BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku merokok 1. Pengertian perilaku merokok Dalam pengertian luas, perilaku ini mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Ide-ide, impian-impian, reaksi-reaksi kelenjar,lari, menggerakan sesuatu, semuanya itu adalah perilaku. Dengan kata lain, perilaku adalah sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme. Sedangkan menurut pengertian yang lebih sempit, perilaku hanya mencakup reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif (Chaplin, 2005). Hampir sama dengan definisi tersebut, Atkinson (tanpa tahun) menyatakan bahwa perilaku adalah aktifitas suatu organisme yang dapat di deteksi. Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh stimulus yang diterima baik stimulus internal maupun stimulus eksternal. Manusia adalah makhluk yang sangat dinamis.ada banyak perilaku manusia yang bisa diamati, diobservasi dan diprediksi.salah satunya yaitu perilaku merokok.seperti halnya perilaku lain, perilaku meroko pun muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). 12

2 13 Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktifitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktifitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000). Sementara Leventhal & Cleary (2000) menyatakan bahwa perilaku merokok terbentuk melalui empat tahap yaitu: tahap Preparation, Initation, Becoming a Smoker, dan Maintenance of Smoking. Perilaku merokok adalah perilaku yang telah umum di jumpai.perilaku merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hai ini mungkin disebabkan karena rokok mudah didapatkan dan dapat diperoleh dimana saja.(poerwadarminta, 1995) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah dan kertas. 2. Tipe perilaku merokok Mu tadin (2002) membagi tipe merokok menjadi empat golongan sebagai berikut : a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur di pagi hari.

3 14 b. Perokok berat merokok sekitar batang sehari dengan sela waktu merokok sekitar 6-30 menit setelah bangun tidur di pagi hari. c. Perokok sedang menghabiskan rokok batang dengan selang waktu menit setelah bangun pagi. d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku perokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok. Mu tadin menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi : a. Merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik : (1) Kelompok homogen ( sama-sama perokok). Secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di area yang boleh merokok (smoking area). (2) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan lain-lain). Mereka yang berani merokok di tempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata karma. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, serta secara tersamar mereka telah tega menyebar racun kepada orang lain yang tidak bersalah.

4 15 b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi : (1) Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri dan penuh dengan rasa gelisah yang mencekam. (2) Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi. Menurut Mu tadin (2002) perilaku merokok ada 4 tipe berdasarkan Management of affect theory. Keempat tipe tersebut adalah : a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok akan merasakan penambahan rasa positif. Tipe perokok ini dibagi lagi menjadi 3 sub tipe yaitu: (1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. (2) Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. (3) Pleasure of hanling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk mengisapnya hanya dibutuhkan

5 16 waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlamalama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum menyalakan dengan api. b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif. Misalnya, jika ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok jika perasaan tidak enak terjadi sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. c. Perilaku merokok karena kecanduan psikologis (psychological addiction). Mereka yang sudah kecanduan, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk memberi rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat menginginkanya. d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis

6 17 seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Menghidupkan api rokok jika rokok yang terdahulu telah benar-benar habis. 3. Pola perilaku merokok Perilaku merokok dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu perokok (smoker) dan bukan perokok (non smoker) (Molarius dkk, tanpa tahun). a. Perokok (Smoker) adalah seseorang yang merokok produk tembakau baik setiap hari maupun tidak setiap hari. Perokok dapat dibagi lagi menjadi dua kategori : b. Daily Smoker (perokok harian), adalah seseorang yang merokok produk tembakau minimal satu batang setiap hari. Perokok yang merokok setiap hari namun tidak merokok pada saat-saat tertentu misalnya pada waktu puasa (ritual keagamaan) masih di klasifikasikan sebagai perokok harian. c. Occasionally Smoker (perokok kadang-kadang), adalah seseorang yang merokok setiap hari namun tidak setiap hari. Occasionally Smoker meliputi : (1) Reducers (perokok yang mengurangi jumlah rokok), yaitu perokok yang pernah merokok setiap hari namun sekarang tidak merokok setiap hari.

7 18 (2) Continuing occasional, yaitu perokok yang tidak pernah merokok setiap hari dan telah merokok 100 batang atau lebih rokok (atau bahkan tembakau dalam jumlah setara), dan sekarang kadang-kadang merokok. (3) Eksperimenters, yaitu perokok yang telah merokok kurang dari 100 batang rokok (atau tembakau dalam jumlah setara), dan sekarang kadang-kadang merokok. d. Bukan perokok (non smoker) adalah seseorang pada saat penelitian dilakukan, tidak merokok sama sekali. Bukan perokok dapat dibagi menjadi tiga kategori : (1) Ex-smoker (mantan perokok), adalah seseorang yang tidak pernah merokok sama sekali. (2) Never smoker (tidak pernah merokok), adalah seseorang yang tidak merokok sama sekali ataqu pernah merokok dan kurang dari 100 batang rokok (atau tembakau dalam jumlah yang setara) namun sekarang tidak merokok. (3) Ex-occasional smoker (mantan perokok kadang-kadang), adalah seseorang yang dahulu perokok kadang-kadang dan telah merokok 100 batang rokok atau lebih namun sekarang tidak merokok. 4. Penyebab perilaku merokok Dalam membahas penyebab perilaku gangguan penyalaghunaan dan ketergantungan zat termasuk perilaku merokok, harus dipahami bahwa

8 19 seorang individu menjadi tergantung pada zat umumnya melalui suatu proses. Pertama, orang yang bersangkutan harus mempunyai sikap positif terhadap zat tersebut, mulai menggunakanya secara teratur, menggunakanya berlebihan, dan terakhir menyalahgunakannya atau menjadi tergantung secara fisik padanya. Setelah menggunakannya secara berlebihan dalam waktu lama, orang yang bersangkutan akan terikat oleh proses-proses biologis toleransi dan putus zat( Davison dkk, 2006). 5. Tahap perilaku merokok Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditantai oleh frekuensi dan intensitas yang berbeda pada setiap tahapnya (Richardson dkk, 2002), dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung pada nikotin. Leventhal dan Cleary (2000) mengatakan ada empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu: a. Tahap Prepatory Seorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai rokok dengan cara mendengar, melihat, atau hasil dari bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b. Tahap initiation Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak perilaku merokoknya.

9 20 c. Tahap becoming a smoker Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. d. Tahap maintenance a smoking Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok Mu tadin mengemukakan alasan mengapa remaja merokok, antaralain: a. Pengaruh orang tua Menurut Baer & Corado, ramaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan sulit terlibat dengan rokok maupun obatobatan dibandingkan dengan keluarga permisi, dan paling kuat pengaruhnya apabila orang tua sendiri menjadi figur yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak di dapati dengan mereka yang tinggal dengan satu orang tua ( single parent). Remaja berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok dari pada ayah yang merokok. Hal ini terlihat pada remaja putri. b. Pengaruh teman sebaya

10 21 Pengaruh kelompok sebaya terhadap perilaku beresiko kesehatan pada remaja dapat terjadi melalui mekanisme peer sosializaton, dengan arah pengaruh berasal kelompok sebaya, artinya ketika remaja bergabung dengan kelompok sebayanya maka seorang remaja akan dituntut untuk berperilaku sama dengan kelompoknya, sesuai dengan norma yang dikembangkan oleh kelompok tersebut (Mu tadin, 2002). Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka, karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat berpengaruh kuat dalam pemilihan teman. (Yusuf, 2006). c. Faktor kepribadian Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) konformitas sosial. Pendapat ini di dukung Atkinson 1999 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor rendah. d. Pengaruh iklan Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada dalam iklan tersebut.

11 22 7. Motif perilaku merokok Laventhal & Cleary ( dalam Oscamp 1984) menyatakan motif seorang perokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu : 1. Fakto psikologis Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam lima bagian yaitu : a. Kebiasaan Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif maupun positif. Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu. b. Reaksi emosi yang positif Merokok digunakan untuk menghasilkan reaksi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukan kejantanan (kebanggan diri) dan menunjukan kedewasaan. c. Reaksi untuk penurunan emosi Merokok di gunakan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain. d. Alasan sosial Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan

12 23 untuk menentukan image diri seseorang. Merokok juga dapat disebabkan adanya paksaan dari temn-temanya. e. Kecanduan atau ketagihan Seseorang merokok mengaku karena telah mengalami kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin. 2. Faktor biologis Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis. 8. Aspek-aspek dalam perilaku merokok (Aritonang 1997) a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari Erikson (Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok berkaitan masa mencari jati diri pada diri remaja. Silvans dan Tomkis (Mu tadin 2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan yang negatif. b. Intensitas merokok Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya perokok yang dihisap, yaitu : (1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari

13 24 (2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari (3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari c. Tempat merokok Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu tadin 2002), yaitu : (1) Merokok ditempat-tempat umum/ ruang publik - Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaanya. Umumnya mereka masoh menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. - Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). (2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi - Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempattempat seperti ini sebagai tempat merokok di golongkan kepeda individu yang kurang menjaga kebersihan, penuh rasa gelisah yang mencekam. - Toilet. Perokok jenis ini dapat di golongkan sebagai orang yang suka berfantasi. d. Waktu merokok Menurut Presty (Smet 1994) remaja yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang di alaminya pada saat itu, misalnya saat berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah di marahi orang tua, dll.

14 25 e. Dampak perilaku merokok Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu : (1) Dampak positif Merokok dapat menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Graham (dalam Ogden 20000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Smet (1994) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial, dan menyenangkan. (2) Dampak negatif Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden 2000). Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapatmendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat di picu karena merokok dimulai dari penyakit di kepala sampai penyakit di telapak kaki antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit kardiovaskuler, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan), nafsu seksual, sakit mag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia

15 26 (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung, dan tenggorokan). B. Iklan rokok 1. Pengertian iklan rokok Dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia dinyatakan bahwa: Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Niken, 2007). Iklan diartikan sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang dijual, dipasang pada media massa seperti surat kabar, majalah atau ditempat-tempat umum. Sedangkan istilah periklanan merujuk kepada pemahaman keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian pesan. Dalam pengertian iklan perlu diingat adanya kata-kata yang berkaitan dengan pesanan dan khalayak ramai. Iklan adalah suatu kegiatan yang menyampaikan berita, tetapi berita yang disampaikan atas pesanan pihak yang menginginkan agar produk atau jasa yang dijual dapat diterima dan dibeli oleh konsumen. Pengertian dari iklan rokok dalam PP RI No. 19 Pasal Tahun.2003 adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat

16 27 dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Menurut Juniarti (dikutip oleh Mu tadin 2002) melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambar bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku merokok seperti yang ada dalam iklan tersebut. Iklan merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap suatu produk dan iklan memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, membujuk, atau untuk mengingatkan masyarakat terhadap produk rokok (Agung,2010). Dengan melihat iklan yang ada di televisi dan media massa, remaja mulai mengenal dan mencoba untuk merokok (Agung, 2010) karena gencarnya iklan rokok yang beredar di masyarakat, ditambah dengan adanya image yang dibentuk oleh iklan rokok sehingga terlihat seakan orang yang merokok adalah orang yang sukses dan tangguh yang dapat melalui rintangan apapun (Wawan & Dewi, 2010). Iklan, promosi, ataupun sponsor merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para produsen rokok untuk mempermudah produsen rokok dalam mempengaruhi remaja dan anak-anak. Pengaruh iklan sangat mempengaruhi dalam kehidupan remaja. Terkadang remaja yang menjadi perokok pemula tersrbut akibat melihat iklan rokok di lingkungan mereka, karena remaja belum mengerti benar mengenai bahaya yang di sebabkan oleh perokok ataupun penyakit yang dapat timbul karena rokok, sehingga

17 28 orang tua dapat memberi pemahaman terhadap anak-anaknya tentang merokok (Wawan & dewi, 2010). Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan kesuatu khalayak, target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeksposan langsung, reklame luar ruang, atau kendaraan umum (Monle lee, 2007). Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon. Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis yaitu verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak secara meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya, seperti gambar benda, orang atau binatang (Sobur, 2003). 2. Fungsi iklan Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi yaitu: a. Memberikan informasi (informing) Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merekmerek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat

18 29 merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk alat komunikasi yang efektif, berkemampuan mrnjangkau khalayak luas dengan biaya perkontak relatif rendah, periklanan memfasilitasi pengenalan (introduction) merek-merek baru meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek-merek yang telah ada, dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA-top of mind awareness) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk yang sudah matang. b. Mempersuasi (Persuading) Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. c. Mengingatkan (Reminding) Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan dipilihnya, Periklanan lebih jauh di demonstrasikan untuk mempengareuhi pengalihan merek (brand swictching) dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhie ini belum membeli suatu merek yang tersedia dan mengandung atributatribut yang menguntungkan. d. Memberikan nilai tambah (Adding value) Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efekfit

19 30 menyebabkan merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih gaya, lebih bergengsi dan lebih unggul dari tawaran pesaing (Terence, 2003). Devinto (dalam Ardianto, 2004) menyatakan bahwa fungsi persuasi iklan dipengaruhi oleh efek pesan media massa sebagai saluran yang paling efektif untuk mempengaruhi khalayak. Efek pesan dalam Media (dalam Ardianto, 2004) adalah : (1) Efek kognitif (2) Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan ketrampilan kognitifnya. (3) Efek Afektif (4) Dalam efek afektif media massa bukan hanya sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan merasakan intensitas rangsangan emosional pesan media massa. (5) Efek Behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diminatinya. Stimulus menjasi teladan untuk perilakunya. Media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan.

20 31 C. Remaja 1. Pengertian remaja Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun, wanita 13 tahun sampai dengan 22 tahun, bagi pria rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 / 13 tahun sampai dengan 17/18 tahun sampai dengan 21 /22 tahun adalah remaja akhir. Pada usia ini umumnya anak sedangduduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) sampai menengah atas (SMA) (Asrori, 2009). Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia.masa remaja sering digambarkan sebagai masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan (Soetjiningsih, 2004).Sedangkan menurut Willis (2010), masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap serta rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, merokok, kriminal, dan kejahatan seks. Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Masa remaja diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa

21 32 remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Sesuai dengan perkembangan usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu : a. Remaja awal (12 15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut, Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. b. Remaja Madya (15-18 tahun) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik, yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

22 33 c. Remaja akhir (18-21 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : (1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. (2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. (3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. (4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. (5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. Sarwono (2001) menyatakan bahwa definisi remaja untuk masyarakat indonesia adalah menggunakan batasan usia tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut : (1) Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksualsekunder mulai tampak (kriteria fisik). (2) Di banyak masyaraakat indonesia usia 11 tahun sudah di anggap akil bali, baik menurut agama ataupun adat, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria seksual). (3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya isentitas diri (ego identity

23 34 menurut Erick Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget) maupun moral (menurut Kohlbreg). (4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, (5) Dalam definisi diatas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun di anggap dan di perlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini di batasi khusus untuk orang yang belum menikah. 2. Ciri-ciri masa remaja Menurut Havighurst dalam Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang sangat penting Remaja memiliki perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan

24 35 Masa remaja merupakan peralihan dari anak menjadi dewasa. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus di lakukan. Remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Bila remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya. Apabila remaja berperilaku seperti orang dewasa, maka ia sering dianggap belum pantas. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai yang sesuai bagi dirinya. D. Teman sebaya 1. Pengertian teman sebaya Sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula, misalnya teman sekolah (Mu tadin 2002). Teman sebaya juga diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai latar belakang, usia, pendidikan, dan status sosial yang sama, dan mereka biasanya dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan masing-masing anggotanya. Dalam kelompok teman sebaya biasanya mereka saling bercerita tentang kesenangan dan latar belakang anggotanya. Asmani (2012) menambahkan selain tingkat usia yang sama, teman sebaya juga memiliki tingkat kedewasaan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang seumur, berlatar belakang, berpendidikan, dan dalam status sosial yaang sama,

25 36 dimana dalam kelompok tersebut biasanya terjadi pertukaran informasi yang mungkin saja dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota lainnya. Memasuki masa remaja, individu mulai akan belajar hubungan timbal balik yang akan didapatkan ketika mereka melakukan interaksi dengan orang lain maupun dengan temanya sendiri. Selain itu mereka juga belajar untuk mengobservasi dengan teliti mengenai minat dan pandangan temannya, ini dilakukan agar remaja dengan mudah ketika ingin menyatu atau beradaptasi dengan temannya (Piaget & Sullivan dalam Asmani 2012). 2. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya Hurlock (2012) menyebutkan kelompok-kelompok sosial yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah : a. Teman dekat Biasanya remaja memiliki dua atau tiga teman dekat atau sahabat. Dan pada umumnya teman mereka terdiri dari jenis kelamin dan usia yang sama, mempunyai tujuan, keinginan, dan kemampuan yang sama. Teman dekat ini dapat mempengaruhi satu sama lain dalam berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan remaja. b. Kelompok kecil Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman-teman dekat. Pada awalnya kelompok ini terdiri dari satu kelompok jenis kelamin yang

26 37 sama, namun kemudian meliputi juga dari kedua jenis kelamin yang berbeda. c. Kelompok besar Kelompok ini terdiri dari kelompok kecil dan kelompok teman dekat. Kelompok ini berkrmbang dengan meningkatnya minat untuk bersenangsenang dan menjalin hubungan. Karena besarnnya kelompok ini membuat penyesuaian minat berkurang diantara anggota-anggotanya. Sehingga timbul jarak sosial yang besar diantara mereka. d. Kelompok yang terorganisir Kelompok ini merupakan kelompok binaan orang dewasa. Biasanya kelompok ini dibentuk oleh orang dewasa misalnya sekolah ataupun organisasi masyarakat. Kelompok ini di bentuk dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. e. Kelompok geng Kelompok ini terbentuk karena remaja tidak termasuk dalam kelompok atau kelompok besar dan merasa kurang puas dengan kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok geng. Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis yang minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial. f. Fungsi teman sebaya Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sejumlah remaja menunjukan hubungan yang positif dengan teman sebaya menghasilkan penyesuaian

27 38 sosial yang positif juga (Santrock dalam Desmita, 2010). Pernyataan ini diperkuat oleh hartup yang menemukan bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang sangat penting bagi remaja, Hightower juga menyatakan bahwa hubungan teman sebaya yang harmonis selama masa remaja akan menghasilkan kesehatan mental yang positif pada usia setengah baya (Desmita, 2012). 3. Fungsi teman sebaya Kelly & Hansen (dalam Desmita, 2012) menyebutkan 6 fungsi dari teman sebaya, yaitu : a. Mengontrol implus-ipmlus negatif. Interaksi dengan teman sebaya membuat remaja belajar bagaimana memecahkan masalah dengan cara-cara lain dengan tidak meluapkan kemarahan langsung. b. Mendapatkan dukungan emosional dan sosial serta menjadi lebih mandiri. Kelompok teman sebaya memberikan dukungan untuk mencoba peran dan tanggung jawab baru, hal ini membuat berkurangnnya rasa ketergantungan mereka dengan keluarganya. c. Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaanperasaan dengan cara yang lebih dewasa. d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku dan sikap mereka dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda. e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Dalam kelompok, remaja mencoba untuk mengambil keputusan menurut diri mereka

28 39 sendiri. Mereka menilai sendiri nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki temannya, selanjutnya mereka akan memutuskan mana yang benar menurut mereka. Hal ini dapat membantu remaja dalam mengembangkan penalaran moral mereka. f. Meningkatkan harga diri. Seorang remaja akan merasa nyaman dan senang ketika dirinya menjadi orang yang disukai dalam kelompoknya. 4. Peran teman sebaya Remaja memiliki kebutuhan untuk diakui oleh teman atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa bangga apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila diremehkan oleh teman sebayanya. Bagi remaja, pandangan teman terhadap dirinya merupakan sesuatu yang penting. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah : a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia keluarga b. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan c. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mampu melakukan hubungan sosial. Maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan.

29 40 Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Santrock, 2007). E. Kerangka teori Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok : 1. Pengaruh orang tua 2. Pengaruh teman sebaya 3. Faktor kepribadian 4. Pengaruh iklan Perilaku merokok pada remaja Gambar 1.1 Kerangka teori penelitian (Mu tadin, 2006) F. Kerangka konsep variabel bebas variabel terkait Teman sebaya Iklan rokok Perilaku merokok pada remaja Gambar 2.2 Kerangka konsep

30 41 G. Hipotesis Dari uraian hipotesis yang dapat di ajukan adalah terdapat hubungan antara teman sebaya, iklan rokok dengan perilaku merokok di SMK YPT I PURBALINGA

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas 7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hakikat Merokok Poerwadarminta (1995: 29) mendefenisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih

BAB I PENDAHULUAN. dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Triyanti (2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Demografi responden penelitian dapat lihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Umur mahasiswi Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEROKOK 1. Pengertian Merokok adalah suatu bahaya untuk jantung kita. Asap rokok mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam sel darah merah. Merokok dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat di temui hampir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat di temui hampir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat di temui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok. Rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. PengertianKontrol Diri Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Perilaku Merokok 2.1.1. Definisi Perilaku Merokok Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Menurut Effendy (2003:255-256) teori Stimulus-organismresponses (S-O-R) adalah stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan. Stimulus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan menghargai hak-hak setiap individu tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai warga

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( ) LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN

Lebih terperinci

Marketing Communication Management

Marketing Communication Management Modul ke: Marketing Communication Management Ruang Lingkup Bisnis Komunikasi Pemasaran Fakultas FIKOM Mujiono Weto, S.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication www.mercubuana.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan, karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di Indonesia permasalahan rokok

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan

II. LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan 14 II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh laba, meningkatkan volume penjualan dan menjaga kesinambungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Merokok Statsus adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok remaja merupakan bentuk perilaku menghisap rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di berbagai tempat umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, tentu tidak akan terlepas dari dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia. Dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan 2.1.1. Pengertian Iklan Dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia dinyatakan bahwa : Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari beberapa sudut pandang perilaku merokok sangatlah negatif karena perilaku tersebut merugikan, baik untuk diri individu itu sendiri maupun bagi

Lebih terperinci

STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi

STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi Diajukan Oleh: Rima Imanda Trisnaniar F 100 110 012 Kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. Bila telah mengalami ketergantungan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses untuk membuat suatu pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. Proses ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari lagi menjelang era millennium tiga ini. Era tersebut diyakini pula sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda yang ada di sekitar kita dan sudah tidak asing lagi. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda yang ada di sekitar kita dan sudah tidak asing lagi. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang ada di sekitar kita dan sudah tidak asing lagi. Kegiatan merokok ini sudah menjadi kegiatan umum dan meluas dikalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Merokok Dalam penelitian Febriani (2014) menjelaskan bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DISUSUN OLEH : INDRI KEMALA NASUTION, S.Psi NIP. 132 316 815 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2007 PERILAKU MEROKOK PADA

Lebih terperinci

KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN. (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI

KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN. (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Merokok merupakan hal yang umum di Indonesia. Banyak masyarakat yang sudah mengenal rokok dan melakukan perilaku merokok dari anakanak,remaja dan dewasa. Perilaku merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: WISNU TRI LAKSONO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rokok dan perokok bukan suatu hal yang baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Di Indonesia, rokok sudah menjadi barang yang tidak asing dan sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai akibat dari perkembangan dunia pada masa ini, masalah yang dihadapi masyarakat semakin beragam. Diantaranya adalah masalah lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar 2.1.1 Perilaku Merokok 1. Perilaku Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, individu, kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita

IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita IPLEMENTASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (PERIKLANAN) Oleh : A.A.Sg. intan Pradnyanita 201121007 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2012 Judul : Iplementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau kemudian asapnya dihisap. Kecanduan rokok banyak terjadi pada usia remaja. Remaja adalah masa transisi antara masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak 66,6%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak 66,6% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Mahasiswa Merokok Mahasiswa kesehatan atau orang yang sedang menempuh kuliah di jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan yang setiap hari dapat kita jumpai di berbagai tempat, baik itu di tempat umum, perkantoran, pasar, bahkan lingkungan sekolah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein & BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok merupakan salah satu kebiasaan negatif manusia yang sudah lama dilakukan. Kebiasaan ini sering kali sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Merokok 1. Definisi merokok Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Alasan merokok Pertama kali seorang remaja ingin mencoba untuk merokok dikarenakan di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu, ingin coba-coba, pengaruh dari teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah merokok.

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012

KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012 KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012 A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Anak Ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik,

BAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah salah satu bagian perkembangan disetiap manusia. masa remaja dimulai saat seorang individu berumur 11-22 tahun (Santrock, 2003). Remaja merupakan bagian

Lebih terperinci