BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tidak ada satupun formula yang mujarab untuk menjamin

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tidak ada satupun formula yang mujarab untuk menjamin seseorang menjadi sukses dalam memimpin, dan juga tidak ditemukan suatu metode pintas (shortcut) yang dapat menciptakan seorang pemimpin dalam hitungan jam. Kepemimpinan adalah suatu keterampilan yang membutuhkan kapasitas,dedikasi dan pengalaman oleh sebab itulah maka memimpin lebih identik sebagai seni dari pada ilmu (Neuschell,2005). Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa hanya dengan belajar memimpin maka seseorang akan menjadi pemimpin. Tidak peduli apa pun organisasi yang dipimpinnya seseorang di tuntut harus bisa merumuskan visi bersama, menggerakkan orang bersama dan memiliki kemampuan untuk melihat perubahan sebagai kesempatan. Dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah istilah pemimpin lebih dikenal dengan sebutan kepala sekolah. dimasa lalu kepala sekolah kadang-kadang disebut sebagai professor karena dianggap sebagai orang yang terpelajar dalam komunitas masyarakat. Sedangkan kata principals digunakan karena kepala sekolah dianggap sebagai guru utama, guru terbaik atau guru yang paling berbakat (Dilts, 1996 ). Secara tradisional kepala sekolah lebih dikenal dengan istilah Middle Manager atau manejer menengah yaitu kepala sekolah menerima perintah dari pengawas atau dari kepala Dinas Pendidikan dan selanjutnya 1

2 menyampaikan perintah tersebut kepada guru, pegawai dan siswa. Dalam kekiniannya istilah tersebut berubah menjadi academic leader (Karunanayake, 2012). Istilah ini lebih merujuk pada bagaimana kepala sekolah melakukan transformasi dirinya dari manajemen ke kepemimpinan ketika berinteraksi di komunitas sekolah. Dalam lingkup yang lebih luas pengertian diatas mengacu pada peran kepala sekolah. Peran seorang pemimpin (kepala sekolah) sangatlah penting. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah adalah orang yang paling mungkin untuk membentuk kesuksesan suatu sekolah hal tersebut berupa pengembangan tujuan bersama, struktur kerja, iklim kerja dan prosedur pemantauan Kepala sekolah adalah seorang administrator, pemecah masalah dan fasilitator perubahan. Seorang kepala sekolah harus menjadi ujung tombak perubahan di sekolah dengan memberikan arahan, inspirasi dan mengawasi perubahan yang diimplementasikan secara efektif (Rotih dan Kipkoech, 2012). Dalam tataran teoritis tidak ada yang dapat menyangkal pernyataan diatas tetapi pada level praktis pernyataan diatas cenderung berbanding terbalik. Kenyataan yang terjadi adalah adanya krisis kepemimpinan di suatu sekolah hal ini disebabkan oleh ketidakberdayaan kepala sekolah. Ketidakberdayaan ini dapat kita lihat secara faktual melalui tindakan sekelompok manusia yang sedang mengemban amanah jabatan kepala sekolah yang selalu bertindak semena-mena berdasarkan keinginan diri sendiri sementara kondisi tata kelola organisasi yang terkesan amburadul 2

3 semakin menunjukkan bertapa rendahnya kefektifan dan kearifan kepemimpinan itu (Ciptono,2012). Krisis kepemimpinan berakibat pada banyak orang yang menderita, yang mengalami banyak burn-out yang tidak dapat menikmati hidup dalam pekerjannya serta banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengobati sakit emosional di tempat kerja (Handoyo, 2010). Kondisi inilah yang memunculkan pertanyaan bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang benar-benar bisa memimpin. Jawaban dari pertanyaan tersebut ternyata sudah ada sejak tahun 1970 yang dipelopori oleh Robert Greenleaf dengan teorinya Servant leadership (Kepemimpinan Pelayan). Kepemimpinan pelayan adalah sebuah filosofi kepemimpinan karismatik yang prinsip utamanya adalah the great leader is seen as servant first (Greenleaf, 1970) prinsip ini didasarkan pada tanggung jawab utama pada pelayanan terhadap bawahan dengan meletakkan kepentingan bawahan di atas kepentingan atasan dengan mendorong, mengembangkan atmosfir kerja dan membangun komunitas kerja tim. Filosofi menjadi pelayan inilah yang sering hilang dalam konteks organisasi sekolah yang cendrung birokratik mekanistik sekolah kehilangan pelajaran tentang bagaimana orang, karyawan,konsumen dan berbagai pihak diberi nilai dan tempat tertinggi. Seorang pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat peduli atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya dan karenanya ia mendahulukan hal-hal tadi dari pada 3

4 pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaannya impiannya adalah orang yang dilayani akan menjadi pemimpin yang melayani (Chandra, 2003). Bertolak dari ide di atas penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang kepemimpinan yang melayani dengan judul : Persepsi guru terhadap model kepemimpinan kepala sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN ) 2 Kupang menurut kerangka Servant Leadership. 1.2 Rumusan masalah Kepemimpinan pelayan dalam beberapa studi empiris menunjukkan peran yang sangat besar dalam perkembangan organisasi. Sebagai contoh (Oster,1991; Russell,2001) menemukan bahwa pemimpin pelayan sangat menghormati kemampuan pengikutnya dan memberikan peluang kepada mereka untuk terus berlatih. Sementara itu (Manz, 2005) mengemukakan bahwa pemimpin yang bijaksana memimpin orang untuk memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan pelayan didefinisikan dengan baik yaitu bagaimana para Kepala Sekolah bertanggungjawab untuk melayani ministering sekolah yang mereka layani (Williams,2009 ) Dalam kekiniannya beberapa peneliti sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran kepemimpinan pelayan namun penelitian kepemimpinan pelayan di Indonesia terlebih dalam ranah pendidikan dasar dan menengah masih sangat jarang. Sehingga apakah penerapan model kepemimpinan pelayan di adaptasikan dilingkungan sekolah. Penelitian ini dilakukan pada SMKN 2 Kupang untuk 4

5 mengetahui persepsi guru terhadap model kepemimpinan kepala sekolah mereka dilihat dari kerangka kepemimpinan pelayan 1.3 Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diidentifikasi di atas maka Pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Apakah guru mempersepsikan kepemimpinan kepala sekolah sebagai kepemimpinan pelayan? 1.4 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi guru terhadap model kepemimpinan kepala sekolah dilihat dari kerangka kepemimpinan pelayan. 1.5 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat member kontribusi dalam bidang teoritis maupun praktis. Antara lain: 1. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para guru dan kepala sekolah dalam menerapkan model kepemimpinan untuk mengkoordinasikan bawahannya. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan dalam menentukan usaha perbaikan organisasi dan bisa menjadi masukan dalam penerapan perilaku kepemimpinan yang efektif sesuai dengan perkembangan kebutuhan guru dan sekolah 2. Manfaat teoritis 5

6 Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah mampu memberi sumbangan konsep teoritis kepada: a. Peneliti, penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan dalam manajerial di sekolah. b. Pihak-pihak yang berminat dan berkepentingan dengan model kepemimpinan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dengan penelitian yang sejenis. 1.6 Lingkup penelitian Penelitian ini hanya difokuskan pada persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang melayani dan dilakukan pada guruguru SMKN 2 Kupang. Dimensi yang akan diteliti adalah 5 (lima) dimensi hasil penelitian (Barbuto dan Wheeler, 2006) lima dimensi tersebut adalah altruistic calling,emotional healing, wisdom, persuasive mapping, dan organizational stewardship. Lima dimensi tersebut belum mencakup atau mewakili keempat kategori dalam kerangka kerja konseptual untuk mengukur kepemimpinan pelayan yang dikembangkan oleh (Wong dan Page 2003) yaitu (1) character-orientation, berkenaan dengan sikap pemimpin; fokus pada nilai, kredibilitas dan motif pemimpin (contoh integritas, humility, dan servanthood); (2) people-orientation, berkenaan dengan mengembangkan sumber daya manusia; fokus pada hubungan pemimpin dengan bawahan 6

7 dan komitmen pemimpin untuk mengembangkan mereka (contoh caring for others, empowering others, developing others); (3) task orientation, berkenaan dengan pencapaian produktivitas dan keberhasilan; fokus pada tugas pemimpin dan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil (contoh visioning, goal setting, dan leading); dan (4) process orientation, berkenaan dengan peningkatan efisiensi organisasi; fokus pada kemampuan pemimpin untuk mengembangkan sistem terbuka, efisien dan fleksibel. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan lima dimensi( Barbuto dan Wheeler,2006) ditambah tiga dimensi, yaitu service, humility, dan vision. (Wong dan Page, 2003) yang dimodifikasi oleh (Handoyo, 2010). Alasan tiga dimensi tersebut dipilih karena dimensi itu lebih banyak disebut oleh para penulis dan peneliti sebagai dimensi dalam kepemimpinan yang melayani serta untuk mengisi kategori (Wong dan Page, 2003). Dengan demikian, kategori characteristic-orientation diwakili oleh wisdom, humility; people-orientation diwakili oleh altruistic calling dan emotional healing; task-orientation diwakili oleh organizational stewardship, persuasive mapping, dan vision; processorientation diwakili oleh service (Handoyo 2010) 1.7 Sistematika penulisan Secara singkat pengorganisasian penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 7

8 Bab I Pendahuluan, yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II Tinjauan pustaka mengungkapkan beberapa konsep atau pandangan teoritis tentang topik yang sedang dibahas. Bab III Metode Penelitian. meliputi desain penelitian, defenisi istilah operasional populasi dan sampel, instrumen penelitian, pengumpulan data, dan metode analisis data Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, berisikan deskripsi data dan pembahasan. Bab V Simpulan, keterbatasan, dan implikasi, yang mencakup simpulan hasil penelitian,keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam melaksanakan penelitian, dan implikasi dari temuan penelitian baik itu implikasi teoritis maupun implikasi praktis. 8