UKURAN DAN TAKARAN TEPUNG TULANG SAPI MENENTUKAN PRODUKSI INOKULAN MIKORIZA Glomus etunicatum NPI-126 (Becker & Gerdemann)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UKURAN DAN TAKARAN TEPUNG TULANG SAPI MENENTUKAN PRODUKSI INOKULAN MIKORIZA Glomus etunicatum NPI-126 (Becker & Gerdemann)"

Transkripsi

1 UKURAN DAN TAKARAN TEPUNG TULANG SAPI MENENTUKAN PRODUKSI INOKULAN MIKORIZA Glomus etunicatum NPI-126 (Becker & Gerdemann) Abstrak Tepung tulang merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai sumber fosfor (P) dan kalsium (Ca) yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur P dapat menimbulkan masalah, karena dapat menghambat pembentukan dan perkembangan fungi mikoriza arbuskula (FMA) jika diberikan dengan takaran yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan ukuran garis tengah dan takaran tepung tulang terbaik untuk memproduksi inokulan FMA Glomus etunicatum NPI-126 dan biomassa tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb). Percobaan rumah kaca dilaksanakan dengan rancangan kelompok lengkap yang terdiri atas perlakuan kontrol dan 12 kombinasi berbagai ukuran garis tengah dan takaran tepung tulang sapi serta diulang tiga kali. Penggunaan tepung tulang menghasilkan kolonisasi yang nyata lebih rendah namun menghasilkan jumlah spora G. etunicatum NPI-126 yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk buatan. Ukuran garis tengah tepung tulang yang semakin kecil berpengaruh nyata meningkatkan kolonisasi dan jumlah spora G. etunicatum NPI-126. Tepung tulang dan pupuk buatan menghasilkan pengaruh tidak nyata dalam meningkatkan bobot kering tanaman kudzu. Penggunaan tepung tulang berukuran garis tengah < 250 µm yang diberikan dengan takaran mg per pot menghasilkan jumlah spora G. etunicatum (2329 buah per 100 g inokulan) dan bobot kering akar terkolonisasi yang lebih tinggi (44.37 mg per pot). Tepung tulang berukuran garis tengah lebih besar ( > 250 µm) harus diberikan dengan takaran yang lebih banyak (> 40 mg). Kata kunci: G. etunicatum, A. tuberculata, P. phaseoloides, tepung tulang, kolonisasi akar, produksi inokulum. Abstract Bone meal is a natural source of phosphorus (P) and calcium (Ca) which required for plant growth, but P can cause problems if occur in high concentrations particularly will inhibit growth of mycorrhizal fungi. The aim of this study was to find the best diameter size and dosage of milled bone meal for producing Glomus etunicatum NPI-126 inoculant and for increasing kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) plant biomass. A glasshouse experiment was laid out in a randomized block design consisted of control and 12 combination of different diameter size and weight of milled bone meal and replicated three times. Milled bone meal reduced significantly of root colonization but increased significantly number of spores compared to artificial fertilizer. Reducing milled bone meal diameter size significantly increased root colonization and number of spores of AMF G. etunicatum NPI-126. Milled bone meal and artificial fertilizer resulted not significanty different effect in increasing dry matter of kudzu plant. Application of mg per pot milled bone meal with < 250 µm diameter size

2 56 will produce higher number of spores of G. etunicatum (2329 spores per 100 g of inoculant) and dry matter of colonized root (44.37 mg per pot). Milled bone meal can be applied with coarser diameter size (> 250 µm) but with higher dosage (> 40 mg). Keywords: G. etunicatum, P. phaseoloides, bone meal, inoculum production. Pendahuluan Peran fungi mikoriza arbuskula (FMA) untuk mengatasi cekaman nir-hayati dan hayati pada tanaman dan meningkatkan produktivitas ekosistem telah diketahui dengan baik (Smith & Read 2008; Smith et al. 2010). Propagul FMA (spora, hifa, dan akar terkolonisasi) merupakan struktur untuk mempertahankan kelestarian FMA di alam. Propagul FMA dapat musnah karena salah urus sumberdaya lahan, misalnya pemupukan yang berlebihan. Produksi inokulum atau propagul FMA dengan demikian berperan penting karena dapat menghasilkan inokulan komersial untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman, merestorasi sumberdaya lahan yang terlanjur rusak, menyelamatkan dan melestarikan plasma nutfah FMA dari kemusnahan, memunculkan aktivitas baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, sekaligus melepaskan petani dari ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida yang dengan kata lain menciptakan kondisi menuju petani yang lebih mandiri dan berdaulat. Glomus etunicatum (Becker & Gerdemann) merupakan salah satu FMA yang dijumpai pada berbagai ekosistem dan pembentukan sporanya berkorelasi positif dengan kadar P (Carrenho et al. 2001), meningkat pesat jika ditumbuhkan dalam pot (Troeh & Loynachan 2009), memfasilitasi tanaman legum untuk bersimbiosis dengan rhizobia (Siviero et al. 2008), memperkaya tanah rizosfer kaya dengan karbon, bakteri dan fungi sehingga meningkatkan aktivitas biologis (Smith & Read 2008). Produksi inokulum FMA pada umumnya dilakukan pada kultur pot terbuka menggunakan satu atau lebih isolat FMA, tanaman inang tertentu (jagung, kudzu, sorgum, dan sebagainya), bahan mineral alami (pasir, zeolit) sebagai medium tumbuh, dan pupuk buatan sebagai sumber hara (Gianinazzi & Vosátka 2004; Feldmann et al. 2009; IJdo et al. 2011). Salah satu sumber hara yang berpotensi

3 57 untuk digunakan dalam produksi inokulan FMA ialah tepung tulang mengingat harganya yang murah, mudah didapat, ramah lingkungan, dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Tepung tulang semenjak akhir abad ke delapan belas telah dipandang sebagai pupuk penyedia unsur hara P. Namun demikian, semenjak tahun 1950an peran tepung tulang sebagai pupuk telah digantikan oleh pupuk buatan yang mengandung hara P lebih tinggi sebagai akibatnya minat petani dan peneliti untuk memanfaatkan dan meneliti tepung tulang termasuk potensinya sebagai sumber hara P dalam produksi inokulum FMA juga berkurang drastis (Romer 2006). Padahal tepung tulang mampu melepaskan P secara lambat yang sebanding dengan batuan fosfat atau, pada beberapa jenis tanah, memiliki efektivitas yang sama dengan pupuk superfosfat. Sejauh ini belum pernah dilaporkan ukuran garis tengah dan takaran tepung tulang yang optimal untuk memproduksi inokulan G. etunicatum NPI-126 dan meningkatkan biomassa tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb). Oleh sebab itu penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk menentukan ukuran garis tengah dan takaran optimal tepung tulang untuk memproduksi inokulan G. etunicatum NPI-126 dan meningkatkan biomassa tanaman kudzu. Bahan dan Metode Bahan. Spora G. etunicatum NPI-126 diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB, dan diperbanyak dengan metode kultur tunggal menggunakan tanaman kudzu sebagai inang, zeolit berukuran garis tengah 1 mm x 1mm 3 mm x 4 mm atau lolos mata saring bergaris tengah 5 mm sebagai substrat, dan larutan pupuk buatan sebagai sumber hara. Tepung tulang sapi giling diperoleh dari Laboratorium Pengolahan Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tepung tulang tersebut mengandung 1.65% N, 12.16% P, 0.16% K, 19.82% Ca, 11 mg kg -1 Fe, 23 mg kg -1 Mn, dan 125 mg kg -1 Zn. Pupuk buatan dibeli dari toko pertanian di Darmaga, Bogor. Pupuk ini mengandung 25% N, 1.09 % P, dan 6.08% K.

4 58 Pelaksanaan Percobaan. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2004 di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Perkecambahan benih kudzu dilaksanakan pada baki plastik berisi media tumbuh zeolit yang telah dicuci. Penanaman bibit kudzu dilaksanakan pada pot plastik wadah air mineral berukuran 240 ml yang bagian bawahnya berlubang. Pot plastik tersebut berisi medium tumbuh berupa 175 g zeolit dan sumber hara sesuai perlakuan kecuali larutan pupuk buatan yang diberikan pada saat tanam. Sumber P yang diuji dicampur dengan medium tumbuh sesaat sebelum penanaman. Larutan pupuk buatan diberikan pada saat tanam dan diulang setiap tiga hari dengan takaran 0.5 g L -1. Pada media tumbuh, dalam keadaan basah, dibuat lubang dan kemudian ke dalamnya diletakkan bibit kudzu berdaun dua berukuran seragam. Pada akar bibit diinokulasikan 20 buah spora FMA dengan bantuan pipet. Lubang tanam kemudian ditutup kembali. Bibit dipelihara selama 12 minggu dan selama percobaan kondisi air dipertahankan tetap lembap dengan cara penyiraman air setiap hari. Pengamatan. Pada umur 6 minggu setelah tanam (MST) diambil satu pot secara acak dari setiap ulangan kombinasi perlakuan untuk diamati kolonisasi akarnya. Satu pot plastik dibongkar pada umur 12 MST, bagian atas tanaman beserta akarnya dibawa ke laboratorium untuk diukur bobot kering dan kolonisasi mikorizanya. Bobot kering diukur pasca pengeringan dalam oven bersuhu 80 C yaitu setelah tercapai bobot yang konstan. Kolonisasi akar diamati dengan metode Phillips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi sebagai berikut. Akar dipisahkan dari bagian atas tanaman dan dicuci bersih yang diikuti dengan perendaman selama 12 jam dalam larutan KOH 10%. Keesokan harinya akar dicuci dengan air mengalir dan kemudian direndam selama 12 jam dalam larutan HCl 2%. Keesokan harinya akar direndam selama 12 jam dalam larutan pewarna berupa campuran laktogliserin (campuran gliserin teknis, asam laktat teknis, dan air destilata dengan nisbah 2:2:1) dan larutan biru tryphan 0.05%. Kolonisasi mikoriza ditandai dengan kenampakan struktur internal berupa hifa, vesikel atau arbuskula di bawah

5 59 mikroskop. Kolonisasi diukur berdasarkan proporsi bidang pandang bermikoriza terhadap total bidang pandang yang diamati. Tanaman pada satu pot plastik yang tersisa dibiarkan mengering. Spora diekstrak dari keseluruhan medium tumbuh menggunakan metode penyaringan basah (Paccioni 1992) diikuti dengan sentrifugasi dalam larutan sukrosa 60% (Brundrett et al. 1996), pembilasan dengan air dan penyaringan ulang menggunakan penyaring berukuran 63 µm dan 45 µm, dan jumlah spora dihitung di bawah mikroskop. Rancangan Percobaan dan Analisis Data. Percobaan rumah kaca dilaksanakan dengan rancangan acak kelompok lengkap. Pengelompokan didasarkan pada kondisi penyinaran matahari dan arah angin di rumah kaca. Perlakuan yang diuji sebanyak 13 buah yaitu T 1 = larutan pupuk buatan sebanyak 11 ml per tiga hari (kontrol), T 2 = tepung tulang bergaris tengah < 250 μm takaran 10 mg, T 3 = tepung tulang bergaris tengah < 250 μm takaran 25 mg, T 4 = tepung tulang bergaris tengah < 250 μm takaran 40 mg, T 5 = tepung tulang bergaris tengah < 250 μm takaran 55 mg; T 6 = tepung tulang bergaris tengah μm takaran 10 mg, T 7 = tepung tulang bergaris tengah μm takaran 25 mg, T 8 = tepung tulang bergaris tengah μm takaran 40 mg, T 9 = tepung tulang bergaris tengah μm takaran 55 mg, T 10 = tepung tulang bergaris tengah > 500 μm takaran 10 mg, T 11 = tepung tulang bergaris tengah > 500 μm takaran 25 mg, T 12 = tepung tulang bergaris tengah > 500 μm takaran 40 mg, dan T 13 = tepung tulang bergaris tengah > 500 μm takaran 55 mg. Semua perlakuan diulang 3 kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3 pot plastik. Model sidik ragam yang digunakan ialah sebagai berikut: Y ijk = µ + α i + ρ j + ε ij yang i = 1, = jumlah perlakuan yang diuji; j = 1,2, 3 = jumlah kelompok Y ij = respon yang diamati sebagai akibat perlakuan ke i dan kelompok ke j µ = rerata umum α i = pengaruh perlakuan ke i ρ j = pengaruh kelompok ke k ε ij = pengaruh galat

6 60 Data hasil pengamatan dianalis dengan model sidik ragam (ANOVA) menggunakan piranti lunak CoStat v6.4. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Duncan; perbedaan antara kontrol dan seluruh perlakuan dan antar ukuran garis tengah tepung tulang diuji dengan Kontras Orthogonal. Pengaruh takaran tepung tulang diuji dengan analisis regresi. Transformasi Box-Cox menggunakan piranti lunak Minitab v15.1 dilakukan terhadap data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan galat. Hasil dan Pembahasan Hasil Produksi Inokulum G. etunicatum. Kolonisasi akar, bobot kering akar terkolonisasi dan jumlah spora merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai inokulan FMA. Sumber fosfor (P) berpengaruh sangat nyata (p < 0.01) terhadap kolonisasi G. etunicatum di akar kudzu umur 6 dan 12 MST. Tepung tulang menghasilkan kolonisasi mikoriza yang lebih rendah di akar kudzu umur 6 dan 12 MST dibandingkan dengan pupuk buatan (Tabel 6). Namun demikian, tepung tulang menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi yang berbeda tidak nyata dan jumlah spora yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk buatan. Informasi demikian menunjukkan tepung tulang giling dapat digunakan sebagai pengganti pupuk buatan. Oleh sebab itu karakteristik fisikokimia tepung tulang merupakan faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Karakter fisik yang penting untuk diperhatikan ialah ukuran garis tengah butir dan takarannya. Tepung tulang berukuran garis tengah < 250 μm menghasilkan rerata kolonisasi akar, bobot kering akar terkolonisasi, dan jumlah spora yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran garis tengah lebih besar (Tabel 6). Perlakuan T 1 dan T 2 menghasilkan kolonisasi akar pada umur 6 MST yang berbeda tidak nyata (p > 0.05) namun nyata lebih tinggi ( p < 0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Kolonisasi akar yang rendah yang dihasilkan oleh perlakuan T 4, T 5, T 7, T 8, T 9, T 12 dan T 13 ternyata pada umur 12 MST mampu menyamai kolonisasi pada umur 6 MST yang dihasilkan oleh T 1 dan T 2.

7 61 Kolonisasi akar yang rendah pada umur 6 MST dengan demikian juga dapat meningkat sampai mencapai aras sangat tinggi (> 70%) atau mencapai maksimal jika tanaman bertambah tua. Tabel 6 Rerata kolonisasi akar dan jumlah spora mikoriza arbuskula dalam medium tumbuh kudzu umur 12 MST. Perlakuan Kolonisasi akar (%) 6 MST 12 MST Bobot kering akar terkolonisasi (mg/tanaman) Jumlah spora (buah) T 1 76 a 98 a cd 744 e T 2 65 b 80 b e 1824 abc T 3 75 a 99 a a 2368 a T 4 68 b 98 a a 2173 ab T 5 60 c 90 ab b 1792 abc T 6 42 g 60 c f 1320 cd T 7 49 ef 89 ab de 1590 abcd T 8 55 cd 94 ab bc 1856 abc T 9 53 de 98 a d 1772 abc T i 40 d h 640 e T h 54 cd g 1187 d T fg 83 ab e 1268 cd T ef 87 ab e 1610 abc Antar sumber P Pupuk buatan (T 1 ) 76 A 98 A A 744 B Tepung tulang (T 2-13 ) 52 B 81 B A 1616 A Antar garis tengah tepung tulang < 250 μm (T 2-5 ) 67 A 92 A A 2039 A μm (T 6-9 ) 50 B 85 A B 1635 B > 500 μm (T ) 39 C 66 B C 1176 C Keterangan: Huruf kecil berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05) dengan Uji Duncan, huruf besar berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05) dengan Uji Kontras Orthogonal. Kolonisasi akar yang tinggi ternyata tidak selalu menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi yang tinggi. Perlakuan T 3 dan T 4 menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi yang berbeda tidak nyata namun nyata lebih tinggi (p < 0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Perlakuan T 1 dan T 10 menghasilkan jumlah spora yang berbeda tidak nyata (p > 0.05) dan nyata (p < 0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

8 62 Takaran tepung tulang membentuk hubungan yang linier kuadratik dengan kolonisasi G. etunicatum di akar tanaman kudzu umur 6 dan 12 MST dan bobot kering akar terkolonisasi jika diberikan dengan ukuran garis tengah < 250 µm dan µm, namun membentuk hubungan yang linier positif jika diberikan dengan ukuran garis tengah > 500 µm (Gambar 6, 7 & 8). Takaran tepung tulang berukuran garis tengah < 250 µm membentuk hubungan yang linier kuadratik dengan jumlah spora pada medium tumbuh tanaman kudzu umur 12 MST, namun membentuk hubungan yang linier positif jika berukuran garis tengah µm dan > 500 µm (Gambar 9). Kolonisasi akar (%) Takaran tepung tulang (mg) < 250 um um >500 um Gambar 6 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan kolonisasi Glomus etunicatum pada akar tanaman kudzu umur 6 MST ( y = x 0.02 x 2, R² = 0.86, p < 0.01; y = x 0.01 x 2, R 2 = 0.69, p < 0.01; y = x, R 2 = 0.90, p < 0.01)

9 63 Kolonisasi akar (%) < 250 um um >500 um Takaran tepung tulang (mg) Gambar 7 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan kolonisasi Glomus etunicatum pada akar tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 0.03 x 2, R² = 0.86, p < 0.01, y = x 0.03 x 2, R 2 = 0.89, p < 0.01; y = x, R 2 = 0.69, p < 0.01). Bobot kering akar terkolonisasi (mg) Takaran tepung tulang (mg) < 250 um um >500 um Gambar 8 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan bobot kering akar terkolonisasi Glomus etunicatum pada akar tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 0.03 x 2 ; R² = 0.90, p < 0.01, y = x 0.02 x 2 ; R 2 = 0.95, p < 0.01; y = x; R 2 = 0.78, p < 0.01).

10 Jumlah spora (buah) < 250 um um >500 um Takaran tepung tulang (mg) Gambar 9 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan jumlah spora Glomus etunicatum pada medium tumbuh tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 1.03 x 2, R² = 0.93, p < 0.01; y = x, R 2 = 0.54, p < 0.05; y = x, R 2 = 0.40, p < 0.05). Berdasarkan hubungan yang terbentuk antara takaran tepung tulang dengan kolonisasi dan jumlah spora G. etunicatum maka dapat diduga takaran yang optimal untuk menghasilkan kolonisasi dan jumlah spora yang maksimal. Untuk menghasilkan kolonisasi maksimal 73 dan 100% pada akar tanaman kudzu umur 6 dan 12 MST diperlukan tepung tulang berukuran garis tengah < 250 µm masingmasing sebanyak dan mg (Tabel 7). Untuk menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi maksimal sebesar mg diperlukan tepung tulang berukuran garis tengah < 250 µm sebanyak mg. Berdasarkan hubungan terbentuk antara takaran tepung tulang dengan kolonisasi dan jumlah spora G. etunicatum maka dapat ditentukan takaran tepung tulang giling yang optimal sebesar mg untuk menghasilkan kolonisasi akar yang tergolong sangat tinggi (> 70%) dan jumlah spora sebanyak 2329 buah per 100 g inokulan. Perlu takaran yang lebih banyak untuk menghasilkan kolonisasi akar, bobot kering akar terkolonisasi, dan jumlah spora yang sama tingginya jika menggunakan tepung tulang yang berukuran > 250 µm.

11 65 Tabel 7 Takaran optimal tepung tulang untuk menghasilkan kolonisasi akar, bobot kering akar terkolonisasi, dan jumlah spora untuk setiap ukuran garis tengah tepung tulang. Peubah inokulum < 250 µm µm > 500 µm Takaran Hasil Takaran Hasil Takaran Hasil Kolonisasi 6 MST (%) Kolonisasi 12 MST (%) Bobot kering akar terkolonisasi (g) Jumlah spora (buah) Takaran tepung tulang hanya membentuk hubungan yang linier kuadratik dengan jumlah spora hanya jika ukuran garis tengahnya < 250 µm. Penggunaan tepung tulang berukuran garis tengah < 250 µm dengan takaran optimal sebesar mg akan menghasilkan spora maksimal 2329 buah. Pada ukuran garis tengah yang lebih besar diperlukan takaran yang lebih tinggi untuk mendapatkan jumlah spora yang sama banyaknya. Pada penelitian ini belum diperoleh takaran optimal tepung tulang berukuran garis tengah > 250 µm untuk menghasilkan jumlah spora yang maksimal. Produksi Biomassa Tanaman. Sumber P berpengaruh sangat nyata (p < 0.01) terhadap produksi biomassa tanaman kudzu umur 12 MST. Tepung tulang pada dasarnya menghasilkan rerata bobot kering akar dan total tanaman kudzu yang sama dengan larutan pupuk buatan dan pengaruhnya ditentukan oleh ukuran garis tengah butir dan takarannya (Tabel 8). Informasi ukuran garis tengah butir dan takaran yang optimal dengan demikian perlu mendapatkan perhatian. Tepung tulang dengan ukuran garis tengah < 250 μm menghasilkan rerata bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu yang nyata tertinggi (p < 0.05), masingmasing sebesar 40.06, dan mg, dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh tepung tulang berukuran garis tengah > 250 μm (Tabel 8). Penggunaan tepung tulang berukuran lebih halus lebih menguntungkan untuk memproduksi biomassa tanaman kudzu.

12 66 Tabel 8 Rerata bobot kering tanaman kudzu umur 12 MST Perlakuan Bobot kering (mg) Akar Tajuk Total T fg c de T efg b b T a a a T ab a a T cd cd d T gh e g T def d ef T bc c c T cde cd de T i g i T h f h T def e g T def d f Antar sumber P Pupuk buatan (T 1 ) A A A Tepung tulang (T 2-13 ) A B A Antar garis tengah tepung tulang < 250 μm (T 2-5 ) A A A μm (T 6-9 ) B B B > 500 μm (T ) C C C Keterangan: Huruf kecil berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05) dengan Uji Duncan, huruf besar berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05) dengan Uji Kontras Orthogonal. Takaran tepung tulang dan bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu umur 12 MST membentuk hubungan linier kuadratik untuk setiap ukuran garis tengah tepung tulang (Gambar 10, 11, & 12). Hal tersebut menunjukkan terdapat takaran tepung tulang yang optimal untuk menghasilkan bobot kering tanaman kudzu yang maksimal. Semakin besar ukuran garis tengah tepung tulang maka semakin besar pula takaran optimal yang diperlukan untuk mencapai bobot kering yang maksimal (Tabel 9). Semakin besar ukuran tepung tulang semakin rendah bobot kering maksimal yang dapat dihasilkan. Takaran optimal tepung tulang berukuran garis tengah < 250 μm ialah mg untuk

13 67 menghasilkan bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu masing-masing sebesar 44.33, , dan mg. Bobot kering akar (mg) Takaran tepung tulang (mg) < 250 um um >500 um Gambar 10 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan bobot kering akar tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 0.02 x 2, R² = 0.80, p < 0.01; y = x 0.01 x 2, R 2 = 0.85, p < 0.01; y = x x 2, R 2 = 0.79, p < 0.01). Bobot kering tajuk (mg) Takaran tepung tulang (mg) < 250 um um >500 um Gambar 11 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan bobot kering tajuk tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 0.05 x 2, R² = 0.92, p < 0.01; y = x 0.02 x 2, R 2 = 0.94, p < 0.01; y = x 0.01 x 2, R 2 = 0.95, p < 0.01).

14 68 Bobot kering total tanaman (mg) Takaran tepung tulang (mg) < 250 um um >500 um Gambar 12 Hubungan antara takaran tepung tulang dengan bobot kering total tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x 0.07 x 2, R² = 0.96, p < 0.01; y = x 0.03 x 2, R 2 = 0.96, p < 0.01; y = x 0.02 x 2, R 2 = 0.97, p < 0.01). Tabel 9 Takaran optimal (mg) tepung tulang dan bobot kering maksimal (mg) tanaman kudzu umur 12 MST yang dihasilkan oleh setiap ukuran garis tengah tepung tulang Peubah tanaman < 250 µm µm > 500 µm Takaran Bobot Takaran Bobot Takaran Bobot Bobot kering akar Bobot kering tajuk Bobot kering total Kolonisasi G. etunicatum di akar tanaman kudzu umur 6 MST membentuk hubungan linier positif dengan bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu umur 12 MST (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa kolonisasi awal ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kudzu pada umur yang lebih tua. Semakin tinggi kolonisasi G. etunicatum pada akar tanaman P. phaseolides umur 6 MST semakin tinggi bobot kering tanaman kudzu pada umur yang lebih tua.

15 69 Bobot kering (mg) Kolonisasi akar pada umur 6 MST (%) Akar Pucuk Total Gambar 13 Hubungan antara kolonisasi Glomus etunicatum pada akar tanaman kudzu umur 6 MST dengan bobot kering tanaman kudzu umur 12 MST ( y = x, R 2 = 0.81, p < 0.01; y = x, R 2 = 0.93, p < 0.01; y = x, R 2 = 0.95, p < 0.01). Spora terbentuk dari hifa ekstraradikal yang ujungnya menggelembung dan kemudian terputus. Hifa ekstraradikal merupakan perpanjangan hifa intraradikal yang menjulur ke luar dari akar dan kemudian berkembang di rizosfer. Keberadaan hifa intraradikal telah lama digunakan sebagai salah satu indikator kolonisasi akar oleh FMA. Oleh sebab itu, sekalipun tidak selalu tepat, kolonisasi akar berkemungkinan dapat digunakan sebagai penduga jumlah spora yang akan terbentuk. Kolonisasi akar pada umur 6 atau 12 MST membentuk hubungan yang linier positif dengan jumlah spora (Gambar 14). Hal tersebut bermakna bahwa semakin tinggi kolonisasi akar pada umur 6 atau 12 MST semakin tinggi jumlah spora yang terbentuk. Kolonisasi akar pada umur 6 MST tampaknya merupakan penduga yang lebih tepat untuk jumlah spora dibandingkan dengan kolonisasi akar pada umur 12 MST.

16 Jumlah spora (buah) Kolonisasi akar (%) Kolonisasi akar (%) Gambar 14 Hubungan antara kolonisasi pada akar tanaman kudzu umur 6 MST ( y = x, R 2 = 0.92, p < 0.01) (kiri) dan umur 12 MST ( y = x, R 2 = 0.77, p < 0.01) (kanan) dengan jumlah spora Glomus etunicatum. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan tepung tulang sapi merupakan sumber P yang sama baiknya dengan pupuk buatan untuk meningkatkan produksi biomassa tanaman kudzu dan bahkan lebih unggul jika digunakan untuk memproduksi spora FMA G. etunicatum. Ragam pengaruh yang dihasilkan kedua jenis pupuk tersebut disebabkan perbedaan kadar hara dan sifat kelarutan pupuk. Pupuk buatan mengandung unsur P (1.09%) yang rendah dan unsur N yang lebih tinggi (25%) sehingga memiliki nisbah N/P yang tinggi. Tepung tulang sapi mengandung unsur P yang tinggi dan unsur N yang rendah sehingga memiliki nisbah N/P yang rendah namun tepung tulang sapi mengandung unsur mikro yang lebih lengkap. Unsur N diperlukan untuk pembentukan organ somatif FMA (miselium) (Bago et al. 2004; Öpik et al. 2008). Perkembangan FMA dibatasi oleh ketersediaan unsur P, sampai batas tertentu peningkatan kadar P dapat meningkatkan perkembangan FMA namun pada kadar yang semakin tinggi justru berpengaruh negatif terhadap FMA (Feldmann et al. 2009). Nisbah N/P yang tinggi, seperti yang dimiliki oleh pupuk buatan pada penelitian ini, dengan demikian merupakan prasyarat yang sesuai untuk pembentukan dan perkembangan FMA (Bressan 2002ab). Tepung

17 71 tulang, sekalipun memiliki nisbah N/P yang rendah, mengandung unsur mikro yang juga diperlukan untuk pembentukan dan perkembangan FMA (Smith & Read 2008). Hal tersebut diduga menjadi penyebab tidak berbedanya pengaruh tepung tulang dengan pupuk buatan terhadap simbiosis MA. Pupuk buatan memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tulang. Oleh sebab itu tepung tulang mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap awal pertumbuhan namun secara berangsur akan berkurang karena bereaksi dengan partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad renik rizosfer (Havlin et al. 2005). Sebaliknya, pelepasan P dari tepung tulang berlangsung secara bertahap disesuaikan dengan umur dan kebutuhan tanaman. Tepung tulang memiliki kelarutan yang tergolong sedang, jadi terletak di antara TSP (berpelepasan cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan lambat), dan kelarutannya ditentukan oleh kadar air medium tumbuh (Warren et al. 2009). Sebagian besar P dari tepung tulang berbentuk P larut asam dan hanya sebagian kecil yang larut air (Ylivainio et al. 2008). Oleh karena itu kemasaman rizosfer, yang umumnya semakin meningkat seiring dengan umur tanaman, berpengaruh besar terhadap pelarutan P dari tepung tulang. Pemasaman rizosfer, misalnya melalui eksudasi asam organik, dan simbiosis FMA merupakan salah satu strategi tanaman mendapatkan berbagai bentuk P dari dalam medium tumbuh (Lynch & Brown 2008). Kadar P total tepung tulang sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk buatan dengan demikian tidak berdampak negatif terhadap pembentukan dan perkembangan simbiosis MA karena unsur P dilepaskan secara bertahap sesuai dengan umur dan kebutuhan tanaman. Bentuk P sukar larut pada dasarnya tidak ditujukan untuk menghasilkan pengaruh yang cepat namun untuk menjagakan ketersediaan P dalam jangka panjang. Berbagai bentuk P sulit larut seperti batuan fosfat, kalsium fosfat dan tepung tulang, telah dilaporkan efektif untuk memelihara FMA dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam jangka panjang (Nikolaou et al. 2002). Tepung tulang berukuran yang lebih halus berpengaruh lebih baik terhadap pembentukan dan perkembangan FMA (Tabel 6) dan pembentukan biomassa

18 72 tanaman (Tabel 8). Tepung tulang berukuran < 250 µm menghasilkan pengaruh yang positif untuk perkembangan simbiosis G. etunicatum dan pertumbuhan tanaman kudzu sampai pada batas takaran mg. Tepung tulang giling berukuran > 250 µm harus diberikan dengan takaran yang lebih tinggi yaitu > 40 mg agar menghasilkan pengaruh yang mendekati yang dihasilkan oleh tepung tulang berukuran < 250 µm (Tabel 7 & 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor ukuran tepung tulang juga mempengaruhi pembentukan simbiosis MA dan produksi biomassa tanaman. Fenomena demikian dapat dijelaskan berdasarkan perilaku sebuah benda yang ukurannya semakin mengecil. Semakin kecil ukuran sebuah benda semakin besar luas permukaannya. Luas permukaan yang semakin besar menjamin proses pertukaran atau pelepasan hara yang semakin intensif sebagaimana terjadi pada partikel lempung (clay) (Havlin et al. 2005). Ukuran garis tengah tepung tulang giling yang lebih kecil mampu menyediakan hara dalam tempo yang lebih singkat dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar sehingga menghasilkan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman dan simbiosis MA. Semakin tinggi takaran tepung tulang berarti semakin banyak hara yang dapat disediakan. Tepung tulang mengandung P yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk buatan. Peningkatan takaran tepung tulang yang bermakna peningkatan kadar P dalam jaringan tubuh tanaman dan FMA dapat meningkatkan metabolisme pertumbuhan. Penyediaan hara yang lebih baik telah diketahui menjamin lebih baiknya pertumbuhan tanaman inang dan pembentukan struktur FMA intra- (hifa intraradikal, vesikel, dan arbuskula) dan ekstraradikal (hifa ekstraradikal dan spora) (Olsson et al. 2010). Namun demikian, jika terus dilakukan peningkatan takaran P tanpa diimbangi dengan peningkatan hara lainnya secara proporsional maka justru akan terjadi penurunan pertumbuhan.. Jadi, pengaruh positif ukuran garis tengah tepung tulang dibatasi oleh takarannya. Hal tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena hubungan linier kuadratik antara tepung tulang dengan kolonisasi akar, jumlah spora dan bobot kering tanaman.

19 73 Penggunaan tepung tulang berukuran < 250 µm meningkatkan pertumbuhan tanaman kudzu yang digunakan sebagai inang untuk memproduksi inokulum G. etunicatum (Tabel 8). Lebih baiknya pertumbuhan tanaman inang menjamin kecukupan karbon yang ditranslokasikan ke akar untuk pembentukan struktur FMA intra- dan ekstraradikal. Sekitar 20% karbon hasil fotosintesis dialokasikan ke tanaman inang untuk pembentukan struktur FMA (Smith & Read 2008). Translokasi karbon ke akar diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembentukan biomassa akar sehingga meningkatkan permukaan yang dapat dikolonisasi oleh FMA. Semakin tinggi kolonisasi akar berkemungkinan semakin tinggi jumlah hifa ekstraradikal untuk pembentukan spora. Spora FMA terbentuk dari ujung hifa ekstraradikal yang menggelembung dan kemudian terlepas. Hifa ekstraradikal terbentuk dari hifa intraradikal yang menjulur keluar dari akar dan membentuk percabangan yang ekstensif di rizosfer tanaman. Semakin banyak hifa ekstraradikal berpotensi meningkatkan jumlah spora bergantung kepada jenis FMA dan pasokan karbon dari tanaman inang. Hal tersebut terbukti dari adanya hubungan linier positif antara kolonisasi akar dengan jumlah spora (Gambar 14). Lebih tingginya koefisien determinasi pada persamaan regresi kolonisasi akar pada umur 6 MST dengan jumlah spora menunjukkan kolonisasi akar pada umur 6 MST dapat digunakan sebagai penduga tak berbias jumlah spora. Seorang produsen inokulum FMA dengan demikian tidak perlu menunggu sampai tanaman berumur 12 MST untuk mengetahui pembentukan spora FMA. Korelasi antara kolonisasi akar dengan jumlah spora FMA telah dilaporkan sebelumnya (Aliasgharzadeh et al. 2001; Isobe et al. 2008). Jumlah spora G. etunicatum yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah spora yang dihasilkan oleh peneliti lain. Nurbaity et al. (2009) menggunakan media arang sekam dan zeolit, sorghum sebagai inang, dan mycofer (campuran G. manihotis, A. tuberculata dan G. etunicatum) ternyata hanya mampu menghasilkan spora pada umur 70 HST. Karakter G. etunicatum yang mampu menggandakan diri dengan cepat jika ditumbuhkan dalam pot (Troeh & Loynachan, 2009) dan karakter sumber hara

20 74 yang digunakan pada percobaan ini dapat menjadi penyebab perbedaan hasil penelitian ini. Ukuran butir tepung tulang yang lebih kecil memang menghasilkan dampak positif yang lebih cepat terhadap pertumbuhan tanaman dan simbiosis MA. Namun demikian, untuk mendapatkan tepung tulang berukuran yang lebih kecil memerlukan penyaringan yang selain memerlukan investasi peralatan, tenaga kerja dan waktu juga meningkatkan proporsi bahan yang terbuang atau tidak dipakai. Selain itu, ukuran tepung tulang yang semakin kecil juga meningkatkan proporsi tepung tulang yang tercuci dalam periode produksi inokulum menggunakan kultur pot. Ukuran yang halus juga berpotensi meningkatkan volume air yang ditahan sehingga dapat memperlambat sporulasi. Ukuran yang lebih besar menjadikan lebih sedikitnya bahan yang hilang akibat tidak terpakai atau tercuci selama produksi inokulan FMA. Pelepasan hara dari tepung tulang yang berukuran lebih besar juga berlangsung lebih lambat karena luas permukaannya yang kecil sehingga dalam jangka panjang lebih menguntungkan khususnya untuk memproduksi FMA yang sporulasinya lambat misalnya Acaulospora. Ukuran yang lebih besar, yang bermakna tidak perlu ada alokasi tenaga kerja dan waktu untuk penyaringan. Penggunaan tepung tulang berukuran besar dengan demikian dalam jangka panjang lebih menguntungkan untuk produksi inokulan FMA dan meningkatkan pertumbuhan tanaman kudzu. Simpulan Tepung tulang berukuran halus (< 250 µm) lebih efektif dibandingkan dengan yang berukuran lebih kasar (> 250 µm) untuk memproduksi inokulan FMA G. etunicatum yang efektif bersimbiosis dengan tanaman kudzu. Tepung tulang giling dapat diaplikasikan dengan ukuran halus (< 250 µm) dengan takaran mg per pot untuk menghasilkan spora sebanyak 2329 buah per 100 g inokulan dan bobot kering akar terkolonisasi sebanyak mg per pot. Tepung tulang giling juga dapat diaplikasikan dengan ukuran lebih kasar (> 250 µm) namun dengan takaran yang lebih banyak (> 40 mg).

Performa Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pueraria phaseoloides yang Dipupuk Tepung Tulang dengan Ukuran dan Dosis Berbeda

Performa Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pueraria phaseoloides yang Dipupuk Tepung Tulang dengan Ukuran dan Dosis Berbeda Media Peternakan, Agustus 2011, hlm. 126-132 EISSN 2087-4634 Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008 Versi online: http://medpet.journal.ipb.ac.id/ DOI: 10.5398/medpet.2011.34.2.126 Performa Fungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan November 2009 Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung manis meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DENGAN PROVENAN JARAK PAGAR PADA CEKAMAN KEKERINGAN

EFEKTIFITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DENGAN PROVENAN JARAK PAGAR PADA CEKAMAN KEKERINGAN EFEKTIFITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DENGAN PROVENAN JARAK PAGAR PADA CEKAMAN KEKERINGAN The Effectiveness of Arbuscular Mycorrhizae Fungi with Physic Nut Provenances under Drought Stress ABSTRAK Percobaan

Lebih terperinci

TANGGAP TANAMAN TERHADAP INOKULASI INOKULUM FMA INDIGENOUS CAMPURAN DAN INOKULUM FMA MYCOFER

TANGGAP TANAMAN TERHADAP INOKULASI INOKULUM FMA INDIGENOUS CAMPURAN DAN INOKULUM FMA MYCOFER 92 TANGGAP TANAMAN TERHADAP INOKULASI INOKULUM INDIGENOUS CAMPURAN DAN INOKULUM MYCOFER Plant Response to Inoculation Inoculum of Indigenous Mixed AMF and Mycofer AMF Abstrak Potensi inokulum adalah kemampuan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

P.D.M.H. Karti, Setiana, M.A., Ariyanti, dan G.J., Kusumawati R.

P.D.M.H. Karti, Setiana, M.A., Ariyanti, dan G.J., Kusumawati R. Penggunaan Zeolit, Pasir dan Tanah sebagai Media Tumbuh dan Rumput serta Legum Pakan Sebagai Tanaman Inang untuk Produksi Massal Inokulum Cendawan Mikoriza arbuskula P.D.M.H. Karti, Setiana, M.A., Ariyanti,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan dan rumah kaca Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) Gunung Batu Bogor. Percobaan dilaksanakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bahan Bio-anorganik untuk Memproduksi Biomassa Hijauan Pakan dan Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula

Pemanfaatan Bahan Bio-anorganik untuk Memproduksi Biomassa Hijauan Pakan dan Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula Media Peternakan, Desember 2010, hlm. 162-168 EISSN 2087-4634 Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008 Versi online: h p://medpet.journal.ipb.ac.id/ DOI: 10.5398/medpet.2010.33.3.162 Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PENYIAPAN BIBIT, INOKULAN MIKORIZA DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON

EFEKTIVITAS METODE PENYIAPAN BIBIT, INOKULAN MIKORIZA DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON EFEKTIVITAS METODE PENYIAPAN BIBIT, INOKULAN MIKORIZA DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON Abstrak Penelitian bertujuan menilai efektivitas metode penyiapan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga bulan Maret 2016. Pengambilan sampel tanah untuk budidaya dilaksanakan di Desa Kemuning RT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan yaitu meliputi : biji yang diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan yaitu meliputi : biji yang diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan yaitu meliputi : 1) Benih tanaman sorgum yang digunakan adalah bibit sorgum dalam bentuk biji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada September 2014 sampai Januari 2015. Identifikasi jumlah spora

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Jumlah Spora Sebelum Trapping Hasil pengamatan jumlah spora pada kedua jenis lahan sayur dan semak sebelum trapping disajikan pada Tabel 3. Lahan sayuran

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

O4-97 '()*+,-. :(,-6+3+) Z(4+H:+,L4()9+=+0 '(=+,-4 <6(4L) 9+)?(4+)L=6(,4+ _+);+ '(=+,-49+=+0 Y9+,+ _(,1-3+

O4-97 '()*+,-. :(,-6+3+) Z(4+H:+,L4()9+=+0 '(=+,-4 <6(4L) 9+)?(4+)L=6(,4+ _+);+ '(=+,-49+=+0 Y9+,+ _(,1-3+ 01778981878908 788 8 0!"#!$%&$ 8" '()*+,-. '()+01+.+) +- (,0()+7 8(9+ '+97 9()*+) :+;+)* 7*(, (,.+9+; :+)9-)*+)?7)(,+= :+=7-0@ (,-0 9+)?+*)(7-0 A$BCD 9 1E& D$E B$D $"&E FGHFI '()*+,-. ;J 9+)

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERTUMBUHAN Pueraria javanica YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN APLIKASI VERMIKOMPOS

PENINGKATAN PERTUMBUHAN Pueraria javanica YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN APLIKASI VERMIKOMPOS JURNAL AGROTEKNOS Maret 2011 VOL.1.No.1. hal. 48-54 ISSN: 2087-7706 PENINGKATAN PERTUMBUHAN Pueraria javanica YANG DIINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN APLIKASI VERMIKOMPOS The Increase of Pueraria

Lebih terperinci

Ukuran Diameter dan Takaran Vermikompos Menentukan Produksi Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Biomassa Legum Penutup Tanah

Ukuran Diameter dan Takaran Vermikompos Menentukan Produksi Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Biomassa Legum Penutup Tanah Biota Vol. 16 (1): 1 9, Februari 2011 ISSN 0853-8670 Ukuran Diameter dan Takaran Vermikompos Menentukan Produksi Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Biomassa Legum Penutup Tanah Diameter Size and Weight

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia berupa konservasi tanah dan air secara fisik, kimia, dan biologi telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Sidang Hasil Tugas Akhir (SB )

Sidang Hasil Tugas Akhir (SB ) Sidang Hasil Tugas Akhir (SB- 091358 ) Kajian Pemanfaatan Lumpur Limbah Water Treatment PT. Pupuk Kujang Sebagai Media Tanam Arachis hypogaea dengan Penambahan Mikoriza, Rhizobium, dan Pupuk Bokashi Paul

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol

Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol Mixture of Cow Bone Ash With Organic Acids to Improve the P-Available and Growth of

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Mikoriza Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian, 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peternakan mempunyai harapan baik dimasa depan karena permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak terus meningkat, oleh sebab itu strategi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

SULISTIYOWATI A

SULISTIYOWATI A KOMPATIBILITAS TANAMAN TOMAT DAN CABAI DENGAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN HAYATI (CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : SULISTIYOWATI A 420 090 161 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT

IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT Tugas Akhir IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Disusun Oleh : Eka Novi Octavianti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi TINJAUAN PUSTAKA A. Fungi Mikoriza Arbuskula Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERBAIKAN KETERSEDIAAN P DAN EFISIENSI SERAPAN P OLEH TANAMAN BAWANG PREI DENGAN PEMBERIAN ASAM-ASAM ORGANIK DAN CMA PADA TANAH

PERBAIKAN KETERSEDIAAN P DAN EFISIENSI SERAPAN P OLEH TANAMAN BAWANG PREI DENGAN PEMBERIAN ASAM-ASAM ORGANIK DAN CMA PADA TANAH 51 Buana Sains Vol 8 No 1: 51-56, 2008 PERBAIKAN KETERSEDIAAN P DAN EFISIENSI SERAPAN P OLEH TANAMAN BAWANG PREI DENGAN PEMBERIAN ASAM-ASAM ORGANIK DAN CMA PADA TANAH Machfud Effendy Fak. Pertanian UPN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak digunakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan yang lebih berorientasi pada penyediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUKSI INOKULAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA BERBASIS BAHAN ALAMI DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PRODUKSI BIBIT JATI (Tectona grandis L.

PENGEMBANGAN PRODUKSI INOKULAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA BERBASIS BAHAN ALAMI DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PRODUKSI BIBIT JATI (Tectona grandis L. PENGEMBANGAN PRODUKSI INOKULAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA BERBASIS BAHAN ALAMI DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PRODUKSI BIBIT JATI (Tectona grandis L.f) ABIMANYU DIPO NUSANTARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a) 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a) menunjukkan bahwa pengaruh utama mikoriza maupun interaksi antara mikoriza dan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara akar tanaman dengan fungi tertentu. Melalui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap trapping mikoriza Tahap trapping atau perbanyakan mikoriza dilakukan dengan menanam jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran Gunungkidul, rhizosfer

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI 1 KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) Ferdi Asdriawan A.P (20110210016) Prodi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium 2. Terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap salinitas melalui pengujian metode yang terpilih. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Febuari 2016 di Screen house Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarata.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari daratan Afrika. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya.

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. - Kemudian diambil sampel tanah secara komposit (BTKU) sebanyak 10 g. - Cawan berisi tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober

Lebih terperinci

PEMANFAATAN VERMIKOMPOS UNTUK PRODUKSI BIOMASSA LEGUM PENUTUP TANAH DAN INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

PEMANFAATAN VERMIKOMPOS UNTUK PRODUKSI BIOMASSA LEGUM PENUTUP TANAH DAN INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA ISSN 1411-0067 PEMANFAATAN VERMIKOMPOS UNTUK PRODUKSI BIOMASSA LEGUM PENUTUP TANAH DAN INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA Abimanyu D. Nusantara 1, C. Kusmana 2, I. Mansur 3, L.K. Darusman 4, dan Soedarmadi

Lebih terperinci

ISOLASI, KARAKTERISASI, PEMURNIAN DAN PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI LOKASI PENANAMAN CABAI PADA TANAH ULTISOL

ISOLASI, KARAKTERISASI, PEMURNIAN DAN PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI LOKASI PENANAMAN CABAI PADA TANAH ULTISOL 22 ISOLASI, KARAKTERISASI, PEMURNIAN DAN PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI LOKASI PENANAMAN CABAI PADA TANAH ULTISOL Isolation, Characterization, Purification and Multiplication of Arbuscular Mycorrhizal

Lebih terperinci