UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec."

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. Cikupa, Banten LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EKA NOVITA CHRISTIANTI BANGUN, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JANUARI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. Cikupa, Banten Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker EKA NOVITA CHRISTIANTI BANGUN, S.Farm ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JANUARI 2012 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Fabindo Sejahtera. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi untuk mendapakan gelar profesi Apoteker. Adapun pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Fabindo Sejahtera ini berlangsung mulai dari tanggal 4 Juli 29 Juli Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada: 1. Ibu A.Gracia Lityo, M.Sc. selaku Production Director yang telah memberikan kesempatan melaksanakan PKPA di PT. Fabindo Sejahtera. 2. Bapak Drs. Ig. Bambang Dwiarto,Msc selaku Manajer Human Resourse Development PT. Fabindo Sejahtera dan selaku pembimbing tugas umum di PT. Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya.. 3. Dra. Pertaminingsih W.P., Apt. selaku pembimbing tugas khusus di divisi Research and Development PT. Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya. 4. Ibu Dra. Maryati, M.Si., Apt., selaku pembimbing dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan petunjuk dan masukan dalam penyusunan laporan ini. 5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Koordinator Pendidikan Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 6. Seluruh staf HRD PT. Fabindo Sejahtera, Staf R&D, dan Staf lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, atas bantuan yang telah diberikan selama PKPA di PT. Fabindo Sejahtera. 7. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti. iv

5 8. Teman-teman Apoteker UI Angkatan LXXIII atas kerjasama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Namun demikian harapan penulis semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengabdian penulis di masa mendatang dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pembaca. Depok, Januari 2012 Penulis v

6 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kosmetika Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB) Harmonisasi Regulasi ASEAN di Bidang Kosmetik BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FABINDO SEJAHTERA Sejarah Profil Perusahaan Produk dan Perencanaan Produksi Penelitian dan Pengembangan (R&D) Pengawasan dan Pengendalian Mutu Perencanaan Produksi Pergudangan Lingkungan Kerja dan Pengolahan Limbah BAB 4 TINJAUAN KHUSUS PROSES PRODUKSI KOSMETIK PT. FABINDO SEJAHTERA Produksi Skin Care Produksi Pancake, Eye shadow, Blush on, Face powder dan Talkum Produksi Puff Produksi Kaleng Produksi Parfum dan Hoitong Produksi Lipstik BAB 5 PEMBAHASAN Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Pengolahan, Pengemasan dan Pengawasan mutu Dokumentasi dan Pencatatan vi

7 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tipe produk kosmetik dan kategorinya... 5 Tabel 2.2 Contoh klaim yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum 10 viii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap wanita tentu ingin tampil cantik, dan karena keinginan itulah upaya perawatan kecantikan dilakukan dari perawatan wajah sampai bagian tubuh lainnya. Dalam upaya itu pula, kosmetik dan make up menjadi sesuatu yang sangat di butuhkan. Sebenarnya, untuk menjadi cantik bukanlah hal yang mudah, dan muncul dalam waktu yang singkat, tetapi harus dapat dirawat dan di jaga. Untuk merawat dan menjaga kecantikan dan kebersihan itulah biasanya wanita menggunakan kosmetik. Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengaubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit. Saat ini banyak sekali kosmetik yang telah beredar di masyarakat, baik kosmetik yang baik sesuai dengan ketentuan ataupun kosmetik yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kosmetik yang beredar di pasaran tersebut sebenarnya harus melewati suatu proses pembuatan yang harus disesuaikan dengan standar pembuatan kosmetika yaitu Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Di karenakan masih banyaknya kosmetika yang tidak sesuai yang beredar di pasaran, negara anggota ASEAN telah sepakat untuk menetapkan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik yang sedianya mulai diberlakukan sejak Januari Namun di Indonesia penerapan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik diterapkan secara penuh pada tahun 2011 yang mewajibkan pengusaha kosmetik melakukan notifikasi (pencatatan) dan menyimpan data informasi produk. Dengan adanya CPKB dan penerapan harmonisasi ASEAN seperti ini, diharapkan kosmetik yang beredar di pasaran terjamin mutu dan kualitasnya, sehingga dapat melindungi konsumen dari peredaran produk kosmetik yang dapat 1

10 2 membahayakan kesehatan konsumen serta untuk menjamin bahwa produk kosmetik yang diproduksi akan senantiasa memenuhi standar mutu dan keamanan yang ditetapkan. Dalam suatu Industri Kosmetik, Apoteker sebagai tenaga kefarmasian, memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga mutu dan kualitas dari suatu kosmetik yang diproduksi. Oleh karenanya seorang apoteker dituntun untuk memiliki banyak pengetahuan tentang kosmetik sehingga dapat menghasilkan produk kosmetik yang baik dan juga bermutu yang sesuai dengan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) Oleh karena itu program pendidikan profesi apoteker Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan PT. Fabindo Sejahtera untuk memberikan kesempatan kepada calon apoteker menyelenggarakan pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal 4 Juli sampai dengan 29 Juli Tujuan Memahami penerapan CPKB di industri kosmetik di PT Fabindo Sejahtera Memahami peran dan tanggung jawab Apoteker di dalam industri kosmetik.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Kosmetika Definisi Kosmetika Kosmetika adalah Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir &organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010) Sejarah Kosmetika (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008) Berdasarkan bukti arkeologi, ditemukan merkuri dan timbal yang digunakan sebagai kosmetik pada bangsa Mesir pada 4000 tahun SM. Kosmetik pertama yang pernah tercatat berasal dari dinasti pertama kerajaan Mesir, sekitar SM. Orang-orang Mesir kuno meletakkan kendi-kendi yang berisi wewangian di kuburan-kuburan. Sediaan minyak wangi juga digunakan oleh pria maupun wanita Mesir kuno. Pada pertengahan abad pertama SM, kosmetik telah banyak digunakan oleh orang-orang Romawi yaitu dengan cara menghitamkan bulu mata dan kelopak mata, kapur untuk memutihkan warna kulit, sediaan penghilang bulu dan menyikat gigi mereka. Penggunaan kosmetik dimaksudkan agar penampilan terlihat muda dan sehat. Kosmetik yang berwarna dapat menyembunyikan pipi yang pucat, bibir pucat, kuku pucat, dan kebotakan rambut. Pada tahun 1400-an sampai 1800-an, pemutih wajah merupakan produk kosmetik yang paling banyak digunakan. Campuran karbonat, hidroksida, dan timbal oksida merupakan komponen yang paling banyak digunakan. Campuran komponen ini dapat menyebabkan paralisis otot atau bahkan kematian bila digunakan berulang-ulang. Campuran komponen tersebut digantikan zinc oksida pada tahun 1800-an. Pada tahun 1920-an, kulit kecoklatan yang diperkenalkan oleh Coco Channel mulai digemari. Dari ide untuk mendapatkan kulit coklat, produk kosmetik berkembang dan diproduksi menggunakan warna-warna buatan. 3

12 4 Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut, industri kosmetik juga tumbuh pesat. Hal ini menjadi cikal bakal berkembanganya produksi kosmetik pada skala industri yang memungkinkan terciptanya produkproduk kosmetik dengan kualitas baik dan harga terjangkau dan pada pertengahan abad ke-dua puluh, kosmetik digunakan secara luas di seluruh dunia Penggolongan Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986) Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan : Kosmetik golongan I adalah : a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi; b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya; c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan; d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I Klasifikasi Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986) Berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika diklasifikasikan dalam tiga golongan antara lain: Skin Care Cosmetics a. Kosmetik pembersih: krim dan busa pembersih muka b. Kosmetika kondisioner : lotion, krim massage c. Kosmetika pelindung: krim dan lotion pelembab Make Up Cosmetics a. Kosmetika dasar: foundation, bedak b. Make up : lipstik, blusher, eye shadow, eyeliner c. Perawatan kuku : cat kuku, pembersih cat kuku Body Cosmetics a. Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi b. Suncares dan suntan:krim sunscreen, sun oil c. Antiperspirant & deodoran:deodorant spray-stick-roll on d. Bleaching, Depilatory e. Insect repellent

13 Kategori Kosmetik Berdasarkan fungsinya kosmetik dikategorikan dalam 13 kategori, yaitu: sediaan bayi, sediaan mandi, sediaan untuk kebersihan badan, sediaan cukur, sediaan wangi-wangian, sediaan rambut, sediaan pewarna rambut, sediaan rias mata, sediaan rias wajah, sediaan perawatan kulit, sediaan mandi surya, sediaan kuku, dan sediaan higiene mulut. Tabel 2.1. Tipe produk kosmetik dan kategorinya. No Tipe Produk Kategori 1. Krim, emulsi, cair, cairan kental, gel, minyak Sediaan bayi untuk kulit (wajah, tangan, kaki dan lain Sediaan kebersihan lain) badan Sediaan perawatan kulit 2. Masker wajah (kecuali produk peeling/ Sediaan perawatan kulit pengelupasan kulit secara kimiawi) 3. Alas bedak (cairan kental, pasta, serbuk) Sediaan rias wajah Sediaan rias mata 4. Bedak untuk rias wajah, bedak badan, bedak Sediaan kebersihan antiseptik dan lain lain badan Sediaan bayi Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit 5. Sabun mandi, sabun mandi antiseptic, dan lain lain Sediaan bayi Sediaan mandi 6. Sediaan wangi wangian Sediaan bayi Sediaan wangi wangian 7 Sediaan mandi (garam mandi, busa mandi, minyak, gel dan lain lain) Sediaan mandi Sediaan perawatan kulit Sediaan bayi 8. Sediaan depilatory Sediaan rambut

14 6 9. Deodorant dan anti-perspiran Sediaan kebersihan badan 10. Sediaan rambut Sediaan kebersihan badan Sediaan pewarna rambut Sediaan bayi 11. Sediaan cukur (krim, busa cair, cairan kental, Sediaan cukur dan lain-lain) 12. Sediaan rias mata, rias wajah, sediaan pembersih rias wajah dan mata Sediaan rias mata Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit 13. Sediaan perawatan dan rias bibir Sediaan rias wajah 14. Sediaan perawatan gigi dan mulut Sediaan higiene mulut 15. Sediaan untuk perawatan dan rias kuku Sediaan kuku 16. Sediaan untuk organ kewanitaan bagian luar Sediaan kebersihan badan 17. Sediaan mandi surya dan tabir surya Sediaan tabir surya Sediaan mandi surya 18. Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa Sediaan menggelapkan berjemur kulit 19. Sediaan pencerah kulit Sediaan perawatan kulit 20. Sediaan anti kerut Sediaan perawatan kulit Penandaan kosmetika Setiap produk kosmetika memerlukan penandaan sebagai identitas produk. Penandaan adalah keterangan yang cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetika. Adapun dalam penandaan kosmetika harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Penandaan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai kosmetika secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.

15 7 b. Dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya. c. Harus berisi informasi yang lengkap dengan mencantumkan tidak hanya informasi tentang kemanfaatan, tetapi juga memberikan informasi tentang hal hal yang harus diperhatikan berupa peringatan dan efek yang tidak diinginkan. d. Harus berisi informasi yang objektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan kosmetika yang dinotifikasi. e. Harus berisi informasi yang tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. f. Tidak boleh berisi informasi seolah olah sebagai obat g. Mudah dibaca, menggunakan huruf sekurang kurangnya seukuran huruf Times New Roman ukuran lima dengan latar belakang menggunakan warna kontras serta tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dengan tulisan lain, cetakan atau ilustrasi. h. Penandaan harus tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari. i. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, khusus untuk keterangan kegunaan, cara penggunaan dan peringatan serta keterangan lain yang dipersyaratkan harus menggunakan bahasa Indonesia Informasi Dalam Penandaan Informasi yang diperlukan dalam penandaan kosmetik adalah: a. Nama kosmetika, berupa nama dagang dan tidak menggunakan nama yang dapat menyesatkan konsumen b. Kegunaan (dikecualikan untuk kosmetika yang sudah jelas cara penggunaannya) c. Komposisi lengkap dan jelas, menggunakan nama bahan sesuai dengan nam International Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI), bahan alam berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan ditulis dalam nama genus dan spesiesnya, bahan

16 8 yang berasal dari hewan dicantumkan nama hewan asal dalam bahasa Indonesia di belakang nama bahan tersebut. d. Bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan, bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan lain dengan menggunakan nomor Indeks Perwarna (Color Index/CI) serta bahan parfum dan aromatis ditulis perfume, flavor atau fragrance e. Nama dan Negara produsen (Negara tempat perusahaan yang memproduksi kosmetika). Bila ada, dicantumkan pula : 1) Nama pemberi lisensi untuk kosmetika lisensi 2) Nama industry yang melakukan pengemasan primer untuk kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh industry yang terpisah dari indutri pembuat f. Nama dan alamat lengkap produsen/importer/distributor yang bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetika di wilayah Indonesia. g. Nomor bets h. Ukuran, isi atau berat bersih mengikuti satuan metric atau metric dan sistem imperial i. Tanggal pembuatan dan/atau tanggal kadaluarsa dengan penulisan : 1) Terdiri dari tanggal, bulan dan tahun atau bulan dan tahun dengan format DDMMYY atau MMYY 2) Sebelum penulisan tanggal bulan dan tahun diawali kata tanggal pembuatan ( manufacturing date ) atau singkatan MFG atau tanggal kadaluarsa ( expired date ) atau singkatan EXP atau digunakan sebelum ( best before ). Bagi kosmetika yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan harus mencantumkan tanggal kadaluarsa j. Peringatan/perhatian/keterangan lain yang dipersyaratkan : 1) Peringatan/perhatian/keterangan lain khususnya yang tercantum pada peraturan tentang bahan kosmetika dalam kolom penandaan/peringatan 2) Peringatan pada sediaan aerosol sebagai berikut: Perhatian! jangan sampai kena mata dan jangan dihirup.

17 9 Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 50 0 C, jangan ditusuk, jangan disimpan di tempat panas, di dekat api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah. 3) Tanda peringatan PERHATIAN, AWAS, atau tanda peringatan lain. 4) Penandaan kosmetika harus tercantum pada wadah dan/atau pembungkus. Apabila penandaan secara lengkap hanya tercantum pada pembungkus atau dalam hal keterbatasan ukuran dan bentuk wadah, maka penandaan pada wadah harus memuat informasi sekurang-kurangnya nama kosmetika, nomor bets dan netto/ukuran/isi/berat bersih. 5) Informasi lainnya dapat dicantumkan pada pembungkus atau pada etiket gantung, brosur, shrink wrap yang disertakan pada kosmetika Klaim Kosmetika Klaim kosmetika adalah pernyataan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan/atau hal lain yang dicantumkan pada kosmetika. Klaim harus memenuhi persyaratan objektif, tidak berlebihan, tidak menyesatkan, dan tidak diklaim sebagai obat atau seolah olah sebagai obat. Klaim keamanan dan kemanfaatan harus berdasarkan pembuktian secara ilmiah Pembuktian klaim yang bersifat kualitatif secara ilmiah dapat berdasarkan sumber pustaka dan/atau hasil uji keamanan atau kemanfaatan : a. Sumber pustaka antara lain sebagai berikut : 1) Farmakope Indonesia atau farmakope Negara lain yang diakui 2) Kodeks kosmetika Indonesia 3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Bahan Kosmetika 4) ASEAN Cosmetic Directive b. Hasil uji keamanan atau kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo Pembuktian klaim yang bersifat kuantitatif harus berdasarkan hasil uji kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo serta dapat dilengkapi data lain yang relevan atau mendukung. Contoh klaim pada kosmetika yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.

18 10 Tabel 2.2. Contoh klaim yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum No Klaim Kosmetika Klaim yang diizinkan Klaim yang tidak diizinkan 1. Klaim Melindungi dari Memperbaiki tekstur kulit kemanfaatan sinar matahari Melembabkan atau tekstur jaringan lemak di bawah kulit Membersihkan Mengencangkan otot kulit Menyegarkan kulit daerah Rahim Mengencangkan kulit 2. Klaim keamanan hypoallergenic dermatology tested ophthalmology tested 3. Rekomendasi didesain atau Direkomendasikan oleh diformulasikan oleh dokter, dokter gigi, (apabila ada data pendukung) apoteker, pakar di bidang kosmetika atau organisasi profesi (IDI, PDGI, IAI/ISFI) atau yang sejenisnya untuk menggunakan produk tersebut. Telah diuji secara klinis oleh fakultas.. Hasil uji in vitro di laboratorium 4. Pesan kesehatan Pesan kesehatan dari organisasi profesi di bidang kesehatan, seperti : mandilah dua kali sehari untuk

19 11 5. Kata kata atau gambar menjaga kesehatan untuk menjaga kesehatan gigi, gosoklah gigi minimal dua kali sehari dan gosok gigi sebelum tidur Tidak mengandung/ tidak menggunakan/ bebas. (hidrokinon, merkuri, dietilen glikol atau bahan lain yang dilarang dalam kosmetika) Gambar palang dengan warna merah atau hijau bebas, aman, ampuh, membasmi Menggunakan peragaan tenaga kesehatan atau yang mirip dengan itu misalnya menggunakan gambar seorang konsultan kesehatan gigi Bertentangan dengan norma kesusilaan Bahan Kosmetika Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membrane mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Modul 5:

20 12 Penandaan/Peringatan Untuk Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Penggunaan, 2010). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kosmetika harus memenuhi standar persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan oleh Kodeks Kosmetika Indonesia ataupun standar yang diakui (Modul 2: Peraturan-Peraturan di Bidang Kosmetika, 2010). Menurut Modul 2: Peraturan-peratuan di Bidang Kosmetika, terdapat beberapa istilah dalam bidang kosmetika antara lain: a. Bahan Kosmetika Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika. b. Bahan Pewarna Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetika. c. Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme. d. Bahan Tabir Surya Bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet dengan cara menyerap, memancarkan dan menghamburkan. e. Bahan yang Dilarang Bahan yang dilarang merupakan bahan yang tidak boleh digunakan dalam kosmetika. f. Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Bahan kosmetika dengan pembatasan adalah bahan yang diizinkan untuk digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan penggunaan, kadar maksimum, persyaratan lain dan persyaratan penandaan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) Kosmetika yang diedarkan harus diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui oleh dunia internasional.

21 13 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Tujuan Penerapan CPKB adalah untuk menghasilkan kosmetika yang memenuhi spesifikasi, identitas, dan karakteristik yang ditetapkan. Kosmetika tersebut tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia (penyakit/keracunan). Manfaat CPKB bagi industri adalah dapat menghilangkan ketergantungan terhadap individu melalui sistem dokumentasi dan metode pelatihan, meningkatkan mutu dalam pengambilan keputusan oleh manajemen melalui audit internal, pengendalian data dan dokumen serta tinjauan manajerial dan meningkatkan kepercayaan konsumen melalui penerapan CPKB yang efektif dan efisien, sehingga industri tersebut dapat berkembang dengan pesat. Kosmetika yang diproduksi dapat terjamin konsistensinya, mutu kosmetika meningkat secara berkesinambungan, nilai tambah dan daya saing produk meningkat dalam era pasar bebas. Dengan berkembangnya industri kosmetika yang bermutu maka konsumen akan terlindung dari penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Aspek-aspek dalam CPKB mencakup kondisi dan cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai menjadi produk akhir termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: Sistem Manajemen Mutu Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan yang dijabarkan dalam bentuk struktur organiasasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur, instruksi, proses dan SDM. Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan. Pelakasanaan sistem manajemen mutu dapat menjamin bahwa keputusan meluluskan atau menolak didasarkan atas hasil uji dan kenyataan yang dijumpai berkaitan dengan mutu Personalia Personil harus mempunyai kualifikasi, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, tersedia dalam jumlah yang

22 14 cukup dan dalam keadaan sehat. Personil kunci harus mempunyai kualifikasi dan pengalaman praktis yang memadai. Tanggung jawab tiap-tiap personil harus dipahami secara jelas oleh masing-masing individu. Semua personil harus dilatih dalam pelaksanaan CPKB dan pelatihan harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggung jawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan Bangunan dan fasilitas Dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidah dan dipilih lokasi yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dan kesalahan dalam proses produksi dan pembuatan serta mencegah terjadinya risiko campur baur. Bangunan harus mudah dirawat dan dibersihkan secara efektif untuk mencegah kontaminasi produk dari lingkungan sekitar. Bangunan didesain dengan memperhitungkan alur orang dan material serta luas ruangan yang memadai sehingga memungkinkan penempatan peralatan dan area yang cukup untuk karyawan bekerja. Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. a. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.

23 15 b. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. c. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. d. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. e. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: 1) Penerimaan material; 2) Pengambilan contoh material; 3) Penyimpanan barang datang dan karantina; 4) Gudang bahan awal. 5) Penimbangan dan penyerahan; 6) Pengolahan; 7) Penyimpanan produk ruahan; 8) Pengemasan;. 9) Karantina sebelum produk dinyatakan lulus. 10) Gudang produk jadi; 11) Tempat bongkar muat; 12) Laboratorium; 13) Tempat pencucian peralatan. f. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. g. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. h. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

24 16 i. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. j. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan. k. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. l. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi. 1) Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah 2) Tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian. 3) Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan 4) Kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya. 5) Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur Peralatan Peralatan di desain sedemikian rupa sesuai produk yang dibuat, tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Penempatan tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan campur baur antar produk. Peralatan di pelihara atau di kalibrasi secara berkala untuk alat timbang atau ukur Sanitasi dan higiene Dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kosmetik yang diolah. Pelakasanaan sanitasi dan higiene mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin, peralatan, bahan awal dan lingkungan. Protap-protap dan catatan sanitasi dan higiene dibuat untuk diikuti secara konsisten.

25 Proses Produksi Proses produksi mulai dari bahan awal sampai dengan produk jadi harus sesuai dengan Prosedur Operasional Baku (POB) yang ditetapkan sebagai berikut: Air a. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap. b. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi. c. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik. d. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran Verifikasi material (bahan) a. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya. b. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan. c. Bahan awal harus diberi label yang jelas. d. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar Pencatatan bahan a. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor bets dan jumlah.

26 18 b. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya Material ditolak (reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap Sistem penomoran bets a. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk. b. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan. c. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar. d. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara Penimbangan dan pengukuran a. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi. b. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda Prosedur dan pengolahan a. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan. b. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis. c. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat. d. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu. e. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi. f. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban. g. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.

27 Produk kering a. Masalah yang sering muncul dalam pengolahan produk kering adalah debu dan cara pengendaliannya. b. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengendali debu (dust collector) di ruang penimbangan, pencampuran dan pengemasan primer serta terpisah dari ruang produksi basah. c. Produk basah Diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba atau kontaminasi lainnya Pengawasan Mutu CPKB merupakan bagian dari sistem jaminan mutu (Quality Assurance) yang akan memastikan bahwa produk yang dihasilkan diproduksi dan dikontrol secara konsisten dan dapat dipercaya. Sistem manajemen pengawasan mutu yang memadai sangat diperlukan. Semua aspek CPKB harus dilakukan di bawah Bagian Pengawasan Mutu untuk menjamin konsistensi mutu kosmetika yang dihasilkan Dokumentasi Merupakan bukti untuk menunjukkan pemenuhan tehadap pelaksanaan CPKB. Setiap tahapan kegiatan produksi didokumentasi secara tertulis untuk mencegah kesalahan yang mungkin timbul dari komunikasi lisan/verbal ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-hari. Dokumentasi mencakup riwayat setiap bets mulai dari bahan awal sampai menjadi produk jadi termasuk aktivitas pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan dan pendistribusian serta hal hal lain yang terkait dengan CPKB Audit Internal Merupakan kegiatan penilaian dan pengujian terhadap seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu untuk meningkatkan sistem mutu. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas sampai tingkat pemasok dan kontraktor. Aktivitas audit meliputi perencanaan dan penjadwalan, pelaksanaan pengkajian dokumen, mempersiapkan pelaksaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan pelaksanaan tidak lanjut.

28 Penyimpanan Area penyimpanan didesain sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai hasil tahapan produksi (bahan awal, produk jadi, produk karantina, produk lulus uji/ditolak, produk kembalian/penarikan dari peredaran) Dibangun pada lokasi dan menggunakan bahan yang sesuai dengan peruntukkannya sehingga bahan yang disimpan dapat terlindung dan aman dari orang yang tidak berkepentingan terhadap penyimpanan. Area cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dan dalam kondisi yang baik, sehingga mencegah terjadinya campur baur dan kerusakan bahan, dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan yang diperlukan seperti sistem penerangan yang memadai, AC, alat pengamanan (alarm tanda kebakaran, pakaian pelindung untuk petugas, pemadam kebakaran, forklift, dan sebagainya). Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas Kontrak Produksi dan Pengujian Kontrak produksi dan pengujian dilakukan apabila fasilitas produksi dan pengujian tidak memadai sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat. Kesepakatan (kontrak) dibuat dengan jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah penafsiran yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu atau pekerjaan. Tugas dan tanggung jawab masing masing pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus disebuntukan secara jelas. Keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Persyaratan sebagai penerima kontrak : a. Produksi : penerima kontrak menerapkan CPKB dalam melakukan proses produksinya b. Pengujian : laboratorium telah terkualifikasi Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Keluhan adalah laporan mengenai produk yang mengalami kerusakan (defect), efek yang tidak diinginkan atau merugikan yang disampaikan oleh konsumen atau pihak internal maupun eksternal perusahaaan. Harus ada personil yang bertanggung jawab menangani atau menyelidiki keluhan, mengidenfikasi

29 21 produknya, mengatur penarikan dan memonitor terjadinya efek yang tidak diinginkan. Semua kegiatan penanganan keluhan dan penarikan produk dilakukan sesuai POB serta dicatat (terdokumentasi). Penarikan produk adalah suatu proses yang dilakukan oleh orang/perusahaan yang bertanggung jawab atas penempatan produk di pasaran untuk menarik produknya dari semua jalur distribusi. penarikan produk dilakukan sehubungan dengan produk yang mempunyai cacat mutu kritis atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan secara serius yang mempunyai risiko terhadap kesehatan pemakai atau keamanan. Penarikan produk dapat dilakukan secara : Sukarela : keluhan dari konsumen Wajib : dari badan otoritas setempat (BPOM) perlu dibuat sistem penarikan kembali produk yang bermasalah dengan cepat dan efektif mengandung tiomerosal Harmonisasi Regulasi ASEAN Di Bidang Kosmetik Harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik merupakan regulasi baku di bidang kosmetik yang disetujui oleh negara anggota ASEAN untuk diterapkan di masing-masing negara. Skema harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik (ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme/AHCRS) terdiri dari schedule A dan schedule B. a. Schedule A Merupakan pengakuan para anggota negara ASEAN terhadap persetujuan registrasi kosmetik atau yang dikenal dengan Mutual Recognition Arrangement (MRA). Hal ini berarti registrasi kosmetik yang diproses dan disetujui oleh satu negara diterima dan diakui oleh Negara anggota ASEAN lainnya yang menandatangani MRA tersebut. Schedule A berlangsung dari tahun 2003 hingga tahun b. Schedule B Merupakan penerapan peraturan kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive/ ACD). Hal ini merupakan perubahan sistem pengawasan kosmetik dari persetujuan sebelum beredar (pre-market approval) menjadi sitem pengawasan setelah beredar (post-market surveillance). Seluruh negara ASEAN sepakat untuk

30 22 menerapkan Schedule B mulai 1 Januari Dalam sidang ASEAN Cosmetic Committee (ACC) Indonesia telah menyatakan tidak akan mengikuti Schedule A tetapi mengikuti Schedule B yang akan menerapkan ACD pada 1 Januari Namun sampai saat ini Indonesia belum menetapkan Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dikarenakan hambatan regulasi dan pertimbangan bahwa industry kosmetik yang terdapat di Indonesia lebih banyak terdiri dari industri kecil dan rumahan sehingga pada tahun 2008 ini Indonesia belum menetapkan ACD. Ditargetkan pada tahun 2011, Indonesia telah menetapkan peraturan kosmetik ASEAN Tujuan AHCRS Tujuan AHCRS yaitu untuk menghilangkan hambatan teknis dengan menyelaraskan peraturan dan persyaratan teknis di ASEAN tanpa mengabaikan mutu dan keamanan kosmetik. Hal ini akan membantu perdagangan kosmetik di antara negara ASEAN dan meningkatkan persaingan industri kosmetik ASEAN di tingkat global. Negara ASEAN mendukung visi harmonisasi regulasi di bidang kosmetik karena akan memberikan manfaat bagi semua pihak terkait, antara lain: Konsumen (pilihan yang lebih luas terhadap kosmetik yang aman dan bermutu) Pemerintah (sistem regulasi lebih sederhana) Industri kosmetik (membuka ASEAN sebagai pasar tunggal dengan 500 juta konsumen). Pemerintah menyarankan sejak awal agar setiap industri kosmetik aktif mengikuti segala informasi tentang AHCRS dan berpartisipasi dalam penyebaran informasi, seminar, workshops, dan lain-lain untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang AHCRS Peraturan Kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive/ACD) ACD (ASEAN Cosmetic Directive) adalah peraturan ASEAN di bidang Kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi negara anggota ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN. ACD diberlakukan pada 1 Januari Industri atau perusahaan yang akan mengedarkan kosmetik bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan kosmetik yang diedarkan. Untuk itu, industri atau perusahaan harus:

31 23 a. Menotifikasikan produknya kepada Badan POM RI. b. Menyimpan data mutu dan keamanan produknya (Product Information File/ PIF) yang siap untuk diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas Badan POM RI. c. Melakukan monitoring mutu dan keamanan produknya yang telah beredar dipasaran. Manfaat penerapan ACD adalah sebagai berikut: a. Siklus perdagangan kosmetik menjadi relatif singkat. b. Hasil inovasi kosmetik dapat lebih cepat sampai pada konsumen. c. Konsumen akan memiliki kesempatan lebih luas untuk memilih produknya. d. Industri kosmetik terpacu membuat database keamanan bahan dan produknya. Dampak ACD Terhadap Industri Kosmetik Industri kosmetik atau perusahaan yang mengedarkan kosmetik bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya. Untuk itu, setiap industri atau perusahaan kosmetik harus memahami dan mematuhi semua ketentuan ACD. Untuk mempersiapkan hal tersebut, industri atau perusahaan kosmetik diatas diharapkan bekerja sama dengan pemerintah baik langsung ataupun melalui asosiasi perusahaan kosmetik (PERKOSMI). Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh industri kosmetik untuk memenuhi ketentuan ACD: a. Memahami semua ketentuan ACD beserta lampiran-lampiran, yaitu bahan yang dilarang, dibatasi dan diizinkan (bahan pengawet, pewarna dan tabir surya). b. Memastikan bahwa semua ketentuan ACD dan dokumen teknisnya telah dipenuhi, khususnya ketentuan tentang mutu dan keamanan kosmetik. c. Menyampaikan notifikasi kepada Badan POM RI bila kosmetik tersebut akan diedarkan di wilayah Indonesia serta membayar biaya notifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila kosmetik akan diekspor ke negara ASEAN lainnya, notifikasi dilakukan pada pemerintah di negara tersebut. d. Menjamin ketersediaan informasi mengenai data teknis dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ACD tentang PIF, sehingga siap untuk diperiksa atau diminta setiap saat oleh petugas pengawas Badan POM RI. e. Melakukan monitoring mutu dan efek yang tidak dikehendaki yang terjadi setelah kosmetik dipasarkan. Bila terjadi efek yang tidak dikehendaki segera

32 24 melaporkannya pada Badan POM RI. Peran Badan POM RI Berkenaan dengan Diberlakukannya ACD Badan POM RI mempunyai komitmen untuk melindungi konsumen dengan memastikan bahwa kosmetik yang beredar memenuhi ketentuan ACD dan mendorong kemajuan industri kosmetik. Untuk itu, Badan POM RI melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Pelayanan notifikasi 2) Pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada konsumen pelaku usaha, seperti sosialisasi dengan penyuluhan keamanan dalam pelatihan teknis dan memberikan informasi. 3) Pelaksanaan Post-Market Surveillance (PMS)/ Product Safety Evaluation (PSE) setelah produk dinotifikasi. 4) Pengawasan iklan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Pengumuman kepada masyarakat mengenai produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan ACD. 6) Pemberian sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar ketentuan ACD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pemberian surat peringatan, penarikan produk, penghentian sementara kegiatan). 7) Tindakan pro justicia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan Kosmetik Setelah Beredar (Post Marketing Surveillance/ PMS) adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM RI untuk memastikan bahwa kosmetik yang beredar sesuai dengan ketentuan ACD. Kegiatan PMS meliputi pemeriksaan sarana untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ACD, melakukan pemeriksaan dokumen PIF dalam rangka evaluasi terhadap mutu dan keamanan kosmetik. Selain itu, melakukan sampling di industri atau importir atau distributor atau pengecer untuk diuji di laboratorium. melakukan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan. Petugas Badan POM RI dapat meminta laporan pengujian laboratorium dari industri atau perusahaan kosmetik jika diperlukan.

33 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FABINDO SEJAHTERA 3.1 Sejarah Umum Perusahaan Pada tahun 1968, Mr. Kuntoro Lie, Mr. Tjong dan pengusaha dari Hongkong mendirikan perusahaan kosmetik yang diberi nama PT. Samfong Cosmetic yang berdomosili di Jalan Kertajaya Penjaringan Jakarta Utara, dengan jumlah karyawan sebanyak 100 orang. Jenis Produk yang dihasilkan antara lain bedak, talcum, dan perfume yang sampai saat ini masih dipertahankan, karena banyak pelanggan yang masih fanatik dengan produk tersebut. Pada awalnya, perusahaan hanya memproduksi Compact Powder, yang sampai sekarang dikenal dengan nama Rose 68 dan Perfume Gloria. Pada tanggal 19 Mei 1991, pabrik PT. Samfong Cosmetic mengalami kebakaran, sehingga pabriknya pindah di daerah muara karang blok C Jakarta Barat. Lokasi kantor PT. Samfong Cosmetic ada di jalan Hayam Wuruk No. 108 Jakarta Pusat. Pada bulan Mei 1992, kantor pindah ke Grogol Permai Blok E No. 3, selama 6 bulan dan pindah lagi di jalan Hayam Wuruk No. 108, karena kantor di Blok E No. 3 Grogol kebakaran. Pada bulan April 1994, Mr. Kuntoro Lie mendirikan pabrik kosmetik di Cikupa Tangerang yang diberi nama PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh bapak Davy Lityo, Msc putra sulung dari Mr. Kuntoro Lie. Dengan Adanya perusahaan baru tersebut terjadi perubahan pemegang saham, di mana seluruh saham PT. Samfong Cosmetic dibeli oleh PT.Fabindo Sejahtera, dengan Bapak Davy Lityo sebagai pemilik tunggal perusahaan tersebut. Pada awalnya, pabrik ini hanya terdiri dari 3 gedung utama dan 1 office yaitu kantor pusat yang terletak di Blok E No. 3 Grogol Permai (setelah selesai diperbaiki). Dari tahun 1995 sampai sekarang, PT. Fabindo Sejahtera telah mengadakan banyak pembenahan, perombakan, ekspansi, dan investasi baru berupa pembangunan gedung-gedung baru (gudang dan ruang produksi), penambahan mesin-mesin baru, dan prasarana lainnya. 25

34 26 Pada tahun 2001, PT. Fabindo Sejahtera mulai mengembangkan bisnisnya dengan produk Skin Care-nya, yang diikuti dengan Sanitary Napkins pada tahun berikutnya. Hasil ekspansi secara keseluruhan yang telah dilakukan oleh PT. Fabindo Sejahtera selama ini ialah adanya 12 gedung yang digunakan dengan tanah seluas 6 Ha. Hingga saat ini, PT. Fabindo Sejahtera telah mengeluarkan 5 macam produk kosmetik yang diperuntukkan bagi semua kalangan, dari bayi sampai dewasa, dan sanitary napkins product. Selain itu, PT. Fabindo Sejahtera juga telah memiliki agen atau distributor yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia, dengan total karyawan sekitar 1000 orang, termasuk seluruh tim marketing yang ada. PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin Bapak Davy Lityo, Msc berupaya secara maksimal mengembangkan perusahaan dari semua sektor antara lain: a. Memperbaiki dan melengkapi struktur organisasi mulai dari unsur Manajer sampai dengan pelaksana. b. Mengembangkan manajemen perusahaan secara profesional yang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai c. Memperluas dan membangun sarana produksi perkantoran maupun pergudangan yang representatif dengan mengutamakan fungsi, keindahan, kebersihan, serta lingkungan yang sejuk. d. Mengembangkan dan mendatangkan mesin-mesin baru, dengan teknologi baru dengan tujuan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. e. Memperkuat marketing di seluruh Indonesia antara lain di Jakarta, Medan, dan Makasar, serta merintis untuk eksport antara lain ke Malaysia, Singapura, dan Thailand. f. Mengembangkan jenis-jenis produk kosmetik secara lengkap macam produk kosmetik yang ada di pasaran. 3.2 Profil Perusahaan Visi dan Misi Visi dari PT. Fabindo Sejahtera adalah menjadi salah satu dari perusahaan kosmetika terkemuka di Indonesia; membentuk sebuah jaringan distribusi kosmetika yang luas dengan cara membuat produk inovatif, aman dengan harga

35 27 terjangkau demi kepuasan konsumen; dan menjadi sebuah perusahaan kosmetika yang mencurahkan perhatiannya atas proses produksi, pemasaran, pengadaan dan senantiasa ikut dalam kancah teknologi terkini. Misi dari PT. Fabindo Sejahtera adalah menghasilkan sebuah perangkat produk kosmetika yang indah, cocok dipakai dalam segala kesempatan; menyajikan layanan serta menjalin kemitraan yang baik dengan pelanggannya; menggalakkan masyarakat Indonesia agar mencintai produk kosmetika Negara sendiri; membangun angkatan tenaga kerja yang merdeka, profesional dan terampil Struktur Organisasi Dalam suatu perusahaan pasti memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi berfungsi untuk (cek inet atau literature lain) sehingga pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya Komisaris Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparasi, kemandirian, akuntabilitas, dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku Direktur Produksi Membawahi : a. Manajer Research and Development Manajer Research and Development bertanggung-jawab atas spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula produk, laporan hasil pengembangan (setiap tiga bulan), catatan validasi formula/ produk, laporan hasil pengujian produk (setiap tiga bulan), kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil evaluasi produksi dan laporan kegiatan R&D. b. Manajer Produksi Manajer Produksi bertanggung-jawab atas terlaksananya perencananaan produksi, jadwal produksi bulanan, jadwal penggunaan dan perawatan mesin, prioritas produksi, jadwal pembelian bahan baku, pengembangan metode kerja yang lebih efisien, evaluasi realisasi produk, petunjuk pelaksanaan kerja yang aman, jadwal pendidikan dan pelatihan CPKB dan laporan produksi (bulanan).

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, BANTEN PERIODE 7 JUNI 1 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2015 BPOM. Kosmetika. Persyaratan Teknis. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10689 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA TERTENTU YANG DAPAT DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA YANG MEMILIKI IZIN PRODUKSI GOLONGAN B DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 96/Men.Kes/Per/V/1977 tentang WADAH, PEMBUNGKUS, PENANDAAN SERTA PERIKLANAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,, Menimbang

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.870, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kosmetika. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10719 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG BAHAN KOSMETIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG BAHAN KOSMETIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.42.1018 TENTANG BAHAN KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL

PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL ANALISIS KESESUAIAN IKLAN PRODUK KOSMETIK DENGAN Kep.Men.Kes RI No: 386/Men.Kes/SK/IV/1994 PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANDI PURWANTO

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1254, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pedoman Dokumen Informasi Produk. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.598, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN

Lebih terperinci

Laboratorium Farmasetika

Laboratorium Farmasetika KOSMETIKA OSMETIKA: PENDAHULUAN ANATOMI K KULIT & RAMBUT 10/4 4/2012 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK PENGERTIAN KOSMETIKA KOSMETIKA = Berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika adalah panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, rongga mulut antara lain untuk membersihkan,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor HK. 00.06.42.0255 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN ALPHA HYDROXY ACID (AHA) DALAM KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. barang atau jasa.selain itu sebagian orang. antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. barang atau jasa.selain itu sebagian orang. antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen. BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT 09/04 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, TANGERANG PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias MATA KULIAH KOSMETOLOGI (PENANGGUNG JAWAB: DRA, JUANITA T, APT) KOSMETOLOGI KOSMETIKA LOGOS = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias = Ilmu Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah: Bahan/campuran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer No.923, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Efek Samping Kosmetika. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA

ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA Drs. Hary Wahyu T., Apt Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA Disampaikan pada Acara Seminar tentang Iklan Kosmetika & Etika Pariwara Jakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.07.11.6662 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN CEMARAN MIKROBA DAN LOGAM BERAT DALAM KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA 9 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi 14 BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi PT. Freshklido Graha Solusi adalah perusahaan jasa kebersihan terkemuka di Indonesia, yang menawarkan solusi cerdas

Lebih terperinci

RANCANGAN, 28 SEPTEMBER 2017 NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

RANCANGAN, 28 SEPTEMBER 2017 NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN, 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci