SKRIPSI GITA PUJASARI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI GITA PUJASARI F"

Transkripsi

1 PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI) SKRIPSI GITA PUJASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 DETERMINATION OF CRITICAL POINT OF POSTHARVEST LOSSES FOR PAPAYA Gita Pujasari and Y Aris Purwanto Departement of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , gpujasari@yahoo.com ABSTRACT Papaya (Carica papaya L.) is one a tropical fruit which is popular in Indonesia. Papaya is perishable fruits and has short postharvest life. Due to lack postharvest handling and its facility, losses in postharvest handling of papaya is still high. The range of total losses in postharvest handling for papaya is percent. This total losess is identified from harvesting activity to the market. There are some actors in postharvest handling contribute in total losess. The objective of this study was to identify supply chain of papaya, to assess losess of papaya in supply chain, and to determine the critical point of postharvest losses of papaya. This study was carried out in the production center of papaya in Sukabumi (West Java), Banyumas, Kebumen and Boyolali (Central Java). The study was conducted by in dept-interview to all actors in supply chain of papaya, field observation to identify the supply chain and post-harvest losses and measurement of losess at each actors activities. The results showed that supply chain of papaya consists of farmers, collectors, suppliers, wholesalers, and retailers. The critical points of losess in postharvest handling of papaya in Kebumen and Boyolali was observed at the level of retailer. The different result was obtained in Sukabumi and Banyumas. In Sukabumi, the critical point in postharvest losess was found at suppliers level, in Banyumas was observed at wholesaler level. Keywords: postharvest losses, papaya, critical point, actor of postharvest handling

3 GITA PUJASARI. F PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI). Di bawah bimbingan Y Aris Purwanto RINGKASAN Pepaya atau gandul (Carica papaya L.) merupakan buah yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah pepaya memang tergolong buah yang popular dan digemari di seluruh dunia. Saat ini pepaya telah menjadi komoditas ekspor dan terus mengalami kenaikan produksi. Sebagai salah satu produk hortikultura pepaya rentan mengalami kerusakan pascapanen. Kerusakan pascapanen dapat disebabkan oleh penanganan pascapanen yang tidak baik. Penanganan pascapanen produk pertanian di Indonesia masih belum mendapat perhatian, oleh karena itu pepaya memiliki susut pascapanen yang cukup besar pada saat dipasarkan hingga ke tangan konsumen. Kehilangan pascapanen dapat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas produk. Kehilangan pascapanen yanga berpengaruh pada kuantitas akan mengakibatkan berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah atau menurunnya komponen nutrisi dan nilai jual produk. Penelitian dilakukan di empat sentra produksi pepaya yaitu Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Jenis pepaya yang rantai pasoknya diamati adalah Pepaya California dan Pepaya Bangkok. Penelitian dilakukan dengan menentukan lokasi penelitian terlebih dahulu, kemudian melakukan identifikasi rantai pasok yang secara umum ada di Indonesia. Kemudian ditentukan parameter-parameter yang ingin diketahui seperti jarak distribusi, waktu pendistribusian, kapasitas usaha, kapasitas penjualan, anggota dan aktivitas rantai pasok, serta biaya pemasran pepaya. Kemudian parameter-parameter tersebut disusun dalam sebuah daftar pertanyaan untuk digunakan dalam pengumpulan data. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan anggota saluran pemasaran pepaya dari masing-masing sentra produksi serta pengamatan jenis kerusakannya, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS dan sumber lain yang relevan. Data yang didapat dianalis mulai dari tipe rantai pasoknya, susut pascapanennya, serta marjin pemasaran dan Farmer s share-nya. Anggota saluran pemasaran pepaya terdiri dari petani, pengepul, supplier, pedagang grosir, pedagang pengecer. Terdapat lima tipe saluran pemasaran pepaya, yaitu saluran I( petani pengecer), saluran II (petani pengepul pengecer), saluran III (petani pengepul supplier pengecer), saluran IV (petani pengepul pedagang grosir pengecer), dan saluran V (petani pengepul supplier pedagang grosir pengecer). Kegiatan pascapanen pepaya dimulai saat pemanenan pepaya di lahan, pengumpulan hasil panen di lahan, pengangkutan dari lahan ke gudang pengepul/pedagang, penyortiran dan grading, pencucian, pelabelan dan pengemasan, pemuatan dan pengiriman, serta penyimpanan. Pepaya asal responden di sentra produksi Sukabumi mengirim pepayanya ke Jakarta, Tanggerang, dan Bogor. Pepaya asal responden di sentra produksi banyumas mengirim pepayanya ke Jakarta (Pasar Induk Kramat Jati), Bekasi (Pasar Induk Cibitung), Jepara, Semarang dan Cilacap. Pepaya asal responden sentra produksi Kebumen mengirim pepayanya ke Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Slawi. Pepaya asal responden di sentra produksi asal Banyumas mengirim pepaya ke Semarang, Solo dan pasar lokal. Jenis kerusakan yang terjadi saat pascapanen pada pepaya adalah kerusakan fisiologis yang terjadi karena perubahan fisiologi dari proses normalnya seperti mengekerut dan gagal masak,

4 Kerusakan mekanis yang disebabkan karena penanganan pascapanen yang kurang hati-hati (lecet, tearing, cutting, distorsi, dan memar), Kerusakan biologis yang disebabkan serangan hama dan patogen. Susut kuantitas pada tingkat pengepul tidak terjadi, susut kuantitas pada tingkat supplier berkisar antara 0%-15%, susut kuantitas di tingkat pengecer berkisar antar 7 % - 20%. Susut kualitas hanya terjadi pada tingkat pedagang grosir dan pengecer yaitu antara 4% - 25%. Berdasarkan susut kuantitatifnya, titik kritis di Kabupaten Sukabumi terdapat pada tingkat supplier sebesar 15%, titik kritis di Kabupaten Banyumas terdapat pada tingkat pedagang grosir sebesar 10%, titik kritis di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Boyolali terdapat pada tingkat pengecer masing-masing sebesar 20%. Berdasarkan susut kualitatifnya, di Kabupaten Sukabumi tidak terdapat titik kritis, titik kritis di Kabupaten Banyumas terdapat pada tingkat pedagang grosir sebesar 4%, di Kabupaten Kebumen terdapat di tingkat pengecer sebesar 25%, di Kabupaten Boyolali terdapat di tingkat pengepul sebesar 14%. Total marjin rantai pasok terbesar terjadi pada rantai pasok pepaya asal Sukabumi (rantai pasok ke 2) yaitu sebesar Rp 6.500,-. Rasio biaya dan keuntungan yang paling merata terjadi pada rantai pasok ke 3. Rantai pasok yang paling menguntungkan petani adalah saluran ke 4 dengan nilai Farmer s share sebesar 50.

5 PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh GITA PUJASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya Carica papaya L. (Studi Kasus di Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali) Nama : Gita Pujasari NIM : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik (Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem (Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP Tanggal Lulus :

7 SURAT PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI) adalah hasil karya asli saya sndiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan Gita Pujasari F

8 Hak cipta milik Gita Pujasari, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Kota Bogor Jawa Barat pada tanggal 20 Maret 1990 dari pasangan Dedi Hardiyanto dan Iis Sumiati. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Pada tahun 1994 penulis masuk Taman Kanak-kanak Purwasari dan lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Budi Sartika hingga kelas tiga lalu pindah ke Sekolah Dasar Semeru IV dan lulus pada tahun Tahun 2002 penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Saung Mirwan yang terletak di Gadog, Kabupaten Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis menyusun skripsi yang berjudul Penentuan Titik kritis Pascapanen pepaya (Studi Kasus Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali.

10 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya (Studi Kasus Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali). Tulisan ini adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Y.Aris Purwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas petunjuk, saran, dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa S1 serta dalam penelitian. 2. Ir. Sri Endah Agustina, MS. dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi penulis. 3. Ayah (Dedi Hardiyanto), ibu (Iis Sumiati) serta para kerabat yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tulus bagi penulis selama menempuh kuliah dan menyelesaikan penelitian. 4. Teman satu bimbingan (Edo Vernando, Ahmad Ardiyanto, dan Fiki Fitriya Silmi Kaffa) atas bantuan dan kebersamaannya selama penelitian. 5. Sahabat-sahabat satu permainan (Anggi, Fiki, Mita, Dea, Ramon, Eris, Ade, Oja, Astin, Gladys, Dilla, Akay, Zero, GPK, PK) atas kebersamaan dan semangatnya selama perkuliahan. 6. Teman seperjuangan (A. Tri Setiawan Mashudi) yang telah memberi bantuan, semangat dan dorongan dalam penelitian dan penulisan skripsi. 7. Seluruh mahasiswa TEP 45 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis terbuka terhadap segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2012 Penulis i

11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. PEPAYA (Carica papaya L.)... 3 B. PASCAPANEN PEPAYA... 9 C. KEHILANGAN PASCAPANEN D. RANTAI PASOK E. MARJIN PEMASARAN DAN FARMER S SHARE III. METODE PENELITIAN A. WAKTU dan TEMPAT B. METODE PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN B. IDENTIFIKASI RANTAI PASOK PEPAYA C. PEMETAAN RANTAI PASOK PEPAYA D. KEGIATAN PASCAPANEN PEPAYA E. PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA F. ANALISIS MARJIN PEMASARAN DAN FARMER S SHARE V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkembangan dan peningkatan produktivitas, luas panen dan produksi pepaya Indonesia tahun Tabel 2. Analisis komposisi buah dan daun pepaya... 8 Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi Tabel 4. Banyaknya penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang bekerja menurut sektor ekonomi di Kabupaten Kebumen, tahun Tabel 5. Penduduk Kabupaten Boyolali usia sepuluh tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama tahun Tabel 6. Aktivitas aktor rantai pasok Tabel 7. Kegiatan pascapanen di tiap titik saluran pemasaran Tabel 8. Kriteria grading pepaya berdasarkan asal pepaya Tabel 9. Kriteria grading pepaya pada tiap kota Tabel 10. Besarnya susut pascapanen pepaya berdasarkan tipe rantai pasok Tabel 11. Besarnya susut pascapanen pepaya di tiap aktor rantai pasok Tabel 12. Susut pascapanen berdasarkan jarak,waktu dan kemasan saat pendistribusian Tabel 13. Biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran pepaya (rupiah per kg) Tabel 14. Rasio keuntungan terhadap biaya total (%) Tabel 15. Farmer s share pada Saluran Pemasaran Pepaya iii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur bunga pepaya (Kalie 2008)... 4 Gambar 2. Pepaya jingga (Warsino 2003)... 5 Gambar 3. Pepaya semangka (Warsino 2003)... 5 Gambar 4. Pepaya Cibinong (Warsino 2003)... 5 Gambar 5. Pepaya Meksiko (Warsino 2003)... 6 Gambar 6. Pepaya Bangkok (Warsino 2003)... 6 Gambar 7. Pepaya IPB-1 (Sobir 2009)... 7 Gambar 8. Pepaya IPB-3 (Sobir 2009)... 7 Gambar 9. Pepaya IPB-9 (California) (Sobir 2009)... 7 Gambar 10. Pepaya IPB-6c (Sobir 2009)... 8 Gambar 11. Pola umum rantai pasok produk-produk pertanian di Indonesia Gambar 12. Diagram tahapan penelitian Gambar 13. Diagram rantai pasok pepaya Gambar 14. Rantai pasok pepaya California dari Sukabumi Gambar 15. Rantai pasok pepaya California dari Banyumas Gambar 16. Rantai pasok pepaya California dari Kebumen Gambar 17. Rantai pasok pepaya Bangkok dari Boyolali Gambar 18. Alokasi pemasaran pepaya di Boyolali dari responden pengepul Gambar 19. Penanganan pascapanen pepaya Gambar 20. Lecet pada pepaya saat pemanenan Gambar 21. Sobekan pada pepaya saat pemanenan Gambar 22. Cutting Gambar 23. Distosi pada pepaya Gambar 24. Pepaya yang mengalami memar Gambar 25. Pepaya yang terserang jamur sejak di lahan Gambar 26. Perubahan warna dan timbulnya gejala penyakit saat menjadi matang Gambar 27. Pepaya yang terserang jamur saat pemasaran Gambar 28. penampakan buah setelah pemanenan berdasarkan lokasi asal sentra produksi Gambar 29. Kenampakan pepaya setelah transportasi iv

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Lampiran 2. Kuisioner untuk pengepul Lampiran 3. Kuisioner untuk pedagang Lampiran 4. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten Sukabumi Lampiran 5. Alur kegiatan pascapanen saluran pemasaran pepaya Kabupaten Banyumas Lampiran 6. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten Kebumen Lampiran 7. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten Boyolali Lampiran 8. Hasil panen, harga jual, dan susut yang terjadi pada petani di tiap lokasi penelitian Lampiran 9. Kapasitas, harga jual, harga beli dan susut yang terjadi pada pengepul, supplier, dan pedagang Lampiran 10. Rincian biaya saluran pemasaran pepaya Lampiran 11. Perhitungan marjin saluran pemasaran v

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Buah merupakan bahan pangan yang mengandung banyak zat dan vitamin yang bermanfaat bagi tubuh kita. Pepaya atau gandul (Carica papaya L.) merupakan buah yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah pepaya memang tergolong buah yang popular dan digemari di seluruh dunia. Daging buah pepaya memiliki rasa manis, enak, dan menyegarkan. Nilai gizi pepaya juga cukup tinggi karena banyak mengandung pro-vitamin A, vitamin C, dan mineral kalsium (Warsino 2003). Manfaat tanaman pepaya cukup beragam. Daun pepaya muda, bunga, dan buah yang masih mentah dapat dibuat sebagai bahan ragam sayuran. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman pepaya juga banyak digunakan. Daun pepaya dapat dijadikan obat malaria, menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba. Sari akar tanaman pepaya dapat dijadikan obat penyakit kencing batu, penyakit saluran kencing, dan cacing kremi, dan masih banyak lagi manfaatnya (Kalie 2008). Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar dalam budidaya tanaman pepaya mengingat terbiasanya masyarakat Indonesia berbudidaya pepaya. Berdasarkan laporan FAO tahun 1988 Indonesia menghasilkan pepaya sebesar 270 ribu ton pepaya (Wibowo 2003). Sejak Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I, tanaman pepaya termasuk komoditas utama dari kelompok buah-buahan yang mendapat prioritas penelitian dan pengembangan di lingkungan Puslitbang Hortikultura (Kalie 2008). Berdasarkan data perkembangan dan peningkatan produktivitas pepaya di Indonesia pada tahun 2005 hingga 2009, produksi pepaya terus mangalami peningkatan, meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun Pada tahun 2008 luas lahan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, namun produktivitasnya belum mengalami kenaikan karena jumlah produksinya belum bertambah dengan signifikan. Perkembangan dan peningkatan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Pepaya juga telah menjadi komoditas ekspor. Volume ekspor pepaya dari tahun 2009 hingga 2011 terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2011 volume ekspor pepaya telah mencapai 468 ton. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor pepaya sejak 2007 hingga 2011 mencapai 74.96%. Data perkembangan volume ekspor pepaya dapat dilihat di Lampiran 1. Tabel 1. Perkembangan dan Peningkatan Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Pepaya Indonesia Tahun Tahun Produksi Ton Peningkatan (%) Luas Ha Peningkatan (%) Produktivitas (Ton/Ha) Peningkatan (%) Sumber: Departemen Pertanian Kehilangan pascapanen buah-buahan tropis sangat bervariasi, nilainya berkisar antara 10% sampai 80%, baik di negara maju maupun negara berkembang. Kehilangan pascapanen ini terjadi di sepanjang rantai supply mulai saat panen sampai ke pengemasan, transportasi, penyimpanan, ritel (Paull 2001 dalam Kehilangan pascapanen pepaya di asia tenggara dapat mencapai 30% sampai 60% (Arshad et al 2003 dalam 1

16 Produk pascapanen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan, terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi produsen maupun petani. Sejak bagian tanaman tersebut dipanen, sejak itulah bagian tanaman tersebut terputus hubungan fisiologi dengan inangnya. Dengan demikian, bagian tanaman tidak mendapat pasokan hasil metabolisme dari tanaman, tetapi bagian tanaman tersebut masih melakukan kegiatan fisiologinya. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan bagian tanaman yang telah dipanen mudah rusak. Hal inilah yang mengakibatkan kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat menyebabkan berkurangnya kualitas produk, yaitu menurunnya nilai nutrisi produk. Perlakuan pascapanen yang baik dapat mengurangi kehilangan pascapanen. Pengurangan susut pascapanen ini merupakan hal yang membantu petani dan juga konsumen (Soesanto 2006). Oleh karena itu perlu dilakukan penentuan titik kritis pascapanen pepaya pada rantai pasoknya, sehingga dapat diketahui titik kritis atau kehilangan pascapanen tersebut terjadi di mana. Dengan demikian dapat diketahui penyebab kehilangan pascapanen tersebut dan melakukan usaha meminimalkan kehilangan pascapanen pepaya, sehingga dapat mengurangi kerugian yang disebabkan oleh kehilangan pascapanen tersebut dan buah pepaya dapat menjadi buah yang dapat bersaing di pasaran. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan : 1. Mengidentifikasi jalur distribusi pepaya di sentra produksi pepaya (Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Boyolali). 2. Melakukan kajian susut/kehilangan pascapanen di setiap titik distribusi buah pepaya. 3. Melakukan kajian titik kritis pascapanen pepaya di sentra produksi pepaya (Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Boyolali. 4. Menganalisis marjin pemasaran dan Farmer s share rantai pasok pepaya. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEPAYA (Carica papaya L.) Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Di indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai pegunugan yang memiliki ketinggian 1000m dpl (Warisno 2003). Berdasarkan taksonominya tanaman pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Subkelas : Dicotyledonae Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica pepaya L. Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya berongga umunya tidak bercabang, dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercangap. Tangkai daun panjang dan berongga. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yang dapat memecah protein. Bunga pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau poros bunga (pendunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut infloresensia yang duduk pada ketiak daun. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat sekitar bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen. (Kalie 2008.) Tanaman pepaya memiliki tiga bentuk pohon berdasarkan bentuk bunganya. Penetapan jenis kelamin pohon ini hanya dapat diketahui setelah tanaman berumur 4-6 bulan, yaitu saat tanaman telah berbunga. Struktur bunga pepaya dapat dilihat pada Gambar Pepaya Jantan Pohon pepaya ini memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai (Menegristek 2000). Bunga jantan berbentuk tabung ramping dengan panjang 2.5 cm, benang sari berjumlah 10 tersusun menjadi dua lapis yang melekat antara daun mahkota. Bakal buah yang rundimeter dan tidak berkepala. 2. Pepaya Betina Pepaya ini memiliki bunga majemuk artinya pada suatu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar, bunganya tidak memiliki benang sari (Menegristek 2000). Pepaya betina memiliki bunga betina yang berukuran agak besar dan memiliki bakal buah yang berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga. Bunga ini memiliki lima buah pistillum (putik). Adanya putik ini membentuk alur atau garis pada buah. Meskipun buah berbentuk bulat, alur atau garis putik ini tampak memberi bekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang melekat di bagian dasar bunga (Kalie 2008). 3. Pepaya Sempurna Memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian (Menegristek, 2000). Terdapat tiga jenis pepaya sempurna, yaitu: 3

18 a. Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat. b. Berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong. c. Berbenang sari 2-10 dan bakal buah mengkerut. d. Pepaya sempurna mempunyai dua golongan yaitu : e. Yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun f. Yang berbuah musiman. Gambar 1. Struktur bunga pepaya (Kalie 2008) Tanaman pepayaa memiliki empat genus utama yaitu: Carica, Jarilla, Jacaratia, dan Cylicomorpha. Genus Carica merupakan genus yang banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki buah yang enak dimakan. Genus Carica memiliki kurang lebih 20 jenis, dan dari 20 jenis itu berikut ini adalah jenis pepaya yang banyak ditanam di Indonesia (Warsino 2003) : 4

19 1. Pepaya Jingga Jenis pepaya jingga memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Kulit buah berwarna kuning. b. Daging buah berwarna merah, banyak mengandung air, dan cukup manis. c. Berat per buah ± 1.50 kg. d. Cukup tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan. Gambar 2. Pepaya jingga (Warsino 2003) 2. Pepaya Semangka Jenis pepaya semangka memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Kulit buah berwarna kuning menarik. b. Daging buah berwarna merah semangka, banyak mengandung air, dan rasanya manis. c. Buah berbentuk bulat seperti semangka. d. Berat per buah ± 1 kg. e. Agak tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan. Gambar 3. Pepaya semangka (Warsino 2003) 3. Pepaya Cibinong Jenis pepaya cibinong banyak di daerah Cibinong, Jawa Barat, memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Buah berbentuk panjang besar dan lancip pada bagian ujung. b. Tangkai buah cukup panjang. c. Kulit buah tidak rata. d. Daging buah agak keras dan cukup manis. e. Berat per buah ± 2.5 kg. f. Lebih tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan. Gambar 4. Pepaya Cibinong (Warsino 2003) 5

20 4. Pepaya Meksiko Pepaya meksiko sering disebut juga pepaya solo atau pepaya tunggal karena memiliki ukuran buah yang kecil-kecil dan hanya cukup untuk satu orang. Jenis pepaya ini memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Buah berbentuk seperti avokad, bulat berleher. b. Daging buah berwarna kuning dengan rasa manis. c. Berat per buah ± 0.5 kg. d. Tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan. Gambar 5. Pepaya Meksiko (Warsino 2003) 5. Pepaya Bangkokk Jenis pepaya bangkok memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Buah berbentuk seperti pepaya cibinong, namun lebih bulat dan lebih besar. b. Kulit buah kasar dan tidak rata atau berbenjol-benjol. c. Daging buah berwarna jingga kemerahan, keras, dan memiliki rasa manis. d. Berat per buah ± 3.5 kg. Gambar 6. Pepaya Bangkok (Warsino 2003) Kemudian seiring dengann berkembangnya daya beli masyarakat dan perubahan selera konsumen, berkembang pula budidaya pepaya unggul sebagai berikut (Sobir 2009) : 1. Pepaya IPB-1 Lebih dikenal sebagai pepaya Arum Bogor. Pepaya ini tergolong jenis pepaya kecil dengan bobot sekitar 0.65 kg. Bentuk buah lonjong, agak masuk ke dalam di bagian pangkal dan tidak beraturan di bagian tengah. Panjang buah sekitar 14 cm dengan diameter 10 cm. Kulit buah berwarna hijau sedang dan bertekstur licin. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan dengan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terlarut total daging buah sekitar o brix). Keunggulan dari IPB-1 adalah kemampuan berbuah yang lebih kontinu dan kurang menunjukkan kosong buah (skip), sehingga lebih menjamin suplai buah pepaya. 6

