UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, BANTEN PERIODE 7 JUNI 1 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN HAYATI, S. Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 i

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, BANTEN PERIODE 7 JUNI 1 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker DIAN HAYATI, S. Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Dian Hayati, S. Farm NPM : Program Studi : Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Fabindo Sejahtera Kampung Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Banten Periode 7 Juni 1 Juli Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dra. Pertaminingsih, M. Si, Apt. (...) Pembimbing II : Dr. Silvia Surini, M.Pharm. Sc., Apt.(...) Penguji I : Dr. Nelly D. Leswara, Apt. (...) Penguji II : Dra. Maryati K., M.Si., Apt. (...) Penguji III : Dra. Sabarijah WittoEng, SKM (...) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 25 Juni 2012 iii

4 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, Puji syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat, nikmat, kekuatan, kesabaran dan kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Fabindo Sejahtera Kampung Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Banten Periode 7 Juni 1 Juli 2011 dengan baik. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker. Di samping itu, setelah mengikuti PKPA, diharapkan calon Apoteker memperoleh tambahan pengetahuan yang berguna di Industri Farmasi yang merupakan salah satu tempat pengabdian profesi Apoteker. Selama PKPA di PT. Fabindo Sejahtera, saya telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Pertaminingsih, W.P., Apt., selaku pembimbing tugas khusus pada Divisi Research and Development PT. Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya. 2. Ibu Dr. Silvia Surini M.Pharm. Sc., Apt., selaku pembimbing PKPA di yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan selama PKPA. 3. Ibu Anastasia Gracia Lityo, M.Sc. selaku Direktur Research and Development yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melaksanakan PKPA di PT. Fabindo Sejahtera. 4. Bapak Drs. Ignatius Bambang Dwiarto, Msc selaku Manajer Human Resourse Development PT. Fabindo Sejahtera dan selaku pembimbing di PT. Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian, dan bimbingannya. 5. Ibu Dewi Yulianita, Bapak Wahyudi Wisaksono, Ibu Elvi Sanger, Bapak Sri Hasto Triantoro, Bapak Suginoto, Bapak Agustinus Rustanto, Bapak Juvi, Bapak Fatahilah, Bapak Sugandi, Bapak Prihabsoro, Bapak Ridwanto, Ibu iv

5 Entin, dan Ibu Wiwing, atas materi yang diberikan selama melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.Fabindo Sejahtera. 6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 8. Seluruh karyawan PT. Fabindo Sejahtera yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu. 9. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan baik moril maupun materiil, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti. 10. Teman-teman Apoteker UI Angkatan 73 atas kerjasama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penyusun secara satu persatu yang telah mendukung selama kegiatan PKPA sampai selesainya penyusunan laporan PKPA ini. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, saya berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2012 Penulis v

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR TABEL... ii iii iv vi vii viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kosmetika Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) Regulasi Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetika BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FABINDO SEJAHTERA Sejarah Visi dan Misi Profil PT. Fabindo Sejahtera Struktur Organisasi Divisi Pergudangan (Material Management Division) Divisi Pengawasan Mutu (Quality Control Division) Divisi Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Division) Divisi Produksi Divisi Pengolahan Limbah BAB 4 PEMBAHASAN Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Pengolahan, Pengemasan dan Pengawasan Mutu Dokumentasi dan Pencatatan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Lokasi PT. Fabindo Sejahtera Lampiran 2. Denah Bangunan PT. Fabindo Sejahtera Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Fabindo Sejahtera Lampiran 4. Tata Letak Ruang Produksi Lampiran 5. Skema Alur Proses Produksi Lipstik Lampiran 6. Skema Alur Proses Produksi Pancake Lampiran 7. Skema Alur Produksi Puff Lampiran 8. Skema Alur Produksi Parfum Lampiran 9. Skema Pengolahan Limbah Lampiran 10. Skema Pengembangan Sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tipe Produk Kosmetika dan Kategorinya Tabel 2.2 Contoh Klaim yang Diizinkan dan yang Tidak Diizinkan viii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berabad-abad yang lalu kosmetik telah digunakan dan dikenal masyarakat. Saat ini kosmetik telah menjadi kebutuhan mendasar, tidak hanya untuk penampilan wanita tetapi juga pria. Kosmetik menjadi komoditi penting dalam keseharian manusia yang fungsinya tidak dapat dipandang sebelah mata. Kosmetika merupakan sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir & organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010). Saat ini berbagai jenis kosmetik tersedia di pasaran dan digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari. (Primadiati, Rachmi, 2001). Produkproduk tersebut digunakan secara berulang setiap hari dan diseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk dipakai (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008). Selayaknya obat, kosmetik yang banyak beredar saat ini telah melewati berbagai tahapan yang tidak kalah ketatnya dengan tahapan produksi obat. Bila dalam proses produksi obat dikenal Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), maka dalam dunia kosmetik dikenal istilah Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Pesatnya perkembangan teknologi dalam ilmu kosmetik juga telah menciptakan kesadaran di beberapa negara anggota ASEAN untuk menciptakan suatu standar produksi kosmetik yang berlaku secara merata di negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, negara anggota ASEAN telah sepakat untuk menetapkan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik yang sedianya mulai diberlakukan sejak Januari Namun di Indonesia penerapan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik belum dilaksanakan pada tahun ini (2008) terkait dengan kendala regulasi. Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik diterapkan secara penuh pada tahun 2011 yang mewajibkan pengusaha kosmetik melakukan 1

10 2 notifikasi (pencatatan) dan menyimpan data informasi produk (product information files). Dalam menghadapi harmonisasi ASEAN, semua produsen kosmetik harus mempersiapkan diri dalam menerapkan sistem Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Dengan diterapkannya CPKB maka diharapkan produk yang dihasilkan oleh produsen kosmetik akan memenuhi kualitas dan mutu yang dipersyaratkan. Hal ini ditujukan untuk melindungi konsumen dari peredaran produk kosmetik yang dapat membahayakan kesehatan konsumen serta untuk menjamin bahwa produk kosmetik yang diproduksi akan senantiasa memenuhi standar mutu dan keamanan yang ditetapkan. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan, memiliki peranan penting dalam menjamin peredaran kosmetik yang aman dan bermutu serta berkualitas bagi masyarakat. Apoteker juga dituntut agar senantiasa terbuka terhadap perkembangan teknologi kosmetik. Untuk menghasilkan tenaga apoteker yang berkualitas, perlu ditunjang dengan pelatihan yang bersifat praktis agar calon apoteker mengetahui dan memahami tugas dan fungsinya di industri kosmetik. Oleh karena itu, program pendidikan profesi apoteker mengadakan kerjasama dengan PT. Fabindo Sejahtera untuk memberikan kesempatan kepada calon apoteker menyelenggarakan pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal 7 Juni 1 Juli Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) a. Mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Apoteker di industri kosmetik. b. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman mengenai persiapan penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di PT. Fabindo Sejahtera. c. Mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Fabindo Sejahtera.

11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika Definisi Kosmetika Kosmetika adalah sediaan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010) Sejarah Kosmetika (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008) Berdasarkan bukti arkeologi, ditemukan merkuri dan timbal yang digunakan sebagai kosmetik pada bangsa Mesir pada 4000 tahun SM. Kosmetik pertama yang pernah tercatat berasal dari dinasti pertama kerajaan Mesir, sekitar SM. Orang-orang Mesir kuno meletakkan kendi-kendi yang berisi wewangian di kuburan-kuburan. Sediaan minyak wangi juga digunakan oleh pria maupun wanita Mesir kuno. Pada pertengahan abad pertama SM, kosmetik telah banyak digunakan oleh orang-orang Romawi yaitu dengan cara menghitamkan bulu mata dan kelopak mata, kapur untuk memutihkan warna kulit, sediaan penghilang bulu dan menyikat gigi mereka. Penggunaan kosmetik dimaksudkan agar penampilan terlihat muda dan sehat. Kosmetik yang berwarna dapat menyembunyikan pipi yang pucat, bibir pucat, kuku pucat, dan kebotakan rambut. Pada tahun 1400-an sampai 1800-an, pemutih wajah merupakan produk kosmetik yang paling banyak digunakan. Campuran karbonat, hidroksida, dan timbal oksida merupakan komponen yang paling banyak digunakan. Campuran komponen ini dapat menyebabkan paralisis otot atau bahkan kematian bila digunakan berulang-ulang. Campuran komponen tersebut digantikan zinc oksida pada tahun 1800-an. Pada tahun 1920-an, kulit kecoklatan yang diperkenalkan oleh Coco Channel mulai digemari. Dari ide untuk mendapatkan kulit coklat, produk kosmetik berkembang dan diproduksi menggunakan warna-warna buatan. 3

12 4 Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut, industri kosmetik juga tumbuh pesat. Hal ini menjadi cikal bakal berkembanganya produksi kosmetik pada skala industri yang memungkinkan terciptanya produk-produk kosmetik dengan kualitas baik dan harga terjangkau dan pada pertengahan abad ke-dua puluh, kosmetik digunakan secara luas di seluruh dunia Penggolongan Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986) Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan, yaitu sebagai berikut. 1. Kosmetik golongan I a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi; b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya; c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan; d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya. 2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I Klasifikasi Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986) Berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika diklasifikasikan dalam tiga golongan antara lain: 1. Skin Care Cosmetics a. Kosmetik pembersih: krim dan busa pembersih muka b. Kosmetika kondisioner : lotion, krim massage c. Kosmetika pelindung: krim dan lotion pelembab 2. Make Up Cosmetics a. Kosmetika dasar, seperti foundation, bedak b. Make up, seperti lipstik, blusher, eyeshadow, eyeliner c. Perawatan kuku, seperti cat kuku, pembersih cat kuku

13 5 3. Body Cosmetics a. Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi b. Suncares dan suntan:krim sunscreen, sun oil c. Antiperspirant & deodoran:deodorant spray-stick-roll on d. Bleaching, Depilatory e. Insect repellent Kategori Kosmetik Berdasarkan fungsinya kosmetik dikategorikan dalam 13 kategori, yaitu: sediaan bayi, sediaan mandi, sediaan untuk kebersihan badan, sediaan cukur, sediaan wangi-wangian, sediaan rambut, sediaan pewarna rambut, sediaan rias mata, sediaan rias wajah, sediaan perawatan kulit, sediaan mandi surya, sediaan kuku, dan sediaan higiene mulut. Tipe produk kosmetika dan kategorinya dapat dilihat pada Tabel Penandaan kosmetika Setiap produk kosmetika memerlukan penandaan sebagai identitas produk. Penandaan adalah keterangan yang cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetika. Adapun dalam penandaan kosmetika harus memenuhi syarat sebagai berikut. 1. Penandaan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai kosmetika secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. 2. Dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya. 3. Harus berisi informasi yang lengkap dengan mencantumkan tidak hanya informasi tentang kemanfaatan, tetapi juga memberikan informasi tentang hal hal yang harus diperhatikan berupa peringatan dan efek yang tidak diinginkan.

14 6 4. Harus berisi informasi yang objektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan kosmetika yang dinotifikasi. 5. Harus berisi informasi yang tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. 6. Tidak boleh berisi informasi seolah olah sebagai obat 7. Mudah dibaca, menggunakan huruf sekurang kurangnya seukuran huruf Times New Roman ukuran lima dengan latar belakang menggunakan warna kontras serta tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dengan tulisan lain, cetakan atau ilustrasi. 8. Penandaan harus tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari. 9. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, khusus untuk keterangan kegunaan, cara penggunaan dan peringatan serta keterangan lain yang dipersyaratkan harus menggunakan bahasa Indonesia Informasi Dalam Penandaan Informasi yang diperlukan dalam penandaan kosmetik adalah sebagai berikut. 1. Nama kosmetika, berupa nama dagang dan tidak menggunakan nama yang dapat menyesatkan konsumen 2. Kegunaan (dikecualikan untuk kosmetika yang sudah jelas cara penggunaannya) 3. Komposisi lengkap dan jelas, menggunakan nama bahan sesuai dengan nam International Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI), bahan alam berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan ditulis dalam nama genus dan spesiesnya, bahan yang berasal dari hewan dicantumkan nama hewan asal dalam bahasa Indonesia di belakang nama bahan tersebut. 4. Bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan, bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan lain dengan menggunakan

15 7 nomor Indeks Perwarna (Color Index/CI) serta bahan parfum dan aromatis ditulis perfume, flavor atau fragrance 5. Nama dan Negara produsen (Negara tempat perusahaan yang memproduksi kosmetika). Bila ada, dicantumkan pula : a. Nama pemberi lisensi untuk kosmetika lisensi b. Nama industry yang melakukan pengemasan primer untuk kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh industry yang terpisah dari indutri pembuat 6. Nama dan alamat lengkap produsen/importer/distributor yang bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetika di wilayah Indonesia. 7. Nomor bets 8. Ukuran, isi atau berat bersih mengikuti satuan metric atau metric dan system imperial 9. Tanggal pembuatan dan/atau tanggal kadaluarsa dengan penulisan : a. Terdiri dari tanggal, bulan dan tahun atau bulan dan tahun dengan format DDMMYY atau MMYY b. Sebelum penulisan tanggal bulan dan tahun diawali kata tanggal pembuatan ( manufacturing date ) atau singkatan MFG atau tanggal kadaluarsa ( expired date ) atau singkatan EXP atau digunakan sebelum ( best before ). Bagi kosmetika yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan harus mencantumkan tanggal kadaluarsa 10. Peringatan/perhatian/keterangan lain yang dipersyaratkan : a. Peringatan/perhatian/keterangan lain khususnya yang tercantum pada peraturan tentang bahan kosmetika dalam kolom penandaan/peringatan b. Peringatan pada sediaan aerosol sebagai berikut. Perhatian! jangan sampai kena mata dan jangan dihirup. Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 50 0 C, jangan ditusuk, jangan disimpan di tempat panas, di dekat api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah. 1) Tanda peringatan PERHATIAN, AWAS, atau tanda peringatan lain.

16 8 2) Penandaan kosmetika harus tercantum pada wadah dan/atau pembungkus. Apabila penandaan secara lengkap hanya tercantum pada pembungkus atau dalam hal keterbatasan ukuran dan bentuk wadah, maka penandaan pada wadah harus memuat informasi sekurang-kurangnya nama kosmetika, nomor bets dan netto/ukuran/isi/berat bersih. Informasi lainnya dapat dicantumkan pada pembungkus atau pada etiket gantung, brosur, shrink wrap yang disertakan pada kosmetika Klaim Kosmetika Klaim kosmetika adalah pernyataan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan/atau hal lain yang dicantumkan pada kosmetika. Klaim harus memenuhi persyaratan objektif, tidak berlebihan, tidak menyesatkan, dan tidak diklaim sebagai obat atau seolah olah sebagai obat. Klaim keamanan dan kemanfaatan harus berdasarkan pembuktian secara ilmiah. 1. Pembuktian klaim yang bersifat kualitatif secara ilmiah dapat berdasarkan sumber pustaka dan/atau hasil uji keamanan atau kemanfaatan : a. Sumber pustaka antara lain sebagai berikut : 1) Farmakope Indonesia atau farmakope Negara lain yang diakui 2) Kodeks kosmetika Indonesia 3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Bahan Kosmetika 4) ASEAN Cosmetic Directive b. Hasil uji keamanan atau kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo 2. Pembuktian klaim yang bersifat kuantitatif harus berdasarkan hasil uji kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo serta dapat dilengkapi data lain yang relevan atau mendukung. Contoh klaim pada kosmetika yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.

17 Bahan Kosmetika Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membrane mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Modul 5: Penandaan/Peringatan Untuk Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Penggunaan, 2010). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kosmetika harus memenuhi standard an persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan oleh Kodeks Kosmetika Indonesia ataupun standar yang diakui (Modul 2: Peraturan-Peraturan di Bidang Kosmetika, 2010). Menurut Modul 2: Peraturan-peratuan di Bidang Kosmetika, terdapat beberapa istilah dalam bidang kosmetika antara lain: 1. Bahan Kosmetika Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika. 2. Bahan Pewarna Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetika. 3. Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Bahan Tabir Surya Bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet dengan cara menyerap, memancarkan dan menghamburkan. 5. Bahan yang Dilarang Bahan yang dilarang merupakan bahan yang tidak boleh digunakan dalam kosmetika. 6. Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Bahan kosmetika dengan pembatasan adalah bahan yang diizinkan untuk digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan penggunaan, kadar maksimum, persyaratan lain dan persyaratan penandaan.

18 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) Kosmetika yang diedarkan harus diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui oleh dunia internasional. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Tujuan Penerapan CPKB adalah untuk menghasilkan kosmetika yang memenuhi spesifikasi, identitas, dan karakteristik yang ditetapkan. Kosmetika tersebut tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia (penyakit/keracunan). Manfaat CPKB bagi industri adalah dapat menghilangkan ketergantungan terhadap individu melalui sistem dokumentasi dan metode pelatihan, meningkatkan mutu dalam pengambilan keputusan oleh manajemen melalui audit internal, pengendalian data dan dokumen serta tinjauan manajerial dan meningkatkan kepercayaan konsumen melalui penerapan CPKB yang efektif dan efisien, sehingga industri tersebut dapat berkembang dengan pesat. Kosmetika yang diproduksi dapat terjamin konsistensinya, mutu kosmetika meningkat secara berkesinambungan, nilai tambah dan daya saing produk meningkat dalam era pasar bebas. Dengan berkembangnya industri kosmetika yang bermutu maka konsumen akan terlindung dari penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Aspek-aspek dalam CPKB mencakup kondisi dan cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai menjadi produk akhir termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.

19 Sistem Manajemen Mutu Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan yang dijabarkan dalam bentuk struktur organiasasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur, instruksi, proses dan SDM. Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan. Pelaksanaan system manajemen mutu dapat menjamin bahwa keputusan meluluskan atau menolak didasarkan atas hasil uji dan kenyataan yang dijumpai berkaitan dengan mutu Personalia Personil harus mempunyai kualifikasi, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dalam keadaan sehat. Personil kunci harus mempunyai kualifikasi dan pengalaman praktis yang memadai. Tanggung jawab tiap-tiap personil harus dipahami secara jelas oleh masing-masing individu. Semua personil harus dilatih dalam pelaksanaan CPKB dan pelatihan harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.

20 Bangunan dan fasilitas Dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidah dan dipilih lokasi yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dan kesalahan dalam proses produksi dan pembuatan serta mencegah terjadinya risiko campur baur. Bangunan harus mudah dirawat dan dibersihkan secara efektif untuk mencegah kontaminasi produk dari lingkungan sekitar. Bangunan didesain dengan memperhitungkan alur orang dan material serta luas ruangan yang memadai sehingga memungkinkan penempatan peralatan dan area yang cukup untuk karyawan bekerja. Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. 1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama. 2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. 3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. 4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. 5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: a. Penerimaan material; b. Pengambilan contoh material; c. Penyimpanan barang datang dan karantina; d. Gudang bahan awal. e. Penimbangan dan penyerahan; f. Pengolahan; g. Penyimpanan produk ruahan; h. Pengemasan;. i. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.

21 13 j. Gudang produk jadi; k. Tempat bongkar muat; l. Laboratorium; m. Tempat pencucian peralatan. 6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. 7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. 8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. 10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan. 11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. 12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi. a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah b. tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian. c. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan

22 14 d. kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya. e. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur Peralatan Didesain sedemikian rupa sesuai produk yang dibuat, tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Penempatan tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan campur baur antar produk. Peralatan dipelihara atau dikalibrasi secara berkala untuk alat timbang atau ukur Sanitasi dan hygiene Dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kosmetik yang diolah. Pelakasanaan sanitasi dan higiene mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin, peralatan, bahan awal dan lingkungan. Protap-protap dan catatan sanitasi dan higiene dibuat untuk diikuti secara konsisten Produksi Proses produksi mulai dari bahan awal sampai dengan produk jadi harus sesuai dengan Prosedur Operasional Baku (POB) yang ditetapkan sebagai berikut. 1. Air a. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap. b. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.

23 15 c. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik. d. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran. 2. Bahan baku dan bahan pengemas a. Bahan baku dan bahan pengemas hendaknya tidak membahayakan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku; b. Bahan baku dan persyaratan mutunya belum ditetapkan dalam buku resmi dapat mengacu pada sumber lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. c. Tidak menggunakan bahan yang dilarang untuk memproduksi kosmetika; d. Spesifikasi dan metoda pengujian bahan pengemas dapat ditetapkan bersama antara pemasok dan produsen; e. Bahan baku dan bahan pengemas yang diterima dari pemasok hendaknya dikarantina terlebih dahulu sampai mendapat tanda pelulusan dari bagian pengawasan mutu; f. Bahan baku yang diterima dari pemasok hendaknya disimpan sesuai dengan ketentuan dalam buku resmi atau peraturan yang berlaku; g. Bahan baku dan bahan pengemas yang ada dalam persediaan hendaknya diperiksa dan diuji ulang secara berkala untuk memberi keyakinan bahwa mutu bahan-bahan tersebut dalam kondisi baik; h. Bahan baku dan bahan pengemas yang boleh digunakan untuk proses produksi harus memiliki tanda pelulusan; i. Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku dan bahan pengemas hendaknya dicatat dan dibuktikan kebenarannya. 3. Verifikasi material (bahan) a. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.

24 16 b. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan. c. Bahan awal harus diberi label yang jelas. d. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar. 4. Pencatatan bahan a. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah. b. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya. 5. Material ditolak (reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap. 6. Sistem penomoran bets a. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk. b. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan. c. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar. d. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara. 7. Penimbangan dan pengukuran a. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi. b. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda. 8. Prosedur dan pengolahan a. Semua peralatan dan bahan yang digunakan harus sesuai dengan prosedur tertulis sehingga tidak terjadi kekeliruan dan pencemaran;

25 17 b. Kondisi sekitar tempat pengolahan hendaknya bebas dari bahan, produk, alat dan dokumen yang tidak diperlukan; c. Hendaknya dihindari terjadinya pencemaran silang antar produkyang disebabkan oleh pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama atau berurutan dalam ruangan yang sama; d. Kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban; e. Hendaknya dilakukan pengawasan selama proses untuk mencegah halhal yang menimbulkan kerugian terhadap produk jadi; f. Produk antara dan produk ruahan disimpan dalam wadah dengan label yang menunjukkan identitas nomor kode produksi dan statusnya serta dicegah terjadinya pencemaran. 9. Produk kering a. Masalah yang sering muncul dalam pengolahan produk kering adalah debu dan cara pengendaliannya. b. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengendali debu (dust collector) di ruang penimbangan, pencampuran dan pengemasan primer serta terpisah dari ruang produksi basah. 10. Produk basah Diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba atau kontaminasi lainnya. 11. Produk aerosol 12. Pelabelan dan pengemasan a. Sebelum dilakukan pengemasan, hendaknya dapat dipastikan kebenaran identitas, keutuhan, mutu produk ruahan, bahan pengemas dan penandaannya; b. Proses pengemasan hendaknya mengikuti ketentuan tertulis; c. Pada kemasan produk jadi, harus dicantumkan nomor kode produksi pada bagian yang mudah dilihat; d. Produk jadi yang telah lolos uji dari bagian Pengawasan Mutu hendaknya disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah terjadinya resiko

26 18 pencemaran serta memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaan. 13. Produk jadi, karantina dan pengiriman ke gudang produk jadi Pengawasan Mutu CPKB merupakan bagian dari system jaminan mutu (Quality Assurance) yang akan memastikan bahwa produk yang dihasilkan diproduksi dan dikontrol secara konsisten dan dapat dipercaya. Sistem manajemen pengawasan mutu yang memadai sangat diperlukan. Semua aspek CPKB harus dilakukan di bawah Bagian Pengawasan Mutu untuk menjamin konsistensi mutu kosmetika yang dihasilkan. 1. Hendaknya setiap produsen kosmetika mempunyai bagian Pengawasan Mutu. 2. Pengawasan mutu hendaknya dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap produk kosmetika yang diproduksi mempunyai mutu dan keamanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3. Bagian Pengawasan Mutu hendaknya mempunyai laboratorium penguji kimia, biologi dan mikrobiologi dengan peralatan yang diperlukan. Apabila hal ini tidak memungkinkan dapat menggunakan jasa laboratorium yang diakui oleh pemerintah. 4. Bagian Pengawasan Mutu bersama-sama dengan bagian produksi dan bagian pembelian menentukan dan mengevaluasi pemasok yang mampu dan dapat dipercaya dalam menyediakan bahan baku dan bahan pengemas agar didapat bahan dengan spesifikasi yang diingikan. 5. Bagian Pengawasan Mutu hendaknya melakukan uji stabilitas terhadap setiap produk jadi, terutama produk yang menggunakan bahan pengawet. 6. Bagian Pengawasan Mutu wajib melakukan pemantauan terhadap produk jadi, baik yang masih berada di lingkungannya maupun di peredaran secara berkala. 7. Bagian Pengawasan Mutu wajib menyimpan contoh pertinggal dari bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi.

27 Dokumentasi Dokumentasi merupakan bukti untuk menunjukkan pemenuhan tehadap pelaksanaan CPKB. Setiap tahapan kegiatan produksi didokumentasi secara tertulis untuk mencegah kesalahan yang mungkin timbul dari komunikasi lisan/verbal ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-hari. Dokumentasi mencakup riwayat setiap bets mulai dari bahan awal sampai menjadi produk jadi termasuk aktivitas pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan dan pendistribusian serta hal hal lain yang terkait dengan CPKB. 1. Instruksi yang menyangkut produksi kosmetika dilakukan secara tertulis dan jelas. 2. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap setiap tahap kegiatan produksi sampai dengan distribusinya sehingga dapat ditelusuri kembali produk dari setiap batch yang dikehendaki Audit Internal Audit internal merupakan kegiatan penilaian dan pengujian terhadap seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu untuk meningkatkan system mutu. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas sampai tingkat pemasok dan kontrkator. Aktivitas audit meliputi perencanaan dan penjadwalan, pelaksanaan pengkajian dokumen, mempersiapkan pelaksaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan pelaksanaan tidak lanjut Penyimpanan Area penyimpanan didesain sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai hasil tahapan produksi (bahan awal, produk jadi, produk karantina, produk lulus uji/ditolak, produk kembalian/penarikan dari peredaran) Dibangun pada lokasi dan menggunakan bahan yang sesuai dengan peruntukkannya sehingga bahan yang disimpan dapat terlindung dan aman dari orang yang tidak berkepentingan terhadap penyimpanan. Area cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dan dalam kondisi yang baik, sehingga mencegah terjadinya campur baur dan

28 20 kerusakan bahan, dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan yang diperlukan seperti system penerangan yang memadai, AC, alat pengamanan (alarm tanda kebakaran, pakaian pelindung untuk petugas, pemadam kebakaran, forklift, dan sebagainya). Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas Kontrak Produksi dan Pengujian Kontrak produksi dan pengujian dilakukan apabila fasilitas produksi dan pengujian tidak memadai sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat. Kesepakatan (kontrak) dibuat dengan jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah penafsiran yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu atau pekerjaan. Tugas dan tanggung jawab masing masing pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus disebutkan secara jelas. Keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Persyaratan sebagai penerima kontrak, yaitu sebagai berikut. 1. Produksi Penerima kontrak menerapkan CPKB dalam melakukan proses produksinya 2. Pengujian Laboratorium telah terkualifikasi Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Keluhan adalah laporan mengenai produk yang mengalami kerusakan (defect), efek yang tidak diinginkan atau merugikan yang disampaikan oleh konsumen atau pihak internal maupun eksternal perusahaaan. Harus ada personil yang bertanggung jawab menangani atau menyelidiki keluhan, mengidenfikasi produknya, mengatur penarikan dan memonitor terjadinya efek yang tidak diinginkan. Semua kegiatan penanganan keluhan dan penarikan produk dilakukan sesuai POB serta dicatat (terdokumentasi). Penarikan produk adalah suatu proses yang dilakukan oleh orang/perusahaan yang bertanggung jawab atas penempatan produk di pasaran untuk menarik produknya dari semua jalur distribusi. penarikan produk dilakukan sehubungan dengan produk yang mempunyai cacat mutu kritis

29 21 atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan secara serius yang mempunyai risiko terhadap kesehatan pemakai atau keamanan. Penarikan produk dapat dilakukan secara sukarela (keluhan dari konsumen), serta wajib (dari badan otoritas setempat/bpom perlu dibuat sistem penarikan kembali produk yang bermasalah dengan cepat dan efektif mengandung tiomerosal ). 2.3 Regulasi Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetika Harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik merupakan regulasi baku di bidang kosmetik yang disetujui oleh negara anggota ASEAN untuk diterapkan di masing-masing negara. Skema harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik (ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme/AHCRS) terdiri dari schedule A dan schedule B. 1. Schedule A Merupakan pengakuan para anggota negara ASEAN terhadap persetujuan registrasi kosmetik atau yang dikenal dengan Mutual Recognition Arrangement (MRA). Hal ini berarti registrasi kosmetik yang diproses dan disetujui oleh satu negara diterima dan diakui oleh Negara anggota ASEAN lainnya yang menandatangani MRA tersebut. Schedule A berlangsung dari tahun 2003 hingga tahun Schedule B Merupakan penerapan peraturan kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive/ ACD). Hal ini merupakan perubahan system pengawasan kosmetik dari persetujuan sebelum beredar (pre-market approval) menjadi sitem pengawasan setelah beredar (post-market surveillance). Seluruh negara ASEAN sepakat untuk menerapkan Schedule B mulai 1 Januari Dalam sidang ASEAN Cosmetic Committee (ACC) Indonesia telah menyatakan tidak akan mengikuti Schedule A tetapi mengikuti Schedule B yang akan menerapkan ACD pada 1 Januari Namun sampai saat ini Indonesia belum menetapkan Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dikarenakan hambatan regulasi dan pertimbangan bahwa industry kosmetik yang terdapat di Indonesia lebih banyak terdiri dari industri kecil dan rumahan sehingga

30 22 pada tahun 2008 ini Indonesia belum menetapkan ACD. Ditargetkan pada tahun 2011, Indonesia telah menetapkan peraturan kosmetik ASEAN Tujuan AHCRS Tujuan AHCRS yaitu untuk menghilangkan hambatan teknis dengan menyelaraskan peraturan dan persyaratan teknis di ASEAN tanpa mengabaikan mutu dan keamanan kosmetik. Hal ini akan membantu perdagangan kosmetik di antara negara ASEAN dan meningkatkan persaingan industri kosmetik ASEAN di tingkat global. Negara ASEAN mendukung visi harmonisasi regulasi di bidang kosmetik karena akan memberikan manfaat bagi semua pihak terkait, antara lain: 1. Konsumen (pilihan yang lebih luas terhadap kosmetik yang aman dan bermutu) 2. Pemerintah (sistem regulasi lebih sederhana) 3. Industri kosmetik (membuka ASEAN sebagai pasar tunggal dengan 500 juta konsumen). Pemerintah menyarankan sejak awal agar setiap industri kosmetik aktif mengikuti segala informasi tentang AHCRS dan berpartisipasi dalam penyebaran informasi, seminar, workshops, dan lain-lain untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang AHCRS. 4. Peraturan Kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Direktive/ACD) ACD (ASEAN Cosmetic Directive) adalah peraturan ASEAN di bidang Kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi negara anggota ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN. ACD diberlakukan pada 1 Januari Industri atau perusahaan yang akan mengedarkan kosmetik bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan kosmetik yang diedarkan. Untuk itu, industri atau perusahaan harus: a. Menotifikasikan produknya kepada Badan POM RI. b. Menyimpan data mutu dan keamanan produknya (Product Information File/ PIF) yang siap untuk diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas Badan POM RI. c. Melakukan monitoring mutu dan keamanan produknya yang telah beredar dipasaran.

31 Manfaat Penerapan ACD Manfaat penerapan ACD adalah sebagai berikut. 1. Siklus perdagangan kosmetik menjadi relatif singkat 2. Hasil inovasi kosmetik dapat lebih cepat sampai pada konsumen. 3. Konsumen akan memiliki kesempatan lebih luas untuk memilih produknya. 4. Industri kosmetik terpacu membuat database keamanan bahan dan produknya Dampak ACD Terhadap Industri Kosmetik Industri kosmetik atau perusahaan yang mengedarkan kosmetik bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya. Untuk itu, setiap industri atau perusahaan kosmetik harus memahami dan mematuhi semua ketentuan ACD. Untuk mempersiapkan hal tersebut, industri atau perusahaan kosmetik diatas diharapkan bekerja sama dengan pemerintah baik langsung ataupun melalui asosiasi perusahaan kosmetik (PERKOSMI). Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh industri kosmetik untuk memenuhi ketentuan ACD: 1. Memahami semua ketentuan ACD beserta lampiran-lampiran, yaitu bahan yang dilarang, dibatasi dan diizinkan (bahan pengawet, pewarna dan tabir surya). 2. Memastikan bahwa semua ketentuan ACD dan dokumen teknisnya telah dipenuhi, khususnya ketentuan tentang mutu dan keamanan kosmetik. 3. Menyampaikan notifikasi kepada Badan POM RI bila kosmetik tersebut akan diedarkan di wilayah Indonesia serta membayar biaya notifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila kosmetik akan diekspor ke negara ASEAN lainnya, notifikasi dilakukan pada pemerintah di negara tersebut. 4. Menjamin ketersediaan informasi mengenai data teknis dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ACD tentang PIF, sehingga siap untuk diperiksa atau diminta setiap saat oleh petugas pengawas Badan POM RI. 5. Melakukan monitoring mutu dan efek yang tidak dikehendaki yang terjadi setelah kosmetik dipasarkan. Bila terjadi efek yang tidak dikehendaki segera melaporkannya pada Badan POM RI. Peran Badan POM RI Berkenaan dengan Diberlakukannya ACD Badan POM RI mempunyai komitmen untuk

32 24 melindungi konsumen dengan memastikan bahwa kosmetik yang beredar memenuhi ketentuan ACD dan mendorong kemajuan industri kosmetik. Untuk itu, Badan POM RI melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pelayanan notifikasi b. Pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada konsumen pelaku usaha, seperti sosialisasi dengan penyuluhan keamanan dalam pelatihan teknis dan memberikan informasi. c. Pelaksanaan Post-Market Surveillance (PMS)/ Product Safety Evaluation (PSE) setelah produk dinotifikasi. d. Pengawasan iklan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Pengumuman kepada masyarakat mengenai produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan ACD. f. Pemberian sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar ketentuan ACD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pemberian surat peringatan, penarikan produk, penghentian sementara kegiatan). g. Tindakan pro justicia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan Kosmetik Setelah Beredar (Post Marketing Surveillance/ PMS) adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM RI untuk memastikan bahwa kosmetik yang beredar sesuai dengan ketentuan ACD. Kegiatan PMS, meliputi pemeriksaan sarana untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ACD, melakukan pemeriksaan dokumen PIF dalam rangka evaluasi terhadap mutu dan keamanan kosmetik. Selain itu, melakukan sampling di industri atau importir atau distributor atau pengecer untuk diuji di laboratorium. melakukan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan. Petugas Badan POM RI dapat meminta laporan pengujian laboratorium dari industri atau perusahaan kosmetik jika diperlukan.

33 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FABINDO SEJAHTERA 3.1 Sejarah Pada tahun 1968 Mr. Kuntoro Lie dan Mr. Tjong pengusaha dari Hongkong mendirikan perusahaan kosmetik yang diberi nama PT. Samfong Cosmetic, yang berdomisili di jalan Kertajaya Penjaringan, Jakarta Utara. PT. Samfong Cosmetic memproduksi kosmetik dengan nama Fanbo. Produk Fanbo terdiri dari bedak, talkum, parfum yang sampai saat ini masih dipertahankan karena banyak pelanggan yang masih fanatik sekaligus merupakan pilar dari hasil produk perusahaan. Pabrik PT. Samfong Cosmetic mengalami kebakaran pada bulan Mei 1991, sehingga pabrik dipindahkan ke daerah Muara Karang Blok C, Jakarta Barat dan kantornya berlokasi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, Jakarta Pusat. Pada bulan Mei 1992 kantor pindah di Grogol Permai Blok E No. 3 selama 6 bulan dan pindah lagi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, karena kantor di Blok E No. 3 Grogol kebakaran. Pada bulan April 1994 Mr. Kuntoro Lie mendirikan pabrik kosmetik di Cikupa Tangerang yang diberi nama PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc putera sulung dari Mr. Kuntoro Lie. Terjadi perubahan pemegang saham dengan adanya perusahaan baru tersebut, dimana seluruh saham PT. Samfong Cosmetic dibeli oleh PT. Fabindo Sejahtera, dengan Bapak Davy Lityo sebagai pemilik tunggal perusahaan tersebut. Dari tahun 1995 sampai sekarang PT. Fabindo Sejahtera telah mengadakan banyak pembenahan, penambahan ekspansi dan investasi baru. Hal ini berupa pembangunan gedunggedung baru (gudang dan ruang produksi), penambahan mesin-mesin baru dan pra sarana lainnya. Pada tahun 2001, PT. Fabindo Sejahtera mulai mengembangkan bisnisnya dengan produk skin care nya yang diikuti dengan sanitary napkins pada tahun berikutnya. Merk kosmetik yang diproduksi adalah Fanbo, Daisy dan Rivera. Selain memproduksi kosmetik untuk decorative dan skin care, PT. 25

34 26 Fabindo Sejahtera juga memproduksi sediaan bayi (Bamby ) dan sanitary napkins (Sofie ). Hasil ekspansi secara keseluruhan yaitu dengan adanya 12 gedung yang digunakan dengan tanah seluas 6 Ha. Hingga saat ini PT. Fabindo Sejahtera memiliki agen dan distributor yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, dengan total karryawan 609 orang, termasuk seluruh tim marketing yang ada. PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc berupaya secara maksimal mengembangkan perusahaan dari semua sektor, antara lain: 1. Memperbaiki dan melengkapi struktur organisasi mulai dari unsur manager sampai dengan pelaksana. 2. Mengenmbangkan manajemen perusahaan secara profesional yang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. 3. Memperluas dan membangun sarana produksi perkantoran maupun pergudangan yang representatif dengan mengutamakan fungsi, keindahan, kebersihan serta lingkungan yang sejuk. 4. Mengembangkan dan mendatangkan mesin-mesin baru dengan teknologi baru, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. 5. Memperkuat penjualan di seluruh Indonesia serta merintis untuk eksport. 6. Mengembangkan jenis-jenis produk kosmetik secara lengkap mulai dari perawatan dasar/skin care sampai dengan segala macam produk kosmetik yang ada di pasaran. 3.2 Visi dan Misi Visi dari PT. Fabindo Sejahtera adalah menjadi salah satu dari perusahaan kosmetika terkemuka di Indonesia, membentuk sebuah jaringan distribusi kosmetika yang luas dengan cara membuat produk inovatif, aman dengan harga terjangkau demi kepuasan konsumen, serta menjadi sebuah perusahaan kosmetika yang mencurahkan perhatiannya atas proses produksi, pemasaran, pengadaan dan senantiasa ikut dalam kancah teknologi terkini.

35 27 PT. Fabindo Sejahtera memiliki misi sebagai berikut. 1. Menghasilkan sebuah perangkat produk kosmetika yang indah cocok dipakai dalam segala kesempatan. 2. Menyajikan layanan serta menjalin kemitraan yang baik dengan pelanggannya. 3. Menggalakkan masyarakat Indonesia agar mencintai produk kosmetika negara sendiri. 4. Membangun angkatan tenaga kerja yang merdeka, profesional dan terampil. 3.3 Profil PT. Fabindo Sejahtera PT. Fabindo Sejahtera yang didirikan tahun 1968 berlokasi di Kampung Waru Rt 01/03, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia. Sedangkan kantor pusat berada di Komplek Perkantoran Kota Grogol Permai Blok E No. 3, Jl. Prof. Dr. Latumenten No. 19, Jakarta Barat. Adapun denah lokasi PT. Fabindo Sejahtera dapat dlihat pada Lampiran 1. PT. Fabindo Sejahtera memiliki luas area sebesar 6 Ha dan luas bangunan ,99 m 2. Fasilitas yang dimiliki oleh PT. Fabindo Sejahtera antara lain ruangan-ruangan produksi yang dikelompokkan berdasarkan jenis produknya, dimana ruang mixing dan filling dipisahkan. Ruang filling memiliki tata letak mesin bertipe garis untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menjaga kenyamanan karyawan. Wilayah perusahaan dilengkapi dengan mushala, kantin, koperasi, ruang istirahat karyawan, taman buah, tambak ikan, loker untuk karyawan dan sarana kesehatan berupa lapangan voli. Adapun denah bangunan PT. Fabindo Sejahtera seperti terlampir pada Lampiran 2. PT. Fabindo Sejahtera memiliki tenaga kerja yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan tidak tetap yang berjumlah 609 orang. Jam kerja pada PT. Fabindo Sejahtera sesuai dengan aturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yaitu 40 jam per minggu. Pembagian jam kerja setiap hari Senin sampai Jumat terbagi dalam normal shift, dua shift, tiga shift dan long shift. Shift ini diberlakukan sesuai dengan kebutuhan produksi. Normal shift pada jam 08:00

36 28 sampai jam 17:00 WIB. Dua shift, shift pertama pada jam 07:00 sampai jam 15:30 WIB, shift kedua pada jam 15:30 sampai jam 24:00 WIB. Tiga shift, shift pertama pada jam 07:00 sampai jam 15:30 WIB, shift kedua pada jam 15:30 sampai jam 24:00 WIB dan shift ketiga pada jam 24:00 sampai jam 07:30 WIB. Sedangkan Long Shift jam 07:00 sampai jam 19:00 WIB dan jam 19:00 sampai jam 07:00 WIB. PT. Fabindo Sejahtera memberikan fasilitas dan tunjangan untuk kesejahteraan karyawan. Fasilitas yang tersedia antara lain mushola, koperasi, ruang istirahat karyawan, taman buah, tambak ikan, loker, sarana olahraga, kantin dan kamar mandi. Sedangkan tunjangan yang diberikan meliputi asuransi tenaga kerja, asuransi kesehatan, tunjangan hari raya (THR) dan jaminan hari tua. Perusahaan juga memperhatikan kebutuhan para karyawannya, yaitu tersedia upah lembur, tour (2 kali setahun), tunjangan kematian, motor (untuk supervisor), mobil (untuk manajer), rumah dinas (untuk manajer), mess, pakaian kerja dan tunjangan kesehatan (rawat inap dan rawat jalan sejumlah satu kali gaji). Cuti yang dapat diambil oleh karyawan adalah cuti kerja, cuti hamil (3 bulan), cuti nikah, cuti anak khitanan dan cuti bila ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia. Lamanya cuti kerja dibatasi 12 hari dalam satu tahun. Di PT. Fabindo Sejahtera juga terdapat masa pensiun, yaitu setelah berumur 55 tahun dan uang pensiun yang mereka dapat adalah sesuai dengan peraturan pemerintah. Karyawan di departemen produksi diwajibkan mengenakan sepatu karet bergigi, sarung tangan, penutup kepala dan masker. Untuk karyawan pada laboratorium pengawasan mutu (Quality Control) diharuskan mengenakan jas laboratorium. PT. Fabindo Sejahtera telah menghasilkan beberapa produk kosmetik berupa skin care dan produk dekoratif, sanitary napkins dan produk bayi. Produk kosmetik yang diproduksi yaitu Fanbo, Daisy dan Rivera. Selain itu PT. Fabindo Sejahtera memproduksi sediaan bayi (Bamby ) dan sanitary napkins (Sofie ). Fanbo merupakan kosmetik untuk skin care, body care, accessories dan produk dekoratif yang terdiri dari pancake, loose powder, eye shadow, lipstik, pesil alis, blush on, lulur, body lotion, cleansing milk, face tonic, parfum, puff, talkum dan hoitong. Daisy terdiri dari produk dekoratif dan accessories yang

37 29 terdiri dari pancake, loose powder, lipstik, eye shadow, blush on dan puff. Rivera merupakan kosmetik untuk skin care, body care, accessories dan produk dekoratif yang terdiri dari pancake, eye shadow, lipstik, eye liner, blush on, body lotion, cleansing milk, face tonic, parfum, puff, face paper, moisturizer, liquid foundation, krim malam dan krim siang. Bamby merupakan produk untuk bayi yang terdiri dari diapers, baby cologne, baby hair lotion, baby shampoo, baby oil, hair & body bath, minyak kayu putih, minyak telon dan bedak tabur. Sofie merupakan produk yang menghasilkan sanitary napkins berupa pembalut dan panty liners. 3.4 Struktur Organisasi Suatu perusahaan pada umumnya memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi hendaknya dibuat dengan jelas agar pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Demikian pula dengan PT. Fabindo Sejahtera. Bagan struktur organisasi PT. Fabindo Sejahtera terlampir pada Lampiran Komisaris Bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, kemandirian, akuntabilitas, dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku Direktur Utama Memimpin, mengatur dan mengawasi pelaksanaan program kerja dan semua kegiatan baik intern dan ekstern serta melakukan kontrol dan koordinasi dengan para pemimpin eksekutif dalam memecahkan berbagai masalah perusahaan Direktur Produksi dan Teknik Dalam menajalankan tugasnya, Direktur Produksi dan Teknik dibantu oleh Research and Development Decotrative Formulation Manager, Research and Development Skin Care Formulation Manager, Research and Development Obat Tradisional Manager, Packaging Manager, Registration Manager, Plant

38 30 Manager, Manajer Produksi, Quality Control Manager, Material Management Manager, GMP Manager, dan Manajer Teknik Research and Development Decotrative Formulation Manager R&D decorative manager bertanggung jawab atas spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula produk, laporan hasil pengembangan (3 bulanan), catatan (validasi) formula produk, laporan hasil pengujian produk (3 bulanan), kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil evaluasi, dan laporan kegiatan R&D. R&D decorative manager dibantu oleh seorang supervisor produk dekoratif. Supervisor Produk Dekoratif bertugas melakukan pengembangan dan memberikan pengarahan untuk menciptakan produk baru untuk produk dekoratif yang kreatif, aman dan berkualitas serta memenuhi persyaratan/ perundang-undangan yang berlaku Research and Development Skin Care Formulation Manager R&D skin care manager bertanggung jawab atas spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula produk, laporan hasil pengembangan (3 bulanan), catatan (validasi) formula produk, laporan hasil pengujian produk (3 bulanan), kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil evaluasi, dan laporan kegiatan R&D. R&D Skincare manager dibantu oleh seorang supervisor R&D skin care. Supervisor R&D skin care bertugas melakukan pengembangan/membuat formula baru untuk produk personal care dan melakukan revisi formula produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya Research and Development Manager Obat Tradisional Melakukan pengembangan/ membuat formula suatu produk obat tradisional dan melakukan revisi formula produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.

39 Plant Manager Plant Manager dibantu oleh PPIC (Production Planing &Inventory Control) dan Sekretaris. PPIC bertanggung jawab atas perencanaan produksi dan stock level barang (barang jadi, bahan penunjang dan bahan baku). Sedangkan Sekretaris bertanggung jawab atas kelancaran atau kepentingan Plant Manager. Selain itu, plant manager juga dibantu oleh beberapa supervisor, yaitu Supervisor Produksi Pancake dan Parfum, Supervisor Produksi Talkum/Puff, Supervisor Skin Care, Supervisor Produksi Kaleng/Sanitary Napkins, Supervisor Produksi Hoitong, Supervisor Eye Shadow-Blush On, PPIC, Sekretaris Manajer Produksi Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan rutin Departemen Produksi, menyelenggarakan segala kegiatan operasional di proses produksi dengan mengkoordinasikan ke departemen terkait dalam perusahaan, berkewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya kepada Direktur Perusahaan Manajer Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan rutin Departemen Quality Control dan Departemen lainnya yang berhubungan dengan kualitas produk dan sesuai dengan aturan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik). Dalam melaksanakan tugasnya, manajer QC dibantu oleh Supevisor Pengawasan Mutu dan membawahi empat bidang yang berada langsung dibawahnya dan bertanggung jawab terhadap manajer pengawasan mutu, yaitu: QC Line Produksi, Analis QC, QC Timbang, QC Packaging. Supervisor QC memiliki tugas melaksanakan kontrol rutin terhadap pemeriksaan kualitas bahan baku, bahan kemas, In Process Control dan produk jadi sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan.

40 Manajer Material Management Menyelenggarakan segala kegiatan operasional di material management dengan mengkoordinasikan ke departemen terkait dalam perusahaan, berkewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya kepada Direktur Perusahaan Manajer Teknik Bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantauan dan perbaikan terhadap mesin-mesin produksi, listrik, AC, telpon, dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan agar tetap berjalan lancar, efisien, terencana, terukur sesuai rencana yang dibuat, serta dapat mengembangkan Departemen Teknik sesuai perkembangan zaman. Manajer Teknik dibantu oleh Supervisor Teknik. Tugas dari supervisor teknik adalah melaksanakan, memperbaiki, mengatur dan mengawasi pekerjaan yang diberikan oleh Manajer Teknik kepada Pelaksana Teknik atas mesin dan peralatan teknik yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan agar tetap lancar, terencana dan meminimalkan kendala operasional teknis Direktur Operasional dan Informatical Technical Dalam menajalankan tugasnya, Direktur Operasional dan Informatical Technical dibantu oleh National sales manager dan Manjer Pemasaran National Sales Manager National sales manager bertanggung jawab atas terlaksananya Data makro ekonomi, Perkiraan penjualan (tahunan dan tiga bulanan), Target penjualan (tahunan dan tiga bulanan), Strategi penjualan (Produk, harga, distribusi, dan promosi), Schedule distribusi produk (tiga bulanan dan tahunan), Data realisasi penjualan (per-produk, per-area), Evaluasi realisasi penjualan per-tiga bulanan), serta Laporan bulanan (sales program). National Sales Manager dibantu oleh Regional Sales Manager Indonesia Barat, Regional Sales Manager Indonesia Tengah, Regional Sales Manager Indonesia Timur, Regional Sales Manager Jabodetabek, dan Counter Manager. Ketiga Regional Sales Manager memiliki tugas mengatur organisasi yang dibawahinya dan memastikan pelaksanaan

41 33 pemasaran di regionalnya sehingga mencapai objektif perusahaan, yaitu target, efisiensi dan profit Manajer Pemasaran Bertanggung jawab kepada Direktur Utama atas rencana, pengembangan, koordinasi pelaksanaan dan administrasi dan program marketing. Bertanggung jawab atas fungsi manajemen penjualan, distribusi dan marketing untuk mencapai target penjualan melalui mitra kerja dengan distributor, grosir dan key account. Manajer Pemasaran dibantu oleh Key Account Manager, Brand Manager Rivera, Brand Manager Fanbo, Brand Manager Daisy, Brand Manager Bambi, Manager promosi, dan Mark Research Manager. 1. Key Account Manager Mengembangkan volume usaha dengan membuka Key Account Outlet (KAO) baru, membina kemitraan dengan Key Account Outlet, menjembatani Key Account Outlet dengan Principle, mengkoordinir kegiatan Key Account Outlet dengan cabang, distributor, dan departemen teknis yang berada di kantor pusat dan cabang-cabang, serta melakukan penilaian karya, pelatihan dan perkembangan terhadap semua karyawan dalam lingkungan departemennya. 2. Brand Manager Rivera Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada. 3. Brand Manager Fanbo Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada. 4. Brand Manager Bambi Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada. 5. Promotion Manager Bertanggung jawab merencanakan Branding atau Brand Activition serta Selling Out Key Account. 6. Mark Research Manager

42 Direktur Keuangan dan Administrasi Dalam menajalankan tugasnya, Direktur Keuangan dan Administrasi dibantu oleh Export/Import, Financial, Purchasing Manager, Manajer Keuangan, Electronical Data Processing dan Internal Control Manager, dan Manajer Personalia, dan Legal and General Affair Manager Manajer Keuangan Bertanggung jawab dalam penyiapan, pemeriksaan, proses dan prosedur pembuatan laporan yang dibutuhkan serta mengatur ketertiban atau disiplin bawahan, menjaga suasana kerja yang baik, membimbing bawahan dalam menjalankan tugasnya Manajer Personalia (Human Resource Development/HRD) Bertugas menyelenggarakan segala kegiatan operasional Kepersonaliaan dengan mengkoordinasikan ke Departemen terkait dalam perusahaan dan berhubungan dengan instansi pemerintahan, serta berkewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya kepada Direktur Perusahaan. 3.5 Divisi Pergudangan (Material Management Division) Divisi pergudangan berfungsi menerima bahan baku dan pengemas (incoming material), menyimpan bahan baku, pengemas serta barang jadi (finish goods), dan mendistribusikan barang jadi (finish goods). Pergudangan di PT. Fabindo Sejahtera terbagi atas gudang bahan baku, gudang bahan pengemas/penunjang, gudang barang jadi, gudang retur dan gudang spare parts. Gudang yang tersedia di PT. Fabindo Sejahtera ada 6 gudang, yang terdiri dari 4 gudang besar dan 2 gudang kecil. Gudang besar memiliki luas m 2 yang digunakan untuk menyimpan bahan pengemas, bahan pengemas dan bahan baku, barang jadi, serta barang jadi dan bahan baku. Sedangkan gudang kecil digunakan untuk menyimpan barang retur dan gudang spare parts. Gudang besar dilengkapi dengan ruang timbang dan ruangan dengan suhu 18 C, yaitu untuk penyimpanan parfum, lipstik, dan bahan-bahan yang harus disimpan pada suhu dingin (cold storage). Penyimpanan dilakukan dengan sistem raking. Gudang bahan baku dilengkapi dengan alat hygro-termometer untuk mengukur

43 35 suhu dan kelembapan. Pada umumnya pergudangan tidak memerlukan persyaratan khusus namun tetap perlu diperhatikan faktor keamanan, kebersihan, suhu, dan kelembaban ruangan gudang. Semua barang dan bahan yang masuk akan dimasukkan ke rak karantina. Kemudian barang dan bahan akan disampling oleh bagian QC, untuk menentukan apakah barang bisa released/reject. Barang akan selama menunggu hasil sampling dari QC. Setelah hasil pemeriksaan didapatkan, QC akan menempelkan label pass/reject. Sistem pengeluaran barang pada pergudangan PT. Fabindo Sejahtera merupakan sistem batch number dan sistem FIFO (first in first out). Kentungan dari sistem tersebut adalah agar barang dan bahan terhindar dari kerusakan, bahan yang digunakan dalam proses produksi akan selalu fresh sehingga mengurangi kerugian. 3.6 Divisi Pengawasan Mutu (Quality Control Division) Divisi pengawasan mutu di PT. Fabindo Sejahtera berada di bawah kendali seorang Manager Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) dan pekerjaan langsungnya diawasi oleh 2 orang kepala bagian, masing-masing untuk bagian mikrobiologi dan pengemasan serta untuk bagian bahan baku dan produk jadi. Divisi pengawasan mutu terbagi menjadi 5 subbagian, yaitu analis mikrobiologi, staf packaging, analis raw material, analis in process control dan QC line (analis barang jadi/finish goods). Personalia di QC disyaratkan untuk mengenakan jas laboratorium dan penutup kepala. Ruangan di QC telah disesuaikan dengan persyaratan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik). Ruangan dipisahkan berdasarkan fungsinya, dimana terdapat lima ruangan untuk analisis, yaitu ruang IPC (in process control), ruang instrument, ruang pemeriksaan produk jadi, ruang pemeriksaan kemasan dan ruang mikrobiologi. Kalibrasi alat pada ruangan QC dilakukan oleh pihak eksternal pabrik. Pihak yang akan bertanggung jawab untuk proses kalibrasi akan ditentukan oleh bagian teknik. Bagian pengawasan mutu di PT. Fabindo Sejahtera juga membawahi kontrol dokumen, yang tugasnya membuat dokumen untuk departemen lain, tetapi penyusunannya berasal dari departemen masing-masing.

44 36 Kegiatan yang dilakukan oelh divisi pengawasan mutu, meliputi pengawasan sebelum proses produksi (pre procces control), pengawasan selama produksi (in process control/ipc), pengawasan setelah produksi (post procces control/ppc), serta pemeriksaan barang retur Pengawasan Mutu Sebelum Proses Produksi Pengawasan mutu sebelum proses produksi bertujuan untuk mengetahui suatu bahan yang akan digunakan selama proses produksi layak untuk digunakan atau tidak. Pengawasan mutu sebelum proses produksi terdiri dari pengawasan bahan baku, serta pengawasan bahan pengemas Pemeriksaan Bahan Baku (Raw Material) Pengawasan ini dilakukan untuk semua bahan baku dan bahan pembantu lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bagian inspeksi bahan baku (analis raw material) berperan penting pada awal keputusan apakah suatu bahan yang akan digunakan selama proses produksi layak untuk digunakan, diterima (released), atau ditolak untuk digunakan (rejected). Bahan-bahan yang ditolak akan dikembalikan pada perusahaan pemasok (supplier). Raw material yang dipasok dari suplier baru, akan diperiksa oleh R&D. Kemudian R&D akan menentukan batas persyaratan dari bahan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan raw material yang didapat dan CoA (Certificate of Analysis) dari suplier. Persyaratan raw material ini akan diberikan kepada QC, sebagai acuan dalam pemeriksaan raw material selanjutnya. Jenis Pengujian yang digunakan pada raw material adalah sebagai berikut. 1. Sensory testing Sensory testing harus dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman dan memiliki indra yang peka (dapat mendeteksi sedikit perubahan). Hal ini dikarenakan sensory testing ini sifatnya subjektif, maka diperlukan dua orang atau lebih untuk menentukan bahwa COA (Color, Odor, Appeareance) suatu produk telah memenuhi spesifikasi atau sesuai dengan standar.

45 37 2. Kelembapan Pengukuran nilai kelembapan (moisture content) suatu zat dilakukan dengan menggunakan Moisture Analyzer. 3. Pengukur nilai daya hantar listrik, kadar garam (salinitas), dan kadar zat padat terlarut (TDS) dengan Conductifity 4. Pengukur kehalusan dari sampel yang diperiksa dengan Analytical Sieve shaker 5. Analisa kation dan anion Analisa kation dan anion dari larutan sampel dengan menggunakan Photometer 6. Tapped Density Pengukuran nilai tapped density dari sampel powder, granules atau flakes dengan Automated tap Density tester. Tap density adalah suatu metoda pengukuran densitas suatu zat yang berbentuk serbuk dengan cara tapping dimana volume zat yang telah diketahui bobotnya tersebut diukur dengan gelas ukur 7. Gram Square Meter Gram Square Meter merupakan pengujian bahan-bahan non wover, absorbent tissue, release paper, dan wood pulp GSM= 8. Pemeriksaan Coating Silicon ( ) ( ) Pemeriksaan Coating Silicon bertujuan untuk uji coating silicon pada release paper. 9. Strike trough test Pengujian strike trough dan rewet pada produk sanitary napkin. Strike trough adalah uji kecepatan daya serap dengan menggunakan lister tester, sedangkan rewet adalah uji pembasahan kembali dengan alat yang bernama wetback. 10. Mengukur kadar digunakan alat volumetric karl Fischer titrator 11. Mengukur ph digunakan alat ph meter 12. Mengukur nilai indeks bias dan persentase brix suatu zat dengan refraktometer dan thermometer digital. 13. Uji pemeriksaan bilangan asam, penyabunan, iodium, hidroksil dan ester.

46 Pemeriksaan Bahan Pengemas (Packaging) Pengujian yang dilakukan terhadap kemasan kosmetik, meliputi uji kemasan container; uji kemasan box satuan; uji kemasan plastik dan botol, diukur berat, dimensi, over flow capacity, separation force; uji kemasan tabung lipstick; serta uji stiker label, yang diukur adalah dimensi dan bobot Pengawasan Mutu Selama Proses Produksi Selama proses produksi dilakukan beberapa pengujian, seperti pemeriksaan fisika kimia dan pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan Fisika Kimia Pemeriksaan selama proses produksi dilakukan terhadap seluruh produk, baik produk skin care maupun decorative. Pemeriksaan produk skin care terdiri dari pemeriksaan viskositas, ph, warna, dan berat jenis. Sedangkan pemeriksaan produk decorative dilakukan tergantung pada jenis produk. Produk decorative, seperti compact powder, two way cake dan eye shadow dilakukan pemeriksaan penampilan (performance), aroma, warna, dan drop test. Sedangkan untuk produk lipstik dilakukan uji titik lebur, penampilan (performance), swetting dan kekerasan Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan oleh QC terhadap produk ruahan, meliputi pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT), serta pemeriksaan kapang dan khamir. QC melakukan pemeriksaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh R&D. Bila hasil yang didapatkan berada diluar persyaratan yang telah ditentukan, maka analis dapat mengulang pemeriksaan satu kali lagi. Namun bila hasil yang didapat tetap berada diluar range (positif mengandung mikroba), maka analis QC dapat melaporkan hasil tersebut pada bagian R&D. R&D akan menentukan apakah produk akan ditambahkan pengawet, perlu penambahan proses sterilisasi, atau produk di reject.

47 39 1. Uji Angka Lempeng Total Media yang digunakan adalah sebagai berikut. a. TSA (Tryptone Soya Agar), proses inkubasi selama Jam dengan suhu C. b. TSB (Tryptone Soya Broad) + Tween, digunakan untuk pengayaan bakteri. 2. Uji pemeriksaan kapang khamir Pengujian ini dilakukan dengan cara produk diinkubasi selama jam pada suhu C Pengawasan Mutu Setelah Proses Produksi Pengawasan mutu Setelah proses Produksi seringkali disebut juga dengan pemeriksaan produk jadi (finish goods). Sama halnya dengan pengawasan mutu selama proses produksi, pemeriksaan produk jadi yang dilakukan oleh QC adalah pemeriksaan fisika kimia dan pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan Fisika Kimia Pemeriksaan fisika kimi produk jadi adalah sebagai berikut. 1. Sensory test Sensory test adalah pengujian terhadap penampilan, aroma, warna, dan kejernihan. Pengujian ini harus dilakukan oleh personel yang berpengalaman dan memiliki indra yang peka (dapat mendeteksi sedikit perubahan). Hal ini dikarenakan sensory testing ini sifatnya subyektif, maka diperlukan dua orang atau lebih untuk menentukan bahwa COA (Color, Odor, Appeareance) suatu produk telah memenuhi spesifikasi atau sesuai dengan standar serta untuk menghindari subyektifitas dalam mengambil keputusan. 2. Uji ph Uji ph bertujuan untuk menentukan tingkat keasaman suatu larutan. Pengukuran dilakukan berdasarkan banyaknya ion H + yang terdapat dalam larutan. 3. Uji Viskositas dengan viscometer Brookfield

48 40 4. Breakage test Breakage test bertujuan untuk mengukur daya patah lipstick dengan menahan beban dalam satuan pound (lb). 5. Squeeze test Squeeze test bertujuan untuk mengukur daya tekan lipstick dengan menahan beban dalam satuan pound (lb) 6. Uji titik lebur Uji titik lebur bertujuan untuk menentukan tempat penyimpanan produk jadi. 7. Drop test Drop test, yaitu uji yang dilakukan dengan menjatuhkan produk pada ketinggian tertentu untuk mengukur kekuatan press produk pancake. 8. Uji distribusi partikel Uji distribusi partikel dengan sieve shaker Retsch atau ayakan mesh untuk mengetahui ukuran partikelnya. 9. Tap density Uji nilai tapped density dari sampel talk dengan Automated tap Density tester. 10. Sweating test Sweating test bertujuan untuk mengamati apakah produk lipstick yang dihasilkan akan berkeringat (mengeluarkan bintik-bintik air pada permukaan produk) bila disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu yang cukup lama. 11. Pemeriksaan kebocoran pada sachet Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan setelah proses produksi sama dengan pemeriksaan mikrobiologi selama proses produksi, meliputi uji Angka Lempeng Total dengan menggunakan media TSA dan TSB, serta uji pemeriksaan kapang khamir.

49 Pemeriksaan Barang Retur Barang-barang yang termasuk barang retur adalah produk kadaluarsa, produk yang mengalami kerusakan pada kemasan atau isi, dan produk slow moving. Barang retur yang datang akan dikualifikasi oleh divisi pergudangan. Setelah itu pihak QC akan memeriksa barang dan menentukan status barang retur tersebut (rework atau reject). 3.7 Divisi Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Division) R&D bertugas untuk menterjemahkan suatu ide menjadi kenyataan, menetapkan bahwa produk yang dikembangkan sesuai dengan keinginan marketing dan sesuai dengan peraturan dari BPOM, serta meyakinkan bahwa produk dapat diproduksi dengan acceptable cost. Kegiatan yang dilakukan oleh divisi R&D meliputi penelitian dan pengembangan produk Penelitian Gagasan atau rencana produk baru yang akan dibuat diperoleh dari product development bagian pemasaran yang terlebih dahulu telah melakukan survey pasar mengenai produk kosmetik yang sedang in di masyarakat. Setelah diperoleh kesepakatan antara pihak R&D dan product development mengenai produk jenis apa yang ingin dibuat, maka selanjutnya R&D akan membuat konsep dan formula Pengembangan Produk Adapun tahapan pengembangan produk di PT. Fabindo Sejahtera adalah sebagai berikut Pemilihan formula, metode pembuatan, dan kemasan Tahap pertama sebelum menentukan pemilihan formula harus ditetapkan terlebih dahulu bentuk sediaan yang akan dibuat. Setelah menentukan bentuk sediaan, maka seorang formulator harus menentukan bahan-bahan yang akan digunakan dalam formula. Sumber informasi formula dan bahan-bahan dapat diperoleh dari literature supplier, referensi buku-buku kosmetik, melihat produk paten, jurnal, dan internet. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam tahap

50 42 pemilihan formula yaitu raw material. Sifat raw material yang perlu diperhatikan adalah compatibility, bentuk aktif raw material, keamanan, konsentrasi, pengawet yang digunakan, lama pemesanan, expired date, ph dan harga. Setelah diperoleh formula terpilih, R&D menentukan metode pembuatan. Pemilihan metode pembuatan harus memperhatikan bentuk raw material dan bentuk sediaan/produk. Metode pembuatan terbagi 2, yaitu cold process dan hot process. Cold process adalah metode pembuatan tanpa menggunakan pemanasan. Sediaan yang cocok menggunakan metode cold process, yaitu gel, parfum, cologne gel, krim, gel, dan emulsi. Metode hot process adalah metode pembuatan dengan menggunakan pemanasan. Metode ini umunya digunakan untuk sediaan, seperti emulsi. Selain pemilihan formula, R&D juga harus melakukan pemilihan kemasan yang sesuai. Kemasan yang dipilih disesuaikan dengan bentuk sediaan yang dibuat dan didiskusikan juga dengan product development. Setelah menentukan formulasi, metode pembuatan, dan kemasan, maka R&D akan melakukan trial pembuatan produk dalam skala lab dan dilakukan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Uji stabilitas Uji stabilitas dipercepat dilakukan di dalam botol inert selama 3 bulan dengan suhu 43 C 2. Compatibility test Uji ini dilakukan dalam kemasan dengan kondisi suhu 43 C dan kelembapan Rh 75% 3. Keamanan produk Parameter yang diamati adalah organoleptik, warna, bau, pemisahan, penampilan fisik, viskositas, ph, kadar zat aktif (ZnO) Scale up Scale up merupakan pembuatan produk dalam skala yang cukup besar, yaitu kg. Seorang formulator harus bertanggung jawab dengan mengikuti dan mengamati tahapan pembuatan, minimal 3 batch pertama. Proses pembuatan pada scale up akan disesuaikan dengan mengkonversikan cara pembuatan skala

51 43 lab. Dari scale up ini akan didapatkan suatu verifikasi mengenai proses pembuatan yang sebelumnya telah dikonversikan dari skala laboratorium ke skala produksi. Pada skala produksi, produk akan dibuat dengan menggunakan peralatan produksi. Beberapa peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi, antara lain mixing/emulsification tank, dispensing/grinding mills, homogenizer dan filling equipment Pengawasan Mutu Pengawasan mutu berfungsi untuk menjamin agar produk yang dihasilkan memenuhi standar dan konsisten. Tahapan pengawasan mutu, yaitu pengujian spesifikasi bahan awal, kontrol dalam proses, pengawasan fasilitas penyimpanan dan distribusi, serta kontrol mikrobiologi. 3.8 Divisi Produksi Saat ini, PT. Fabindo Sejahtera telah menghasilkan produk kosmetik dekoratif, skin care, bodycare, dan parfum dibawah naungan beberapa merek kosmetik antara lain Fanbo, Rivera, Daisy, Bambi, dan lain-lain. PT. Fabindo Sejahtera tidak hanya memproduksi kosmetik untuk merek-mereknya sendiri, namun juga menerima makloon (toll in) untuk beberapa perusahaan farmasi dan kosmetik di Indonesia. Produksi berada dibawah kendali seorang Manager produksi. Untuk tiap bagian dalam proses produksi diawasi oleh seorang Kepala bagian atau seorang Supervisor. Proses produksi langsung diawasi oleh Mandornya masing-masing. Proses produksi di PT. Fabindo Sejahtera dibagi menjadi 5 bagian, yaitu Skincare dan Obat Tradisional, Pancake, Eye shadow, Blush on, Talk dan Face Powder, Lipstik, Puff, Parfum, Hoitong dan Kaleng. Oleh karena itu, ruang produksinya terdiri atas ruang produksi skincare; ruang produksi obat tradisional; ruang produksi pancake; ruang produksi eyeshadow, blush on, face powder, dan talkum; ruang produksi lipstik; ruang produksi puff; ruang produksi parfum; ruang produksi hoitong; dan ruang produksi kaleng. Denah ruang produksi terdapat pada Lampiran 4.

52 Produksi Skincare dan Obat tradisional Saat ini PT. Fabindo Sejahtera telah menyediakan ruang produksi baru untuk memproduksi obat tradisional yang mengikuti standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Contoh obat tradisional yang diproduksi adalah minyak kayu putih, minyak telon dan baby oil. Proses produksi dimulai dari penerimaan bahan baku dari bagian gudang. Setelah bahan baku diterima dan telah sesuai dengan yang dibutuhkan, produksi akan dimulai dari proses mixing. Setelah proses mixing selesai akan didapatkan bulk yang kemudian akan diberi status HOLD dan diperiksa terlebih dahulu oleh bagian Quality Control (QC). Setelah status RELEASE dikeluarkan oleh bagian QC, maka proses pengisian (filling) ke dalam kemasan primer bisa dijalankan. Tahap akhir dari produksi adalah pengemasan sekunder. Setelah seluruh proses pengemasan selesai, QC akan kembali melakukan pengujian. Sementara menunggu QC mengeluarkan label PASS, produk akan disimpan di ruang karantina. Setelah semua proses pengujian selesai dan label PASS telah dikeluarkan, produk disimpan di gudang obat jadi dan siap untuk didistribusikan Produksi Lipstik Ruang produksi lipstik terdiri dari grey area dan black area. Kegiatan yang dilakukan di grey area adalah mulai dari mixing, filling, flamming dan packing untuk kemasan primer, sedangkan kegiatan pengemasan (packing) sekunder dilakukan di black area. Dalam ruang grey area personel diwajibkan memakai baju khusus, penutup kepala, masker dan sarung tangan. Ruang Work in Process (WIP) di bagian produksi liptrik ada 3, yaitu untuk extender, bulk dan untuk produk setengah jadi. Dalam ruang produksi lipstik terdapat 4 buah mesin mixing dengan kapasitas 1 kg, 15 kg, 30 kg, dan 100 kg. Temperatur ruangan di ruang produksi lipstik diatur pada suhu dibawah suhu kamar atau suhu sejuk (8-15ºC) karena bahan baku lipstik merupakan lemak padat yang mudah melunak dan meleleh pada suhu diatas suhu kamar. Yang membedakan proses produksi lipstik dengan sediaan lain adalah adanya proses flamming, yaitu proses pembakaran pada pinggiran lipstik untuk menghilangkan gelembung di pinggiran lipstik dan untuk menghaluskan permukaan luar lipstik.

53 45 Pengambilan sampel oleh QC dilakukan setelah bulk jadi, sebagian bahan diambil dan dicetak ke dalam tabung lipstik untuk diuji oleh QC. Sampel juga diambil setelah proses pengemasan primer. Skema Alur Proses Produksi lipstik dapat dilihat pada Lampiran Produksi pancake, eyeshadow, blush on, face powder dan talkum Produksi pancake, eye shadow, blush on, talk dan face powder diawasi oleh dua (2) orang kepala bagian yang masing-masing untuk grey area dan black area. Kegiatan yang dilakukan di grey area adalah mulai dari mixing, filling dan packing untuk kemasan primer, sedangkan kegiatan pengemasan (packing) sekunder dilakukan di black area. Pancake, eyeshadow, blush on, dan face powder merupakan kosmetik dekoratif. Secara garis besar proses pembuatan produk-produk dekoratif hampir sama dengan produk skin care, yaitu melalui proses mixing, filling, dan packing. Pada pembuatan pancake, eyeshadow, dan blush on pada proses filling mengalami proses pencetakan terlebih dahulu sebelum dilakukan packing. Sedangkan Bahan-bahan yang akan digunakan pada proses produksi ditimbang oleh personel gudang, diletakkan dalam satu palet, dan kemudian dikirim ke bagian produksi. Mesin mixing yang tersedia ada dua macam, yaitu mesin mixing kapasitas 125 kg dan 500 kg, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Selama proses produksi berjalan QC akan melakukan pengambilan sampel dan pengujian di 2 tahap yaitu in process control (sampel bulk) dan produk jadi. Skema alur proses produksi pancake dapat dilihat pada Lampiran Produksi puff Puff merupakan produk accessories kosmetik yang digunakan untuk menyapukan bedak ke wajah. Puff yang digunakan di PT. Fabindo Sejahtera ada yang diproduksi sendiri ada pula yang dibeli langsung dalam bentuk jadi, tergantung kebutuhan pemakaian. Biasanya untuk produksi pancake, puff diproduksi sendiri dan diberi cetakan label nama sesuai produknya. Puff yang dibeli dalam bentuk jadi adalah puff yang terbuat dari bahan busa, biasanya untuk

54 46 produk toll manufacturing. Puff diproduksi pada ruangan black area. Meskipun demikian, personel produksi puff diwajibkan menggunakan cap, seragam, dan masker. Selain itu, personel juga diwajibkan membersihkan tangan 2 jam sekali dengan disemprotkan alkohol. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan puff adalah katun, busa, saten, lem dan foil. Pada tahap pertama, katun, busa dan saten dipotong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Kemudian saten diberi label dengan menggunakan hot stamp. Lalu katun, busa serta saten dilem dan dipress hingga menjadi puff dengan menggunakan alat air cylinder. Puff yang akan digunakan untuk produk pancake akan disimpan di ruangan WIP (Work in Process). Sedangkan puff yang akan dipasarkan dalam kemasan satuan akan dikemas dalam kemasan plastik yang kemudian dilewatkan pada mesin seal. Puff yang telah dikemas, disusun dalam master box dan kemudian disimpan di dalam gudang penunjang. QC akan melakukan sampling pada bahan-bahan puff sebelum pengepresan dan pada finish goods. Alur produksi puff, terlampir pada Lampiran Produksi Parfum Ruang produksi parfum terdiri atas ruang mixing dan ruang filling yang menyatu dengan ruang pengemasan. Tidak ada pengaturan suhu atau kelembaban didalamnya. Ruangan difasilitasi dengan 3 buah kipas angin dan 3 buah blower untuk mensirkulasi udara didalam ruangan. Proses produksi diawali dengan proses mixing atau pencampuran bahan. Dalam memproduksi parfum, terdapat dua jenis tangki mixing yang dapat digunakan yaitu tangki spavil 75 kg atau tangki mixing 300 kg, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Bulk yang sudah tercampur homogen diambil sampelnya untuk diperiksa oleh pihak QC. Setelah lulus pengujian QC, bulk ditransfer ke dalam holding tank yang telah disanitasi. Bulk parfume dalam holding tank kemudian ditransfer ke dalam tangki celup untuk proses pengisian parfume. Pengisian parfum ke dalam botol-botol parfum dilakukan dengan sistem vakum, sehingga memudahkan untuk pengisian ke dalam botol kecil. Proses selanjutnya adalah pemasangan plug atau penutup

55 47 mulut botol parfum yang terbuat dari plastik yang kemudian akan diletakkan pada meja khusus penampungan yang alasnya berlubang-lubang guna menampung sisa tirisan parfum yang dapat diproses kembali. Botol tersebut kemudian diletakkan di meja pengering, ditempelkan label pada badan botol dan diletakkan di conveyer untuk dilakukan proses pengkodean nomor bets dan expired date. Botol siap ditutup dan dikemas dalam dus satuan yang kemudian dimasukkan ke dalam dus lusinan hingga kemasan terluar yaitu karton. Skema alur produksi parfum dapat dilihat pada Lampiran Produksi Kaleng dan Godet Selain memproduksi sediaan dan accessories kosmetik, PT. Fabindo Sejahtera juga membuat kaleng dan godet yang digunakan untuk kemasan face powder dan pancake. Ruangan produksi kaleng berada terpisah dari ruang produksi kosmetik. Bahan baku utama yang dibutuhkan untuk proses produksinya adalah aluminium Produksi Kaleng Kaleng berfungsi sebagai kemasan untuk face powder. Berdasarkan ukurannya, kaleng diklasifikasikan atas empat jenis, yaitu kaleng tipe 211 L, 211 S, 2119 L, dan 2119 SP. Bahan yang digunakan adalah tinplate. Bagian kaleng terdiri dari bagian top, body, dan bottom. Tahapan awal yaitu pemotongan tinplate sesuai kebutuhan. Pemotongan terbagi dua, yaitu potong panjang dan potong pendek. Pemotongan tinplate menggunakan mesin cutting. Tahapan selanjutnya adalah penggulungan bagian body dan dibentuk dengan menggunakan mesin gulung serta disambung dengan mesin sambung. Selanjutnya dilakukan pengepresan bagian bottom dan penempelan bagian top Godet Godet merupakan wadah tempat pencetakan pancake. Godet yang diproduksi terbagi atas godet 505, eye shadom kit, Fanbo Fantastic two way cake, Fanbo Fantastic compact, Rivera Blue two way cake, Rivera Blue compact,

56 48 Marck s Venus compact, Marck s Venus two way cake dan Daisy Slim pancake. Godet diproduksi dalam dua bentuk, yai bulat, ¼ lingkaran, dan kotak. Produksi godet diawali dengan memasukkan aluminium ke dalam mesin coil penggulung. Pada coil terdapat limit switch, yang dapat mengulur aluminium ke dalam mesin pencetak. Sebelum melewati mesin pencetak tinplate akan melewati mesin press otomatis yang akan menarik lembaran tinplate. Godet yang telah jadi akan dikirim ke gudang penunjang, dimana nantinya akan digunakan pada produksi pancake, blush on, dan eye shadow Produksi Hoitong Hoitong adalah bedak yang dipadatkan yang digunakan untuk pupur wajah sebagai bedak dingin atau masker dengan penambahan air. Proses produksi hoitong juga melalui 3 tahap utama yaitu tahap mixing, filling dan packing. Bulk hoitong yang telah jadi dicetak kemudian disimpan dalam ruangan WIP untuk proses pengurangan kadar air agar diperoleh hoitong dengan kekerasan yang diinginkan. Pengambilan sampel hoitong oleh QC dilakukan setelah bulk jadi, selama produk di WIP hingga kekerasannya terpenuhi dan setelah produk jadi dikemas. 3.9 Divisi Pengolahan Limbah Limbah suatu industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sebelum di buang ke saluran pembuangan akhir, sehingga tidak mencemari lingkungan kerja industri dan tidak mengotori lingkungan yang ada disekitarnya. Limbah industri farmasi berasal dari pencucian wadah, mesin, proses pengolahan, proses pengujian dan sebagainya. Secara umum limbah di PT. Fabindo Sejahtera terdiri dari dua macam, yaitu limbah padat dan cair Pengolahan Limbah Padat Penanganan limbah padat dilakukan dengan cara ditimbun di dalam tanah, yang telah disetujui oleh Dinas Lingkungan Hidup. Lokasi penimbunan berada di wilayah pabrik. Limbah padat yang dihasilkan PT. Fabindo Sejahtera terdiri dari sisa proses produksi dan produk below standar. Limbah padat yang bisa didaur ulang disalurkan ke pihak penampung untuk diolah.

57 Limbah Cair Di PT. Fabindo Sejahtera, limbah cair akan diolah dengan metode penyaringan sederhana. Penyaringan dilakukan 2 tahap didalam dua drum dengan kapasitas 400 Liter. Lapisan penyaringan terdiri dari ijuk, arang/batu apung, ijuk, pasir dan ijuk. Air hasil penyaringan akhir di tampung di bak penampung akhir dan dapat diambil sampel dan di cek sewaktu-waktu oleh bagian QC sebelum dialirkan ke saluran pembuangan umum. Skema pengolahan limbah terlampir pada Lampiran 9. PT. Fabindo Sejahtera akan mengembangkan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang ada. Skema pengembangan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dapat dilihat pada Lampiran 10. Pemeriksaan lebih lengkap terhadap dampak PT. Fabindo Sejahtera terhadap lingkungan dilakukan setiap periode 6 bulan dan bekerja sama dengan pihak luar dengan laporan tertulis yang dikirimkan ke Dinas Lingkungan Hidup. Laporan yang dibuat adalah laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL). Pemeriksaan mencakup kadar COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand) dan TDS (Total Dissolve Solid). Jika hasilnya memenuhi syarat, maka air dapat dialirkan ke saluran pembuangan umum.

58 BAB 4 PEMBAHASAN Sebagai salah satu industri kosmetika Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1968, PT. Fabindo Sejahtera telah memproduksi berbagai jenis kosmetik yang cukup bersaing dipasaran. Dalam memproduksi produk-produk kosmetiknya, PT. Fabindo Sejahtera tidak luput dari pengawasan pemerintah dalam hal ini BPOM yang bertindak sebagai regulator dalam pengawasan sediaan farmasi, makanan dan kosmetik di Indonesia. Penerapan dari peraturan Kepala BPOM RI No. HK tentang kosmetik menyatakan bahwa industri kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), yang hingga kini masih terus diupayakan untuk diterapkan dalam lingkungan pabrik PT. Fabindo Sejahtera. Keputusan Kepala BPOM RI No. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik menginformasikan bahwa tujuan dari CPKB yaitu guna melindungi masyarakat dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan yang dapat merugikan masyarakat, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam menghadapi era pasar bebas. Seiring dengan berjalannya harmonisasi ASEAN (ASEAN Harmonization), penerapan CPKB sangat diperlukan agar produk Indonesia tidak kalah bersaing dengan produk dari Negara ASEAN lainnya. Program Harmonisasi ASEAN untuk produk kosmetik telah dimulai pada tahun 2008, namun diterapkan secara penuh di Indonesia pada Januari Program ini mewajibkan pengusaha kosmetik melakukan notifikasi (pencatatan) dan menyimpan Data Informasi Produk (DIP). Harmonisasi ASEAN menyebabkan perubahan sistem evaluasi yang metitikberatkan pada post market surveillance terhadap seluruh obat tradisional dan kosmetik yang diedarkan di seluruh Negara ASEAN. Industri kosmetik yang akan menyediakan produknya diwajibkan untuk memberikan notification letter. Dampak yang akan timbul dengan adanya Harmonisasi ASEAN adalah adanya produk dari negara ASEAN yang dapat beredar di negaranegara ASEAN. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi produsen, namun juga menjadi suatu tantangan apakah produk lokal dapat memenuhi standar yang 50

59 51 telah ditetapkan dan bermutu tinggi sehingga mampu bersaing secara kompetitif dengan produk dari negara-negara ASEAN lainnya. Dengan adanya Harmonisasi ASEAN tersebut maka PT. Fabindo Sejahtera harus terus berupaya agar kosmetik yang diproduksi dapat memenuhi persyaratan untuk dapat bersaing dalam hal mutu produk di kawasan ASEAN. Berikut akan dijabarkan mengenai masingmasing unsur CPKB yang telah diterapkan oleh PT. Fabindo Sejahtera dikaitkan dengan dokumen CPKB yang ada. 4.1 Bangunan dan Fasilitas Pabrik PT. Fabindo Sejahtera terletak jauh dari polusi udara, tanah dan air, hal ini dikarenakan letaknya di pedesaan dan jauh dari jalan utama. Dalam hal bangunan dan fasilitas, pabrik telah memiliki area gudang produk jadi, gudang bahan awal, ruangan produksi, penimbangan, laboratorium, dan tempat pencucian peralatan. PT. Fabindo Sejahtera memiliki tujuh ruangan besar yang berfungsi sebagai ruang produksi skin care, pancake, puff, hoitong, talkum/eye shadow/blush on, parfum dan lipstik. Mempunyai fasilitas sanitasi yang terencana dan teratur merupakan hal yang amat penting dimiliki oleh suatu pabrik. Pabrik PT. Fabindo Sejahtera telah dilengkapi dengan sarana penyediaan air bersih, kamar kecil, tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah dan sarana pembuangan air limbah. Berdasarkan fungsinya, penyediaan air bersih dibagi atas dua yaitu air untuk MCK (mandi, cuci, kakus) dan air demi kebutuhan produksi. Air yang digunakan untuk keperluan MCK bersumber dari satu sumur dengan kedalaman 100 m, tanpa pengolahan lebih lanjut. Sedangkan air yang digunakan untuk keperluan produksi bersumber dari empat sumur dengan kedalaman 40 m. Air yang digunakan untuk proses produksi merupakan air tanpa mineral sehingga air harus mendapatkan pengolahan lebih lanjut. Air tanah yang tersedia ditampung pada bak penampung yang kemudian ditambahkan koagulan didalam clasifier. Lalu air diolah dengan melewati RO I (Reverse Osmosis I) dan dilanjutkan dengan RO II (Reverse Osmosis II). Selanjutnya pengolahan dilanjutkan pada EDI (Electric Dicharge Ion). Sehingga air yang didapat memiliki TDS = 0. Bila ph air yang didapat berada dibawah standar, akan dilakukan adjust ph sehingga

60 52 mencapai ph yang diharapkan. Air yang telah melalui proses diatas akan ditampung pada bak penampungan. Air yang akan digunakan pada proses produksi akan melewati lampu UV untuk membunuh bakteri yang ada pada air. Akhirnya akan didapat air untuk produksi dengan TDS < 1, tanpa mineral, dengan ph 5,5 7,5 dan bebas bakteri. Pada saat ini PT. Fabindo Sejahtera melakukan pengolahan limbah dengan menggunakan sistem penyaringan yang sederhana. Air limbah hasil produksi dilewatkan pada saringan yang terdiri dari ijuk, arang/batu apung, ijuk, pasir dan ijuk. Penyaringan ini berfungsi untuk menyaring kotoran fisik yang terdapat pada limbah cair. Sistem IPAL yang ada akan terus dikembangkan sehingga menggunakan sistem IPAL yang lebih memadai dan sesuai dengan persyaratan dari BPOM. Ruang produksi skin care dilengkapi dengan lantai epoksi, dinding beton, siku-siku ruangan yang melengkung, atap yang mudah dibersihkan, penerangan dan ventilasi udara yang memadai. Ruang produksi skin care merupakan ruangan yang telah memenuhi persyaratan CPKB bila dibandingkan dengan ruang produksi lainnya. Sedangkan di enam ruangan produksi lainnya menggunakan lantai keramik, pertemuan antara lantai dan dinding membentuk sudut mati sehingga mempersulit saat pembersihan ruangan. Ruang produksi parfum terdiri dari ruang mixing dan ruang filling yang tergabung dengan ruang packing. Tidak seperti ruangan produksi lainnya, ruang produksi parfum saat ini tidak dilengkapi dengan black area dan grey area (dalam perencanaan renovasi). Walaupun parfum yang diproduksi berbahan dasar alkohol, namun ruangan mixing dan filling belum dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban. Ruangan ini difasilitasi dengan 3 kipas angin dan 3 blower untuk sirkulasi udara. Selain itu ruangan filling dan packing tidak tertutup rapat, yang berkontak langsung dengan udara luar. Hoitong adalah bedak tabur dengan konsep tradisional yang mampu menyerap minyak. Hoitong merupakan salah satu produk yang memiliki tingkat penjualan yang tinggi setelah parfum. Selain dipasarkan di Indonesia, hoitong juga diekspor ke Malaysia. Ruang produksi hoitong merupakan salah satu ruangan yang telah direnovasi sesuai dengan kriteria bangunan dalam CPKB. Ruang

61 53 produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu grey area dan black area, yang terdiri dari ruang mixing, cetak, pengeringan, filling dan packing. Ruang pengeringan memiliki sedikit kekurangan yaitu kondisi ruangan yang lembab, kurangnya sirkulasi udara didalamnya sehingga dikhawatirkan produk akan lembab atau waktu pengeringan yang dibutuhkan lebih lama dari seharusnya. Ada beberapa fasilitas yang masih perlu dilengkapi dan diperbaiki. Salah satu contohnya adalah mengenai penerangan pada ruang mixing pancake masih kurang memadai, ada beberapa lampu yang tidak dilengkapi dengan penutup kaca sehingga dapat menyimpan banyak debu dan sulit dibersihkan. PT. Fabindo Sejahtera terus berusaha menyempurnakan kondisi ruangruang produksinya agar sesuai dengan CPKB. Kekurangan-kekurangan yang ada saat ini berusaha untuk diperbaiki dengan mengadakan renovasi bertahap mengingat desain produksi pabrik ini masih merupakan desain lama, dimana kala itu kriteria bangunan pabrik kosmetik belum seketat sekarang. Selain ruang produksi, ruangan yang perlu diperhatikan adalah laboratorium. Laboratorium QC telah memenuhi CPKB, yang mengharuskan pemisahan ruang untuk masingmasing pemeriksaan. Laboratorium terdiri dari ruang IPC (in process control), instrument, pemeriksaan finish goods, pemeriksaan packaging dan ruang mikro. Namun pada laboratorium tidak terdapat ruang penimbangan. 4.2 Peralatan Secara garis besar, PT. Fabindo Sejahtera telah memenuhi beberapa persayaratan CPKB dalam hal peralatan. Pabrik menggunakan peralatan dan perlengkapan produksi yang sesuai dengan jenis produk. Peralatan yang digunakan pada produksi di desain agar tidak bereaksi dengan bahan-bahan kosmetik yang sedang diproses, tidak mengadsorbsi dan tidak melepaskan serpihan. Peralatan-peralatan besar seperti tangki mixing, hopper dan alat-alat lain berbahan stainless steel menggunakan stainless steel grade 316 yang tahan terhadap korosi. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat ditara atau dikalibrasi secara berkala agar fungsinya berjalan dengan baik, tepat serta akurat. Setiap peralatan memiliki prosedur tetap yang terdiri dari spesifikasi alat, panduan operasional penggunaan, cara pembersihan dan cara

62 54 kalibrasi. Kalibrasi di PT. Fabindo sejahtera dilakukan satu tahun sekali dan diperoleh sertifikat kalibrasi. Namun ada beberapa peralatan yang kurang atau belum sesuai dengan CPKB. Pada ruang mixing pancake belum dilengkapi dengan dust collector untuk menghisap debu yang ada. Pengumpulan dan pembersihan debu dilakukan secara manual menggunakan vakum cleaner. 4.3 Sanitasi dan Higiene Pada setiap aspek produk kosmetik selalu dilakukan upaya untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu ditingkatkan oleh perusahaan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan, proses produksi, pengemas dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Higiene dari personil/karyawan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Personil/karyawan diwajibkan mencuci tangan dan menyemprotkan alkohol 70 % setiap memasuki ruang produksi, diwajibkan mengenakan pakaian khusus yang hanya dikenakan di ruang produksi agar produk tidak terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaannya karyawan diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk. Peralatan yang langsung kontak dengan produk juga diwajibkan mendapatkan sanitasi yang baik. Pembersihan alat dilakukan oleh pihak produksi sebelum dan sesudah alat digunakan untuk proses produksi. Pemeliharaan beberapa mesin-mesin produksi beserta peralatannya dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ada alat yang diperiksa harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Kebersihan saat proses produksi juga harus dijaga, pada produksi pancake misalnya digunakan kain lap dan kuas untuk membersihkan godetnya serta untuk membersihkan kaca pada container pancake.

63 Pengolahan, Pengemasan dan Pengawasan Mutu Pengolahan, pengemasan serta pengawasan mutu pada PT. Fabindo Sejahtera dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan tertulis sehingga dapat menghasilkan produk seperti yang dikehendaki. Untuk pengolahan dan pengemasan, PT. Fabindo Sejahtera menggunakan bahan baku dan pengemas yang telah memenuhi persyaratan mutu yang berlaku sehingga tidak membahayakan. Bahan baku dan bahan kemas dari supplier sebelum digunakan untuk mengemas produk jadi terlebih dahulu diperiksa oleh pihak QC apabila memenuhi syarat maka akan digunakan untuk produksi, namun apabila tidak memenuhi syarat di reject dan di kembalikan ke supplier. Menurut CPKB Bahan baku dan persyaratan mutunya belum ditetapkan dalam buku resmi dapat mengacu pada sumber lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal inilah yang juga dialami PT. Fabindo Sejahtera mengingat industri dan teknologi di bidang kosmetik berkembang pesat dengan adanya inovasi-inovasi baru maka banyak bahan baku baru yang muncul dan belum di update oleh BPOM sehingga persyaratan mutunya mengacu kepada data-data atau dokumen eksternal. Produk akhir PT. Fabindo Sejahtera harus memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu pada kemasan harus mancantumkan kode produksi dan tanggal kadaluarsa secara jelas dan tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen. Pengawasan mutu PT. Fabindo Sejahtera dilakukan pada awal produksi (pre process control), selama proses produksi (in process contol), setelah proses produksi (post process control). Pengawasan pada awal produksi dilakukan oleh QC bagian pemeriksaan bahan baku yang memeriksa bahan baku yang datang. Selanjutnya jika bahan-bahan tersebut memenuhi persyaratan akan diproses untuk pembuatan produk kosmetik yang diinginkan. Sebelum diedarkan di pasaran, produk akhir akan diperiksa secara organoleptik, fisika, kimia, dan mikrobiologi oleh QC line. Produk jadi tersebut harus dikarantina dahulu selama beberapa hari sebelum dipasarkan. Produk akhir yang dikarantina akan diperiksa apakah sudah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Produk dapat dipasarkan bila hasil pemeriksaan menunjukkan produk telah memenuhi standar mutu produk.

64 Dokumentasi dan Pencatatan Seluruh kegiatan produksi, pengujian dan analisis sampel selalu didokumentasikan dengan baik oleh PT. Fabindo Sejahtera. Pencataan tersebut sangat penting untuk meningkatkan keefektifan pengawasan kosmetik. Catatan ini akan disimpan dalam file-file dokumen guna menelusuri jika terdapat keluhan dari konsumen di kemudian hari.

65 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri PT. Fabindo Sejahtera dapat disimpulkan bahwa : a. Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri kosmetik, mencakup sebagai formulator, pengawasan produksi, dan pengambil keputusan agar produk yang dihasilkan tetap bermutu baik. b. PT. Fabindo Sejahtera berupaya sepenuhnya menerapkan CPKB. Desain pabrik saat ini telah disetujui oleh persyaratan pemerintah terdahulu dan sekarang pemerintah sedang meningkatkan penerapkan persyaratan CPKB dan ACD secara ketat seiring dengan diberlakukannya harmonisasi ASEAN. Oleh karena itu saat ini PT. Fabindo Sejahtera terus berupaya meningkatkan penerapkan CPKB di lingkungan pabrik. c. Tugas pokok dan fungsi masing-masing bagian di PT. Fabindo Sejahtera sudah jelas dan terarah. 5.2 Saran a. Peralatan yang digunakan untuk mengevaluasi produk sebaiknya dikalibrasi dan divalidasi secara rutin. b. Personel atau karyawan merupakan unsur penting dalam produksi dan mutu produk yang dihasilkan, untuk itu karyawan perlu terus dibina sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diterapkan. c. Proses pengembangan produk baru hendaklah terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas mengingat produk kosmetik adalah produk yang sangat dinamis dan memiliki tren tersendiri. d. Perlunya melakukan penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik) secara menyeluruh. 57

66 DAFTAR PUSTAKA Achyar. L, Lies Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006, Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Harmonisasi ASEAN Dalam Bidang Regulasi Kosmetik. Badan Pengawas Obat dan Makanan: Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Peraturan Kosmetika di Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan: Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Penandaan/Peringatan Untuk BahanKosmetika dengan Pembatasan Penggunaan. Badan Pengawas Obat dan Makanan: Jakarta. Kementerian Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta : Kementerian Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 965/MENKES/SK/XI/1992 tentang Cara Produksi Kosmetika Yang Baik Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Primadiati, Rachmi Kecantikan, Kosmetika dan Estetika. Jakarta: PT. Gramedia. Tranggono, Retno I. dan Fatma Latifah Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 58

67 LAMPIRAN 13

68 60 Lampiran 1. Denah Lokasi PT. Fabindo Sejahtera

69 61 Lampiran 2. Denah Bangunan PT. Fabindo Sejahtera

70 62 Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Fabindo Sejahtera

71 63 Lampiran 4. Tata Letak Ruang Produksi

72 64 Lampiran 5. Skema Alur Proses Produksi Lipstik Persiapan bahan Mixing Filling Flamming Packing

73 65 Lampiran 6. Skema Alur Proses Produksi Pancake

74 66 Lampiran 7. Skema Alur Produksi Puff

75 67 Lampiran 8. Skema Alur Produksi Parfum

76 68 Lampiran 9. Skema Pengolahan Limbah

77 69 Lampiran 10. Skema Pengembangan Sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

78 70 TABEL

79 71 Tabel 2.1 Tipe Produk Kosmetika dan Kategorinya No Tipe Produk Kategori 1. Krim, emulsi, cair, cairan kental, gel, minyak untuk kulit (wajah, tangan, kaki dan lain lain) Sediaan bayi Sediaan kebersihan badan Sediaan perawatan kulit 2. Masker wajah (kecuali produk peeling/ Sediaan perawatan kulit pengelupasan kulit secara kimiawi) 3. Alas bedak (cairan kental, pasta, serbuk) Sediaan rias wajah Sediaan rias mata 4. Bedak untuk rias wajah, bedak badan, bedak antiseptik dan lain lain Sediaan kebersihan badan Sediaan bayi Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit 5. Sabun mandi, sabun mandi antiseptic, dan lain lain Sediaan bayi Sediaan mandi 6. Sediaan wangi wangian Sediaan bayi Sediaan wangi wangian 7 Sediaan mandi (garam mandi, busa mandi, minyak, gel dan lain lain) Sediaan mandi Sediaan perawatan kulit Sediaan bayi 8. Sediaan depilatory Sediaan rambut 9. Deodorant dan anti-perspiran Sediaan kebersihan badan 10. Sediaan rambut Sediaan kebersihan badan Sediaan pewarna rambut Sediaan bayi 11. Sediaan cukur (krim, busa cair, cairan Sediaan cukur kental, dan lain-lain) 12. Sediaan rias mata, rias wajah, sediaan pembersih rias wajah dan mata Sediaan rias mata Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit 13. Sediaan perawatan dan rias bibir Sediaan rias wajah

80 Sediaan perawatan gigi dan mulut Sediaan higiene mulut 15. Sediaan untuk perawatan dan rias kuku Sediaan kuku 16. Sediaan untuk organ kewanitaan bagian Sediaan kebersihan badan luar 17. Sediaan mandi surya dan tabir surya Sediaan tabir surya Sediaan mandi surya 18. Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa Sediaan menggelapkan kulit berjemur 19. Sediaan pencerah kulit Sediaan perawatan kulit 20. Sediaan anti kerut Sediaan perawatan kulit

81 73 Tabel 2.2. Contoh Klaim yang Diizinkan dan yang Tidak Diizinkan No Klaim Kosmetika Klaim yang diizinkan 1. Klaim Melindungi dari sinar kemanfaatan matahari Melembabkan Membersihkan kulit Menyegarkan kulit 2. Klaim Hypoallergenic keamanan Dermatology tested Ophthalmology tested 3. Rekomendasi didesain atau diformulasikan oleh (apabila ada data pendukung) 4. Pesan Pesan kesehatan dari kesehatan organisasi profesi di bidang kesehatan, seperti : mandilah dua kali Klaim yang tidak diizinkan Memperbaiki tekstur kulit atau tekstur jaringan lemak di bawah kulit Mengencangkan otot daerah Rahim Mengencangkan kulit direkomendasikan oleh dokter, dokter gigi, apoteker, pakar di bidang kosmetika atau organisasi profesi (IDI, PDGI, IAI/ISFI) atau yang sejenisnya untuk menggunakan produk tersebut. Telah diuji secara klinis oleh fakultas.. Hasil uji in vitro di laboratorium

82 74 5. Kata kata atau gambar sehari untuk menjaga kesehatan untuk menjaga kesehatan gigi, gosoklah gigi minimal dua kali sehari dan gosok gigi sebelum tidur Tidak mengandung/ tidak menggunakan/ bebas. (hidrokinon, merkuri, dietilen glikol atau bahan lain yang dilarang dalam kosmetika) Gambar palang dengan warna merah atau hijau bebas, aman, ampuh, membasmi Menggunakan peragaan tenaga kesehatan atau yang mirip dengan itu misalnya menggunakan gambar seorang konsultan kesehatan gigi Bertentangan dengan norma kesusilaan

83 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, BANTEN PERIODE 7 JUNI 1 JULI 2011 PENGARUH SUBMICA FL, ECOSOFT-608, DAN NYLON-12 PADA FORMULASI EYE SHADOW TERHADAP APLIKASINYA DISUSUN OLEH : DIAN HAYATI, S. Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 i

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec.

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. Cikupa, Banten LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EKA NOVITA CHRISTIANTI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2015 BPOM. Kosmetika. Persyaratan Teknis. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.870, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kosmetika. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG BAHAN KOSMETIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG BAHAN KOSMETIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.42.1018 TENTANG BAHAN KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 96/Men.Kes/Per/V/1977 tentang WADAH, PEMBUNGKUS, PENANDAAN SERTA PERIKLANAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10719 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer No.923, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Efek Samping Kosmetika. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1254, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pedoman Dokumen Informasi Produk. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. barang atau jasa.selain itu sebagian orang. antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. barang atau jasa.selain itu sebagian orang. antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen. BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.598, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.07.11.6662 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN CEMARAN MIKROBA DAN LOGAM BERAT DALAM KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10689 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA TERTENTU YANG DAPAT DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA YANG MEMILIKI IZIN PRODUKSI GOLONGAN B DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA 9 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor HK. 00.06.42.0255 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN ALPHA HYDROXY ACID (AHA) DALAM KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci