BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntunan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya (Agustiani, 2006). Penyesuaian diri pada prinsipnya yaitu suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal (Desmita,2009). Penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dalam diri maupun dari lingkungan sehingga dapat kesemimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan, dan tercipta keselarasan antara individu dengan realitas kehidupan (Ghufron & Risnawita, 2010). Pengertian luas penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang di tuntut dari individu tidak hanya mengubah kelakuanya dalam menghadapi kebutuhan kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan di mana seseorang hidup, akan 14 14

2 15 tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam macam kegiatan mereka. Mustafa Fahmi (Desmita, 1977) Kualitas penyesuaian yang penting adalah dinamisme atau potensi untuk berubah. Penyesuaian terjadi kapan individu menghadapi kondisi kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Penyesuaian juga tampil dalam bentuk menyesuaikan kebutuhan psikologis seseorang dengan norma norma budaya (Hollander, 1981). Penyesuaian mancangkup belajar untuk menghadapi keadaan baru melalui perubahan dalam tindakan atau sikap. Sepanjang hidupnya individu akan mengadakan perubahan periulaku, karena memang seseorang dihadapkan pada kenyataan dirinya maupun lingkunganya yang terus berubah. Derlega & Janda (Desmita, 1978) Penyesuaian diri adalah konformitas yaitu menyesuaikan sesuatu dengan prinsipnya (Sunarto H, 2008). Penyesuaian diri ialah kemampuan individu untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya,sehingga individu merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkunganyannya (Willis, 2010). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu atau cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya dalam usaha manusia untuk menguasai perasaan yang tidak menyenangkan atau tekanan akibat dorongan kebutuhan,usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan

3 16 dan tuntutan lingkungan dan usaha menyelaraskan hubungan individu dengan realistis yang mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami dalam dirinya. 2. Faktor-faktor Penyesuaian Diri Menurut Sunarto (Agung Hartono, 2008) Faktor faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri antara lain yaitu: a. Kondisi-kondisi fisik (keturunan,konstitusi fisik, susunan saraf kelenjar, system otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya. b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan interlektual, sosial, moral, dan emosional. c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajar, pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi dan konflik. d. Kondisi lingkungan khususnya keluarga dan lingkungan sosial. e. Penentu cultural/budaya, termasuk agama. Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor penyesuaian diri yaitu: Kondisi-kondisi fisik (keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf kelenjar, system otot, kesehatan,penyakit dan sebaagainya). Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional, penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajar, pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi dan konflik,

4 17 kondisi lingkungan khususnya keluarga dan lingkungan sosial, penentu cultural/budaya, termasuk agama. 3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Desmita (2009) antara lain: a. Kematangan Emosional 1) Kemantapan suasana kehidupan emosional 2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain 3) Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelanya 4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri b. Kematangan Intelektual 1) Kemampuan mencapai wawaasan diri sendiri 2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamanya 3) Kemampuan mengambil keputusan 4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan c. Kematangan Sosial 1) Keterlibatan dalam partipasi sosial 2) Kesediaan kerja sama 3) Kemampuan kepemimpinan 4) Sikap toleransi 5) Keakraban dalam pergaulan d. Tanggung Jawab 1) Sikap produktif dalam mengembangkan diri

5 18 2) Melakukan perencanaan dan melaksanakanya secara fleksibel 3) Sikap altrulisme,empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal 4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur 5) Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar system nilai 6) Kemampuan bertindak independen Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber (Desmita, 1984) yaitu: a. Persiapan terhadap realitas Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikanya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistic sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai. b. Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan Individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami. c. Gambaran diri yang positif Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga individu dapat merasakan kenyamanan psikologis. d. Kemampuan mengekpresikan emosi dengan baik Individu dapat mengekpresikan emosi dengan baik dan mampu melakukan control emosi yang baik.

6 19 Schneiders (Desmita, 2006) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek sebagai berikut: a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan Aspek pertama menekankan kepada adanya control dan ketenangan emosi individu yang memngkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali,tetapi lebih kepada control emosi ketika menghadapi situasi tertentu. b. Mekanisme pertahanan diri yang minimal Aspek kedua ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk di capai. c. Frustasi personal yang minimal Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk

7 20 mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan megorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang lebih baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik. e. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkna pengalaman masa lalu Penyesuaian normal yang ditunjukan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stress. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaianya. f. Sikap realistic dan objektif Sikap yang realistic dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Daripendapat ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab.

8 21 B. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Lauster (2003) mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan akan kemampuan diri sendiri, sehingga individu tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Kepercayaan diri menurut Walgito (dalam Supratiknya, dkk., 2000) adalah kepercayaan seseorang kepada kemampuan yang ada dalam kehidupannya. Penulis mencoba menyimpulkan kepercayaan diri sebagai keyakinan akan kemampuan diri dalam kehidupan seseorang dalam menerima kenyataan sehingga dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif dan mandiri. Menurut Lauster (2003), kepercayaan diri pada seseorang dapat dilihat pada aspek kemandirian, optimis, tidak mementingkan diri sendiri dan toleran, yakin akan kemampuan diri sendiri, memiliki ambisi yang wajar, dan tahan menghadapi cobaan. Menurut Lauster (1994), rendahnya kepercayaan diri akan mengakibatkan seseorang cenderung menilai negatif kemampuan diri sendiri, sehingga segala potensi yang ada pada dirinya menjadi tidak teraktualisasikan. Individu yang mempunyai kepercayaan diri rendah kurang mampu untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, yang akan mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengemukakan perasaan, pendapat, ide secara lisan atau verbal kepada orang lain. Elis & Harpa (Bierman dkk, 1987)

9 22 Budiono (1995) menyatakan bahwa rasa percaya diri sangat berguna untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Menurut Ghifari (2003) kepercayaan diri merupakan modal utama untuk mencapai sukses serta dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan kompetitif. Bloom (1985) menyatakan bahwa individu dengan kepercayaan diri tinggi tidak akan merasa ragu-ragu untuk mengekspresikan segala perasaan, pikiran, pendapat dan idenya secara langsung, jujur dan terbuka terhadap orang lain tanpa takut dinilai jelek atau salah. Hal senada diungkapkan oleh Waterman (Kumara, 1988) bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi selalu menilai positif dalam menghadapi segala hal. Menurut Yacinta (1993) kepercayaan diri diperlukan agar seseorang bisa merasa aman atau terbebas dari rasa takut terhadap situasi atau orang-orang di sekitarnya. Brenneche dan Amich (1978) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu perasaan yang cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan individu lain dalam menentukan standar karena ia selalu dapat menentukan standarnya sendiri. Walgito (2000) menjelaskan bahwa kepercayaan diri berawal dari tekad diri untuk melakukan sesuatu dalam hidup sesuai dengan batas-batas keinginan dan kemampuan pribadi. Seseorang yang yakin dengan kemampuan diri akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri,

10 23 mengetahui apa yang dibutuhkan dalam hidup, dan mampu melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan atau harapan-harapannya. Angelis (2002) menambahkan jika yakin pada diri sendiri maka tantangan hidup apapun akan dihadapi. Memiliki keyakinan berarti percaya diri untuk menerjang segala kekhawatiran dan pantang menyerah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan sebagai tekad diri yang terbina dari keyakinan dalam jiwa sebagai manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan kesediaan melakukan untuk berbuat sesuatu dan pantang menyerah. 2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri Lauster (2003), menjabarkan aspek-aspek kepercayaan diri sebagai berikut: a. Yakin akan kemampuan diri sendiri Yakin akan kemampuan diri sendiri diartikan sebagai merasa tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain dan tidak mudah untuk terpengaruh orang lain. Angelis (2002), menambahkan individu yang percaya diri akan berani menghadapi tantangan dalam kehidupannya. b. Optimis Optimis, yaitu memiliki pandangan dan harapan positif tentang dirinya. Sikap optimis dapat memacu kekuatan seseorang untuk beraktivitas dalam tingkatan yang lebih baik, sehingga sikapnya menjadi positif dan terbuka. Individu yang optimis mempunyai

11 24 kemauan untuk bekerja dan belajar agar tercapai tujuan yang diharapkan. c. Mandiri Mandiri yaitu tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan tugas. Sikap mandiri mendorong seseorang untuk tidak menggantungkan harapan kepada orang lain. Walgito (2000) menjelaskan bahwa individu yang mandiri tidak suka meminta bantuan orang lain dan tidak mengandalkan dukungan dari orang lain dalam melakukan suatu kegiatan. Kemandirian didukung keyakinan terhadap kemampuan diri, yaitu merasa tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. d. Tidak mementingkan diri sendiri dan toleran Tidak mementingkan diri adalah sikap murni seseorang tanpa tujuan untuk mendapatkan balasan sama sekali, sedangkan individu yang mempunyai toleransi akan mengenali kemampuan dan keterbatasan dirinya, kemampuan dan keterbatasan orang lain serta perbedaan potensi pribadi antar individu. Walgito (2000) menambahkan bahwa toleransi berarti memahami dan menerima perbedaan orang lain dengan dirinya dan mengerti kekurangan yang ada pada dirinya serta dapat menerima pandangan dari orang lain.

12 25 e. Memiliki ambisi yang wajar Ambisi adalah dorongan untuk mencapai hasil yang diperlihatkan dan dihargai oleh orang lain untuk mempertinggi rasa harga diri dan memperkuat kesadaran atas diri sendiri. Angelis (2002) menjelaskan bahwa keyakinan diri adalah kepercayaan terhadap potensi dalam diri untuk menghadapi berbagai kekhawatiran dan terus berusaha untuk maju. f. Tahan menghadapi cobaan Orang dalam kehidupannya selalu menghadapi banyak persoalan atau cobaan yang tidak dapat dihindari. Tidak sabar, menilai rendah kemampuan diri sendiri merupakan beberapa sikap yang tidak tepat digunakan ketika seseorang di hadapkan pada berbagai tekanan sehingga dapat menurunkan kepercayaan dirinya. 3. Faktor-faktor Kepercayaan Diri Walgito (2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran seseorang tentang keadaan dirinya sendiri (Buss dalam Supratiknya, 2000). Konsep diri akan terbentuk dengan adanya interaksi dengan lingkungan, khususnya lingkungan sosialnya. Orang yang mempunyai konsep diri positif akan lebih percaya diri dan menghargai dirinya serta dapat melihat hal-hal yang positif demi keberhasilannya di masa depan.

13 26 b. Harga diri Dalam bermasyarakat orang akan selalu berhubungan dengan individu lain sebagai makhluk sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain akan terbina saling menghargai antara individu satu dengan lainnya di samping juga menghargai diri sendiri. Dengan menghargai diri sendiri dan orang lain secara positif dan cukup baik akan terbentuk kepercayaan diri yang positif juga. c. Sikap Dalam berinteraksi seseorang akan menimbulkan sikap saling mempengaruhi dan saling memberikan stimulus dan respon terhadap yang lain, sehingga akan terbentuk gambaran-gambaran tertentu mengenai seseorang atau orang lain. Dengan gambaran-gambaran tersebut maka akan terbentuk sikap-sikap tertentu. Apabila sikap penerimaan yang diterima positif maka akan membantu membentuk kepercayaan diri yang baik bagi orang tersebut. d. Lingkungan Terbentuknya kepercayaan diri adalah melalui perkembangan kepribadian, yaitu dalam berintertaksi dengan lingkungan. Sikap lingkungan terhadap diri seseorang akan membentuk kepercayaan diri seseorang. Jadi hubungan individu dengan orang-orang yang ada di sekitarnya merupakan hal yang penting dalam membentuk kepercayaan dirinya.

14 27 Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah: a. Kondisi fisik Kondisi fisik seseorang dapat menimbulkan perasaan percaya diri berkembang lebih kuat namun ada juga yang kurang kuat berkembang. Apabila rasa percaya dirinya kurang berkembang, hal lain ini tergantung seorang dalam mengatasi kelemahanya. b. Cita-cita Seseorang yang bercita-cita normal akan memiliki kepercayaan diri karena tidak ada perlunya untuk menutupi kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan. c. Sikap hati-hati Seseorang yang percaya diri tidaklah bersikap hati-hati secara berlebihan. d. Pengalaman Pengalaman seseorang dalam kehidupan dapat membentuk rasa percaya diri sehingga mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa factorfaktor yang mempengaruhi kepercayaan diri pada seseorang yaitu konsep diri, harga diri, sikap, lingkungan, kondisi fisik, cita-cita, sikap hati-hati, dan pengalaman. Penulis akan menggunakan faktor kepercayaan diri

15 28 C. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa indonesia dikenal dengan nama: lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Mentaly Handicaped, Mentally Retardid. Anak unagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi fisik, intelektual, sosial, emosi dan gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita juga disebut dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti pendidikan secara klasikal, oleh karen itu anak keterbelakangan mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya ( di bawah normal ), sehingga untuk meneliti tugas perkembanganya memerlukan bantuan atau layanan secara sepesifik, termasuk dalam program pendidikanya ( Bratanata, 1979).

16 29 Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika : (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematanganya terhambat ( Kirk, 1970). Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikategorikan tunagrahita apabila kecerdasanya secara umum di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembanganya (Hallanhan dan Kauffman, 1986) 2. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan mental ringan, sedang, berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat artifical karena kegiatanya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari suatu level ke level berikutnya bersifat kontinum. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler ( WISC ). a. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara menurut Binet,sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ Mereka masih dapat belajar membaca, menulisn dan berhitung sederhana. b. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut dengan imbesil. Kelompok ini memiliki IQ pada skala Binet, dan menurut SkalaWeschler

17 30 (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan Mental Age (MA) sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. c. Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara menurut Skala Binet dan antara menurut skala weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut skala binet dan IQ di bawah 24 menurut skala weschler (WISC). Kemampuan mental atau mental age (MA) maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakanganya ( sumber : Blake, 1976 ) Tabel 1 IQ Level keterbelakangan Stanford Binet Skala Weschler Ringan Sedang Berat Sangat Berat >19 >24 3. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Suppes (1974) menjelaskan bahwa kognisi merupakan bidang yang luas yang meliputi semua ketrampilan akademik yang berhubungan dengan wilayah persepsi. Messen, Conger, dan Kagan ( 1947 )

18 31 menjelaskan bahwa kognisi paling sedikit terdiri dari lima proses yaitu : (1) Persepsi, (2) Memori, (3) Pemunculan ide ide, (4) evaluasi, (5) penalaran. Proses-proses itu meliputi sejumlah unit yaitu sekema, gambaran, simbol, konsep, dan kaidah-kaidah. Zaenal Alimin (1993) melaporkan hasil penelitian mengenai kecepatan merespon anak tunagrahita terhadap gambar yang tidak lengkap. Pada umumnya anak tunagrahita yang memiliki mental age (MA) kurang lebih 6,5 tahun memiliki performance yang hampir sama dengan anak normal berumur 6 tahun, dalam mengenali gambar yang tidak lengkap.perbedaanya terletak pada kecepatan menjawab soal, anak terkadang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan anak normal. Disamping itu anak tunagrahita tidak mampu memanfaatkan informasi ( isyarat ) yang ada untuk menjawab soal-soal dan tidak memiliki strategi dalam menyelesaikan tugas itu. D. Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita Pengertian Ibu Ibu adalah seseorang yang mencintai anaknya di dunia ini. Pengorbananya untuk anak sungguh luar biasa. Bahkan sebesar apapun pengorbananya yang anak lakukan untuk ibu, itu tidak ada bandingnya dengan pengorbanan seorang ibu. Ibu adalah tempat bersandar anak di saat anak sedang terpuruk dalam menjalani hidup ini.

19 32 Orang tua adalah pengertian umum dari seseorang yang melahirkan anak, orang tua biologis. Orang tua yang telah mengasihi anak, memelihara anaknya sedari kecil. Menurut Thamrin Nasution orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari hari di sebut sebagai ibu dan bapak. Menurut Harlock orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa,terutama dalam masa perkembanganya. E. Hubungan Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Diri Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita sedang Ibu adalah seseorang yang paling mencintai anak di dunia ini. Pengorbananya untuk anak sungguh luar biasa. Bahkan sebesar apapun pengorbananya yang anak lakukan untuk beliau, itu tidak ada bandingnya dengan pengorbanan seorang ibu. Ibu adalah tempat bersandar anak di saat anak sedang terpuruk dalam menjalani hidup ini. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi fisik, intelektual, sosial, emosi dan gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Anak tunagrahita sedang disebut dengan imbesil. Kelompok ini memiliki IQ pada skala Binet, dan menurut SkalaWeschler (WISC). Anak

20 33 terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan Mental Age (MA) sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. Ibu yang memiliki anak tunagrahita mereka merasakan kecewa, terpukul, tidak percaya diri dan bahkan mereka tidak bisa untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan disekitarnya. Ibu yang memiliki anak tunagrahita takut jika anaknya kelak akan di sepelekan bahkan akan dikucilkan di lingkungan sekitarnya. Itulah yang membuat ibu anak tunagrahita masih menutup diri. Menurut Lauster (2003) Kepercayaan Diri adalah merupakan salah satu ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan akan kemampuan diri sendiri, sehingga individu tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Hambly ( 1987) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai keyakinan individu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginanya dan didasarkan pada cara pandang individu terhadap dirinya, bagaimana individu mengetahui kamampuan dan kelemahanya, bagaimana individu menerima kekurangan dan kelebihanya, bagaimana individu menyesuaikan diri dengan lingkunganya serta cara individu menyelesaikan permasalahan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Ibu yang memiliki anak tunagrahita kehilangan kepercayaan diri karena mereka takut jika anaknya tidak di terima di masyarakat sekitar. Ibu yang

21 34 memiliki anak tunagrahita cenderung menutup diri dengan orang orang di lingkungan sekitarnya. Sehingga mempengaruhi kepercayaan dirinya. Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntunan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya (Agustiani, 2006). Penyesuaian diri pada prinsipnya yaitu suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal. Ibu yang memiliki anak tunagrahita juga penyesuaian dirinya dengan lingkungan sekitar terganggu karena takut dengan keadaan anaknya yang tidak normal dan tidak bertumbuh seperti anak normal pada umumnya. Ibu yang memilik anak tunagrahita lebih menutup diri kepada lingkungan sekitarnya. Ibu anak tunagrahita tentu saja memiliki kepercayaan diri, jika rasa kepercayaan diri dari ibu anak tunagrahita rendah maka akann mempengaruhi penyesuaian dirinya di lingkungan sekitarnya dan kehidupan sehari harinya. Dan jika ibu yang memiliki anak tunagrahita memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka dalam penyesuaian dirinya terhadap lingkungan dan kehidupan sehari harinya tidak ada permasalahan. Jadi disini kepercayaan diri itu

22 35 mempengaruhi penyesuaian terhadap lingkungan sekitar dan kehidupan sehari hari. F. Kerangka Berfikir IBU ANAK TUNAGRAHITA KEPERCAYAAN DIRI PENYESUAIAN DIRI Yakin akan kemampuan diri sendiri Optimis Mandiri Tidak mementingkan diri sendiri dan toleran Kematangan emosional Kematangan intelektual Kematangan sosial Tanggung jawab Memiliki ambisi yang wajar Tahan menghadapi cobaan Gambar 1 Kerangka Berfikir

23 36 G. Hipotesis Berdasarkan teori teori yang telah dikemukakan, penelitian mengajukan hipotesis : ada hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian diri ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua orang tua. Manakala harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan, allah lah yang menentukan segalanya,

Lebih terperinci

KEPERCAYAAN DIRI PADA ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA

KEPERCAYAAN DIRI PADA ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA KEPERCAYAAN DIRI PADA ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA Reny Listiyaningsih Triana Noor Edwina Dewayani Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

: Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA

: Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA Nama Mata Kuliah : Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA Sebutan anak yang mengalami keterbatasan integrasi dan ketidakcakapan dalam interaksi

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari anggota keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak-anak. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Taylor 2009). Menurut Croker, Kowalski, dan Graham dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Taylor 2009). Menurut Croker, Kowalski, dan Graham dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Coping Dan Strategi Coping Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kemampuan sumber daya kita (Lazarus

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada persoalan, pengajar/ dosen, sarana prasarana serta media pembelajaran. Masalah pembelajaran jauh lebih kompleks

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap makhluk memiliki keterbatasan baik itu pengetahuan, daya pikir, daya nalar dan daya kreativitas. Ada pula keterbatasan kemampuan fisik dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. mentally defective, mentally handicapped, mental subnormality,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. mentally defective, mentally handicapped, mental subnormality, BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kerangka Teori 1. Anak Tunagrahita Ada beberapa istilah untuk menyebut anak tunagrahita, yaitu mental illness, mental retardation, mental retarded, mental deficiency,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami hakekat penyesuaian diri Mampu menjelaskan ciri penyesuaian diri yang efektif Mampu merefleksikan derajat penyesuaian diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan oleh keluarga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA 84 BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Penyesuaian diri Penyesuaian diri merupakan suatu tindakan, di mana individu bisa menerima keadaan lingkungan sekitarnya, baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya

BAB II LANDASAN TEORI. keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Menurut Lauster (2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam 1 MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA A. Pengertian Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang lamban,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi tentu akan dilalui oleh setiap manusia yang hidup di abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi yang pemenangnya sangat

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal, namun anak anak yang memiliki keterbelakangan mental juga

BAB I PENDAHULUAN. normal, namun anak anak yang memiliki keterbelakangan mental juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani pada dasarnya bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai Alternatif Kelulusan 1. Pengertian Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kecerdasan Salah satu peneliti tentang kecerdasan manusia adalah Prof. Howard Gardner yang merupakan seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005). Penyesuaian adalah usaha menusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia, BAB. II LANDASAN TEORITIS A. Mahasiswi Yang Menggunakan Jilbab Syar i 1.Pengertian Mahasiswa Pengertian mahasiswa menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Salah satu bentuk interaksi ditandai ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial INSTRUMEN SKALA Variabel: Kepercayaan Diri

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial INSTRUMEN SKALA Variabel: Kepercayaan Diri Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial INSTRUMEN SKALA Variabel: Kepercayaan Diri A. Skala Saifuddin Azwar (2012: xvii) mengemukakan bahwa, skala merupakan perangkat pertanyaan yang disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupanya tidak akan terlepas dari pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupanya tidak akan terlepas dari pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupanya tidak akan terlepas dari pendidikan. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dimulai sejak manusia dilahirkan sampai tutup usia, sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap anak terlahir dengan pertumbuhan dan perkembangannya masingmasing. Keduanya berjalan seiringan, menurut Witherington (Desmita) mengungkapkan bahwa

Lebih terperinci

Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi

Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi PENGUKURAN PSIKOLOGI Peristilahan Tes Penilaian Ujian Assesmen Pengukuran Evaluasi Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi Pengukuran psikologi mengandung makna diagnostik

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Minat 1. Pengertian Minat yaitu suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciriciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat disebut dengan Anak laur biasa yaitu anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat disebut dengan Anak laur biasa yaitu anak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan wujud dari keturunan yang sangat diharapkan oleh orang tua dan sebagai penerus generasi bangsa dan agama. Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepercayaan Diri 2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berfungsi untuk mendorong individu dalam meraih kesuksesan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Diadakannya layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan karena adanya

Lebih terperinci