KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA SANI NIHLATUSSANIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA SANI NIHLATUSSANIA"

Transkripsi

1 KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA SANI NIHLATUSSANIA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRAK SANI NIHLATUSSANIA. Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode Ekstraksi yang Berbeda. Dibimbing oleh DADANG. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan keefektifan ekstrak daun Tephrosia vogelii (kacang babi/fabaceae), rimpang Alpinia purpurata (lengkuas merah/zingiberaceae), biji Swietenia mahagoni (mahoni/meliaceae) dan Annona muricata (sirsak/annonaceae) yang dihasilkan dengan metode maserasi dan fermentasi terhadap mortalitas dan penghambatan makan larva Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae). Setiap ekstrak yang diperoleh diuji terhadap larva instar pertama S. litura dengan metode residu pada daun menggunakan metode celup daun. Taraf konsentrasi yang digunakan untuk perlakuan ekstrak maserasi yaitu 0.125%, 0.25%, 0.5%, 1%, dan kontrol; sedangkan ekstrak fermentasi yaitu 1%, 5%, 10%, 20%, dan kontrol. Berdasarkan persentase mortalitas, diketahui bahwa ekstrak A. muricata, S. mahagoni, dan A. purpurata maserasi lebih aktif daripada ekstrak fermentasi dengan persentase mortalitas tertinggi yang diperoleh berturut-turut 90%, 86%, dan 38%. Ekstrak T. vogelii fermentasi sama efektifnya dengan ekstrak maserasi, dengan persentase mortalitas tertinggi yang diperoleh berturut-turut 60% dan 62%. Berdasarkan nilai LC 50 dan rendemen hasil maserasi, diketahui bahwa proses ekstraksi dengan metode maserasi lebih efisien karena membutuhkan bahan tumbuhan lebih sedikit. Untuk ekstraksi dengan metode maserasi dibutuhkan biji A. muricata sejumlah 4.03 g, biji S. mahagoni 1.79 g, dan daun T. vogelii 6.22 g; sedangkan ekstraksi dengan metode fermentasi dengan masa perendaman 48 jam dibutuhkan biji S. mahagoni sejumlah g dan daun T. vogelii g. Berdasarkan persentase penghambatan makan, diketahui bahwa semua jenis ekstrak yang dihasilkan dengan metode maserasi cenderung lebih aktif daripada metode fermentasi, dengan persen penghambatan makan tertinggi yang diperoleh ekstrak T. vogelii sebesar 82.93%, S. mahagoni 79.81%, A. muricata 62.16%, dan A. purpurata 35.73%. Kata kunci: ekstraksi, maserasi, fermentasi, mortalitas, penghambatan makan.

3 KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA SANI NIHLATUSSANIA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode Ekstraksi yang Berbeda : Sani Nihlatussania : A Disetujui, Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Dosen Pembimbing Diketahui, Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Salatiga pada tanggal 12 November 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah M. Abdoel Basyir Zakaria dan ibu Nuryani Munawaroh. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Salatiga pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Setelah masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengambil mayor Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis berperan aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai sekretaris umum kedua pada periode 2008/2009 dan menjadi pengurus Departemen Komunikasi dan Informasi pada periode 2009/2010. Penulis juga aktif dalam organisasi Organic Farming (OF) sebagai anggota Divisi Pemasaran pada periode 2008/2009 dan sebagai ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia pada periode 2009/2010. Penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun 2010.

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta aalaa karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode Ekstraksi yang Berbeda. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan sejak April sampai Oktober 2011 di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Giyanto, M.Si. yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis. 3. Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis. 4. Keluarga M. Abdoel Basyir Zakaria yang selalu memberikan doa dan dorongan semangatnya. 5. Rekan-rekan penelitian di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga: Rizky Arifiansyah, Herma Amalia, SP., Hendi Irawan, dan Dadang Muhammad Hasyim. 6. Rekan-rekan penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan: Elysa Fitri, Yayu Siti Nurhasanah, Tatit Sastrini, Nurul Widyanti, dan Nur Izza Faiqotul Himmah. 7. Teman-teman angkatan 44 yang telah banyak memberikan dorongan semangatnya (Mey Fitriyani, Triastuti Prasetyoningrum, Vishora Satyani, Osmond Vito Eliazar, dll.). 8. Teman-teman Wisma Cendrawasih atas dorongan semangatnya. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi perkembangan ilmu pestisida. Bogor, Februari 2012 Sani Nihlatussania

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Ekstraksi Insektisida Nabati... 4 Metode Maserasi... 4 Metode Fermentasi... 5 Kandungan dan Aktivitas Biologi Senyawa Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati... 7 Sirsak (Annona muricata Linn.)... 7 Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum.)... 8 Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)... 8 Kacang Babi (Tephrosia vogelii Hook. F.)... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Penyiapan Tanaman Media Uji Perbanyakan Serangga Uji Penyiapan Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Metode Maserasi Metode Fermentasi Pengujian Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati Pengamatan Efek Mortalitas terhadap Larva Instar Pertama S. litura Pengamatan Aktivitas Penghambatan Makan terhadap Larva Instar Pertama S. litura Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Perbandingan Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Mortalitas S. litura Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Penghambatan Makan S. litura Pembahasan Umum KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA vii

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Bobot dan persentase rendemen hasil ekstraksi bahan tumbuhan dengan metode maserasi Karakteristik larutan bahan tumbuhan sumber insektisida nabati selama dan sesudah proses ekstraksi dengan metode fermentasi Perbandingan efek mortalitas ekstrak insektisida nabati dengan dua metode ekstraksi yang berbeda terhadap larva instar pertama S. litura Penduga parameter toksisitas ekstrak insektisida nabati terhadap larva instar pertama S. litura Perbandingan efek penghambatan makan ekstrak insektisida nabati dengan dua metode ekstraksi yang berbeda Perbandingan luas permukaan daun yang dimakan larva instar pertama S. litura antara perlakuan dengan ekstrak maserasi dan fermentasi... 25

9 PENDAHULUAN Latar Belakang Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan aktif senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi baik pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku hama tanaman, seperti penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan perkembangan serangga, kematian/mortalitas, dan sebagainya; serta memenuhi syarat-syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman, seperti efektif, efisien, dan aman (Dadang dan Prijono 2008). Intensitas penggunaan dan pengembangan produk insektisida nabati semakin meningkat terutama dikarenakan permintaan masyarakat terhadap produk sayuran dan buah yang aman semakin meningkat. Pekuwali (2011) menyatakan bahwa beberapa petani di sentra bisnis sayuran organik di Kota Medan mengakui bahwa sayuran organik semakin diminati karena adanya kesadaran masyarakat tentang manfaat mengonsumsi sayuran organik. Selain itu, insektisida nabati memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh insektisida sintetik. Kelebihan tersebut antara lain insektisida nabati bersifat mudah terurai di alam, relatif aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk musuh alami, dapat dipadukan dengan komponen lain pengendalian hama terpadu (PHT), dan dapat memperlambat laju resistensi (Dadang dan Prijono 2008). Salah satu hal penting yang berkaitan dengan aplikasi insektisida nabati di lapangan adalah mengenai kualitas insektisida nabati yang digunakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas insektisida nabati adalah metode ekstraksi yang digunakan. Berdasarkan metode yang dipublikasikan Kardinan (2002) dan Sudarmo (2007), dapat diambil kesimpulan bahwa metode ekstraksi insektisida nabati yang mungkin diterapkan oleh masyarakat secara luas adalah metode perendaman menggunakan pelarut air. Hal ini dikarenakan penggunaan air sebagai pelarut dalam proses ekstraksi ternyata lebih murah dan mudah didapat dibandingkan dengan pelarut organik. Walaupun cenderung murah dan mudah didapat dalam penerapannya, hasil ekstraksi menggunakan pelarut air ternyata memberikan pengaruh yang kurang

10 2 efektif dibandingkan dengan pelarut organik. Tohir (2010) menyebutkan bahwa biji Annona muricata sebanyak 100 g yang diekstraksi dengan air (1:3, v/v) menurunkan aktivitas makan Spodoptera litura sebesar 27%, sedangkan biji A. muricata sebanyak 25 g yang diekstraksi dengan metanol sebanyak 100 ml ternyata dapat menurunkan aktivitas makan lebih tinggi yaitu 49.8%. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih baik dalam proses ekstraksi senyawa yang bersifat antifeedant terhadap S. litura dibandingkan dengan pelarut air. Berdasarkan fakta di atas, pengembangan metode ekstraksi alternatif yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan. Jika metode alternatif yang efektif dan efisien telah dikembangkan, hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan minat para petani untuk menggunakan insektisida nabati dalam pengendalian hama di lapangan, terutama para petani yang mengekstraksi sendiri bahan tumbuhan yang akan digunakan. Salah satu metode ekstraksi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan adalah ekstraksi menggunakan metode fermentasi. Metode ini menggunakan isolat mikroba dalam prosesnya. Salah satu jenis mikroba yang berpotensi untuk digunakan adalah bakteri selulolitik. Alasan dipilihnya bakteri selulolitik adalah karena bakteri ini mampu menghasilkan kompleks enzim yang dapat mendegradasi bahan organik, seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang merupakan komponen utama dinding sel tumbuhan (Meryandini et al. 2009, Saraswati et al. 2007). Dengan adanya sistem enzim dalam proses ekstraksi bahan tumbuhan sumber insektisida nabati, diharapkan dapat mempermudah senyawa aktif yang terkandung larut ke dalam pelarut yang digunakan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membandingkan keefektifan ekstrak daun Tephrosia vogelii (kacang babi/fabaceae), rimpang Alpinia purpurata (lengkuas merah/zingiberaceae), biji Swietenia mahagoni (mahoni/meliaceae) dan Annona muricata (sirsak/annonaceae) yang diekstrak dengan metode ekstraksi yang berbeda, yaitu maserasi menggunakan pelarut organik dan fermentasi menggunakan bakteri selulolitik.

11 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi metode ekstraksi bahan tumbuhan sumber insektisida nabati dengan metode fermentasi menggunakan bakteri selulolitik, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan dalam pencarian metode alternatif ekstraksi bahan tumbuhan sumber insektisida nabati yang efektif dan efisien.

12 TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi Insektisida Nabati Ekstraksi adalah metode umum yang digunakan untuk mengambil produk dari bahan alami, seperti jaringan tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan sebagainya. Ekstraksi dapat dianggap sebagai langkah awal dalam rangkaian kegiatan pengujian aktivitas biologi tumbuhan yang dianggap atau diduga mempunyai pengaruh biologi pada suatu organisme. Untuk menarik komponen non polar dari suatu jaringan tumbuhan tertentu dibutuhkan pelarut non polar, seperti petroleum eter atau heksana, sedangkan untuk komponen yang lebih polar dibutuhkan pelarut yang lebih polar juga, seperti etanol atau metanol (Dadang dan Prijono 2008). Metode Maserasi Menurut Dadang dan Prijono (2008), salah satu metode ekstraksi insektisida nabati yang dapat digunakan adalah metode maserasi. Teknik ini dilakukan dengan cara merendam bahan-bahan tumbuhan yang telah dihaluskan/digiling dalam pelarut terpilih, kemudian disimpan untuk jangka waktu tertentu. Penyimpanan biasa dilakukan pada suhu ruang (Handa et al. 2008). Teknik ini biasanya digunakan jika kandungan senyawa organik yang ada dalam bahanbahan tumbuhan tersebut cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan dengan baik senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah menguap, dan untuk mengekstrak senyawa kimia tersebut dari bahan alam membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari hasil ekstraksi di atas akan didapatkan filtrat (zat terlarut dalam pelarut). Untuk mendapatkan filtrat yang baik, artinya tidak mengandung partikel-partikel bahan tumbuhan baik partikel halus maupun kasar, namun hanya senyawa kimia tumbuhan yang terlarut dalam pelarut, maka hasil ekstraksi sebaiknya disaring menggunakan kertas saring. Kualitas hasil penyaringan sangat tergantung pada jenis dan kualitas kertas saring yang digunakan. Setelah didapatkan filtrat yang baik, langkah selanjutnya adalah menguapkan pelarut. Penguapan dapat dilakukan secara alami artinya

13 5 membiarkan filtrat pada wadah terbuka, namun hal ini sangat berbahaya jika dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan hasil penguapan pelarut yang cepat dan aman digunakan alat penguap yaitu rotary evaporator. Alat ini bekerja secara sederhana yaitu menguapkan pelarut dan menyisakan ekstrak tumbuhan dalam labu. Proses penguapan sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti suhu penangas, tekanan vakum, suhu air yang bersirkulasi, dan putaran labu. Setelah penguapan selesai, akan dihasilkan ekstrak tumbuhan yang mungkin dapat berbentuk padatan (solid) atau cairan (liquid). Biasanya ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi awal ini (ekstraksi dari bahan tumbuhan) disebut sebagai ekstrak kasar (crude extract). Untuk mengetahui berat ekstrak yang didapat, berat labu awal ditimbang terlebih dahulu, kemudian pada akhir proses penguapan kembali dilakukan penimbangan. Selisih berat tersebut menunjukkan berat ekstrak yang didapat. Dalam beberapa kegiatan, hasil penguapan dibiarkan terlebih dahulu beberapa lama sebelum dilakukan penimbangan. Metode Fermentasi Komponen utama dinding sel tumbuhan. Sebagian besar materi biologi mengandung selulosa (43% sampai 45%), hemiselulosa (25% sampai 30%), dan lignin (15% sampai 22%) yang semuanya termasuk ke dalam golongan sakarida. Selulosa terdiri atas rantai polimer glukosa panjang. Hemiselulosa dan lignin juga demikian, tetapi struktur yang dimiliki hemiselulosa cenderung tidak jelas (amorphous), sedangkan lignin memiliki ikatan senyawa yang berbeda dan cenderung lebih sulit untuk terdegradasi. Hal ini yang menjadi alasan diperlukannya perlakuan awal terhadap bahan tumbuhan yang akan digunakan. Tujuan dari perlakuan awal ini adalah membuka struktur fisik dari jaringan tumbuhan sehingga memberikan akses kepada enzim untuk mendegradasi selulosa. Perlakuan yang biasa dilakukan adalah dengan penggilingan bahan tumbuhan menjadi serbuk (Wyman et al. 2004). Proses terjadinya fermentasi. Fermentasi adalah proses dimana senyawasenyawa kimia dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun

14 6 metabolisme mikroba dalam substrat. Proses fermentasi diawali dengan terabsorbsinya kompleks enzim selulase (glukanase dan beta-glukosidase) pada permukaan partikel lignoselulosa yang tidak larut. Enzim glukanase akan mengubah selulosa yang merupakan polisakarida menjadi selobiosa yang merupakan disakarida. Pada tahap selanjutnya, enzim beta-glukosidase mengubah selobiosa menjadi glukosa yang merupakan monosakarida. Jika enzim yang pertama terabsorbsi pada permukaan partikel, sebaliknya enzim yang kedua terbebas dalam larutan (Wyman et al. 2004). Pada proses fermentasi selulosa yang menggunakan mikroba seperti bakteri, terdapat periode dimana enzim selulase belum dihasilkan. Periode tersebut biasanya berlangsung selama 4 sampai 48 jam. Tahap awal terjadinya fermentasi selulosa ditandai dengan dihasilkannya gelembung udara yang tampak tersebar. Seiring dengan bertambahnya selulosa yang larut, larutan akan menjadi semakin keruh. Pada hari ketiga, biasanya pertumbuhan bakteri dan sintesis kompleks enzim selulase akan terhenti (Weimer dan Zeikus 1977). Hasil fermentasi selulosa oleh bakteri antara lain etanol, asam asetat, asam format, asam propionat, asam laktat, asam butarat, gas hidrogen (H 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ), serta metana (sumber karbon berasal dari asam asetat dan CO 2 ). Selain itu, pada akhir proses fermentasi biasanya akan terjadi penurunan ph sampai 5 dan pengurangan jumlah gelembung udara dikarenakan bertambahnya konsentrasi etanol dalam substrat (Weimer dan Zeikus 1977, Marston 1948). Bakteri selulolitik. Bakteri ini disebut selulolitik karena memproduksi kompleks enzim ekstraselular, yaitu sistem hidrolitik yang menghasilkan hidrolase yang berfungsi untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, serta sistem oksidatif yang bersifat ligninolitik dan berfungsi mendegradasi lignin. Enzim ekstraselular dihasilkan untuk mendegradasi senyawa berukuran besar menjadi kecil dan larut dalam air. Kemampuan bakteri selulolitik dalam menghasilkan kompleks enzim ternyata berbeda-beda tergantung sumber karbon yang digunakan (Meryandini et al. 2009). Bakteri selulolitik memutus ikatan rantai C penyusun senyawa lignin (pada bahan berkayu), selulosa (pada bahan

15 7 berserat), dan hemiselulosa lebih lambat dibandingkan dengan senyawa polisakarida yang lebih sederhana (amilum, disakarida, dan monosakarida) (Saraswati et al. 2007). Bakteri selulolitik biasanya hidup bebas di luar organisme lain, tetapi ada sebagian kecil yang hidup dalam saluran pencernaan hewan (mamalia, serangga, dan lain-lain). Berdasarkan penelitian Roger et al. (1989), dua spesies utama bakteri selulolitik yang ditemukan dalam sistem pencernaan hewan ternak adalah Bacteroides succinogenes dan Ruminococcus flavefaciens. Purwadaria et al. (2003) menemukan Bacillus pumilus yang bersifat selulolitik dalam sistem pencernaan rayap; Anand et al. (2009) menemukan B. circulans, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter sp., Citrobacter freundii, Serratia liquefaciens, dan Aeromonas sp. yang bersifat selulolitik dalam sistem pencernaan Bombyx mori instar kelima. Selain itu, bakteri selulolitik dapat ditemukan di tempat yang mengandung senyawa organik yang berasal dari sisasisa bahan tumbuhan yang telah mati, misalnya di tanah atau di tempat sampah (Saraswati et al. 2007). Fatehah et al. (2011) melaporkan bahwa dalam tanah di sekitar pertanaman pisang ditemukan bakteri Clostridium sp., Paenibacillus urinalis, dan Staphylococcus pasteuri yang bersifat selulolitik. Kandungan dan Aktivitas Biologi Senyawa Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Sirsak (Annona muricata Linn.) Biji A. muricata mengandung senyawa alkaloid (annonain) dan minyak 42% sampai 45%. Daun dan bijinya dapat digunakan sebagai insektisida, larvasida, repellent (penolak serangga), dan antifeedant (penghambat aktivitas makan) dengan cara kerja sebagai racun kontak dan perut. Ekstrak daun A. muricata dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama belalang dan hamahama lainnya (Kardinan 2002, Raintree Nutrition 2004). Asmanizar et al. (2008) melaporkan bahwa biji A. muricata yang diekstrak menggunakan aseton dapat memberikan efek mortalitas terhadap imago Sitophilus zeamais. Ekstrak A. muricata dicampur dengan butiran beras untuk perlakuan. Persentase mortalitas imago S. zeamais setelah perlakuan dapat

16 8 mencapai 100% pada konsentrasi ekstrak A. muricata tertinggi yaitu 0.5%. Pada laporan lain (Tohir 2010), disebutkan bahwa biji A. muricata sebanyak 25 g yang diekstrak dengan metanol sebanyal 100 ml dapat menghambat aktivitas makan Spodoptera litura sebesar 49.8%. Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum.) Selain minyak atsiri, rimpang A. purpurata juga mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol, terpenoid, dan sedikit alkaloid. Secara keseluruhan, rimpang A. purpurata mengandung minyak atsiri 1%, metilsinamat, sineol, kamfer, d-pinen, galangin, eugenol, camphor, galangol, dodekatriena, dan cadineae. Rimpang A. purpurata sering digunakan sebagai obat panu, kadas, bercak kulit, demam, radang telinga, bronkhitis, masuk angin, dan diare (Permadi 2008, Sukandar et al. 2009, Sirat dan Liamen 1995). Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) Ekstrak kasar biji S. mahagoni mengandung alkaloid, terpenoid, antraquiones, cardiac glikosides, saponin, dan minyak volatil (Sahgal et al. 2009). Majid et al. (2004) melaporkan bahwa minyak biji S. mahagoni mengandung sedikit asam lemak tak jenuh antara lain myrictic acid, palmitic acid, stearic acid, oleic acid, dan arachidic acid; dengan persentase relatif berturutturut 0.56%, 52.01%, 36.01%, 0.88%, dan 9.12%. Majid et al juga melaporkan bahwa ekstrak biji S. mahagoni dapat memberikan efek mortalitas pada ikan predator spesies Anabas testudineus. Ekstrak 50% etil asetat biji S. mahagoni dapat mematikan ikan A. testudineus sampai 90% pada dosis 500 ppm. Pada konsentrasi 5%, ekstrak biji S. mahagoni yang diekstrak dengan pelarut metanol dapat menghambat aktivitas makan larva Plutella xylostella sampai 100%. Selama pengamatan, tampak bahwa larva menolak untuk memakan daun kubis yang telah dicelupkan ke dalam sediaan S. mahogani pada metode pilihan maupun tanpa pilihan. Hal ini diduga berkaitan dengan rasa pahit yang diberikan ekstrak biji S. mahagoni (Dadang dan Ohsawa 2000).

17 9 Kacang Babi (Tephrosia vogelii Hook. F.) Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan sumber insektisida nabati adalah daunnya. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan kualitatif ekstrak T. vogelii bunga ungu dengan TLC gel silika menunjukkan perbedaan pola bercak antara ekstrak daun dan biji. Ekstrak daun T. vogelii bunga ungu mengandung senyawa nonpolar lebih banyak yang tampaknya menyebabkan ekstrak bersifat aktif (Abizar dan Prijono 2010). Senyawa kimia yang terkandung dalam daun T. vogelii antara lain rotenon, deguelin, tefrosin, dan rotenolon (Delfel et al. 1970). Hasil penelitian Delobel dan Malonga (1987) menunjukkan bahwa ekstrak daun T. vogelii bersifat toksik terhadap hama gudang Caryedon serratus (Coleoptera: Bruchidae). Perlakuan menggunakan serbuk daun T. vogelii yang dicampurkan dengan kacang tanah dengan perbandingan 1:40 (w/w) menyebabkan kematian C. serratus sampai 98.8% dalam waktu 13 hari. Selain itu, perlakuan tersebut menyebabkan imago C. serratus gagal meletakkan telur 30 hari setelah perlakuan. Penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak daun T. vogelii juga memiliki efek antifeedant terhadap penggerek polong Cajanus cajan (Helicoverpa armigera, Maruca testulalis, Etiella zinckenella, dan Lampides spp.) di lapang. Perlakuan menggunakan 200 lembar daun T. vogelii yang diekstrak dengan 1 liter air dan disemprotkan pada bunga C. cajan sebanyak 4 kali dengan interval 10 sampai 15 hari dapat mengurangi tingkat kerusakan polong sampai 18% (Minja et al. 2002). Simmonds et al. (1989) menyebutkan bahwa senyawa flavonoid (5-Methoxyisolonchocarpin) dalam daun T. vogelii yang menyebabkan ekstrak T. vogelii memiliki efek antifeedant.

18 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai April sampai Oktober Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak insektisida nabati antara lain daun Tephrosia vogelii (kacang babi/fabaceae) yang diperoleh dari kebun organik Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor; rimpang Alpinia purpurata (lengkuas merah/zingiberaceae) yang diperoleh dari pasar Bogor; biji Swietenia mahagoni (mahoni/meliaceae) yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga; dan biji Annona muricata (sirsak/annonaceae) yang diperoleh dari pasar Bogor. Penyiapan Tanaman Media Uji Daun cabai (Capsicum annuum L.) varietas SPH 77 digunakan sebagai media pengujian keefektifan insektisida nabati. Benih cabai disemai dalam nampan semai yang telah diisi campuran sekam bakar dan pupuk kompos dengan perbandingan 3:1. Setelah berumur kurang lebih 4 minggu setelah tanam (MST), bibit cabai dipindah ke polybag berkapasitas 5 kg (25 cm x 25 cm) yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, dan pengendalian hama. Pupuk NPK diberikan setelah tanaman cabai berumur kurang lebih 8 MST. Pemberian pupuk NPK berikutnya dilakukan setelah panen pertama. Penyiraman dilakuan setiap pagi atau sore hari. Pengendalian hama seperti kutu-kutuan dilakukan dengan menyemprot permukaan bawah daun menggunakan air yang dialirkan lewat selang, sedangkan untuk gangguan penyakit tidak dilakukan

19 11 pengendalian karena intensitas serangannya rendah. Setelah tanaman berumur kurang lebih 10 MST, daun cabai dapat digunakan sebagai media pengujian. Perbanyakan Serangga Uji Serangga yang digunakan dalam pengujian keefektifan insektisida nabati adalah Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) instar pertama. Perbanyakan serangga uji diawali dengan pemeliharaan larva S. litura di laboratorium. Larva S. litura diperoleh dari pertanaman talas di Situ Gede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Larva yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah plastik pemeliharaan (34.5 cm x 26.5 cm x 7 cm) dengan tutup berkain kasa. Bagian dasar wadah pemeliharaan dialasi kertas buram agar cairan yang keluar bersama kotoran S. litura bisa segera diserap. Setiap wadah pemeliharaan diisi maksimal 40 ekor larva. Selama pemeliharaan, pakan yang digunakan adalah daun talas. Daun talas diperoleh dari pertanaman talas liar yang ada di sekitar kampus IPB Dramaga. Daun talas yang akan dijadikan pakan dicuci terlebih dahulu dengan air yang mengalir. Setelah dicuci, daun ditiriskan sebelum diberikan ke larva. Daun talas berukuran sedang diberikan setiap pagi dan sore hari masing-masing sebanyak 1 lembar. Setiap mengganti pakan, wadah pemeliharaan dibersihkan dari kotorankotoran larva dan dilakukan penggantian kertas buram. Setelah mencapai instar ke-6 akhir (prapupa), pada bagian dasar wadah pemeliharaan diberikan serbuk gergaji yang telah disterilisasi di dalam oven selama kurang lebih 15 menit pada suhu 105 C. Serbuk gergaji ditempatkan di dasar wadah pemeliharaan bagian pinggir dan bagian tengahnya dikosongkan (membentuk bingkai kotak). Di atas serbuk gergaji diberikan 2 lembar kertas buram. Larva S. litura dan pakannya diletakkan di atasnya. Setelah S. litura menjadi pupa, dipindahkan ke wadah yang dibuat khusus untuk imago S. litura berkopulasi dan bertelur, yaitu berupa wadah plastik berbentuk silinder (diameter 16 cm dan tinggi 16 cm). Dinding bagian dalam wadah secara keseluruhan dilapisi kertas buram. Bagian atas wadah ditutup menggunakan tutup kasa. Setiap wadah pemeliharaan diisi maksimal 30 buah pupa. Setelah imago S. litura keluar dari pupa, diletakkan pakan berupa larutan

20 12 madu (perbandingan air dan madu 9:1) yang diserapkan pada kapas dan diletakkan di atas tutup kasa. Imago yang telah berkopulasi akan meletakkan telurnya pada permukaan kertas buram. Jika kelompok telur yang dihasilkan sudah cukup banyak dan warnanya sudah agak gelap (abu-abu kehitaman), telur dipanen. Telur dipanen dengan menggunting kertas buram yang menjadi tempat bertelur S. litura sesuai ukuran kelompok telur yang dihasilkan. Kelompok telur yang didapat dimasukkan ke dalam wadah plastik berbentuk silinder yang lebih kecil (diameter 6 cm dan tinggi 6.5 cm). Setelah telur menetas, larva S. litura segera digunakan untuk pengujian. Penyiapan Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Daun T. vogelii dikeringanginkan selama seminggu, kemudian dipotong menjadi bagian-bagian kecil. Sebaliknya, rimpang A. purpurata dipotong menjadi bagian-bagian kecil terlebih dahulu sebelum dikeringanginkan selama seminggu. Biji S. mahagoni dan A. muricata dikupas kulitnya sehingga didapat bagian endospermanya, kemudian dikeringanginkan selama seminggu juga. Semua bahan tumbuhan dikeringanginkan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari secara langsung) dan kering. Setelah kering, setiap bahan tumbuhan digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Setiap bahan tumbuhan yang sudah digiling diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0,5 mm. Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Metode Maserasi Setiap bahan tumbuhan sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan metanol teknis yang terlebih dahulu diuapkan menggunakan rotary evaporator (agar diperoleh metanol murni) sampai semua bahan tumbuhan terendam, lalu disimpan selama 2 malam (48 jam). Rendaman masing-masing bahan tumbuhan disaring menggunakan corong kasa yang dialasi kertas saring. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 C dan tekanan 337 mbar hingga diperoleh ekstrak kasar. Metanol hasil

21 13 penguapan yang diperoleh digunakan kembali untuk merendam bahan tumbuhan hasil penyaringan selama 2 malam juga, kemudian diuapkan kembali menggunakan rotary evaporator. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari pendingin pada suhu ± 4 C hingga saat digunakan. Penyiapan Sediaan Ekstrak yang Diperoleh dari Metode Maserasi. Ekstrak T. vogelii sebanyak 0.5 g dicampur dengan pelarut metanol, Solvesso R-100, dan pengemulsi Tween-80 (9:1:5) sebanyak 0.48 ml; kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 50 ml. Konsentrasi akhir metanol, Solvesso R-100, dan Tween-80 adalah 0.96%. Akuades yang mengandung pelarut metanol, Solvesso R-100, dan Tween-80 digunakan sebagai larutan kontrol. Untuk ekstrak A. muricata, A. purpurata, dan S. mahagoni dicampur dengan pelarut aseton dan pengemulsi Tween-80 (5:1) sebanyak 0.6 ml; kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 50 ml. Konsentrasi akhir metanol dan Tween-80 adalah 1.2%. Semua larutan ekstrak dikocok menggunakan pengocok ultrasonik agar diperoleh ekstrak yang tersuspensikan secara merata dalam akuades. Selanjutnya, dilakukan pengenceran pada tiap suspensi ekstrak sehingga diperoleh konsentrai 1%, 0.5%, 0.25%, dan 0.125%. Metode Fermentasi Perbanyakan bakteri selulolitik. Isolat bakteri yang digunakan selama proses ekstraksi diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan sudah diuji positif menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi selulosa. Isolat bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan kambing dan diisolasi dari kotorannya. Sebelum proses ekstraksi, bakteri dibiakkan terlebih dahulu pada media Natrium Agar (NA) dengan komposisi: akuades 100 ml, beef extract 0.3 g, peptone 0.5 g, dan bacto agar 1.5 g. Semua bahan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer lalu diaduk sampai semua bahan padat larut dalam akuades, kemudian media disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 C dan tekanan 1 atm. Setelah dibiakkan pada media NA, isolat bakteri diperbanyak pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dengan komposisi: akuades 100 ml, kentang 20 g,

22 14 dan dextrose 2 g. Sebelum media dibuat, kulit kentang dikupas, kemudian dicuci dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Selanjutnya, kentang direbus dalam akuades sampai tekstur kentang menjadi lunak. Hasil rebusan disaring untuk diambil sarinya. Setelah itu, ditambahkan dextrose dan akuades sampai volumenya menjadi 100 ml lagi, lalu diaduk sampai dextrose larut. Media PDB yang sudah selesai dibuat dimasukkan ke dalam 25 buah tabung reaksi (masing-masing 5 ml). Media disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu dan tekanan yang sama dengan proses sterilisasi media NA. Untuk perbanyakan bakteri, sebanyak 1 ose isolat bakteri dimasukkan ke dalam media PDB dan dihomogenkan menggunakan Vortex. Media PDB yang berisi isolat bakteri diinkubasikan selama ± 36 jam sambil dikocok menggunakan shaker. Selama pengocokan, ujung tabung ditutup menggunakan alumunium foil tanpa diberi seal. Setelah masa inkubasi, isolat bakteri segera digunakan untuk proses ekstraksi. Ekstraksi insektisida nabati dengan metode fermentasi. Setiap bahan tumbuhan ditimbang sebanyak 10, 5, 2.5, dan 0.5 g; kemudian dimasukkan ke dalam wadah ekstraksi dan ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 45 ml. Setelah itu, ditambahkan isolat bakteri yang telah diperbanyak dalam media PDB sehingga didapat larutan sebanyak 50 ml dengan konsentrasi bahan tumbuhan 20%, 10%, 5%, dan 1%. Untuk kontrol, larutan hanya berisi akuades dan isolat bakteri. Selanjutnya, wadah ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan sampai 48 jam. Pada 24, 36, dan 48 jam setelah isolat bakteri dimasukkan; dilakukan pengadukan terhadap larutan bahan tumbuhan. Pengadukan dilakukan agar terjadi perputaran udara dalam larutan sehingga diharapkan pertumbuhan bakteri dapat terjadi secara merata. Setelah 48 jam, dilakukan penyaringan terhadap ekstrak hasil fermentasi. Penyaringan dilakukan menggunakan saringan berjalinan ± 0.1 mm. Sediaan ekstrak hasil penyaringan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu ± 4 C hingga saat digunakan.

23 15 Pengujian Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati Pengujian dilakukan dengan metode residu pada daun menggunakan metode celup daun. Pengujian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis metode ekstraksi yang digunakan, meliputi ekstraksi dengan pelarut organik (maserasi) dan bakteri selulolitik (fermentasi). Faktor kedua adalah jenis bahan tumbuhan sumber ekstrak yang digunakan meliputi daun T. vogelii, rimpang A. purpurata, biji S. mahagoni dan A. muricata. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Daun yang digunakan dalam pengujian diusahakan berukuran seragam dan tidak terserang penyakit. Daun cabai dicelup satu per satu ke dalam suspensi ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu ditiriskan. Daun kontrol dicelupkan ke dalam larutan kontrol yang sesuai. Setelah tiris, tangkai daun dibalut dengan kapas dan seal dari batas helai daun dan tangkai sampai ujung kapas kecuali bagian paling ujung. Bagian kapas yang tidak tertutup seal dicelupkan ke dalam akuades sampai akuades mencapai setengah bagian kapas. Selanjutnya, bagian tersebut dibalut juga menggunakan seal. Pemberian akuades yang diserapkan pada kapas bertujuan daun perlakuan tetap segar sampai pengamatan selesai dilakukan. Pembalutan tangkai dan kapas secara keseluruhan menggunakan seal dilakukan untuk mencegah serangga uji meminum akuades yang diserapkan pada kapas, sehingga didapat data yang lebih akurat karena larva hanya memakan daun yang sudah diberi perlakuan menggunakan sediaan ekstrak tumbuhan. Setiap daun perlakuan dan daun kontrol diletakkan secara terpisah di dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang dialasi kertas tisu yang ukurannya melebihi diameter cawan (satu daun per cawan). Cawan diletakkan pada posisi terbalik. Alas tisu diletakkan pada bagian tutup cawan, sedangkan bagian dasar cawan ditutupkan di atas tisu. Dengan demikian, bagian tutup dan dasar cawan tersekat tisu sehingga serangga uji tidak dapat keluar dari cawan. Sebanyak 10 ekor larva instar pertama S. litura yang baru menetas dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diberikan daun kontrol atau daun perlakuan sesuai konsentrasinya. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan efek mortalitas terhadap serangga uji dan dilakukan penggantian daun perlakuan

24 16 dengan daun perlakuan yang baru, begitu juga dengan daun kontrol. Setelah itu, dilakukan pengamatan aktivitas penghambatan makan dengan menghitung luas permukaan daun yang dimakan serangga uji pada daun perlakuan dan kontrol. Dua puluh empat jam berikutnya, daun perlakuan dan daun kontrol diganti dengan daun tanpa perlakuan. Pengamatan efek mortalitas dan aktivitasas penghambatan makan dilakukan setiap hari selama 3 hari pada 24, 48, dan 72 jam sejak awal perlakuan (JSAP). Pengamatan Efek Mortalitas terhadap Larva Instar Pertama S. litura Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larvaa instar pertama S. litura yang mati. Serangga uji yang terlihat tidak bergerak, tubuhnya mengerut dan berwarna coklat kehitaman dianggap sebagai serangga uji mati. Persentase mortalitas serangga uji dihitung menggunakan rumus: PM 100% keterangan: PM = persentase mortalitas serangga uji (%) M = jumlah total serangga uji yang mati selama pengamatan N = jumlah total serangga uji yang digunakan untuk pengujian Pengamatan Aktivitas Penghambatan Makan terhadap Larva Instar Pertama S. litura Alat bantu yang digunakan selama pengamatan antara lain kaca pembesar, spidol, dan lampu. Daun yang diamati direntangkan di atas kaca pembesar dan diletakkan di depan lampu sehingga terlihat jelas bekas gigitan serangga uji. A Gambar 1 B Penghitungan total lingkaran bekas gigitan larvaa instar pertama S. litura (A) dan ilustrasinya (B).

25 17 Bekas gigitan tampak membentuk wilayah dengan warna lebih muda daripada bagian daun yang tidak digigit. Bekas gigitan larva instar pertama S. litura yang teramati selama pengamatan pada umumnya berbentuk lingkaran (diameter ± 0.5 mm). Jumlah lingkaran bekas gigitan tersebut dihitung untuk mendapatkan jumlah total bagian permukaan daun yang dimakan serangga uji. Selain lingkaran, bekas gigitan serangga uji juga memiliki bentuk tidak beraturan. Untuk menghitungnya, dilakukan estimasi terhadap jumlah lingkaran berdiameter ± 0.5 mm yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh wilayah bekas gigitan yang bentuknya tidak beraturan. Untuk mempermudah proses penghitungannya, digunakan spidol (diameter ujung ± 0.5 mm) untuk memberi tanda titik pada wilayah bekas gigitan sampai penuh (lihat Gambar 6B). Jumlah tanda titik tersebut diasumsikan sebagai jumlah bekas gigitan serangga uji yang berbentuk lingkaran dengan diameter ± 0.5 mm. Setelah diperoleh jumlah total lingkaran bekas gigitan serangga uji, nilai tersebut dikalikan dengan mm 2 (luas lingkaran bekas gigitan serangga uji yang dijadikan patokan) sehingga diperoleh luas permukaan daun cabai yang dimakan serangga uji. Persentase penghambatan makan dihitung menggunakan rumus: B 1 x 100% keterangan: B = persentase penghambatan makan (%) Ap = luas permukaan daun yang dimakan dari perlakuam (mm 2 ) Ak = luas permukaan daun yang dimakan dari kontrol (mm 2 ) Pengolahan Data Data mortalitas dan penghambatan makan yang diperoleh diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% menggunakan paket program Statistical Analysis System (SAS) (SAS Institute 1990). Data mortalitas yang diperoleh juga diolah dengan metode probit (Finney 1971) untuk menghitung nilai LC (lethal concentration) tiap ekstrak menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). Penghitungan nilai LC hanya dilakukan pada data hasil perlakuan ekstrak dengan persentase mortalitas > 50%. Nilai LC yang dihitung adalah LC 50 dan LC 95.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A. muricata, dan rimpang A. purpurata (Tabel 1). Ekstrak yang diperoleh dari biji S. mahagoni berbentuk campuran cairan kental berwarna coklat muda transparan dan padatan yang berwarna coklat muda bertekstur lunak. Ekstrak daun T. vogelii berbentuk cairan kental dan lengket berwarna hijau tua pekat. Ekstrak biji A. muricata berupa cairan kental berwarna coklat tua transparan. Ekstrak rimpang A. purpurata berbentuk campuran cairan kental berwarna coklat kemerahan transparan dan padatan yang berwarna coklat kemerahan pekat dan lengket. Tabel 1 Sumber ekstrak Bobot dan persentase rendemen hasil ekstraksi bahan tumbuhan menggunakan metode maserasi Bobot awal (g) Bobot akhir (g) a Rendemen (%) b A. muricata A. purpurata S. mahagoni T. vogelii a Bobot akhir merupakan bobot ekstrak kasar yang diperoleh setelah filtrat diuapkan. b Nilai rendemen diperoleh menggunakan rumus: (bobot akhir/bobot awal) x 100%. Pada proses ekstraksi menggunakan metode fermentasi, beberapa perubahan tampak pada larutan selama proses fermentasi, antara lain terjadi perubahan warna larutan, timbul gelembung udara di antara bahan tumbuhan sumber ekstrak, dan terjadi pengentalan larutan (Tabel 1). Warna larutan yang menjadi keruh menunjukkan selulosa telah terdegradasi dan larut dalam akuades. Terjadinya pengentalan larutan menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Timbulnya gelembung udara menunjukkan telah dimulainya proses fermentasi (Weimer dan Zeikus 1977). Warna sediaan ekstrak yang diperoleh umumnya berwarna coklat,

27 19 kecuali ekstrak S. mahagoni berwarna oranye kecoklatan. Kepekatan warna tiap ekstrak meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi bahan tumbuhan dalam larutan. Volume yang didapat setiap ekstrak menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bahan tumbuhan dalam larutan. Tabel 2 Karakteristik larutan bahan tumbuhan sumber insektisida nabati selama dan sesudah proses ekstraksi menggunakan metode fermentasi Sumber ekstrak Konsentrasi (%) Warna Karakteristik larutan Volume setelah Gelembung Udara a Kekentalan a penyaringan (ml) A. muricata 1 Coklat muda A. purpurata 1 Coklat susu S. mahagoni 1 Oranye kecoklatan T. vogelii 1 Coklat tua a Tanda + menunjukkan jumlah gelembung udara dan tingkat kekentalan larutan. Semakin banyak tanda + yang dimiliki suatu ekstrak, semakin banyak gelembung udara yang terlihat dan semakin tinggi tingkat kekentalannya. Perbandingan Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Mortalitas S. litura Pengaruh tiap ekstrak terhadap persentase mortalitas larva instar pertama S. litura ditunjukkan pada Tabel 3. Perlakuan yang dapat menyebabkan kematian serangga uji 80% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak A. muricata dan S. mahagoni maserasi. Sebaliknya, perlakuan yang menyebabkan kematian

28 20 < 50% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak A. purpurata maserasi maupun fermentasi dan A. muricata fermentasi. Perlakuan yang menyebabkan kematian serangga uji 50% sampai 79% (sedang) adalah ekstrak T. vogelii maserasi maupun fermentasi dan S. mahagoni fermentasi. Tabel 3 Sumber ekstrak Perbandingan efek mortalitas ekstrak insektisida nabati dengan dua metode ekstraksi yang berbeda terhadap larva instar pertama S. litura Konsentrasi (%) Maserasi Metode ekstraksi Mortalitas Konsentrasi (%) a (%) Fermentasi Mortalitas (%) a A. muricata 1 90a 20 4cd a 10 8cd b 5 14cd c 1 12cd Kontrol 0d Kontrol 0d A. purpurata 1 38a 20 28ab ab 10 24ab abc 5 16bc bc 1 10bc Kontrol 2c Kontrol 0c S. mahagoni 1 86a 20 56bc b 10 34de cd 5 28de ef 1 18ef Kontrol 0f Kontrol 0f T. vogelii 1 62a 20 60a ab 10 44abc bc 5 28bc e 1 18cd Kontrol 0d Kontrol 0d a Mortalitas kumulatif pada 72 jam sejak awal perlakuan (JSAP). Untuk setiap rataan mortalitas yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

29 21 Pada perlakuan ekstrak A. muricata, perlakuan dengan ekstrak fermentasi kurang aktif dalam memberikan efek mortalitas terhadap serangga uji. Hal ini terlihat dari persentase mortalitas tertinggi yang dihasilkan sebesar 14%, sedangkan perlakuan dengan ekstrak maserasi mencapai 90%. Pada perlakuan ekstrak A. purpurata, persentase mortalitas tertinggi yang dihasilkan perlakuan ekstrak fermentasi cenderung tidak berbeda nyata dengan ekstrak maserasi, yaitu masing-masing sebesar 38% dan 28%. Pada perlakuan ekstrak S. mahagoni, perlakuan dengan ekstrak fermentasi menghasilkan persentase kematian sebesar 56% yang berbeda nyata dengan ekstrak maserasi yaitu 86%. Pada perlakuan ekstrak T. vogelii maserasi maupun fermentasi, persentase mortalitas tertinggi yang diperoleh kedua perlakuan tidak berbeda nyata yaitu masing-masing sebesar 60% dan 62%. Tabel 4 menunjukkan nilai LC (lethal concentration) ekstrak insektisida nabati yang digunakan dalam perlakuan. Penghitungan nilai LC hanya dilakukan pada ekstrak yang menghasilkan kematian serangga 50% pada saat pengujian. Nilai LC merupakan tolok ukur toksisitas suatu bahan. Tabel 4 Penduga parameter toksisitas ekstrak insektisida nabati terhadap larva instar pertama S. litura Jenis ekstrak a ± Gb a b ± GB a LC 50 (SK 95%) a A. muricata maserasi ± ± (%) LC 95 (SK 95%) a (%) ( ) ( ) S. mahagoni maserasi T. vogelii maserasi T. vogelii fermentasi ± ± ± ± ± ± ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) S. mahagoni fermentasi ± ± a a = intersep regresi probit, b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.

30 22 Berdasarkan nilai LC 50 dan LC 95, ekstrak A. muricata maserasi paling aktif terhadap larva instar pertama S. litura dengan nilai LC 50 dan LC 95 berturut-turut 0.25% dan 1.42%; diikuti ekstrak S. mahagoni maserasi (0.35% dan 1.98%) dan ekstrak T. vogelii maserasi (0.55% dan 15.62%). Untuk ekstraksi dengan metode maserasi, dari nilai LC 50 dan persentase rendemen yang dihasilkan dari ekstrasi maserasi (Tabel 1), dapat diketahui jumlah bahan tumbuhan sumber ekstrak kering yang dibutuhkan untuk menghasilkan kematian serangga sebesar 50%. Untuk ekstraksi biji A. muricata dibutuhkan bahan tumbuhan sebanyak 4.03 g, untuk biji S. mahagoni sebanyak 1.79 g, dan untuk daun T. vogelii sebanyak 6.22 g. Dari jumlah tersebut dapat diketahui bahwa pada ekstrasi biji A. muricata maserasi membutuhkan bahan tumbuhan kering lebih banyak daripada biji S. mahagoni, walaupun nilai LC 50 -nya lebih rendah. Untuk ekstraksi dengan metode fermentasi dengan masa perendaman 48 jam, dari nilai LC 50 dapat diketahui bahwa selama proses ekstraksi dibutuhkan biji S. mahagoni sebanyak g dan daun T. vogelii sebanyak g. Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa pada ekstraksi menggunakan metode fermentasi dengan masa inkubasi 48 jam membutuhkan bahan tumbuhan ekstrak lebih banyak untuk menghasilkan persentase mortalitas yang sama dibandingkan dengan metode maserasi. Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Penghambatan Makan S. litura Pengaruh penghambatan makan tiap ekstrak terhadap larva instar pertama S. litura ditunjukkan pada Tabel 5. Perlakuan yang dapat menyebabkan penghambatan aktivitas makan 75% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak T. vogelii dan S. mahagoni maserasi. Sebaliknya, perlakuan yang menyebabkan penghambatan makan < 50% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak A. purpurata maserasi maupun fermentasi. Perlakuan yang menyebabkan persentase penghambatan makan serangga uji 50% sampai 70% (sedang) adalah ekstrak A. muricata maserasi maupun fermentasi, S. mahagoni fermentasi, dan T. vogelii fermentasi.

31 23 Tabel 5 Perbandingan efek penghambatan makan ekstrak insektisida nabati dengan dua metode ekstraksi yang berbeda Sumber ekstrak Konsentrasi (%) Metode ekstraksi Maserasi Fermentasi Penghambatan makan (%) a pada Konsentrasi Penghambatan makan (%) a pada 24 JSAP 48 JSAP 72 JSAP (%) 24 JSAP 48 JSAP 72 JSAP A. muricata a 31.80abc -3.71c c -1.61c -4.62c ab 14.62bc 0.69c c 1.50c -1.81c abc 7.71c -4.50c c 0.53c -3.95c bc 5.22c -4.70c c -4.57c -4.25c A. purpurata ab 35.73a -4.54b ab 14.25ab 1.82ab ab 27.70ab -6.48b ab 11.53ab -4.72b ab 24.19ab -6.81b ab 7.91ab -4.47b ab 0.98ab -5.72b ab 2.06ab -1.51b S. mahagoni ab 79.81a -5.04ij abcd 57.75abcd 0.86hij abcd 69.32abc -6.07ij bcde 49.17cde -6.87j cde 57.59abcd 1.14hij def 29.96efg -4.72ij efg 44.22cdef 6.00ghij efgh 21.03fghi -4.65ij T. vogelii abcd 82.93a 20.69fgh cde 49.08cde 0.29h cde 77.91ab 14.72fgh efgh 31.25efg 3.01h def 67.34abc 9.61fgh fgh 19.27fgh 1.74h efg 57.15bcde 7.05gh gh 18.51fgh 0.46h a Nilai penghambatan makan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. JSAP = jam sejak awal perlakuan. Kemampuan makan tiap larva pada perlakuan dengan ekstrak maserasi = 4.47 mm 2, sedangkan perlakuan dengan ekstrak fermentasi = 2.87 mm 2. 23

32 24 Pada perlakuan ekstrak A. muricata, perlakuan dengan ekstrak fermentasi menghasilkan penghambatan aktivitas makan yang kurang baik. Hal ini terlihat dari persentase penghambatan makan tertinggi yang dihasilkan sebesar 5.67% pada 24 jam sejak awal perlakuan (JSAP), sedangkan perlakuan dengan ekstrak maserasi mencapai 62.16% pada 24 JSAP. Pada perlakuan ekstrak A. purpurata, perlakuan dengan ekstrak maserasi menunjukkan hasil yang cenderung lebih tinggi dengan persentase penghambatan makan sebesar 35.73% pada 24 JSAP, sedangkan ekstrak fermentasi sebesar 14.25% pada 48 JSAP. Pada perlakuan ekstrak S. mahagoni, perlakuan dengan ekstrak maserasi menghasilkan persentase pernghambatan makan lebih tinggi dengan nilai yang berbeda nyata yaitu sebesar 79.81% pada 48 JSAP, sedangkan ekstrak fermentasi sebesar 59.25% pada 24 JSAP. Pada perlakuan ekstrak T. vogelii, perlakuan ekstrak maserasi dan fermentasi menghasilkan persentase penghambatan makan yang berbeda nyata juga. Persentase penghambatan makan tertinggi pada perlakuan dengan ekstrak maserasi sebesar 82.93% pada 48 JSAP, sedangkan ekstrak fermentasi sebesar 50.15% pada 24 JSAP. Luas permukaan daun yang dimakan pada daun kontrol perlakuan maserasi dan fermentasi ternyata menunjukkan nilai yang berbeda nyata; baik pada 24, 48, maupun 72 JSAP (Tabel 6). Hal yang sama juga terlihat pada daun yang diberi ekstrak tumbuhan. Secara keseluruhan, terlihat bahwa luas permukaan daun yang dimakan serangga uji pada perlakuan fermentasi lebih rendah daripada maserasi. Pada perlakuan menggunakan ekstrak A. muricata, S. mahagoni, dan T. vogelii; perbedaan luas permukaan daun yang dimakan secara nyata mulai terlihat pada 48 JSAP; sedangkan pada ekstrak A. purpurata baru terlihat pada 72 JSAP. Perbedaan ini masih terlihat pada 72 JSAP untuk semua perlakuan. Hal ini diperkirakan karena pada daun perlakuan yang diberi ekstrak fermentasi tercium bau amonia (terlihat pada 12 JSAP), teramati serangga uji sebagian besar tidak berada pada permukaan daun, melainkan berada di atas alas tisu atau pada tutup cawan. Perbedaan ini menunjukkan bahwa adanya massa bakteri selulolitik dalam ekstrak tumbuhan dapat menurunkan luas permukaan daun yang dimakan larva instar pertama S. litura hingga 60.43%.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Penyiapan Tanaman Media Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Penyiapan Tanaman Media Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi Insektisida Nabati Metode Maserasi

TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi Insektisida Nabati Metode Maserasi TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi Insektisida Nabati Ekstraksi adalah metode umum yang digunakan untuk mengambil produk dari bahan alami, seperti jaringan tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan sebagainya. Ekstraksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari awal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu  Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Waktu:

Lebih terperinci

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah PROPOSAL TUGAS AKHIR - SB 091351 UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINTARO (Cerbera odollam) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MEDIA DAUN CABAI RAWIT (Capsicum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari bulan Juni 2014 sampai dengan September

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG SEPTRIPA A34051189 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK SEPTRIPA.

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK NUR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris yang dilakukan dengan rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO&

24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& 24 J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika ql), bfaret ZO& Ekstrak kulit batang tumbuhan tersebut memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap kumbang Calosobruchus maculafus dan ulat hop kubis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA) sebagai tempat ekstraksi fungisida nabati,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi FMIPA UNY. 2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah jamur Fusarium oxysporum. Penelitian eksperimen yaitu penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian dan Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penanaman Brokoli Perbanyakan Serangga Uji Crocidolomia pavonana

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penanaman Brokoli Perbanyakan Serangga Uji Crocidolomia pavonana BAHAN DAN METODE 19 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan April-Agustus 2010. Kegiatan penelitian terdiri dari penyiapan alat, bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang Lampiran 2. Gambar 1. Hewan Teripang segar Gambar 2. Daging Teripang Lampiran 2. (Lanjutan) Gambar 3. Simplisia Teripang Gambar 4. Serbuk simplisia Lampiran

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F.

AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolompa pavonana F. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 124 Jurnal Agrotek Tropika 2(1):124-129, 2014 Vol. 2, No. 1: 124 129, Januari 2014 AKTIVITAS ANTIFIDAN EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) DAN BUAH LADA HITAM (Piper

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii 1 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Tephrosia vogelii Kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker (Leguminosae) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tanaman kacang babi berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEEFEKTIFAN EKSTRAK LIMA SPESIES Piper (PIPERACEAE) UNTUK MENINGKATKAN TOKSISITAS EKSTRAK Tephrosia vogelii TERHADAP HAMA KUBIS Crocidolomia pavonana BIDANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci