BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA MENHIR DI NAGARI MAHAT (Kajian Etnoarkeologi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA MENHIR DI NAGARI MAHAT (Kajian Etnoarkeologi)"

Transkripsi

1 BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA MENHIR DI NAGARI MAHAT (Kajian Etnoarkeologi) Romi Hidayat (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Gorontalo) ABSTRAK Nagari Mahat, located in Lima Puluh Kota Regency, West Sumatera, is a nagari which is rich for its stones. Those stones then become the materials to make the upright monumental stone (menhir) by the local artists. This research then focuses on the typology, function and the meaning of menhir for the community. There are approximately 800 menhirs in Nagari Mahat which are varied in shape, size and design. The data of the research is mainly from menhir in Koto Tinggi Site, Padang Ilalang Site, and Koto Gadang Site. Other than menhir, this research also collects the data about the behaviour of the local community in relation to the menhir they make.the typology of menhir that is classifi ed based on the shape, design, and the technology is 367 menhirs, and from the artifact analysis found that there are 6 types of menhir. Overall the menhir has a distinct shape, there are the hilt of machete and sword, with tendril, double tendril and triangle shaped ornamental patterns. Menhir in Mahat is used as a burial, medium to worship the ancestors, land border, and the central for ceremonial activities. The meaning of its shape and design is symbolic to the one who is buried. Keywords: Typology, Function, Meanings, and Nagari Mahat Pendahuluan Latar Belakang Sisa-sisa peninggalan budaya dari masa prasejarah dikelompokkan dalam beberapa masa yaitu masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian. Pada masa bercocok tanam atau masa neolitik ini muncul tradisi budaya tersendiri yang dikenal dengan kebudayaan megalitik (Soejono, 1990: 141

2 16-17). Kebudayaan megalitik merupakan istilah untuk menyebutkan kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Mega berarti besar dan lithos berarti batu, kebudayaan megalitik selalu berdasarkan pada kepercayaan akan adanya hubungan antara yang meninggal, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari salah satu yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Objek-objek batu yang berukuran kecil, dan bahan-bahan seperti kayu pun harus dimasukkan ke dalam klasifikasi megalitik bila benda-benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu, yakni pemujaan kepada arwah nenek moyang (Soejono, 1990: 205). Sisa-sisa peninggalan megalitik ditemukan hampir di setiap wilayah Indonesia. Situs-situs megalitik yang telah ditemukan sampai saat ini antara lain Nias (Sumatera Utara), Nagari Mahat, Kabupaten Lima Puluh Kota (Sumatera Barat), Cirebon, Kuningan, Sukabumi, Cianjur (Jawa Barat), Matesih, Terjan (Jawa Tengah), Gunung Kidul (Yogyakarta), Besuki (Jawa Timur), Minahasa (Sulawesi Utara), Toraja (Sulawesi Selatan), dan masih banyak lagi di berbagai daerah di Indonesia (Sukendar, 1982: 60). Schnitger dalam bukunya Forgotten Kingdom in Sumatra (1939) pernah menyebut beberapa daerah yang ada di Lima Puluh Kota seperti Aur Duri, Koto Tinggi, Koto Gadang, Suliki, dan Belubus sebagai tempat-tempat berkembangnya tradisi megalitik. Tijdschift Bataviasch Genootschappen jilid IV terdapat artikel yang berjudul Oudheden te Weskunt van Sumatera dengan pengarang yang tidak diketahui, artikel ini menyebutkan adanya peninggalan tradisi megalitik di daerah Sumatera Barat (Anonim, 1955: ). Penemuan menhir di Sumatera, khususnya di Sumatera Barat yang masih memiliki sisa peninggalan berupa kebudayaan megalitik adalah kawasan Mahat, yang berstatus salah satu nagari di antara dua belas nagari yang ada di Kecamatan Bukit Barisan. Secara administratif Mahat termasuk dalam wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Mahat yang terletak di lembah, berpagar perbukitan, memiliki duabelas ke-nagari-an yakni: Koto Gadang, Bungo Tanjuang, Aur Duri, Ampang Godang I, Ampang Godang II, Ronah, Koto Tinggi I, Koto Tinggi II, Koto Tinggi III, Nenan, Sapam Tanah, dan Sapam Godang. Di wilayah ini peninggalan megalitik yang ditemukan berupa: menhir, lumpang batu, batu dakon, batu-batu bulat, batur punden, batu-batu besar berlubang, batu besar berukir, dan sebagainya. Menhir menduduki jenis penemuan paling dominan. Ditemukan 142

3 dalam berbagai bentuk, ukuran, dan pola hias (Tim Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1985: 18-19). Pada beberapa situs, ditemukan sisa-sisa peninggalan purbakala berupa batu tegak (menhir), lumpang batu, batu dakon, susunan temu gelang, dan lain-lain. Beberapa situs seperti Koto Tinggi (Bawah Parit), Ronah, Ampang Gadang, Kayu Keciak, Bukit Dompu, dan lain-lain menunjukkan bukti kreativitas seni hias sisa peninggalan masa lampau pada batu tegak. Peninggalan kepurbakalaan di atas pertama kali disebutkan oleh Schnitger yang mengaitkan batu tegak tersebut dengan bentuk yang sama ditemukan di Semenanjung Malaka. Selanjutnya, beberapa peneliti asing dan pribumi sedikit demi sedikit mulai menaruh perhatian terhadap peninggalan di atas. Beberapa batu tegak (menhir) dapat dikategorikan berdasarkan bentuk, hiasan, dan ukuran. Bentuk batu tegak terdiri atas bentuk yang tidak memerlukan pembentukkan atau mengikuti struktur batuan, pembentukan sederhana, dan pembentukan dengan memahat salah satu sisi batuan menjadi bentuk melengkung. Teknik pembuatan batu tegak tidak lepas dari jenis bahan bakunya (Aziz, 1998: 24-25). Bentuk dan ukuran menhir yang ada di Nagari Mahat menyiratkan fungsi dan makna, yang pada perkembangan selanjutnya, tradisi megalitik di Nagari Mahat tidak lagi semata-mata bertujuan untuk memuja arwah leluhur, tetapi memiliki tujuan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari pendukung tradisi megalitik. Tujuan lain tersebut adalah untuk memohon terhindar dari wabah penyakit, memohon dimurahkan rezeki, melindungi diri dari bencana (alam dan peperangan), mohon kesuburan, dan sebagai penolak bala terhadap kekuatan jahat. Hal ini telah terjadi pergeseran fungsi yang mula-mula sebagai media pemujaan roh leluhur, kemudian berkembang sesuai dengan kebutuhan. Di Situs Koto Tinggi tahun 1985 dan 1986, Puslit Arkenas melakukan penggalian dan menemukan 7 rangka manusia yang memiliki ciri-ciri Ras Mongoloid. Dari hasil penggalian terlihat adanya satu orientasi dari pola peletakan mayat dalam kubur, yaitu arah Barat laut-tenggara, dan semua rangka yang ditemukan tersebut ditempatkan pada sebuah lubang atau liang lahat (Yondri, 1996: 5-9). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, menhir di Nagari Mahat memiliki variasi tipologi yang beragam serta variasi hiasan yang di dalamnya tersirat makna 143

4 tertentu. Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut peninggalan menhir yang terdapat di Situs Ke-nagari-an Mahat. Permasalahan Berdasarkan hal di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi. 1. Bagaimana tipologi menhir di Situs Nagari Mahat? 2. Bagaimana fungsi dan makna menhir dalam kehidupan sosial adat istiadat di Nagari Mahat masa lampau dan sekarang? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keragaman bentuk, ukuran, dan pola hias menhir yang terdapat di situs Nagari Mahat terutama di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang. Selain itu juga mengenai fungsi dan makna menhir dalam kehidupan sosial adat istiadat masyarakat Mahat khususnya dan Minangkabau umumnya. Metode Penelitian Pengumpulan data merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengumpulkan semua data yang ada berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Tahapan ini dilakukan pengumpulan data, baik itu data primer (data lapangan) maupun data sekunder. Pengumpulan data ini menggunakan beberapa metode yaitu: a. Studi kepustakaan Metode ini digunakan untuk mengeksplorasikan data sekunder dalam bentuk konsep-konsep, pernyataan, dan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli terdahulu, khususnya mengenai menhir. Dalam menganalisis menhir di Nagari Mahat, perlu dihimpun data dari beberapa sumber tertulis berupa buku, jurnal, laporan penelitian, skripsi, makalah, majalah, peta, gambar maupun bahan publikasi lainnya yang relevan dengan tipologi serta fungsi dan makna menhir. 144

5 b. Metode observasi Romi Hidayat Observasi adalah pengamatan secara langsung untuk memperoleh data lapangan terhadap objek yang diteliti serta pola tingkah laku masyarakat terhadap objek. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi tentang keberadaan menhir di Nagari Mahat. Tahap dokumentasi dilakukan dengan melakukan pemotretan, pengukuran, penggambaran, dan pencatatan terhadap objek menhir yang tersebar di Nagari Mahat. c. Metode wawancara Untuk melengkapi data yang diperoleh dari observasi, dilakukan wawancara. Teknik wawancara dilakukan tanpa struktur atau free interview tetapi pertanyaan terfokus pada permasalahan yang diangkat, dengan maksud memberikan keterangan yang sebanyak-banyaknya. Pembahasan Situs-situs Megalitik di Nagari Mahat Hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di Nagari Mahat tercatat 12 situs temuan tradisi megalitik, dimana temuan dominannya adalah menhir dengan jumlah ± 800 buah, diantaranya: a. Megalitik Bawah Parit b. Megalitik Bukit Domo I c. Megalitik Bukit Domo II d. Megalitik Padang Ilalang e. Megalitik Ronah I f. Megalitik Ronah II g. Megalitik Kayu Kaciak h. Megalitik Balai-balai Batu i. Megalitik Tanjung Masjid j. Megalitik Kampung k. Megalitik Ampang Gadang I l. Megalitik Ampang Gadang II Setelah melakukan penjajagan dan survei permukaan tanah dari 12 situs menhir tersebut di atas, maka yang diambil untuk menjadi objek penelitian adalah sebanyak 3 situs. Pengambilan 3 situs ini karena dari variasi bentuk, ukuran, dan ragam hias diyakini mampu mewakili dari keseluruhan tinggalan-tinggalan megalitik yang ada di Nagari Mahat, ketiga situs tersebut antara lain: 145

6 1. Situs Koto Tinggi (Bawah Parit) 2. Situs Padang Ilalang 3. Situs Koto Gadang (Balai-balai Batu) Situs Koto Tinggi Situs Koto Tinggi oleh masyarakat lokal biasa disebut dengan Situs Bawah Parit, secara astronomi Situs Koto Tinggi terletak antara 00º 1 35,5 LU dan 100º BT, berada pada ketinggian 350 meter di atas permukaan laut. Situs Kota Tinggi terletak di Jorong Koto Tinggi, Nagari Mahat, Kecamatan Bukit Barisan. Situs Koto Tinggi merupakan situs utama di wilayah ini dan menjadi situs menhir terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan luas 80 x 125 m. Status kepemilikan lahan situs adalah milik Kaum Pasukuan Melayu dengan batas tanah utara-selatan milik Kaum Pasukuan Melayu dan timur-barat juga tanah milik Kaum Pasukuan Melayu. Dilihat dari geomorfologi, Jorong Koto Tinggi dikelilingi oleh bukit-bukit terjal, di sebelah barat terdapat Bukit Gadang dan Bukit Sanggul, di sebelah barat daya dan selatan terdapat Bukit Takincir, di sisi utara terdapat Bukit Kasan, dan di sisi timurnya terdapat Bukit Baranak dan Pasuak. Situs Koto Tinggi ini terletak di atas punggung bukit dan di sebelah selatan mengalir sebuah sungai kecil yang banyak mengandung batubatu monolit yang sejenis dengan batu menhir yang ada di Situs Koto Tinggi (Sudibyo, 1983:15). Banyaknya temuan menhir yang berada di Situs Koto Tinggi, beberapa kali penelitian tentang bangunan tradisi megalitik di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dipusatkan di situs ini. Penelitian pertama kali dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada tanggal 17 Juli sampai 1 Agustus Penelitian yang pertama berusaha membersihkan situs dan pencatatan semua temuan. Dari penelitian berhasil dicatat sejumlah temuan menhir lain di beberapa Situs Nagari Mahat. Penelitian kedua dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tanggal 19 Agustus sampai 7 September Penelitian ini dilakukan dengan metode ekskavasi. Penelitian kedua ini menemukan beberapa kerangka manusia yang sangat rapuh, tetapi pada kotak galian yang lain tidak ditemukan kerangka manusia. 146

7 Jumlah menhir di Situs Koto Tinggi sebanyak 311 buah dari berbagai bentuk dan ukuran, 80% masih berdiri sedang selebihnya roboh dan banyak bekas vandalisme atau dipecah untuk bahan bangunan seperti untuk jembatan dan pematang sawah. Situs Koto Tinggi terdapat sebuah menhir yang sangat besar dengan ukuran ± 400 cm namun dalam keadaan roboh. Orientasi keseluruhan menhir pada situs ini mengarah ke tenggara yakni ke Gunung Sago. Diantara beberapa jumlah menhir di Situs Koto Tinggi terdapat 4 buah menhir berhias, diantaranya berhias segi tiga, suluran, sulur ganda, fauna, dan garis. Temuan megalitik lainnya di Situs Koto Tinggi adalah batu dakon yang terletak pada ujung barat laut situs, batu dakon tersebut menyembul di permukaan tanah merupakan batu monolit dan lumpang batu. Situs Padang Ilalang Situs ini berada di Jorong Ronah, terletak antara 00º 1 63 LU dan 100º BT, sekitar 1 km ke arah barat dari Pasar Ronah. Status kepemilikan lahannya milik A. Datuk Komo, dengan batas tanah utara-selatan dan timur-barat milik Pasukuan Domo. Lokasinya berada di atas sebuah bukit yaitu Bukit Domo. Situs ini telah dipagar dengan kawat berduri namun tidak terawat dengan luas lahan 462 m 2. Pada situs ini terdapat 25 buah menhir, 5 diantaranya dalam keadaan roboh. Menhir-menhir di situs ini umumnya berbentuk seperti tangkai pedang. Menhir tertinggi berukuran 230 cm, lebar 43 cm, dan tebal 24 cm tanpa pola hias, sedangkan 1 buah menhir berhias bermotif tumpul segitiga pada sisi kanan-kiri, berukuran tinggi 170 cm, lebar 45 cm, dan tebal 30 cm. Menurut informasi penduduk menhir berhias tersebut merupakan tanda makam seorang tokoh masyarakat yang menyebarkan ajaran agama Islam di Ronah. Orientasi menhir Situs Padang Ilalang mengarah ke selatan. Situs Koto Gadang Jorong Koto Gadang merupakan jorong yang pertama ditemukan di Nagari Mahat jika datang dari Payakumbuh, terletak antara 00º 0 62 LU dan 100º 30 36,7 BT 147

8 dengan luas situs 4776 m 2. Status kepemilikan lahan milik Suku Kampai dengan batasbatas tanah sebelah utara-selatan, timur-barat merupakan tanah Situs Koto Gadang. Di Situs Koto Gadang ditemukan sebanyak 31 buah menhir, hampir 50% menhir roboh. Selain 31 menhir yang ditemukan, terdapat sebuah undakan tanah seperti punden kecil yang berukuran 6 m x 6 m serta tinggi 85 cm. Punden ini berupa gundukan tanah yang telah diperkuat dengan susunan batu kali. Menurut informasi penduduk di atasnya dulu terdapat bekas-bekas pemujaan, dan bediri sebuah menhir setinggi 150 cm yang dikeramatkan oleh masyarakat karena dapat memberi petunjuk akan adanya suatu peristiwa yang berhubungan erat dengan kesejahteraan Nagari Mahat, dan dulu pada setiap sudut punden terdapat menhir-menhir kecil sekarang sudah tidak ada. Masyarakat sekitar menyebut Situs Koto Gadang dengan sebutan Situs Balai-balai Batu. Informasi masyarakat setempat menyebutkan menhir di atas punden ini diambil dan beberapa menhir berhias dibawa oleh orang Belanda ke Jawa. Menhir tersebut tercatat di Museum Jakarta dengan nomor inventaris 164 dan nomor 165. Menurut keterangan yang ada di buku inventaris Museum Pusat, menhir yang itu dibawa oleh Schitger dari Poear Datar pada tahun Nama Poear Datar adalah sebutan bagi daerah Mahat dan sekitarnya pada masa lalu (Sudibyo, 1983: 18). Bentuk menhir di situs ini bermacam-macam, ada yang berbentuk kepala sejenis binatang, tidak beraturan, berbentuk tangkai pedang, dan biji-bijian. Orientasinya menhir ke arah tenggara. Menhir yang berukuran paling besar sudah roboh dan pecah berukuran ± 300 cm. Salah satu menhir yang masih berdiri berukuran tinggi ± 210 cm, lebar 45 cm. Pola hias yang terdapat di situs ini antara lain suluran dan garis. Selain menhir, temuan megalitik lain adalah lasuang batu (lumpang batu), lumpang batu di Nagari Mahat tidak ada yang insitu, karena dilihat dari fungsinya lumpang batu difungsikan sebagai alat penumbuk padi atau biji-bijian, namun ada juga pendapat masyarakat yang mengatakan dulu air yang sengaja dituangkan ke lubang lumpang batu itu setelah dibacakan doa bisa bermanfaat untuk kesehatan hewan ternak atau menyembuhkan ternak. Lumpang batu di Nagari Mahat dari segi fisiknya polos tanpa hiasan, dengan ukuran 50 x 30 cm. 148

9 Bentuk-bentuk Menhir Berdasarkan hasil pengamatan bentuk-bentuk menhir yang ada di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang dapat dijabarkan atas beberapa tipe sebagai berikut. 1. Tipe Menhir Mahat (MM) 1, bagian bawah menhir berbentuk persegi panjang, bentuk badan tegak lurus, namun dari ketebalan bagian paling atas makin mengecil, pada ujung atas yang membengkok atau melengkung sedikit menipis, sehingga meruncing seperti hulu pedang. Rata-rata ukuran tinggi menhir tipe MM 1 berkisar antara cm. 2. Tipe Menhir Mahat (MM) 2, bagian bawah menhir berbentuk persegi panjang, bentuk badan tegak lurus, namun dari ketebalan menhir makin ke atas makin mengecil, yang pada ujung atasnya membentuk setengah lingkaran (membulat) seperti gagang golok atau keris. Rata-rata ukuran tinggi menhir tipe MM 2 berkisar antara cm. 3. Tipe Menhir Mahat (MM) 3, bagian bawah menhir berbentuk persegi panjang, ketebalan menhir hampir sama, dan pada ujung menhir yang membengkok datar sehingga membentuk siku atau sudut. Rata-rata ukuran tinggi menhir tipe MM 3 berkisar antara cm. 4. Tipe Menhir Mahat (MM) 4, bagian bawah menhir berbentuk persegi panjang, bentuk badan menhir melengkung, dari ketebalannya makin ke atas makin mengecil, yang pada ujungnya ada yang runcing, membulat, dan ada yang menyerupai phallus. Ratarata ukuran tinggi menhir tipe MM 4 berkisar antara cm. 5. Tipe Menhir Mahat (MM) 5, tipe menhir yang berbentuk seperti makluk hidup (flora dan fauna), bagian bawah tidak beraturan, makin ke atas ketebalan menhir makin mengecil. Rata-rata ukuran tinggi menhir tipe MM 5 berkisar antara cm. 6. Tipe Menhir Mahat (MM) 6, merupakan tipe yang tidak beraturan, terutama dari ketebalan dan bentuk ujung menhir. Rata-rata ukuran tinggi menhir tipe MM 6 berkisar antara cm. Dari beberapa tipe menhir yang dijabarkan, perbedaan menhir nampak pada bentuk badan dan bentuk ujung atas menhir, sedangkan dari arah lengkungan menhir, 149

10 keseluruhan menhir melengkung ke arah tenggara kecuali di Situs Padang Ilalang orientasi lengkungannya ke selatan. Dilihat dari ukuran memiliki variasi pada masing-masing tipe menhir. Bentuk-bentuk menhir yang ada di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang dijabarkan atas beberapa tipe. Variasi tipe-tipe menhir di situs Nagari Mahat berbeda pada masing-masing situs dilihat dari segi jumlah. Jumlah keseluruhan tipologi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Persentase Tipe Menhir di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang No Tipe Menhir Jumlah Menhir Persentase (%) Tipe MM 1 Tipe MM 2 Tipe MM 3 Tipe MM 4 Tipe MM 5 Tipe MM % 24 % 13 % 12 % 1 % 20 % Total 367 buah 100 % Berdasarkan tabel di atas dari 367 buah menhir yang terletak di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang diklasifikasi menjadi 6 buah tipe. Secara keseluruhan tipe MM 1 dan tipe MM 2 menunjukkan jumlah yang paling dominan dibandingkan tipe-tipe yang lainnya. Secara umum persentase tipe menhir MM 1 jumlahnya 111 buah atau sekitar 30% dan menhir tipe MM 2 dengan jumlah 88 buah atau sekitar 24 %. Jadi dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa Situs Menhir Nagari Mahat memiliki ciri bentuk menhir yang khas yaitu berbentuk seperti hulu pedang atau gagang keris dengan ukuran tinggi menhir berkisar cm. Situs Koto Tinggi Dilihat dari bentuk, ukuran, dan pola hias menhir di Situs Koto Tinggi, tipe bentuk menhir dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini. 150

11 Tabel Tipologi Menhir Situs Koto Tinggi No Tipe Menhir Tipe MM 1 Tipe MM 2 Tipe MM 3 Tipe MM 4 Tipe MM 5 Tipe MM 6 Ukuran (tinggi) cm Arah Hadap Pola Hias (jumlah) Total Persentase Tenggara ,6% Tenggara ,1% Tenggara ,8% Tenggara ,5% Tenggara - 2 0,7% Tenggara ,3% Jumlah % Menhir yang terletak di Situs Koto Tinggi berjumlah 311 buah, dari total menhir yang ada di Situs Koto Tinggi, tipe menhir MM 1 dan tipe MM 2 lebih dominan. Jumlah menhir tipe MM 1 (27,6%) dan MM 2 (25,1%) atau jumlah persentase ke dua tipe tersebut sebesar 52,7% dari total menhir di Situs Koto Tinggi, sedangkan tipe menhir MM 5 paling sedikit yaitu sebanyak 2 buah atau 0,7%. Bentuk menhir tipe MM 5 ini seperti bentuk kepala kuda dan kepala buaya. Secara keseluruhan situs menhir Koto Tinggi memiliki variasi ukuran, menhir tertinggi berukuran 400 cm (tipe MM 1) namun menhir tersebut sudah roboh dan pada badan menhir tidak ditemukan pola hias, sedangkan menhir paling kecil berukuran 30 cm (tipe MM 6). Di Situs Koto Tinggi terdapat 4 buah menhir yang berhias yakni pada tipe MM 1, MM 2, dan MM 3. Bentuk motif hiasnya sangat beragam yakni segi tiga, suluran, sulur ganda, fauna, dan garis. Motif hias menhir tidak terdapat pada menhir tipe MM 4, MM 5, dan MM 6. Situs Padang Ilalang Dilihat dari bentuk dan ukuran menhir di Situs Padang Ilalang, tipe menhir bisa dilihat pada tabel dibawah ini. 151

12 Tabel Tipologi Menhir Situs Padang Ilalang No Tipe Menhir Tipe MM 1 Tipe MM 2 Tipe MM 3 Tipe MM 4 Tipe MM 5 Tipe MM 6 Ukuran Pola Hias Arah Hadap (tinggi) (jml) Total Persentase cm Selatan % cm Selatan % cm Selatan % 170 cm Selatan 1 1 4% cm Selatan % Jumlah % Total menhir di Situs Padang Ilalang adalah 25 buah dan 5 diantaranya dalam keadaan roboh. Total menhir yang ada di situs ini, tipe menhir MM 1 lebih dominan yakni 11 buah atau 44% dari total keseluruhan menhir. Berbeda halnya dari Situs Koto Tinggi, di Situs Padang Ilalang tidak ditemui menhir yang berbentuk atau tipe menhir MM 5. Di Situs Padang Ilalang hanya memiliki 1 buah menhir (tipe MM 4) yang berhias. Pola Hias yang terdapat pada menhir tersebut bermotif segitiga sama sisi. Menhir Situs Padang Ilalang memiliki variasi ukuran berkisar antara cm. Situs Koto Gadang Dilihat dari bentuk serta ukuran menhir di situs Koto Gadang, tipe menhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Tipologi Menhir Situs Koto Gadang No Tipe Menhir Ukuran Arah Pola Hias (tinggi) Hadap (jumlah) Total Persentase Tipe MM cm Tenggara ,2% Tipe MM cm Tenggara ,2% Tipe MM Tipe MM Tipe MM cm Tenggara - 2 6,3% Tipe MM cm Tenggara ,3% Jumlah % 152

13 Jumlah menhir di Situs Koto Gadang 31 buah kurang lebih 50% menhir roboh dan hancur. Dari total menhir yang ada di Situs Koto Gadang, persentase tipe menhir yang paling dominan adalah tipe MM 1 yakni 14 buah atau sebesar 45,2%. Secara keseluruhan situs menhir Koto Gadang memiliki variasi ukuran berkisar cm, menhir tertinggi berukuran 300 cm (tipe MM 1) namun menhir tersebut sudah roboh dan pecah. Di Situs Koto Gadang terdapat 2 buah menhir yang berhias atau 6,4% dari total menhir. Bentuk pola hias menhir tersebut bermotif sulur dan garis, sedangkan bentuk menhir tipe MM 5 di Situs Koto Gadang ini seperti kepala buaya dan biji-bijian. Di Situs Koto Gadang tidak ditemukan menhir dengan tipe MM 3 dan MM 4. Ukuran Menhir Pemberian ukuran menhir yang ada di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang terbatas pada bagian yang tampak di atas permukaan tanah. Ukuran menhir meliputi tinggi, lebar, dan tebal dengan satuan pengukuran centimeter (cm), serta dengan membulatkan angka bilangan desimal menjadi angka bilangan bulat. Ukuran yang menjadi dasar pembagian ketiga jenis menhir tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Klasifikasi Menhir No Jenis Menhir Ukuran (tinggi) 1. Menhir ukuran kecil 0-70 cm 2. Menhir ukuran sedang cm 3. Menhir ukuran besar > 141 cm Mengenai perbandingan jumlah tipe-tipe menhir yang terletak di Situs Koto Tinggi, Situs Padang Ilalang, dan Situs Koto Gadang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini. 153

14 No Romi Hidayat Tipe Menhir Tipe MM 1 Tipe MM 2 Tipe MM 3 Tipe MM 4 Tipe MM 5 Tipe MM 6 Tabel Menhir Berdasarkan Ukuran Kecil Sedang Besar Jumlah % Jumlah % Jumlah % 22 6% 53 14% % 48 13% % 42 11% - 4 1% 23 6% % % 13 3% - 10% 6% - 4% - - Jumlah % % % Total Menhir 367 buah Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa menhir dengan ukuran sedang menunjukkan jumlah paling dominan yaitu dengan jumlah 183 buah menhir atau sekitar 49% dari 367 buah menhir yang diteliti, sedangkan menhir berukuran kecil 111 buah atau 31%, begitu juga halnya dengan menhir berukuran besar menunjukkan jumlah paling sedikit yaitu dengan jumlah 73 buah atau sekitar 20%. Ragam Hias Menhir Ragam hias tradisional di Minangkabau baik bersumber pada lingkungan alam sekitarnya, sesuai dengan dasar filsafah adat Minangkabau alam takambang jadi guru (alam yang luas jadikan guru). Motif hias yang muncul selalu berlandaskan dari lingkungan dan alam sekitarnya. Beberapa motif yang muncul dari bentuk dasar dedaunan, bunga, dan akar-akaran seperti aka cino sagagang (akar Cina satu gagang), aka cino duo gagang (akar Cina dua gagang), aka cino tangah duo gagang (akar Cina satu setengah gagang), sikambang manih (si kembang manis), siriah gadang (sirih besar), pucuak rabuang (pucuk rebung), dan lain-lain. Pola hias tradisional Minangkabau yang berkembang sekarang mempunyai hubungan yang erat dengan pola hias yang muncul di situs-situs megalitik Kabupaten Limapuluh Kota. Hal ini dapat menjelaskan bahwa sejarah asal usul pola hias di Minangkabau berasal dari masa prasejarah terutama megalitik. 154

15 Pola hias tradisi megalitik itulah awal dari pola hias tradisional Minangkabau yang berkembang sekarang. Artinya cikal bakal pola hias Minangkabau telah muncul semenjak abad ke-5. Pola hias megalitik tersebut jelas telah melalui perjalanan panjang seiring dengan perkembangan sejarah Minangkabau pada masa berikutnya yaitu masa Hindu-Budha dan masa Islam. Meskipun telah melalui beberapa periodisasi namun masih dapat ditelusuri bentuk-bentuk pola dasarnya. Di situs-situs Nagari Mahat jumlah menhir berhias pada masing-masing situs dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Persentase Jumlah Menhir Berhias di Situs Nagari Mahat No Situs Jumlah Jumlah Menhir Berhias Situs Koto Tinggi Situs Padang Ilalang Situs Koto Gadang Total Persentase (%) menhir berhias 100% 1,91% Berdasarkan tabel di atas dari total 367 menhir, menhir berhias paling banyak ditemukan di Situs Koto Tinggi sebanyak 4 buah menhir. Hiasan yang terdapat pada menhir bervariasi begitu juga dengan keletakan pada menhir dan cara pembuatan hiasan menhir. Penggolongan menhir berdasarkan pola hias apabila dikaitkan dengan ukuran yang ada dapat dikatakan bahwa pola hias menhir hanya terdapat pada menhir yang berukuran sedang dan besar, sedangkan menhir yang termasuk ke dalam golongan berukuran kecil tidak ditemukan pola hias. Menhir-menhir yang berhias dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Pola Hias Menhir No Jenis Menhir Jumlah Menhir Jumlah Pola Hias Menhir ukuran kecil Menhir ukuran sedang Menhir ukuran besar Total Dilihat dari tabel menhir yang tergolong berukuran besar (>141 cm) memiliki pola hias sebanyak 4 buah menhir dan menhir berukuran sedang sebanyak 3 buah menhir,

16 sedangkan pada menhir yang tergolong berukuran kecil tidak ditemukan pola hias. Hiasan menhir yang terdapat di Situs Koto Tinggi, Padang Ilalang, dan Koto Gadang dapat diklasifikasi dengan terlebih dahulu dengan menentukan beberapa atribut yang dapat diamati pada masing-masing menhir antara lain. Pola hias menhir yang tersebar di Nagari Mahat lebih banyak dihiasi oleh motifmotif sulur. Pada dasarnya ukiran itu merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi yang sederhana. Motif tumbuhan merambat yang disebut akar yang berdaun, berbunga, dan berbuah. Pola akar itu berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan, dan sambung-menyambung. Cabang atau ranting akar itu berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas, dan ke bawah. Ada keluk yang searah di samping ada yang berlawanan. Seluruh bidang diisi dengan daun, bunga, dan buah. Pada dasarnya di Minangkabau nama yang diberikan pada hiasan di atas ialah seperti berikut. a. Lingkaran yang berjajar dinamakan ula gerang karena lingkaran itu menimbulkan asosiasi pada bentuk ular yang sedang melingkar. b. Lingkaran yang berkaitan dinamakan saluak (seluk) karena bentuknya yang berseluk atau berhubungan satu sama lain. c. Lingkaran yang berjalin dinamakan jalo (jala) atau tangguak (tangguk) atau jarek (jerat) karena menyerupai jalinan benang pada alat penangkap hewan. d. Lingkaran yang sambung-bersambung dinamakan aka (akar), karena bentuknya merambat. Akar ganda yang paralel dinamakan kambang (kembang atau mekar). e. Lingkaran bercabang atau beranting yang terputus dinamakan kaluak (keluk). f. Lingkaran yang bertingkat dinamakan salompek (selompat). Ukuran atau bentuk tingkatan lingkaran itu sama atau tidak sama. Di samping motif akar dengan berbagai pola tersebut ada juga motif akar yang tidak memakai pola. Ukirannya mengisi seluruh bidang yang salah satu bagian sisinya bergaris relung. Motif lainnya ialah motif geometri segitiga, persegi empat, dan jajaran genjang, motif segitiga disebut juga motif pucuak rabuang (pucuk rebung). Motif ini dapat dicampur dengan motif akar, juga bidangnya dapat diisi ukiran atau dihias ukiran pada bagian luarnya. 156

17 Teknik meghias menhir yang terdapat di situs-situs Nagari Mahat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Teknik Hias No 1 2 Timbul Cekung Teknis Hias Situs Koto Tinggi Padang Ilalang Koto Gadang v - v v v v Dari hasil pengamatan teknik menghias di Situs Padang Ilalang tidak dijumpai teknik menghias dengan cara timbul, sedangkan di Situs Koto Gadang ditemukan 1 buah, dan Situs Koto Tinggi 2 buah menhir dengan hiasan timbul. Dilihat dari hasil hiasan yang dihasilkan, penguasaan dan pemahaman teknik menghias masyarakat di Nagari Mahat sudah sangat maju, karena dari motif dan pola hiasnya rumit yang sangat kaya akan corak hias. Berdasarkan uraian dan pemahaman di atas mengenai pola hias menhir di situssitus megalitik Lima Puluh Kota umumnya terutama di Nagari Mahat dikatakan sebagai akar pola hias Minangkabau. Bentuk dasar guratan lurus dan geometris yang telah muncul semenjak zaman megalitik kemudian berkembang lebih jauh ke dalam pola hias tradisional Minangkabau. Arah Hadap Menhir di Situs Nagari Mahat Keberadaan menhir di Situs Nagari Mahat tidak lepas dari konsep-konsep kepercayaan yang berkembang pada waktu itu. Para pendukung tradisi megalitk di Nagari Mahat tentunya akan menjalankan dan patuh terhadap norma-norma kepercayaan mereka, baik dalam bertingkah laku, bertindak, dan dalam kegiatan sehari-hari. Salah satu norma yang berlaku pada masa berkembangnya tradisi megalitik secara umum adalah kepercayaan terhadap arwah nenek moyang. Kepercayaan bahwa arwah leluhur berkumpul pada suatu tempat seperti gunung atau bukit, mungkin juga berpengaruh pada pendirian menhir di situs-situs Nagari Mahat. Pengaruh itu nampak jelas pada bentuk ujung menhir yang membengkok, umumnya arah 157

18 hadap menhir di Nagari Mahat berorientasi ke tenggara. Arah yang dituju adalah Puncak Gunung Sago yang terletak di sebelah tenggara situs-situs menhir di Nagari Mahat. Hasil pengamatan dan pengukuran serta menentukan arah hadap menhir melalui media kompas, dapat diketahui hampir semua menhir yang terletak di Situs Koto Tinggi dan Koto Gadang menghadap ke tenggara, terkecuali menhir yang terletak di Situs Padang Ilalang orientasi hadap menhirnya ke selatan. Hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar Situs Padang Ilalang menjelaskan bahwa menhir di Situs Padang Ilalang, terutama pada menhir berhias segi tiga tersebut merupakan makam seorang penyebar agama Islam yang bernama Datuak Sati. Masyarakat Mahat sekarang yang mayoritas memeluk agama Islam, menganggap menhir yang ada di sekitarnya itu disebut sebagai batu urang saisuak (batu orang dahulu kala), fungsinya sebagai nisan kuburan (mejan) orang-orang masa lalu. Selain dianggap sebagai nisan kuburan ada juga yang dianggap sebagai batas tanah atau dalam istilah lokal disebut dengan lantak tanah, dan ada juga menyebutkan menhir sebagai lambang pesukuan. Umumnya mejan-mejan dan lantak tanah tersebut dianggap sebagai suatu yang dikeramatkan dan angker untuk didekati, bahkan ada yang beranggapan menhirmenhir ini dapat mendatangkan bencana seperti sakit dan sebagainya jika benda tersebut didekati atau dijamah. Namun seiring berjalannya waktu terutama setelah kuatnya ajaran Islam di Nagari Mahat semua mitos itu tidak dihiraukan lagi oleh beberapa kelompok masyarakat. Peninggalan megalitik di Nagari Mahat berupa menhir hampir mengalami kehancuran dan kepunahan. Beberapa menhir yang sudah roboh sengaja dijadikan untuk memenuhi keperluan lain seperti pondasi jembatan, batas lahan pertanian, dan lain-lain. Semenjak tahun 1980 barulah situs-situs di Nagari Mahat mendapat perhatian dan perlindungan dari pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar. Semenjak itu masyarakat baru mengetahui tentang arti pentingnya tinggalan-tinggalan megalitik terutama menhir yang sangat beragam di nagari mereka. Fungsi menhir di situs-situs Nagari Mahat selain didapat dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan yaitu dari hasil ekskavasi dapat juga dijelaskan dari hasil wawancara dengan masyarakat dan juru pelihara situs. Sangat banyak pendapat mengenai fungsi menhir yang ada. 158

19 Tingkah laku manusia berbeda dengan tingkah laku binatang, memiliki beragam makna bagi perilakunya. Makna itu dapat ditemukan dari individu masyarakat itu sendiri terutama melalui studi etnografi yang memiliki alat dan cara untuk membahas kenyataan makna ini (Spradley, 1997:16). Makna motif hias pada peninggalan megalitik menurut Sukendar, 1987 secara umum berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut. 1. Makna motif hias yang berkaitan dengan arwah leluhur, dibagi menjadi: a. makna motif hias yang berkaitan dengan pemujaan arwah leluhur, b. makna motif hias yang berkaitan dengan pelindung atau pengawal arwah, dan c. makna motif hias yang berkaitan dengan personifikasi dari arwah. 2. Makna motif hias yang berkaitan dengan kekuatan gaib atau magis. 3. Makna motif hias yang berkaitan dengan penghormatan seorang pemimpin atau rajaraja dan sifat-sifat semasa hidupnya. 4. Makna motif hias yang berkaitan dengan status sosial, kekuasaan, persatuan, dan kekayaan. Pemaknaan tersebut dilihat dari motif-motifnya ada yang memiliki kesamaan, seperti motif kadal atau buaya bermakna pelindung arwah dan kekuatan gaib. Terdapat beberapa hal yang kiranya perlu diperhatikan masalah makna yang tersirat di hiasan menhir. Pertama, bahwa menhir sengaja dibuat oleh nenek moyang dengan pola-pola tertentu. Kedua, menhir yang diyakini sebagai tanda kubur tersebut semuanya didirikan dengan menghadap ke satu arah yang sama. Menhir di Nagari Mahat mayoritas menghadap ke arah Gunung Sago. Ketiga, sebagian menhir yang terdapat di Nagari Mahat memiliki motif hias yang dipahatkan pada sisi-sisi menhir. Ragam hias dalam tradisi adat Minangkabau memiliki makna-makna tertentu yang berhubungan dengan filosofi adat, dalam sebuah pepatah Minang dibunyikan: Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batang lintabuang, salodang ambiak kaniru. Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru 159

20 Terjemahan: Penakik pisau siraut, ambil galah batang lintabung, seladang ambil ke niru, setitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung, alam yang luas jadikan guru Motif hias di Nagari Mahat seperti di Koto Tinggi dan Koto Gadang umumnya memiliki motif hias sulur dan sulur ganda. Di Minangkabau hiasan sulur memaknai adat yang mengatakan alam takambang jadi guru, hiasan-hiasan yang ada di menhir tidak jauh dari kondisi alam sekitarnya. Secara keseluruhan di Situs Koto Tinggi dan Koto Gadang motif hias berbentuk sulur kaluak paku, ula gerang, pucuak rabuang (segitiga). Masyarakat umumnya memaknai motif kaluak paku adalah bermakna keselarasan dengan alam sekitar, bahwa motif kaluak paku tersebut adalah jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di Minangkabau. Keselarasan inspirasi pemahat dengan lingkungan sekitarnya sangatlah erat. Motif ula gerang umumnya di simbolkan sebagai perlambangan tentang paga diri, maksudnya untuk selalu menjaga diri atau melindungi diri dari pengaruh-pengaruh luar. Motif ini masih dipakai pada busana kebesaran bundo kanduang. Motif hias segitiga yang ada pada menhir melambangkan sebuah gunung yang berarti besar dan tinggi. Gunung dalam kepercayaan tradisi megalitik menganggap bahwa gunung sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang. Apabila dibandingkan dengan makna motif segitiga yang ada dalam tradisi adat istiadat Minangkabau sekarang memiliki kesamaan. Karya imaginatif dan makna objek menhir berubah sesuai dengan proses pemikiran dalam masing-masing individu dan masyarakat. Makna alam sebagai tempat belajar dan hidup, hubungan manusia sesama manusia yang berkembang pada masyarakat pendukung budaya materi berorientasi pada nilai-nilai budaya yang beranggapan alam sesuatu yang besar dan sempurna. Di Minangkabau makna motif segitiga berarti melambangkan kebesaran, ini dilihat dari arsitekur rumah gadang pada bagian sisi atapnya. Bentuk rumah gadang kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi garis alam Bukit Barisan dan garis rumah 160

21 gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jadi makna motif hias di Nagari Mahat dalam menciptakan suatu karya seni, para pemahat menhir tersebut mempunyai dasar Islam. Akan tetapi jika dilihat dari media menunjukkan bahwa sebagian mereka masih terpengaruh oleh kepercayaan yang berasal dari pra Islam. Penjelasan sebelumnya menyatakan makam dibuat sesederhana mungkin cukup dengan tanda. Namun karena tradisi adat istiadat menempatkan menhir sebagai tanda kubur dengan hiasan-hiasan yang beragam jelas akibat perkembangan fungsi menhir tidak sekedar tanda kubur, melainkan sebagai media untuk berhubungan dengan leluhur dan lambang status sosial tertentu. Keindahan adalah sesuatu yang disukai dan dapat memuaskan batin manusia akan turut menunjang fungsi di atas. Penutup Penelitian terhadap 367 buah menhir dapat diketahui tipologi menhir yang memperlihatkan ciri-ciri pembeda antara satu dengan yang lainnya. Tipologi menhir memiliki bentuk yang dibedakan menjadi 6 tipe yaitu bentuk meruncing hulu pedang (tipe MM 1), setengah lingkaran atau gagang golok (MM 2), bentuk persegi atau siku (MM 3), melengkung atau phallus (MM 4), makhluk hidup (MM 5), dan tidak beraturan (MM 6). Berdasarkan ukuran menhir di Nagari Mahat dibagi menjadi tiga golongan ukuran yaitu kecil (0-70 cm), sedang ( cm), dan besar (> 141 cm). Berdasarkan pengamatan terhadap ragam hias, pada menhir terdapat motif sulur (kaluak paku), sulur ganda (ula gerang), garis, dan segitiga (pucuak rabuang). Pengamatan terhadap pola hias menhir menghasilkan penggolongan bagian menhir yang dihias yaitu sisi atas, tengah, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang. Teknik pembuatan motif hias yang digunakan masyarakat Mahat adalah teknik cekung dan teknik timbul. Menhir oleh para ahli mengatakan bahwa menhir berkaitan erat dengan media pemujaan arwah leluhur perlu ditinjau kembali, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Nagari Mahat menhir berfungsi sebagai tanda kubur, media penghormatan, lantak tanah (batas tanah), lambang persukuan, tempat berunding kepala suku, dan media aspirasi seni. Ditinjau dari segi kepercayaan bahwa menhir di Nagari Mahat tidak lain 161

22 adalah sebagai pusat kegiatan (central palace) untuk upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Mahat. Makna religi menhir dilihat dari bentuk yang ada, di Nagari Mahat sudah dipengaruhi budaya pra Islam namun tidak melepaskan tradisi nenek moyang. Bentuk serta ukuran menhir itu menunjukkan makna sebagai peringatan bagi generasi selanjutnya untuk penghormatan terhadap si mati. Peringatan untuk penghormatan tidak lain dimaksudkan sebagai rasa bangga atau hormat generasi penerus seperti anak atau saudara yang masih hidup terhadap yang mati. Pada kenyataannya hiasan yang dipahatkan pada menhir tetntunya terkait dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada waktu itu, yaitu kepercayaan yang masih termasuk dalam tradisi megalitik. Pemujaan terhadap orang yang harus dihormati atau penghormatan terhadap leluhur tidak lain dengan melakukan upacara-upacara dengan sesajian atau upacara dengan permohonan doa. Tetapi pemujaan itu dilakukan dengan memberi suatu perlambangan atau dengan cara lainnya. Maksud dari memberikan hiasan perlambangan itu tidak jauh berbeda dengan upacara sesajian atau doa, dan status sosial. Keberagaman bentuk, ukuran, dan hiasan menhir memiliki nilai-nilai estetis dan nilai budaya. Kedua nilai tersebut memperlihatkan adanya makna kedudukan sosial masyarakat. Hal ini dikemukakan sama halnya dengan penjelasan sebelumnya bahwa pada masa berlangsungnya kebudayaan megalitik atau khususnya pada waktu munculnya budaya ini telah ada sistem pelapisan masyarakat, bahkan sudah mengenal adanya pemimpin atau kepala suku di Nagari Mahat. Proses perubahan budaya megalitik-islam terjadi di Nagari Mahat, diambil dari keempat macam hukum adat yakni adat nan sabana adat, adat nan diadatkan, adat taradat, dan adat istiadat memang sesuai dengan zamannya dimana belum terlalu banyak pertimbangan terhadap suatu yang dihadapi dalam kehidupan, dan telah adanya pemimpin suku dalam suatu kelompok masyarakat. Hukum adat ini berlangsung sampai kira-kira abad ketujuh dibuktikan dengan pertama kali di Sumatra Barat sudah didapati kelompok masyarakat Arab tahun 674. Kelompok masyarakat Arab ini sudah menganut agama Islam. 162

23 DAFTAR PUSTAKA Anonim Oudheden te Westkunt van Sumatera. TBG IV. Hlm Aziz, Fadhila Arifin Batu Tegak (Menhir): Wujud Kreativitas Seni Hias Masyarakat Minangkabau pada Masa Lampau. Amoghapasa, 7/IV/April, Hlm Batusangkar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Sumbar-Riau. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota Kabupaten Lima Puluh Kota dalam Angka, Lima Puluh Kota Regency in Figures Lima Puluh Kota: BAPPEDA dan BPS Lima Puluh Kota. Ramayulis, Yunizar Cobra, H.DJ.DT. Bandaro Lubuk Sati, dan Nazwir DT.Simarajo. 1994/1995. Sejarah Kebudayaan Minangkabau. Buku Muatan Lokal. Sumatera Barat: Dinas P dan K Daerah Tingkat I. Schnitger, F.M Forgotten Kingdoms in Sumatera. Leiden: Brill Soejono, R.P Jaman Prasejarah di Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia Jakarta: Balai Pustaka. Spradley, James P Metode Etnografi, terjemahan Misbah Zulfah Elizabeth. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta. Sudibyo, Yuwono Mahat dengan Peninggalan Sejarahnya. Padang: Proyek Pemugaran dan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat. Sukendar, Haris Tinjauan Tentang Berbagai Situs Megalitik di Indonesia. PIA II Hlm Jakarta: Puslit Arkenas. Tim Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Peninggalan Megalitik di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yondri, Lutfi Situs Bawah Parit Corak Tradisi Penguburan Megalitik Masa Transisi, Koto Tinggi, Kab. Lima Puluh Kota, Sumbar. Jurnal Penelitian Balai Arkeologi Bandung. Hlm Alam Takambang Jadi Guru, 11 November 2007, diakses 23 Januari

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA 1 FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA Anugrah Syahputra Singarimbun Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Archeology studies attempting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH Tiara Arliani, Mukhirah, Novita Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Ni Nyoman Ayu Vidya Trisna Prilyandani 1*, I Wayan Ardika 1, Coleta Palupi Titasari 3 [123] Program

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIF HIAS TRADISI MEGALITIK PADA MOTIF SONGKET MINANGKABAU

PENGARUH MOTIF HIAS TRADISI MEGALITIK PADA MOTIF SONGKET MINANGKABAU PENGARUH MOTIF HIAS TRADISI MEGALITIK PADA MOTIF SONGKET MINANGKABAU Eny Christyawaty Balai Arkeologi Medan Abstract Decorative menhir is one of archeological remains in West Sumatra that consists of various

Lebih terperinci

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi

Lebih terperinci

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU Bau Mene (Balai Arkeologi Jayapua) Abstract Statue tomb at the site of Manuba ancient grave at Mallusetasi District in Barru Residence.

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi

TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi 1 TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi Abstrak Archeology studies try to reconstruct human culture in the past

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik dan peninggalan yang dimaksud masih tetap berdiri tegar diperkampunganperkampungan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI 2.1 Latar Belakang Berdirinya Museum Pembangunan Museum Negeri Provinsi Jambi pada hakekatnya merupakan perwujudan nyata dari gagasan sebuah museum diwilayah Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan. Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari wujud hasil kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

Situs Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa

Situs Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa Situs Gunung Padang Nopsi Marga Handayani 14148118 Gregorian Anjar Prastawa - 14148136 Situs Gunung Padang terletak di kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan,Desa Karyamukti Kecamatan Cempakan, Cianjur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memiliki akses air minum yang layak adalah harapan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun masyarakat yang tinggal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.

Lebih terperinci

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian, Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang besar terdiri dari berbagai berbagai pulau baik dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya negara yang besar tetapi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

bagi proses penciptaan suatu hasil karya seni.

bagi proses penciptaan suatu hasil karya seni. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseluruhan aspek kehidupan erat hubungannya dengan pendidikan sebab semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI

Lebih terperinci

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Foto tanggal 06 07 Agustus 2016 Pusat Data dan

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Tembikar merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang penting dalam mempelajari kehidupan manusia masa lalu. Berbagai informasi dapat diperoleh dari artefak berbahan tanah liat ini, mulai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata songket memiliki banyak definisi dari beberapa beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap kain songket. Menurut para ahli

Lebih terperinci

Situs Bawahparit: Jejak Penguburan Masa Transisi

Situs Bawahparit: Jejak Penguburan Masa Transisi Situs Bawahparit: Jejak Penguburan Masa Transisi Lutfi Yondri Balai Arkeologi Bandung lutfi_yondri@yahoo.co.id Burial is one of some activities in human life, which have been doing if someone died. In

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palipi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, daerah ini dekat dengan Danau Toba, memiliki kekayaan alam yang berpotensi dan yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). Sebagian besar tinggalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Stategi Perancangan Sebelum membahas motif ukir tradisional Minangkabau terlebih dahulu pada materi pendahuluan dibahas mengenai falsafah alam bagi suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya

Lebih terperinci

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga termasuk kaya akan keragaman budaya. Beraneka ragam budaya dapat dijumpai di Negara ini. Keragaman budaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peninggalan sejarah Islam diacehsalah satunya kesenian. Kesenian merupakan sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan yang dapat didengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS 13 BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS A. Geografi Kelurahan Terkul adalah kelurahan yang terletak di samping kota Batupanjang kecamatan Rupat, dengan status adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Selatan, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Selatan, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan yang dilakukan mengenai Pola Bangun Atap Rumah Gadang Koto Baru Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Masing-masing etnis yang ada di Indonesia tentu memiliki keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) :

KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) : KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) : Satinggi tinggi malantiang, Mambubuang ka awang-awang, Suruiknyo katanah juo, Sahabih dahan dengan ranting, Tereh panguba barunyo nyato.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan BAB IV KESIMPULAN Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 km sebelah timur Kota Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MOTIF HIAS SUMATERA BARAT

2015 IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MOTIF HIAS SUMATERA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai suatu rencana sejalan dengan rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Kecamatan Pariaman Utara yang menghasilkan. Ada empat desa yang menjadi

BAB V KESIMPULAN. Kecamatan Pariaman Utara yang menghasilkan. Ada empat desa yang menjadi 64 BAB V KESIMPULAN Nareh Hilir merupakan satu diantara 17 desa yang berada di kawasan Kecamatan Pariaman Utara yang menghasilkan. Ada empat desa yang menjadi sentra sulaman benang emas di kota Pariaman,

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias daerah atau suku suku yang telah membudaya berabad abad. Berbagai ragam hias yang ada di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PERATURAN NAGARI SIMARASOK NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG TERITORIAL DAN ULAYAT NAGARI SIMARASOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, berbatasan dengan Sabah serta Serawak Malaysia di sebelah utara, di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upacara kematian etnis Tionghoa ini, terdapat beragam pantangan dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, buyut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani. Dalam rangka mengangkat derajat kehidupan petani serta mendukung penyediaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kenegerian Rumbio Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemimpin adat kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk Ulak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

Gambar dan Nama Pakaian Adat dari 33 Daerah Provinsi di Indonesia Lengkap

Gambar dan Nama Pakaian Adat dari 33 Daerah Provinsi di Indonesia Lengkap Gambar dan Nama Pakaian Adat dari 33 Daerah Provinsi di Indonesia Lengkap Posted by melody achmad Posted on 6:43 AM with No comments Pakaian Adat Tradisional Indonesia Indonesia merupakan negara yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah SEKAPUR SIRIH Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan narasi Buku Situs Cagar Budaya Minangkabau yang berada di Jorong Batur Sungai Jambu. Shalawat dan salam kita

Lebih terperinci

BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI Media Utama Buku Ukiran Tradisional Minangkabau

BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI Media Utama Buku Ukiran Tradisional Minangkabau BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI 4.1. Media Utama 4.1.1. Buku Ukiran Tradisional Minangkabau Buku ini dibuat dengan ukuran lebih kecil dari A4 dan lebih besar dari A5 karena untuk mencapai bentuk kotak,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah suatu kawasan yang banyak menyimpan bentukbentuk kesenian tradisional Melayu. Hal ini berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci