Nilai-Nilai Bushidō pada Tokoh Toyotomi Hideyoshi dalam Novel Shinsho Taikōki Karya Yoshikawa Eiji

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Nilai-Nilai Bushidō pada Tokoh Toyotomi Hideyoshi dalam Novel Shinsho Taikōki Karya Yoshikawa Eiji"

Transkripsi

1 Nilai-Nilai Bushidō pada Tokoh Toyotomi Hideyoshi dalam Novel Shinsho Taikōki Karya Yoshikawa Eiji Raditya Pratama-Dewi Anggraeni Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini membahas kode etik bushidō direpresentasikan oleh tokoh Toyotomi Hideyoshi di dalam novel Shinsho Taikōki. Dengan menggunakan kode bushidō seperti yang dideskripsikan oleh Nitobe Inazo di dalam bukunya Bushido: The Soul of Japan, penulis mengkaji novel Shinsho Taikōki karya Yoshikawa Eiji dengan pendekatan intrinsik, yakni analisis tokoh. Analisis menunjukkan bahwa Hideyoshi memiliki setiap nilai bushidō di dalam dirinya sehingga mencerminkan samurai ideal menurut Nitobe. Samurai ideal menurut Nitobe adalah samurai yang memiliki nilai kebenaran, keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kesetiaan serta menjunjung tinggi kehormatan dirinya. Bushidō s Precepts in Character Toyotomi Hideyoshi in Yoshikawa Eiji s Shinsho Taikōki. Abstract This research explain how the bushidō code is represented by character Toyotomi Hideyoshi in Shinsho Taikōki. By using bushidō code as described by Nitobe Inazo in his book "Bushido: The Soul of Japan", writer examined Yoshikawa Eiji s Shinsho Taikōki with intrinsic approach, the analysis of figure. Analysis shows that Hideyoshi has practiced bushidō s precepts that reflects the ideal samurai according to Nitobe. Nitobe's ideal samurai is a samurai who have a sense of justice, indomitable courage, benevolent, polite, veracious and truthful, loyal to his superior and upheld his honor. Keywords: Bushidō; Nitobe Inazo; Shinsho Taikōki; Toyotomi Hideyoshi; Yoshikawa Eiji. Pendahuluan Bushidō dikenal sebagai kode etik khas Jepang. Kode ini merupakan warisan dari kaum samurai 1, yaitu kelas petarung pada Jepang zaman dulu, yang mengedepankan kesetiaan dan kehormatan. Pada zaman modern seperti sekarang, bushidō banyak dimunculkan dalam berbagai media populer, baik komik, novel, film, dan juga dalam video game yang mengusung tema samurai. Secara keseluruhan, bushidō memiliki kepopuleran tersendiri baik dalam masyarakat Jepang kontemporer maupun masyarakat internasional. 1 Berasal dari kalangan petani yang dipersenjatai oleh para tuan tanah, hingga akhirnya tumbuh menjadi kekuatan militer utama dan memiliki pengaruh politik yang besar. Lihat 1

2 Bushidō merupakan kode perilaku dan sistem etika yang dianut oleh para samurai di masa lampau. Kode ini merupakan peraturan tidak tertulis yang menjadi pedoman bagi mereka dalam berperilaku. Dalam bukunya yang berjudul Bushidō: The Soul of Japan, Nitobe Inazo (1908: 3) menjelaskan bahwa bushidō berperan layaknya panduan moral yang diinstruksikan kepada para samurai. Nilai-nilai dalam bushidō disebarkan melalui mulut ke mulut, berasal dari tulisan-tulisan para prajurit ternama, sejarah, dan kata-kata yang tidak terucap namun terukir di hati para prajurit masa itu. Nilai-nilai tersebut tidak diciptakan oleh satu individu maupun satu klan tertentu. Bushidō terbentuk dalam kurun waktu yang berabadabad dan tumbuh kembang bersamaan dengan sejarah samurai itu sendiri. Menurut Nitobe, di dalam bushidō terdapat tujuh unsur, yaitu: keadilan; keberanian; kejujuran; kemurahan hati; kesopanan; kehormatan; dan kesetiaan. Ketujuh unsur inilah yang menjadi pedoman bagi para samurai dalam berperilaku, baik dalam masa damai maupun dalam masa perang. Coldren (2013: 25) mengemukakan bahwa bushidō adalah sebuah kode yang diromantisasi 2. Menurutnya, bushidō bukanlah satu set kode etik yang terbentuk dengan sendirinya, melainkan nilai-nilai yang berubah dan beradaptasi dengan masyarakat seiring berkembangnya zaman. Kode bushidō secara sengaja dibentuk oleh pemerintahan Tokugawa pada zaman Edo untuk merepresentasikan sosok seorang samurai yang ideal, dengan penekanan pada nilai-nilai pengorbanan terhadap majikan, kesetiaan dan kepatuhan, serta rasa harga diri yang kuat. Proses romantisasi kode etik ini dapat dilihat dari karya-karya sastra, terutama karya sastra bergenre gunki monogatari. Haruo Shirane (2007: 704) mengemukakan Gunki Monogatari atau kisah-kisah peperangan adalah salah satu genre utama dalam karya-karya sastra pada zaman pertengahan Jepang 3. Genre tersebut berawal pada pertengahan zaman Heian dengan karya seperti Shōmonki 4 dan Mutsuwaki 5 yang ditulis menggunakan kanbun atau huruf Cina. Karya-karya lain dengan genre gunki monogatari adalah Hōgen Monogatari 6, Heiji Monogatari 7 dan karya klasik yang sangat terkenal berjudul Heike Monogatari 8. 2 Melebih-lebihkan, dibuat-buat agar lebih bagus dari yang sebenarnya. Lihat di 3 Zaman Kamakura ( ) dan zaman Muromachi ( ). 4 Shōmonki merupakan catatan mengenai kehidupan Taira no Masakado. Haruo Shirane (2007). Traditional Japanese Literature, hlm Mutsuwaki merupakan catatan mengenai peristiwa yang dikenal sebagai Perang Sembilan Tahun, antara keluarga Abe dengan Minamoto no Yoriyoshi antara Ibid, hlm Hōgen Monogatari menceritakan tentang pertempuran besar pertama antara Taira dengan Minamoto pada tahun Ibid, hlm

3 Menurut Shirane, karya-karya gunki monogatari disebarkan melalui dua cara, yaitu melalui teks tertulis dan dibacakan oleh para pendeta buta pengelana atau biwa hōshi 9 yang selain sebagai bentuk hiburan, juga memiliki makna ritual untuk menenangkan arwah para prajurit yang gugur dalam medan perang. Kisah-kisah peperangan ini seiring dengan berjalannya waktu digunakan sebagai dasar cerita untuk pertunjukkan Nō 10, Jōruri 11, Kabuki 12, dan juga novel-novel modern dalam bentuk novel sejarah. Georg Lukacs, dalam ulasan yang ditulis oleh Carlos Mata Indurain mengenai definisi novel sejarah 13 menjelaskan dalam bukunya yang berjudul The Historical Novel (1962) bahwa novel sejarah, merupakan jenis novel yang berlatarkan periode waktu suatu kejadian dalam sejarah dan berusaha menyampaikan tata krama, budaya, serta kondisi sosial pada zaman tersebut dengan detail yang realistis serta keakuratan fakta sejarah hingga derajat tertentu. Karya-karya jenis tersebut pada umumnya memunculkan tokoh-tokoh sejarah di dalamnya. Bahkan, seringkali tokoh-tokoh tersebut menjadi tokoh utama dalam karya itu sendiri. Francisco Carrasquer, dalam ulasan yang sama, menyebutkan novel sejarah merupakan gabungan antara sejarah yang bersifat fakta, dengan karya sastra, yaitu novel, yang bersifat imajinatif dan fiktif. Novel sejarah berusaha merekonstruksi ulang kejadiankejadian pada masa lampau yang disertai dengan fakta-fakta sejarah namun tetap tidak kehilangan identitasnya sebagai karya sastra yang fiktif. Diperlukan keseimbangan antara unsur sejarah dan fiksi dalam novel genre ini, sehingga kedua unsur ini tidak menutupi satu sama lainnya. Karena itu, novelis dapat mengubah kejadian-kejadian pada latar tersebut hingga tahap tertentu, tanpa menjadikannya sebagai cerita fiktif belaka. 7 Heiji Monogatari menceritakan tentang pertempuran berikutnya antara Taira dengan Minamoto pada tahun Ibid, hlm Heike Monogatari merupakan karya gunki monogatari yang paling terkenal, menceritakan tentang Peperangan Genpei pada tahun antara klan Taira (Heike) dengan klan Minamoto (Genji) yang berakhir dengan kekalahan klan Taira. Ibid, hlm Biwa hōshi, dikenal juga sebagai pendeta buta, merupakan pendeta pengelana yang membacakan karya-karya sastra dengan diiringi oleh alunan biwa, salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Ibid, hlm Nō adalah drama musikal Jepang dimana para pemerannya mengenakan topeng dan laki-laki memerankan peran laki-laki maupun wanita. Lihat 11 Jōruri adalah pertunjukkan boneka naratif tradisional Jepang yang diiringi dengan alat musik shamisen, dengan penekanan terhadap lirik dan narasi dibandingkan musiknya. Lihat 12 Kabuki adalah pementasan drama tradisional Jepang yang memiliki tata panggung serta riasan pemeran yang heboh dan mencolok. Para pemeran kabuki hanyalah laki-laki dan mereka memerankan peran pria maupun wanita. Lihat 13 Ulasan tersebut dapat dilihat di 3

4 Yoshikawa Eiji ( ) 14, adalah salah satu contoh penulis novel sejarah ternama Jepang yang hidup dalam masa Perang Asia-Pasifik 15 yang Jepang ikut terlibat. Karyakaryanya yang terkenal adalah Miyamoto Musashi 16, Shinsho Taikōki, Shin Heike Monogatari 17, Minamoto no Yoritomo 18, Taira no Masakado 19, Uesugi Kenshin 20, dan Shin Suikoden 21. Yoshikawa Eiji mulai berkarier sebagai penulis novel sejarah pada tahun 1935, dengan dimulainya pemuatan Miyamoto Musashi secara berseri di Asahi Shimbun. Karya-karya yang ditulisnya merupakan genre fiksi sejarah yang mengusung tokoh-tokoh besar pada peperangan di zaman samurai. Karya-karyanya juga banyak dipengaruhi oleh berbagai gunki monogatari, atau cerita epik mengenai peperangan, seperti Heike Monogatari dan The Three Kingdoms 22. Selain itu, hampir dalam setiap karyanya yang bertemakan samurai, novel-novelnya sangat kental dengan unsur-unsur bushidō, yang pada masa Perang Dunia II dijadikan pedoman dasar bagi warga Jepang, dan Yoshikawa Eiji sendiri dikenal sebagai salah satu aktivis pendukung perang 23. Shinsho Taikōki (1939) adalah salah satu novel sejarah karya Yoshikawa Eiji. Novel ini merupakan adaptasi ulang dari Taikōki, catatan biografi yang ditulis oleh seorang cendekiawan bernama Oze Hoan yang dipublikasikan pada tahun Shinsho Taikōki mengisahkan tentang tokoh bernama Toyotomi Hideyoshi dengan latar pada masa Perang Saudara di Jepang, lebih tepatnya pada pertengahan hingga akhir abad ke 16, yang disebut sebagai zaman Sengoku 24 hingga zaman Azuchi-Momoyama 25. Dalam Shinsho 14 Riwayat hidup Yoshikawa Eiji dapat dilihat di 15 Salah satu bagian dari Perang Dunia II. Perang dimulai pada 1941 dimana Jepang menyerang Pearl Harbor dan berakhir pada 1945 dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima-Nagasaki dan menandakan kekalahan Jepang. Lihat 16 Menceritakan tentang kehidupan Miyamoto Musashi, seorang samurai terkenal Jepang. Cerita dimulai pada akhir Perang Sekigahara hingga duel dengan Sasaki Kojiro. 17 Adaptasi ulang dari Heike Monogatari, dengan narasi yang berbeda. 18 Menceritakan tentang salah satu petinggi klan Minamoto yang akhirnya menjadi Shogun, dan kakak Minamoto no Yoshitsune. 19 Menceritakan seorang samurai bernama Taira no Masakado yang memberontak melawan pemerintahan Kyoto. 20 Menceritakan kehidupan salah satu daimyo terkuat pada era Sengoku Jepang ( ), Uesugi Kenshin. Kenshin terkenal akan kekuatan serta persaingannya dengan Takeda Shingen. 21 Adaptasi ulang dari novel China klasik berjudul Shui Hu Zhuan yang dengan pelafalan Jepang menjadi Suikoden. 22 Salah satu novel China klasik yang menceritakan Tiga Kerajaan yaitu Shu, Wei, dan Wu. 23 Dikutip dari ulasan disertasi yang ditulis oleh Susan Westhafer Furukawa, dengan judul The Afterlife of Toyotomi Hideyoshi: Taikōki and the Reinterpretation of Japan s Past. Diakses dari pada 15 Mei Zaman Sengoku masih termasuk kedalam zaman Muromachi ( ). Zaman Muromachi merupakan zaman Keshogunan Ashikaga. Pada tahun 1336, Ashikaga Takauji mendirikan Keshogunan Muromachi (Istana Utara) sebagai tandingan kaisar Godaigo dari Istana Selatan. Terpecahnya kekaisaran menjadi Istana Utara- Istana Selatan berlangsung sampai Istana Selatan ditaklukkan Istana Utara pada tahun Kedudukan kaum 4

5 Taikōki, Yoshikawa menceritakan perjalanan hidup Hideyoshi, dari masa kecil yang diliputi kemelaratan, kerja keras Hideyoshi semasa remaja, kecerdikan serta perjuangan dirinya hingga pada akhirnya dapat menyatukan Jepang dan mendapatkan gelar Taikō 26. Penulis memilih novel Shinsho Taikōki dengan alasan bahwa novel ini memiliki latar yang tepat untuk penelitian konsep bushidō karena ada hubungan master-servant, atau junjungan-pengikut antar-tokoh yang pada hubungan tersebut terjadi interaksi-interaksi yang nilai-nilai bushidō diterapkan. Berbeda dengan karya Yoshikawa lainnya yaitu Miyamoto Musashi misalnya, yang cenderung terfokus kepada pertumbuhan satu karakter tertentu dan pertarungan menggunakan pedang. Dalam penelitian ini, penulis menjadikan tokoh bernama Toyotomi Hideyoshi, yaitu tokoh utama dalam novel Shinsho Taikōki sebagai objek utama penelitian. Toyotomi Hideyoshi, berdasarkan sisi sejarah, dikenal sebagai salah satu dari tiga besar pemersatu Jepang, yaitu Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu. Ketiga tokoh ini memiliki peran besar pada keseluruhan cerita dalam novel Shinsho Taikōki. Tokoh Oda Nobunaga adalah penguasa provinsi Owari, sekarang dikenal sebagai Prefektur Nagoya, serta merupakan majikan tempat Hideyoshi mengabdikan dirinya. Tokoh Tokugawa Ieyasu sendiri merupakan karakter pendukung yang berperan sebagai sekutu utama dari klan Oda, penguasa provinsi Mikawa yang sekarang dikenal sebagai Prefektur Aichi dan juga seorang jendral yang tangguh. Penulis memilih karakter Toyotomi Hideyoshi sebagai representasi pemikiran Yoshikawa Eiji mengenai bushidō dengan alasan posisi tokoh Hideyoshi yang ideal. Hideyoshi memiliki posisi sebagai bawahan dari Oda Nobunaga, sekutu sekaligus musuh kepada Tokugawa Ieyasu dan juga memiliki bawahan-bawahan yang menjadi tanggung jawabnya. Posisi ini memudahkan interaksi antara Hideyoshi dengan tokoh-tokoh lainnya terutama dengan atasan, bawahan, sekutu dan juga musuh yang mengandung nilai-nilai seperti kesetiaan, keberanian, kesungguhan dan lainnya. Dengan posisi tersebut Hideyoshi sebagai tokoh menjadi subjek yang ideal untuk penelitian mengenai konsep bushidō. bushi (samurai) berada di atas kedudukan kaisar setelah Istana Utara berhasil menundukkan Istana Selatan, tapi kondisi keuangan dan kondisi militer Keshogunan Ashikaga menjadi lemah akibat perang berkepanjangan. Pergolakan di dalam klan Ashikaga yang disebut Peristiwa Meiōnoseihen, dan ini merupakan awal zaman Sengoku yang penuh intrik, perebutan kekuasaan, kerusuhan, dan dihapuskannya sistem tanah milik bangsawan.. Lihat Japan: An Illustrate Encyclopedia. (1993). Tokyo: Kodansha, hlm Periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi menjadi penguasa Jepang dan berakhir ketika Tokugawa Ieyasu berhasil mengalahkan pasukan pendukung Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran Sekigahara tahun Gelar yang diberikan oleh kaisar kepada pensiunan Kampaku. Kampaku sendiri merupakan gelar yang diberikan oleh penasihat utama Kaisar. 5

6 Kode perilaku bushidō yang dibentuk dan dikembangkan di medan perang tidak semata-mata hanya berlaku di zaman pertumpahan darah, namun juga dapat digunakan dalam masa damai karena pada dasarnya nilai-nilai dalam bushidō merupakan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, berdasarkan penelitian Coldren dan Patterson kode bushidō digunakan oleh Pemerintah Meiji dalam upaya untuk menyatukan Jepang dalam satu nilai bersama, sehingga setiap lapisan masyarakat memiliki kesetiaan terhadap kaisar, keberanian untuk menghadapi kematian serta harga diri yang dijunjung tinggi. Berbagai media digunakan oleh pemerintah untuk menyebarkan kode ini di masyarakat. Upaya pemerintah tersebut juga berpengaruh kepada karya-karya sastra di zaman itu layaknya karya-karya yang ditulis oleh Yoshikawa Eiji. Dengan menggunakan novel Shinsho Taikōki sebagai bahan kajian, penulis berusaha mendeskripsikan seperti apa nilai-nilai bushidō dimasukkan ke dalam karya sastra. Penelitian ini akan berfokus pada gambaran nilai-nilai bushidō yang tercermin dalam perilaku tokoh Toyotomi Hideyoshi pada novel Shinsho Taikōki. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan dengan menjabarkan nilai-nilai bushidō yang tercermin dalam perilaku tokoh Toyotomi Hideyoshi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyempurnakan pandangan mengenai bushidō berdasarkan penelitian Coldren dan sebagai argumen balasan atas pernyataan Patterson mengenai nilai kesetiaan sebagai nilai tertinggi dalam bushidō. Tinjauan Teoritis David A. Coldren (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Literature of Bushidō: Loyalty, Honorable Death, and the Evolution of the Samurai Ideal mengungkapkan bahwa bushidō bukanlah satu set nilai-nilai konkrit yang ideal, melainkan kualitas-kualitas yang diromantisasi besar-besaran dan dikatakan dimiliki oleh samurai-samurai zaman dahulu. Ia memfokuskan penelitiannya pada gagasan bahwa kesetiaan terhadap majikan serta kematian yang heroik adalah produk buatan dari cerita-cerita mengenai samurai yang terbentuk dengan kurun waktu yang panjang. Ia meneliti hal ini dengan menganalisa berbagai literatur, baik fiksi maupun non-fiksi, mengenai bushidō. Coldren menyatakan, asal mula dari kematian heroik dan ritual seppuku, yaitu ritual bunuh diri dengan membelah perut, berawal dari kematian Minamoto no Yoshitsune dalam Heike Monogatari. Dalam cerita tersebut, Minamoto no Yoshitsune yang diburu oleh kakaknya sendiri, Minamoto no Yoritomo, menolak ditangkap setelah terpojok oleh anak buah Yoritomo, dan melakukan bunuh diri dengan membelah perutnya sendiri. Cerita di atas 6

7 merupakan cerita yang diambil dari Heike Monogatari versi Kakuichi (1371), versi keempat dari Heike Monogatari yang telah dikembangkan dan mengalami romantisasi secara bertahap dari versi-versi sebelumnya, dan berfokus kepada mempertahankan kehormatan hingga ajal sekalipun. Meskipun tidak ada bukti sejarah, peristiwa-peristiwa dalam Heike Monogatari dianggap sebagai kebenaran dan dijadikan sebagai contoh ideal seorang samurai harus bersikap. Coldren melanjutkan, ketika Jepang terbelah-belah dan dikendalikan oleh berbagai daimyo 27 yang menguasai daerahnya masing-masing, yaitu pada zaman Sengoku, hukum rumah tangga yang dimiliki oleh tiap daimyo menekankan kepada kesetiaan seorang abdi kepada majikannya. Hal ini berlanjut ketika Tokugawa menguasai Jepang pada zaman Edo. Untuk memastikan tidak terjadi pemberontakan dan mengamankan posisinya sebagai shogun 28, Tokugawa melakukan indoktrinasi dengan menekankan betapa pentingnya kesetiaan. Menurut Coldren, Hagakure yang ditulis oleh Tsunemoto Yamamoto pada 1716 menyatakan ketidakpuasan terhadap zaman Edo yang dinilai tidak membuat kesempatan bagi seorang samurai untuk memperlihatkan nilai-nilai ideal yang dimilikinya, yaitu kesetiaan dan kehormatan serta berani mati dalam pengabdian. Coldren berargumen bahwa pada tahun 1900, buku Bushidō: Soul of Japan yang ditulis oleh Inazo Nitobe semakin meromantisasi nilai-nilai bushidō, seperti yang Yamamoto lakukan sebelumnya, secara besar-besaran. Nitobe menginterpretasi ulang nilai-nilai bushidō dengan membandingkannya kepada nilai keksatriaan Eropa, serta mengimplikasikan bahwa bushidō adalah identitas nasional warga Jepang. Berdasarkan analisis tersebut, Coldren sampai pada kesimpulan bahwa bushidō tidak lebih dari sebuah set nilai-nilai ideal yang diromantisasi secara bertahap. William R. Patterson (2008), dengan penelitian yang berjudul Bushidō s Role in the Growth of Pre-World War II Japanese Nationalism mengemukakan peranan budo, yaitu seni bela diri, dalam penyebaran bushidō dan pembentukan nasionalisme Jepang ke masyarakat Jepang secara meluas pada masa sebelum Perang Dunia II. Dalam penelitian ini, Patterson juga menyatakan argumen bahwa nilai kesetiaan adalah nilai tertinggi dalam bushidō. 27 Daimyo adalah istilah untuk samurai yang memiliki hak atas tanah yang luas atau sering disebut tuan tanah. Lihat H. Paul Varley. (1970). Samurai. Dwi Istiani, penerj. Depok: Komunitas Bambu 28 Shogun adalah istilah Bahasa Jepang yang berarti jendral. Jendral di sini merupakan panglima tertinggi di antara kelas samurai di Jepang. Dalam konteks sejarah Jepang, bila disebut pejabat shogun, maka yang dimaksudkan adalah Sei-i Taishōgun yang berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah "Taishōgun" berarti panglima angkatan bersenjata). Dikutip dari H. Paul Varley. (1970). Samurai. Diterjemahkan Dwi Istiani. Depok: Komunitas Bambu, hlm 87. 7

8 Bushidō adalah kode keksatriaan dan etika perilaku yang terdiri dari beberapa unsur yang pada akhirnya membentuk panduan bagi para samurai dalam hidup mereka. Bushidō terdiri dari tiga karakter, yaitu (Bu), (Shi), dan (Dō) yang secara harafiah memiliki arti militer-ksatria-jalan. Nitobe menyebut bushidō sebagai sila ksatria, atau dengan kata lain, jalan yang harus dipatuhi dalam keseharian para bangsawan petarung (Nitobe, 1908: 3). Nilai-nilai bushidō terbentuk oleh tiga ajaran, yaitu ajaran Konfusianisme, Buddhisme, dan kepercayaan asli Jepang, yaitu Shinto. Konfusianisme membentuk nilai-nilai bushidō yang berbentuk doktrin etika seperti kesopanan dan tata cara memperlakukan mereka yang berpangkat lebih tinggi maupun lebih rendah (Nitobe, 1908: 14). Ajaran Buddhisme mengajarkan tentang ketenangan mental seperti mempercayai takdir, tenang dalam menghadapi maut, dan dapat mengendalikan diri dalam keadaan apapun (Nitobe, 1908: 9). Bushidō percaya kepada kebaikan dalam jiwa manusia dan kemurnian hati seperti yang diajarkan kepercayaan Shinto kepada para penganutnya. Shinto menitikberatkan kepada dua hal, yaitu patriotisme dan kesetiaan (Nitobe, 1908: 10). Nilai-nilai dalam kode etik bushidō saling terikat satu sama lain. Mereka tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Misalnya, keberanian yang ditunjukkan oleh seorang samurai haruslah berlandaskan rasa kebenaran, lalu etika kesopanan yang harus dilakukan dengan sungguhsungguh. Hanya jika seseorang dapat mengamalkan setiap nilai tersebut dalam kehidupannya, pada saat itulah ia dapat disebut sebagai seorang samurai sejati. Berikut ini akan dijelaskan setiap nilai yang ada di dalam bushidō. Salah satu nilai bushidō adalah rasa kebenaran. Kebenaran atau (Gi) dalam bushidō dipandang sebagai rasa yang muncul dari mengikuti hati nurani seseorang. Jadi, dapat dimengerti bahwa nilai kebenaran bagi tiap individu berbeda-beda, namun secara umum, hal tersebut berkaitan dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain, benar atau tidaknya suatu tindakan dalam bushidō dinilai berdasarkan moral yang berlaku pada masyarakat. Rasa kebenaran sendiri tidak terlepas dari apa yang disebut (Gi-ri). Giri diartikan sebagai sebuah rasa kewajiban yang murni dan sederhana. Giri dimengerti sebagai sebuah kewajiban yang dimiliki seseorang terhadap orangtua, atasan, bawahan, masyarakat luas, dan kepada kaisar (Nitobe, 1908: 23). Keberanian atau (Yuu) dalam bushidō adalah salah satu modal bagi seorang samurai dalam pengabdiannya. Hal ini tidak berarti seorang samurai tidak memiliki rasa takut. Namun, meskipun ia dilingkupi oleh rasa takut, ia dituntut untuk bisa berpikir dan bertindak 8

9 dengan benar dan berkepala dingin. Selain itu, keberanian juga berbentuk kesigapan untuk menghadapi bahaya walaupun hal tersebut sangat beresiko. Misalnya, apabila keluarga atau majikannya terancam bahaya, samurai yang pemberani akan berusaha mengatasi hal tersebut tanpa memerdulikan keselamatan dirinya sendiri. Ia akan menerjang bahaya yang dihadapinya demi kepentingan yang lebih besar. Keberanian merupakan sebuah nilai yang tidak akan dihargai kecuali hal tersebut dilakukan atas nama kebenaran. Keberanian dapat dideskripsikan sebagai melihat kebenaran dan secara sederhana, melakukan hal yang benar. Keberanian adalah melakukan hal yang benar meskipun dengan melakukannya akan menemui banyak kesulitan, membahayakan diri sendiri, maupun menjemput kematian. Dalam menunjukkan keberaniannya, seorang samurai diwajibkan memiliki alasan yang tepat, terutama terhadap hal-hal yang akan membahayakan nyawanya (Nitobe, 1908: 25). Nilai kebaikan hati adalah salah satu nilai yang berasal dari ajaran Konfusianisme. Dalam bushidō, nilai ini disebut (Jin) yang memiliki arti rasa kemanusiaan, tenggang rasa, dan kemurahan hati. Nilai kebaikan hati mengajarkan seseorang untuk dapat menyayangi sesama manusia tanpa membeda-bedakan atau pilih kasih. Ia dapat bermurah hati baik kepada kawan maupun lawan. Nilai kebaikan hati yang dimiliki oleh seorang samurai, adalah apa yang disebut oleh Nitobe sebagai (Bushi no nasake) yang memiliki arti kemurahan hati seorang samurai (1908: 38). Samurai dituntut untuk memiliki simpati atas penderitaan serta kesusahan orang lain, sehingga dapat mengambil tindakan yang dapat meringankan penderitaan mereka. Hal inilah yang menjadi dasar bagi salah satu etika dalam berperang, yaitu ketika seorang musuh tidak lagi menjadi ancaman, ia tidak perlu dibunuh (1908: 40). Hal ini menunjukkan meskipun seorang samurai memiliki tugas utama berperang dan membunuh musuh-musuhnya, namun ia tetap memiliki rasa kemanusiaan dan kemurahan hati. Nitobe (1908: 46) mengatakan bahwa nilai kesopanan dalam bushidō berakar dari tenggang rasa antar manusia. Maka dari itu, kesopanan adalah sebuah nilai yang tidak berharga, apabila diterapkan hanya atas rasa takut menyinggung orang lain, karena kesopanan seharusnya merupakan manifestasi dari rasa simpati atas perasaan orang lain. Paragraf di atas menjelaskan bahwa kode bushidō menilai kesopanan atau (Rei) adalah satu nilai yang harus ditegakkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Namun, bukan berarti hal tersebut dilakukan hanya sebagai formalitas atau basa-basi. Nilai ini ditunjukkan dengan melakukan serangkaian etika yang berlaku dalam masing-masing masyarakat. Pada zaman Edo, kaum samurai menempati tempat teratas dalam tatanan sosial di 9

10 masa itu. Kaum samurai secara umum dianggap sebagai kaum yang berpendidikan dan juga bermoral. Sehingga, menjaga etika kesopanan dalam berinteraksi dengan orang lain serta menunjukkan rasa hormat dan tahu rasa berterima kasih merupakan salah satu hal yang dituntut dari kaum samurai. Kesungguhan atau (Makoto) merupakan satu nilai dalam bushidō yang melengkapi nilai-nilai lainnya, karena secara ideal, setiap aksi yang dilakukan oleh samurai didasarkan oleh kesungguhan hati dan kejujuran. Nilai ini dapat dikatakan sebagai dasar dalam mengambil tindakan. Kesungguhan yang dimaksud di sini adalah kesungguhan dalam melakukan sesuatu ia tulus, tidak setengah-setengah, dengan serius dan menggunakan segala kemampuan yang ia miliki. Selain itu, nilai kejujuran pada bushidō membuat samurai dituntut untuk selalu jujur dalam bertutur kata maupun tindakan, mengatakan apa adanya, dan tidak berbohong. Nilai kesopanan dalam bushidō tidak dapat dipisahkan dari nilai ini. Maka dari itu, meskipun seorang samurai menjaga etika sopan santun dalam bertutur kata, namun ia tidak melakukannya dengan niatan yang tulus, hal itu hanyalah kepalsuan dan bukanlah kesopanan sesungguhnya yang dimaksud dalam kode bushidō. Nitobe (1908: 59) menyebut hal tersebut, yaitu berbohong atau berpura-pura demi sopan santun, sebagai (Kyorei) yang memiliki arti formalitas kosong dan hal tersebut tidak dipandang dengan baik dalam bushidō. Kehormatan, merupakan kesadaran atas harga diri, rasa malu, dan nama baik yang dimiliki oleh diri individu tersebut (Nitobe, 1908: 66). Seorang samurai dididik untuk menghargai profesinya, yang memiliki keistimewaan serta mengemban tugas dan kewajiban yang berat. Maka dari itu, seorang samurai diwajibkan untuk menjaga nama baik dan reputasinya, baik bagi dirinya sendiri maupun majikan tempat dia mengabdi. Bagi seorang samurai, apabila reputasinya tercoreng, dia akan merasakan malu yang sangat besar, hingga mereka melakukan seppuku 29 untuk memulihkan kehormatannya. Nilai kehormatan dalam bushidō membuat samurai meresapi bahwa hal-hal yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang menunjukkan siapa sebenarnya orang tersebut. Kehormatan dan nama baik seseorang dijunjung sangat tinggi, sehingga secara ideal, seorang samurai hanya akan melakukan hal-hal yang akan mengharumkan namanya dan menolak hal-hal yang akan mencoreng reputasinya tersebut. Menurut Nitobe (1908: 74) sistem moral pada zaman feodal memiliki banyak kesamaan antara satu kelas sosial dengan kelas lainnya. Namun, kesetiaan bagi seorang samurai merupakan ciri khas tersendiri. Kesetiaan, merupakan bentuk kepatuhan terhadap 29 Seppuku adalah ritual bunuh diri dengan membelah perut. (Nitobe, 1908: 103) 10

11 atasan atau yang berkedudukan lebih tinggi dari dirinya. Kesetiaan juga merupakan sebuah alasan yang membuat seseorang akan melakukan apapun dengan mengatasnamakan kewajiban atas tugas yang diemban oleh dirinya. Confucius menekankan pentingnya kesetiaan dengan contoh seorang anak yang berkewajiban untuk patuh kepada orangtuanya sebagai bentuk kesetiaannya terhadap keluarga. Sistem sosial samurai yang berbentuk vertikal juga membentuk kesetiaan yang diwajibkan kepada seorang samurai layaknya kesetiaan seorang anak terhadap orangtuanya. Nitobe (1908: 78) memberikan contoh yang sangat ekstrim akan pentingnya loyalitas kepada majikan sehingga seorang samurai rela mengorbankan anaknya sendiri demi pengabdiannya itu. Di balik itu, Nitobe (1908: 80) juga mencontohkan bagaimana kesetiaan dapat membuat dilema dalam diri seorang samurai. Ia menceritakan tentang seorang samurai bernama Shigemori yang harus memilih loyalitas atas majkannya atau menyelamatkan ayah kandung dirinya yang telah melakukan hal tidak terhormat dengan menjadi pengkhianat klan. Pada akhirnya, Shigemori tidak dapat memilih diantara salah satunya dan bunuh diri. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesetiaan terhadap majikan dapat disandingkan dengan hubungan seseorang dengan orang tuanya sendiri. Meskipun begitu, tidak berarti bahwa seorang samurai melayani majikannya dengan kesetiaan yang buta. Nitobe (1908: 84) mengatakan bahwa seorang majikan dapat mengendalikan nyawa seorang samurai, namun tidak dengan harga diri dan rasa malu serta nama baik yang dimiliki samurai tersebut. Seperti yang telah dijelaskan, nilai kebenaran berdasarkan hati nurani dan moral adalah tulang punggung dalam bushidō, sehingga apabila seorang majikan menggunakan para samurai bawahannya secara membabi buta dan bahkan membuat mereka melakukan tindakan yang tidak terhormat, hal ini dapat ditentang dan ditolak oleh para samurai itu. Misalnya, membantai orang-orang yang tidak bersalah dan juga meminta mereka untuk mencuri dan tindakan tidak terpuji lainnya tanpa alasan kuat di balik tindakan-tindakan itu yang dapat membenarkan hal tersebut. Kode bushidō sendiri memandang rendah seseorang yang rela menggadaikan kehormatan serta hati nuraninya dengan mengatasnamakan kesetiaan yang buta. Perlu dicatat, nilai-nilai bushidō yang telah dijelaskan di atas adalah nilai-nilai ideal yang seharusnya dijadikan pedoman oleh seorang samurai. Hal ini tidak berarti tiap individu yang menyebut dirinya samurai memiliki dan mengamalkan hal tersebut. Selain itu, nilai-nilai yang ada di dalam bushidō sendiri sebenarnya merupakan nilai-nilai universal yang dimiliki oleh manusia sehingga hal ini tidak khusus kepada samurai atau orang-orang Jepang. 11

12 Metode Penelitian Penulis menggunakan metode studi pustaka dengan novel Shinsho Taikōki karya Yoshikawa Eiji sebagai objek penelitian. Langkah-langkah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: Membaca secara rinci korpus penelitian yaitu novel Shinsho Taikōki dengan pendekatan intrinsik untuk mengetahui gagasan yang terkandung pada narasi di dalam novel. Membaca dan merangkum konsep bushidō beserta berbagai teori penunjang lainnya untuk dijadikan landasan penelitian. Memaparkan dan menganalisis gagasan yang dikemukakan oleh Yoshikawa Eiji melalui tokoh Toyotomi Hideyoshi dan peristiwa yang mencerminkan konsep bushidō. Menyimpulkan hasil analisis cerminan konsep bushidō pada gagasan tokoh Toyotomi Hideyoshi dan peristiwa di dalam Shinsho Taikōki. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bagian ini berisi nilai-nilai bushidō yang telah diuraikan sebelumnya dan deskripsi perilaku-perilaku tokoh Toyotomi Hideyoshi yang mencerminkan aspek bushidō. Perilakuperilaku yang dideskripsikan meliputi aksi-aksi yang diambil oleh Hideyoshi ketika berinteraksi dengan majikan, sahabat, sekutu, dan juga musuh-musuhnya. Sebelum memaparkan hasil penelitian, penulis akan sedikit menjelaskan mengenai sistem penamaan pada Jepang abad ke-16. Sebelum peresmian sistem nama oleh pemerintah Jepang pada tahun 1868, pergantian nama merupakan hal yang sering terjadi. Masyarakat Jepang mengganti nama untuk berbagai alasan, misalnya karena pergantian status sosial, sebagai pernyataan dukungan kepada klan tertentu, serta untuk menyatakan telah terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan seseorang. Selain itu, kaum samurai sendiri mempunyai nama masa kecil, yang setelah melakukan upacara kedewasaan, menggantinya 12

13 dengan nama dewasa. Mereka juga mengganti nama ketika mendapatkan kenaikan jabatan (Plutschow, 1995). Penulis menjelaskan hal tersebut karena di dalam Shinsho Taikōki, tokoh utama yaitu Hideyoshi kerap berganti nama. Ia memiliki nama masa kecil Hiyoshi, kemudian ketika ia mulai mengabdi kepada Nobunaga, berganti nama menjadi Kinoshita Tōkichirō. Setelah ia berhasil mengalahkan pasukan Saito, Tōkichirō mengganti nama depannya menjadi Hideyoshi, nama yang digunakannya hingga akhir hayatnya. Setelah ia beberapa kali naik pangkat dan akhirnya menjadi jendral, Hideyoshi mengganti nama belakangnya menjadi Hashiba. Setelah sepeninggal Nobunaga dan akhirnya Hideyoshi berhasil menyatukan Jepang, barulah ia mengganti namanya menjadi Toyotomi Hideyoshi, nama yang dikenal hingga sekarang. Rasa kebenaran dalam tokoh Hideyoshi sebagai seorang samurai dapat dilihat pada peristiwa di volume 1 tokoh Hideyoshi ketika mempertahankan rasa kebenarannya dengan membela masyarakat kota Inabayama. Pada peristiwa ini, tokoh Hideyoshi saat itu masih bernama Hiyoshi adalah pengikut dari Hachisuka Koroku dan Hideyoshi mendapatkan tugas dari Koroku, yaitu membuat desas-desus untuk meresahkan masyarakat Inabayama dan pada akhirnya menyulut api untuk membakar kota Inabayama sehingga pasukan Saito Dosan dapat menyerang dan menjatuhkan Yoshitatsu. Saito Dosan sendiri adalah sekutu dari Koroku, dan ayah dari Yoshitatsu. Dosan dan Yoshitatsu saling menghancurkan karena rasa curiga antara satu dengan yang lain. Hideyoshi merasa Koroku tidak mencegah namun justru mendukung pertempuran antara ayah dan anak pertempuran yang sangat memalukan bahkan dalam standar moral peperangan sekalipun antara Dosan dengan Yoshitatsu. Selain itu, Hideyoshi tidak ingin melakukan hal rendahan seperti menjadi penghasut untuk meresahkan warga. Hal ini membuat rasa hormatnya terhadap Koroku hilang dan tidak lagi merasa simpati terhadap klan Hachisuka. Rasa kebenaran dalam diri Hideyoshi ditunjukkan dalam kalimat: (Yoshikawa, Eiji. 1967: 233) Pertama, setelah mendengar hal tersebut, rasa hormat yang dimiliki oleh Hiyoshi terhadap Koroku telah hilang. Hiyoshi juga tidak ingin dimanfaatkan oleh Saito Dosan. Terlebih lagi, ia juga tidak ingin menjadi sekutu dari Yoshitatsu, penguasa kastil Inabayama. Andaikan ia harus memilih terhadap salah satu pihak, ia ingin memihak para penduduk kota Inabayama. Apabila ditanyakan alasan utama ia bersimpati terhadap para penduduk 13

14 adalah karena selama ini mereka selalu menjadi korban dari peperangan. Hiyoshi bersimpati terutama kepada para ibu dan anak-anak mereka. (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan ketetapan hati tokoh Hideyoshi untuk berpihak pada penduduk yang menjadi korban dalam peperangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasa kebenaran yang dimiliki oleh tokoh Hideyoshi membuat dirinya untuk tidak menuruti perintah Koroku, majikan dirinya pada saat itu, dan bahkan membuat Hideyoshi kehilangan rasa hormat terhadap Koroku yang berusaha membuatnya melakukan pekerjaan yang hina. Seperti yang telah dijelaskan, rasa kebenaran berdasarkan hati nurani dan moral adalah dasar dari bushidō. Karena perintah Koroku bertentangan dengan nilai ini, Hideyoshi menolak melakukan hal tersebut. Bahkan, bukannya menghasut, Hideyoshi, yang akhirnya melarikan diri dari klan Hachisuka, memperingatkan masyarakat kota Inabayama akan kebakaran yang akan terjadi sehingga mereka dapat menyelamatkan diri. Nilai keberanian dalam diri tokoh Toyotomi Hideyoshi ditunjukkan di Volume 1, pada peristiwa saat Hideyoshi masih muda, dan bernama Hiyoshi, ketika ia berhasil menghalau serangan perampok terhadap rumah majikannya pada saat itu, Sutejiro, hanya dengan bermodal kenekatan yang dimilikinya. Nilai kebenaran dalam diri Hideyoshi ditunjukkan dalam paragraf berikut: (Yoshikawa, Eiji. 1967: ) Apakah itu serangan para penjahat? Ternyata benar! Dari kegelapan, pemimpin mereka memberikan isyarat kepada para anak buahnya untuk menyerbu layaknya kawanan belalang. Ketika Hiyoshi menyadari bahwa mereka adalah perampok, saat itu juga Hiyoshi keluar dari persembunyiannya. Darahnya mendidih dan ia tidak lagi berpikir panjang. Hiyoshi melupakan rasa takutnya. Hanya keselamatan rumah majikannya lah yang ada di pikirannya. Lebih tepatnya, karena hanya hal itu yang ada dalam pikirannya, ia melupakan hal-hal lain maupun bahaya yang dihadapinya. Kalau tidak, aksi yang dilakukan oleh Hiyoshi pada saat itu hanya dapat disebut keberanian yang melewati batas atau sebuah kebodohan. (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan keberanian dari tokoh Hideyoshi, yang berusaha melindungi rumah majikannya dengan mempertaruhkan nyawanya. Aksi yang dilakukan oleh Hideyoshi merupakan aksi yang dilakukan tanpa pikir panjang dan bermodalkan kenekatan semata. Namun, hal ini dilandasi oleh rasa ingin melindungi rumah Sutejiro dari bahaya, yaitu kawanan perampok. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam bushidō, kematian yang tidak membawa manfaat bagi orang lain atau mati konyol tidak lebih dari kematian seekor 14

15 anjing liar dan tidak dihargai. Namun dalam kasus ini, Hideyoshi mempertaruhkan nyawanya demi melindungi rumah majikannya dan oleh karena itu, aksi yang dilakukan oleh Hideyoshi merupakan contoh dari nilai keberanian bushidō yang ada dalam diri seorang samurai. Nilai kebaikan hati ditunjukkan oleh tokoh Hideyoshi masih bernama Tōkichirō di Volume 3, dalam peristiwa pengepungan kastil Kanegasaki oleh pasukan Oda. Kanegasaki merupakan kastil milik klan Asakura di bawah komando Asakura Kagetsune. Pasukan Asakura di dalam kastil tersebut tidaklah seberapa dan tidak dapat dibandingkan dengan jumlah pasukan Oda yang berukuran besar sehingga apabila terjadi penyerangan, yang akan terjadi hanyalah pembantaian besar-besaran. Kagetsune mengetahui hal ini dan meskipun diselimuti rasa takut, ia beserta pasukannya sudah pasrah pada nasib dan berniat mati untuk mempertahankan Kanegasaki. Hideyoshi menghalangi niat majikannya, Nobunaga, untuk menyerang kastil tersebut dan mengajukan diri untuk bernegosiasi dengan Kagetsune. Malam itu, Hideyoshi pergi seorang diri ke dalam kastil Kanegasaki. Kebaikan hati tokoh Hideyoshi ditunjukkan dalam percakapannya dengan Kagetsune sebagai berikut: (Yoshikawa, Eiji. 1967: ) Anda pun merupakan anak dari keluarga samurai. Jadi anda pasti sudah dapat melihat hasil akhir dari pertempuran ini. Kekalahan sudah pasti dan karena itu perlawanan lebih lanjut hanya akan berujung kematian para prajurit yang sangat berharga. Terlebih lagi, akan sangat disayangkan apabila anda mati sia-sia. Daripada seperti itu, bukankah lebih baik anda membuka gerbang kastil dan mundur untuk bergabung dengan tuan anda, Asakura Yoshikage dan sekali lagi menghadapi kami pada medan perang lain? Aku berjanji akan menjaga keamanan semua harta benda, peralatan perang, serta para perempuan dan anak-anak di dalam benteng dan mengirimkan semuanya kepada anda dengan selamat. (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan niat Hideyoshi untuk menyelamatkan nyawa Kagetsune beserta para prajuritnya dari pembantaian yang sia-sia. Ia juga berjanji untuk mengirimkan segala benda berharga maupun perempuan dan anak-anak yang ada di dalam kastil Kanegasaki kepada Kagetsune setelah penyerahan kastil agar Kagetsune tidak merasa khawatir. Dengan membujuk dan menunjukkan niat baik dari dirinya, Hideyoshi dapat menghindari terjadinya pertumpahan darah yang tidak perlu sekaligus berhasil merebut kastil musuh dengan selamat. Kebaikan hati yang dtunjukkan oleh Hideyoshi berhasil meluluhkan hati Kagetsune dan karena itu berhasil menduduki Kanegasaki. 15

16 Dalam peristiwa tersebut, Hideyoshi menunjukkan niatnya untuk tidak melanjutkan pertempuran lebih dari itu karena perbedaan kekuatan antara pasukan Oda dengan pasukan yang dimiliki Kagetsune terlampau jauh dan hasil akhirnya pun sudah dapat ditentukan. Hideyoshi tidak ingin melakukan pembantaian sia-sia dan maka dari itu ia membujuk Kagetsune untuk menyerah dan kembali ke majikannya, yaitu Yoshikage Asakura, lalu bertempur lagi dengan pasukan Oda di tempat lain. Dengan cara tersebut, Hideyoshi tidak perlu bertempur dan kehilangan pasukan lebih lanjut dari kedua belah pasukan pun dapat dihindari. Kesungguhan hati dipandang sebagai dasar dari setiap aksi yang dilakukan oleh samurai. Nilai tersebut merupakan nilai yang berperan sebagai tali kekang yang mengontrol perilaku diri dari para samurai.. Kesopanan dalam bushidō merupakan nilai yang tidak dapat dilepaskan dari kesungguhan hati seseorang. Nilai ini berakar dari rasa tenggang rasa antar manusia, sehingga apabila kesopanan diterapkan tanpa rasa sungguh-sungguh dari hati, hal itu hanyalah formalitas palsu. Penulis menggabungkan analisis nilai kesopanan dengan nilai kesungguhan hati dikarenakan nilai kesopanan tidak dapat dipisahkan dari nilai kesungguhan hati. Kesungguhan hati ditunjukkan oleh tokoh Toyotomi Hideyoshi saat itu masih bernama Tōkichirō di volume 3 dalam peristiwa perekrutan Takenaka Hanbei, seorang ahli strategi klan Saito yang menutup dirinya dari dunia luar dan berdiam diri di Bukit Kurihara. Permohonannya untuk bertemu dengan Hanbei telah berulang kali ditolak dan selama itu pula ia tetap bersabar tanpa mengurangi etika kesopanan ketika mengalami penolakan. Pada akhirnya ia menuliskan sajak yang mengungkapkan perasaannya dalam secarik kertas. Pada saat-saat terakhir ketika ia hampir menyerah, tokoh Hideyoshi menunjukkan kesungguhan hatinya dalam kalimat: (Yoshikawa, Eiji. 1967: 170) Meskipun aku akan dianggap sebagai orang yang bermuka tebal dan tidak tahu malu serta ia akan menertawakanku, ini adalah untuk yang terakhir kali. Aku akan menunggu jawaban atas surat tersebut di sini. Jika pada akhirnya aku tidak dapat melaksanakan perintah dari majikanku, maka aku akan melakukan seppuku di pinggir rawa ini. Tolong, sampaikan surat ini padanya satu kali lagi. Hideyoshi lebih bersungguh-sungguh dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kata seppuku yang diutarakan olehnya pun tidak mengandung tipu muslihat, terucap dengan sendirinya dari lubuk hatinya. (Terjemahan oleh penulis) 16

17 Bagian yang ditebalkan menunjukkan kesungguhan hati Hideyoshi. Ia rela mati apabila ia gagal dalam melaksanakan tugasnya, dan hal tersebut diucapkan olehnya tanpa tipu muslihat maupun sebagai bentuk ancaman terhadap Hanbei. Kesungguhan serta ketulusan Hideyoshi berhasil meyakinkan Hanbei untuk menemuinya. Hanbei tersentuh akan ketulusan Hideyoshi yang siap mati untuk menjalankan tugasnya dan juga sangat menghargai kesopanan yang ditunjukkan Hideyoshi dalam kalimat: (Yoshikawa, Eiji. 1967: ) Tamuku, aku bersikap tidak sopan hari ini. Aku tidak mengerti apa yang anda harapkan dari seorang laki-laki sakit yang hidup di pegunungan, tapi sikap santun anda lebih daripada yang patut kuterima. Sering dikatakan bahwa seorang samurai rela mati untuk orang yang sungguh-sungguh mengenal dirinya, namun hal ini tidak dapat kubiarkan. Aku akan mengukir ini di hatiku. Tetapi aku, Hanbei, pernah mengabdi kepada klan Saito. Aku tidak akan mengabdi kepada Nobunaga. Aku akan mengabdi kepada anda. Tubuh ini, tubuh yang penyakitan ini kuserahkan pada anda. Untuk menyampaikan inilah aku datang. Tolong maafkan ketidak sopananku selama beberapa hari terakhir ini. (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan bagaimana sikap sopan dari Hideyoshi sangat dihargai oleh Hanbei. Kesopanan serta ketulusan yang diterima olehnya dari Hideyoshi membuat Hanbei tidak bisa membiarkan Hideyoshi mati sia-sia. Karena hal tersebut, bukan saja Hanbei bersedia keluar dari persembunyiannya, ia juga mengabdi kepada Hideyoshi hingga pada saat terakhirnya. Di volume 1, ketika Hideyoshi masih bernama Hiyoshi mengabdi kepada Koroku, ia sempat bertanya-tanya akan hal terpenting yang ia miliki. Hal ini ditunjukkan dalam paragraf berikut: (Yoshikawa, Eiji. 1967: 214) Hiyoshi pernah bertanya-tanya pada dirinya, (Apa yang diperlukan untuk menjadi orang yang penting dalam dunia pada zaman ini?). Asal-usul silsilah keluarga, keturunan. Tapi Hiyoshi tidak memiliki hal ini. Ketika bertanya (Lalu, dengan cara apa aku bisa selamat di dunia ini?) kepada dirinya sendiri, Hiyoshi merasa tertekan. Tubuhnya kecil semenjak lahir, 17

18 kesehatannya pun tidak lebih baik dari orang-orang kebanyakan, tidak berpendidikan, dan tingkat kecerdasannya pun sudah tidak perlu dipertanyakan. Lalu, apa yang ia miliki? Kesetiaan. Hanya itulah yang terpikirkan olehnya. Ia telah bertekad untuk bersikap setia kepada semua hal, tanpa memilih-milih. Baginya, meskipun ia telanjang, ia tetap memiliki kesetiaan. (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan ketetapan hati Hideyoshi untuk bertekad akan bersikap setia dalam menjalankan tugas-tugasnya karena menurutnya, kesetiaan adalah satusatunya kualitas terbaik yang ia miliki dan menjadi modal dalam hidup di dunia yang penuh pertumpahan darah pada saat itu. Bagi dirinya, kesetiaan adalah hal terpenting dan satusatunya bekal dalam menjalankan kehidupannya sebagai seorang samurai. Peristiwa Hideyoshi mempertahankan kehormatannya adalah ketika perekrutan Osawa Jirozaemon, salah seorang jendral perang klan Saito. Pada saat itu sedang terjadi pertempuran antara Oda-Saito. Hideyoshi mengambil inisiatif untuk membujuk Jirozaemon membelot ke pihak Oda dikarenakan pemerintahan Saito yang semena-mena. Hideyoshi membawa Jirozaemon menemui Nobunaga setelah menjanjikan keselamatannya. Namun, dikarenakan hal tersebut merupakan tindakan yang diambil oleh Hideyoshi tanpa sepengetahuan Nobunaga sebelumnya, Nobunaga marah besar lalu memerintahkan Hideyoshi untuk membunuh Jirozaemon setelah mengurungnya di kastil Hideyoshi, Sunomata. Hal ini membuat Hideyoshi kesulitan, untuk memilih antara menepati janji terhadap Jirozaemon atau melaksanakan perintah dari majikannya. Kebimbangan Hideyoshi, yang pada saat itu bernama Tōkichirō, digambarkan dalam percakapannya dengan Osawa Jirozaemon berikut ini: (Yoshikawa, Eiji. 1967: 116) Tōkichirō melanjutkan,..tetapi, apabila aku melaksanakan perintah majikanku, itu berarti aku akan melanggar janji yang telah kuberikan kepada anda. Ini berarti aku menginjak-injak kehormatan diriku sebagai seorang samurai. Aku tidak dapat melakukan hal tersebut. Namun di sisi lain, apabila aku tetap setia kepada Jalan Samurai, aku melanggar perintah majikanku. Aku, Tōkichirō, sudah tidak dapat mengambil langkah maju maupun mundur. Maka dari itu, sepanjang perjalanan dari Gunung Komaki aku merasa gelisah, dan aku rasa hal ini menimbulkan kecurigaan dalam 18

19 diri anda. Singkirkanlah kecurigaan tersebut. Sekarang, pemecahan dari masalah ini sudah ada dalam benakku. Bagaimana?...Bagaimana anda bermaksud mengatasi masalah ini? Bunuh diri dengan membelah perutku. Dengan begitu, kurasa aku bisa minta maaf kepada kedua belah pihak, baik kepada majikanku maupun kepada anda. Tidak ada cara lain selain ini.... Tuan Jirozaemon, sore ini mari kita angkat cawan perpisahan. Setelah itu, aku akan bunuh diri. Aku jamin tidak akan ada halangan lagi bagi anda. Silahkan anda lari dari sini dalam bayang-bayang malam. Tidak usah mengkhawatirkan diriku, tenanglah! (Terjemahan oleh penulis) Bagian yang ditebalkan menunjukkan pergolakan hati Hideyoshi yang tidak ingin melenceng dari Jalan Samurai dengan menginjak-injak kehormatannya karena melanggar janji, dan juga tidak ingin mengkhianati tugas yang telah diperintahkan kepadanya oleh Nobunaga. Karena Hideyoshi berada dalam posisi dimana ia tidak dapat memilih diantara salah satu dari keduanya, ia sampai pada sebuah solusi, yaitu bunuh diri. Dengan melakukan bunuh diri, ia berharap dapat meminta maaf kepada kedua belah pihak dan dengan begitu tetap dapat mempertahankan kehormatannya. Dapat diambil kesimpulan bahwa kehormatan bagi seorang samurai merupakan hal yang terpenting diatas nilai-nilai lainnya. Meskipun samurai menjunjung tinggi nilai kesetiaan, namun apabila hal tersebut akan mengakibatkan hilangnya kehormatan dalam diri samurai, maka ia wajib menolaknya. Bagi seorang samurai, melakukan bunuh diri dianggap sebagai hal yang lebih baik dibandingkan hidup dengan nama yang sudah tercoreng. Pada penelitian yang dilakukan oleh Patterson, ia terlalu terfokus akan nilai kesetiaan dalam bushidō hingga melupakan nilai penting lainnya yaitu kehormatan dan harga diri. Bahkan, Patterson menyatakan secara jelas bahwa nilai kesetiaan adalah nilai tertinggi dalam bushidō. Penelitian yang telah penulis lakukan membuktikan bahwa terdapat kelemahan dalam pernyataan ini. Dalam novel Shinsho Taikōki, terlihat tokoh Hideyoshi kerap memilih untuk mempertahankan kehormatan dirinya sebagai samurai daripada harus menggadaikan hal tersebut untuk kesetiaan yang buta. Nilai kehormatan berakar dari nilai kebenaran yang merupakan dasar dari bushidō, sehingga ketika Nobunaga memerintahkan Hideyoshi untuk melakukan hal yang melanggar nilai moral, ia menolak dan Hideyoshi berusaha untuk bunuh diri demi mempertahankan kehormatannya sebagai samurai. Kesimpulan Dapat disimpulkan, setiap nilai bushidō seperti yang dikemukakan oleh Nitobe termanifestasi dengan jelas di dalam diri tokoh Toyotomi Hideyoshi. Hal ini membuktikkan bahwa terdapat unsur-unsur bushidō di dalam karya Yoshikawa Eiji yaitu Shinsho Taikōki. Selain itu, 19

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Sistem kepemilikan hak atas tanah di Jepang berbeda dengan Eropa (sistem shoen) Biaya untuk Samurai Jepang lebih murah, tanah imbalan untuk samurai lebih kecil daripada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan samurai. Pada mulanya samurai adalah ksatria yang mengendarai kuda yang kemudian terorganisir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi BAB V KESIMPULAN Perang Sekigahara yang terjadi pada tahun 1600 dipicu adanya pertentangan diantara dua istri Hideyoshi yaitu Yodogimi dan Kodaiin. Karena kecemburuan yang besar terhadap Yodogimi, kelahiran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA 2.1 Awal Munculnya Kekuasaan Shogun Awal munculnya kekuasaan shogun bermula dari konflik antara keluarga Minamoto dan keluarga Taira. Keluarga Minamoto dikalahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman sejarah Jepang yaitu dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794 1192) sampai dengan zaman Meiji (1868 sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang

Lebih terperinci

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka

BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA. 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka BAB III MAKNA FILOSOFI BUSHIDOU DI DALAM SIKAP AIKIDOUKA 3.1 Filosofi Gi (Kebenaran) di dalam Sikap Aikidouka Prinsip utama aikidou adalah gi. Gi terdapat dalam diri aikidouka yaitu jasmani dan jiwa. Jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar 370.000 km 2. Kepulauan Jepang terletak

Lebih terperinci

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II Kata Pengantar Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II merupakan negara yang menganut sistim kenegaraan monarki absolute, yaitu sebuah negara yang dipimpin langsung oleh Raja. Di Jepang, seorang

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari BAB II SEJARAH SAMURAI 2.1 Sengoku Jidai Sengoku jidai atau yang disebut juga zaman sengoku dalam sejarah Jepang adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan Dan Saran. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep

Bab 4. Simpulan Dan Saran. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep Bab 4 Simpulan Dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya tentang pengaruh konsep Bushido pada tentara Kamikaze dalam Film letters from Iwojima penulis menyimpulkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan yang keberadaannya tidak merupakan keharusan (Soeratno dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang dipengaruhi oleh segi-segi sosial dan budaya. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 ANALISIS KESETIAAN PADA TOKOH-TOKOH SAMURAI DALAM KOMIK SHANAOU YOSHITSUNE KARYA SAWADA HIROFUMI Skripsi Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

The Machiavellianism Representation of Character Oda Nobunaga in Yoshikawa Eiji s Shinsho Taikoki.

The Machiavellianism Representation of Character Oda Nobunaga in Yoshikawa Eiji s Shinsho Taikoki. 1 REPRESENTASI GAGASAN MACHIAVELLIANISME PADA TOKOH ODA NOBUNAGA DI DALAM NOVEL SHINSHO TAIKOKI KARYA YOSHIKAWA EIJI Daru Iswaradana Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Jepang Wikipedia dan Foklor Jepang, tercatat keterangan Jepang seperti dibawa (bahasa Jepang: Nippon/nihon, nama resmi: Nipponkoku/Nihonkoku) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di Jepang. Toyotomi Hideyoshi

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di Jepang. Toyotomi Hideyoshi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama (1573-1603) yang berhasil mendirikan pemerintahan pusat setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia.

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. Kusuma Aprilyna.2011.Dampak Perubahan Undang-Undang Tentang Pendidikan Wanita Terhadap Kemajuan Jepang.Skripsi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Secara umum, pendekatan penelitian atau disebut dengan paradigma penelitian yang cukup dominan adalah pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga

Lebih terperinci

RINGKASAN CERITA DALAM FILM BUSHI NO ICHIBUN 武士の一分. Mimura Shinnojo adalah seorang bushi yang bekerja sebagai dokumi yaku

RINGKASAN CERITA DALAM FILM BUSHI NO ICHIBUN 武士の一分. Mimura Shinnojo adalah seorang bushi yang bekerja sebagai dokumi yaku Lampiran RINGKASAN CERITA DALAM FILM BUSHI NO ICHIBUN 武士の一分 Mimura Shinnojo adalah seorang bushi yang bekerja sebagai dokumi yaku atau pencicip makanan Shogun. Dia tinggal bersama istrinya bernama Kayo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. Perkembangan Jepang yang begitu pesat dalam berbagai bidang, salah satunya bidang fashion,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak

Bab 1. Pendahuluan. oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara yang memiliki banyak budaya yang telah diterapkan oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan melahirkan banyak fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korea Selatan termasuk salah satu negara yang sangat unik dan menarik untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan kehidupan bermasyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih banyak terdapat perang perebutan supremasi kekuasaan di dalam negeri, walaupun kepala pemerintahan

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB II TOYOTOMI HIDEYOSHI PADA ZAMAN AZUCHIMOMOYAMA. 2.1 Masuknya Bangsa Asing Pada Zaman Azuchimomoyama

BAB II TOYOTOMI HIDEYOSHI PADA ZAMAN AZUCHIMOMOYAMA. 2.1 Masuknya Bangsa Asing Pada Zaman Azuchimomoyama BAB II TOYOTOMI HIDEYOSHI PADA ZAMAN AZUCHIMOMOYAMA 2.1 Masuknya Bangsa Asing Pada Zaman Azuchimomoyama Pengertian zaman Azuchimomoyama adalah zaman masa-masa yang recok karena semua tuan tanah berusaha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Film Ip Man III Dikisahkan kehidupan seorang guru besar bela diri aliran Wing Chun yang sangat dihormati oleh masyarakat di wilayah itu bernama

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya. BAB 2 DATA DAN ANALISIS 2.1. Legenda Hanoman 2.1.1 Perang Wanara dan Raksasa Setelah lakon Hanoman Obong. Hanoman kembali bersama Sri Rama dan Laskmana beserta ribuan pasukan wanara untuk menyerang Alengka

Lebih terperinci

BIOGRAFI PENULIS. : Kristen Protestan. Alamat : Jalan Ampera no 8 Kadipaten Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 04 Desember 1984

BIOGRAFI PENULIS. : Kristen Protestan. Alamat : Jalan Ampera no 8 Kadipaten Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 04 Desember 1984 BIOGRAFI PENULIS Nama Agama : Natalia : Kristen Protestan Alamat : Jalan Ampera no 8 Kadipaten 45452 Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 04 Desember 1984 Nama Ayah : Djadja ( ) Nama Ibu : Wong ban tjen RIWAYAT

Lebih terperinci

GRIKO.S. TAMBAHANI XI TKJ 1 MAKALAH PEMBIMBING: Ibu. Windy Wenas KEBUDAYAAN JEPANG S A M U R A I. Griko Stefan Tambahani TM

GRIKO.S. TAMBAHANI XI TKJ 1 MAKALAH PEMBIMBING: Ibu. Windy Wenas KEBUDAYAAN JEPANG S A M U R A I. Griko Stefan Tambahani TM MAKALAH GRIKO.S. TAMBAHANI XI TKJ 1 PEMBIMBING: Ibu. Windy Wenas KEBUDAYAAN JEPANG S A M U R A I KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas segala berkat dan rahmat yang Tuhan berikan pada saya sehingga Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno untuk mengenang dan menghargai jasa jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nakane, antropolog dan dosen pensiunan Universitas Tokyo, Totman yang merupakan dosen sejarah dari Universitas Yale, & Ōishi yang merupakan spesialis sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dan media massa saat ini memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, media massa juga melakukan banyak transformasi sosial dan

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak membawa sukses yang besar dibandingkan dengan penyebaran yang dilakukannya di negara Asia

Lebih terperinci

Ringkasan Cerita. Mengisahkan tentang ksatria wanita atau biasa disebut seorang samurai yang

Ringkasan Cerita. Mengisahkan tentang ksatria wanita atau biasa disebut seorang samurai yang Ringkasan Cerita Film Azumi, episode 1 Mengisahkan tentang ksatria wanita atau biasa disebut seorang samurai yang bernama Azumi. Ia sejak kecil tinggal bersama guru dan sembilan orang sahabatnya. Mereka

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu

Bab 1. Pendahuluan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA Pada 11 September 2001, saya melihat wajah Islam yang sebenarnya. Saya melihat kegembiraan di wajah bangsa kami karena ada begitu banyak orang kafir yang dibantai dengan mudahnya...saya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kedatangan Para Misionaris Portugis 1.1.1.1Zaman Momoyama Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai mencoba menanamkan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI A. Kebudayaan Jepang 1. Budaya Jepang Kebudayaan di Jepang telah banyak perubahan dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara ini, Jomon, sampai kebudayaan kini,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1 kata siasat dapat berarti muslihat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1 kata siasat dapat berarti muslihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1 kata siasat dapat berarti muslihat dan cara berperang, atau cara bekerja; cara melakukan sesuatu; metode. Jadi siasat tempur di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh orang Jepang, dengan bahasa Jepang, sesuai dengan gaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh orang Jepang, dengan bahasa Jepang, sesuai dengan gaya yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Kata komik diterima secara umum untuk menyebut sastra gambar (Bonneff, 1998:9). Menurut Gravett (2004:8), manga adalah komik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis cerita anak-anak sekaligus penulis novel wanita terkenal dari negara Jepang yang bernama Tsuboi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( )

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( ) ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( 09.12.3843 ) Copyright 2011 Reza Fahlevi All Right Reserved SINOPSIS adalah seorang anak laki-laki dari pasangan Yusaku Matsuda dan dari desa kecil bernama Chikuya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan Tokugawa di Edo

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang

Bab 5. Ringkasan. Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang Bab 5 Ringkasan Semua orang selalu gemar menonton drama dan film. Pemilihan topik yang bervariasi dan menggugah hati orangpun bermunculan setiap saat. Menariknya jalan cerita dari film atau drama seri

Lebih terperinci

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI 3.1 Hak Politik dan Kekuasaan Samurai Pemerintah feodal Tokugawa yang mulai berkuasa sejak tahun 1600 sebagian besar terdiri dari kelas samurai,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS 0806394596 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? (Idul Adha)

Hari Raya Korban? (Idul Adha) Hari Raya Korban? (Idul Adha) Ini merupakan cerita yang terkenal pada saat Allah bertanya pada Abraham untuk mengorbankan anaknya. Juga merupakan cerita seorang anak muda yang dihukum mati oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan:

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan: Yesus menyatakan: Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata

Lebih terperinci

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi 1 Nadia Eliora Yuda Putri Bahasa Indonesia 7 13 September 2012 Pelarian Jauh Di Hutan Duarr! Bunyi ledakan bom tentara-tentara Jepang. Setelah ledakan pertama itu, orang-orang di desaku menjadi kalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

Taiko 1 - Tahun Temmon Kelima 1536(Taiko [10 Part Pocket Books - Indonesian] #1)

Taiko 1 - Tahun Temmon Kelima 1536(Taiko [10 Part Pocket Books - Indonesian] #1) Taiko 1 - Tahun Temmon Kelima 1536(Taiko [10 Part Pocket Books - Indonesian] #1) by Eiji Yoshikawa 573-2014 #Program BUBU Pertama kali dibeli dan dibaca pada bulan Januari 1994. "Sambil mengembara dan

Lebih terperinci

BAB 2 NOBUNAGA MUDA DAN USAHANYA UNTUK MENGUASAI PROVINSI MINO ( )

BAB 2 NOBUNAGA MUDA DAN USAHANYA UNTUK MENGUASAI PROVINSI MINO ( ) BAB 2 NOBUNAGA MUDA DAN USAHANYA UNTUK MENGUASAI PROVINSI MINO (1534-1567) 2.1 Masa Muda Nobunaga lahir di Istana Nagoya pada tahun 1534. Ia merupakan putra kedua dari Oda Nobuhide (1508-1549) yang merupakan

Lebih terperinci

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK KARAKTER YANG BAIK dan KARAKTER SEPERTI KRISTUS, apa bedanya? Oleh : G.I. Magdalena Pranata Santoso, D.Min. Pendahuluan Meskipun akhir-akhir ini semakin banyak orang tua

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

jumlah tentara FFL jauh lebih kecil dari jumlah tentara Sekutu dan tidak memadai untuk membebaskan Paris tanpa bantuan Sekutu.

jumlah tentara FFL jauh lebih kecil dari jumlah tentara Sekutu dan tidak memadai untuk membebaskan Paris tanpa bantuan Sekutu. BAB 5 KESIMPULAN Pembebasan Prancis merupakan sebuah proses yang terdiri dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah penyerangan ke Normandie yang memungkinkan Sekutu mendirikan pangkalan untuk mengatur pembebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni, karena itu sastra mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Seperti seni suara, seni lukis, seni pahat dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA Nama: ika Putri k Nim: 09.11.2577 Kelas: S1 TI 01 PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA Pada suatu hari terjadi perang antara rakyat Indonesia dengan Malaysia dikarenakan Malaysia sering kali merebut wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BIWA. pada masa itu sangat antusias mempelajari musik dari benua Asia. Musik

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BIWA. pada masa itu sangat antusias mempelajari musik dari benua Asia. Musik BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BIWA 2.1 Sejarah Biwa Musik dikenal masyarakat Jepang pada abad ke tujuh. Masyarakat Jepang pada masa itu sangat antusias mempelajari musik dari benua Asia. Musik tradisional

Lebih terperinci

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Tentang: MOBILISASI DAN DEMOBILISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bible Conference Yogyakarta Daniel. Hidup Bagi Allah di Bawah Tekanan Zaman

Bible Conference Yogyakarta Daniel. Hidup Bagi Allah di Bawah Tekanan Zaman Bible Conference Yogyakarta 2015 Daniel Hidup Bagi Allah di Bawah Tekanan Zaman Tekanan untuk Ikut Arus Bag. 1 Daniel adalah manusia bagi zamannya, yang dipakai Allah dengan luar biasa menjadi terang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran-pembayaran tanpa batas atas hutang ini disebut gimu. Gimu

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran-pembayaran tanpa batas atas hutang ini disebut gimu. Gimu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi bangsa Jepang, on merupakan rasa berhutang yang utama dan selalu ada dalam kehidupan manusia. Karena adanya rasa berhutang maka orang Jepang merasa berkewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung Shimabara, Kyushu. Sebagian besar pelaku dari gerakan ini adalah para petani dan ronin (samurai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menarik. Masyarakat Jepang sendiri terkenal memiliki sifat-sifat seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan menarik. Masyarakat Jepang sendiri terkenal memiliki sifat-sifat seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jepang dikenal sebagai negara yang maju dan berkembang pesat. Selain itu Jepang dikenal pula sebagai negara yang memiliki kebudayaan yang unik dan menarik. Masyarakat

Lebih terperinci

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Kisah ini mengajarkan dua hal: Pertama, bahwa setiap peperangan yang dikobarkan oleh rasa iri dan benci hanya akan menghancurkan semua

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

Pertentangan Akhir antara Kristus dan Setan adalah latar belakang di seluruh Alkitab. Hal ini terutama muncul dalam kitab Ayub. Pertentangan Akhir.

Pertentangan Akhir antara Kristus dan Setan adalah latar belakang di seluruh Alkitab. Hal ini terutama muncul dalam kitab Ayub. Pertentangan Akhir. Lesson 2 for October 8, 2016 Pertentangan Akhir antara Kristus dan Setan adalah latar belakang di seluruh Alkitab. Hal ini terutama muncul dalam kitab Ayub. Pertentangan Akhir. Pertentangan dimulai. Pertentangan

Lebih terperinci