SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG. Oleh ISNAINI INDRAWURI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG. Oleh ISNAINI INDRAWURI F"

Transkripsi

1 SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG Oleh ISNAINI INDRAWURI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ISNAINI INDRAWURI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi Nama NIM : Peranan Tepung Jagung Termodifikasi terhadap Mutu dan Penerimaan Konsumen Mi Jagung : Isnaini Indrawuri : F Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen ITP Dr. Ir. Dahrul Syah NIP Tanggal Ujian : 5 Maret 2010

4 Isnaini Indrawuri. F Peranan Tepung Jagung Termodifikasi terhadap Mutu dan Penerimaan Konsumen Mi Jagung. Dibawah bimbingan: Feri Kusnandar dan Nurheni Sri Palupi. RINGKASAN Mi jagung merupakan salah satu jenis produk yang ditujukan untuk dapat mendukung program diversifikasi pangan. Jenis mi jagung yang telah dikembangkan diantaranya adalah mi basah dan mi kering jagung yang dibuat dari 100% tepung jagung dengan teknologi kalendering/sheeting. Namun, penggunaan tepung jagung 100% menghasilkan mi basah jagung yang keras, mudah putus, dan kurang kenyal setelah direhidrasi dan mi kering jagung yang rapuh dan mudah patah sebelum direhidrasi dan keras, mudah putus, kurang kenyal serta lengket setelah direhidrasi. Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung dan pendekatan yang dilakukan adalah memodifikasi tepung jagung. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh modifikasi HMT terhadap karakteristik tepung jagung, menentukan pengaruh substitusi tepung jagung HMT terhadap kondisi proses pengukusan adonan dan kualitas mi jagung (basah dan kering), dan mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mi jagung yang disubstitusi tepung jagung HMT. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap modifikasi dan karakterisasi tepung jagung native serta tepung jagung HMT, penentuan pengaruh substitusi tepung jagung HMT terhadap kondisi proses pengukusan adonan dan kualitas mi jagung, dan uji penerimaan konsumen terhadap produk akhir mi jagung. Modifikasi tepung jagung HMT dilakukan pada kadar air terkendali (24%) pada suhu 110 o C selama 6 jam (Lestari, 2009). Modifikasi HMT (Heat Moisture Treatment) dapat mengubah sifat gelatinisasi tepung jagung dari tipe B (viskositas puncak sedang dan viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam) menjadi tipe C (tidak adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan atau tidak memiliki nilai breakdown). Perubahan tersebut antara lain peningkatan suhu awal gelatinisasi dari 74,25 o C menjadi 79,50 o C, penurunan viskositas maksimum tepung jagung dari 659,00 BU menjadi tidak ada, penurunan nilai breakdown dari 4,00 BU menjadi tidak ada, dan peningkatan nilai setback dari 315,00 BU menjadi 525,00 BU. Substitusi tepung jagung HMT memudahkan proses pembentukan adonan, adonan menjadi tidak lengket dan mudah dibentuk lembaran serta dicetak. Selain itu, waktu pengukusan adonan menjadi lebih panjang, yaitu menit. Substitusi tepung jagung HMT juga meningkatkan kualitas mi basah jagung dan mi kering jagung. Secara objektif, substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan nilai kekerasan, KPAP, dan kelengketan serta meningkatkan nilai kekenyalan dan persentase elongasi mi jagung secara nyata (α=0,05). Secara subjektif (organoleptik), substitusi tepung jagung HMT secara nyata (α=0,05) menurunkan nilai kekerasan dan kelengketan, serta meningkatkan kekenyalan. Berdasarkan hasil uji penerimaan konsumen pada 175 orang responden, sebanyak 69,12% responden menyukai produk olahan mi basah jagung native dan sebanyak 60% menyukai produk olahan mi basah jagung HMT. Responden yang menyukai produk olahan mi kering jagung native sebesar 43%, sedangkan responden yang menyukai produk olahan mi kering jagung HMT sebesar 55%.

5 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis bernama Isnaini Indrawuri, dilahirkan pada tanggal 30 April 1987 di Tegal dan merupakan putri pertama dari pasangan Seto Sukaton dan Latifah. Penulis menempuh pendidikan di TK Tunas Patria ( ), pendidikan dasar di SDN 03 pagi Balekambang, Jakarta Timur ( ), pendidikan menengah pertama di SLTPN 3 Cibinong ( ), dan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Bogor ( ). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa ( ) dan pengurus HIMITEPA ( ). Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2007, Ice Cream Day 2005, 2006 dan 2007 merupakan diantara kegiatan yang pernah diikuti penulis dalam kegiatan kepanitiaan. Seminar dan training yang penah penulis ikuti antara lain Seminar Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh oleh SEAFAST CENTER-IPB tahun 2008, Training Sistem Manajemen Halal tahun 2008, Seminar Nasional Food Safety, Quality, and Nutrition for The Best Future tahun 2007, dan Peluang Karir dan Prospek Bisnis di Lembaga Penddidikan tahun Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari BPOM pada tahun 2006 dan 2007 serta beasiswa Tanoto Foundation tahun Penulis juga pernah menjadi asisten pelatih proses pembuatan mi jagung dan untuk UKM yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center untuk program Rusnas Diversifikasi Pangan serta pernah menjadi koordinator proses produksi rutin mi jagung pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan Judul Peranan Tepung Jagung Termodifikasi terhadap Mutu dan Penerimaan Konsumen Mi Jagung di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur, tak henti penulis panjatkan hanya ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Tepung Jagung Termodifikasi terhadap Mutu dan Penerimaan Konsumen Mi Jagung. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan pula kepada junjungan Nabi Besar, Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu sabar dalam mendidik penulis menjadi manusia yang berguna. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan doa untuk penulis. Untuk saudara-saudara tersayang; Srini Larasati dan Dipo Suwandono terima kasih atas kasih sayang, dukungan, dan kehangatan keluarga yang indah. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing, atas kesabaran, nasihat, motivasi serta segala pelajaran hidup yang telah diberikan kepada penulis selama 3 tahun ini. 3. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan-masukan hingga terselesaikannya skripsi ini serta kelembutan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 4. Elvira Syamsir, STP, M.Si selaku dosen penguji, atas saran-saran yang membangun serta masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis. 5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta mendukung kemajuan penulis, serta laboran-laboran ITP dan Seafast Center (Bu Sri, Bu Rub, Pak Rojak, Pak Ilyas dan Pak Jun) yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian. 6. Andhika Prima Prasetyo, S.Pi atas kasih sayang, doa, dukungan, dorongan dan semangat yang diberikan kepada penulis. i

7 7. Teman-teman se-bimbingan, Indri, Juju dan Ka Gema, atas kebersamaan, dukungan dan kerja sama yang indah. 8. Teman-teman terbaik, terutama Anggun, Cany, Esther, Dina, Tuti, Olo, Siyam, Sina, Irene, Midun, Riska, Arya, Fahmi, Wiwiw, Kamlit dan seluruh keluarga besar ITP 42. Semoga kebersamaan selama 3 tahun ini tidak lekang dimakan waktu. 9. Teman-teman tercinta, Miva, Tara, Mega, dan Asih. Terima kasih atas dorongan semangat dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 10. Para Panelis terlatihku, Tsani, Safie, Victor, Sandra, Angga, Weje, Wahyu, Dilla, Fitri, Stella, dan Bintang atas bantuan dan kerjasama yang baik. 11. Teman-teman tim produksi mi jagung, atas kebersamaan dan kerjasama yang baik. 12. Teman-teman ITP 43 yang memberikan keceriaan dan kebersaman yang indah. 13. Kepada pihak-pihak lain yang belum disebutkan, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2010 Penulis ii

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 3 C. Manfaat Penelitian... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Jagung Tanaman Jagung Komposisi Kimia Jagung Jagung P-21 (Pioneer-21)... 6 B. Pati Jagung... 7 C. Tepung Jagung... 9 D. Gelatinisasi Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi Suhu Gelatinisasi Sifat Birefringence E. Modifikasi Pati Metode Heat Moisture Treatment F. Mi Mi Basah Mi Kering Mi Jagung iii

9 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian Modifikasi Tepung Jagung dengan Metode HMT serta Karakterisasi Tepung Jagung Native dan Tepung Jagung Termodifikasi HMT a. Proses Penepungan Jagung b. Modifikasi Tepung Jagung dengan Metode HMT c. Analisis Profil Gelatinisasi Penentuan Kondisi Proses Pengukusan Adonan terhadap Kualitas Mi Jagung a. Pengaplikasian Tepung Jagung HMT pada Pembuatan Mi Jagung b. Penentuan Jumlah Tepung Jagung HMT yang akan Dikukus pada Pengukusan Adonan c. Penentuan RentangWaktu Pengukusan Adonan Uji Penerimaan Konsumen terhadap Produk Olahan Mi Jagung BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Tepung Jagung HMT B. Pengaruh Pengukusan Adonan terhadap Kualitas Mi Jagung Analisis Sifat Fisik Mi Jagung a. Waktu Pemasakan Optimum b. Analisis Profil Tekstur c. Analisis Presentase Elongasi d. Analisis KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) Analisis Organoleptik Mi Jagung a. Seleksi Panelis b. Pelatihan Panelis Terlatih c. Uji Organoleptik Mi Jagung C. Penerimaan Konsumen terhadap Produk Olahan Mi Jagung Data Umum Responden Perilaku Konsumsi Mi Responden Penerimaan Responden terhadap Produk Olahan Mi Jagung iv

10 a. Mi Basah Jagung pada Produk Mi Ayam b. Mi Kering Jagung pada Produk Mi Bakso BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Bagian-bagian anatomi biji jagung... 4 Tabel 2. Komposisi kimia rata-rata biji jagung... 5 Tabel 3. Hasil analisis proksimat dan kadar pati tepung jagung P Tabel 4. Karakteristik granula pati... 8 Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Tabel 6. Syarat mutu mi basah menurut SNI Tabel 7. Syarat mutu mi kering menurut SNI Tabel 8. Penentuan waktu optimum pengukusan adonan pada suhu 90 o C. 17 Tabel 9. Perbandingan tepung jagung native dan tepung jagung HMT yang dikukus Tabel 10. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis) Tabel 11. Sampel uji untuk identifikasi rasa dan aroma dasar Tabel 12. Sampel untuk uji ranking Tabel 13. Sampel untuk uji segitiga Tabel 14. Data profil gelatinisasi tepung jagung native dan HMT Tabel 15. Data profil gelatinisasi tepung jagung native dan HMT pada penelitian Lestari (2009) menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) Tabel 16. Pengaruh rasio tepung jagung HMT yang dikukus terhadap kualitas adonan Tabel 17. Pengaruh waktu pengukusan terhadap sifat adonan Tabel 18. Hasil diskusi pertemuan ketiga pada pelatihan panelis vi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981) Gambar 2. Pembuatan tepung jagung teknik kering Gambar 3. Proses pembuatan mi jagung metode sheeting Gambar 4. Kurva profil tekstur mi Gambar 5. Profil gelanitisasi tepung jagung native dan HMT Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Visualisasi mi basah jagung dengan variasi bagian adonan yang dikukus [a] Kontrol (Mi jagung native); [b] Formula 1 (Mi jagung HMT tidak dikukus); [c] Formula 2 (Mi jagung HMT sebagian kukus); [d] Formula 3 (Mi jagung HMT dikukus) Nilai kekerasan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Nilai kekerasan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Nilai kekenyalan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Gambar 10. Nilai kekenyalan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Gambar 11. Nilai kelengketan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Gambar 12. Nilai kelengketan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Gambar 13. Persen elongasi mi basah jagung Gambar 14. Persen elongasi mi kering jagung Gambar 15. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi basah jagung Gambar 16. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi kering jagung Gambar 17. Hubungan antara kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) dan lama waktu pemasakan mi kering jagung Gambar 18. Nilai kekerasan mi basah jagung secara organoleptik Gambar 19. Nilai kekerasan mi kering jagung secara organoleptik Gambar 20. Nilai kekenyalan mi basah jagung secara organoleptik Gambar 21. Nilai kekenyalan mi kering jagung secara organoleptik vii

13 Gambar 22. Nilai kelengketan mi basah jagung secara organoleptik Gambar 23. Nilai kelengketan mi kering jagung secara organoleptik Gambar 24. Frekuensi konsumsi mi responden per minggu Gambar 25. Faktor penentu konsumsi mi Gambar 26. Atribut mutu mi yang penting menurut responden Gambar 27. Pengetahuan responen terhadap mi jagung Gambar 28. Tingkat kesukaan responden terhadap mi basah jagung native pada produk olahan mi ayam Gambar 29. Tingkat kesukaan responden terhadap mi basah jagung HMT pada produk olahan mi ayam Gambar 30. Tingkat kesesuaian mi basah jagung yang diolah menjadi mi ayam Gambar 31. Alternatif lain untuk produk olahan mi basah jagung menurut responden Gambar 32. Tingkat kesesuaian mi basah jagung sebagai alternatif mi terigu komersial Gambar 33. Tingkat kesukaan responden terhadap mi kering jagung native pada produk olahan mi bakso Gambar 34. Tingkat kesukaan responden terhadap mi kering jagung HMT pada produk olahan mi bakso Gambar 35. Tingkat kesesuaian mi kering jagung yang diolah menjadi mi bakso Gambar 36. Alternatif lain untuk produk olahan mi kering jagung menurut responden Gambar 37. Tingkat kesesuaian mi kering jagung sebagai alternatif mi terigu komersial viii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Contoh Kuesioner Seleksi Panelis Lampiran 2. Kuisioner Uji Penerimaan Konsumen pada Produk Olahan Mi Jagung Lampiran 3. Data Hasil Analisis Fisik (Kekerasan, Kekenyalan dan Kelengketan) Mi Jagung Diukur dengan Texture Analyzer Lampiran 4. Hasil Uji Lanjutan (Uji Mann-Whitney) Nilai Kekerasan, Kekenyalan dan Kelengketan yang Diukur dengan Texture Analyzer Lampiran 5. Data Hasil Analisis Persentase Elongasi Lampiran 6. Hasil Uji Lanjutan (Uji Mann-Whitney) Persentase Elongasi Lampiran 7. Data Hasil Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Lampiran 8. Hasil Uji Lanjutan (Uji Mann-Whitney ) Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Lampiran 9. Performa 11 Calon Panelis Terlatih Lampiran 10. Scoresheet Uji Organoleptik Mi Jagung Lampiran 11. Data Hasil Uji Organoleptik dengan Panelis Terlatih Lampiran 12. Hasil Uji Lanjutan (Uji Mann-Whitney) Atribut Tekstur secara Organoleptik Lampiran 13. Data Umum Responden Uji Penerimaan Konsumen terhadap Produk Olahan Mi Jagung ix

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi komoditi jagung. Menurut data Badan Pusat Statistik, produksi jagung secara nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya bahkan mencapai 17 juta ton pada tahun 2009 (BPS, 2009). Oleh karena itu, komoditi jagung perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatannya. Salah satu potensi pemanfaatan komoditas jagung adalah sebagai bahan baku dalam pengolahan mi. Berdasarkan hasil kajian preferensi konsumen, mi merupakan produk pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik sebagai makanan sarapan maupun sebagai makanan selingan (Juniawati, 2003). Bahkan pada sebagian golongan masyarakat, mi tidak lagi dijadikan sebagai sumber makanan pokok, tetapi juga digunakan sebagai lauk pauk. Pemanfaatan bahan baku tepung jagung dalam pengolahan mi perlu dilakukan pengembangan. Tepung jagung rendah akan gluten, sehingga tidak mampu membuat tekstur yang elastis dan kompak seperti mi gandum atau mi terigu. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakteristik fisik dan organoleptik mi berbahan dasar tepung jagung dapat dilakukan dengan mengubah karakteristik fisik tepung jagung tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki sifat gelatinisasinya. Pati serealia memiliki profil gelatinisasi tipe B yang ditandai dengan viskositas puncak yang tinggi dan kestabilan viskositas terhadap panas yang rendah (Collado et al, 2001). Menurut Lii dan Chang (1981) didalam Collado et al (2001), pati yang ideal untuk dibuat menjadi produk mi adalah pati yang memiliki pengembangan dan solubility yang terbatas dan memiliki profil gelatinisasi tipe C. Selain itu, menurut Chen et al (2003), karakteristik pati yang baik untuk diaplikasikan menjadi produk mi adalah pati dengan viskositas puncak yang rendah, stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta memiliki viskositas yang tinggi pada suhu rendah (Tam et al, 2004). Mi yang dihasilkan dari pati dengan karakteristik tersebut memiliki nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang 1

16 rendah, untaian mi yang kompak dan elastis serta kelengketan yang rendah (Purwani et al, 2006). Oleh karena itu, modifikasi tepung jagung merupakan alternatif dalam memperbaiki kualitas mi jagung. Proses modifikasi diharapkan dapat memperbaiki sifat gelatinisasi tepung jagung dengan meningkatan kestabilan viskositas terhadap panas (breakdown) yang diharapkan dapat meningkatkan kekenyalan, menurunkan kelengketan, dan menurunkan nilai KPAP (kehilangan padatan akibat pemasakan), sedangkan peningkatan nilai setback diharapkan dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beta dan Corke (2001), menunjukkan bahwa peningkatan kestabilan viskositas terhadap panas berkolerasi negatif dengan KPAP. Teknik modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) dipilih karena prosesnya relatif murah, aman dan sederhana. Modifikasi dalam bentuk tepung dilakukan dengan pertimbangan bahwa tepung jagung lebih mudah untuk diaplikasikan. Modifikasi tepung jagung HMT dapat dilakukan pada kadar air terkendali (24%) pada suhu 110 o C selama 6 jam (Lestari, 2009). Penelitian mengenai mi jagung telah banyak dilakukan, baik mi basah maupun mi kering. Namun, kebanyakan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mi jagung masih belum dapat menggunakan 100% tepung jagung. Hal tersebut adalah karena karakteristik tepung jagung sendiri yang rendah protein gliadin dan glutelin (gluten) sebagai pembentuk struktur mi (Fennema, 1996), seperti telah dikemukakan di atas. Selain itu, belum pernah dilakukan uji konsumen mengenai penerimaan produk mi jagung. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari bagaimana penerimaan konsumen terhadap produk mi jagung melalui uji penerimaan konsumen. Pembuatan mi jagung 100% membutuhkan tambahan proses yaitu pengukusan sebagian adonan sebelum dilakukan pencetakan. Penelitian ini mempelajari bagaimana pengaruh penggunaan tepung jagung yang dimodifikasi dengan metode HMT pada produk akhir mi jagung, baik mi basah maupun mi kering. Selain itu, dilihat pula apakah penggunaan tepung jagung HMT berpengaruh pada kondisi pengukusan adonan yang akan menggelatinisasi sebagian pati. Waktu pengukusan adonan yang optimum adalah selama 15 menit 2

17 (Putra, 2008) dengan menggunakan tepung jagung native dan pada penelitian ini diamati apakah substitusi tepung jagung HMT mempengaruhi waktu pengukusan. Penelitian mengenai penggunaan tepung jagung HMT pada mi jagung juga telah dilakukan oleh Lestari (2009). Lestari (2009) mencampur tepung jagung HMT dengan tepung jagung native terlebih dahulu sebelum dilakukan pembagian adonan yang akan dikukus dan yang tidak dikukus. Penelitian ini menggunakan variasi jumlah tepung jagung HMT yang akan dikukus, yaitu seluruhnya dikukus, sebagian atau dicampur terlebih dahulu baru dilakukan pembagian adonan dan tidak dikukus atau dicampurkan pada bagian tepung yang tidak dikukus. Hal ini ditujukan agar diketahui bagaimana pengaruh jumlah tepung jagung HMT yang dikukus dapat mempengaruhi adonan mi serta pengaruhnya pada proses selanjutnya (pembentukan lembaran/sheeting dan pencetakan/slitting) dan pada produk akhir mi jagung. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan pengaruh modifikasi HMT terhadap karakteristik tepung jagung. 2. Menentukan pengaruh substitusi tepung jagung HMT terhadap kondisi proses pengukusan adonan dan kualitas mi jagung (basah dan kering). 3. Mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mi jagung. C. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pembuatan mi jagung menggunakan teknologi kalendering atau sheeting. 3

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG 1. Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) termasuk ke dalam famili Gramineae (rumputrumputan) dan genus Zea. Tanaman ini merupakan tumbuhan semusim (annual) dan termasuk tanaman berumah satu (monoecioes). Sistem perakarannya serabut, menyebar ke samping dan ke bawah. Klasifikasi ilmiah atau nomenklatur tanaman jagung, yaitu kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Poales, family Poaceae, dan genus Zea. Menurut Effendi dan Sulistiati (1991), tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan. Tongkol ini bukan hanya tempat pembentukan lembaga tetapi juga merupakan tempat menyimpan pati, protein, minyak/lemak, dan zat-zat lain untuk persediaan makanan dan pertumbuhan biji. Panjang tongkol bervariasi antara 8 sampai 42 cm dan biasanya dalam satu tongkol mengandung sekitar 300 sampai 1000 biji jagung. Bentuk biji jagung berbeda-beda tergantung varietasnya. Warna biji jagung juga bervariasi dari putih sampai kuning. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Madura, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman ini dibudidayakan cukup intensif, karena selain tanah dan iklimnya sangat mendukung, di daerah tersebut, khususnya Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 1998). Secara anatomi, jagung terdiri dari empat bagian pokok, yaitu kulit (perikarp), endosperma, lembaga, dan tudung pangkal biji (tipcap). Presentase bagian-bagian anatomi biji jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Bagian-bagian anatomi biji jagung Bagian Anatomi Jumlah (%) Pericarp 5 Endosperma 82 Lembaga 12 Tipcap 1 Sumber: Inglett,

19 2. Komposisi Kimia Jagung Komposisi kimia jagung bervariasi bergantung pada varietas, cara penanaman, iklim, dan tingkat kematangan. Kandungan gizi utama yang terdapat pada biji jagung adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia rata-rata biji jagung Komponen Jumlah (%) Pati Protein Lemak Serat Lain-lain Endosperm 86,4 8,0 0,8 3,2 0,4 Lembaga 8,0 18,4 33,2 14,0 26,4 Kulit 7,3 3,7 1,0 83,6 4,4 Tip cap 5,3 9,1 3,8 77,7 4,1 Sumber : Johnson (1991) Menurut Johnson (1991), komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86% pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%. Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (D-glukosa dan D-fruktosa), disakarida dan trisakarida, serta gula alkohol. Sukrosa merupakan disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosperma). Sedangkan maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit. Adapun phytate (hexaphosphoric ester dari myo-inositol) diketahui sebagai satu-satunya gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate ditemukan di dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam aleuron (Johnson, 1991). Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya bergantung pada umur dan varietas. Kandungan lemak dan protein pada jagung muda lebih rendah dibandingkan dengan jagung tua. Selain lemak dan protein, jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Menurut Inglett (1970), jagung yang mengandung protein tinggi cenderung memiliki butir kernel yang kecil dengan kandungan endosperm keras yang 5

20 banyak. Protein yang terkandung pada jagung mencapai 10% dari biji utuh. Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein merupakan protein dengan bobot molekul rendah yang larut pada etilalkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α zein (larut pada 95% etanol) dan β zein (larut dalam 60% etanol). Zein memiliki komposisi asam amino yang tinggi kandungan asam glutamat, prolin, leusin, dan alanin. Namun, rendah pada kandungan lisin, triptofan, histidin dan metionin (Laztity, 1996). Glutelin merupakan protein berberat molekul tinggi yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Fraksi glutelin juga terdiri dari beberapa protein struktural seperti protein membran atau protein kompleks dinding sel. Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity, 1986). Protein gluten yang terdapat pada tepung terigu memiliki keistimewaan, yaitu dapat membentuk adonan yang viskoelastis, sifat ini juga didukung oleh struktur protein gandum yang unik, ikatan-ikatan seta interaksi yang terdapat didalamnya (Fennema, 1996). Protein pada tepung terigu sebagian besar terdiri dari gliadin dan glutelin, sedangkan pada tepung jagung seperti telah disebutkan diatas terdiri dari zein dan glutelin. Walaupun zein dan gliadin keduanya merupakan kelas prolamin yang larut alkohol 70-80% dan tidak larut air maupun alkohol absolut (Winarno, 2004), namun memiliki sifat yang sangat berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan susunan asam aminonya. Protein terigu memiliki kandungan glutamin dan asam amino hidroksil yang tinggi. Ikatan hidrogen yang terjadi antara glutamin dan residu gugus hidroksil dari polipeptida gluten berkontribusi terhadap gaya adhesi-kohesi (Fennema, 1996). 3. Jagung P-21 (Pioneer-21) Jagung varietas P-21 (Pioneer-21) merupakan salah satu jenis jagung hibrida. Karakteristik kimia tepung jagung P-21 dapat dilihat pada Tabel 3. Tepung jagung P-21 memiliki kandungan lemak yang rendah (1,73%). 6

21 Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degerminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang kaya akan lemak sehingga akan menyebabkan tepung jagung cepat menjadi tengik bila tidak dipisahkan. Sebagian besar tepung jagung P-21 mengandung karbohidrat (86,18%). Total pati jagung pada tepung jagung P-21 sebesar 66,56% dan sebagian besar merupakan amilopektin (43,52%). Tabel 3. Hasil analisis proksimat dan kadar pati tepung jagung P-21 Komponen Kadar (%) Air 5,46 Protein 6,32 Lemak 1,73 Abu 0,31 Karbohidrat 86,18 Amilosa 23,04 Amilopektin 43,52 Total pati 66,56 Sumber : Etikawati (2007) Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Warna kuning tepung jagung tentunya akan berpengaruh terhadap mi yang dihasilkan. Lebih lanjut warna kuning pada tepung jagung juga memberikan karakteristik khas dari mi yang dihasilkan. Fadlillah (2005) menyatakan bahwa mi jagung yang berwarna kuning merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu karena tidak memerlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi yang berwarna kuning. B. PATI JAGUNG Pati banyak terdapat pada tanaman sebagai cadangan karbohidrat, dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Secara alami, bentuk pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Secara mikroskopik, campuran molekul dalam granula pati berstruktur linier (amilosa) dan bercabang (amilopektin) yang membentuk lapisan-lapisan tipis berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat mengelilingi titik awal yang disebut 7

22 hilus atau hilum. Letak hilum dalam granula pati ada yang di tengah dan ada yang di tepi. Granula pati dari golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai hilum yang terletak di tengah, sedangkan granula pati pada kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Granula pati dalam keadaan murni berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa. Granula pati bervariasi bentuk dan ukurannya tergantung pada sumbernya. Beberapa jenis pati dengan ukuran dan bentuknya dapat dilihat pada Tabel 4. Pati jagung biasa dan pati jagung berlilin (waxy/glutinous corn) memiliki diameter berkisar antara 2 30 μm. Jagung yang tinggi amilosa (high-amylose corn) memiliki diameter berkisar antara 2-24 μm. Pati pada kentang, tapioka, dan gandum masing-masing memiliki diameter berkisar antara μm, 4-35 μm, dan 2-55 μm (Fennema, 1996). Granula pati memiliki struktur kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Daerah kristalin pada kebanyakan pati tersusun atas fraksi amilopektin, sedangkan fraksi amilosa banyak terdapat pada daerah amorf. Tabel 4. Karakteristik granula pati Jenis pati Ukuran granula (µm) Bentuk granula Padi 3-8 Poligonal Gandum Lentikular atau bulat Jagung 15 Polihedral atau bulat Sorgum 25 Bulat Rye 28 Lentikular atau bulat Barley Bulat atau elips Sumber: Hoseney (1998) Pati komersial didapat dari biji bijian seperti jagung, jagung tipe waxy, jagung dengan kandungan amilosa yang tinggi, gandum, dan berbagai jenis beras, serta dari batang dan umbi umbian (Fennema, 1996). Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz, dan Grosch, 1999). Pati tidak larut pada air dingin dan akan membentuk massa pasta yang padat dan keras apabila dicampur dengan air dingin. Pati jagung terdiri dari 73% amilopektin dan 27% amilosa. Namun demikian, terdapat varietas jagung yang tersusun seluruhnya (100%) dari amilopektin yaitu jenis waxy/glutinous corn. Sebaliknya, terdapat pula varietas 8

23 jagung yang mengandung amilosa dalam jumlah yang tinggi (50-75%). Varietas tersebut dinamakan high-amylose corn (Mauro et. al., 2003). C. TEPUNG JAGUNG Menurut SNI , tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung menjadi bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu, lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak tertinggi juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik. Selain itu, tip cap juga harus dipisahkan sebelum penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung olahan. Pembuatan tepung jagung baik dilakukan dengan menggunakan metode penggilingan kering (Juniawati, 2003). Proses pembuatan tepung jagung diawali dengan penggilingan menggunakan hammer mill. Penggilingan ini menghasilkan grits, lembaga, kulit, dan tip cap. Hasil penggilingan kemudian direndam dalam air untuk memisahkan bagian endosperm dengan bagian lembaga, kulit, dan tip cap. Bagian endosperm akan tenggelam dan bagian lain yang tidak dibutuhkan dapat dengan mudah dibuang karena mengapung. Selanjutnya, bagian endosperm ditiriskan dan digiling menggunakan disc mill untuk memperhalus ukuran grits menjadi tepung. Hasil penggilingan yang berupa tepung jagung ini masih harus melalui proses pengayakan 100 mesh, sehingga diperoleh hasil tepung jagung yang optimal, yaitu halus dan homogen (Putra, 2008). D. GELATINISASI 1. Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro, 9

24 1979). Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula mula suspensi yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul molekul air menjadi lebih kuat daripada gaya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir butir granula. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati (Winarno, 1997). Mekanisme gelatinisasi secara umum terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan mengembang secara lambat dimana air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul-molekul granula, (2) pengembangan granula secara cepat karena menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat birefriengence-nya dan (3) granula pecah jika cukup air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula (Swinkels, 1985). Menurut Harper (1981), mekanisme gelatinisasi dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang) Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel Gambar 1. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981) 10

25 Indeks refraksi butir butir pati yang membengkak mendekati indeks refraksi air. Hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar sehingga kemampuan menyerap airnya sangat besar. Peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam butir butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi (Winarno, 1997). 2. Suhu Gelatinisasi Fennema (1996) menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefrigence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible pada granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati. Suhu gelatinisasi pada berbagai jenis pati ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi ( o C) Beras Ubi jalar Tapioka Jagung Gandum Sumber: Fennema (1996) Winarno (2004) menyatakan bahwa suhu dimana sifat birefringence granula pati mulai menghilang dihitung sebagai suhu awal gelatinisasi. Dalam suatu suspensi pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan populasi pati yang bervariasi dalam ukuran, bentuk dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa amilopektin serta keadaan media pemanasan. 3. Sifat Birefringence Pengamatan di bawah mikroskop (polarizing microscope) dapat menunjukkan sifat birefringence pati, yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kristal gelap terang. Intensitas birefringence pati 11

26 sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringencenya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi (Hoseney, 1998). Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah gelap terangnya. Pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya molekul pati sehingga granula pati kehilangan sifat merefleksikan cahayanya. Penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan meningkatnya molekul pati yang terpisah serta penurunan sifat kristal (Hoseney, 1998). E. MODIFIKASI PATI METODE HEAT MOISTURE TREATMENT Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan menghasilkan sifat lebih baik serta memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifat sebelumnya dan beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati (Glicksman, 1969). Menurut Oh (1985), pati yang dihasilkan dari proses modifikasi harus memenuhi kriteria mutu masak mi, diantaranya adalah tingkat kekerasan (firmness), kekenyalan dan karakteristik permukaannya. Salah satu metode modifikasi pati yang relatif murah, aman dan sederhana adalah modifikasi dengan teknik Heat Moisture Treatment (HMT). Modifikasi dengan HMT tidak melibatkan reaksi kimia dengan reagen tertentu, sehingga tidak ada kekhawatiran mengenai adanya residu kimia dalam pati hasil modifikasi. Modifikasi pati dengan teknik HMT menggunakan kombinasi kelembaban tertentu (kadar air yang terbatas) dan pemanasan pada suhu tinggi diatas suhu gelatinisasi. Pati yang dimodifikasi dengan metode HMT disebabkan oleh adanya gelatinisasi parsial (Eerlingen et al, 1996). Proses HMT menyebabkan perubahan struktur kristal pati sehingga lebih resisten terhadap proses gelatinisasi (Stute, 12

27 1992). Hoover dan Vasanthan (1994) menjelaskan bahwa modifikasi pati dengan HMT mengurangi proses leaching amilosa pada saat pemasakan. Selain itu, metode HMT dapat mempengaruhi penyusunan kembali molekul pati antar amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin, sehingga mampu memperkuat ikatan dalam pati. Ketika diaplikasikan pada proses pengolahan bihun, pati yang dimodifikasi dengan HMT juga menghasilkan bihun yang tidak lengket setelah dimasak (Shin, 2004). Penelitian terhadap kondisi proses modifikasi HMT telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Collado (2001) melakukan modifikasi HMT pati ubi jalar pada suhu diatas suhu gelatinisasi (80 o C-100 o C) selama 16 jam mampu mempertahankan kadar air pati hingga 35% atau lebih rendah. Pati HMT yang diujicobakan pada produk olahan mi ubi jalar (Collado, 2001) dan mi sagu (Purwani, 2006) menunjukkan hasil bahwa pati HMT dapat menghasilkan karateristik mi yang lebih baik. Mi sagu yang dihasilkan dari pati sagu HMT memiliki cooking loss yang lebih rendah dibandingkan dengan mi dari pati sagu tanpa HMT (Purwani, 2006). Pati ubi jalar yang dimodifikasi dengan HMT juga menghasilkan karakteristik mi yang lebih baik dibandingkan tanpa modifikasi (Collado, 2001). F. MI 1. Mi Basah Menurut Astawan (2005), mi basah adalah jenis mi yang mengalami pemasakan setelah tahap pemotongan. Sedangkan menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992), mi basah adalah produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Mi basah memiliki kadar air maksimal 35% (b/b). Berdasarkan bahan baku yang digunakan, ada dua macam mi yaitu mi yang berbasis protein dan mi yang berbasis pati. Bahan baku mi berbasis protein berasal dari gandum, sedangkan bahan baku mi yang berbasis pati dapat berasal dari kacang hijau, ubi jalar, maupun sorgum. 13

28 Berdasarkan bentuk produk mi yang ada di pasaran, mi dapat diklasifikasikan menjadi mi basah mentah yaitu mi yang diproses tanpa pemasakan dan pengeringan, mi basah matang yaitu mi basah yang mengalami pemasakan dan tanpa pengeringan, serta mi kering yaitu mi yang mengalami pengeringan (Astawan, 2005). Kualitas mi basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 6. Produk mi umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya relatif tinggi. Tabel 6. Syarat mutu mi basah menurut SNI No. Kriteria uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1. bau 1.2. rasa 1.3. warna Normal Normal Normal 2. Kadar air % b/b Kadar abu (dihitung atas dasar bahan kering) 4. Kadar protein (N x 6,25) dihitung atas dasar bahan kering) 5. Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna % b/b Maks. 3 % b/b Min. 3 Tidak boleh ada Sesuai SNI-022-M dan peraturan MenKes No. 722/MenKes/Per/IX /88 Tidak boleh ada 5.3 Formalin 6 Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb) Maks. 1,0 6.2 Tembaga (Cu) Maks. 10,0 6.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 6.4 Raksa (Hg) Maks 0,05 7. Arsen (As) mg/kg Maks 0,05 8. Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks 1,0 x E. coli APM/g Maks Kapang Koloni/g Maks 1,0 x Mi Kering Menurut SNI , mi kering didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan 14

29 makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi. Mi dalam bentuk kering harus mempunyai padatan minimal 87%, artinya kandungan airnya harus di bawah 13%. Karakteristik yang disukai dari mi kering adalah memiliki penampakan putih, hanya sedikit yang terpecah-pecah selama pemasakan, memiliki permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi mikroba (Oh, 1985). Syarat mutu mi kering dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Syarat mutu mi kering menurut SNI Persyaratan Satuan Mutu I No Jenis Uji 1 Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa - Normal Normal Normal Persyaratan Mutu II Normal Normal Normal 2 Air % b/b Maks 8 Maks 10 3 Protein (N x 6.25) % b/b Min 11 Min 8 4 Bahan Tambahan Makanan: 4.1 Boraks 4.2Pewarna Tambahan 5 Cemaran Logam: 5.1 Timbal (Pb) 5.2 Tembaga (Cu) 5.3 Seng (Zn) 5.4 Raksa (Hg) Tidak boleh ada sesuai dengan SNI mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05 Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks Arsen (As) mg/kg Maks 0.5 Maks Cemaran Mikroba: 7.1 Angka Lempeng Total 7.2 E. coli 7.3 Kapang koloni/g APM/g koloni/g Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x 10 4 Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x Mi Jagung Mi jagung adalah jenis mi yang dibuat dengan bahan baku utama tepung atau pati jagung dengan penambahan bahan-bahan lainnya. Mi jagung dapat diproses menjadi mi instan (mi kering) ataupun mi basah. Menurut Juniawati (2003), proses pembuatan mi jagung kering dengan pembentukan lembaran terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, 15

30 pembentukan lembaran (sheeting/pressing), pencetakan untaian mi (slitting), pengukusan kedua dan pengeringan. Proses pengolahan mi jagung berbeda dengan mi terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pengukusan. Proses pengukusan bertujuan menggelatinisasi sebagian pati (sekitar 70%) sehingga dapat berperan sebagai pengikat adonan. Apabila tidak dilakukan pengukusan, maka adonan tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi. Hal ini disebabkan protein endosperma jagung banyak mengandung zein (60%) yang tidak dapat membentuk massa adonan yang elastic-cohesive bila hanya ditambahkan air dan diuleni, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum. Lama dan waktu pengukusan dapat bervariasi tergantung jumlah adonan yang dimasak. Namun, tingkat gelatinisasi atau pemasakan yang diharapkan hampir sama (Juniawati, 2003). Mi jagung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan produk pangan lainnya. Menurut Juniawati (2003), mi jagung kering mengandung nilai gizi yang baik yaitu sekitar 360 kalori/kemasan atau lebih tinggi dibandingkan dengan nilai gizi pada nasi (178 kalori), singkong (146 kalori), dan ubi jalar (123 kalori). Namun, nilai gizi ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan mi terigu instan (471 kalori). Tingginya nilai gizi yang terdapat pada mi jagung kering menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Kandungan lemak mi jagung kering juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada mi terigu instan. Hal ini dikarenakan tidak adanya proses penggorengan pada mi jagung kering, melainkan hanya proses pengeringan saja. Selain itu, mi jagung instan juga tidak menggunakan pewarna tambahan seperti halnya mi terigu instan. Warna kuning pada mi jagung merupakan warna alami yang disebabkan oleh pigmen kuning pada jagung, yaitu β-karoten, lutein, dan zeaxanthin. Formulasi mi jagung telah dikembangkan dalam beberapa penelitian, diantaranya mi jagung dari tepung jagung dan pati jagung. Juniawati (2003) telah membuat mi jagung kering dengan bahan dasar tepung jagung. Budiyah (2004) melakukan pembuatan mi jagung kering dengan memanfaatkan pati jagung dan protein jagung (Corn Gluten Meal). Fadlillah (2005) melakukan verifikasi pada 16

31 desain proses produksi dan formulasi mi jagung instan metode Budiyah dengan menambahkan protein gluten terigu untuk memperbaiki elastisitas dan cooking loss mi. Putra (2008) melakukan optimalisasi formula dan proses pembuatan mi jagung dengan metode kalendering. Menurut Putra (2008), pengukusan pertama dilakukan pada suhu 90 o C selama 15 menit. Hasil pengamatan adonan pada tahap penentuan waktu optimum pengukusan pada suhu 90 o C yang dilakukan oleh Putra (2008), dapat dilihat pada Tabel 8. Penelitian yang dilakukan Putra (2008) menggunakan tepung jagung native, sedangkan penelitian ini menggunakan substitusi tepung jagung HMT. Penelitian ini mengamati bagaimana pengaruh penggunaan tepung jagung HMT pada pengukusan adonan serta pada kualitas mi jagung. Tabel 8. Penentuan waktu optimum pengukusan adonan pada suhu 90 o C Waktu Sifat Adonan (secara Visual) (menit) 10 Pada saat sheeting lembaran yang sudah terbentuk terlipat kembali sehingga terbentuk permukaan yang baru dan menyebabkan permukaan lembaran tidak rata dan mudah sobek 15 Lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 20 Adonan lengket pada roller mesin sheeting, lembaran elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat (terlalu matang) 30 Adonan sangat lengket dan lolos dari pisau trap sehingga melapisi roller saat sheeting, lembaran terlalu elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat (terlalu matang) Sumber : Putra,

32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan yang digunakan untuk pembuatan mi jagung dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mi jagung adalah jagung Pioneer 21 yang diperoleh dari Ponorogo-Jawa Timur, air, garam, dan guar gum. Bahan yang digunakan untuk analisis fisik yaitu aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis organoleptik meliputi sampel uji, garam, kafein, sukrosa, asam sitrat, flavor, dan air minum. Alat-alat yang digunakan dalam produksi tepung jagung serta tepung jagung termodifikasi dan aplikasinya dalam mi jagung adalah multi mill, disc mill, hammer mill, ayakan bertingkat, timbangan, kain saring, oven, oven pengering, mesin dough mixer, noodle sheeter, pengering, dan steam box. Peralatan proses ini tersedia di Pilot Plant Seafast Center-IPB. Alat-alat lain yang digunakan dalam analisis adalah oven, cawan porselin, cawan alumunium, neraca analitik, Texture Analyzer (TAXT-2), dan Brabender Amilograph. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap modifikasi dan karakterisasi tepung jagung native serta tepung jagung termodifikasi HMT, tahap penentuan pengaruh proses pengukusan adonan terhadap kualitas mi jagung dan uji penerimaan konsumen terhadap produk akhir mi jagung. 1. Modifikasi Tepung Jagung dengan Metode HMT serta Karakterisasi Tepung Jagung Native dan Tepung Jagung Termodifikasi HMT Tahap penelitian ini meliputi proses penepungan, modifikasi tepung jagung dengan metode HMT dan analisis profil gelatinisasi tepung jagung sebelum dan setelah proses modifikasi HMT. Proses modifikasi tepung jagung dengan metode HMT menggunakan kondisi berdasarkan hasil penelitian Lestari (2009) yang telah melakukan penelitian mengenai kondisi proses modifikasi tepung jagung sehingga menghasilkan profil gelatinisasi terbaik. Profil gelatinisasi yang diharapkan berdasarkan Collado (2001) adalah memiliki viskositas yang stabil selama proses 18

33 pemanasan, memiliki viscosity breakdown yang minimal dan stabil terhadap proses pengadukan. Proses modifikasi tepung jagung dilakukan dengan kadar air terkendali (24%), pada suhu 110 o C selama 6 jam (Lestari, 2009). Setelah didapatkan tepung jagung termodifikasi HMT, kemudian dilakukan analisis profil gelatinisasi. Analisis profil gelatinisasi tepung jagung dilakukan pada saat sebelum dan setelah proses modifikasi. Analisis ini menggunakan alat Brabender Amilograph. a. Proses Penepungan Jagung Penepungan jagung pipil varietas Pioneer 21 dilakukan dengan teknik penepungan kering. Metode ini melalui dua tahapan proses penggilingan. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Grits jagung yang dihasilkan dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan perendaman adalah membuat grits jagung tidak terlalu keras, sehingga memudahkan proses penggilingan kedua (penggilingan halus) yang menggunakan disc mill. Hasil penggilingan yang berupa tepung jagung ini masih harus melalui proses pengayakan 100 mesh, sehingga diperoleh hasil tepung jagung yang optimal. Proses penepungan jagung dapat dilihat pada Gambar 2. b. Modifikasi Tepung Jagung dengan Metode HMT Proses modifikasi tepung jagung dilakukan dengan kadar air 24%, pada suhu 110 o C selama 6 jam (Lestari, 2009). Untuk mengkondisikan tepung jagung pada kadar air terkendali tersebut, dilakukan penambahan air. Jumlah air yang harus ditambahkan diperoleh dari perhitungan kesetimbangan massa, dengan mengetahui kadar air tepung jagung mula-mula. Setelah diperoleh kondisi tepung jagung pada kadar air terkendali (24%), dilakukan pemanasan pada suhu 110 o C selama 6 jam, setiap jam dilakukan pengadukan. Pengadukan ini dilakukan agar panas merata ke seluruh bagian tepung. Setelah didapatkan tepung jagung HMT, kemudian dilakukan analisis profil gelatinisasi. 19

34 Jagung Pipil Pembentukan grits jagung dengan multimill miltimill Pencucian dengan air (pemisahan lembaga dan perikarp) Perendaman dalam dalam air dingin, air, 3 jam 3 jam Pencucian dengan air air (pemisahan lembaga dan perikarp) rp) Pengeringan dalam oven 60 C, 1 jam Penggilingan dengan discmill Pengayakan, 100 mesh Tepung Jagung Gambar 2. Pembuatan tepung jagung teknik kering c. Analisis Profil Gelatinisasi Analisis profil gelatinisasi tepung jagung dilakukan pada saat sebelum dan setelah proses modifikasi. Analisis ini menggunakan alat Brabender Amilograph. Tahap persiapan dilakukan dengan membuat 10% (w/v) suspensi contoh dalam 450 ml air. Suspensi tersebut diaduk menggunakan gelas pengaduk sehingga homogen. Kemudian suspensi dimasukkan ke dalam wadah mangkuk pada alat Brabender Amilograph. 20

35 Tombol pengontrol diatur pada posisi heating (pemanasan) dengan suhu awal 30 C, kemudian alat dinyalakan. Pengaduk pada alat berputar dengan kecepatan konstan dan suhu berangsur-angsur naik dengan dengan kecepatan 1.5 C/menit. Suhu awal gelatinisasi ditandai dengan viskositas yang mulai terbaca pada alat pencatat. Setelah melewati suhu gelatinisasi, viskositas suspensi pati meningkat secara cepat dengan meningkatnya suhu pemasakan. Viskositas mulai menurun setelah mencapai titik puncaknya. Viskositas yang terbaca pada saat mencapai nilai maksimum disebut viskositas maksimum. Setelah viskositas maksimum ini, viskositas suspensi menurun secara cepat dengan meningkatnya suhu pemanasan. Tahap proses pemanasan akan berakhir setelah suhu dari contoh telah mencapai 95 C. Proses holding dilakukan pada suhu 95 C selama 20 menit dengan mengatur posisi pengatur suhu pada posisi holding. Pada tahap ini alat pencatat secara kontinyu mencatat nilai viskositas. Setelah tahap holding, alat diatur pada posisi cooling. Pada tahap ini, suhu pasta pati menurun secara berangsur-angsur. Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai 50 C. Setelah pendinginan berakhir, alat amilograph dimatikan dan grafik profil gelatinisasi contoh dapat diperoleh. 2. Penentuan Kondisi Proses Pengukusan Adonan terhadap Kualitas Mi Jagung Tahap penelitian ini meliputi pengaplikasian tepung jagung HMT pada pembuatan mi jagung, penentuan jumlah tepung jagung HMT yang akan dikukus pada pengukusan adonan dan penentuan rentang waktu pengukusan adonan. Tahap ini bertujuan mempelajari bagaimana pengaruh pengaplikasian tepung jagung HMT terhadap kualitas fisik mi jagung serta mempelajari apakah terdapat pengaruh yang nyata pada proses pengukusan adonan. a. Pengaplikasian Tepung Jagung HMT pada Pembuatan Mi Jagung Pengaplikasian tepung jagung HMT pada pembuatan mi jagung menggunakan formulasi berdasarkan hasil penelitian Lestari (2009), yaitu 90% tepung jagung native dan 10% tepung jagung HMT. Proses produksi mi kering 21

36 jagung dengan metode kalendering/sheeting dapat dilihat pada Gambar 3, dan untuk mendapatkan mi basah jagung tidak dilakukan pengeringan setelah pengukusan mi. Tepung jagung (70% bagian) Dicampur rata Guar gum 1% Garam 1% Air 50% Pengukusan adonan (90 o C, 15 menit) Adonan 1 Tepung jagung (30% bagian) Dicampur rata Penggilingan dalam grinder Pembentukan lembaran mi Pencetakan mi (slitting) Pemotongan mi Pengukusan mi (95 o C, 20 menit) Mi Basah Jagung Pengeringan (60 0 C, 70 menit) Mi Kering Jagung Gambar 3. Proses pembuatan mi jagung metode kalendering/sheeting 22

37 Metode produksi mi kering jagung ini merupakan hasil penelitian Putra (2008). Berbeda dengan proses pembuatan mi terigu, pada pembuatan mi jagung perlu dilakukan pengukusan adonan agar terjadi proses pregelatinisasi. Sebagian pati yang tergelatinisasi ini akan membantu mengikat adonan dan mempermudah pembentukan lembaran mi. Penggunaan air sebanyak 50% (basis jumlah tepung) berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan dikukus. Jumlah air sangat menentukan kelengketan mi. Jumlah air <50% menyebabkan proses pregelatinisasi adonan kurang sempurna sehingga adonan menjadi rapuh, sedangkan jika jumlah air >50% menyebabkan adonan menjadi lengket (Putra, 2008). Penggilingan dengan grinder bertujuan membuat adonan menjadi lebih kompak dan mudah dibentuk lembaran. Pengukusan mi bertujuan menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga mi tidak hancur ketika dimasak (Putra,2008). b. Penentuan Jumlah Tepung Jagung HMT yang akan Dikukus pada Pengukusan Adonan Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putra (2008), jumlah adonan yang dikukus pada pengukusan adonan sebanyak 70%, sedangkan sisa bagian tepung (30%) tidak dikukus. Seperti telah dikemukakan di atas, pengukusan adonan bertujuan menggelatinisasi sebagian pati. Sebagian pati yang tergelatinisasi ini akan membantu mengikat adonan dan mempermudah pembentukan lembaran mi. Suhu pengukusan dilakukan pada 90 o C selama 15 menit (Putra, 2008). Tahap penelitian ini mengamati bagaimana pengaruh tepung jagung HMT jika seluruhnya dimasukkan, sebagian (dicampur terlebih dahulu baru dilakukan pembagian adonan) atau tidak dimasukkan pada proses pengukusan adonan. Adonan mi dibuat dari 1 kg tepung jagung, terdiri dari 900 g tepung jagung native dan 100 g tepung jagung HMT. Bagian yang dikukus sebanyak 70% atau 700 g, sedangkan bagian tepung yang tidak dikukus sebanyak 30% atau 300 g. Perbandingan tepung jagung native dan tepung jagung HMT yang dikukus yaitu 700 g : 0 g, 600 g : 100 g dan 630 g : 70 g, dapat dilihat pada Tabel 9. 23

38 Tabel 9. Perbandingan tepung jagung native dan tepung jagung HMT yang dikukus Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3 Tepung jagung HMT 0 g 70 g 100 g Tepung jagung native 700 g 630 g 600 g Basis : 1 kg tepung, 70% bagian yang akan dikukus Bagian tepung yang dikukus terlebih dahulu dicampurkan dengan guar gum, air dan garam. Penambahan guar gum berfungsi sebagai pengikat komponenkomponen dalam adonan, sedangkan fungsi garam adalah memberi rasa dan memperkuat tekstur mi. Adonan yang telah dikukus kemudian dicampurkan dengan bagian tepung yang tidak dikukus, dilanjutkan dengan penggilingan menggunakan grinder sebanyak 2 kali. Penggilingan sebanyak 2 kali ini bertujuan membuat adonan menjadi lebih homogen. Selain itu, menurut Putra (2008) penggilingan ini dapat meningkatkan gelatinisasi adonan. Setelah itu dilakukan proses sheeting untuk membentuk lembaran dan dilanjutkan dengan pencetakan mi. Pengamatan sifat adonan dilakukan saat sheeting dan pencetakan mi. c. Penentuan RentangWaktu Pengukusan Adonan Waktu pengukusan yang akan dilakukan adalah selama 13, 14, 15, 16 dan 17 menit. Penggunaan tepung jagung HMT pada adonan apakah akan menjadikan adonan lebih stabil atau bahkan lebih sensitif terhadap waktu pengukusan. Pengamatan sifat adonan dilakukan pada saat sheeting dan pencetakan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran derajat gelatinisasi. Setelah dilakukan pencetakan mi, dilakukan pengukusan kedua dengan suhu 95 o C selama 20 menit. Pengukusan untaian mi ini bertujuan menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga mi tidak hancur ketika dimasak. Setelah dilakukan pengukusan kedua, dilakukan pengovenan untuk mendapatkan mi kering jagung. Analisis sifat fisik dilakukan pada mi basah jagung maupun mi kering jagung sesudah dimasak. Analisis ini mencakup pengukuran tekstur kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2, pengukuran KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan), pengukuran persen elongasi, dan pengukuran waktu pemasakan optimum. Selain itu, dilakukan pula 24

39 analisis secara organoleptik meliputi uji rating atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak dengan panelis terlatih. Panelis terlatih diperoleh melalui proses seleksi panelis dan pelatihan sehingga mampu membedakan atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan dari mi jagung. 1). Analisis Fisik a) Waktu Pemasakan Optimum (Lestari, 2008) Mi kering ditimbang sebanyak 5 g. Air sebanyak 150 ml dididihkan, setelah air mendidih mi dimasukkan dan stop watch dinyalakan. Pemasakan dihentikan bila sudah tidak terbentuk garis putih saat mi ditekan dengan dua potong kaca. Waktu optimum pemasakan adalah waktu saat pemasakan dihentikan. b) Texture Profile Analysis (TPA) menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2 Pengukuran TPA dilakukan untuk melihat profil tekstur dari sampel. Pengukuran ini menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Sampel yang digunakan adalah mi jagung yang direhidrasi dengan metode perendaman dalam air yang telah mendidih, kemudian ditiriskan dan didiamkan pada udara terbuka selama beberapa saat. Metode ini sesuai dengan pengaplikasian mi jagung pada skala industri kecil, seperti mi baso. Seuntai sampel yang telah direhidrasi dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT 2 yang digunakan tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis) Parameter Setting Pre test speed 2,.0 mm/s Test speed 0,1 mm/s Post test speed 2,0 mm/s Rupture test distance 75% Distance 1% Force 100 g Time 5 sec Count 2 25

40 Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak yaitu gaya maksimal, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram Force (gf). Sedangkan kekenyalan ditunjukkan dengan perbandingan luas area peak kedua dengan peak pertama. Contoh kurva profil tekstur mi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Profil tekstur mi c) Analisis Persen Elongasi Menggunakan Texture Analyzer Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit kedua ujung mi. Sampel yang telah direhidrasi dijepit sedemikian rupa pada kedua ujung probe dengan jarak antar probe sebesar 2 cm dan kecepatan probe 0.3 cm/s. Persen elongasi dihitung dengan rumus : Persen elongasi = waktu putus sampel 2 cm ( s) 0,3 cm / s 100% d) Pengukuran cooking loss atau kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) Pengukuran KPAP ini dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air dengan berbagai waktu pemasakan, yaitu 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 menit. Pengukuran dengan berbagai waktu pemasakan ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh lama pemasakan terhadap mi jagung produk akhir. Setelah dimasak, mi 26

41 direndam air dingin dan kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100 C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut: berat sampel setelah di keringkan KPAP = 1 100% berat awal (1 kadar air contoh) 2). Analisis Organoleptik a) Seleksi Panelis Seleksi panelis merupakan suatu cara untuk mendapatkan panelis yang memiliki kemampuan dasar yang cukup, kemampuan membedakan serta mengurutkan intensitas. Seleksi ini dilakukan terhadap 40 orang calon panelis yang kemudian diberikan serangkaian tes organoleptik sehingga diperoleh sebanyak 8-11 orang. Tahapan ini bertujuan mengetahui kepekaan sensori calon panelis. Pengujian yang dilakukan meliputi identifikasi rasa dan aroma dasar sebagai metode umum untuk menguji kemampuan dasar indra pencicipan serta penciuman, uji ranking untuk menguji kemampuan panelis dalam mengurutkan intensitas rangsangan, dan uji segitiga (pembedaan) untuk menguji kepekaan panelis untuk membedakan intensitas rangsangan karena diberikan dengan intensitas berbeda. Uji rasa dasar dilakukan dengan tujuan melihat kemampuan panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan rasa dasar. Sampel uji pada identifikasi rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan sampel uji untuk uji ranking dapat dilihat pada Tabel 12. Uji segitiga dilakukan dengan atribut kekerasan dan kekenyalan mi karena mempertimbangkan bahwa sampel uji dan jenis pengujian yang nantinya akan dievaluasi oleh panelis adalah karakteristik fisik mi jagung berupa kekerasan, kekenyalan dan kelengketan. Calon panelis yang terpilih diharapkan dapat membedakan atribut tersebut. Sampel untuk uji segitiga dapat dilihat pada Tabel

42 Tabel 11. Sampel uji untuk identifikasi rasa dan aroma dasar Jenis Uji Sampel Konsentrasi (%) Identifikasi rasa dasar Larutan sukrosa Larutan asam sitrat Larutan garam Larutan kafein Larutan MSG Identifikasi aroma dasar Tutti fruity Mint Orange Meat Nut Tabel 12. Sampel untuk uji ranking Jenis Uji Sampel Konsentrasi (%) Rangking Rasa Dasar Asin Larutan Garam (NaCl) Rangking Rasa Dasar Pahit Larutan Kafein Tabel 13. Sampel untuk uji segitiga Jenis Uji Sampel Lama Perebusan (menit) Segitiga Atribut Kekerasan Mi Kering Terigu Komersil 2 5 Segitiga Atribut Kekenyalan Kwetiau Jagung Komersil 4 10 Calon panelis yang lolos seleksi menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60 % untuk uji segitiga dan 80 % untuk uji deskriptif rasa dasar (Meilgaard et al., 1999). Selanjutnya panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini adalah yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti tahap pelatihan secara konsisten. Contoh format kuesioner uji-uji dalam seleksi panelis ini dapat dilihat pada Lampiran 1. 28

43 b) Pelatihan Panelis Terlatih Menurut Meilgaard et al. (1999), proses pelatihan panelis terlatih membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks atribut yang diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma, terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, dan pelatihan penilaian suatu sampel tertentu. Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara berulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten serta kesepakatan mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini meliputi pelatihan terhadap atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi. c) Uji Organoleptik Uji organoleptik akan dilakukan dengan uji rating atribut kekerasan, kelengketan dan kekenyalan pada mi jagung produk akhir oleh panelis terlatih. Uji rating atribut dilakukan untuk melihat dan membandingkan hasilnya dengan pengukuran menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. d) Analisis Data Data-data pada penelitian ini diolah menggunakan uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U/Wilcoxon. Uji Mann-Whitney U/Wilcoxon digunakan untuk membandingkan dua mean/rata-rata populasi yang berasal dari populasi yang sama dan menguji apakah berbeda nyata atau tidak (Walpole, 1995). 3. Uji Penerimaan Konsumen terhadap Produk Olahan Mi Jagung Tahap akhir penelitian ini meliputi uji penerimaan konsumen terhadap produk olahan mi jagung. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada konsumen. Konsumen diminta untuk menilai bagaimana penerimaannya terhadap produk olahan mi jagung. Produk olahan yang dicobakan adalah mi ayam untuk mi basah jagung native dan 29

44 substitusi HMT serta mi bakso untuk mi kering jagung native dan substitusi HMT. Uji penerimaan konsumen ini dilakukan bekerjasama dengan pedagang mi ayam dan mi bakso. Contoh kuisioner yang diberikan kepada konsumen dapat dilihat pada Lampiran 2. Kuisioner uji penerimaan konsumen berisi pertanyaan mengenai identitas responden, perilaku responden dalam mengkonsumsi mi, tingkat kesukaan responden terhadap produk olahan mi jagung dan tingkat kesesuaian produk olahan tersebut menurut responden. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuisioner, dapat terlihat bagaimana penerimaan responden terhadap mi jagung dan tingkat kesesuaiannya terhadap produk olahan yang dicobakan. Sebelum dilakukan uji penerimaan konsumen, responden terlebih dahulu diberikan bebrapa penjelasan mengenai mi jagung, mengingat produk ini merupakan produk yang relatif baru. Beberapa penjelasan tersebut antara lain bahwa mi jagung memiliki perbedaan dengan mi terigu komersil dalam hal tekstur dan mi jagung memiliki beberapa kelebihan, antara lain tidak menggunakan pewarna dan pengawet. Pengisian kuisioner didampingi oleh peneliti, hal ini ditujukan agar responden lebih mudah menerima penjelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner tersebut. Metode penentuan lokasi pengambilan responden menggunakan metode Non Probability Sampling (NPS), yaitu seleksi unsur populasi berdasarkan pertimbangan peneliti. Metode NPS terdiri dari tiga jenis contoh, yaitu contoh kemudahan (accidental sampling), pertimbangan (purposive sampling) dan quota (Singarimbun dan Effendi, 1989). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode purposive sampling. Responden yang dipilih adalah warga lingkar kampus IPB yang pernah membeli atau mengkonsumsi mi serta yang sesuai dengan target usia, jenis kelamin dan tingkat ekonomi yang telah ditentukan. 30

45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK TEPUNG JAGUNG HMT Jagung merupakan tanaman serealia yang memiliki profil gelatinisasi pati tipe B. Profil gelatinisasi tipe B ditandai dengan kemampuan pengembangan yang sedang dengan viskositas puncak yang tinggi serta memiliki breakdown (penurunan viskositas selama pemanasan) yang tidak terlalu tajam (Collado et al, 2001). Sifat fungsional pati sangat menentukan kualitas mi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan sifat fungsional pati berkaitan erat dengan pembentukan adonan (reologi) dan kualitas tekstur mi. Menurut Lii dan Chang (1981) didalam Collado et al (2001), pati yang ideal untuk dibuat menjadi produk mi adalah pati yang memiliki pengembangan dan solubility yang terbatas dan memiliki profil gelatinisasi tipe C. Selain itu, menurut Chen et al (2003), karakteristik pati yang baik untuk diaplikasikan menjadi produk mi adalah pati dengan viskositas puncak yang rendah, stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta memiliki viskositas yang tinggi pada suhu rendah (Tam et al, 2004). Mi yang dihasilkan dari pati dengan karakteristik tersebut memiliki nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang rendah, untaian mi yang kompak dan elastis serta kelengketan yang rendah (Purwani et al, 2006). Mi yang dibuat dari tepung jagung native (alami atau sebelum dimodifikasi) memiliki beberapa kelemahan, yaitu mi basah jagung yang mudah putus dan kurang kenyal, dan mi kering jagung yang keras dan mudah patah/rapuh sebelum direhidrasi dan mudah putus, keras, kurang kenyal, lengket serta memiliki kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang tinggi setelah direhidrasi. Oleh karena itu, aplikasi tepung jagung HMT diharapkan dapat memperbaiki kelemahan yang dimiliki mi jagung. Modifikasi dengan teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dapat mengubah profil gelatinisasi tepung jagung menjadi tipe C. Profil gelatinisasi tipe C ditandai dengan kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan bahkan 31

46 meningkat selama pemanasan. Teknik Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan teknik modifikasi pati secara fisik, yaitu dengan pemanasan di atas suhu gelatinisasi bahan selama periode waktu tertentu dan pada kadar air yang terkendali. Kondisi modifikasi tepung jagung berdasarkan hasil penelitian Lestari (2009), yaitu pada suhu 110 o C selama 6 jam dan pada kadar air 24%. Grafik hasil pengukuran profil gelatinisasi tepung jagung native (alami atau sebelum dimodifikasi) dan setelah dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan data profil gelatinisasi tertera pada Tabel 14. Pengukuran profil gelatinisasi dilakukan dengan menggunakan alat Brabender Amilograph. Profil gelatinisasi yang diamati antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum, kestabilan viskositas selama pemanasan atau breakdown, dan perubahan viskositas selama pendinginan atau setback. Konsentrasi padatan suspensi tepung jagung untuk pengukuran profil gelatinisasi ini adalah 8,87% (b/v) untuk tepung jagung native dan 9,01% (b/v) untuk tepung jagung HMT. Tabel 15. Menunjukkan data profil gelatinisasi tepung jagung HMT pada penelitian Lestari (2009). Konsentrasi padatan suspensi tepung jagung untuk pengukuran profil gelatinisasi pada penelitian tersebut adalah 9,91% (b/b) untuk tepung jagung native dan 10,01% (b/b) untuk tepung jagung HMT. Terdapat perbedaan antara data profil gelatinisasi pada penelitian ini dan penelitian yang dilakukan Lestari (2009), antara lain pada suhu awal gelatinisasi, dan nilai setback. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung native dan HMT pada penelitian ini lebih rendah dan nilai setback pada penelitian ini mengalami peningkatan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan Lestari (2009) mengalami penurunan. Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu saat granula pati mulai menyerap air, pada grafik profil gelatinisasi terlihat jika viskositas mulai meningkat. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung HMT (79,50 o C) lebih tinggi daripada tepung jagung native (74,25 o C). Hal ini menunjukkan bahwa tepung jagung HMT lebih tahan terhadap panas, sehingga butuh suhu yang lebih tinggi untuk dapat menggelatinisasi pati jagung tersebut. Takahashi et al (2005) menyatakan bahwa proses modifikasi HMT akan menyebabkan pergeseran (peningkatan) suhu awal gelatinisasi dan suhu gelatinisasi. 32

47 Viskositas (BU) Suhu ( C) Viskositas HMT Viskositas NATIVE Suhu Waktu (Menit) Gambar 5. Profil gelatinisasi tepung jagung native dan HMT Tabel 14. Data profil gelatinisasi tepung jagung native dan HMT Data Profil Gelatinisasi Tepung Jagung Tepung Jagung Native HMT Suhu awal gelatinisasi ( o C) 74,25 79,50 Waktu awal gelatinisasi (menit) 29,50 33,00 Viskositas maksimum (BU) 659,00 - Suhu saat mencapai viskositas 93,75 - maksimum ( o C) Viskositas pada 95 o C (BU) 655,00 385,00 Viskositas setelah holding 20 menit 608,00 479,00 di 95 o C (BU) Viskositas pada 50 o C (BU) 970,00 910,00 Viskositas setelah holding 20 menit 1.280, ,00 di 50 o C (BU) Breakdown (BU) 4,00 - Setback (BU) 315,00 525,00 Keterangan : Breakdown (BU) = Perubahan viskositas selama pemanasan atau Viskositas maksimum Viskositas pada 95 o C Setback (BU) = Perubahan viskositas selama pendinginan atau Viskositas pada 50 o C Viskositas pada 95 o C Tabel 15. Data profil gelatinisasi tepung jagung native dan HMT pada penelitian Lestari (2009) menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) Data Profil Gelatinisasi Tepung Jagung Tepung Jagung Native HMT Suhu awal gelatinisasi ( o C) b a Waktu awal gelatinisasi (menit) b a Viskositas maksimum (cp) a b Viskositas akhir (cp) a b Breakdown (cp) a b Setback (cp) a b 33

48 Peningkatan ini terjadi karena selama proses modifikasi terbentuk ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa pada bagian amorpous dengan amilopektin pada bagian kristalin, sehingga menghasilkan formasi kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat (Takahashi et al 2005). Terbentuknya ikatan baru yang lebih kompleks ini diharapkan dapat meningkatkan kekompakan mi jagung sehingga tidak mudah putus dan lebih elastis setelah direhidrasi. Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi HMT dapat menyebabkan peningkatan suhu awal gelatinisasi pada pati ubi jalar (Collado et al 2001), pati jagung (Pukkahuta et al 2008), dan tepung beras (Takahashi et al 2005). Terbentuknya formasi kristalin dengan struktur yang lebih kuat dan rapat menyebabkan pati membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menyerap air. Menurut Jacobs et al (1998), bagian amorpous pati lebih mudah menyerap air karena memiliki struktur yang lebih renggang. Viskositas maksimum atau viskositas puncak menunjukkan kondisi pengembangan maksimum granula pati yang selanjutnya akan pecah dan menurunkan viskositas. Viskositas maksimum terlihat pada grafik profil gelatinisasi, yaitu viskositas tertinggi sesaat sebelum mengalami penurunan viskositas. Viskositas maksimum tepung jagung native sebesar 659,00 BU, sedangkan pada tepung jagung HMT tidak terdapat viskositas maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan HMT pada tepung jagung menyebabkan penurunan kemampuan pati untuk mengembang. Selain itu, dapat juga mengindikasikan penurunan polimer yang lepas selama pemanasan. Berdasarkan Newport Scientific (1998) yang dikutip oleh Beta dan Corke (2001), bahwa viskositas maksimum mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi negatif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas. Tepung jagung HMT tidak memiliki viskositas maksimum, sehingga dapat diindikasikan bahwa pada produk akhir akan terjadi penurunan jumlah polimer yang lepas. Hal ini terkait dengan parameter KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) pada produk mi jagung dan diharapkan dengan adanya substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan KPAP mi jagung. Selain itu, diharapkan 34

49 pula terjadinya penurunan jumlah polimer yang lepas sehingga dapat menurunkan kelengketan mi jagung yang dihasilkan. Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil serhadap panas (Widaningrum dan Purwani, 2006). Nilai Breakdown diperoleh dari viskositas maksimum dikurangi viskositas pada suhu 95 o C. Breakdown tepung jagung native sebesar 4,00 BU, sedangkan tepung jagung HMT tidak memiliki breakdown. Menurut Beta dan Corke (2001), breakdown memiliki korelasi positif dengan kualitas fisik mi sorgum yang dihasilkan yaitu kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP). Nilai breakdown merupakan tingkat kestabilan granula pati selama pemanasan (Beta dan Corke, 2001) sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown pada tepung jagung HMT diharapkan dapat meningkatkan kekompakan serta meningkatkan elastisitas mi jagung. Tekstur mi jagung yang kompak atau tidak hancur selama pemasakan diharapkan dapat menghasilkan mi dengan KPAP dan kelengketan yang rendah dan lebih elastis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Collado dan Corke (1997) pada pembuatan mi pati ubi jalar native, pati yang memiliki rasio stabilitas (viskositas pada 95 o C/viskositas pada 50 o C) lebih tinggi secara signifikan dan berkorelasi tinggi terhadap tingkat kekerasan mi yang dimasak. Selain itu, mi yang dibuat dari pati ubi jalar HMT menghasilkan produk mi yang tidak keras. Menurut Mestres et al (1988), mi yang terbuat dari pati adalah pati yang teretrogradasi, sehingga pati yang mengalami retrogradasi lebih cepat (ditunjukkan dengan nilai setback yang tinggi) merupakan yang lebih baik untuk produk mi. Viskositas setback menunjukkan tingkat kecenderungan proses retrogadasi pasta pati. Menurut Winarno (2004), retrogradasi merupakan proses terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan. Nilai setback yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi kecenderungan terjadinya retrogradasi. Nilai setback tepung jagung native sebesar 315,00 BU, sedangkan tepung jagung HMT sebesar 525,00 BU. Peningkatan nilai ini diharapkan dapat memperbaiki karakteristik mi jagung yang disubstitusi 35

50 dengan tepung jagung HMT, yaitu pada atribut kekerasan. Substitusi tepung jagung HMT diharapkan dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. B. PENGARUH PENGUKUSAN ADONAN TERHADAP KUALITAS MI JAGUNG Pembuatan mi jagung 100% membutuhkan tambahan proses yaitu pengukusan sebagian adonan (70% bagian) sebelum dilakukan pembentukan lembaran mi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009), pengukusan sebagian adonan dilakukan pada suhu 90 o C selama 15 menit dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% dari jumlah tepung jagung yang digunakan. Kondisi pengukusan adonan merupakan proses yang kritis. Berdasarkan Putra (2008), apabila rasio adonan dan waktu pengukusan tidak sesuai maka tidak akan terbentuk adonan mi yang kompak dan tidak dapat dibuat menjadi mi. Substitusi tepung jagung HMT seperti terlihat pada Tabel 16, memberikan pengaruh positif terhadap kualitas adonan, antara lain adonan menjadi tidak lengket dan penanganan adonan menjadi lebih mudah. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kualitas adonan formula 1, 2 dan 3 tidak memiliki perbedaan yang nyata. Oleh karena itu, formula yang dipilih adalah formula 1 atau adonan yang dikukus tidak disubstitusi dengan tepung jagung HMT, pengaplikasian tepung jagung HMT dilakukan pada pencampuran kering dengan bagian tepung jagung yang tidak dikukus. Pertimbangan dari pemilihan formula ini adalah kemudahan proses produksi. Formula ini digunakan untuk penentuan kondisi proses selanjutnya, yaitu pada penentuan rentang waktu pengukusan. Visualisasi mi jagung kontrol, formula 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 6. Pembentukan adonan mi menjadi tidak lengket, lebih elastis dan tidak mudah retak setelah disubstitusi dengan tepung jagung HMT. Adonan menjadi tidak lengket karena proses modifikasi HMT menyebabkan tepung jagung tidak memiliki viskositas maksimum. Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa viskositas maksimum berkorelasi positif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas (Newport Scientific, 1998). Hal inilah yang menyebabkan penurunan jumlah polimer yang lepas dan berakibat pada penurunan kelengketan adonan. 36

51 Tabel 16. Pengaruh rasio tepung jagung HMT yang dikukus terhadap kualitas adonan Rasio Adonan yang Dikukus Kualitas Adonan Kontrol Pembentukan adonan agak lengket (Mi jagung native) Lembaran adonan agak mudah patah Pemotongan mi agak lengket pada alat Hasil mi basah agak belum matang Formula 1 (Mi jagung HMT tidak dikukus) Formula 2 (Mi jagung HMT sebagian dikukus) Formula 3 (Mi jagung HMT dikukus) Mi basah mudah putus Pembentukan adonan tidak lengket Penanganan adonan lebih mudah Pemotongan mi tidak lengket Adonan lebih elastis dari kontrol Mi basah matang Pembentukan adonan tidak lengket Penanganan adonan lebih mudah Pemotongan mi tidak lengket Adonan lebih elastis dari kontrol Mi basah matang Pembentukan adonan tidak lengket Penanganan adonan lebih mudah Pemotongan mi sedikit lengket Adonan lebih elastis dari kontrol Mi basah matang a b c d Gambar 6. Visualisasi mi basah jagung dengan variasi bagian adonan yang dikukus [a] Kontrol (Mi jagung native); [b] Formula 1 (Mi jagung HMT tidak dikukus); [c] Formula 2 (Mi jagung HMT sebagian kukus); [d] Formula 3 (Mi jagung HMT dikukus) 37

52 Adonan mi jagung setelah disubstitusi tepung jagung HMT juga menjadi lebih elastis dan tidak mudah retak. Peningkatan elastisitas dan kekompakan adonan ini dipengaruhi oleh tepung jagung HMT karena selama proses modifikasi terbentuk ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa pada bagian kristalin dengan amilopektin pada bagian amorpous, sehingga menghasilkan formasi kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat (Takahashi et al 2005). Selain rasio adonan yang dikukus, titik kritis lain pada proses pengukusan adonan adalah waktu pengukusan. Tabel 17 menunjukkan pengaruh waktu pengukusan terhadap sifat adonan yang diamati secara visual. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, bahwa pada pembuatan mi jagung 100%, waktu pengukusan adonan dilakukan selama 15 menit. Setelah dilakukan pengukusan, adonan dicampur dengan bagian adonan yang tidak dikukus, kemudian dilakukan penggilingan dan dibentuk menjadi lembaran mi. Pengukusan adonan bertujuan menggelatinisasi sebagian pati dan akan membantu mengikat adonan serta mempermudah pembentukan lembaran mi (Putra, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) menunjukkan bahwa pengukusan adonan dilakukan selama 15 menit, apabila waktu pengukusan lebih pendek akan membuat adonan menjadi mudah patah dan sebaliknya jika waktu pengukusan lebih panjang akan membuat adonan menjadi lengket dan tidak dapat dibuat lembaran. Tabel 17. Pengaruh waktu pengukusan terhadap sifat adonan Waktu Sifat Adonan (secara visual) (menit) 13 Adonan agak kurang matang, agak rapuh sehingga agak sulit membentuk lembaran, lembaran yang terbentuk agak pecahpecah 14 Adonan tidak lengket, lembaran yang terbentuk plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 15 Adonan tidak lengket, lembaran yang terbentuk plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 16 Adonan tidak lengket, lembaran yang terbentuk plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 17 Adonan agak lengket pada roller mesin sheeting, lembaran agak sulit ditipiskan 38

53 Akan tetapi, substitusi tepung jagung HMT seperti terlihat pada Tabel 17, memberikan pengaruh pada waktu pengukusan, yaitu waktu pengukusan adonan menjadi lebih panjang dan adonan masih dapat ditangani serta dapat dibentuk menjadi lembaran mi. Substitusi tepung jagung HMT ini memudahkan proses produksi mi jagung, yaitu pengukusan adonan dapat dilakukan selama menit. Waktu pengukusan adonan dapat lebih panjang karena proses modifikasi HMT dapat mencegah penyerapan air lebih banyak dan adonan menjadi tidak lengket walaupun waktu pengukusan menjadi lebih lama. Hal ini ditunjukkan dengan karateristik tepung jagung HMT, seperti telah dipaparkan sebelumnya memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi, sehingga lebih tahan terhadap panas dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk dapat menggelatinisasi pati jagung. 1. Analisis Sifat Fisik Mi Jagung Analisis ini mencakup pengukuran waktu pemasakan optimum, pengukuran tekstur kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2, pengukuran persentase elongasi setelah dimasak, pengukuran KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan), dan uji organoleptik meliputi uji rating atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak dengan panelis terlatih. a. Waktu Pemasakan Optimum Waktu pemasakan optimum mi basah jagung native dan HMT adalah 30 detik, sedangkan mi kering jagung native dan HMT adalah 3 menit 30 detik. Waktu pemasakan mi jagung basah lebih singkat karena telah mengalami pematangan dengan pengukusan, sedangkan mi kering jagung mengalami proses pengeringan sehingga membutuhkan waktu pemasakan atau rehidrasi yang lebih panjang. b. Analisis Profil Tekstur Analisis profil tekstur dari mi jagung dilakukan menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2 sehingga dapat diperoleh data mengenai kekerasan, kekenyalan 39

54 Nilai Kekerasan (gf) Nilai Kekerasan (gf) dan kelengketan mi. Gambar 7 menunjukkan nilai kekerasan mi basah jagung, sedangkan Gambar 8 menunjukkan nilai kekerasan mi kering jagung. Seperti terlihat pada kedua grafik tersebut, nilai kekerasan mi basah jagung dan mi kering jagung mengalami penurunan setelah disubstitusi dengan tepung jagung HMT. Nilai kekerasan mi basah jagung native sebesar 1307,75 gf menurun menjadi 1110,88 gf setelah disubstitusi dengan tepung jagung HMT. Begitu pula dengan mi kering, sebelum disubstitusi dengan tepung jagung HMT, nilai kekerasannya mencapai 2042,78 gf dan menurun menjadi 1605,33 gf setelah proses substitusi dilakukan. Nilai kekerasan ini menurun secara nyata setelah diuji dengan uji nonparametrik Mann Whitney U/Wilcoxon pada taraf signifikansi 0, ,75 a 1110,88 b Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 7. Nilai kekerasan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer ,78 a 1605,33 b Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 8. Nilai kekerasan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 40

55 Nilai Kekenyalan (gf) Penurunan nilai kekerasan ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung yang telah dimodifikasi HMT. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beta dan Corke (2001), nilai setback berkorelasi positif dengan tingkat kekerasan mi pati sorgum. Nilai setback tepung jagung HMT seperti telah dipaparkan sebelumnya pada karaterisasi tepung jagung HMT, telah mengalami peningkatan sehingga substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. Selain itu, seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa menurut Mestres et al (1988), pati yang mengalami retrogradasi lebih cepat (ditunjukkan dengan nilai setback yang tinggi) merupakan yang lebih baik untuk produk mi dan mi yang dibuat dari pati ubi jalar HMT menghasilkan produk mi yang tidak keras (Collado dan Corke, 1997). Mi jagung memiliki kelemahan pada teksturnya, yaitu rapuh (sebelum direhidrasi, pada mi kering) dan kurang kenyal (setelah direhidrasi/dimasak, pada mi basah dan mi kering). Hal ini disebabkan tepung jagung tidak memiliki protein gluten yang dapat membentuk tekstur yang kompak dan menghasilkan produk mi yang kenyal. Substitusi tepung jagung HMT ternyata memberikan pengaruh yang positif dan nyata (α = 0,05) pada produk akhir mi jagung, baik basah maupun kering yaitu peningkatan nilai kekenyalan, seperti terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Mi basah jagung setelah disubstitusi tepung jagung HMT meningkat nilai kekenyalannya dari 482,65 gf menjadi 612,39 gf. Begitu pula dengan mi kering jagung, meningkat dari 450,61 gf menjadi 631,90 gf ,39 b 482,65 a Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 9. Nilai kekenyalan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 41

56 Nilai Kekenyalan (gf) ,90b 450,61 a Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 10. Nilai kekenyalan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Peningkatan nilai kekenyalan ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung yang telah dimodifikasi HMT. Proses modifikasi ini menyebabkan terbentuknya formasi yang lebih kuat dan rapat sehingga tekstur mi jagung yang dihasilkan menjadi lebih kompak dan kenyal. Selain itu, tepung jagung HMT memiliki kestabilan panas yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya breakdown pada profil gelatinisasinya. Menurut Beta dan Corke (2001), nilai breakdown merupakan tingkat kestabilan granula pati selama pemanasan, sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa granula pati stabil dan dapat meningkatkan kekompakan serta elastisitas mi jagung. Atribut tekstur lain yang ingin diperbaiki dengan adanya substitusi tepung jagung HMT adalah kelengketan. Seperti terlihat pada Gambar 11 dan 12, nilai kelengketan mi jagung baik basah maupun kering mengalami penurunan secara nyata. Nilai kelengketan mi basah jagung setelah disubstitusi tepung jagung HMT menurun dari 859,51 gf menjadi 648,24 gf. Hal yang sama juga ditunjukkan pada mi kering jagung, kelengketannya berkurang setelah dilakukan proses substitusi tepung jagung HMT, yaitu sebelumnya sebesar 1117,68 gf menjadi 748,70 gf. Kelengketan mi berkaitan dengan jumlah polimer yang lepas pada produk akhir. Semakin tinggi jumlah polimer yang lepas maka semakin tinggi kelengketannya dan pada akhirnya juga mempengaruhi KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) serta berakibat pada tidak kompaknya tekstur mi yang dihasilkan atau mi mudah hancur (putus). Substitusi tepung jagung HMT 42

57 Nilai Kelengketan (gf) Nilai Kelengketan (gf) dapat menurunkan nilai kelengketan karena karateristiknya yang tidak memilki viskositas maksimum, seperti yang dilaporkan Newport Scientific (1998) dan dikutip oleh Beta dan Corke (2001), bahwa viskositas maksimum mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi negatif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas selama pemanasan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan kelengketan pada produk akhir mi jagung, karena semakin meningkatnya jumlah polimer yang lepas dapat menimbulkan kelengketan di permukaan mi. Selain itu, nilai setback yang meningkat menunjukkan retrogradasi lebih cepat terjadi sehingga membentuk struktur mi yang lebih kuat dan kompak. Hal ini dapat mengurangi kelengketan karena mencegah polimer-polimer lepas selama pemasakan. Datadata nilai kekerasan, kekenyalan dan kelengketan yang diukur dengan Texture Analyzer dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran ,51 a 648,24 b Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 11. Nilai kelengketan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 1117,68 a ,70 b Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 12. Nilai kelengketan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 43

58 Elongasi (%) Elongasi (%) c. Analisis Persentase Elongasi Gambar 13 dan 14 menunjukkan pengaruh substitusi tepung jagung HMT terhadap persentase elongasi pada mi basah dan kering jagung. Baik pada ulangan 1 maupun ulangan 2, substitusi tepung jagung HMT memberikan perbedaan yang nyata pada persentase elongasi mi jagung. Mi basah jagung memiliki rata-rata elongasi sebesar 46,55% menjadi 69,69% jika disubstitusi dengan tepung jagung HMT, dan mi kering jagung memiliki rata-rata elongasi sebesar 35,24% menjadi 60,44%. Lampiran 5 menunjukkan data-data nilai persentase elongasi, sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 6. 69,69 b ,55 a Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 13. Persentase elongasi mi basah jagung ,44 b 35,24 a Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 14. Persentase elongasi mi kering jagung Peningkatan persentase elongasi ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung HMT yang tidak memiliki breakdown. Nilai breakdown seperti telah dipaparkan sebelumnya, merupakan tingkat kestabilan granula pati selama pemanasan (Beta dan Corke, 2001) sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown 44

59 KPAP (%) dapat meningkatkan kekompakan serta meningkatkan elastisitas mi jagung. Selain itu, proses modifikasi HMT menyebabkan terbentuknya ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa pada bagian amorpous dengan amilopektin pada bagian kristalin, sehingga menghasilkan formasi kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat (Takahashi et al 2005). Hal inilah yang mempengaruhi peningkatan persentase elongasi mi jagung yang disubstitusi tepung jagung HMT. d. Analisis KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) Hasil pengukuran KPAP mi jagung dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan nilai KPAP secara nyata, baik mi basah maupun mi kering. Nilai rata-rata KPAP mi basah jagung sebesar 10,28% dan setelah disubstitusi tepung jagung HMT menjadi 8,68%, sedangkan mi kering jagung sebesar 6,12% dan setelah disubstitusi tepung jagung HMT menjadi 4,72%. Hal ini sesuai dengan harapan bahwa substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan KPAP. Tepung jagung HMT seperti telah dipaparkan sebelumnya tidak memiliki viskositas maksimum, karateristik ini terkait dengan parameter KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) karena memiliki korelasi negatif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas (Newport Scientific, 1998). Data-data nilai kehilangan padatan akibat pemasakan dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran ,28 a 8,68 b Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 15. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi basah jagung 45

60 KPAP (%) KPAP (%) ,12 a 4,72 b Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 16. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi kering jagung Gambar 17 menunjukkan hubungan antara lama pemasakan (menit) dan KPAP (%). Terlihat pada kedua gambar tersebut bahwa lama pemasakan (menit) berbanding terbalik dengan nilai KPAP. Hal ini terjadi karena semakin lama mi dimasak maka proses pelepasan polimer akan meningkat dan akhirnya akan hancur atau akan merusak kekompakan bentuk mi jagung. Nilai KPAP antara mi kering jagung native dan HMT pada waktu pemasakan selama 3 menit (6,07% untuk native dan 4,67% untuk HMT) dan 6 menit (9,57% untuk native dan 8,70% untuk HMT) tidak jauh berbeda. Akan tetapi, ketika dimasak pada waktu yang lebih lama, kedua jenis mi memberikan nilai KPAP yang berbeda, nilai KPAP mi kering jagung native lebih tinggi dibandingkan mi kering jagung HMT. 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 y = 5,308x - 0,793 R² = 0,982 y = 4,094x - 0,092 R² = 0,962 Kering Natif Kering HMT 0, Lama Pemasakan (menit) Gambar 17. Hubungan antara kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) dan lama waktu pemasakan mi kering jagung 46

61 2. Analisis Organoleptik Mi Jagung a. Seleksi Panelis Pemilihan panelis merupakan hal yang kritis dalam uji organoleptik. Seleksi panelis merupakan tahap awal untuk menjaring panelis yang memiliki kepekaan sensori yang baik untuk menguji hasil akhir mi jagung. Bagian awal seleksi adalah prescreening questionnaire yang dilakukan dengan pengisian kuesioner. Tujuannya adalah mendapatkan data kandidat panelis mencakup motivasi, waktu luang, kesehatan dan kebiasaan makan. Selanjutnya, dilakukan acuity test (uji ketepatan) yang terdiri dari empat metode seleksi, yaitu: (1) identifikasi rasa dasar untuk mengetahui kemampuan kandidat panelis dalam mengindentifikasi rasa dasar (manis, asam, asin, pahit, dan umami), (2) identifikasi aroma dasar untuk mengetahui kemampuan kandidat panelis dalam mendeskripsikan beberapa aroma dasar (tutti fruity,mint, orange, meat dan nut), (3) uji ranking rasa dasar untuk mengetahui kemampuan kandidat panelis dalam membedakan dan mengurutkan intensitas rasa dasar, dan (4) uji segitiga untuk mengetahui kemampuan kandidat panelis dalam menentukan satu sampel beda diantara tiga sampel yang disajikan. Seleksi panelis dilakukan terhadap 40 orang mahasiswa. Panelis dinyatakan lolos seleksi apabila menjawab dengan benar minimal 80% untuk identifikasi rasa dan aroma dasar, 100% untuk uji ranking, dan minimal 60% untuk uji segitiga. Berdasarkan penilaian hasil pengujian identifikasi rasa dan aroma dasar serta uji ranking, maka yang dinyatakan lolos seleksi sebanyak 28 orang. Selanjutnya, 28 orang ini akan diseleksi dengan uji segitiga. Uji segitiga ini dilakukan dengan beberapa set mi yang memiliki perbedaan kekerasan dan kekenyalan. Uji segitiga dengan atribut kekerasan dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dan atribut kekenyalan sebanyak 9 kali ulangan. Hal ini dilakukan untuk melihat konsistensi calon panelis dalam membedakan atribut kekerasan dan kekenyalan produk mi. Berdasarkan hasil penilaian, maka yang dinyatakan lolos seleksi uji segitiga sebanyak 11 orang. Uji ini merupakan tahap akhir dari rangkaian seleksi panelis, sehingga 11 orang yang terpilih merupakan calon panelis terlatih yang selanjutnya akan dilakukan pelatihan panelis. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan 47

62 meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi. Performa 11 orang calon panelis terlatih selama seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 9. Contoh scoresheet rangkaian seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 1. b. Pelatihan Panelis Terlatih Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kemampuan panelis dalam membedakan atribut tekstur. Atribut tekstur yang dilatih meliputi kekerasan, kekenyalan dan kelengketan. Atribut tersebut sangat penting untuk mengevaluasi karakteristik fisik mi jagung secara subjektif, yang kemudian akan dibandingkan dengan pengukuran secara objektif menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Waktu pelaksanaan pelatihan ini telah disepakati oleh para calon panelis terlatih. Pelatihan panelis terdiri dari 8 kali pertemuan, pertemuan pertama merupakan pengenalan mengenai pengenalan leader pelatihan, tujuan penelitian, alokasi waktu pelatihan, dan gambaran umum pelatihan panelis yang akan dilaksanakan. Berdasarkan kesepakatan, maka pelatihan panelis dilaksanakan pada hari Senin pukul WIB dan Jumat pukul WIB. Pertemuan kedua meliputi pengenalan berbagai jenis mi. Jenis mi yang digunakan pada pelatihan antara lain mi kering terigu komersil, mi instan terigu komersil, mi kering jagung substitusi 35%, dan mi kering jagung 100%. Panelis kemudian diminta untuk mendeskripsikan karakteristik beberapa jenis mi tersebut dan pada pertemuan ini disamakan persepsi mengenai kekerasan, kekenyalan, dan kelengketan serta cara pengujiannya. Pertemuan ketiga dilakukan penentuan reference untuk atribut tekstur. Reference merupakan kontrol dalam melakukan penilaian sampel untuk atribut tekstur. Penentuan reference dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kemiripan dengan sampel yang akan diuji dan konsistensi serta kemudahan diperoleh. Oleh karena itu, pemilihan reference dilakukan pada beberapa jenis mi komersil, dengan pertimbangan bahwa mi komersil dapat dipertahankan konsistensinya serta mudah diperoleh. Beberapa jenis mi yang digunakan antara lain mi kering terigu A, mi kering terigu B, mi kering terigu C, dan mi kering 48

63 terigu D. Berdasarkan hasil diskusi para panelis, maka ditetapkan bahwa mi kering terigu B merupakan reference untuk pengujian sampel. Hasil diskusi pada pertemuan ketiga tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil diskusi pertemuan ketiga pada pelatihan panelis Jenis Mi Deskripsi Atribut Kekerasan Kekenyalan Kelengketan Mi jagung 100% Keras Tidak kenyal Lengket Mi kering terigu A Sedikit keras Sedikit kenyal Lengket Mi kering terigu B Agak keras Sedikit kenyal Sedikit lengket Mi kering terigu C Tidak keras Kenyal Agak lengket Mi kering terigu D Tidak keras Agak kenyal Lengket Pertemuan keempat meliputi latihan skala pada scoresheet uji yang akan digunakan untuk pengujian sampel mi jagung dan penentuan skala penilaian terhadap reference. Latihan skala ini dilakukan dengan simulasi pengujian pada booth yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi untuk menyamakan persepsi. Scoresheet uji yang digunakan untuk latihan skala dapat dilihat pada Lampiran 10. Pertemuan kelima sampai pertemuan kedelapan merupakan ulangan dari pertemuan keempat. Beberapa ulangan ini bertujuan melatih konsistensi panelis sehingga mampu meningkatkan kepekaan panelis dalam membedakan atribut tekstur yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. c. Uji Organoleptik Mi Jagung Pengujian organoleptik dilakukan pada sampel mi basah dan mi kering jagung native serta mi basah dan mi kering jagung HMT yang sudah dimasak. Mi basah jagung dimasak selama 30 detik, sedangkan mi kering jagung dimasak selama 3 menit 30 detik berdasarkan hasil pengukuran waktu pemasakan optimum. Contoh scoresheet uji yang digunakan dalam pengujian tertera pada Lampiran 10. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi atribut tekstur, yaitu kekerasan, kekenyalan, dan kelengketan. Panelis terlatih diminta menilai dan memberikan skor untuk atribut tekstur tersebut. Data-data hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 11, sedangkan uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran

64 Nilai Kekerasan Nilai Kekerasan Berdasarkan hasil pengujian, panelis menilai kekerasan mi basah jagung native pada skor 7,36 atau keras, sedangkan mi basah jagung HMT dinilai oleh panelis pada skor 5,36 atau agak keras/agak lunak. Penurunan nilai kekerasan ini menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung jagung HMT berpengaruh dalam mengurangi kekerasan mi basah jagung. Kekerasan mi kering jagung native dinilai oleh panelis pada skor 8,09 atau berada diantara keras dan sangat keras, sedangkan mi kering jagung HMT dinilai pada skor 6,82 atau berada diantara agak keras/agak lunak dan keras. Nilai kekerasan mi kering jagung native dan mi kering jagung HMT memiliki perbedaan yang nyata, sehingga dapat terlihat bahwa secara organoleptik kekerasan mi jagung kering dapat dikurangi dengan substitusi tepung jagung HMT. Grafik nilai kekerasan mi jagung dapat dilihat pada Gambar 18 dan ,36 a 5,36 b Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 18. Nilai kekerasan mi basah jagung secara organoleptik ,09 a 6,82 b Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 19. Nilai kekerasan mi kering jagung secara organoleptik 50

65 Nilai Kekenyalan Nilai Kekenyalan Atribut tekstur lain yang diuji adalah kekenyalan. Berdasarkan hasil pengujian, nilai kekenyalan mi basah jagung native dan mi basah jagung HMT menunjukkan perbedaan yang nyata. Skor mi basah jagung native dinilai pada 4,82 atau berada diantara tidak kenyal dan agak kenyal/agak tidak kenyal, sedangkan mi basah jagung HMT dinilai pada 6,18 atau berada diantara agak kenyal/agak tidak kenyal dan kenyal. Grafik nilai kekenyalan mi jagung dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada mi kering jagung native dan mi kering jagung HMT. Nilai kekenyalan mi kering jagung native berbeda nyata dengan mi kering HMT. Skor mi kering jagung native dinilai oleh panelis pada 5,00 atau agak kenyal/agak tidak kenyal dan mi kering jagung HMT pada 6,00 atau agak kenyal/agak tidak kenyal. Substitusi tepung jagung HMT secara organoleptik dinilai dapat meningkatkan kekenyalan mi jagung, baik basah maupun kering ,18 b 4,82 a Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 20. Nilai kekenyalan mi basah jagung secara organoleptik ,00 b 5,00 a Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 21. Nilai kekenyalan mi kering jagung secara organoleptik 51

66 Nilai Kelengketan Nilai Kelengketan Atribut tekstur yang juga dilakukan evaluasi secara organoleptik adalah kelengketan mi. Sesuai dengan hasil kesepakatan tim panelis terlatih, kelengketan mi dinilai dengan memperhatikan kelengketan antar mi, kelengketan pada tangan, dan ketika dikunyah. Grafik nilai kelengketan mi jagung dapat dilihat pada Gambar 22 dan ,36 a 4,82 b Basah Natif Basah HMT Jenis Mi Jagung Gambar 22. Nilai kelengketan mi basah jagung secara organoleptik ,45 a 4,55 b Kering Natif Kering HMT Jenis Mi Jagung Gambar 23. Nilai kelengketan mi kering jagung secara organoleptik Berdasarkan hasil pengujian, kelengketan mi basah jagung native dan mi basah jagung HMT memiliki perbedaan yang nyata (α=0,05). Kelengketan mi basah jagung native dinilai oleh panelis pada skor 6,36 atau berada diantara agak lengket/agak tidak lengket dan lengket, sedangkan mi basah jagung HMT dinilai pada skor 4,82 atau berada diantara tidak lengket dan agak lengket/agak 52

67 tidak lengket. Hasil tersebut menunjukkan bahwa substitusi tepung jagung HMT secara nyata dapat menurunkan kelengketan mi jagung. Substitusi tepung jagung HMT pada mi kering jagung juga secara nyata dapat menurunkan kelengketan mi. Mi kering jagung native dinilai oleh panelis pada skor 5,45 atau agak lengket/agak tidak lengket, sedangkan mi kering jagung HMT dinilai pada skor 4,55 atau berada diantara tidak lengket dan agak lengket/agak tidak lengket. Hasil analisis fisik mi jagung, berupa atribut tekstur kekerasan, kekenyalan, dan kelengketan baik secara objektif (pengukuran profil tekstur) maupun subjektif (uji organoleptik) menunjukkan bahwa substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan nilai kekerasan, meningkatkan kekenyalan, dan menurunkan kelengketan secara nyata (α=0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa substitusi tepung jagung HMT berpengaruh positif terhadap kualitas mi jagung baik basah maupun kering. Selanjutnya, mi basah dan mi kering jagung dilakukan uji penerimaan konsumen untuk melihat bagaimana penerimaan konsumen terhadap produk ini. C. PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK OLAHAN MI JAGUNG Informasi mengenai penerimaan konsumen terhadap produk mi jagung sangat penting untuk mengingat mi jagung merupakan produk yang relatif baru dan ditujukan untuk dapat dijadikan alternatif pengganti mi terigu komersil. Responden dalam uji penerimaan konsumen ini diberikan kuisioner yang berisi pertanyaan mengenai data umum responden, perilaku konsumsi mi responden, dan penerimaan responden terhadap produk olahan mi jagung. Contoh kuisioner pada uji penerimaan ini dapat dilihat pada Lampiran Data Umum Responden Jumlah responden pada uji penerimaan konsumen ini adalah sebanyak 175 orang. Sebagian besar responden adalah perempuan (58,86%), berusia tahun (77,14%), dan berpendidikan SMA (49,71%). Responden didominasi pelajar/mahasiswa (69,71%) dan memiliki rata-rata pengeluaran per bulan sebesar 53

68 Jumlah Responden (%) Rp (41,71%). Secara rinci, data umum keseluruhan responden dapat dilihat pada Lampiran Perilaku Konsumsi Mi Responden Informasi mengenai perilaku konsumsi mi responden yang dapat diperoleh dari uji konsumen ini berupa data frekuensi konsumsi mi responden per minggu, faktor penentu konsumsi mi, dan atribut mutu yang penting menurut responden. Seperti terlihat pada Gambar 24, sebagian besar (57,14%) responden mengkonsumsi mi sebanyak <2 kali setiap minggunya, sedangkan sebesar 37,14% responden mengkonsumsi mi sebanyak 3-4 kali per minggu. Sebagian kecil responden mengkonsumsi mi sebanyak 5-7 kali per minggu (4,00%) dan >7 kali per minggu (1,72%) ,14% 37,14% 4,00% 1,72% < 2 kali 3-4 kali 5-7 kali > 7 kali Gambar 24. Frekuensi konsumsi mi responden per minggu Konsumen memiliki pertimbangan tersendiri dalam mengkonsumsi mi. Gambar 25 menunjukkan diagram faktor penentu yang membuat responden memutuskan untuk mengkonsumsi mi. Faktor yang menjadi alasan konsumen dalam mengkonsumsi mi paling banyak karena kualitas atau mutu mi itu sendiri (35%), kemudian karena harganya (30%). Selain itu, pertimbangan lain dari konsumen adalah karena mi dapat dijadikan sebagai pengganti makanan pokok (17%) serta kemudahan dalam memperolehnya (13%), dan 5% untuk jawaban lainnya. 54

69 Jumlah Responden (%) Pengganti pangan pokok 17% Lainnya 5% Kualitas/ Mutu mi 35% Harga terjangkau 30% Kemudahan membeli 13% Gambar 25. Faktor penentu konsumsi mi Gambar 26 menunjukkan atribut mutu mi yang dianggap penting oleh responden. Berdasarkan diagram tersebut, ternyata atribut mutu rasa merupakan atribut mutu yang dianggap paling penting untuk sebagian besar responden (74,86%). Selanjutnya, atribut aroma (12,00%), tekstur (9,71%), dan terakhir adalah warna (3,43%). Walaupun atribut warna menduduki posisi terendah, mi jagung yang memiliki keunggulan karena tidak diberi tambahan pewarna diharapkan mampu menjadi alternatif mi terigu komersial. Hal ini dapat didukung dengan rasa mi yang bisa ditingkatkan dengan pengolahan, sehingga rasa yang enak dan keunggulan mi jagung dapat meningkatkan penerimaan konsumen ,86% 12,00% 3,43% 9,71% Rasa Aroma Warna Tekstur Gambar 26. Atribut mutu mi yang penting menurut responden 3. Penerimaan Responden terhadap Produk Olahan Mi Jagung Bagian ketiga dari kuisioner uji penerimaan konsumen ini diawali dengan pertanyaan mengenai pengetahuan responden terhadap mi jagung, apakah 55

70 Jumlah Responden (%) responden pernah mendengar atau mengenal mi jagung. Seperti terlihat pada Gambar 27, sebanyak 66,29% dari 175 responden menyatakan bahwa belum pernah mendengar atau mengetahui mi jagung. Hal ini karena mi jagung merupakan produk baru dan belum tersosialisasi secara menyeluruh di masyarakat. Akan tetapi, sebanyak 33.71% dari seluruh responden menyatakan telah mengetahui mi jagung. Pengetahuan responden didapatkan dari pameran, hasil penelitian serta sosialisasi yang telah dilakukan di lingkungan sekitar kampus IPB, karena sebagian besar responden merupakan mahasiswa atau masyarakat sekitar lingkar kampus IPB. Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai penerimaan responden terhadap produk olahan mi jagung, yaitu mi basah jagung diolah menjadi mi ayam dan mi kering jagung diolah menjadi mi bakso. Responden diminta menilai tingkat kesukaan terhadap produk olahan mi jagung yang disajikan serta tingkat kesesuaian mi jagung yang diolah menjadi produk tersebut, memberikan pendapat mengenai alternatif produk olahan lain yang sesuai untuk mi jagung, dan memberikan pendapat apakah mi jagung ini dapat menggantikan mi terigu komersil. Responden menilai secara terpisah produk olahan yang dibuat dari mi basah jagung native, mi basah jagung HMT, mi kering jagung native, dan mi kering jagung HMT. Hal ini dilakukan untuk dapat membandingkan bagaimana tingkat penerimaan responden terhadap keempat jenis mi jagung tersebut. 66,29% Ya 33,71% Tidak Gambar 27. Pengetahuan responen terhadap mi jagung 56

71 a. Mi Basah Jagung pada Produk Mi Ayam Tingkat kesukaan responden terhadap produk olahan mi basah jagung dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar 29. Gambar 28 menunjukkan tingkat kesukaan responden pada produk olahan mi basah jagung native. Apabila dibandingkan dengan tingkat kesukaan responden terhadap produk olahan mi basah jagung HMT (Gambar 29), ternyata responden yang menyatakan suka pada kedua jenis mi jauh lebih tinggi daripada responden yang menyatakan pada level lebih rendah ( agak suka, biasa saja, agak tidak suka, dan tidak suka ). Akan tetapi, responden yang menyukai produk olahan mi basah jagung native (69,12%) lebih banyak dibandingkan dengan mi basah jagung HMT (60%). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung jagung HMT tidak banyak mempengaruhi tingkat kesukaan pada mi basah jagung. Biasa saja 18% Agak tidak suka 3% Tidak suka 1% Agak suka 9% Suka 69% Gambar 28. Tingkat kesukaan responden terhadap mi basah jagung native pada produk olahan mi ayam Biasa saja 20% Agak suka 20% Suka 60% Gambar 29. Tingkat kesukaan responden terhadap mi basah jagung HMT pada produk olahan mi ayam 57

72 Jumlah Responden (%) Seperti terlihat pada Gambar 30, menurut sebagian besar responden (93,98%) mi basah jagung sesuai apabila diolah menjadi mi ayam. Hanya sebagian kecil dari responden yang menyatakan mi basah jagung tidak sesuai jika diolah menjadi mi ayam, yaitu sebesar 6,02%. Selain menilai tingkat kesukaan dan kesesuaian, responden juga diminta untuk memberikan pendapat mengenai alternatif lain dalam mengolah mi jagung. Seperti terlihat pada Gambar 31, mi basah jagung dapat diolah menjadi mi goreng (39%), soto mi (35%), toge goreng (16%), dan lainnya seperti ifu mi dan spageti (10%). Selain itu, sebagian besar responden (87,34%) menyatakan bahwa mi basah jagung dapat digunakan sebagai alternatif pengganti mi terigu komersial, seperti diilustrasikan pada Gambar ,98% Ya Tidak 6,02% Gambar 30. Tingkat kesesuaian mi basah jagung yang diolah menjadi mi ayam Lainnya 10% Soto mi 35% Mi goreng 39% Toge goreng 16% Gambar 31. Alternatif produk olahan mi basah jagung menurut responden 58

73 Jumlah Responden (%) ,34% 40 12,66% 20 0 Ya Tidak Gambar 32. Tingkat kesesuaian mi basah jagung sebagai alternatif mi terigu komersial b. Mi Kering Jagung pada Produk Mi Bakso Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada mi basah jagung, substitusi tepung jagung HMT dapat meningkatkan tingkat kesukaan responden terhadap produk olahan mi kering jagung. Seperti terlihat pada Gambar 33, responden yang menyatakan suka pada produk olahan mi kering jagung native sebesar 43%. Responden yang menyatakan biasa saja sebanyak 38% dan sisanya (19%) menyatakan agak suka. Biasa saja 38% Suka 43% Agak suka 19% Gambar 33. Tingkat kesukaan responden terhadap mi kering jagung native pada produk olahan mi bakso Responden yang menyatakan suka pada produk olahan mi kering jagung HMT, yaitu sebesar 55% (Gambar 34). Angka ini lebih besar dibandingkan dengan responden yang menyatakan suka pada produk olahan mi kering jagung native (43%). Akan tetapi, keduanya menunjukkan bahwa responden yang 59

74 Jumlah Responden (%) menyatakan suka lebih banyak daripada yang menyatakan tingkat kesukaannya pada level yang lebih rendah ( agak suka, biasa saja, agak tidak suka, dan tidak suka ). Responden yang menyatakan agak suka sebanyak 21%, biasa saja sebanyak 17%, agak tidak suka sebanyak 4%, dan sisanya sebanyak 3% menyatakan tidak suka. Biasa saja 17% Agak tidak suka 4% Tidak suka 3% Agak suka 21% Suka 55% Gambar 34. Tingkat kesukaan responden terhadap mi kering jagung HMT pada produk olahan mi bakso Seperti diilustrasikan pada Gambar 35, sebagian besar responden (92,31%) menyatakan bahwa mi kering jagung sesuai apabila diolah menjadi mi bakso, hanya 7,69% dari responden yang menyatakan tidak sesuai. Selain menilai tingkat kesukaan dan kesesuaian, responden juga diminta untuk memberikan pendapat mengenai alternatif lain dalam mengolah mi jagung ,31% Ya Tidak 7,69% Gambar 35. Tingkat kesesuaian mi kering jagung yang diolah menjadi mi bakso 60

75 Jumlah Responden (%) Seperti terlihat pada Gambar 36, mi kering jagung dapat diolah menjadi soto mi (38%), mi goreng (34%), toge goreng (22%), dan lainnya seperti ifu mi dan spageti (6%). Selain itu, sebagian besar responden (84,81%) menyatakan bahwa mi kering jagung dapat digunakan sebagai alternatif pengganti mi terigu komersial, seperti diilustrasikan pada Gambar 37. Lainnya 6% Mi goreng 34% Soto mi 38% Toge goreng 22% Gambar 36. Alternatif lain untuk produk olahan mi kering jagung menurut responden ,81% 40 15,19% 20 0 Ya Tidak Gambar 37. Tingkat kesesuaian mi kering jagung sebagai alternatif mi terigu komersial 61

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim. Menurut Noble dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanaman jagung yaitu jagung hibrida dan jagung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F24103133 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA A Jagung Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rerumputan/graminae. Terdapat tiga varietas jagung yang populer di Indonesia yaitu BISI, Pioneer, dan NK (Takdir

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG HEAT MOISTURE TREATED (HMT) INFLUENCE ON CORN FLOUR GELATINIZATION PROFILES Oke Anandika Lestari 1), Feri Kusnandar 2) dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah

Lebih terperinci

Pati ubi kayu (tapioka)

Pati ubi kayu (tapioka) Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat 18 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2010 di Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Rekayasa Proses

Lebih terperinci

Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles

Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles Oke Anandika Lestari* 1, Feri Kusnandar 2, Nurheni

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN PENGEMBANGAN MI JAGUNG INSTAN DENGAN TEKNIK PENGERINGAN OVEN. Oleh Angga Andrian Asri Wijaya F

SKRIPSI KAJIAN PENGEMBANGAN MI JAGUNG INSTAN DENGAN TEKNIK PENGERINGAN OVEN. Oleh Angga Andrian Asri Wijaya F SKRIPSI KAJIAN PENGEMBANGAN MI JAGUNG INSTAN DENGAN TEKNIK PENGERINGAN OVEN Oleh Angga Andrian Asri Wijaya F24103074 2010 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Penelitian mengenai bahan pangan pokok selain beras sudah banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae).

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung 2.1.1. Klasifikasi dan Struktur Biji Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang termasuk ke dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Durian Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of Fruits ini termasuk dalam famili Bombaccaceae

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Jagung putih merupakan salah satu tanaman pangan yang masih ditanam di beberapa daerah di Indonesia. Produksi jagung putih cukup melimpah karena dapat diproduksi hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung 1. Jenis Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman biji bijian dari keluarga rumput rumputan (Graminae). Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kadar protein tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris) Walur (Amorphopallus campanulatus var sylvestris) merupakan tanaman dari famili Araceae. Tanaman walur mempunyai daun tunggal

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING. Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F

SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING. Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F24104026 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa sianoglukosida

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa sianoglukosida TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu Ubi kayu atau kasava (Manihot utilisima) merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah tropis khususnya diindonesia. Ubi kayu merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada lahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 1'f-:r1' ""3 tg:j;j SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN Oleh JUNIAWATI F02499093 2003 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci