KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek merupakan karya saya dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang diperoleh atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lainnya disebutkan di dalam teks serta dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, November 2010 Mardanih NRP G

3 ABSTRACT MARDANIH. Characteristics of One Dimensional Photonic Chrystal Sensor with Two Defect Rods. Supervised by HUSIN ALATAS and IRZAMAN. Numerical simulations of electromagnetic wave propagation inside a one dimensional photonic crystal with two defect rods are presented. The simulations were carried out by applying Finite Difference Time Domain method to solve the corresponding Maxwell s equations. It also use Perfectly Matched Layer as a boundary condition of computational domain. The result shows linear dependence of time average energy density with respect to the variation of second defect refractive index, which can be potentially used for refractive index sensing platform. On the other hand, a non-linear dependence of time average energy density is obtained by varying the radius of the second defect. Keyword: Photonic Crystal, FDTD, PML, Optical Sensor

4 RINGKASAN MARDANIH. Karakteristik Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS dan IRZAMAN. Sebuah sensor akan bekerja jika ada interaksi yang kuat antara sensor dengan bahan yang akan diuji. Namun demikian, keterbatasan yang muncul adalah bahwa sensor hanya mampu bekerja pada material uji yang spesifik dengan batas pengukuran hanya pada range tertentu saja, sehingga diperlukan suatu sensor dengan kesensitifan tinggi serta kemampuan pengukuran yang dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan. Guna pengoptimalan kinerja sensor serta penghematan biaya, maka diperlukan langkah awal yang tepat dalam pembuatan disain struktur sensor. Salah satu disain yang optimal adalah dengan menggunakan struktur pilar dielektrik yang tersusun secara periodik satu dimensi di dalam suatu batang dengan bahan dielektrik yang berbeda. Struktur sensor disusun menggunakan sebelas pilar dengan defek berada pada pilar ke-4 dan ke-8. Metode komputasi yang digunakan adalah metode Finite Different Time Domain (FDTD). Optimasi kinerja sensor dapat dilakukan dengan mengatur besarnya jari-jari defek yang kedua. Dapat diketahui bahwa untuk jarijari pilar reguler sebesar 600 nm, kenaikan nilai indeks bias defek ke-2 akan menghasilkan kenaikan nilai rapat energi rata-rata untuk defek berjari-jari 800 nm pada interval indeks bias 1,33 sampai 1,45. Sedangkan untuk jari-jari pilar reguler 500 nm, kesensitifan sensor pada interval indeks bias 1,30 sampai 1,45 diperloeh jika jari-jari pilar kedua dibuat pada ukuran 400 nm dan 500 nm. Penurunan rapat energi rata-rata secara umum terjadi dengan memvarisikan jari-jari rod defek pada kisaran 300 nm hingga 800 nm. Dengan kesensitifan dan beberapa variasi yang dapat dilakukan, disain alat ini dapat diaplikasikan sebagai sensor berbasis indeks bias. Kata Kunci: Kristal Fotonik, FDTD, PML, Sensor Optik

5 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta Dilindingi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pandidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 KARAKTERISTIK SENSOR OPTIK KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN DUA PILAR DEFEK MARDANIH Tesis Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

7 Judul Tesis Nama NRP : Karakteristik Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek : Mardanih : G Disahkan oleh, Komisi Pembimbing Dr. Husin Alatas Ketua Dr. Ir. Irzaman, M.Si. Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Agus Kartono Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

8 Karya ini penulis persembahkan untuk ananda tercinta, Jauza Mumtaz Kazhimah, yang baru saja lahir pada 9 November 2010 lalu. Semoga kelak menjadi generasi yang senantiasa istiqomah di atas kebenaran.

9 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala rahmat dan nikmat darinya sehingga dengan sifatnya yang Rahim penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tersampaikan atas suri tauladan terbaik, Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam yang telah membawa umat pada jalan yang lurus. Tesis dengan judul Karakteristik Sensor Optik Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Dua Pilar Defek ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Megister Sains Biofisika pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan lamanya penelitian berkisar antara Oktober 2009 sampai Juni Pokok pembahasan tesis ini difokuskan pada pembuatan disain struktur sensor berupa sebelas pilar periodik satu dimensi di dalam lempeng dielektrik dengan menggunakan metode Finite Different Time Domain (FDTD). Optimasi kinerja sensor dilakukan dengan memberikan variasi indeks bias dan panjang jarijari pada salah satu pilar defek. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Ibu tercinda yang senantiasa memberikan nasihat berharga kepada penulis, Istriku tercinta yang selalu memberikan motivasi spiritual kepada penulis, Dr. Husin Alatas dan Dr. Ir. Irzaman, M.Si selaku komisi pembimbing, Rekan- Rekan Biofisika angkatan I dan II sebagai wadah berbagi ilmu pengetahuan, Teguh Puja Negara dan Hendradi Hardienata selaku Tim Riset Fotonik Kristal, semua Dosen dan Staf Departemen Fisika IPB yang telah memberikan kontribusi sangat besar kepada penulis dalam pelaksanaan akademis di kampus, serta Rekan- Rekan divisi Teori IPB. Tak lupa, penulis juga mohon maaf atas segala salah dan khilaf yang pernah diperbuat. Demi kemajuan, saran dan kritik bagi penulis akan selalu terbuka guna pencapaian yang lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Bogor, November 2010 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukatani Bekasi pada tanggal 15 Februari 1985 oleh pasangan Ayah tercinta, Bonen (alm) dan Ibu tercinta, Odah. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Penulis tamat SD hingga SLTP di Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi. Kemudian melanjutkan studi di SMUN1 Cikarang Utara. Penulis memperoleh beberapa penghargaan studi di tingkat SLTP dan SMU diantaranya sebagai juara umum selama studi di SLTP dan SMU, peringkat II dalam Olimpiade Fisika se- Bekasi, dan Peringkat II Siswa Teladan tingkat SMU se-kabupaten Bekasi. Setelah tamat SMU, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan mengambil Program Studi S1 Fisika FMIPA. Selama kuliah, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum dan Asisten Dosen di beberapa mata kuliah diantaranya Asisten Praktikum Fisika TPB tahun , Asisten Praktikum Kimia TPB tahun , Asisten Dosen mata kuliah Gelombang tahun 2007, Asisten Dosen mata kuliah Fisika Modern tahun 2007, dan Korektor tugas-tugas mata kuliah Fisika Kuantum tahun Penulis juga pernah aktif sebagai Kepala Divisi Keilmuan di Himpunan Mahasiswa Fisika IPB tahun Penulis menyelesaikan program S1 pada bulan Pebruari 2008 dengan predikat sangat memuaskan serta mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik Fisika IPB. Setelah itu, kemudian penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil program studi Biofisika. Semua administrasi perkuliahan penulis disponsori oleh program Beasiswa Unggulan Dikti. Semua aktivitas yang dilakukan oleh penulis berdasarkan pada motto Hidup itu Harus Kerja Keras dan Bermanfaat.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR. xxiii DAFTAR TABEL. xxvi DAFTAR LAMPIRAN.. xxvi DAFTAR PUBLIKASI.. xxvi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kristal Fotonik Sensor Optik Persamaan Maxwell Finite Different Time Domain (FDTD) FDTD dalam Dua Dimensi Perfectly Matched Layer (PML) 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Peralatan Metode Penelitian Studi Pustaka Disain Struktur Fotonik dan Pembuatan Program Analisis Output. 21

12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Visualisasi Disain dan Spesifikasi Sensor Distribusi Medan Listrik E z di Dalam Sensor Pengukuran Kinerja Sensor Perbandingan dengan Beberapa Sensor Optik Lainnya BAB V KESIMPULAN Kesimpulan Penelitian Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA.. 37 LAMPIRAN. 41 PUBLIKASI

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Contoh struktur kristal fotonik berdasarkan periodisitasnya. (a) Satu dimensi. (b) Dua dimensi. (c) Tiga dimensi... Klasifikasi sensor dengan mengacu pada enam enam sumber sinyal. Contoh susunan sensor optik dalam aplikasi pengukuran konsentrasi larutan gula. Evolusi waktu terhadap medan elektromagnetik yang dibangun oleh persamaan Maxwell di dalam domain ruang dengan syarat batas tertentu. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c t dan menembus penampang seluas A. Variabel c adalah kecepatan cahaya (m/s) dan t adalah interval waktu (s)... Saling berselang antara medan E dan H di dalam ruang dan waktu pada formulasi FDTD. Untuk menghitung H y (k + 1/2), nilai E x tetangga pada k dan k + 1 diperlukan. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan E x (k + 1) juga memerlukan nilai H y pada k +1/2 dan k + 1 ½... Susunan ruang dari variabel-variabel medan di dalam FDTD untuk kasus TE dua dimensi... Implementasi PML ABC untuk FDTD dua dimensi dengan kasus polarisasi TE Struktur kristal fotonik asimetri satu dimensi dengan dua sel defek. D 1 adalah defek pertama sedangkan D 2 adalah defek kedua. E i adalah medan datang, E r medan pantul dan E t medan transmisi Gambar 10. Model biosensor optik kristal fotonik satu dimensi yang

14 tersusun atas sebelas pilar dielektrik di dalam lempeng dielektrik. Pilar ke-4 dan dan ke-8 diberikan defek... Gambar 11. Planewave dirambatkan dalam medium hampa dengan batas domain komputasi berukuran 100 x 50. Tampak bahwa medan listrik Ez berubah terhadap waktu. Pada batas medium tidak terjadi efek pemantulan disebabkan oleh adanya PML yang menyerap gelombang saat melewati batas domain komputasi.. Gambar 12. Penampang struktur berdasarkan perbedaan nilai permitivitas bahan. Visualisasi ini berfungsi untuk mengecek kesesuaian antara disain struktur dengan coding. Gambar 13. Mekanisme perambatan medan listrik E z di dalam sensor pada saat memasuki time step ke-301, 750, 1136 dan 2827 (saat 2,508x10-2 ps, 6,250 x10-2 ps, 9,467 x10-2 ps dan 2,356 x10-2 ps). Sensor menggunakan jari-jari regular 600 nm dan jari-jari defek 800 nm. Indeks bias defek ke-2 sebesar 1,40.. Gambar 14. Distribusi medan listrik di dalam sensor optik setelah proses perambatan selama 260,5 ps. Defek kedua mengandung bahan material dengan indeks bias 1,40 Gambar 15. Perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input dan output. Indeks bias defek kedua sebesar 1.4, pilar regular berjari-jari 600 nm Gambar 16. Perubahan rapat energi pada posisi output (bagian kanan sensor) terhadap waktu. Jari-jari defek ke nm dengan indeks bias 1,45. Jari-jari pilar reguler 500 nm. Integrasi grafik ini akan mendapatkan nilai rapat energi rata-rata output sebesar nj/m... Gambar 17. (a) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi indeks bias defek ke-2 untuk jari-jari defek 300 nm (dot kotak) dan jari-jari defek 800 nm (dot lingkaran). (b) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi jari-jari defek ke-2 dengan nilai indeks bias 1.4. Sensor didisain dengan menggunakan pilar regular berjari-jari 600 nm

15 Gambar 18. Perubahan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias untuk disain sensor menggunakan jari-jari pilar reguler sebesar 500 nm. (a) Sensor bekerja dengan kesensitifan yang baik jika menggunakan defek dengan jari jari 400 nm atau 500 nm. (b) Sensor tidak dapat bekerja secara efektif jika menggunakan jari-jari defek 600 nm, 700 nm dan 800 nm.. Gambar 19. (a) Pergeseran nilai transmitansi (T ω ) terhadap lebar defek " untuk d / 4 2 = mλ untuk m = 3 (garis padat), m = 3.1 (garis 0 putus-putus) dan m = 3.2 (garis titik-titik) untuk M = 8, N = 10 dan L = 2. M dan N adalah jumlah segman grating " dengan hubungan N = M + L. (b) Nilai T ω untuk d = mλ 3 / dengan kombinasi bilangan segmen M = 8, N = 10 dan L = 2 (garis padat); M = 9, N = 12 dan L = 3 (garis putus-putus); M = 11, N = 16 dan L = 5 (garis titik-titik). (c) Perubahan nilai transmitansi yang bergantung secara linier terhadap perubahan indeks bias defek n 2 untuk parameter M = 11, N = 16 dan L = 5... Gambar 20. Skema sensor jarak dengan menggunakan fotonik kristal dua dimensi. Struktur tersusun atas pilar-pilar yang dikondisikan sebagai pandu gelombang (waveguide)

16 DAFTAR TABEL Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik 8 Halaman DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir penelitian Lampiran 2. Program coding untuk mensimulasikan proses perambatan gelombang elektromagnetik di dalam struktur sensor dengan menggunakan metode FDTD... Lampiran 3. Proses pengukuran nilai rapat energi rata-rata W DAFTAR PUBLIKASI Halaman PROCEEDING The 4 th Asian Physics Symposium 2010 (APS 2010), Bandung 57

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai gelombang elektromagnetik memiliki cakupan yang sangat luas di berbagai aspek. Dasar pengetahuan tentang gejala kelistrikan dan kemagnetan menjadi salah satu pondasi pokok dalam mendukung perkembangan teknologi modern seperti televisi, radio, telepon genggam, sistem komunikasi satelit, sistem radar, generator listrik, komputer dan lain sebagainya. Dengan demikian fenomena elektromagnetik memiliki dampak yang begitu besar terhadap kemajuan masyarakat. Pemahaman mengenai fenomena elektromagnetik dikaji menggunakan teori medan elektromagnetik yang merupakan studi interaksi antara muatan listrik dalam keadaan diam maupun bergerak. Fenomena interaksi anatara muatan listrik tersebut erat kaitannya dengan keberadaan medan listrik dan medan magnet yang kesemuanya dijelaskan oleh Persamaan Maxwell. Dalam cakupan yang berbeda, fenomena kelistrikan dan kemagnetan berhubungan dengan pembahasan mengenai gelombang elektromagnetik dalam interaksinya dengan material, atau biasa disebut dengan istilah fotonika. Fotonika sebagai pendorong untuk inovasi teknologi dan device masa depan. Kondisi ini berkembang dengan sangat cepat sehingga untuk terus mendukungnya dibutuhkan suatu industri yang kokoh. Namun demikian, guna perancangan yang lebih optimal sebelum melakukan pabrikasi divais tertentu dibutuhkan suatu pemodelan secara teoritik. Untuk itu perlu dipelajari kerangka pemodelan yang bisa melingkupi kebutuhan untuk mendisain divais tersebut. Studi menarik salah satu divais berbasis fotonik adalah mengenai biosensor. Biosensor yang dimaksud dalam tesis ini adalah sensor dengan kemampuan membedakan nilai indeks bias pada bahan larutan biologi yang secara umum memiliki indeks bias pada kisaran 1,3 sampai 1,45. Dengan adanya perilaku-perilaku yang khas dari sebuah gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan material yang dikondisikan sesuai kebutuhan tertentu, sangat

18 2 memungkinkan untuk membuat model biosensor optik berbasis fotonik kristal. Adapun biosensor optik yang akan dimodelkan dalam penelitian ini adalah berupa biosensor optik kristal fotonik satu dimensi dengan menggunakan metode finite different time domain atau FDTD. 1.2 Perumusan Masalah Sebuah sensor akan bekerja jika ada interaksi yang kuat antara sensor dengan bahan yang akan diuji. Namun demikian, keterbatasan yang muncul adalah bahwa sensor hanya mampu bekerja pada material uji yang spesifik dengan batas pengukuran hanya pada range tertentu saja. Hal ini dapat kita jumpai pada beberapa sensor berbasis kimia seperti sensor gula darah, sensor ph dan lain-lain. Untuk itu diperlukan adanya suatu sensor yang memiliki kemampuan yang lebih optimal dengan batas pengukuran yang lebih besar serta nilai kesensitifan yang lebih tinggi. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan adalah biosensor berbasis fotonik. Sensor ini bekerja dengan melandaskan pada perilaku gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan medium dielektrik dengan indeks bias tertentu. Dengan berdasarkan pada perbedaan nilai indeks bias dari suatu materi, maka sangat memungkinkan untuk membuat suatu biosensor yang berbasis fotonik. Namun demikian, permasalahan yang sering muncul dalam pemodelan sebuah divais fotonik adalah dalam hal menentukan syarat batasnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses pemodelan, maka dibutuhkan suatu bahan khayal yang mampu untuk menyerap semua radiasi foton hasil pemantulan yang tidak bermanfaat sedemikian sehingga mekanisme yang terjadi sesuai dengan harapan. Material tersebut dikenal dengan istilah perfectly matched layer (PML). 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menerapkan metode finite different time domain dalam aplikasi yang lebih luas, khususnya dalam pemodelan biosensor berbasis optik. 2. Mengkaji perilaku gelombang elektromagnetik ketika berinteraksi dengan larutan dan material biologi. 3. Membuat model sensor optik kristal fotonik satu dimensi.

19 3 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sebuah model disain sensor optik kristal fotonik satu dimensi dengan tingkat kesensitifan yang tinggi. Setelah penelitian ini diharapkan akan ada proses berikutnya, yaitu berupa pabrikasi untuk membuat sensor secara lebih riil. Dari penelitian diperoleh informasi mengenai dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui biosensor optik yang telah didisain, sehingga dengan mengetahui mekanisme yang terjadi diharapkan akan sangat membantu memasuki tahap pabrikasi. Selain itu, informasi-informasi fisis lainnya seperti indeks bias film dan substrat, tebal penampang sensor, panjang gelombang yang digunakan, dan informasi lainnya akan mendukung proses pembuatan model agar diperoleh hasil yang optimal. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menganalisis dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui struktur sensor optik kristal fotonik. Studi mengenai mekanisme ini dilakukan secara numerik melalui pemodelan dangan memanfaatkan metode finite different time domain (FDTD). Dari informasi yang diperoleh kemudian dianalisis guna mendapatkan model sensor dengan kemampuan yang optimal. Dengan memahami mekanisme yang terjadi, diharapkan kedepannya akan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik yang baru dengan kemampuan kerja yang lebih baik.

20 4

21 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kristal Fotonik Kristal fotonik merupakan kumpulan lapisan medium optik dengan struktur yang tersusun secara alami maupun buatan dengan modulasi periodik berdasarkan nilai indeks bias. Beberapa medium optik yang digunakan sebagai bahan memiliki sifat yang khas sehingga mampu memberikan keuntungan untuk sejumlah aplikasi (IA. Sukhiovanov, 2009). 1 Berdasarkan periodisitasnya, kristal fotonik dibagi menjadi tiga macam, yaitu Kristal fotonik satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Kristal fotonik satu dimensi memiliki permitivitas dengan periodisasi dalam satu dimensi saja. Sebagai contoh beberapa kristal fotonik dapat diberikan Bragg grating yang secara luas digunakan sebagai reflektor dalam permukaan ruang yang pemancar laser. Selain itu, beberapa struktur juga digunakan sebagai lapisan antirefleksi yang dapat menurunkan nilai reflektansi permukaan serta digunakan untuk meningkatkan kualitas lensa. 1 Kristal fotonik dua dimensi memiliki permitivitas dengan periodisasi dalam aarah dua dimensi, adapun arah yang ke tiga dalam kondisi seragam. Contoh yang dapat ditemukan di alam adalah pola pada sayap kupu-kupu dan corak warnanya yang disebabkan oleh refleksi cahaya dari mikrostruktur sayap. Adapun kristal fotonik tiga dimensi, permitivitasnya memiliki periodisasi dalam arah tiga dimensi. Di alam, struktur tiga dimensi paling banyak dijumpai pada batu-batu barharga yang digunakan sebagai perhiasan. 1,2 Gambar 1. Contoh struktur kristal fotonik berdasarkan peroidisitasnya. (a) Satu dimensi, (b) Dua dimensi, (c) Tiga dimensi (IA. Sukhiovanov, 2009)

22 6 Ketika cahaya mengenai lapisan, masing-masing permukaan merefleksikan sebagian dari medan. Jika ketebalan dari masing-masing lapisan dipilih untuk nilai yang sesuai, medan yang direfleksikan akan berkombinasi di dalam fase, menghasilkan interferensi konstruktif, dan reflektansi yang kuat, yang disebut sebagai refleksi Bragg. Telah dibuktikan bahwa hamburan Bragg dalam struktur dielektrik periodik menjadi penyebab munculnya Photonic Band Gap (PBG). 3 Ketika periodisitasnya dirusak oleh adanya defek dalam kristal fotonik, lokalisasi modus defek akan muncul di dalam PBG karena perubahan interferensi dari cahaya yang disebut Photonic Pass Band (PPB) (O. Schmidt et.al, 2007) Sensor Optik Sensor bekerja dengan cara mengubah sinyal-sinyal dari sumber energi yang berbeda-beda menjadi sinyal listrik. 5 Sumber energi utama dapat berupa magnet, kimia, radiasi, proses mekanik maupun suhu sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2. Salah satu sumber penting untuk diukur oleh sensor adalah sumber sinyal radiasi atau optik. Dalam hal ini, diperlukan suati sensor optik yang bekerja dengan cara mengubah sinyal-sinyal radiasi gelombang elektromagnetik ke dalam sinyal listrik. Sebagai contoh adalah sensor gambar yang bekerja dengan cara mengubah sinyal berupa gambar ke dalam sinyal-sinyal listrik berupa arus ataupun tegangan. 5 Beberapa parameter penting dalam sensor optik antara lain pencitraan warna, gambar, polarisasi sinar, panjang gelombang, luminance, intensitas cahaya, pemantulan (refleksi), dan indeks bias. Gambar 2. Klasifikasi sensor dengan mengacu pada enam sumber sinyal (GCM Meijer, 2008)

23 7 Gambar 3. Contoh susunan sensor optik dalam aplikasi pengukuran konsentrasi larutan gula (M.Rahmat, 2009) Selama tiga dekade terakhir, bagian sensor optik untuk pengukuran terhadap indeks bias menjadi objek penelitian yang sangat menarik, dan hingga saat ini masih menjadi pondasi beberapa teknologi baru. Aplikasi dari sensor berbasis indeks bias sejauh ini masih berorientasi pada pengukuran gas dan larutan sebagai objek, sebagai contoh adalah pengukuran beberapa parameter seperti suhu, kelembaban, komposisi kimia dan biosensing. Dalam perkembangannya, sensor optik memasuki wilayah pengukuran yang lebih luas seperti deteksi DNA, protein, interaksi antibody-antigen, sel dan bakteri. 6 Sensor optik memiliki beberapa komponen utama untuk aplikasi pengukuran antara lain sumber cahaya, sensor, bahan yang akan diuji, detector cahaya, analisator (komponen elektronik), dan alat baca (komputer atau alat ukur listrik). 7 Hal ini seperti diilustrasikan pada Gambar Persamaan Maxwell Gelombang elektromagnetik merambat lurus dalam suatu ruang hampa dengan kecepatan konstan 8 c = 2,99 x 10 m/s. Gelombang elektromagnetik akan mengalami refraksi ketika merambat melalui dua medium dengan indeks bias yang berbeda. Saat mengalami refraksi, gelombang terjadi pergeseran panjang gelombang yang nilainya bergantung pada perbedaan indeks bias dari medium mula-mula ke medium yang dituju oleh gelombang. Gelombang elektromagnetik dibagi menjadi beberapa spektrum berdasarkan perbedaan panjang gelombangnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

24 8 Tabel 1. Spektrum gelombang elektromagnetik Secara umum gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial parsial seperti pada Persamaan 1. 8 u t u x = c 2 2 Besaran u = u( x, t) merupakan fungsi posisi dan waktu. Variable u sendiri adalah medan tertentu yang bekerja pada gelombang yang secara umum memiliki solusi u( x, t) = F( x + ct) + G ( x ct) (2)) dengan F dan G merupakan fungsi sembarang yang dapat memenuhi Persamaan (2). Variabel x adalah posisi (dalam meter) dan t adalah waktu (dalam sekon). (1))

25 9 Gambar 4. Evolusi waktu terhadap medan elektromagnetik yang dibangun oleh persamaan Maxwell di dalam domain ruang dengan syarat batas tertentu. (Berenger, 2007) Gambar 4 mengilustrasikan perubahan medan listrik dan medan magnet yang terdapat pada gelombang elektromagnetik ketika berevolusi terhadap waktu pada posisi (domain) tertentu dengan menggunakan penjabaran oleh Persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell sendiri merupakan persamaan diferensial parsial yang dipenuhi oleh jumlah solusi yang tidak terbatas. Akan tetapi hanya ada satu solusi yang dapat memenuhi dua kondisi tambahan berikut: 1. Kondisi awal (initial conditions), dimana medan listrik dan magnet memiliki kondisi awal yang diketahui di dalam ruang yang telah ditentukan pada waktu awal. 2. Kondisi syarat batas (boundary conditions), dimana syarat batas tersebut berlaku pada medan listrik dan magnet pada setiap waktu ketika keseluruhan permukaan memasuki ruang yang telah diberikan. Meninjau betapa rumitnya fenomena kelistrikan dan kemagnetan yang tergabung dalam gelombang elektromagnetik, maka semua mekanisme yang terjadi dalam gelombang ini terangkum dalam empat buah persamaan yang popular dengan istilah persamaan Maxwell. Melalui keempat persamaan tersebut, pengkajian fenomena fisis yang terjadi ketika suatu gelombang elektromegnetik berinteraksi dengan lingkungan menjadi lebih mudah. Semua mekanisme yang terjadi di dalam kasus kelistrikan dan kemagnetan secara umum dijelaskan oleh empat persamaan Maxwell yang terbagi menjadi Hukum Ampere, Hukum Faraday, Persamaan Poisson dan persamaan kondisi kerapatan fluks magnetic solenoidal. 9

26 10 Hukum Ampere: D H = J + (3) t Hukum Faraday: B E = (4) t Persamaan Poisson: D = ρ (5) dan kondisi kerapatan fluks magnetik solenoidal B = 0 (6) Dalam hal ini, H adalah medan magnet (A/m), J kerapatan arus listrik (A/m 2 ), D merupakan rapat muatan (C/m 2 ), E medan listrik (V/m), B fluks magnetik (Tesla), ρ rapat muatan listrik (C/m 3 ), dan t variabel waktu (s). Selain itu, dikenal juga bentuk Persamaan (7) untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai medan magnet dan rapat muatan. B H = M ; D = ε0e + P (7) µ 0 Besaran µ 0 4π 10-7 = Vs/Am merupakan permeabilitas magnetik ruang hampa, -12 ε 0 = 8, As/Vm sebagai permitivitas ruang hampa. Permeabilitas dan permitivitas masing-masing mewakili karakteristik kemagnetan dan kelistrikan dari suatu medium ketika berinteraksi dengan medan magnet dan listrik. M adalah magnetisasi dan P adalah polarisasi. Di dalam ruang hampa, kecepatan cahaya adalah m/s. Selain itu kita akan membedakan material menjadi tiga macam yaitu material linier, isotropic dan nondispersif yang mengikuti relasi menurut Persamaan (8) B = µ H ; D = ε E (8) Untuk bahan konduktif terhadap listrik, sebuah medan listrik menyebabkan kerapatan arus J menurut Persamaan (9). J = σ E (9) Variabel σ merupakan nilai konduktivitas listrik suatu medium.

27 11 Gambar 5. Laju energi gelombang elektromagnetik yang menempuh jarak sebesar c t dan menembus penampang seluas A. Variabel c adalah kecepatan cahaya (m/s) dan t adalah interval waktu (s). Ketika merambat, laju energi gelombang elektromagnetik atau yang lebih dikenal dengan istilah vector pointing menyebar ke berbagai arah secaraa isotropik. Pola penyebaran dalam satu dimensi diilustrasikan pada Gambar 5. Vektor pointing memiliki nilai dan arah yang dapat dinyatakan sesuai Persamaan (10). 1 S = E B µ 0 (10) 2.4 Finite Different Time Domain (FDTD) Ketika tidak terdapat kerapatan arus listrik ( J = 0 ), bentuk Persamaan Maxwell bergantung waktu dalam persaman (3) dan (4) dapat 8, 10, 11 sebagai E 1 = H t ε 0 H 1 = E t µ 0 Variabel E dan H merupakan vektor tiga dimensi, sehingga secara umum Persaman (11a) dan (11b) masing-masing mewakili tiga persamaan. Untuk kasus satu dimensi (misalkan hanya menggunakan Persamaan (11a) dan (11b) menjadi E x H = t ε z 1 y 0 Ex dinyatakan dan (11a) (11b) H y ), (12a) H t y 1 E = µ z 0 x (12b)

28 12 Persamaan (12a) dan (12b) merupakan persamaan gelombang bidang dengan medan listrik terorientasi dalam arah sumbu x, medan magnet terorientasi dalam arah sumbu y, dan gelombang bergerak dalam arah sumbu z. Dengan mengambil pendekatan pada perbedaan pusat untuk turunan spasial dan temporal memberikan + n n ( ) ( ) 1 H y ( k + 1/ 2) H y ( k 1/ 2) x x = t ε x n 1/ 2 n 1/ 2 E k E k 0 (13a) n+ 1 n n+ 1/ 2 n+ 1/ 2 H y ( k + 1/ 2) H y ( k + 1/ 2) 1 Ex ( k + 1) Ex ( k) t µ x 0 (13b) Dalam dua persamaan ini, waktu ditandai dengan superskrip n yang berarti waktu berlangsung t = t. n. Kita harus mendiskritkan setiap variabel untuk memformulasikannya ke dalam komputer. Bentuk n + 1 berarti satu langkah waktu berikutnya. Bentuk subskrip lainnya menandakan jarak, k berarti bahwa jarak yang telah ditempuh z = x. k. Formulasi Persamaan (13a) dan (13b) mengasumsikan bahwa medan E dan H saling bertumpang tindih dalam ruang dan waktu. H menggunakan argument k dan k 1 2 untuk menandakan bahwa medan H diasumsikan terletak antara nilai medan E. Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 6. Demikian juga untuk superskrip n dan n 1 2 masing-masing menandakan bahwa peristiwa terjadi sangat cepat sesudah dan sebelum n. Gambar 6. Saling berselang antara medan E dan H di dalam ruang dan waktu pada formulasi FDTD. Untuk menghitung H y (k + 1/2), nilai E x tetangga pada k dan k + 1 diperlukan. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan E x (k + 1) juga memerlukan nilai H y pada k +1/2 dan k + 1 ½.

29 13 Dengan mengubah Persamaan (13a) dan (13b) ke dalam bentuk persamaan iterasi, serta membuat pengubah variabel berikut 0 = E (14) E ε µ 0 kemudian mensubtitusikannya, maka akan didapatkan Persamaan (15a) dan (15b) sebagai berikut: 1 t E + ( k) = E ( k) H ( k + 1/ 2) H ( k 1/ 2) (15a) n 1/ 2 n 1/ 2 n n x x y y ε x 0µ 0 1 t H ( k + 1/ 2) = H ( k + 1/ 2) E ( k + 1) E ( k) (15b) n+ 1 n n+ 1/ 2 n+ 1/ 2 y y x x ε x 0µ 0 Dengan memilih ukuran sel sebesar sebagai 0 x, interval waktu (time step) diformulasikan x t = (16) 2c variabel c 0 merupakan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa, sehingga didapat penyederhanaan 1 x x 2 c 1 µ ε 2 = 0 c0 = t x 0 0 (17) FDTD dalam Dua Dimensi 11 Dimulai dengan Persamaan Maxwell ternormalisasi yang sebelumnya telah digunakan untuk satu dimensi pada Persamaan (12a) dan (12b), maka dengan sedikit modifikasi diperoleh Persamaan (18a), (18b) dan (18c). D 1 = H t ε µ 0 0 (18a) H 1 = E t ε µ 0 0 (18b) D ( ω) = ε ( ω) E ( ω) (18c) r Dua grup vektor yang dapat dipilih antara lain mode transverse magnetic (TM) yang tersusun atas Ẽ z, H x, dan H y, atau mode transverse electric (TE) yang tersusun atas Ẽ, Ẽ dan x y H x.

30 14 Gambar 7. Susunan ruang dari variabel-variabel medan di dalam FDTD untuk kasus TE dua dimensi Dalam penelitian ini, penulis menggunakan mode transverse electric (TE). Dalam mode tersebut, Persamaan (18a) dan (18b) mengalami reduksi menjadi Persamaan (19a), (19b) dan (19c). D H z H = t ε µ x y H t t x H y 1 y x E z = ε y 0µ 0 1 E z = ε µ x 0 0 (19a) (19b) (19c) Ketiga persamaan di atas nantinya akan dijadikan dasar untuk melakukan simulasi dengan menggunakan metode FDTD. Namun demikian, ketiga persamaan itu terlebih dahulu harus diubah ke dalam bentuk iterasi menurut Persamaan (20a), (20b) dan (20c). n+ 1 2 n 1 2 n n D (, ) (, ) 1 H y ( i 1 2, j) H y ( i 1 2, j) z i j Dz i j + = t ε x 0µ 0 n n 1 H x ( i, j + 1 2) H x ( i, j 1 2) ε µ y 0 0 (20a)

31 15 n (, 1 2) n (, 1 2) 1 n + (, 1) n + H x i j + H x i j + Ez i j + Ez ( i, j) = t ε µ y n ( 1 2, ) n ( 1 2, ) 1 n + ( 1, ) n + H y i + j H y i + j Ez i + j Ez ( i, j) = t ε µ x (20b) (20c) Persamaan (20a), (20b) dan (20c) merupakan persamaan yang nantinya akan digunakan dalam simulasi. Sebagai bantuan, maka perlu memanipulasi ketiga persamaan tersebut dengan cara memasukkan Persamaan (21) berikut 11 x t =. (21) 2. c 0 Hubungan antara E z dan D z dalam ketiga persamaan tersebut sama seperti yang ditunjukan oleh Persamaan (18c) pada kasus satu dimensi yaitu D( ω) = ε ( ω) E ( ω). r Simulasi gelombang elektromagnetik dengan menggunakan metode FDTD di atas belumlah sempurna. Hal ini disebabkan masih adanya kemungkinan efek pemantulan gelombang oleh batas medium pada domain komputasi. Hal ini dapat menimbulkan gangguan terhadap gelombang sumber sehingga hasil perhitungan menjadi tidak akurat. Untuk itu diperlukan suatu medium khayal pada daerah batas domain komputasi yang mampu menyerap dan mengatenuasikan setiap gelombang yang melaluinya sehingga efek pemantulan pada boundary menjadi minimal atau bahkan tidak ada sama sekali. Adapun salah satu medium khayal yang cukup optimal untuk tujuan tersebut adalah perfectly matched layer (PML). 2.5 Perfectly Matched Layer (PML) 12 Teknik ini diperkenalkan oleh JP Berenger di tahun Pada teknik ini, domain komputasi dikelilingi oleh lossy material yang menyerap pemantulan yang tidak diinginkan sehingga medan mengalami decay secara eksponensial di dalam daerah PML. Metode ini hanyalah merupakan model matematika dengan tanpa medium dalam arti fisis. Impedansi gelombang disesuaikan pada batas antara daerah komputasi dan lapisan penyerap melalui pemisahan medan H z = H zx + H zy untuk TE dan Ez = Ezx + Ezy untuk TM, dan mengasumsikan

32 16 bahwa σ σ = dimana σ dan σ masing-masing merupakan konduktivitas ε µ elektrik dan magnetik. 10,11,12,13 Tujuan dari diciptakannya PML adalah untuk mengurangi galat yang terjadi dalam komputasi ketika gelombang elektromagnetik dirambatkan pada suatu medium tertentu. Dengan adanya PML pada bagian batas medium, kemungkinan terjadinya efek pemantulan gelombang pada syarat batas menjadi lebih kecil karena PML mampu mengatenuasikan gelombang yang sampai hingga sampai batas yang terkecil. Kondisi yang terjadi pada domain komputasi diharapkan sama seperti kondisi riil ketika gelombang elektromagnetik merambat pada ruang bebas. Di dalam lapisan PML, pembedaan eksponensial digunakan karena medan meluruh secara cepat sehingga perbedaan linier tidak cukup memadai. Mungkin terdapat sedikit pemantulan dari lapisan ini, akan tetapi medan terpantul merambat pada daerah PML ke arah daerah komputasi dan kemudian dilemahkan. Jika ketebalan lapisan PML cukup luas maka medan pemantulan balik selalu berada 10, 12, 14 pada amplitudo yang sangat kecil atau bahkan mendekati nol. Ekspresi untuk lapisan batas sekeliling domain komputasi untuk mode transverse electric (TE) adalah dengan mengambil medan magnet H dengan orientasi masing-masing pada sumbu x dan sumbu y, adapun medan listrik E pada sumbu z. Ketiga medan tersebut dinotasikan sebagai Dalam PML dua dimensi, medan listrik E zx dan H x, H y dan E z. E z dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu E zy. Hal ini bertujuan agar batas komputasi pada sudut-sudut ruang sepanjang PML terwakili 3,6. Dengan mengacu pada Persamaan Maxwell (tentang humum Ampere dan Hukum Faraday), maka didapat empat buah persamaan yang terangkum dalam Persamaan (22a), (22b), (22c) dan (22d). 13 H ( Ezx + Ezy ) x µ + σ yh x =, t y (22a) H y ( Ezx Ezy ) µ + σ x H y = +, t x E ε t zx H + σ xezx = x y, (22b) (22c)

33 17 E ε t zy H + σ yezy = y x, (22d) Di dalam komputasi, empat bentuk persamaan di atas diubah menjadi persamaan finite different sebagai berikut 13 : n+ 1 x ( ) * σ ( i 1 2, j) δ t µ + y H i + 1 2, j = e H i + 1 2, j n x ( ) ( + 1 2, + 1 2) + n zy ( + 1 2, + 1 2) ( ) n ( ) * σ ( 1 2, ) y i+ j δ t µ n+ + (1 e ) Ezx i j E i j * n σ y ( i + 1 2, j) δ Ezx i + 1 2, j 1 2 Ezy i + 1 2, j 1 2 n+ 1 y ( ) * σ ( i, j 1 2) δ t µ x + H i, j = e H i, j n y ( ) ( 1 2, + 1 2) + n zy ( 1 2, + 1 2) ( ) n ( ) * σ (, 1 2) x i j+ δ t µ n+ + (1 e ) Ezx i j E i j * n σ x ( i, j + 1 2) δ Ezx i + 1 2, j Ezy i + 1 2, j ( ) σ ( i 1 2, j 1 2) δt ε ( i + 1 2, j + 1 2) σ ( i 1 2, j 1 2) δt ε n+ 1 2 x + + n 1 2 zx zx ( ) E i + 1 2, j = e E i + 1 2, j x + + (1 e ) n H y i j + + H y i + j + σ δ x ( ) n (, 1 2) ( 1 2, 1 2) n+ 1 2 σ y ( i+ 1 2, j+ 1 2) δt ε n 1 2 zy zy σ ( i+ 1 2, j+ 1 2) δ t ε ( i + 1 2, j + 1 2) ( ) E i + 1 2, j = e E i + 1 2, j y (1 e ) n n H x ( i + 1 2, j + 1) + H x ( i + 1 2, j) σ δ y (23a) (23b) (23c) (23d) Di dalam daerah PML, konduktivitas magnetik dan elektrik disesuaikan sedemikian sehingga tidak akan ada efek pantulan pada lapisan ini. Kondisi impedansi gelombangnya disesuaikan menurut Persamaan (24) berikut σ e σ ε µ m = (24) Penggunakan PML tidak hanya melingkupi batas kanan, kiri, atas dan bawah saja, akan tetapi juga mencakup wilayah pertemuan dari tiap-tiap batas domain komputasi (dalam Gambar 8 diilustrasikan dengan wilayah berwarna hijau). Hal inilah yang menjadi keunggulan PML jika dibandingkan dengan syarat batas lainnya seperti periodik boundary condition (PBC) dan absorbing boundary condition (ABC) secara umum.

34 18 Gambar 8. Implementasi PML ABC untuk FDTD dua dimensi dengan kasus polarisasi TE. Gambar 8 menunjukan skema domain komputasi yang dikelilingi oleh PML. Tampak bahwa semua batas domain komputasi terselubungi oleh PML sedemikian sehingga ketika gelombang elektromagnetik masuk ke dalam PML akan langsung diserap sehingga efek pemantulan pada batas domain komputasi dapat dikurangi. Hal ini dapat dianalogikan dengan perambatan gelombang pada ruang bebas dan hanya ada struktur sensor kristal fotonik di bagian tengah ruang tersebut. Dengan kondisi ini, diharapkan hasil simulasi akan lebih mendekati kondisi yang sebenarnya.

35 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teori Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dengan pelaksanaan mulai dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010, dengan kegiatan meliputi penelusuran literatur melalui internet dan buku-buku, penelitian pendahuluan, pembuatan program, analisis output, pengolahan data dan penyusunan laporan. 3.2 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laptop menggunakan prosesor AMD Turion X-2 dual-core mobile technology CPU 2.00 GHz, 2,5 GB DDR2 of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemrograman Matlab 7.01 dari Mathwork, Inc. dan software Mathematica 7 sebagai pendukung. Selain itu, penulis juga menggunakan literatur pendukung lain yang dapat diakses melalui internet di laboratorium. 3.3 Metode Penelitian Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami prinsip kerja dari secara umum dari beberapa biosensor optik berbasis kristal fotonik. Sebagai pondasi dasar, studi pustaka juga dilakukan untuk mempelajari konsep-konsep dasar gelombang elektromagnetik yang diinterpretasikan melalui Persamaan Maxwell. Selain itu juga akan dipelajari mengenai beberapa metode komputasi terkait dengan mekanisme yang terjadi pada gelombang elektromagnetik. Secara khusus, metode komputasi yang dipelajari untuk mendukung penelitian ini adalah metode finite different time domain (FDTD).

36 Disain Struktur Kristal Fotonik dan Pembuatan Program Pembuatan program dengan menggunakan software Matlab 7.01 diperlukan untuk memudahkan pemodelan dan analisis secara numerik. Pada akhirnya, dengan pemodelan tersebut diharapkan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik kristal fotonik 1-D. Adapun metode numerik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode finite different time domain atau sering dikenal dengan singkatan FDTD. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode FDTD dua dimensi dengan mode transverse electric (TE). Dengan mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh H. Alatas et al (2006) mengenai kristal fotonik dengan struktur periodik berupa layer (lapisan) 15, penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model dengan kemiripan pola periodisitas dan defek. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan mengganti periodisitas layer menjadi struktur pilar (rod) yang tertanam dalam suatu lempeng (slab) dielektrik. Struktur berupa layer secara langkap dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10 merupakan disain struktur kristal fotonik yang dikaji dalam tulisan ini. Strukturnya tersusun atas lempengan (slab) dengan bagian tengahnya terdapat sebelas pilar (pilar) yang tersusun melintang sepanjang lempengan. Baik lempengan maupun pilar memiliki indeks bias tertentu. Bagian pilar ke-4 dan ke-8 diberi defek. Untuk selanjutnya masing-masing disebut sebagai defek ke-1 dan ke-2. Defek ke-1 berperan sebagai regulator dan defek ke-2 sebagai sensor yang dalam aplikasi riilnya dapat diisi dengan bahan-bahan tertentu yang nantinya akan diuji oleh sensor. Dalam hal ini bagian tersebut dapat diisi oleh protein, gula, jaringan, atau bahan-bahan biologi lainnya. Gambar 9. Struktur kristal fotonik asimetri satu dimensi dengan dua sel defek. D 1 adalah defek pertama sedangkan D 2 adalah defek kedua. E i adalah medan datang, E r medan pantul dan E t medan transmisi. (Alatas, H. et al, 2006)

37 21 Incident wave y defek 1 st defect 2 nd defect z x Gambar 10. Model sensor optik kristal fotonik satu dimensi yang tersusun atas sebelas pilar dielektrik di dalam lempeng dielektrik. Pilar ke-4 dan dan ke-8 diberikan defek. Dengan menggunakan disain struktur seperti pada Gambar 10, nantinya akan ada banyak parameter yang dapat diuji dalam penelitian. Di antaranya dapat melakukan pengujian dengan memvariasikan nilai indeks bias defek, mengubahubah ukuran diameter pilar, atau dengan mengganti posisi defek yang pada akhirnya diharapkan dengan disain tersebut diperoleh optimasi yang cukup tinggi dalam melakukan pengukuran Analisis Output Setelah output diperoleh, kemudian analisis dilakukan untuk memahami dinamika yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik dilewatkan melalui biosensor optik kristal fotonik 1-D yang disainnya telah ditentukan. Melalui analisis ini diharapkan kedepannya akan mampu untuk menghasilkan disain biosensor optik kristal fotonik 1-D dengan optimasi kerja yang lebih baik lagi. Dengan tinjauan teoritik yang sudah optimal, diharapkan kelak model biosensor ini akan dapat memasuki tahapan pabrikasi dalam implementasinya secara lebih riil.

38 22

39 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah dibuat dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Adapun jenis gelombang yang dipilih adalah planewave dengan sumber yang terletak di dalam domain komputasi. Planewave yang digunakan memiliki bentuk umum sesuai dengan Persamaan (25) 16 : y = Asin( ωt kx) (25) Alasan pemilihan bentuk gelombang tersebut adalah karena kemudahan dalam melakukan analisis dan kemudahan dalam melakukan simulasi. Gambar 11 menunjukan hasil simulasi ketika planewave dirambatkan dalam arah sumbu x. Selain itu, domain komputasi diberikan buffer pada setiap bagian tepinya sedemikian sehingga diperoleh visualisasi yang lebih optimal. Buffer Gelombang disrap oleh PML Gambar 11. Planewave dirambatkan dalam medium hampa dengan batas domain komputasi dengan ukuran mesh 100 x 50. Tampak bahwa medan listrik Ez berubah terhadap waktu. Pada batas medium tidak terjadi efek pemantulan disebabkan oleh adanya PML yang menyerap gelombang saat melewati batas domain komputasi.

40 24 Dalam simulasi, nilai frekuensi maupun panjang gelombang yang digunakan harus disesuaikan dengan increment domain dan bentuk struktur sensor. Hal ini bertujuan agar fenomena yang terjadi di dalam struktur dapat teramati sehingga lebih mudah dalam melakukan analisis. Dari beberapa kali simulasi, diperoleh nilai increment ( x ) yang optimal, yaitu 10 x λ (26) 11 atau dengan kata lain 11, 17 dengan nilai yang sedikit lebih kecil. x harus memiliki orde yang sama dengan λ namun 4.2 Visualisasi Disain dan Spesifikasi Sensor Model sensor ini menggunakan struktur dasar yang terdapat pada Gambar 10. Sensor didisain dengan menggunakan lempengan yang bagian dalamnya terdapat sebelas pilar dengan dua buah defek pada pilar ke-4 dan ke-8. Lempeng menggunakan bahan silikon (Si) dengan indeks bias 3,48 dengan delapan buah pilar regular dari bahan SiO 2 dengan indeks bias 1,44 dan radius masing-masing sebesar 600 nm. Defek pertama (pilar ke-4) menggunakan bahan Al 2 O 3 dengan indeks bias 1,7 dan defek kedua memiliki indeks bias yang divariasikan (sebagai tempat sampel yang akan diuji). Pemilihan nilai indeks bias struktur sensor didasarkan pada bahan-bahan yang sudah ada dalam aplikasi riil sehingga untuk ke depannya diharapkan dapat mempermudah pabrikasi. Pada Gambar 11 tampak disain biosensor dengan struktur berdasarkan nilai permitivitas relatifnya. Variasi nilai permitivitas terendah divisualisasikan dengan warna biru dan nilai tertinggi dengan warna merah. Dengan adanya hubungan antara nilai indeks bias dengan permitivitas relatif, maka akan memudahkan pembuatan program dengan mengikuti relasi sesuai Persamaan (27). n = ε r. (27) Visualisasi nilai permitivitas struktur bertujuan untuk mengecek kesesuaian program yang telah dibuat. Jika terdapat kekeliruan coding, maka tampilan struktur akan tampak tidak sesuai dengan disain. Pada Gambar 12 tampak bahwa distribusi nilai permitivitas sudah sesuai dengan disain struktur dari Gambar 10, ini berarti bahwa program sudah benar dan siap untuk digunakan.

41 25 Gambar 12. Penampang struktur berdasarkan perbedaan nilai permitivitas bahan. Visualisasi ini berfungsi untuk mengecek kesesuaian antara disain struktur dengan coding. Keunggulan penggunaan metode FDTD dalam melakukan simulasi adalah kemudahan dalam menganalisis proses yang terjadi. Karena selama simulasi berlangsung program menampilkan proses perambatan gelombang memasuki sensor. Dengan demikian semua mekanisme fisis dari gelombang dapat teramati. 4.3 Distribusi Medan Listrik E z di Dalam Sensor Prinsip utama dari kerja sensor berbasis optik adalah adanya fenomena refleksi dan refraksi ketika sebuah gelombang elektromagnetik melewati batas dua medium dielektrik dengan perbedaan nilai indeks bias tertentu. Proses perambatan medan listrik dapat teramati beserta mekanisme-mekanisme rafleksi dan refraksi yang terjadi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 13.

42 26 Gambar 13. Mekanisme perambatan medan listrik E z di dalam sensor pada saat memasuki time step ke-301, 750, 1136 dan 2827 (saat 2,508x10-2 ps, 6,250 x10-2 ps, 9,467 x10-2 ps dan 2,356 x10-2 ps). Sensor menggunakan jari-jari regular 600 nm dan jari-jari defek 800 nm. Indeks bias defek ke-2 sebesar 1,40. Gambar 13 menunjukan proses perambatan medan listrik yang terekam pada saat time step ke-301, 750, 1136 dan Pada gambar tersebut tampak bahwa setelah gelombang keluar dari sensor ada sebagian medan listrik yang tarpantul kembali ke dalam sensor. Selain itu tampak pula bahwa proses perambatan gelombang di dalam struktur berjalan lebih lambat, kondisi tersebut terlihat jelas pada time step ke-750 dan ke Hal ini menunjukan bahwa gelombang elektromagnetik mengalami pengurangan kecepatan ketika melalui suatu bahan dielektrik dengan nilai indeks bias yang lebih besar. Nilai panjang gelombang mengalami pengurangan ketika memasuki struktur sensor, pada Gambar 12 divisualisasikan dengan garis-garis muka gelombang yang lebih halus pada bagian struktur jika dibandingkan dengan garis pada bagian luar struktur.

43 27 Selain itu, perbesaran gambar pada time step ke-2827 menunjukan adanya penguatan medan pada bagian dalam pilar. Hal ini terjadi disebabkan adanya mekanisme pemantulan internal di dalam pilar. Pilar memiliki bahan dielektrik dengan indeks bias yang lebih rendah dari lempengan (slab) sensor, sehingga saat gelombang merambat keluar pilar dengan sudut yeng lebih besar atau sama dengan sudut kritisnya maka gelombang dipantulkan kembali ke dalam pilar sehingga muncul efek penguatan medan. Gambar 14 menunjukan bahwa medan listrik di bagian dalam struktur mengalami penurunan amplitudo. Hal ini menunjukan bahwa panjang gelombang yang digunakan terlokalisasi di dalam band-gap, kondisi tersebut diindikasikan dengan adanya sejumlah besar medan yang terpantul kembali. Mekanisme yang terjadi di dalam struktur sensor sangat kompleks serta meliputi berbagai proses fisis. Akan tetapi, secara lebih khusus dapat diketahui adanya proses interferensi antara gelombang datang dengan gelombang pantul. Mekanisme interferensi tersebut menghasilkan output yang berbeda-beda ketika bahan dan dimensi pilar diubah-ubah. Pada akhirnya diperoleh pola hubungan menyerupai linier antara perubahan indeks bias bahan terhadap rapat energi output rata-rata. Hal ini yang menjadi dasar bahwa struktur tersebut dapat diaplikasikan sebagai sensor. Simulasi dilakukan dengan menggunakan jumlah mesh berukuran dengan masing-masing mesh memiliki ukuran increment x = y = 500 nm, adapun time step t = 500 ns. Adapun gelombang yang digunakan dalam simulasi adalah gelombang datar (plane wave) dengan panjang gelombang pada kisaran 560 nm. Gambar 14. Distribusi medan listrik di dalam sensor optik setelah proses perambatan selama 260,5 ps. Defek kedua mengandung bahan material dengan indeks bias 1,40.

44 Pengukuran Kinerja Sensor Variasi nilai indeks bias bahan pada defek ke-2 akan berpengaruh terhadap energi output yang didefinisikan menurut persamaan: h ( ) = ε E( t) dy (28) Q t 0 Persamaan (28) menunjukan bahwa energi output dihitung dengan cara menintegrasikan nilai mutlak medan listrik E z sepanjang garis vertikal pada sisi kanan sensor (sisi output setelah gelombang melewati sensor). Dengan menggunakan kalkulasi ini didapat nilai energi per satuan panjang untuk setiap time step, dalam hal ini dinotasikan dengan simbol Q. Untuk itu diperlukan kalkukasi berikutnya untuk menghitung nilai energi output yang dapat merepresentasikan keseluruhan proses. Dengan demikian, perhitungan hasil juga memerlukan definisi parameter rapat energi rata-rata sebagai berikut: t 1 W = Q( t) dt t 0 Persamaan (29) menunjukan bahwa energi sudah terintegrasi secara total terhadap waktu kemudian dirata-ratakan untuk total waktu selama. Sehingga nilai rapat energi W sudah dapat merepresentasikan keseluruhan proses. 2 (29) Gambar 15. Perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input dan output. Indeks bias defek kedua sebesar 1,4, pilar regular berjari-jari 600 nm.

45 29 Gambar 15 menunjukan perubahan rapat energi terhadap waktu pada posisi input (bagian kiri) dan output (bagian kanan) dari sensor untuk nilai indeks bias defek kedua 1,4. Pada gambar tampak bahwa rapat energi berfluktuasi selama berlangsungnya proses, hal ini bersesuaian dengan jenis gelombang yang digunakan yaitu planewave dengan menggunakan fungsi gelombang sinus. Untuk interval waktu kurang dari 0,5 x sekon, rapat energi pada posisi input berfluktuasi dengan sangat singkat sedangkan pada posisi output berharga nol. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada selang waktu tersebut posisi input terjadi refleksi dengan jumlah yang sangat besar dan gelombang belum sampai ke posisi output. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa sensor memiliki nilai absorbansi yang sangat besar sehingga pada gambar terlihat bahwa amplitudo energi pada posisi output jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan posisi input. Pengukuran kinerja sensor dilakukan dengan mencari nilai integrasi rapat energi terhadap waktu yang kemudian dirata-ratakan sesuai dengan Persamaan (29). Dengan kata lain, output yang sudah didapat pada Gambar 16 merupakan data mentah yang kemudian akan diintegralkan untuk mendapatkan rapat energi rata-rata. Dengan menggunakan Persamaan (29) didapat nilai rapat energi ratarata untuk nilai indeks bias tertentu pada defek yang kedua. Setelah itu akan didapat hubungan antara rapat energi output terhadap nilai indeks bias defek. Hubungan inilah yang kemudian dijadikan sebagai parameter ukur dari kinerja sensor. Secara lebih detil alur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 16. Perubahan rapat energi pada posisi output (bagian kanan sensor) terhadap waktu. Jarijari defek ke nm dengan indeks bias 1,45. Jari-jari pilar reguler 500 nm. Integrasi grafik ini akan mendapatkan nilai rapat energi rata-rata output sebesar nj/m.

46 30 (a) (b) Gambar 17. (a) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi indeks bias defek ke-2 untuk jarijari defek 300 nm (dot kotak) dan jari-jari defek 800 nm (dot lingkaran). (b) Perubahan rapat energi rata-rata terhadap variasi jari-jari defek ke-2 dengan nilai indeks bias 1,4. Sensor didisain dengan menggunakan pilar regular berjari-jari 600 nm Dari banyaknya simulasi yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai hubungan antara perubahan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias defek. Seperti terlihat pada Gambar 17(a), untuk nilai radius defek sebesar 800 nm, perubahan indeks biasnya berpengaruh terhadap perubahan rapat energi rata-rata W, sedemikian sehingga tampak kenaikan nilai rapat energi seiring dengan bertambahnya indeks bias. Kesensitifan ini terukur untuk interval indeks bias pada kisaran 1,33 sampai 1,45. Untuk jari-jari sebesar 300 nm, tampak tidak ada pengaruh perubahan indeks bias untuk kisaran yang sama. Dengan demikian dapat diketahui bahwa struktur kristal dengan jari-jari 800 nm dapat diaplikasikan sebagai sensor untuk mengukur sampel berupa cairan. Dalam aplikasi riil bisa berupa jaringan, larutan gula, membran dan lain-lain. Selain itu dapat diketahui pula bahwa kesensitifan sensor hanya berlaku pada nilai jari-jari defek tertentu saja. Karakteristik lain yang dapat diketahui dari sensor ini adalah adanya pengaruh perubahan nilai rapat energi terhadap variasi jari-jari pilar defek. Pada Gambar 17(b) tampak bahwa seiring bertambahnya jari-jari pilar defek, rapat energi rata-rata mengalami penurunan. Khusus untuk jari-jari sebesar 450 nm, terjadi kenaikan rapat energi rata-rata yang maksimum untuk kemudian turun dan naik kembali pada jari-jari 550 nm dan kemudian turun hingga jari-jari 700 nm.

47 31 (a) (b) Gambar 18. Perubahan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias untuk disain sensor menggunakan jari-jari pilar reguler sebesar 500 nm. (a) Sensor bekerja dengan kesensitifan yang baik jika menggunakan defek ke-2 dengan jari jari 400 nm atau 500 nm. (b) Sensor tidak dapat bekerja secara efektif jika menggunakan jari-jari defek ke-2 sebesar 600 nm, 700 nm dan 800 nm. Dengan mengganti jari-jari pilar reguler yang sebelumnya 600 nm menjadi 500 nm, ternyata sensor tidak lagi sensitif jika jari-jari defek sebesar 800 nm (lihat Gambar 18 (b)), akan tetapi kesensitifan diperoleh untuk jari-jari defek 400 nm dan 500 nm (lihat Gambar 18 (a)). Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kesensitifan sensor akan berubah jika terjadi perubahan jari-jari defek ke-2. Selain itu, kesensitifan sensor dapat diatur pada interval indeks bias yang tertentu dengan cara mencari nilai jari-jari defek yang bersesuaian. Dari banyaknya variasi yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa sensor memiliki tingkat kesensitifan yang beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Selain itu, perubahan disain pada salah satu bagian akan turut mempengaruhi perubahan disain pada bagian lainnya jika ingin mendapatkan kesensitifan yang sama dari sensor. 4.5 Perbandingan dengan Beberapa Sensor Optik Lainnya Jika dibandingkan dengan beberapa model sensor optik yang sudah ada, sensor dengan struktur berupa pilar-pilar memiliki beberapa kelebihan dalam hal flaksibilitas pengukuran jika diterapkan dalam aplikasi. Dengan struktur berupa

48 32 rod, sampel dapat lebih mudah dimasukan dengan cara mencelupkannya. Pada aplikasi yang lebih riil, perubahan dimensi jari-jari disesuaikan dengan jenis sampel yang akan diukur. Sebagai contoh, jika ingin mengukur larutan makromolekul maka disain sensor yang sesuai adalah dengan menggunakan jarijari pilar defek yang besar sehingga dapat menampung larutan dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu, perbedaan metode simulasi juga dapat menentukan perbedaan parameter ukur dari suatu sensor. Sebagai pembanding, model sensor berupa layer 15 yang menggunakan metode matriks transfer memiliki parameter ukur yang berbeda dengan model pilar periodik yang menggunakan metode FDTD. Dalam metode matriks transfer, karakteristik optik suatu material ketika berinteraksi dengan foton dapat diketahui dengan memperoleh nilai transmitansinya seperti dijelaskan pada Gambar 19. Dengan menggunakan metode FDTD, parameter ukur yang didapat berupa nilai rapat energi rata-rata. Metode FDTD sulit untuk menentukan nilai transmitansi suatu bahan. Selain itu, metode FDTD cenderung memakan waktu lebih lama ketika menentukan batas kesensitifan struktur sensor karena data simulasi diperoleh secara satu persatu dalam setiap simulasi. Kelebihan yang dimiliki metode FDTD adalah dalam hal menganalisis dinamika yang terjadi selama waktu perambatan gelombang. Karena proses perambatan gelombang ditampilkan secara terus-menerus sebagai fungsi waktu. " Gambar 19. (a) Pergeseran nilai transmitansi (T ω ) terhadap lebar defek untuk d = mλ / 4 untuk m 2 0 = 3 (garis padat), m = 3.1 (garis putus-putus) dan m = 3.2 (garis titik-titik) untuk M = 8, N = 10 dan L = 2. M dan N adalah jumlah segman grating dengan hubungan N = M + L. (b) Nilai T ω untuk d = 3 mλ / 4 dengan kombinasi bilangan segmen M = 8, N = 10 dan L = 2 (garis " 2 0 padat); M = 9, N = 12 dan L = 3 (garis putus-putus); M = 11, N = 16 dan L = 5 (garis titiktitik). (c) Perubahan nilai transmitansi yang bergantung secara linier terhadap perubahan indeks bias defek n 2 untuk parameter M = 11, N = 16 dan L = 5. (Alatas, H. et al, 2006)

49 33 Pada dasarnya penggunaan metode disesuaikan dengan kebutuhan simulasi serta model struktur yang sedang dikembangkan. Sebagai contoh, penerapan metode FDTD pada pilar dielektrik juga dapat diaplikasikan sebagai sensor jarak sebagaimana yang telah dilakukan oleh Zhenfeng Xu et al (2006). Dengan skema seperti pada Gambar 20, jarak a antara kristal fotonik dinamis (moving PhC segment) terhadap kristal fotonik statis (fixed PhC segment) dapat ditentukan dengan cara mengatur jari-jari pilar berwarna biru. 18 Gambar 20. Skema sensor jarak dengan menggunakan fotonik kristal dua dimensi. Struktur tersusun atas pilar-pilar yang dikondisikan sebagai pandu gelombang (waveguide) (Zhenfeng Xu et al, 2006)

50 34

51 35 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini telah mengkaji karakteristik dari sensor optik kristal fotonik 1D dengan dua defek pilar melalui metode FDTD. Beberapa variasi dapat dilakukan untuk memperoleh nilai kesensitifan sesuai dengan kebutuhan, baik dengan mengubah ukuran jari-jari pilar defek maupun jari-jari pilar reguler. Dapat diketahui bahwa untuk jari-jari pilar reguler sebesar 600 nm, kenaikan nilai indeks bias defek ke-2 akan menghasilkan kenaikan nilai rapat energi rata-rata untuk nilai indeks bias defek sebesar 800 nm pada interval indeks bias pada kisaran 1,33 sampai 1,45. Sedangkan untuk jari-jari pilar reguler 500 nm, nilai kesensitifan sensor pada interval indeks bias 1,30 sampai 1,45 diperloeh jika jari-jari pilar kedua dibuat pada ukuran 400 nm dan 500 nm. Penurunan rapat energi rata-rata secara umum terjadi dengan memvarisikan jari-jari pilar defek pada kisaran 300 nm hingga 800 nm. Dengan kesensitifan dan beberapa variasi yang dapat dilakukan, disain alat ini dapat diaplikasikan sebagai sensor berbasis indeks bias. 5.2 Penelitian Selanjutnya Penelitian ini merupakan pendahuluan untuk membuat disain sensor berbasis indeks bias. Dengan kemungkinan variasi bahan, disain dan ukuran struktur yang begitu beragam, diharapkan akan ada penelitian berikutnya untuk membuat disain sensor dengan kesensitifan yang lebih tinggi pada kisaran indeks bias antara 1,33 samapi 1,45 sehingga secara khusus dapat diaplikasikan sebagai biosensor. Untuk selanjutnya diharapkan akan ada pengembangan lebih lanjut ke arah pabrikasi untuk menerapkan disain yang telah optimal.

52 37 DAFTAR PUSTAKA 1. Sukhoivanov, IA. Photonic Crystals, Physics and Practical Modeling. Verlag Berlin: Springer Villa, F Photonic Crystal to Photonic Surface Modes: Narrow- Bandpass Filters. Optical Society of America. Vol. 12, No.11/ Optics Express Negara, TP Simulasi Perambatan Gelombang Elektromagnetik dalam Kristal Fotonik Satu Dimensi dengan Tiga Defek dan Aplikasinya Sebagai Sensor Optik. [Tesis]. Indonesia: Institut Pertanian Bogor Schmidt, O. Kiesel, P. Mohta, S. Johnson, N M Resolving pm Wavelength Shifts in Optical Sensing. J. Appl. Phys. B 86, Meijer, GCM. Smart Sensor System. United Kingdom: John Wiley and Sons Publ Skivesen, N. Tetu, A. Kristensen, M Photonic-Crystal Waveguide Biosensor. Optical Society of America. Vol. 15, No.6/ Optics Express Rahmat, M Design and Fabrication of One-Dimensional Photonic Crystal As A Real Time Optical Sensor for Sugar Solution Concentration Detection. [Thesis]. Indonesia: Bogor Agricultural University Taflove A, Hagness SC. Computational Electrodynamics: Finite-Different Time-Domain Method 2 nd Ed. London: Artech House, Bondenson A et al. Computational Electromagnetics. New York: Springer Peng He. Two Dimensional FDTD Analyses with Perfectly Matched Layer Absorbing Boundary Condition. Term Paper of ECE G Sullivan DM. Electromagnetic Simulation Using The FDTD Method. New York: IEEE Press Bérenger P. Perfectly Matched Layer (PML) for Computational Electromagnetics. Arcueil: Morgan & Claypool Publisher Hagness, S.C. FDTD Computational Electromagnetics Modeling of Microcavity Lasers and Resonant Optical Structures. [Dissertation]. Field of Electrical Engineering School, Northwestern University

53 Kosmidou, EP. Kosmanis, TI. Tsiboukis, TD Comparative FDTD Study of Various PML Configurations for the Termination of Nonlinear Photonic Bandgap Waveguide Structure. IEEE Transactions on Magnetics. Vol. 39, No Alatas, H. H. Mayditia, A. A. Iskandar and M. O. Tjia Jpn J. Appl. Phys., 45, Tjia MO. Gelombang. Solo: Dabara Publisher Peng He. Two Dimensional FDTD Analyses with Perfectly Matched Layer Absorbing Boundary Condition. Term Paper of ECE G Xu, Zhenfeng. at al Micro Displacement Sensor Based on Line-Defect Resonant Cavity in Photonic Crystal. Optical Society of America. Vol.14, No.1/ Optics Express Kang, C. Weiss, SM Photonic Crystal with Multiple-Hole Defect for Sensor Applications. Optical Society of America. Vol.16, No.22/ Optics Express Kubytskyi, V., Reshetnyak, V Finite-Difference-Time-Domain Method Calculation of Light Propagation Through H-PDLC. Semiconductor Physics, Quantum Electronics & Optoelectronics. Vol.10, N I, Page Huang Min et al Sub-Wavelength Nanofluidics in Photonic Crystal Sensors. Optical Society of America. Vol.17, No.26/ Optics Express Thomson, B.J. et al. Electromagnetic Theory and Applications for Photonic Crystals. New York: Taylor and Francis Group Johnson, S.G. Photonic Crystals: From Theory to Practice. [Dissertation]. USA: Department of Physics, Massachusetts Institute of Technology Kurt, H. Photonic crystals: Analysis, design and biochemical sensing applications. [Thesis]. USA: School of Electrical and Computer Engineering, Georgia Institute of Technology Griffiths, D.J. Introduction to Electrodynamics 2 nd Edition. New Delhi: Prantice Hall Away, G.A. The Shortcut of Matlab Programming. Bandung: Informatika

54 Tipler PA, Mosca G. Physics for Scientists and Engineers 5 th Ed. California Giancoli DC. Physics Principles with Applications 8 th Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall

55 LAMPIRAN 41

56 42

57 43 Lampiran 1. Diagram alir penelitian Penelusuran Literatur Sudah Siap Penguasaan Software Penentuan Parameter Pembuatan dan Pengujian Program Analisis Output Penyusunan Laporan

58 44

59 45 Lampiran 2. Program coding untuk mensimulasikan proses perambatan gelombang elektromagnetik di dalam struktur sensor dengan menggunakan metode FDTD % FDTD 2D dengan PML % % optical biosensor kuasi kristal fotonik 1D dengan DUA ROD DEFEK % Bahan penelitian Tesis % Sumber berupa gelombang sinusoidal % Dani clear all; close all; clc; % % Kondisi Inisial. % Imax = 200; % Jumlah grid. Jmax = 400; Ez = zeros(imax,jmax); Dz = zeros(imax,jmax); Dz_hat = zeros(imax,jmax); Hy = zeros(imax,jmax); sumbu-y Hx = zeros(imax,jmax); sumbu-x % vektor medan listrik % vektor flux listrik % vektor parameter % vektor medan magnet arah % vektor medan magnet arah fi1 = zeros(imax,1); fi2 = ones(imax,1); fi3 = ones(imax,1); gi2 = ones(imax,1); gi3 = ones(imax,1); fj1 = zeros(jmax,1); fj2 = ones(jmax,1); fj3 = ones(jmax,1); gj2 = ones(jmax,1); gj3 = ones(jmax,1); ihx = zeros(imax,jmax); ihy = zeros(imax,jmax); c0 = 3e8; lambda=560e-9; freq=c0/lambda; excitation omega=2.0*pi*freq; k=2*pi/lambda; time=0; t0=50; spread=15; %center wavelength of source excitation %center frequency of source % inisial kondisi waktu

60 46 % % vektor konstanta dielektrik input. % e0 = 8.85e-12; er = ones(imax,jmax); % % konduktivitas input. konduktivity ohmik: J = sigma*e. % sigma = zeros(imax,jmax); % % parameter PML. % npml = 8; for i= 0:npml xnum = npml - i; % Dz xxn = xnum/npml; xn =.333*xxn^3; gi2(i+1) = 1/(1+xn); gi2(imax-i) = 1/(1+xn); gi3(i+1) = (1-xn)/(1+xn); gi3(imax-i) = (1-xn)/(1+xn); % for H_x dan H_y xxn = (xnum -.5)/npml; xn =.333*xxn^3; fi1(i+1) = xn; fi1(imax-i) = xn; fi2(i+1) = 1/(1+xn); fi2(imax-i) = 1/(1+xn); fi3(i+1) = (1-xn)/(1+xn); fi3(imax-i) = (1-xn)/(1+xn); end for j= 0:npml xnum = npml-j; % Dz xxn = xnum/npml; xn =.333*xxn^3; gj2(j+1) = 1/(1+xn); gj2(jmax-j) = 1/(1+xn); gj3(j+1) = (1-xn)/(1+xn); gj3(jmax-j) = (1-xn)/(1+xn); % for H_x dan H_y xxn = (xnum -.5)/npml; xn =.333*xxn^3; fj1(j+1) = xn; fj1(jmax-j) = xn; fj2(j+1) = 1/(1+xn); fj2(jmax-j) = 1/(1+xn); fj3(j+1) = (1-xn)/(1+xn);

61 47 fj3(jmax-j) = (1-xn)/(1+xn); end % % penentuan ukuran ddx dan dt. % ddx = 5.0e-8; % space increment dt = ddx/6e8; % time step % % Variasi indeks bias pada struktur sensor % er_a=(3.48)^2; % Si er_b=(1.44)^2; % SiO2 er_c= (1.7)^2; % Al2O3 for i=1:80 for j=30:380 er(i,j)=er_b; sigma(i,j)=0.0; end end for i=81:120 for j=30:380 sigma(i,j)=0.0; A1=zeros(i,j); A2=zeros(i,j); A3=zeros(i,j); A4=zeros(i,j); A5=zeros(i,j); A6=zeros(i,j); A7=zeros(i,j); A8=zeros(i,j); A9=zeros(i,j); A10=zeros(i,j); A11=zeros(i,j); radius = 10; radius2 = 12; xc=100; yc1=60; yc2=90; yc3=120; yc4=150; yc5=180; yc6=210; yc7=240; yc8=270; yc9=300; yc10=330; yc11=360; A1(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc1)^2); A2(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc2)^2); A3(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc3)^2); A4(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc4)^2); A5(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc5)^2); A6(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc6)^2); A7(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc7)^2); A8(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc8)^2); A9(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc9)^2); A10(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc10)^2); A11(i,j)=sqrt((i-xc)^2 + (j-yc11)^2); if A1(i,j)<=radius er(i,j)=er_b;

62 48 elseif A2(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A3(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A4(i,j)<=radius2 er(i,j)=er_c; % Defek ke-1 (rod 4) elseif A5(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A6(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A7(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A8(i,j)<=16 er(i,j)=1.45^2; % Defek ke-2 (rod 8) elseif A9(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A10(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; elseif A11(i,j)<=radius er(i,j)=er_b; else er(i,j)=er_a; end end end for i=120:200 for j=30:380 er(i,j)=er_b; sigma(i,j)=0.0; end end % % Penentuan vektor dan konstanta. % gb = (dt*sigma)./e0; gbc = zeros(imax,jmax); ga = 1./(er + gb + gbc); % % variabel awal. % T = 0; NSTEPS =2500; % % MAIN FDTD LOOP. %

63 49 for n = 1:NSTEPS time= time+n*dt; t(n)=time; T = T + 1; % % Penentuan Dz dari Hy and Hx. % for i = 2:Imax for j = 2:Jmax Dz_hat_temp = gi3(i)*dz_hat(i,j) + gi2(i)*.5*(hy(i,j)-hy(i- 1,j)-Hx(i,j)+Hx(i,j-1)); Dz(i,j) = gj3(j)*dz(i,j) + gj2(j)*(dz_hat_temp - Dz_hat(i,j)); Dz_hat(i,j) = Dz_hat_temp; end end % % Pembentukan pulsa listrik. % Ic = 150; % domain komputasi Jc = 50; rtau=160.0e-12; tau=rtau/dt; delay=3*tau; for i = 1:Imax for j = 1:Jmax pulse = 50*sin(2*pi*(freq*dt*T-(freq/3e8)*ddx)); Dz(i,10) = Dz(i,10) + pulse; end end % source = 50*sin(2*pi*1500*1e6*dt*T); % Dz(Ic,Jc) = Dz(Ic,Jc) + source; % source = 50*sin(2*pi*(1500*1e6*dt*T-(1500*1e6/3e8)*ddx)); % Dz(Ic,Jc) = Dz(Ic,Jc) + source; % source = exp(-.5*((t0-t)/spread)^2 ); % Dz(Ic,Jc) = Dz(Ic,Jc) + source; % % Penentuan Ez dari Dz. % Ez = ga.*dz; Ez(1,:) = 0; Ez(Imax,:) = 0; Ez(:,1) = 0; Ez(:,Jmax) = 0;

64 50 % % penentuan Hx dan Hy dari Ez. % for i = 1:Imax-1 for j = 1:Jmax-1 % Hy. de = Ez(i+1,j) - Ez(i,j); ihy(i,j) = ihy(i,j) + fj1(j)*de; Hy(i,j) = fi3(i)*hy(i,j) + fi2(i)*.5*de + fi2(i)*ihy(i,j); % Hx. de = Ez(i,j) - Ez(i,j+1); ihx(i,j) = ihx(i,j) + fi1(i)*de; Hx(i,j) = fj3(j)*hx(i,j) + fj2(j)*.5*de + fj2(j)*ihx(i,j); end end % %Perhitungan input dan output % for i=81:120 Q1=abs(Ez(i,28)); Q2=abs(Ez(i,382)); end for a=1:40 p(a)=a; Z1(a)=e0*Q1; Z2(a)=e0*Q2; end Az1(n)=trapz(p,Z1); Az2(n)=trapz(p,Z2); timestep=int2str(n); figure(1) surf(real(ez)); caxis([-3e4 3e4]); title(['ez at time step = ',timestep]); xlabel('x-direction (*5E-2 µm)'); ylabel('y direction (*5E-2 µm)'); zlabel('ez Field'); view(0,90) shading interp hold on hold off; pause(0.1)

65 51 end Energi_In=trapz(t,Az1) Energi_Out=trapz(t,Az2) figure(2) surf(abs(er)); title('struktur Berdasarkan Nilai Permitivitas') xlabel('x-direction (*5E-2 µm)'); ylabel('y direction (*5E-2 µm)'); zlabel('relative permitivity') view(0,90) shading interp figure(3) title('power input'); plot(t,az1); xlabel('time(second)'); ylabel('power Input(watt)'); figure(4) plot(t,az2); title('power Output er=11.00') xlabel('time(second)'); ylabel('power Output(watt)');

66 52

67 53 Lampiran 3. Proses pengukuran nilai rapat energi rata-rata W Incident wave defek 1 st defect 2 nd defect z y x h Q t E t dy = ε ( ) ( ) t 0 ( ) W = Q t dt t Simulasi dilakukan beberapa kali dengan memvariasikan nilai indeks bias defek kedua Grafik hubungan rapat energi rata-rata terhadap indeks bias

68 54

69 PUBLIKASI 55

70 56

71 PROCEEDING The 4 th Asian Physics Symposium 2010 (APS 2010), Bandung 57

72 58

73 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah

Lebih terperinci

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28 Tahyudi (G741328). FABRIKASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Analisis output dilakukan terhadap hasil simulasi yang diperoleh agar dapat mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi output. Optimasi juga dilakukan agar output meningkat mendekati dengan hasil

Lebih terperinci

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI Oleh: ALETTA ANGGRAINI KANDI G74102025 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Teori gelombang elektromagnetik pertama kali dikemukakan oleh James Clerk Maxwell (83 879). Hipotesis yang dikemukakan oleh Maxwell, mengacu pada tiga aturan dasar listrik-magnet

Lebih terperinci

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA Tujuan Instruksional Umum Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perambatan gelombang, yang merupakan hal yang penting dalam sistem komunikasi serat optik. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB III GROUND PENETRATING RADAR

BAB III GROUND PENETRATING RADAR BAB III GROUND PENETRATING RADAR 3.1. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terdiri dari medan elektrik (electric field) dan medan magnetik (magnetic field) yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Skema Teori Listrik dan Magnetik Untuk mempelajari tentang ilmu kelistrikan dan ilmu kemagnetikan diperlukan dasar dari kelistrikan dan kemagnetikan yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

Sistem Telekomunikasi

Sistem Telekomunikasi Sistem Telekomunikasi Pertemuan ke,6 Gelombang Elektromagnetik Taufal hidayat MT. email :taufal.hidayat@itp.ac.id ; blog : catatansangpendidik.wordpress.com 1 10/21/2015 Outline I Pengertian gelombang

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP 2.1 Umum Suatu informasi dari suatu sumber informasi dapat diterima oleh penerima informasi dapat terwujud bila ada suatu sistem atau penghubung diantara keduanya. Sistem

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir penelitian

Lampiran 1. Diagram alir penelitian LAMPIRAN 41 42 43 Lampiran 1. Diagram alir penelitian Penelusuran Literatur Sudah Siap Penguasaan Software Penentuan Parameter Pembuatan dan Pengujian Program Analisis Output Penyusunan Laporan 44 45 Lampiran

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli. Nama: NIM : Kuis I Elektromagnetika II TT38G1 Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam 14.30 15.00 di N107, berupa copy file, bukan file asli. Kasus #1. Medium A (4 0, 0, x < 0) berbatasan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Efek fisik yang ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik dibedakan antara radiasi yang menghasilkan ion dan tidak menghasilkan ion. Radiasi pengion mempunyai ciri energi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang 1. Grafik antara tekanan gas y yang massanya tertentu pada volume tetap sebagai fungsi dari suhu mutlak x adalah... a. d. b. e. c. Menurut Hukum Gay Lussac menyatakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA

PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA Hadi Teguh Yudistira 1, Hermawan K. Dipojono 2,3, Andriyan Bayu Suksmono 4 1 Program Studi Teknik Mesin, Institut

Lebih terperinci

BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK. Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau

BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK. Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK 3.1 Gelombang Ultrasonik Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau gelombang bunyi dengan persamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Polarisasi Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Teori Korpuskuler (Newton) Cahaya Cahaya adalah korpuskel korpuskel yang dipancarkan oleh sumber dan merambat lurus dengan

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

SMA IT AL-BINAA ISLAMIC BOARDING SCHOOL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2011/2012

SMA IT AL-BINAA ISLAMIC BOARDING SCHOOL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2011/2012 PTUNJUK UMUM SMA T AL-NAA SLAMC OARDNG SCHOOL UJAN AKHR SMSTR GANJL TAHUN AJARAN 2011/2012 LMAR SOAL Mata Pelajaran : isika Pengajar : Harlan, S.Pd Kelas : X Hari/Tanggal : Senin/26 Desember 2011 AlokasiWaktu

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program

Lebih terperinci

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 Apa itu Gelombang? Gelombang adalah getaran yang merambat Apakah dalam perambatannya perlu medium/zat perantara? Tidak harus! Berdasarkan ada/tidak

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL SKRIPSI ADIMAS AGUNG

KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL SKRIPSI ADIMAS AGUNG KAJIAN TEORITIS GEJALA INDEKS BIAS NEGATIF MATERIAL SKRIPSI ADIMAS AGUNG 110801001 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 KAJIAN TEORITIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2006 Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE Agus Rubiyanto, Agus Waluyo, Gontjang Prajitno, dan Ali Yunus Rohedi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, populasi dalam penelitian adalah semua produk speaker komputer dengan berbagai kualitasnya. Speaker komputer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang terahertz (THz) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berada di antara spektrum infrared dan microwave. Wilayah terahertz,

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Sinyal merambat dengan kecepatan terbatas. Hal ini menimbulkan waktu tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal sinusoidal, maka

Lebih terperinci

PENERAPAN PERSAMAAN PROCA DAN PERSAMAAN MAXWELL PADA MEDAN ELEKTROMAGNETIK UNTUK ANALISIS MASSA FOTON

PENERAPAN PERSAMAAN PROCA DAN PERSAMAAN MAXWELL PADA MEDAN ELEKTROMAGNETIK UNTUK ANALISIS MASSA FOTON PENERAPAN PERSAMAAN PROCA DAN PERSAMAAN MAXWELL PADA MEDAN ELEKTROMAGNETIK UNTUK ANALISIS MASSA FOTON Disusun oleh: OKY RIO PAMUNGKAS M0213069 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

Teori Gelombang Mikro. Yuli Kurnia Ningsih

Teori Gelombang Mikro. Yuli Kurnia Ningsih Teori Gelombang Mikro Yuli Kurnia Ningsih Bahan Ajar Pendahuluan Saluran transmisi gelombang mikro Transformasi impedansi untuk kesepadanan (matching) Perangkat pasif gelombang mikro: Coupler Filter Mixer

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi KISI DIFRAKSI (2016) 1-6 1 Kisi Difraksi Rizqi Ahmad Fauzan, Chi Chi Novianti, Alfian Putra S, dan Gontjang Prajitno Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM) Disusun oleh : MIRA RESTUTI 1106306 PENDIDIKAN FISIKA (RM) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013 Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

DAN KONSENTRASI SAMPEL

DAN KONSENTRASI SAMPEL PERANCANGAN SENSOR ph MENGGUNAKAN FIBER OPTIK BERDASARKAN VARIASI KETEBALAN REZA ADINDA ZARKASIH NRP. 1107100050 DAN KONSENTRASI SAMPEL DOSEN PEMBIMBING : DRS. HASTO SUNARNO,M.Sc Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN GELOMBANG DATAR SERBASAMA D W I A N D I N U R M A N T R I S U N A N G S U N A R YA H A S A N A H P U T R I AT I K N O V I A N T I POKOK BAHASAN 1. Definisi Gelombang Datar ( Plane

Lebih terperinci

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Gelombang cahaya adalah gelombang transversal, sedangkan gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. Nah, ada satu sifat gelombang yang hanya dapat terjadi

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1 KELAS XII LC FISIKA SMA KOLESE LOYOLA M1-1 MODUL 1 STANDAR KOMPETENSI : 1. Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah KOMPETENSI DASAR 1.1. Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi.

DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi. DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi. MACAM GELOMBANG Gelombang dibedakan menjadi : Gelombang Mekanis : Gelombang yang memerlukan

Lebih terperinci

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber: Gejala Gelombang B a b B a b 1 gejala gelombang Sumber: www.alam-leoniko.or.id Jika kalian pergi ke pantai maka akan melihat ombak air laut. Ombak itu berupa puncak dan lembah dari getaran air laut yang

Lebih terperinci

BAB II CAHAYA. elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x

BAB II CAHAYA. elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x BAB II CAHAYA 2.1 Pendahuluan Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 10 8 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MODE TRANSVERSE ELECTRIC

PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MODE TRANSVERSE ELECTRIC PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MODE TRANSVERSE ELECTRIC PADA ANTARMUKA GRADASI DARI RIGHT-HANDED MEDIUM MENUJU LEFT- HANDED MEDIUM TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan aspek penting dalam kehidupan karena lingkungan adalah tempat dimana kita hidup, bernafas dan sebagainya. Lingkungan merupakan kawasan tempat kita

Lebih terperinci

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII - 014 1. Dari besaran fisika di bawah ini, yang merupakan besaran pokok adalah A. Massa, berat, jarak, gaya B. Panjang, daya, momentum, kecepatan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Gelombang EM 1 / 29 Materi 1 Persamaan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH PANJANG GELOMBANG FOTON DATANG TERHADAP KARAKTERISTIK I-V DIODA SEL SURYA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

SIMULASI PENGARUH PANJANG GELOMBANG FOTON DATANG TERHADAP KARAKTERISTIK I-V DIODA SEL SURYA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA SIMULASI PENGARUH PANJANG GELOMBANG FOTON DATANG TERHADAP KARAKTERISTIK I-V DIODA SEL SURYA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI Oleh Fitriana NIM 101810201006 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip-Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator : 1. Arti fisis getaran diformulasikan 2. Arti fisis gelombang dideskripsikan

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator Tujuan 1. : 1. Arti fisis getaran diformulasikan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA 301) Cahaya

Fisika Umum (MA 301) Cahaya Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini (minggu 11) Cahaya Cahaya adalah Gelombang Elektromagnetik Apa itu Gelombang Elektromagnetik!!! Pendahuluan: Persamaan Maxwell Listrik dan magnet awalnya dianggap sebagai

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

Gelombang Transversal Dan Longitudinal

Gelombang Transversal Dan Longitudinal Gelombang Transversal Dan Longitudinal Pada gelombang yang merambat di atas permukaan air, air bergerak naik dan turun pada saat gelombang merambat, tetapi partikel air pada umumnya tidak bergerak maju

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT 2.1 STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan antenna yang tersusun atas 3 elemen : elemen peradiasi ( radiator ), elemen substrat ( substrate

Lebih terperinci

Jenis dan Sifat Gelombang

Jenis dan Sifat Gelombang Jenis dan Sifat Gelombang Gelombang Transversal, Gelombang Longitudinal, Gelombang Permukaan Gelombang Transversal Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah pergerakan partikel pada medium (arah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR OPTIKA. Dr. Ida Hamidah, M.Si. Oleh: JPTM FPTK UPI Prodi Pend. IPA SPs UPI

DASAR-DASAR OPTIKA. Dr. Ida Hamidah, M.Si. Oleh: JPTM FPTK UPI Prodi Pend. IPA SPs UPI DASAR-DASAR OPTIKA Oleh: Dr. Ida Hamidah, M.Si. JPTM FPTK UPI Prodi Pend. IPA SPs UPI OUTLINE Pendahuluan Optika Klasik Optika Modern Pendahuluan Optika adalah ilmu yang menjelaskan kelakuan dan sifat-sifat

Lebih terperinci

ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI

ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI Oleh Wahyudi Pramono NIM 061810201042 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya #2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya Kerangka materi Tujuan: Memberikan pemahaman tentang sifat

Lebih terperinci

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari FISIKA 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari MATERI Satuan besaran Fisika Gerak dalam satu dimensi Gerak dalam dua dan tiga dimensi Gelombang berdasarkan medium (gelombang mekanik dan elektromagnetik) Gelombang

Lebih terperinci

STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G

STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G 1 STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G74104018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci