasi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) sebagai asal peredaran kayu bulat dan Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) sebagai tujuan peredaran kayu bulat di Provinsi disajikan dalam peta perusahaan. HPH dan HPHTI dibuat oleh Badan Planologi Kehutanan (2003) dan IPHHK oleh Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi (2003). B Pembuatan 1) Hutan Produksi Pembuatan Hutan Produksi dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Kawasan Hutan. b. Melakukan query dengan SIG terhadap kawasan hutan produksi. c. Menampilkan kawasan hutan produksi sebagai peta sendiri. d. Hutan Produksi telah terbentuk. 2) Jaringan Jalan Utama Pembuatan Jaringan Jalan Utama dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Jaringan Jalan. b. Melakukan query dengan SIG terhadap jaringan jalan utama. c. Menampilkan jaringan jalan utama sebagai peta sendiri. d. Jaringan Jalan Utama telah terbentuk.

5 21 3) Sungai Batanghari Pembuatan Sungai Batanghari dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Sungai. b. Melakukan query dengan SIG terhadap Sungai Batanghari. c. Menampilkan Sungai Batanghari sebagai peta sendiri. d. Sungai Batanghari telah terbentuk. 4) Volume Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat Pembuatan peta tersebut dengan langkah-kangkah sebagai beikut : a. Penyiapan Administrasi. b. Input data volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dalam atribut Administrasi. c. Penentuan kelas kriteria volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dengan pengklasifikasian 5 (lima) kelas volume dengan pendekatan SIG (classify of natural breaks type), yaitu : - Kelas volume asal peredaran, terdiri dari : m 3, m 3, m 3, m 3, dan m 3. - Kelas volume tujuan peredaran, terdiri dari : m 3, m 3, m 3, m 3, dan m 3. d. Volume Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat telah terbentuk berdasarkan masing-masing kriteria yang telah ditentukan Analisis Data A Analisis Peredaran Kayu Bulat Analisis peredaran kayu bulat dilakukan dengan melakukan query Basis data Hasil Hutan Provinsi. Analisis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Analisis Kabupaten/kota Asal dan Tujuan Peredaran Hasil Hutan. Analisis kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran hasil hutan dilakukan untuk menganalisis asal dan tujuan peredaran hasil hutan dari dan ke kabupaten/kota.

6 22 Analisis ini menjelaskan tentang kesesuaian kondisi lokasi kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran hasil hutan dan pola asal dan tujuannya. Kesesuaian kondisi lokasi asal dengan mengkaji data distribusi lokasi HPH dan HPHTI di masing-masing kabupaten dan distribusi pada kawasan hutan (hutan produksi). Kesesuaian kondisi lokasi tujuan peredaran kayu bulat dengan mengkaji data lokasi industri kayu (IPHHK) di tiap kabupaten/kota, jumlah penduduk, dan jalur transportasi yang digunakan. 2) Analisis Volume Peredaran Hasil Hutan. Analisis volume peredaran hasil hutan dilakukan untuk menganalisis besarnya volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dari dan ke kabupaten/kota. Analisis ini menjelaskan tentang kesesuaian kondisi lokasi kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran hasil hutan dengan besarnya volume peredaran masing-masing kabupaten/kota asal dan tujuan. Kesesuaian kondisi lokasi asal dengan mengkaji data distribusi lokasi HPH dan HPHTI di masing-masing kabupaten, distribusi kawasan hutan (hutan produksi). Kesesuaian kondisi lokasi tujuan peredaran kayu bulat dengan mengkaji data lokasi industri kayu (IPHHK) yang aktif di tiap kabupaten/kota, kebutuhan bahan baku kayu bulat tiap kabupaten/kota berdasarkan jumlah industri dan kapasitasnya, jumlah penduduk, dan jalur transportasi yang digunakan. 3) Analisis Kelompok Jenis Hasil Hutan. Analisis kelompok jenis hasil hutan dilakukan untuk menganalisis kelompok jenis yang beredar, terdiri dari : Kelompok Jenis Kayu Meranti, Kelompok Jenis Kayu Campuran, dan Kelompok Jenis Kayu Indah. Pada analisis ini dijelaskan tentang dasar pengelompokan jenis kayu bulat oleh Departemen Kehutanan dan volume peredaran masing-masing kelompok jenis tiap kabupaten/kota. Volume peredaran dibandingkan dengan jatah tebang yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan. 4) Analisis Jalur Transportasi yang Digunakan. Analisis jalur transportasi yang digunakan dilakukan untuk menganalisis jenis-jenis alat angkut yang digunakan, terdiri dari : analisis

7 23 alat angkut darat dan sungai yang digunakan, serta jumlah volume per alat angkut/kabupaten. B Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan untuk menganalisis data spasial yang terkait dengan peredaran kayu bulat di Provinsi dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan metode overlay (tumpang tindih). Tumpang tindih beberapa peta dilakukan untuk mendapatkan beberapa peta yang diinginkan untuk analisis data spasial yang terkait dengan peredaran kayu bulat. Proses yang dilakukan pada metode ini, antara lain : 1) Penentuan Lokasi Kabupaten/kota Asal Peredaran Hasil Hutan. Penentuan lokasi ini dengan melakukan tumpang tindih HPH dan HPHTI dengan Administrasi untuk mendapatkan Lokasi HPH dan HPHTI Provinsi. Lokasi masing-masing HPH dan HPHTI pada masing-masing kabupaten sebagai lokasi asal peredaran kayu bulat. Keberadaan HPH dan HPHTI pada masing-masing kabupaten mempunyai pengaruh terhadap volume asal peredaran kayu bulat. 2) Penentuan Lokasi Kabupaten/kota Tujuan Peredaran Hasil Hutan. Penentuan lokasi ini dengan melakukan tumpang tindih IPHHK dengan Administrasi untuk mendapatkan Lokasi IPHHK Provinsi. Lokasi masing-masing IPHHK pada masing-masing kabupaten/kota sebagai lokasi tujuan peredaran kayu bulat. Keberadaan IPHHK pada masing-masing kabupaten/kota mempunyai pengaruh terhadap volume tujuan peredaran hasil hutan. 3) Penentuan Jalur Peredaran Hasil Hutan. Penentuan jalur peredaran hasil hutan dengan melakukan tumpang tindih Jaringan Jalan dan Sungai dengan Administarsi untuk mendapatkan Jalur Darat dan Sungai Provinsi. Pemetaan jalur peredaran yang digunakan dengan menggunakan Jalur Darat dan Sungai, sehingga dapat digambarkan melalui jalur mana saja peredaran terjadi dan berapa besar volume pada masing-masing jalur peredaran yang digunakan tiap kabupaten/kota.

8 24 4) Penentuan Distribusi Kawasan Hutan. Penentuan distribusi kawasan hutan, khususnya hutan produksi pada masing-masing kabupaten dengan melakukan tumpang tindih Kawasan Hutan dengan Administrasi untuk mendapatkan Distribusi Kawasan Hutan Provinsi. Hasil tumpang tindih khususnya keberadaan hutan produksi pada tiap kabupaten memberikan indikasi sebagai faktor yang mempengaruhi besarnya asal peredaran kayu bulat. 5) Penentuan Peredaran Kayu Bulat Provinsi Penentuan peta ini dengan melakukan tumpang tindih Administrasi, HPH, HPHTI, IPHHK, Hutan Produksi, Jaringan Jalan Utama, dan Sungai untuk mendapatkan Peredaran Kayu Bulat Provinsi. C Analisis Kebutuhan Bahan Baku Kayu Bulat Industri 1) Analisis kebutuhan berdasarkan kapasitas izin industri tiap kabupaten. Analisis ini dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap kebutuhan bahan baku kayu bulat dengan rumus sebagai berikut : Kebutuhan Kayu Bulat = Total Kapasitas Izin x 1/Rendemen Dimana : - Total kapasitas adalah total kapasitas industri tiap kabupaten. - Rendemen adalah persentase hasil bersih produk pengolahan, besarnya berdasarkan masing-masing jenis kayu olahan (SK Dirjen BPK Nomor S.948/VI-BPPHH/2004). Hasil perhitungan ini untuk mengetahui kemampuan Provinsi dalam supply bahan baku kayu bulat untuk industri. 2) Analisis kebutuhan riil berdasarkan jumlah volume peredaran kayu olahan. Analisis ini dilakukan dengan menghitung kebutuhan kayu bulat dengan rumus sebagai berikut : Kebutuhan Riil Kayu Bulat = Total Peredaran Kayu Olahan x 1/Rendemen

9 25 Dimana : - Total peredaran kayu olahan adalah produksi kayu olahan hasil pengolahan basis data hasil hutan. - Rendemen adalah persentase hasil bersih produk pengolahan, besarnya berdasarkan masing-masing jenis kayu olahan (SK Dirjen BPK Nomor S.948/VI-BPPHH/2004). Hasil perhitungan ini untuk mengetahui kemampuan riil Provinsi dalam supply bahan baku kayu bulat untuk industri. D Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis ini digunakan untuk menjelaskan peredaran kayu bulat yang terjadi, terkait dengan asal, tujuan, volume, kelompok jenis kayu bulat, alat angkut yang digunakan, dan kaitan dengan data spasial yang ada. Jenis data yang digunakan, sumber data, teknik analisis, dan output yang ingin dicapai berdasarkan setiap tujuan penelitian ini disajikan pada Tabel Rekomendasi Peredaran Kayu Bulat Rekomendasi peredaran hasil hutan didasarkan atas analisis-analisis yang telah dilakukan, seperti : hasil analisis peredaran kayu bulat, analisis spasial, analisis kebutuhan bahan baku, dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi yang terkait dengan : 1) Asal, tujuan, volume, jenis kayu bulat dan kayu olahan, alat angkut yang digunakan dalam peredaran kayu bulat. 2) Kesesuaian peredaran kayu bulat dengan jumlah industri yang ada. 3) Kebutuhan kayu bulat yang harus dipenuhi. 4) Kemampuan supply bahan baku kayu bulat untuk industri.

10 26 Tabel 1 Jenis data, sumber data, teknis analisis data, dan output berdasarkan tujuan penelitian No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis 1 Mengidentifikasi - Asal peredaran Ditjen BPK Query asal, tujuan - Tujuan peredaran Baplan Basis data volume, jenis kayu - Volume Kehutanan Deskriptif bulat dan alat peredaran BSPHH Wil IV Kuantitatif angkut yang - Jenis kayu bulat digunakan dalam - Alat angkut yang Dinhut Provinsi peredaran kayu digunakan bulat tiap kab/ kota di Provinsi. Output Data kayu bulat yang beredar, yaitu asal, tujuan, volume, jenis dan alat angkut yang digunakan. 2 Memetakan peredaran kayu bulat tiap kabupaten/kota di Provinsi. - Data Penduduk - Asal peredaran - Tujuan peredaran - Jenis kayu bulat - Volume kayu bulat - Alat angkut - Adm - HPH - HPHTI - IPHHK - Jalan - Sungai - Kawasan Hutan Ditjen BPK Baplan Kehutanan BSPHH Wil IV Dinhut Provinsi UPTD Biphut Provinsi BPS Provinsi Tumpang tindih Query Basis data Deskriptif Kuantitatif -peta hasil tumpang tindih untuk menggambarkan lokasi administrasi, lokasi perusahaan, kepadatan penduduk, jalur transportasi, arah peredaran kayu bulat, serta kondisi kawasan hutan Provinsi. 3 Mengkaji kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk mengetahui kemampuan Provinsi dalam supply bahan baku kayu bulat untuk industri di Provinsi - Volume asal dan tujuan peredaran - Data jumlah industri dan kapasitas per kab/kota. - Data rendemen kayu olahan Ditjen BPK BSPHH Wil IV Dinhut Provinsi Deskriptif Kuantitatif Analisis Kebutuhan Bahan Baku Jumlah kebutuhan kayu bulat yang harus dipenuhi oleh industri tiap kabupaten/kota dan kemampuan Provinsi dalam supply bahan baku kayu bulat industri. 4 Rekomendasi Peredaran Kayu Bulat. Hasil analisis yang telah dilakukan : analisis peredaran, analisis spasial, analisis kebutuhan kayu bulat dan analisis deskriptif kuantitatif. Ditjen BPK Baplan Kehutanan BSPHH Wil IV Dinhut Provinsi UPTD Biphut Provinsi BPS Provinsi Deskriptif Kuantitatif Rekomendasi yang terkait dengan kebijakan peredaran kayu bulat.

11 27 Database Hasil Hutan Pemanfaatan Database Data Peredaran Kayu Bulat Peredaran Hasil Hutan Perusahaan 1 HPH 2 HPHTI 3 IPHHK Administrasi Input Data Peredaran Kayu Bulat Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat Kondisi Hutan Kawasan Hutan Hutan Produksi Jaringan Jalan Jalan Utama Jalur Transportasi Sungai Sungai Batanghari PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA OVERLAY ANALISIS DATA ANALISISPEREDARAN KAYU BULAT 1. Asal, Tujuan, dan Volume 2. Kelompok Jenis Hasil Hutan 3. Jalur Transportasi ANALISIS KEBUTUHAN BAHAN BAKU KAYU BULAT DAN ANALISIS DESKRIPTIF KUANTITATIF ANALISIS SPASIAL 1. Penentuan Lokasi Asal Peredaran 2. Penentuan Lokasi Tujuan Peredaran 3. Penentuan Jalur Peredaran 4. Penentuan Distribusi Kawasan Hutan 5. Penentuan Peredaran Kayu Bulat REKOMENDASI PEREDARAN KAYU BULAT Gambar 4 Diagram alir metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. alam dengan bantuan data spasial dan non spasial. sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan umum, diantaranya para pengguna

BAB I PENDAHULUAN. alam dengan bantuan data spasial dan non spasial. sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan umum, diantaranya para pengguna 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi sangat cepat seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi dan pertumbuhan tingkat kecerdasan manusia. Saat ini telah banyak sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah uang. Salah satu yang menunjang aktivitas manusia adalah alat

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah uang. Salah satu yang menunjang aktivitas manusia adalah alat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kita memasuki kehidupan yang serba modern. Pada kehidupan modern ini tentulah selalu mengutamakan waktu, bahkan ada istilah waktu adalah uang. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem manajemen berupa informasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Sistem yang berjalan Proses yang sedang berjalan dalam penginformasian mengenai data lokasi Kantor Kecamatan di Kota Medan masih menggunakan daftar tabel

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN SEBAGAI PENUNJANG KEPUTUSAN PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN (STUDI KASUS JALAN KABUPATEN DI KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG) KETUT CHANDRA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kotamadya Jakarta Pusat yang terletak di tengah-tengah Provinsi DKI Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota Jakarta, merupakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENGATURAN SPOOR DAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA API

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENGATURAN SPOOR DAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA API APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENGATURAN SPOOR DAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA API (Studi Kasus: Stasiun pasar turi Surabaya-Stasiun Lamongan kota) Budy Pribadi 1, Agung Budi Cahyono ST, MSc,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA, Ir. MARTHEN KAYOI, MM NIP STATISTIK DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA i Tahun 2007

KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA, Ir. MARTHEN KAYOI, MM NIP STATISTIK DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA i Tahun 2007 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas pimpinan dan bimbingannya sehingga buku STATISTIK DINAS KEAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2007 dapat diselesaikan. Buku Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV. BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK 3.1. Persiapan 3.1.1.Persiapan Administrasi a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas lampung kepada CV. Geoplan Nusantara b. Transkrip nilai semester

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan

BAB IV METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar, bab ini akan menjelaskan uraian pelaksanaan penelitian. Tahap kegiatan pada pelaksanaan penelitian ini meliputi empat tahap utama antara lain persiapan,

Lebih terperinci

Abstrack. Kata kunci : Sistem Informasi Geografis, Overlay, Sumber Daya Hutan

Abstrack. Kata kunci : Sistem Informasi Geografis, Overlay, Sumber Daya Hutan Sistem Informasi Geografis (SIG) Hasil Sumber Daya Hutan Dan Reboisasi Di Wilayah Perum Peri KPH Semarang Hendri Setiawan, Amiq Fahmi, S.Kom, M.Kom Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat dewasa ini semakin luas. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) resmi diberlakukan demikian pula dengan

BAB I PENDAHULUAN. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) resmi diberlakukan demikian pula dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tanggal 1 Januari 2014 sistem jaminan sosial kesehatan terbaru atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) resmi diberlakukan demikian pula dengan BPJS (Badan Penyelenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan hal yang wajib dipenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan hal yang wajib dipenuhi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak Bumi dan Bangunan merupakan hal yang wajib dipenuhi dan dipertanggungjawabkan oleh setiap pemilik bangunan, fasilitas atau sarana kota lainnya. Pajak Bumi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Medan Belawan adalah sebagai pusat kegiatan budi daya

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Medan Belawan adalah sebagai pusat kegiatan budi daya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kecamatan Medan Belawan adalah sebagai pusat kegiatan budi daya perikanan. Keberadaan lokasi budi daya udang di Kecamatan Medan Belawan tersebar cukup merata

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan 35 BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK 3.1. Tahapan Pelaksanaan Secara khusus tahapan pelaksanaan pembuatan Peta Lahan Investasi ini dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini : Persiapan Administrasi Situasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012) 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 5 Juli 2013, meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan pengamatan lapangan (ground

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sosial politik, pendidikan dan kebudayaan. Keberadaan fasilitas pendidikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI KEHUTANAN DAN Nomor : KM 3 Tahun 2003 Nomor : 22/KPTS-II/2003 Nomor : 33/MPP/Kep/1/2003 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN KAYU MELALUI PELABUHAN MENTERI PERHUBUNGAN,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Nomor : P. 13/VII-PKH/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.61/Dik-1/2010 T e n t a n g B O G O R KURIKULUM

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN, a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 Keputusan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 89 VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi tahun 24 berasal dari 8 kabupaten, kecuali Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci. Kota Jambi tidak mempunyai kawasan hutan

Lebih terperinci

A. PERKEMBANGAN IUPHHK-HA. 1. Jumlah HPH/IUPHHK-HA per Bulan Desember 2008 sebanyak 312 unit dengan luas ha.

A. PERKEMBANGAN IUPHHK-HA. 1. Jumlah HPH/IUPHHK-HA per Bulan Desember 2008 sebanyak 312 unit dengan luas ha. A. PERKEMBANGAN IUPHHK-HA 1. Jumlah HPH/IUPHHK-HA per Bulan Desember 2008 sebanyak 312 unit dengan luas 26.859.188 ha. 2. Progres penyelesaian permohonan melalui lelang IUPHK-HA sebagai penyelesaian PP

Lebih terperinci

PEMERINTAH ACEH BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

PEMERINTAH ACEH BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU FORMULIR PENDAFTARAN ULANG KONSESI SEKTOR KEHUTANAN =========================================================== 1. LEGALITAS DAN ADMINISTRASI PERUSAHAAN 1.1 Nama Perusahaan Pemegang Izin : 1.2 Nama Kontak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemanfaatan data spasial belakangan ini semakin meningkat sehubungan dengan kebutuhan masyarakat agar segalanya menjadi lebih mudah dan praktis terkait

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERLUASAN AREAL KERJA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) DALAM HUTAN ALAM, IUPHHK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KEMASYARAKATAN (IUPHHKM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Sistem yang berjalan Analisa sistem yang sedang berjalan dalam memberikan informasi tentang lokasi Bengkel Resmi Honda pada CV. Indako Trading Co masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Barat. Kota ini didirikan pada tahun 1810 pada masa penjajahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Sistem yang berjalan Proses yang sedang berjalan dalam penginformasian mengenai data lokasi Apotik 24 Jam di Kota Medan masih bersifat manual, banyaknya

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 01/VI-BPPHH/2010 Tanggal : 7 Januari 2010

Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 01/VI-BPPHH/2010 Tanggal : 7 Januari 2010 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 01/VI-BPPHH/2010 Tanggal : 7 Januari 2010 PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN, PERUBAHAN DAN PELAPORAN RENCANA PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3

ANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3 ANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3 Alan Rama Budi Email : alan.rama16@gmail.com Program Studi Ilmu Komputer FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Fungsi Utama dari jalan adalah

Lebih terperinci

a. merencanakan kegiatan operasional Balai; d. merencanakan penyelenggaraan pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan Balai; e.

a. merencanakan kegiatan operasional Balai; d. merencanakan penyelenggaraan pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan Balai; e. BAB XXXVI BALAI PELAYANAN PEREDARAN HASIL HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 163 Susunan Organisasi Balai Pelayanan Peredaran Hasil Hutan terdiri dari: a. Kepala UPT; b. Kepala

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PELELANGAN KAYU TEMUAN DAN KAYU SITAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK) PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN Nomor : 020/IMSertifikasi-SK/III/2016

SURAT KEPUTUSAN Nomor : 020/IMSertifikasi-SK/III/2016 PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) Jl. Ciremai Raya Blok BC No. 231 Kayuringin Jaya, Kota Bekasi - 17144 Telp. 021-8844934, 88961414 Fax. 021-88961414 email: intimultimasertifikasi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Timur adalah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi Jawa Timur saat ini tumbuh menjadi provinsi besar yang modern. Dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa hasil kayu hutan hak/rakyat di

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 73 /Dik-1/2010 T e n t a n g

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.51/Menhut-II/2014. TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN

Lebih terperinci

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H No.688, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Izin Usaha. Pemanfaatan. Hutan Kayu. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.31/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU Menimbang : MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BUKU MANUAL APLIKASI DATA PENYELIDIKAN

BUKU MANUAL APLIKASI DATA PENYELIDIKAN BUKU MANUAL APLIKASI DATA PENYELIDIKAN 1. Pendahuluan Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) merupakan institusi pemerintah di bawah Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI KATA PENGANTAR Booklet Data dan Informasi Propinsi Bali disusun dengan maksud untuk memberikan gambaran secara singkat mengenai keadaan Kehutanan di Propinsi

Lebih terperinci

PEMODELAN DECISION SUPPORT SYSTEM MANAJEMEN ASET IRIGASI BERBASIS SIG

PEMODELAN DECISION SUPPORT SYSTEM MANAJEMEN ASET IRIGASI BERBASIS SIG PEMODELAN DECISION SUPPORT SYSTEM MANAJEMEN ASET IRIGASI BERBASIS SIG Ryan Hernawan 1),Tri Joko Wahyu Adi 2) dan Teguh Hariyanto 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Sistem Yang Sedang Berjalan Proses yang sedang berjalan dalam penginformasian Lokasi Pasar di Kota Medan, masih bersifat manual, yaitu untuk pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi kapas seperti kapas kecantikan dengan merek Selection Cotton.

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi kapas seperti kapas kecantikan dengan merek Selection Cotton. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit,

Lebih terperinci

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun 2009 Halaman

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun 2009 Halaman KATA PENGANTAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan yang memiliki tugas pokok salah satunya adalah penyaji data dan informasi tentang sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian disajikan dalam diagram langkah-langkah metodologi penelitian yang merupakan skema sistematis mengenai keseluruhan proses studi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PETUNJUK PELAKSANAAN DEKONSENTRASI TAHUN 2017 PEMANTAUAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN A. Dasar

Lebih terperinci

SASARAN DIKLAT DAN PERSYARATAN CALON PESERTA DIKLAT BALAI DIKLAT KEHUTANAN KUPANG TAHUN 2016

SASARAN DIKLAT DAN PERSYARATAN CALON PESERTA DIKLAT BALAI DIKLAT KEHUTANAN KUPANG TAHUN 2016 Lampiran 2 : Surat Kepala Balai Diklat Kehutanan Kupang Nomor : S.23 /BDK-2/2016 Tanggal : 13 Januari 2016 SASARAN DIKLAT DAN PERSYARATAN CALON PESERTA DIKLAT BALAI DIKLAT KEHUTANAN KUPANG TAHUN 2016 No

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komputer yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara

BAB I PENDAHULUAN. komputer yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sistem Informasi Geografis merupakan sistem informasi berbasis komputer yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial. Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Oleh : Rachman Effendi 1) ABSTRAK Jumlah Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan tidak sebanding dengan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menjelaskan alasan mengapa penulis mengambil judul dari masalah yang dialami atau disebut juga latar belakang, rumusan masalah dan batasan masalah dari judul

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEREDARAN HASIL HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008

SISTEM INFORMASI PEREDARAN HASIL HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008 SISTEM INFORMASI PEREDARAN HASIL HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DELPHI 2007 DAN SQL SERVER 2008 Vivi Nurfianti Jurusan Sistem Informasi STMIK PalComTech

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR. Kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih. KATA PENGANTAR Buku Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Tahun 2008 merupakan lanjutan dari Buku Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi 2007 dan dimaksudkan untuk memberikan publikasi data

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan hutan yang sangat luas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan hutan yang sangat luas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan hutan yang sangat luas dan merupakan paru- paru dunia yang amat mencakup kehidupan banyak khalayak dengan luas mencapai 130 juta hektar.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KEPADATAN LALU LINTAS DAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN KOTA SURABAYA Witarjo 1, Arna Fariza 2, Arif Basofi 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen Pembimbing 2 Politeknik

Lebih terperinci

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Disampaikan pada : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 6 Februari 2014 KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 94 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 4.1 Implementasi 4.1.1 Spesifikasi Hardware Spesifikasi hardware minimum yang diperlukan untuk menjalankan sistem informasi ini adalah sebagai berikut : a. Processor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tempat Pemakaman Umum biasa disingkat TPU merupakan kawasan. tempat pemakaman yang biasanya dikuasai oleh pemerintah daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Tempat Pemakaman Umum biasa disingkat TPU merupakan kawasan. tempat pemakaman yang biasanya dikuasai oleh pemerintah daerah dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tempat Pemakaman Umum biasa disingkat TPU merupakan kawasan tempat pemakaman yang biasanya dikuasai oleh pemerintah daerah dan disediakan untuk masyarakat umum yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pengindraan Jauh dan Intepretasi Citra, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya otonomi daerah (Otoda), telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini membawa konsekuensi logis kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUIPHHK RATU CANTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI. 1.

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUIPHHK RATU CANTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI. 1. RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUIPHHK RATU CANTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI 1. Identitas LVLK a. Nama Lembaga : PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI b. Nomor

Lebih terperinci