21 Gambar 7. Pepaya IPB-1 (Sobir 2009) 2. Pepaya IPB-3 Pepaya ini juga termasuk pepaya kecil dengan bobot 0.53 kg. Bentuk buah lonjong dan pangkal buah tegak. Kulit buah bertekstur sedang dan berwarna hijau. Rasa daging buahnya manis dan berwarna jingga kemerahan. Tekstur buahnya agak keras. Kadar kemanisan o. Pepaya ini berbunga setelah empat bulan bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buah dapat dipanen pada umur 140 hari setelah berbunga. Gambar 8. Pepaya IPB-3 (Sobir 2009) 3. Pepaya IPB-9 Pepaya ini lebih dikenal sebagai pepaya California. Pepaya ini memiliki bobot sekitar 1.24 kg. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terlarut total daging buah pepaya sekitar o brix). Gambar 9. Pepaya IPB-9 (California) (Sobir 2009) 7

22 4. Pepaya IPB-6c Pepaya ini lebih populer dengan nama pepaya Sukma yang merupakan kepanjangan dari Sukabumi Manis. Pepaya ini termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2.8 kg. Panjang buah cm. Buah berbentuk lonjong dengan pangkal tegak. Kulit buah berwarna hijau dan bertekstur licin. Daging buah berwarna jingga dan bertekstur keras. Kandungan padatan terlarut total daging buah berkisar o brix. Gambar 10. Pepaya IPB-6c (Sobir 2009) Buah pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni dengan ciri-ciri sebagai berikut (Pantastico1986): 1. Kulit luar tipis. 2. Daging buah buah tebal dengan rongga besar di tengah. 3. Berasal dari bakal buah yang menumpang. Buah pepaya juga termasuk ke dalam buah kelas berat dengan kisaran bobot g. Buah pepaya berdasarkan asal-usulnya dan jumlah ruang bakal buahnya termasuk ke dalam buah sejati tunggal yaitu buah yang berasal dari perkembangan satu bakal buah dari kuntum bunga yang sama. Berdasarkan bentuk dan sifat daging buahnya, pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni, memiliki kulit luar yang tipis, kuat, lentur sedangkan lapisan dalam berdaging, berair dan dapat dimakan, dengan rongga besar di bagian tengah (Pantastico 1986). Komposisi buah dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis komposisi buah dan daun pepaya Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun Energi (kal) Air (g) Protein (g) Lemak (g) * Karbohidrat (g) Vitamin A (IU) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979 dalam acuan Kalie, Keterangan *Sedikit sekali, dapat diabaikan

23 B. PASCAPANEN PEPAYA Tanaman pepaya dipanen setelah berumur 9-12 bulan. Tanda-tanda buah dapat dipetik adalah warna kulit buah yang mulai menguning. Pemanenan buah pepaya dilakukan pada pagi dan sore hari, serta dilakukan setiap 10 hari sekali. Buah pepaya memiliki tingkat kematangan sebagai berikut (Prayoga 2011): 1. Matang fisiologis (mature green) 2. Sremburat kuning (colour break) 3. 25% kuning (quarter ripe) 4. 50% kuning (half ripe) 5. 75% kuning (ripe) % kunig (full ripe) 7. Terlalu matang (over ripe) Prayoga (2011) mengatakan buah pepaya yang dipanen adalah buah pepaya dengan tingkat kematangan 25% semburat merah. Pantastico (1986) dalam bukunya mengatakan mutu buah yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buah yang belum masak, bila dipetik akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya penundaan waktu pemetikan akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Panen dilakukan pada keadaan buah yang sudah tua tetapi belum masak untuk hasil yang akan dikirim ke pasar yang jauh letaknya. Pemanenan dilakukan menggunakan sarung tangan untuk menghindari luka pada kulit buah. Buah pepaya yang dipilih dipetik dengan cara memutar buah menggunakan tangan sampai terlepas dari tangkainya atau menggunakan songgo (berupa bambu yang ujungnya berbentuk setengah kerucut yang berguna menjaga buah tidak jatuh saat dipetik). Buah yang dipanen diusahakan tidak terjatuh agar tidak memar. Tangga yang digunakan untuk memanen dilapisi kertas untuk mencegah gesekan antar buah. Wadah yang digunakan untuk hasil panen dialasi kertas sebagai bantalan. Buah hasil panen diletakkan dengan posisi berdiri dan tangkai buah menghadap ke bawah. Setiap lapisan buah diberi bantalan yang sama dengan bantalan wadah. Tinggi tumpukan buah maksimum 3 lapisan (Prayoga 2011). Pencucian buah pepaya dilakukan untk mengoptimalkan tampilan buah pepaya. Buah pepaya disortir untuk mendapatkan buah dengan ukuran yang seragam. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran, bentuk buah, tingkat kematangan dan keseragaman warna buah. Buah pepaya dikemas dengan kardus yang memiliki sekat-sekat dan lubang sirkulasi udara untuk menjaga mutu buah pada saat pengangkutan dan penyimpanan. Tinggi tumpukan kardus pada saat pengiriman diatur sesuai kekuatan kemasan dan dihindarkan dari goncangan yang terlalu keras agar buah tidak rusak (Prayoga 2011). Menurut Satuhu (2004) pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Tujuan dari kegiatan pengemasan secara umum adalah: 1. Melindungi hasil (produk) dari kerusakan. 2. Melindungi dari kehilangan air. 3. Melindungi dari pencurian. 4. Mempermudah dalam pengangkutan. 5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan. 6. Mempermudah dalam perhitungan. Luketsi (2011) meniliti kemasan yang paling baik untuk mengurangi kerusakan mekanis pada saat transportasi pepaya IPB 9 (Callina). Berdasarkan hasil penelitiannya,kemasan yang paling baik 9

24 adalah kemasan dengan bahan pengisi cacahan kertas koran dan posisi penyusunan buah secara horizontal, tingkat kerusakan mekanis yang terjadi pada pepaya merupakan yang terkecil dibandingkan bahan pengisi dengan lembaran dan cacahan spons/gabus atau pun kardus berpola. Berdasarkan pengukuran pada parameter susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut, serta uji statistik yang telah dilakukan pada buah pepaya, bahan pengisi kemasan yang paling baik untuk mempertahankan mutu dari paremeter tersebut adalah sekat kardus dan posisi penyusunan yang paling baik adalah posisi vertikal. Kusumah (2007) pernah mengkaji pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu simpan terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Penelitian dilakukan dengan meletakan mentimun dalam empat kemasan yang berbeda di atas meja getar selama tiga jam (setara dengan km pada jalan luar kota). Berdasarkan penelitian tersebut kemasan yang paling baik untuk pendistribusian mentimun untuk jarak jauh adalah karton kardus dibandingkan peti kayu, plastik atau pun kantong jaring. Buah mentimun ditinjau dari sudut susunannya tidak jauh berbeda dengan buah buni, sementara itu buah pepaya merupakan salah satu buah yang tergolong buah buni. Menurut Yuwono et al (2008) penyimpanan adalah suatu cara untuk mempertahankan mutu hasil pertanian setelah dipanen dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual atau dikonsumsi. Hal ini penting untuk menjamin daya simpan buah semaksimal mungkin. Penyimpanan buah adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperpanjang ketersediaannya sampai kepada konsumen dan menyediakannya untuk memenuhi permintaan pasar (Satuhu, 2004). Hamaisa (2007) pernah meneliti pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dan kualitas buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dan pematangan buah. Berdasarkan hasil penelitiannya buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang memiliki umur simpan 9 hari, sedangkan buah pepaya yang disimpan pada suhu 10 o C memiliki umur simpan hingga 20 hari penyimpanan. Laju produksi CO 2, perubahan warna, penurunan kekerasan, peningkatan total padatan terlarut dan susut bobot selama penyimpanan dapat dihambat pada suhu ruang penyimpanan 10 o C dibanding pada suhu ruang dan suhu 15 o C. Pelapisan lilin atau waxing dapat menekan laju respirasi sehingga perlakuan ini merupakan salah satu alternatif untu memperpanjang masa simpan buah-buahan (Yowono et al 2008). Fitradesi (1999) pernah melakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan bahan pelapis dan suhu simpan terhadap daya simpan dan kualitas buah pepaya. Hasil penelitiannya menunjukan pelapisan lilin lebah 6% dan lilin carnauba 6% dapat mempertahankan daya simpan buah pepaya. Pepaya yang dilapisi emulsi lilin carnauba 6% dan lilin lebah 6% yang disimpan pada suhu dingin berturut-turut mempunyai daya simpan 19.0 HSP dan 15.9 HSP (Hari Setelah Panen). Satuhu (2004) mengatakan, Di Indonesia perhubungan darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api. Menurut Soedibyo (1985), pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horisontal, guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali. Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek masa simpan. Hal ini terjadi terutama pada pengangkutan buah- buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria 1992). 10

25 Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%. Pada umumnya hambatan - hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatana penanganan pasca panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading/sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran (Soedibyo 1985). C. KEHILANGAN PASCAPANEN Produk hortikultura merupakan produk yang mudah rusak. Hal ini terjadi karena pada saat bagian dari suatu tanaman dipanen, sejak saat itulah pasokan hasil metabolisme dari tanaman untuk mendukung kegiatan fisiologisnya terputus. Sementara itu, bagian tanaman tersebut masih terus melakukan kegiatan fisiologisnya (Soesanto 2006). Kerusakan dari produk tersebut disebut juga sebagai kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pasca panen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman, tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, berubahnya atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk (Soesanto 2006). Selain faktor dalam produk itu sendiri, faktor luar juga sangat berperan dalam kerusakan dan kehilangan produk pascapanen. Beberapa faktor dalam dan luar yang sangat penting peranannya di antaranya (Soesanto 2006) : 1. Kemunduran fisiologi Laju kemunduran fisiologi produk meningkat karena terjadinya perubahan proses fisiologi produk dari proses normalnya. Perubahan tersebut terjadi karena pendedahan produk pascapanen pada suhu tinggi, kelembapan tinggi, karena kerusakan fisik dan suhu penyimpanan yang tidak sesuai. 2. Kerusakan mekanis Pemanenan dan penanganan produk pascapanen yang dilakukan kurang hati-hati akan menyebabkan timbulnya kerusakan mekanis, seperti memar, retak, tergores, atau pecahnya kulit produk. Penggunaan lahan tanam yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan terjadinya luka mekanis. 3. Adanya Serangan hama dan patogen Produk pascapanen segar sangat riskan terhadap serangan hama dan mikroba patogen. Keberadaan hama dan patogen dapat terjadi sejak produk masih berada di lahan atau belum dipanen. Kerusakan karena hama dapat disebabkan oleh serangan serangga, tikus, dan hewan lain yang menjadi masalah serius di tempat penyimpanan. Sementara itu serangan patogen disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. 4. Jenis produk segar Produk pascapanen segar dapat dibedakan dalam beragam jenis bagian tanaman yang dipanen. Komoditas pascapanen tersebut dapat berupa buah, daun, akar, biji, bunga, atau 11

26 umbi yang masing-masing memerlukan penanganan pascapanen dan penyimpanan yang sangat khusus. 5. Fisiologi pascapanen produk segar Komoditas pascapanen segar merupakan bagian tanaman yang hidup, yang masih melanjutkan proses kehidupannya. Gangguan terhadap berlangsungnya proses tersebut akan menyebabkan kemunduran atau kerusakan fisiologi produk pascapanen. 6. Respirasi Respirasi merupakan pengambilan oksigen dari udara, yang digunakan untuk memecah rantai karbohidrat di dalam tanaman menjadi air dan karbon dioksida. Proses ini akan terus berlangsung meskipun produk telah dipisahkan dari tanaman induknya. Kurangnya pasokan oksigen akan menyebabkan proses ini menjadi proses fermentasi yang akan memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Fenomena ini menyebabkan bau yang tidak sedap, kerusakan jaringan, gagalnya pemasakan. 7. Penguapan Komoditas pascapanen setelah dipanen akan terus mengalami kehilangan air sementara pasokan air dari akar tanaman telah terputus. Kehilangan air yang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan produk berubah bentuk dan ukuran, seperti mengerut dan layu. Kehilangan air produk pascapanen yang berada dalam ruang simpan dapat dipengaruhi oleh kelembapan udara ruang simpan, pergerakan udara dalam ruang simpan, dan macam produk yang disimpan. 8. Pemasakan produk pascapanen Pemasakan produk pascapanen dapat digolongkan ke dalam dua jenis sifat pemasakan, yang memperlihatkan perbedaan pola respirasi produk. Buah pepaya termasuk ke dalam buah klimakterik. a. Pemasakan buah non-klimakterik: Buah yang tergolong jenis ini mempunyai sifat hanya dapat masak ketika buah masih menempel pada tanaman induknya. Laju respirasi secara perlahan melambat selama pertumbuhan dan setelah buah dipanen. b. Pemasakan buah klimakterik: Buah jenis ini dapat dipanen ketika masih dalam kondisi matang tetapi belum mulai masak. Buah golongan ini dapat dipacu pemaskannya dengan cara buatan. Awal pemasakan buah diikuti dengan laju respirasi yang cepat,yang disebut klimak respirasi. Setelah pemasakan, laju respirasi akan lambat karena buah mencapai tingkat masak dan buah siap dikonsumsi. D. RANTAI PASOK Konsep rantai pasok merupakan mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit RE,R Djokopranoto Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grasindo.). Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktor karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Brown 1994 dalam Marimin 2010). Pola umum rantai pasok produkproduk pertanian di Indonesia(Limbong dan Sitorus 1987) : 12

27 Petani/ Produsen Tengkulak Pedagang Besar Perantara Pabrik/Eksportir Koperasi/KUD Pengecer Konsumen Akhir Domestik Gambar 11. Pola umum rantai pasok produk-produk pertanian di Indonesia Sumber: Limbong dan Sitorus, Mekanisme rantai pasok produk pertanian tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai retail, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin 2010). Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemutraan rantai pasok suatu komoditas. Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan rantai pasok peretanian terdiri dari dua pola, yaitu perdagangan umum dan pola kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang umum ditemukan di banyak lokasi. Lembaga tata niaga merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berusaha untuk memperlancar arus/gerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan/aktifitas. Dalam tata niaga barang dan jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang/jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaanperusahaan (Limbong dan Sitorus1987). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya (Mubyarto 1989). E. MARJIN PEMASARAN DAN FARMER S SHARE Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tata niaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi, maka semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). 13

28 Indikator lain dalam membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah farmer s share. Farmer s share merupakan perbandingan antara bagian yang diterima petani terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah. 14

29 III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa keempat kabupaten tersebut merupakan sentra produksi pepaya di pulau Jawa yang direkomendasikan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT). Pepaya yang beredar di pasar sekitar Jakarta dan Bogor kebanyakan berasal dari keempat kabupaten tersebut. Kabupaten Sukabumi, Banyumas dan Kebumen memproduksi pepaya California, sedangkan Kabupaten Boyolali membudidayakan pepaya Bangkok. Penelitian juga dilakukan di pasar, pengecer, dan supplier buah pepaya di daerah Bogor dan Jakarta untuk pengambilan data di tingkat pedagang grosir, supplier dan pengecer. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli B. METODE PENELITIAN Penelitian diawali dengan menetukan lokasi sentra produksi pepaya yang akan diamati untuk diikuti rantai pasoknya, kemudian dilakukan identifikasi rantai pasok pepaya secara umum yang ada di Indonesia. Selanjutnya dilakukan penentuan parameter-parameter apa saja yang akan ingin diambil untuk menentukan titik kritis pascapanen pepaya di masing-masing sentra produksi. Parameter yang ingin diambil diuraikan dari tujuan penelitian ini yaitu identifikasi jalur distribusi, susut atau kehilangan pascapanen, serta marjin pemasaran dan farmer s share. Identifikasi jalur distribusi pepaya dilakukan dengan mengetahui anggota dan aktivitas rantai pasok pepaya di masing-masing sentra produksi. Susut atau kehilangan pascapanen di setiap titik distribusi didapatkan dari data kapasitas usaha, jumlah yang terjual, jumlah yang mengalami penurunan harga, penyebab kerusakan, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya di tiap rantai pasok, jarak yang ditempuh untuk mendistribusikan pepaya, dan kemasan yang digunakan. Parameter yang ingin dicari untuk menganalisi marjin pemasaran dan farmer s share meliputi biaya pemasaran pepaya serta harga jual dan harga beli pepaya. Beberapa parameter yang dapat diketahui dengan wawancara disusun menjadi daftar pertanyaan. Parameter yang lain dicari dengan melakukan pengamatan, setelah itu baru dilakukan wawancara dan pengamatan di tiap rantai pasok di masing-masing sentra produksi hingga data lengkap. Data-data tersebut kemudian dianalisis, tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar

30 Mulai a Penentuan lokasi penelitian Analisis Tipe-tipe aliran rantai pasok pepaya Identifikasi anggota rantai pasok pepaya Analisis susut pascapanen pepaya Penentuan parameter titik kritis, marjin pemasaran, dan Farmer s share Analisis marjin pemasaran dan Farmer s share pepaya Penyusunan daftar pertanyaan Selesai Wawancara dan pengamatan pada setiap aktor rantai pasok pepaya tidak Data lengkap ya a Gambar 12. Diagram tahapan penelitian B.1 Metode Pemilihan Responden Pemilihan responden dimulai dari pemilihan responden petani yang berada di setiap sentra produksi di masing-masing daerah. Pemilihan responden petani dilakukan dengan metode purposive sampling. Penelusuran anggota rantai pasok buah pepaya selanjutnya dilakukan dengan snowball sampling, yaitu pelaku aktivitas selanjutnya ditentukan berdasarkan keterangan dari petani atau kelompok tani pada lokasi penelitian. Jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis Pepaya dan Lokasi Survey Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi Kategori Responden Petani Pengepul Supplier Pedagang Grosir Pengecer Pepaya California Sukabumi Banyumas Kebumen Pepaya MJ9 Boyolali

31 B.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan. Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara berstruktur yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Anggota rantai pasok, kapasitas usaha, jumlah pepaya yang terjual, jumlah pepaya yang mengalami penurunan harga, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya di tiap rantai pasok, serta biaya pemasaran, harga jual dan harga beli pepaya didapat melalui wawancara yang dilakukan kepada setiap anggota rantai pasok di masing-masing lokasi penelitian. Daftar pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3. Aktivitas rantai pasok, penyebab kerusakan, dan kemasan yang digunakan diketahui dari hasil pengamatan di tiap anggota rantai pasok pepaya tiap lokasi penelitian. Pengamatam penyebab kerusakan pepaya dilakukan di beberapa rantai pasok dengan melakukan pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan ketentuan menegristek sebagai berikut(menegristek 2000): 1. Jumlah kemasan dalam partai/lot 1 s/d 5: Contoh yang diambil semua 2. Jumlah kemsasan dalam partai/lot 6 s/d 100 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5 3. Jumlah kemasan dalam partai/lot 101 s/d 300 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7 4. Jumlah kemasan dalam partai/lot 301s/d 500:Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9 5. Jumlah kemasan dalam partai/lot 501 s/d 1000: Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10 Pada tingkat pengepul dilakukan terlebih dahlu perkiraan target panen yang ingin dilakukan, kemudian menghitung jumlah kemasan yang akan terkumpul. Satu kemasan keranjang plastik atau kontainer berisi sekitar kg pepaya, apabila pemanenan yang dilakukan pada seluruh lokasi penelitian adalah 5 ton maka terdapat maksimal 125 kemasan. Pengambilan contoh untuk tingkat supplier dan pedagang grosir dilakukan dengan menghitung jumlah kardus dalam satu kali penerimaan barang. Satu kardus berisi antar kg pepaya, pada saat pengamatan jumlah kardus yang diterima tidak melebihi 300. Jumlah kemasan yang diambil sebagai contoh dalam satu kali pengamatan antara 5-7 kemasan. Dari kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga buah pepaya kemudian dicampur. Dari jumlah buah yang terkumpul kemudian diambil secara acak contoh sekurang-kurangnya 5 buah untuk diuji. Pada saat penelitian seluruh sample dari tiap kemasan diamati agar jumlahnya dapat lebih mewakili. B.3 Metode Analisis Data B.2.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Ritonga, 2005). Hasil dari analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan keadaan saluran rantai pemasaran pepaya. B.2.2 Analisis Susut Pascapanen Pepaya Susut pascapanen pepaya pada masing-masing rantai pasok di lokasi penelitian dihitung berdasarkan data yang telah didapat dari hasil wawancara. Susut pascapanen pepaya terbagi menjadi dua, yakni susut kuantitas dan susut kualitas. Menurut Soesanto (2006) kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk. Pada 17

32 penelitian ini susut kuantitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya yang tidak dapat dijual dari seluruh pepaya yang dibeli. Secara matematis persentase susut kuantitas pepaya adalah sebagai berikut: (%)= h ( ) h ( ) 100 h ( ) Soesanto (2006) juga mengatakan bahwa susut kualitas dikaitkan dengan menurunnya komponen nutrisi pascapanen. Pada penelitian ini susut kualitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya yang mengalami penurunan kualitas baik secara visual maupun komponen nutrisi. Penurunan tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan harga jual pepaya. Secara matematis persentase susut kualitas pepaya adalah sebagai berikut : (%)= h h ( ) 100 h ( ) Selain faktor dalam produk itu sendiri terdapat beberapa faktor luar yang mempengaruhi kerusakan atau kehilangan produk pascapanen. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kemunduran fisiologis, kerusakan mekanis, dan serangan patogen (Soesanto, 2006). Pengamatan dengan menggunakan pengambilan sample dilakukan untuk mengetahui kenampakan buah pepaya di beberapa titik distribusi terutama setelah panen dan setelah transportasi. Sample pepaya yang diambil akan diamati untuk dilihat bagaimana kondisi fisiknya apakah mengalami luka mekanis, terserang patogen, kesalahan panen sehingga terlalu tua atau terlalu muda, cacat atau mulus. Setiap sample pepaya yang diambil akan dihitung jumlah kerusakannya dan dipersentasekan, dari hasil persentase akan terlihat penyebab kerusakan apa saja yang terjadi. B.2.3 Anilisis Marjin Tataniaga dan Farmer s Share Marjin pemasaran terdiri dari biaya fungsional pemasaran dan rasio keutungan terhadap biaya. Marjin pemasaran secara matematis dapar dilihat pada persamaan (1.1) = = + (1.1) dimana: M i : marjin pemasaran pada tingkat lembaga ke-i P ri : harga jual pada tingkat lembaga ke-i P fi : harga beli pada tingkat lembaga ke-i C i : biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i i : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Total marjin yaitu penjumlahan marjin di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Total marjin dirumuskan sebagai berikut: Total Marjin (MT)= M dengan n jumlah lembaga pemasaran (1.2) Rasio keuntungan terhadap biaya dihitung dengan membagi keuntungan dengan biaya total yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran. (%)={ } 100 dimana (1.3) 18

33 Pf i : harga beli pada tingakt lembaga ke-i C i : biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i Π i : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus 1987). farmer s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farme s share) semakin rendah. Secara matematis Farmer s share dinyatakan sebagai berikut: Dimana: Fs : farmer s share Pf : harga di tingkat petani = 100% (1.4) Pr : harga yang dibayarkan oleh konsumen 19

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A.1. Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak diantara 6 o 57 7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o o 00 Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4,161 km2. Ada pun batas wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Bogor di sebelah utara, 2. Sebelah Selatan : Samudra Indonesia 3. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudra Indonesia 4. Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 mencapai 2,328,804 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1,185,833 jiwa dan perempuan 1,142,971 jiwa. Dalam struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan. Penggunaan lahan untuk sawah seluas 64,077 ha dan lahan kering seluas 345,305 ha. Sedangkan penggunaan lahan kering terbagi atas untuk bangunan/halaman sebesar 18,987 ha, tegal/kebun sebesar 69,426 ha, ladang/huma sebesar 42,345 ha, padang rumput sebesar 1,561 ha, tambak sebesar 451 ha, kolam/empang sebesar 1,199 ha, hutan rakyat sebesar 30,245 ha, perkebunan sebesar 74,320 ha, hutan negara 29,151 ha, tidak digunakan 499 ha, lain-lain 340,305 ha. Jumlah produksi papaya Kabupaten Sukabumi mencapai 741,835 Kw, sedangkan Kecamatan Parakan Salak yang menjadi lokasi penelitian memiliki jumlah produksi mencapai 2,273 Kw. A.2. Kabupaten Banyumas Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Jawa Tengah yang terletak diantara 108 o o Bujur Timur dan 7 o o Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 kecamatan, dengan batas-batas wilayahnya: 1. Sebelah Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap di sebelah selatan. 3. Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes. 4. Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen. Wilayah Banyumas memliki luas 132,759 ha yang terdiri dari 24.68% atau sekitar 32,770 ha merupakan lahan sawah dan 75.32% atau 99,989 ha merupakan lahan bukan sawah. Penggunaan lahan bukan sawah terdiri atas pekarangan sebesar 18,731 ha, tegalan/kebun 26,280 ha, padang rumput 13 ha, rawa-rawa 2 ha, kolam/empang 389 ha, hutan rakyat 10,552 ha, hutan negara 27,095 ha, perkebunan 12,353 ha, dan lain-lain 4,574 ha. Jumlah produksi papaya di Kabupaten Banyumas mencapai 1, ton. A.3. Kabupaten Kebumen Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 7 27'-7 50' Lintang Selatan dan ' ' Bujur Timur yang berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara di sebelah utara. 20

35 2. Sebelah Selatan : Samudra Hindia di sebelah selatan. 3. Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Banyumas di sebelah barat. 4. Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo di sebelah timur. Secara administratif Kabupaten Kebumen terdiri dari 26 kecamatan dengan luas wilayah 128, ha. Dari seluruh wilayah tersebut, tercatat 31.04% merupakan lahan sawah dan 68.96% adalah lahan kering. Pada lahan kering tercatat 42, hektar (48.45%) digunakan untuk lahan pertanian. Lahan kering untuk pertanian terbagi menjadi tegal/kebun seluas 27, ha, ladang/huma ha, perkebunan 1, ha, hutan rakyat seluas 3, ha, tambak seluas ha, kolam seluas ha, padang penggembalaan seluas ha, tidak diusahakan ha, dan lainnya seluas 9, ha. Jumlah pohon papaya yang ada di Kabupaten Kebumen mencapai 35,500 pohon dengan jumlah produksi mencapai 12,044 Kw. Kecamatan Puring yang merupakan lokasi penelitian memiliki pohon papaya mencapai 6,097 pohon dengan produksi 3,118 Kw. Secara agregat penduduk Kabupaten Kebumen pada 2010 tercatat 1,258,947 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 635,584 jiwa dan perempuan sebanyak 623,363 jiwa. Sebagian besar penduduk Kabupaten Kebumen bekerja di sektor pertanian yaitu 52.56%, 15.02% bekerja di sektor jasa, 9,60% di sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sisanya di sektor industri, konstruksi, angkutan dan komunikasi, dan sektor lainnya. Sektor pertanian berkontribusi 33.52% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Kabupaten Kebumen menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku 2010, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 37.99%. Banyaknya penduduk yang bekerja menurut sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Banyaknya penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang bekerja menurut sektor ekonomi di Kabupaten Kebumen, tahun No. Sektor Ekonomi Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Lainnya Jumlah Sumber : Kebumen Dalam Angka Tahun A.4. Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang secara geografis terletak antara 110 o o 50 Bujur Timur dan 7 o 7 7 o 36 Lintang Selatan, dengan ketinggian antara meter dpl. Wilayah Kabupaten Boyolali berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan DI Jogjakarta. 3. Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. 4. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan dengan luas wilayah 101, hektar, dari seluruh wilayah tersebut 22, ha digunakan untuk lahan sawah dan 78, ha untuk lahan kering. Pada lahan kering tersebut tercatat penggunaan untuk pekarangan/bangunan 25, ha, tegal/kebun 30, ha, padang gembala ha, dan tambak/kolam ha, hutan negara 14, ha, lainnya 6, ha. Total produksi papaya Kabupaten 21

36 Boyolali mencapai 19,562 Kw, sedangkan Kecamatan Mojosongo yang merupakan lokasi penelitian produksi pepayanya adalah 5,636 Kw. Total jumlah penduduk Kabupaten Boyolali adalah 953,839 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 467,762 jiwa dan perempuan 486,077 jiwa. Sektor pertanian berkontribusi sebesar 35.65% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Kabupaten Boyolali berdasarkan harga yang berlaku pada 2009, sedangkan berdasarkan harga konstan tahun 2000 berkontribusi sebesar 33.51%. Penduduk Boyolali usia sepuluh tahun ke atas berdasarkan lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penduduk Kabupaten Boyolali usia sepuluh tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2010 No. Lapangan Pekerjaan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%) 1. Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian lainnya Industri Pengolahan Perdagangan Jasa Angkutan Lainnya Jumlah Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angkan

37 B. IDENTIFIKASI RANTAI PASOK PEPAYA B.1 Aktor Rantai Pasok Pemasaran buah pepaya melibatkan rantai pasok yang terdiri dari banyak aktor atau pelaku di dalamnya. Aktor atau pelaku tersebut meliputi petani hingga ke pengecer. Aktivitas yang dilakukan masing-masing aktor rantai pasok terdapat pada Tabel 6. Berikut adalah aktivitas yang dilakukan pada tiap aktor rantai pasok yang dilakukan : 1. Petani Petani merupakan pihak yang bertindak sebagai produsen pepaya. Petani melakukan kegiatan budidaya pepaya, meliputi penanaman dan perawatan yang meliputi pemberian nutrisi dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman. 2. Pengepul Pengepul merupakan pihak yang mendapat pasokan pepaya dari petani kemudian menjualnya ke pihak selanjutnya baik supplier, pengecer, atau pun pedagang grosir. 3. Supplier Supplier merupakan pihak perantara antara pedagang grosir atau pun pengecer dengan pengepul. Supplier akan mencari order pepaya baik dari pengecer atau pun pedagang grosir, setelah mendapatkan order, supplier akan mencari pengepul yang dapat menyediakan pepaya sesuai kebutuhan order. 4. Pedagang Grosir Pedagang grosir merupakan pedagang yang melayani pembelian untuk konsumen biasa maupun pengecer yang akan menjual lagi pepaya yang dibeli. Pedagang grosir hanya menyediakan barang dan tidak melakukan kegiatan pengiriman. 5. Pengecer Pengecer merupakan pedagang kecil yang melakukan kegiatan penjualan hanya dengan konsumen rumah tangga. Pengecer membeli pepaya dari supplier atau pun dari pedagang grosir dan menjualnya dalam bentuk utuh (tanpa diolah). Tabel 6. Aktivitas aktor rantai pasok Aktor Rantai Pasok Aktivitas Petani Pengepul Supplier Pedagan Pengecer g grosir S B K Y S B K Y S B K B S B K Y Fungsi Pertukaran Pembelian Penjualan Fungsi Fisik Penyimpanan Pengangkutan / Pengemasan Fungsi Fasilitas Sortasi Grading/ Standarisasi Penanggungan resiko Pembiayaan 23

38 Keterangan: S : Sukabumi B : Banyumas K : Kebumen Y : Boyolali ( ) : Melakukan ( /-) : Sebagian aktor melakukan ( - ) : Tidak melakukan B.2 Tipe-Tipe Rantai Pasok Pepaya Kegiatan pemasaran pepaya melibatkan banyak pihak dengan beberapa tipe rantai pasok. Berikut adalah beberapa rantai pasok yang berlaku untuk pemasaran pepaya. Tipe rantai pasok pepaya secara umum dapat dilihat pada Gambar 13. PETANI PENGEPUL SUPPLIER PEDAGANG GROSIR PENGECER KONSUMEN Gambar 13. Diagram rantai pasok pepaya 1. Tipe Rantai Pasok I Petani Pengecer Pada tipe rantai pasok I petani menjual langsung pepaya kepada pengecer. Petani akan melakukan panen sendiri dan dia menjualnya langsung ke pihak pengecer. Tipe rantai pasok seperti ini berlaku hanya untuk pasar lokal sekitar desa saja dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Pepaya yang biasa di jual ke pasar lokal adalah pepaya yang tidak masuk ke dalam kategori pepaya yang dibeli oleh pengepul. 2. Tipe Rantai Pasok II Petani Pengepul Pengecer Tipe saluran II melibatkan tiga anggota rantai pasok yaitu petani, pengepul dan pengecer. Pengepul bertindak sebagai perantara antara pengecer dan petani. Pengepul melakukan kegiatan panen, pengumpulan, dan pengiriman pepaya hingga ke tangan pengecer. Harga pepaya yang diberlakukan untuk pengecer sudah termasuk dengan ongkos kirim. 3. Tipe Rantai Pasok III Petani Pengepul Supplier Pengecer Tipe rantai pasok ini sama dengan tipe rantai pasok II pengepul akan mengumpulkan pepaya yang berasal dari petani, namun pengepul tidak melakukan pengiriman pepaya, pengepul hanya berperan sebagai penyedia barang. Pengepul mendapatkan order dari seorang supplier. Supplier mendapat pesanan order dari pengecer atau pedagang grosir. Supplier akan mengrim pepaya yang telah dikumpulkan pengepul kepada pengecer. Pepaya yang dikirim ke pengecer akan langsung dijual ke konsumen. 24

39 4. Tipe Rantai Pasok IV Petani Pengepul Pedagang grosir Pengecer Tipe rantai pasok IV terdiri dari Petani, pengepul, pedagang grosir dan pengecer. Pada tipe saluran ini pengepul menjadi pencari pesanan sekaligus melakukan pengiriman. Pengepul mendapatkan pepaya dari petani seperti pada saluran tipe II, kemudian melakukan penyortiran, pengemasan, dan pengiriman ke pedagang grosir. Pepaya yang sampai di pedagang grosir akan dibeli oleh pengecer yang akan dijual kembali olehnya ke konsumen. 5. Tipe Rantai Pasok V Petani Pengepul Supplier Pedagang grosir Pengecer Tipe rantai pasok V terdiri dari petani, pengepul, supplier, pedagang grosir, dan pengecer. Pada rantai pasok ini pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang, kemudian pepaya yang telah dikumpulkan diangkut oleh supplier untuk dikirim ke pedagang grosir. Supplier membeli pepaya tersebut dari pengepul dan menaggung ongkos pengiriman pepaya. Pedagang grosir menjual pepaya tersebut ke pengecer yang dapat berupa pedagang buah. C. PEMETAAN RANTAI PASOK PEPAYA C.1 Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra produksi pepaya, dan Desa Parakan Salak merupakan salah satunya. Responden pengepul mengirim pepanya ke daerah Jakarta dan sekitarnya. Pengepul mendapatkan pepaya dari petani sekitar yang telah memiliki kerja sama dan dari kebunnya sendiri. Pengepul membeli pepaya dari petani dengan sistem grading, yaitu Rp 3, untuk super dan Rp 1, untuk BS (Broken Stock). Pengepul juga melakukan kegiatan pascapanen mulai dari penyortiran hingga pengiriman pepaya. Setelah melalui tahap penyortiran kemudian pepaya ditimbang, pada tahap ini akan diketahui jumlah pepaya super dan BS (Broken Stock) dari masingmasing petani. Alur kegiatan penanganan pascapanen yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 4. Kapasitas satu kali pengiriman maksimal dapat mencapai 4 ton, sementara itu pengepul melakukan pengiriman dua kali dalam satu minggu. Pengiriman dilakukan menggunakan mobil pick up terbuka yang berjumlah dua mobil. Pengiriman dilakukan pada malam hari setelah pengemasan pepaya selesai. Terdapat tiga tipe saluran pemasaran pepaya yaitu tipe rantai pasok II, tipe rantai pasok III, tipe rantai pasok IV. Pengepul memilih melakukan sebagian besar pengiriman pepayanya sendiri karena jarak antara tempat pengepul dan pedagang yang relatif dekat, selain itu agar pengepul dapat menjual pepayanya dengan harga yang lebih tinggi dibanding hanya menjadi penyedia barang saja. Pengepul memilih menjual pepaya kategori B dan pepaya kategori C dengan mengirim ke supplier ke pedagang grosir dari pada langsung ke pengecer untuk menghemat biaya pengiriman. Dari seluruh pengiriman pepaya hampir setengahnya di kirim ke toko buah dan supermarket. Pepaya yang dikirim ke supermarket merupakan pepaya dengan kategori super. Pepaya dengan kategori C dikirim ke pedagang grosir di Pasar Anyar Tanggerang. Pepaya dengan kategori B kebanyakan dikirim melalui supplier. Para supplier tersebut biasanya melakukan penyortiran terlebih dahulu sebelum mengirim dan menjual pepayanya ke pengecer-pengecer kios buah di pasar-pasar tradisional. Pengepul mengirim langsung pepayanya ke pengecer (kios buah) dengan kualitas super. Rantai Pasok pepaya asal Sukabumi dapat dilihat pada Gambar

40 Toko Buah dan Supermarket di Bogor, Jakarta dan Tanggerang 44.86% Responden petani di Sukabumi 100 % Pengepul desa 29.45% Pengecer (Kios buah) 5.89 % Supplier 19.8 % Pedagang grosir (Pasar Anyar Tanggerang) Gambar 14. Rantai pasok pepaya California dari Sukabumi C.2 Kabupaten Banyumas Kabupaten Banyumas tepatnya Kecamatan Rawalo juga merupakan salah satu sentra produksi Pepaya California yang cukup besar. Sebagian besar penduduk desa di Kecamatan Rawalo ini menanam Pepaya California. Responden pengepul merupakan pengepul di sekitar Kecamatan Rawalo yang mendapat pasokan pepaya dari petani-petani desa sekitar kecamatan tersebut. Saluran pasokan pepaya responden pengepul kebanyakan di kirim ke luar daerah seperti Jakarta, Bekasi, Jepara, Semarang dan sekitarnya, karena untuk pasar local pepaya California masih kurang diminati. Semua pepaya yang akan dikirim baik untuk pasar lokal maupun luar kota berasal dari Kecamatan Rawalo. Pemanenan dapat dilakukan oleh pengepul maupun petani sendiri, namun kebanyakan dilakukan oleh pengepul. Aliran kegiatan pascapanen pepaya dapat dilihat pada lampiran 5. Pemetik merupakan pegawai lepas yang digaji oleh pengepul. Pemetik mendapat upah Rp 200/kg Rp 300/kg dari hasil petikan pepaya mereka. Harga yang berlaku ada dua sistem yaitu grade dan all grade, untuk grade A Rp 1, dan B Rp 9,00.00 untuk all grade Rp 1, Terdapat tiga tipe saluran pemasaran pepaya yaitu tipa rantai pasok II, tipe rantai pasok III, dan tipe rantai pasok V. Pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang saja untuk alokasi pepaya tujuan luar kota karena pengepul belum memiliki cukup modal untuk melakukan pengirman sendiri ke luar kota. Sebagian besar alokasi juga dilakukan untuk pemesanan kategori B-C. Oleh karena itu harga jual pengepul di Kabupaten Banyumas lebih rendah dari harga jual pepaya di Kabupaten Sukabumi. Rantai pasok pepaya California dapat dilihat pada Gambar % Pasar Induk Kramat Jati Responden petani di Banyumas 100 % Pengepu % Supplier % Pasar Induk Cibitung % Jepara dan Semarang 4.41 Mini market Cilacap Gambar 15. Rantai pasok pepaya California dari Banyumas 26

41 Pengepul mampu menyediakan pepaya hingga 80 ton/bulan baik untuk pasar lokal dan luar kota. Pengepul melakukan pengiriman untuk pasar lokal, sedangkan untuk pengiriman ke daerah lain pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang saja. Jumlah order dalam satu minggu untuk ke luar kota dapat mencapai 26 ton. Pepaya kategori Super I dan Super II masing-masing dijual ke Semarang dan Jepara. Jumlah pepaya yang dikirim ke Semarang dan Jepara adalah 3 ton/minggu dengan dua kali pengirima. Pepaya kategori B-C dikirim ke Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta dan Pasar Induk Cibitung di Bekasi dengan jumlah 10 ton/minggu dengan dua kali pengiriman. Jumlah pepaya yang dikirim ke pasar lokal, yaitu mini market di Cilacap adalah 1.2ton/minggu. Pengiriman dilakukan dua kali dalam seminggu masing-masing berjumlah 600 kg. Biaya pengiriman ditanggung oleh pengepul, dengan kategori pepaya yang dijual adalah super II dengan harga jual antara Rp 2800 Rp 3500/kg. Harga jual masing-masing kategori dapat dilihat pada Lampiran 9. C.3 Kabupaten Kebumen Lokasi sentra produksi di Kabupaten Kebumen yang menjadi tempat penelitian adalah Desa Banjar Reja di Kecamatan Puring. Di lokasi ini terdapat satu pengepul besar yang memasok Pepaya California ke beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Slawi. Pengepul tersebut hanya bertindak sebagai penyedia barang saja, karena biaya pengiriman ditanggung oleh pihak pemesan yakni supplier. Pengepul memanen pepaya dari lahan petani di beberapa desa sekitar Kecamatan Puring dengan sistem harga grade yaitu pepaya kategori A Rp 2300/kg dan pepaya kategori B Rp 1600/kg. Pepaya yang dipetik di lahan seluruhnya di bawa ke gudang dan disortir kemudian ditimbang untuk dicatat jumlahnya sesuai kategori dan asal pepayanya. Oleh karena itu petani tidak mengetahui jumlah pepaya yang terbuang, karena sudah terjalin hubungan saling percaya antar pengepul. Aliran kegiatan pascapanen dapat dilihat pada lampiran 6. Terdapat dua tipe saluran pemasaran yaitu tipe rantai pasok III dan tipe rantai pasok V. Pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang, namun sebagian besar pepayanya dijual untuk pesanan pepaya kategori A ke supplier-supplier yang memasok pepaya ke supermarket. Oleh karena itu meskipun sama-sama hanya sebagai penyedia barang harga jual pepaya pengepul Kabupaten Kebumen lebih tinggi dari harga jual pepaya Kabupaten Banyumas. Rantai pasok pepaya dapat dilihat pada Gambar 16. Pengepul dapat menyediakan pesanan pepaya hingga 23.5 ton/minggu. Pasokan ke Jakarta mencapai 5 ton/pengiriman dengan total pengiriman dalam satu minggu adalah 2 kali dengan kategori pepaya yang dikirim adalah A-B, begitu juga untuk pasokan ke Bandung. Pasokan pepaya ke Surabaya berjumlah 2 ton/pengiriman dengan jangka waktu 4 sampai 5 hari sekali, kategori pepaya yang dikirim adalah kategori A. Pasokan pepaya ke Slawi hanya mencapai 1.5 ton setiap satu kali dalam seminggu, pepaya yang dikirim berkategori B. Harga jual masing-masing kategori dapatt dilihat pada Lampiran 9. 27

42 42.55 % Supplier di Jakarta Wholesaler, Supermaket, Pasar Induk Karamat Jati Responden petani asal Kebumen 100 % Pengepul % Supplier di Bandung 8.51 % Supplier Surabaya Pasar Induk Caringin, supermaket Supplier Slawi 6.38 % C.4 Kabupaten Boyolali Gambar 16. Rantai pasok pepaya California dari Kebumen Kabupaten Boyolali merupakan sentra produksi Pepaya Bangkok atau Pepaya Thailand. Asal pasokan pepaya yang diamati adalah pepaya yang berasal dari Kecamatan Mojosongo, dimana satu buah pepaya rata-rata memiliki berat 3kg. Rantai pasok pepaya dapat dilihat pada Gambar 17. Petani Boyolali Pasar setempat dan kios buah Responden petani asal Boyolali Pengepul Pasar Induk di Semarang Pasar Induk di Solo Gambar 17. Rantai pasok Pepaya Bangkok dari Boyolali Pasar untuk pepaya asal Kecamatan Mojosongo adalah pasar lokal dan luar kota seperti Semarang dan Solo. Terdapat tiga tipe saluran pemasaran yaitu tipe rantai pasok I dan tipe rantai pasok II, dan tipe rantai pasok IV. Pemasaran pepaya tidak hanya dilakukan oleh pengepul tapi juga 28

43 oleh petani langsung ke pasar atau kios-kios buah. Pemetikan biasanya dilakukan oleh masing-masing petani, kemudian mereka membawanya ke pengepul desa. Aliran kegiatan pascapanen dapat dilihat pada lampiran 7. Sistem harga pembelian yang diterapkan adalah all grade. Pepaya dijual dengan dua kategori yaitu kategori I dan kategori II. Pepaya kategori I dikirim ke Semarang, sementara pepaya kategori II dikirim ke Solo. Harga jual pepaya untuk masing-masing kota dapat dilihat pada lampiran 9. Pengiriman pepaya dilakukan setiap hari ke dua kota dengan masing-masing jumlah pepaya 2.5ton. Sebagian pepaya yang tidak masuk kategori dijual kepada pengecer dan konsumen rumah tangga sekitar. Alokasi pemasaran pepaya dari pengepul dapat dilihat pada Gambar 18. Para Pedagang kios buah umumnya membeli pepaya dari petani sekitar desa atau kecamatan. Pengecer membeli pepaya ke petani dengan sistem ijen atau buah dengan harga Rp 2500/buah 3000/buah. Pengecer juga dapat membeli ke pengepul jika pepaya yang mereka beli dari petani telah habis. Harga yang diterapkan pengecer juga sistem ijen yaitu Rp 3000/buah Rp7000/buah, variasi harga tergantung pada besar kecilnya buah. Pengepul 800 kg Pengecer dan konsumen rumah tangga 5000 kg Pasar dan Pedagang buah di Solo dan Semarang Gambar 18. Alokasi pemasaran pepaya di Boyolali dari responden pengepul D. KEGIATAN PASCAPANEN PEPAYA Kegiatan penanganan pascapanen dilakukan mulai dari pemanenan hingga pengiriman produk hingga sampai ke tangan konsumen. Kegiatan pascapanen pada tiap sentra produksi berbeda tergantung tujuan pengiriman, grade pepaya dan jenis pepaya yang dikirim. Kegiatan pascapanen di tiap rantai pasok dapat dilihat pada tabel. Secara umum kegiatan penangan pascapanen pepaya meliputi pemanenan, pengumpulan, pengangkutan, penyortiran dan grading, pencucian, pelabelan dan pengemasan, pemuatan dan pengiriman, serta penyimpanan. Penanagan pascapanen pepaya dapat dilihat pada Gambar 19. Kegiatan pemanenan di seluruh sentra produksi dilakukan mulai pagi hari antara pukul yang rata-rata dilakukan oleh pengepul di masing-masing sentra produksi, kecuali untuk Kabupaten Boyolali pemanenan dilakukan oleh pihak petani. Perbedaan pada kegiatan pemanenan setiap sentra produksi adalah cara pemetikan buah. Kegiatan pemanenan di Kabupaten Sukabumi, Kebumen dan Boyolali dilakukan tanpa menggunakan alat melainkan hanya dipuntir hingga batangnya putus, sementara kegiatan pemanenan di Kabupaten Banyumas dilakukan menggunakan alat berupa pisau. Batang pepaya dipotong menggunakan pisau dengan hati-hati agar tidak melukai buah pepaya tersebut dan buah yang lain. Pemanenan pepaya di Kabupaten Boyolali dilakukan menggunankan songgo untuk pepaya yang sudah berumur lebih sari satu tahun, karena sudah terlalu tinggi dan sulit dijangkau. 29

44 pemanenan pengumpulan pengangkutan Penyortiran dan grading pencucian Pelabelan dan pengemasan Pemuatan dan pengiriman penyimpanan Gambar 19. Penanganan pascapanen pepaya 30

45 Tabel 7. Kegiatan Pascapanen di tiap Titik Saluran Pemasaran Uraian Pemanenan Pengumpulan Penyortiran Grading Pencucian Pelabelan Saluran Pemasaran Pepaya Responden Sukabumi Petani /- / Pengepul - Supplier Pengecer Ciputat Pengecer Bogor Saluran Pemasaran Responden Banyumas Petani Pengepul - - Supplier Pedagang Grosir Pengecer Saluran Pemasaran Responden Kebumem Petani Pengepul - Supplier retailer Saluran Pemasaran Respomden Boyolali Petani Pengepul Pengecer Keterangan : ( ): Melakukan ( - ) : Tidak Melakukan ( /-) : Sebagian pelaku melakukan Pengemasan Pemuatan Pengiriman Penyimpanan Pepaya yang telah dipanen akan dikumpulkan di tempat yang teduh, kemudian pepaya-pepaya tersebut dikumpulkan dengan menggunakan keranjang. Keranjang yang digunakan dapat berupa keranjang bambu atau pun keranjang plastik yang dilapisi dengan karung dan kardus. Apabila cara pemindahan pepaya ke keranjang atau dari keranjang tidak hati-hati, memungkinkan terjadinya goresan karena terkena ujung-ujung keranjang bambu tersebut. Kegiatan pengumpulan di Kabupaten Banyumas disertai dengan kegiatan sortasi dan penimbangan. Pepaya yang telah dikumpulkan dalam keranjang tersebut diangkut ke gudang pengepul. Pengangkutan dapat dilakukan menggunakan kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, maupun tanpa menggunakan kendaraan. Pengangkutan pepayadi Kabupaten Banyumas, Kebumen, dan Boyolali dilakukan hanya menggunakan kendaraan roda dua dimana pepaya diangkut dalam wadah berupa keranjang plastik yang dilapisi kardus. Pengangkutan menggunakan kendaraan roda empat dilakukan untuk mengangkut pepaya dari lahan yang jaraknya cukup jauh dari gudang pengepul. Pepaya diangkut tanpa menggunakan kemasan, namun bak mobil dan bagian atas pepaya dilapisi terpal untuk menghindari memar akibar guncangan dan panas matahari pada saat pengangkutan. 31

46 Pepaya yang sampai di gudang pengepul akan segera dipindahkan untuk disortir. Kriteria dan waktu pernyortiran berbeda antara masing-masing pengepul, tergantung permintaan pasar dan kebijakan pengepul. Pepaya masing-masing kategori dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kriteria grading pepaya berdasarkan asal pepaya Lokasi Asal Pepaya/Jenis Pepaya Tempat Sortir Grade yang Berlaku Kriteria Pepaya California Sukabumi Gudang Super Buahnya sudah cukup tua, kulit buah mulus, ukuran sekitar kg, tidak terkontaminasi jamur atau penyakit, bentuk buah silindris. B C Bentuk buah tidak silindris, berat buah lebih dari 2kg, buahnya kuran tua, buahnya terbakar di pohon. Buah terkontaminasi jamur dan penyakit dan memiliki luka basah Banyumas Lahan Super I-II Bentuk buah silindris, sudah cukup tua (polat dua), berat antara 1.6 2kg, mulus atau jumlah luka/cacat buah tidak lebih dari 3 jari. B-C Buah tidak mulus atau memiliki cacat lebih dari 2 jari, berat kurang dari 1.6 kg atau lebih dari 3 kg, tidak terlalu tua. Kebumen Gudang A Buah sudah cukup tua, mulus (cacat, jamur dan bruis tidak lebih dari 5% ), bentuk silindris, berat 1.3kg ke atas. B Buah memiliki cacar/jamur/bruish lebih dari 5%, berat di bawah 1.3 kg. Pepaya MJ9 Boyolali Gudang Kategori I Buah mulus tidak luka, belum terlalu matang Kategori II Buah memiliki banyak luka, sudah terlalu matang Pengkelasan pepaya di masing-masing sentra produksi dilakukan dengan kriteria yang berbeda-beda. Pepaya dikelompokan berdasarkan bobot, tingkat ketuaan, kenampakan luar buah, serta ada tidaknya kontaminasi penyakit. Penyortiran pepaya di Kabupaten Banyumas dan Kebumen dilakukan lebih ketat karena tujuan pengiriman memiliki jarak yang cukup jauh, sehingga pemilihan mutu buah sangat penting. Kriteria pengkelasan pepaya pada tiap kota dapat dilihat pada Tabel 9. 32

47 Kota Sukabumi Tabel 9. Kriteria grading pepaya pada tiap kota Banyumas Pepaya Super Pepaya Kategori B Pepaya Kategori C Kebumen Kategori Super Kategori B-C Boyolali Kategori A Kategori B Kategori C Katgori I Kategori II Pepaya yang telah disortir kemudian dibersihkan dengan mengelapnya menggunakan kain basah yang telah dicelupkan ke air. Pencucian dilakukan untuk membuang kotoran atau sisa tanah dan getah yang menempel pada kulit buah, selain itu hal ini dapat memperbaiki penampilan buah menjadi terlihat lebih bersih dan mengkilat. Pepaya yang telah bersih kemudian dikemas dengan diberi label terlebih dahulu. Pelabelan biasnya dilakukan untuk buah kategori super, tapi tidak semua kategori super diberi label karena ada beberapa pelanggan yang meminta untuk tidak diberi label. Buah kemudian dikemas dengan koran. Seluruh bagian buah harus terlindungi dengan koran agar tidak tergores. Pepaya asal Kabupaten Boyolali tidak dibungkus dengan koran hanya dilingkari koran sebagian buahnya saja dan dikirim tanpa menggunakan kemasan atau diampar, hal ini dilakukan karena menurut para petani pepaya mereka lebih kuat terhadap benturan dan ukurannyaterlalu besar untuk dibungkus koran. Pengepul di Kabupaten Banyumas tidak membungkus pepayanya dengan koran agar pembeli dapat melihat kenampakan buah yang dikirim. 33

48 Pepaya kemudian dikemas kembali ke dalam wadah baik berupa kardus atau pun keranjang. Pengepul asal Sukabumi memilih mengemas pepaya mereka menggunakan keranjang plastik yang dilapisi koran karena lebih praktis dan ekonomis. Pengepul di Kabupaten Banyumas memilih mengemas menggunakan kardus dan diberi pengisi berupa kertas koran, namun tanpa diberi lubang ventilasi. Hal ini dilakukan karena pengepul tidak melakukan pengiriman, sehingga diperlukan kemasan yang hanya dapat digunakan sekali dan lebih ekonomis. Pengepul pepaya asal Kebumen melakukan pengemasan menggunakan kardus khusus yang telah disediakan oleh supplier pemesan karena pepaya yang dikirim ditujukan untuk supermarket sehingga mutu pepaya yang dikirim harus terjaga dengan baik. Pengiriman untuk jarak yang cukup dekat seperti pada pepaya asal Sukabumi dan Boyolali dilakukan menggunakan mobil pick-up, sementara pengiriman jarak jauh untuk pepaya asal Banyumas dan Kebumen yang dikirim ke Jakarta dilakukan menggunakan truk. Penyimpanan dilakukan pada tingkat pedagang grosir dan pengecer. Saat tidak berjualan buah hanya diletakan pada kios mereka tidak ditempatkan pada gudang khusus dengan pengaturan suhu. Saat pemajangan pengecer menggunakan kain untuk mutupi kios mereka agar buah tidak terpapar sinar matahari. Pepaya asal Kebumen disimpan dalam gudang sebelum pepaya dikirim. Pepaya disimpan ke dalam cold storage dengan suhu 17 o C. Penyimpanan hanya dilakukan sekitar selama 10 jam. E. PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Kerusakan pascapanen pepaya dalam rantai pasoknya dapat terjadi saat transportasi, saat penyimpanan atau pun pada saat penjualan di pedagang. Kerusakan pascapanen tersebut dapat mengakibatkan kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen yang terjadi dapat berupa kehilangan kuantitatif yang mengakibatkan berkurangnya volume atau pun berat produk, atau pun kehilangan kualitatif yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan nilai jual produk. E.1. Jenis Kerusakan dan Penyebabnya Terdapat beberapa jenis kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan fisik-fisiologis, kerusakan mekanis, dan kerusakan biologis. Setiap kerusakan mempunyai ciri dan indikator yang berbeda. 1. Kerusakan Fisiologis Kerusakan fisiologis terjadi karena perubahan proses fisiologi produk dari proses normalnya yang akan mengakibatkan peningkatan laju kemunduran fisiologi (Soesanto, 2006). Kerusakan fisiologis banyak terjadi di tingkat pengecer, seperti buah mengkerut dan gagal masak. 2. Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis terjadi karena penanganan pascapanen yang dilakukan secara kurang hati-hati (Soesanto,2006). Kerusakan mekanis dapat terjadi mulai saat pemanenan hingga saat transportasi. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk dapat mempertahankan mutu buah-buahan. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico, 1989). Sumber dari kerusakan tersebut dapat berasal dari peralatan yang digunakan maupun wadah atau tempat penyimpanan sementara pepaya. Kerusakan juga dapat berasal dari goncangan atau gesekan dengan bagian pohon saat melakukan kegiatan pemanenan. Berikut adalah beberapa contoh kerusakan yang terjadi saat pemanenan: 1. Lecet (abrasion) Lecet terjadi saat kulit mengalami kerusakan atau sebagian terlepas dari jaringan di bawahnya (Suastawa,2008). Lecet dapat terjadi karena kulit buah bergesekan dengan batang pohon atau 34

49 pun dengan keranjang bambu yang tidak terlapisi dengan baik. Lecet pada papaya dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 20. Lecet pada pepaya saat pemanenan 2. Sobekan (Tearing) Sobekan lazim terjadi di ujung buah saat pemetikan, terutama bila buah dipetik tanpa menggunakan bantuan alat, sehingga terkena batang buah. Sobekan pada papaya dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Sobekan pada pepaya saat pemanenan 3. Cutting Cutting terjadi akibat adanya penetrasi benda tajam ke dalam produk tanpa mengakibatkan penghancuran yang nyata. Cutting biasa terjadi karena pepaya tertekan dan mengenai benda tajam seperti ujung keranjang. Cutting pada papaya dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 22. Cutting 4. Distosi (distorsi) Merupakan perubahan bentuk yang diakibatkan oleh adanya pembebanan terhadap produk. Distorsi pada papaya akibat tekanan dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 23. Distosi pada pepaya 35

50 Kerusakan mekanis juga terjadi saat tranportasi pepaya dari pengepul ke pedagang grosir atau pun supplier. Pengemasasn yang tidak baik mengakibatkan pepaya mengalami kerusakan mekanis yang mengakibatkan turunnya nilai jual pepaya tersebut. Contoh kerusakan mekanis yang terjadi saat pengiriman adalah memar. Memar (bruishing) merupakan kerusakan jaringan buah yang terjadi akibat gaya eksternal yang mengakibatkan perubahan warna serta rasa (Suastawa,2008). Memar dan lukaluka kemudian hari akan tampak sebagai bercak-bercak berwarna perang dan hitam yang membuat barang dagangan tidak menarik (Pantastico, 1989). Gambar 24. Pepaya yang mengalami memar Kerusakan mekanis yang terjadi saat transportasi diakibatkan penggunaan wadah yang kurang sesuai pada saat pengemasan. Dalam semua jenis wadah terjadi kememaran pada buah yang disebabkan oleh getaran-getaran dan sebagai dampak pengangkutan. Pada umumnya semakin kecil wadahnya, semakin besarlah persentase kememarannya (O Brien et al 1963, 1969 diacu dalam pantastico). Pememaran selama pengangkutan dapat dikurangi dengan pendinginan dengan air dan atau pemberian es di atasnya sebelum pengangkutan. Pemberian es bertujuan memperbesar ketegaran buah dan menahan buah-buah di tempatnya dan dengan demikian menghindarkan terjadinya benturan antara satu dengan yang lain (Pantastico, 1989). 3. Kerusakan Biologis Kerusakan biologis adalah kerusakan yang terjadi karena adanya serangan hama dan patogen. Keberadaan hama dan patogen tersebut dapat terjadi sejak produk masih berada di lahan (Soesanto2006). Gambar 25. Pepaya yang terserang jamur sejak di lahan Penyakit yang paling umum terjadi pada pepaya saat pascapanen ialah antraknosis. Penyakit itu selalu terjadi pada buah-buahan dan akan tampak nyata bila buah menjadi matang, sementara itu penanganan pascapanen dilakukan pada suhu lingkungan yang memungkin untuk patogen dapat berkembang. Tsai (1969) dalam Pantastico mengatakan penyakit itu terdapat di sepanjang tahun, tetapi terutama pada suhu-suhu 77 sampai 95 o F dan dengan kelembaban tinggi. Infeksi dimulai sebagai bintik kecil berwarna perang muda yang dengan cepat berkembang menjadi bagian yang basah. Timbulnya gejala penyakit saat pemasakan pada papaya dapat dilihat pada Gambar 26, penyakit pada saat pemasaran dapat dilihat pada Gambar

51 Gambar 26. Perubahan warna dan timbulnya gejala penyakit saat menjadi matang E.2. Susut Pascapanen Gambar 27 Pepaya yang terserang jamur saat pemasaran Pemasaran pepaya memiliki pola rantai pasok yang beragam. Panjang pendeknya pola rantai pasok dipengaruhi oleh jumlah aktor atau pelaku usaha yang terlibat pada rantai pasok tersebut, semakin banyak aktor yang terlibat semakin panjang rantai pasok tersebut. Susut pascapanen pada suatu rantai pasok merupakan akumulasi susut dari seluruh susut yang terjadi pada masing-masing aktor rantai pasok yang terlibat di dalamnya. Data besarnya susut pascapanen berdasarkan tipe rantai pasok dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Besarnya susut pascapanen pepaya berdasarkan tipe rantai pasok. Asal Pasokan Sukabumi Tipe Rantai Pasok Susut pascapanen (%) Kuantitas Kualitas Banyumas Kebumen Boyolali Rantai pasok 5 merupakan rantai pasok terpanjang yang terdiri dari petani, pengepul, supplier, pedagang grosir dan pengecer. Susut kuantitatif pascapanen terbesar terjadi pada tipe rantai pasok 3. Rantai pasok 3 merupakan rantai pasok yang terdiri dari petani, pengepul, supplier, dan pengecer. Susut kualitatif pascapanen terbesar terjadi pada rantai pasok 3 pepaya asal Kebumen. Susut pascapanen pada satu rantai pasok berbeda-beda di setiap titik distribusi. Susut terbesar yang terjadi pada pada rantai pasok tersebut merupakan titik kritis susut pascapanennya. Data susut pascapanen pada setiap aktor rantai pasok tiap sentra produksi dapat dilihat pada Tabel

TINJAUAN PUSTAKA. A. PEPAYA (Carica papaya L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. PEPAYA (Carica papaya L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEPAYA (Carica papaya L.) Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan 1 BAB I PENDAHULUAN Padababiniakandibahasmengenaipendahuluan merupakanbagianawaldarisuatupenelitian. pendahuluaniniterdiridarilatarbelakangmasalah yang Bab yang menjelaskantimbulnyaalasan-alasanmasalah

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.), salah satu buah introduksi yang telah lama dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious (berumah

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 KONTRAK PERKULIAHAN KEHADIRAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L. KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) Oleh : REZKI YUNIKA F14051372 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komoditas Tanaman Carica Tanaman carica atau biasa disebut papaya dieng atau gandul dieng memiliki nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

Lebih terperinci

TINJAUANPUSTAKA. ujung tanaman. Semua bagian tanaman dari buah, daun, maupun batang

TINJAUANPUSTAKA. ujung tanaman. Semua bagian tanaman dari buah, daun, maupun batang 5 II. TINJAUANPUSTAKA A. Pepaya 1. Botani Pepaya Tanaman pepaya mungkin berasal dari kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Tanaman pepaya berupa pohon kecil atau perdu dengan daunnya terletak pada ujung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr.). Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS Dr.Y. Aris Purwanto Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor arispurwanto@gmail.com 08128818258 ... lanjutan Proses penanganan buah yang baik

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH Pusat Kajian Hortikultura Tropika INSTITUT PERTANIAN BOGOR PROLOG SOP PEPAYA PEMBIBITAN TIPE BUAH PENYIAPAN LAHAN PENANAMAN PEMELIHARAAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan (perishable), seperti mudah busuk dan mudah susut bobotnya. Diperkirakan jumlah kerusakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN : X, Vol 5, No 1, Maret 2017 (12-20)

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN : X, Vol 5, No 1, Maret 2017 (12-20) APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD (CSAM) DALAM DISTRIBUSI KUBIS (Brassica oleraceae var. capitata) DARI PETANI DI KECAMATAN PETANG KE PENGECER. I Gede Budiastra 1, I.G.A Lani Triani 2, Amna Hartiati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Diskripsi Tanaman Melon Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu anggota famili Cucurbitaceae genus Cucumis. Melon berasal dari Afrika Timur dan Afrika Timur-Laut. Melon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga ( Mangifera indica L. ) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak dan tidak

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci