KAJIAN IMPLIKASI PENETAPAN KEBIJAKAN NILAI TAMBAH UPGRADING BATUBARA UNTUK EKSPOR TERHADAP PENGUSAHAAN BATUBARA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IMPLIKASI PENETAPAN KEBIJAKAN NILAI TAMBAH UPGRADING BATUBARA UNTUK EKSPOR TERHADAP PENGUSAHAAN BATUBARA DI INDONESIA"

Transkripsi

1 KAJIAN IMPLIKASI PENETAPAN KEBIJAKAN NILAI TAMBAH UPGRADING BATUBARA UNTUK EKSPOR TERHADAP PENGUSAHAAN BATUBARA DI INDONESIA Oleh: TIM KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Drs. Bambang Yunianto Dr. Ir. Binarko Santoso Drs. Sudjarwanto Prof. Dr. Datin Fatia Umar Gandhi Kurnia Hudaya, S.T. Ir. Darsa Permana Endang Mulyani, ST Sahli PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BALITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2011

2 Lembar Pengesahan Mengetahui/Menyetujui: Koordinator Pelaksana Litbang Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Bandung, Desember 2011 Pengusul, Ir. Suganal Drs. Bambang Yunianto NIP NIP Mengesahkan: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Mengetahui Kepala Bidang Program, Hadi Nursarya, M.Sc. Drs. Ridwan Saleh NIP NIP ii

3 Kata Pengantar Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 mengamanatkan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Dalam penetapan kebijakan nilai tambah batubara akan dikenakan pada batubara kalori rendah yang wajib lebih dulu dinaikan kalorinya untuk dijual ekspor dengan teknologi upgrading. Batubara kalori rendah banyak diusahakan untuk ekspor, karena segmen pasar batubara jenis ini di luar negeri (ekspor) cukup luas, tapi tidak ada nilai tambahnya. Sementara, secara teknologi upgrading batubara kalori rendah (seperti UBC, Geo Coal, dan lainnya) belum ada yang proven. Hal ini yang melatarbelakangi Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara melakukan Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor terhadap Pengusahaan Batubara di Indonesia. Kajian ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis penetapan nilai tambah upgrading batubara untuk ekspor dan memperkirakan implikasinya/dampak terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. Kajian ini diharapkan menghasilkan saran dan masukan bagi Kebijakan Kementerian ESDM mengenai Peningkatan Nilai Tambah Batubara yang didasarkan kepada prinsip-prinsip yang saling menguntungkan (win win solution) bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pertambangan batubara. Atas dukungan semua pihak diucapkan terima-kasih. Bandung, Desember 2011 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Ir. Hadi Nursarya, M.Sc. iii

4 Ringkasan Latar belakang Kegiatan ini dilakukan adalah adanya amanat UU No. 4/ 2009 dan PP No. 23/ 2010 mengenai peningkatan nilai tambah minerba (aspek kebijakan). Sementara itu, teknologi upgrading batubara kalori rendah (seperti UBC, Geo Coal, dan lainnya) belum proven (aspek teknologi). Batubara kalori rendah banyak diusahakan untuk ekspor, karena segmen pasar batubara kalori rendah di luar negeri (ekspor) cukup luas, tapi tidak ada nilai tambahnya (aspek pasar ekspor dan aspek penerimaan negara). Penetapan upgrading batubara kalori rendah untuk ekspor akan mendorong terjadi stok batubara dalam negeri yang berlebih, sebagai akibat terkena dampak pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara ini (aspek pasar dalam negeri). Pada tingkat produksi saat ini, tanpa ada pengendalian produksi dan konservasi sumberdaya dan cadangan batubara, maka sumberdaya dan cadangan batubara akan habis dan tidak dapat mendukung kebijakan bauran energi, yang pada tahun 2050 semakin besar perannya (aspek konservasi sumberdaya batubara). Belum adanya dukungan litbang kajian kebijakan pengusahaan upgrading batubara kalori rendah yang dapat dijadikan pedoman yang mendukung perumusan kebijakan nilai tambah batubara kalori rendah (aspek litbang kebijakan nilai tambah upgrading). Karena itu, perlu dilakukan kajian yang dapat memberi masukan terhadap akan diberlakukannya kebijaksanaan tersebut. Maksud kegiatan ini adalah melakukan identifikasi dan analisis terhadap penetapan nilai tambah upgrading batubara untuk ekspor dan memperkirakan implikasinya/dampak terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. Tujuannya memberikan masukan kepada Kementerian ESDM cq Ditjen Mineral dan Batubara dalam rangka menetapkan spesifikasi batubara bagi keperluan ekspor sebagai ketentuan nilai tambah batubara yang mampu diterima oleh pemangku kepentingan dan rumusan penyelesaian permasalahan pengusahaan yang akan timbul akibat ketetapan kebijakan tersebut. Sedangkan, sasaran kegiatan adalah: a) Diketahui faktor-faktor pendukung kebijakan nilai tambah upgrading batubara untuk eskpor; b) Diketahui dampak yang akan terjadi atas pemberlakuan kebijakan nilai tambah upgrading batubara kalori rendah terhadap pengusahaan batubara di Indonesia, c) Dapat dirumuskan masukan kebijakan pengusahaan upgrading batubara untuk ekspor; d) Dapat dirumuskan pemecahan masalah (problem solving) yang akan terjadi sebagai dampak pemberlakuan kebijakan nilai tambah upgrading batubara untuk ekspor terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. Indonesia memiliki sumberdaya batubara 104 milyar ton dengan cadangan 23,4 milyar ton, menempatkan sumberdaya batubara Indonesia pada urutan ke-14 di dunia. Dengan tingkat produksi tahun 2010 sebesar 275 juta ton dan tahun 2011 ditargetkan mencapai 325 juta ton dengan ekspor sekitar 170 juta ton menempatkan Indonesia sebagai negara produsen ke-2 setelah Australia. Sementara pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri tahun 2010 hanya mampu dipenuhi sebesar 72 juta ton. Karena itu, penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara dipastikan akan berdampak luas terhadap perkembangan usaha di bidang pertambangan batubara di Indonesia. Peningkatan nilai tambah batubara selain melalui upgrading batubara, juga dapat dilakukan melalui proses pencairan batubara, gasifikasi batubara, CWM, kokas, dan karbon aktif. Disadari bahwa selain berdampak positif, penerapan kebijakan peningkatan nilai iv

5 tambah batubara juga memunculkan implikasi/ dampak negatif yang cukup besar. Implikasi/dampak pemberlakuan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara terhadap pengusahaan batubara yang krusial terutama aspek teknologi upgrading batubara yang belum proven, legal perizinan yang telah disepakati, infrastruktur, dan energi, karena itu perumusannya didasarkan kepada prinsip-prinsip saling menguntungkan (win win solution) bagi seluruh pemilik kepentingan pertambangan batubara. Karena itu, pemerintah perlu melakukan perbaikan berbagai tatanan yang diperkirakan akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut, mulai dari penyederhanaan prosedur, insentif, peningkatan koordinasi di antara berbagai instansi terkait, revisi peraturan perundang-undangan, dan lain-lain. Penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara merupakan bagian dari perubahan paradigma dari negara penghasil material kasar/wantah dan konsentrat (barang setengah jadi) menjadi negara penghasil barang setengah jadi dan barang jadi. Untuk itu diperlukan upaya yang maksimal, tidak hanya harus dilakukan oleh perusahaan, tetapi juga dari pemerintah sendiri. Perlu disadari bahwa keberhasilan dalam merealisasikan program peningkatan nilai tambah batubara akan sangat menguntungkan kepada negara; bukan semata-mata pemerintah yang akan menikmatinya, tetapi juga perusahaan dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Tantangan terbesar yang kini dihadapi dalam peningkatan nilai tambah batubara adalah perlunya jaminan terhadap keberlangsungan investasi terlebih investasi di bidang pertambangan relatif sangat besar dengan risiko tinggi, sehingga investor merasa nyaman (secure) dalam menjalankan usahanya. Dalam konteks yang sama, selama pola pikir birokrat berorientasi pada peningkatan pendapatan negara/daerah dalam jangka pendek (instan), selama itu peningkatan nilai tambah batubara sulit untuk berjalan mulus. Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Batubara merupakan amanat UU No. 4/ 2009, secara legal aspek harus dilaksanakan. Dengan waktu yang sangat terbatas (2 tahun), kebijakan tersebut sangat rentan untuk dapat diterapkan, tapi jika tidak mungkin, apakah perlu diambil solusi dengan pentahapan yang berarti melanggar UU No.4/2009. Jika tidak mau dianggap melanggar, berarti UU No.4/2009 perlu direvisi. Untuk mendukung kebijakan tersebut direkomendasikan/ disarankan untuk melakukan; a) pengendalian produksi batubara, dan produksi didorong untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; b) perumusan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara didasarkan prinsipprinsip saling menguntungkan (win win solution); c) Litbang teknologi upgrading batubara, dan teknologi lainnya yang memberi nilai tambah perlu didorong ke arah tahap komersial (proven), d) Infrastruktur (transportasi dan energi) perlu didorong perkembangannya agar mendukung kebijakan peningkatan nilai tambah batubara, dan e) kebijakan peningkatan nilai tambah dilaksanakan secara bertahap, f) Penciptaan iklim investasi yang kondusif dan jaminan kepastian hukum, melalui pemberian insentif dan dukungan lembaga keuangan serta efektivitas Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria peraturan di tingkat Pusat, g) Peningkatan koordinasi dan harmonisasi kebijakan/peraturan: Lintas sektor/antarkementerian, Pemerintah Pusat dan Daerah Asosiasi Pengusaha sektor ESDM, dan Pelaku Usaha/IUP/KK/PKP2B, h) Intensifikasi kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan sumber daya dan cadangan mineral dan batubara, i) Pemutakhiran sistem informasi pertambangan terpadu, j) Peningkatan peran lembaga litbang, meliputi: Efisiensi proses pengolahan/pemurnian mineral dan batubara, Validasi teknologi baru dan belum teruji, dan Alih teknologi fan inovasi., k) Peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral. v

6 vi

7 DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii RINGKASAN... iv DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix vi BAB 1. PENDAHULUAN... I Latar Belakang... I Ruang Lingkup Kegiatan... I Tujuan... I Sasaran... I Lokasi Kegiatan... I 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... II Kebijakan Nilai Tambah Batubara untuk Ekspor... II Tinjauan Teknologi Upgrading... II Teknologi UBC... II Teknologi Geo Coal... II Teknologi Upgrading Lainnya... II Kebijakan Bauran Energi... II 9 BAB 3. METODOLOGI... III Pendekatan Metodologi... III Pelaksana Kegiatan... III Anggaran Kegiatan... III Peralatan Kegiatan... III Pelaksanaan Kegiatan... III Indikator Kinerja... III 2 BAB 4. KONDISI PERBATUBARAAN NASIONAL... IV Gambaran Umum... IV Cadangan dan Kualitas Batubara... IV Sistem Operasi dan Produksi Batubara... IV Prediksi Kebutuhan Batubara Domestik dan Ekspor... IV Kondisi Infrastruktur dan Pelabuhan Batubara... IV Kondisi Pengusahaan Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan... IV PT. Arutmin Indonesia... IV PT. Adaro Indonesia... IV Kondisi Pengusahaan Batubara di Provinsi Jambi... IV PT. Intirta Primasakti... IV 16 vii

8 PT. Karya Bumi Baratama... IV PT. Nan Riang... IV PT. Titan Mining Indonesia... IV Pengusahaan Stockpile Batubara di Jawa... IV 20 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN... V Pandangan Pemilik Kepentingan... V Daerah Produsen Batubara... V Daerah Stockpile Batubara... V Produsen Batubara di Provinsi Kalsel... V Produsen Batubara di Provinsi Jambil... V Identifikasi Permasalahan... V Faktor-Faktor Pendukung Kebijakan.... V Faktor-Faktor Kendala Kebijakan... V Implikasi/Dampak Positif dan Negatif... V Pembahasan... V Nilai Tambah Batubara.. V Kendala... V Alternatif Pemecahan dan Tindak Lanjut... V 25 BAB 6. PENUTUP... VI Kesimpulan... VI Rekomendasi/ Saran... VI 1 DAFTAR PUSTAKA... P 1 viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Bagan Alir Proses UBC... II 3 Gambar 2.2. Proses Produksi Geo-Coal... II 4 Gambar 2.3. Status dan Prediksi Bauran Energi... II 9 Gambar 4.1. Lokasi Tambang dan Pelabuhan Batubara Utama... IV 1 Gambar 4.2. Peta Kegiatan Pertambangan Batubara di Kalsel... IV 10 Gambar 4.3. Sebaran Cadangan Tambang Asam-asam PT Arutmin Indonesia... IV 11 Gambar 4.4. Area Kerja dan Pelabuhan Muat Tambang... IV 12 Gambar 4.5. Lokasi Tambang PT. Adaro Indonesia.... IV 14 Gambar 4.6. Pabrik Pengeringan Batubara PT. Titan Mining Indonesia... IV 20 Gambar 4.7. Teknologi Proses Pengeringan Batubara PT. Titan Mining Indonesia. IV 20 ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Ringkasan Indikator Finansial UBC... II 4 Tabel 3.1. Daftar Personil dan Jabatan Tim... III 1 Tabel 3.2. Biaya Kegiatan Tim... III 2 Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan... III 4 Tabel 4.1. Sumberdaya dan cadangan batubara... IV 2 Tabel 4.2. Sumber Daya Batubara... IV 3 Tabel 4.3. Jumlah Produksi Batubara... IV 4 Tabel 4.4. Realisasi Produksi dan Penjualan Batubara... IV 4 Tabel 4.5. Jumlah Tambang... IV 5 Tabel 4.6. Kebutuhan Batubara Dalam Negeri... IV 5 Tabel 4.7. Realisasi Ekspor Batubara Indonesia... IV 6 Tabel 4.8. Prediksi Produksi, Kebutuhan Domestik,dan Ekspor... IV 6 Tabel 4.9. Pelabuhan-pelabuhan Batubara di Indonesia... IV 7 Tabel 4.10 Daftar Izin KK di Prov. Kalimantan Selatan... IV 8 Tabel 4.11 Daftar Izin PKPK2B di Prov. Kalimantan Selatan... IV 9 Tabel 4.12 Cadangan Tambang Asam-asam, PT. Arutmin Indonesia... IV 11 Tabel 4.13 Kualitas Batubara Tambang Asam-asam, PT. Arutmin Indonesia... IV 13 Tabel 4.14 Produksi PT. Adaro Indonesia... IV 15 Tabel 4.15 Sebaran Cadangan Batubara di Provinsi Jambi... IV 16 Tabel 4.16 Data Produksi/Penjualan Batubara di PRov. Jambi... IV 17 Tabel 4.17 Biaya Coal Driyng Batubara PT, Titan Mining Batubara... IV 19 Tabel 4.18 Daftar Usaha Briket Batubara di Kabupaten Cirebon... IV 21 Tabel 5.1. Kebutuhan Batubara Domestik Indonesia Tahun V 17 Tabel 5.2. Peningkatan Nilai Tambah Batubara dari Wantah... V 20 Tabel 5.3. Proyeksi Dampak Pembatasan Kalori... V 20 Tabel 5.4. Perhitungan Nilai Tambah Batubara... V 21 Tabel 5.5. Peningkatan Nilai Tambah Batubara... V 21 x

11 xi

12 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1) Amanat UU No. 4/ 2009 dan PP No. 23/ 2010 peningkatan nilai tambah minerba (aspek kebijakan). 2) Teknologi upgrading batubara kalori rendah (seperti UBC) belum proven (aspek teknologi). 3) Batubara kalori rendah banyak diusahakan untuk ekspor, karena segmen pasar batubara kalori rendah di luar negeri (ekspor) cukup luas, tapi tidak ada nilai tambahnya (aspek pasar ekspor dan aspek penerimaan negara). 4) Penetapan upgrading batubara kalori rendah untuk ekspor akan mendorong terjadi stok batubara dalam negeri yang berlebih, diperkirakan ada 40% yang terkena dampak pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara ini (aspek pasar dalam negeri). 5) Pada tingkat produksi saat ini, sumberdaya/cadangan batubara (tidak termasuk di hutan lindung), diperkirakan akan habis dalam 20 tahun, jadi tidak dapat mendukung program bauran energi sampai 2050 (aspek konservasi sumberdaya batubara). 6) Belum adanya analisis ekonomi yang bisa menjelaskan berapa keuntungan perusahaan dan berapa nilai tambah maupun penerimaan negara dalam proses upgrading batubara kalori rendah pada tiap tingkatan kenaikan kalori, formula yang tepat pengusahaan vs nilai tambah/ penerimaan Negara (aspek bisnis dan nilai tambah). 7) Belum adanya dukungan litbang kajian kebijakan pengusahaan upgrading batubara kalori rendah yang dapat dijadikan pedoman yang mendukung perumusan kebijakan nilai tambah batubara kalori rendah (aspek litbang kebijakan nilai tambah upgrading) 1.2 Ruang Lingkup Kegiatan (tidak perlu dlm satu Bab tersendiri mjd Program Keg) 1) Identifikasi dan Analisis Sumberdaya Batubara 2) Identifikasi dan Analisis Teknologi dan Pengusahaan Upgrading 3) Identifikasi dan Analisis Nilai Tambah dan Penerimaan Negara 4) Identifikasi dan Analisis Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. 1I -

13 Pendahuluan 5) Identifikasi dan Analisis Implikasi/ Dampak Kebijakan 6) Pemecahan Masalah Pengusahaan Batubara 7) Perumusan Masukan Kebijakan 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud: Melakukan identifikasi dan analisis terhadap penetapan nilai tambah upgrading batubara untuk ekspor dan memperkirakan implikasinya/dampak terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. Tujuan: Memberikan masukan kepada Kementerian ESDM cq Ditjen Mineral dan Batubara dalam rangka menetapkan spesifikasi batubara bagi keperluan ekspor sebagai ketentuan nilai tambah batubara yang mampu diterima oleh pemangku kepentingan dan rumusan penyelesaian permasalahan pengusahaan yang akan timbul akibat ketetapan kebijakan tersebut. 1.4 Sasaran 1) Diketahui faktor-faktor pendukung kebijakan nilai tambah upgrading batubara untuk eskpor. 2) Diketahui dampak yang akan terjadi atas pemberlakuan kebijakan nilai tambah upgrading batubara kalori rendah terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. 3) Dapat dirumuskan masukan kebijakan pengusahaan upgrading batubara untuk ekspor. 4) Dapat dirumuskan pemecahan masalah (problem solving) yang akan terjadi sebagai dampak pemberlakuan kebijakan nilai tambah upgrading batubara untuk ekspor terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. 1.5 Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di Jakarta, Kabupaten Cirebon (Jawa Barat), Provinsi Banten, Kalimantan Selatan, dan Jambi. Survei lapangan yang dilakukan di Pulau Jawa, yaitu: Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. 2I -

14 Pendahuluan 1) Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat untuk inventarisasi dan bahan analisis tentang perusahaan stock pile batubara serta pilot plant UBC. 2) Provinsi Banten untuk inventarisasi data dan bahan analisis tentang perusahaan stock pile batubara dan pengembangan teknologi upgrading batubara model geo coal. Sedangkan survei lapangan yang dilakukan di luar Pulau Jawa meliputi: 1) Provinsi Kalimantan Selatan, PT. Adaro Indonesia dan PT. Arutmin Indonesia untuk inventarisasi data pengusahaan batubara sebagai bahan analisis tentang implikasi kebijakan penetapan nilai tambah batubara untuk ekspor terhadap pengusahaan batubara kalori rendah. 2) Provinsi Jambi untuk inventarisasi data pengusahaan batubara sebagai bahan analisis tentang implikasi kebijakan penetapan nilai tambah batubara untuk ekspor terhadap pengusahaan batubara kalori rendah. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. 3I -

15 Tinjauan Pustaka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Nilai Tambah Batubara untuk Ekspor Penggantian Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 (UU No.11/1967) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan oleh UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dipastikan dapat mengubah paradigma tentang pengusahaan minerba yang berlangsung selama ini. Selain berbagai perubahan pengelolaan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, ada satu hal pokok yang perlu digarisbawahi, yaitu tentang peningkatan nilai tambah. Sesuai pasal 95 huruf c dan pasal 102 UU No.11/2009, setiap pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara di dalam negeri. Selanjutnya pasal 94 dan pasal 95 Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, mengamanatkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah, baik secara langsung maupun kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Sehubungan dengan upaya peningkatan nilai tambah minerba tersebut, ada dua hal yang patut mendapat perhatian: Pertama, sesuai pasal 170 UU No.4/2009, bagi pemegang Kontrak Karya yang sekarang sedang beroperasi (existing), pemerintah memberi kesempatan untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU No.4/2009 disahkan; Kedua, peningkatan nilai tambah dilakukan secara bertahap, baik produk hasil tambang maupun jangka waktunya. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan perlunya dipersiapkan prasarana dan sarana, seperti ketersediaan teknologi, permodalan, infrastruktur, keekonomian, risiko, dan payung hukum, sehingga upaya peningkatan nilai tambah dapat berhasil. Peningkatan nilai tambah secara mendadak dan dalam jangka waktu yang cepat, dikhawatirkan dapat berdampak buruk bagi pengembangan pertambangan minerba di tanah air, karena Indonesia dianggap tidak lagi menarik bagi investor, terutama investor asing, yang notabene masih diperlukan oleh Indonesia. Untuk itu perlu disusun roadmap peningkatan nilai tambah dari masing-masing mineral atau batubara. Menyikapi ketentuan tentang peningkatan nilai tambah minerba, paling tidak, terdapat lima alasan pentingnya dilakukan peningkatan nilai tambah, yaitu untuk: 1) Optimalisasi konservasi sumber daya mineral dan batubara; 2) Memenuhi kebutuhan bahan baku (feed) industri domestik; 3) Memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional; Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 1-

16 Tinjauan Pustaka 4) Menghasilkan efek berantai yang signifikan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik; 5) Memicu pengembangan sektor hilir (industri). Dalam perkembangan pembahasan Rancangan Permen Kementerian ESDM, peningkatan nilai tambah batubara untuk dapat dijual ke luar negeri wajib diproses melalui upgrading dengan batasan kalori tertentu. Penetapan nilai tambah batubara yang harus wajib diolah dengan upgrading dengan batasan minimum yang masih diperdebatkan menjadi polemik yang tidak menentu, terkait beberapa persoalan, seperti; teknologi upgrading yang belum proven, sementara segmen pasar ekspor untuk batubara kalori rendah cukup luas, banyaknya izin pertambangan batubara eksisting yang mengusahakan batubara kalori rendah (sekitar 40%), implementasi kebijakan DMO batubara yang belum optimal, konservasi sumberdaya batubara untuk menopang kebijakan bauran energi sampai tahun 2050, dan lainnya. Bertolak dari berbagai persoalan tersebut maka bila kebijakan nilai tambah batubara benar-benar akan diberlakukan tentu akan menimbulkan berbagai dampak terhadap pengusahaan batubara di Indoensia, seperti: 1) dalam pengusahaan upgrading teknologinya belum proven, 2) kemungkinan produk batubara kalori rendah berlebih di dalam negeri karena ketidakmampuan/ keengganan mengusahakan upgrading, 3) kebutuhan batubara dalam negeri yang masih belum terukur (data industri pemakai), 4) berapa nilai tambah dari upgrading batubara, dan 5) tingkat produksi dan tingkat ekspor yang sesuai asas konservasi sumberdaya batuabra. Oleh karena itu, berbagai persoalan pengusahaan batubara di Indonesia yang akan timbul sebagai implikasi atas diberlakukannya kebijakan nilai tambah melalui upgrading batubara kalori rendah untuk ekspor perlu diidentifikasi dan dicarikan solusinya Teknologi Upgrading Teknologi upgrading merupakan proses peningkatan nilai kalori batubara peringkat rendah menjadi batubara dengan nilai kalor lebih tinggi melalui penurunan kadar dalam batubara tersebut. Ada tiga proses utama upgrading, yaitu evaporative drying, pyrolysis dan Non-evaporative (under pressure). Evaporative drying ditujukan untuk mengurangi kandungan air bebas pada batubara bituminus dan teknologi ini sudah komersil di beberapa negara. Pyrolysis dilakukan dengan memanaskan tanpa udara batubara kalori rendah pada temperature ºC Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 2-

17 Tinjauan Pustaka untuk menghasilkan char, gas dan cairan (minyak berat). Sedangkan nonevaporative (under pressure)dilakukan pemanas pada temperatur o C dengan tekanan tertentu. Salah satu contohnya adalah teknologi UBC. Secara komersial, baik di Indoensia maupun di luar negeri teknologi upgrading ini belum ada yang mengusahakan, jadi secara bisnis pertambangan teknologi ini belum proven. Oleh karena itu, dalam kajian ini akan coba dikaji juga beberapa teknologi upgrading batubara kalori rendah yang sedanga dikembangkan di Indonesia Teknologi UBC Pada UBC prosesnya sangat sederhana, dilakukan dengan mencampurkan batubara, minyak residu dan minyak tanah, kemudian dipanaskan pada temperatur C C dengan tekanan 250 kpa 350 kpa. Penambahan minyak residu diperlukan untuk menjaga kestabilan kadar air bawaan batubara pasca proses. Sedangkan minyak tanah diperlukan sebagai media dalam proses. Produk UBC, berupa serbuk dan briket adalah sangat baik dan tidak menyerap air kembali setelah mencapai kondisi stabil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekmira), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan Japan Energy Coal Centre/JCOAL, Kobe Steel Ltd., dan Sojitz Corporation (Jepang) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berhasil membangun, mengoperasikan dan mengembangkan pilot plant UBC di Palimanan, Cirebon. Pilot plant UBC di Palimanan ini merupakan pilot plant pertama di dunia, sehingga keberadaannya menjadi sangat penting dan strategis. Pilot plant UBC Palimanan dengan kapasitas 5 ton perhari terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu proses, peralatan pendukung dan sistem kontrol. Peralatan pada bagian proses UBC dibagi menjadi 5 seksi (section) utama, yaitu seksi 100 penggerusan/ penyiapan batubara (coal preparation), seksi 200 penghilangan air (slurry dewatering), seksi 300 pemisahan batubara dengan minyak (coal-oil separation), seksi 400 pengeringan batubara (oil recovery/rotary steam tube dryer) dan seksi pembriketan (briquetting), seperti terlihat pada Gambar 2.1. Sedangkan fasilitas yang terdapat pada bagian pendukung terdiri dari boiler, generator nitrogen, kompresor udara, suplai air dingin dan generator listrik untuk keperluan darurat. Semua kegiatan proses pengujian dan peralatan pendukung dipandu dari sistem kontrol. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 3-

18 Tinjauan Pustaka Gambar 2.1. Bagan alir proses UBC Berdasarkan analisa kelayakan usaha yang memperhitungkan aspek finansial berdasarkan studi pustaka, yang dilakukan Puslitbang tekmira, pembangunan pabrik komersial UBC termasuk dengan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara berkapasitas 14,6 MW dengan menggunakan batubara Mulia sebagai batubara wantah menghasilkan discount factor 6%, NPV US$ 2,37 juta, IRR 6,5 %, ROI 10, 58 % dan Payback period 9,45 tahun. Keseluruhan indikator financial menunjukkan bahwa proyek ini layak secara finansial. Mengeai ringkasan seluruh perhitungan indikator finansial serta kesimpulan layak-tidaknya proyek pembangunan pabrik UBC dengan menggunakan batubara Mulia sebagai batubara wantah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Ringkasan Indikator Finansial UBC No Parameter Hasil Perhitungan Kriteria Layak Keputusan 1 NPV US$ 2,37 juta NPV > 0 Layak 2 IRR 6,5 % IRR > 6 % Layak 3 ROI 10,58 % ROI > 10,5 % Layak 4 PBP 9,45 tahun PBP < 15 tahun Layak Sumber: Puslitbang tekmira, Teknologi Geo Coal Geo-Coal (akronim dari Genetically Engineering Organic) adalah teknologi yang diciptakan oleh Ir. Harsudi Supandi dan saat ini telah dimiliki bersama-sama dengan PT Total Sinergy International (TSI). TSI adalah perusahaan kerjasama antara Agritrade International Pte Ltd, WSJ International Shd Bhd dan PT. Nusa Galih Nusantara. Mengenai proses produksi geo coal dapat dilihat pada Gambar 2.2. Keunggulan teknologi Geo-Coal : 1) Manfaat : a) Meningkatkan nilai kalori tanpa dibriket b) Mengurangi moisture c) Dapat mengontrol HGI hingga menjadi lebih keras, di atas 80 Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 4-

19 Tinjauan Pustaka d) Mengurangi Volatile Matter e) Meningkatkan Ash Fusion Temperatures 2) Produk yang dihasilkan a) TM : <10% b) Nilai kalori : 5,300 7,900 kcal/kg 3) Kapasitas produksi : satu modul unit adalah ton/tahun. 4) Batubara masukan adalah batubara gerus dengan ukuran +5 50mm untuk semua jenis batubara. 5) Waktu Proses Upgrading : < 30 menit. Gambar 2.2. Proses Produksi Geo-Coal BATUBARA ROM DARI TAMBANG PENGGERUSAN Batubara digerus hingga ukuran mm PENGERINGAN Udara panas dari burner gasifikasi menghilangkan uap air pada batubara PROSES SETTING Modifikasi nilai HGI (Hardgrove Grindability Indeks), suhu ash fusion dan mengurangi zat terbang pada batubara. PENDINGINAN Mendinginkan produk hasil upgrading. PRODUK GEO COAL: Geo-Lite, Geo-Hi, Geo-Met Data Keekonomian : Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 5-

20 Tinjauan Pustaka 1) Biaya Investasi : US$ juta untuk kapasitas produksi 1 juta ton/tahun tergantung lokasinya dekat dengan infrastuktur atau tidak. 2) Biaya operasional upgrading : US$ 5/ton 3) Waktu pembuatan pabrik : sekitar 6 bulan 4) Pay back Period : < 1 tahun Produk Geo Coal dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu : 1) Geo-Lite : Nilai kalori 4,800 5,700 kcal/kg 2) Geo-Hi : nilai kalori 5,700-6,800 kcal/kg 3) Geo-Met : nilai kalori > 6,800 kcal/kg Proyek yang dilakukan oleh PT. TSI : 1) Memasang Geo Coal Technology di Tamiang (PT. Rimau Indonesia) dengan kapasitas 500 ribu ton. 2) TSI dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah bekerja sama untuk menggunakan teknologi Geo-Coal pada salah satu pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia yaitu di PLTU 2x300 MW di Labuan, Banten. Unit itu memiliki kapasitas 1,5 juta ton/tahun dan ditargetkan dapat dikomisioning mulai Agustus Teknologi Geo-Coal dinilai dapat meningkatkan (upgarding) kalori batubara rendah menjadi batubara dengan kadar kalori lebih tinggi 50%-100%. Harsudi Supandi, Direktur Utama Total Sinergy International, pemilik hak paten Teknologi Geo-Coal, mengatakan teknologi ini telah diujicobakan pada proyek pembangkit listrik di Labuan, Banten. Di pembangkit listrik berkapasitas 2X300 megawatt itu, Total Sinergy melakukan konstruksi teknologi Geo-Coal sejak November 2010 dan ditargetkan selesai Agustus. Setelah melakukan commissioning selama satu bulan, selanjutnya akan diuji untuk mendapatkan sertifikasi yang sudah didaftarkan oleh Drew & Napier. Investasi tahap awal untuk proyek tersebut sebesar Rp 20 miliar. Total kapasitas untuk pengeringan (drying) mencapai 1,2 juta ton per tahun, sedangkan untuk peningkatan kualitas batubara hanya 250 ribu ton per tahun. Pihak PLN, saat dikonfirmasi membenarkan pihaknya menggunakan teknologi tersebut untuk pembangkit berbahan bakar batubara di Labuan. Namun, dia belum mengetahui efektifitas teknologi tersebut terhadap kalori batubara yang digunakan untuk pembangkit Labuan. Pembangkit tersebut mendapat pasokan batubara antara lain dari PT. Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk dan PT Kideco Jaya Agung, anak usaha PT Indika Energi Tbk. Teknologi Geo Coal yang dikembangkan Harsudi pada dasarnya merupakan proses meningkatkan kalori batubara peringkat rendah. Proses peningkatan tersebut dilakukan melalui beberapa tahap, meliputi persiapan, penghancuran batubara, pengeringan, setting, dan berakhir dengan pendinginan. Dalam proses Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 6-

21 Tinjauan Pustaka penghancuran, batubara diubah menjadi ukuran lebih kecil, antara 5 cm-50 cm. Sementara pada proses pengeringan, kadar air dalam batubara peringat rendah dikurangi dengan menggunakan gassification burner. Setelah proses ini, kadar air dinilai bisa berkurang 60-80%. Pengurangan kadar kelembaban pada batubara dapat menghemat biaya transportasi karena volume air pada batubara tidak perlu diangkut karena kadar airnya berkurang secara signifikan. Proses selanjutnya adalah setting yang menjadi inti dari proses upgrading. Dalam proses ini, dilakukan modifikasi gabungan dari Hardgrove Grindability Index, konten materi yang mudah terbakar dan debu atau ash dari batubara. Proses peningkatan batubara yang dilakukan lewat teknologi Geo-Coal bisa mempertahankan kadar sulfur dan ash tetap rendah sehingga batubara yang dihasilkan nantinya lebih ramah lingkungan. Batubara yang kualitasnya sudah ditingkatkan memiliki harga jual lebih tinggi, sehingga dapat memberikan kenaikan keuntungan bagi produsen batubara. Teknologi Geo-Coal juga menjaga tingkat kandungan tebu dan sulfur rendah dari batubara kualitas rendah. Pemanfaatan batubara jenis ini lebih ramah lingkungan. Teknologi Geo-Coal yang dikembangkan berbeda dengan proses upgrading lain, seperti Upgrade Brown Coal (UBC). Proses upgrading UBC intinya pada pengeringan dan briket. Dengan Geo Coal, upgrading batubara dinilai lebih efisien. Ongkosnya hanya US$ 10 juta per ton produk. Rational cost-nya US$ 4-US$5 per ton produk dalam skala besar Teknologi Upgrading lain Pada saat ini upgrading batubara peringkat rendah lebih ditujukan untuk menurunkan kadar air untuk dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar boiler pada pembangkit listrik, agar nilai kalori batubara tersebut meningkat. Dalam perkembangannya teknologi upgrading melalui penurunan kadar air juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah transportasi. Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free moisture) dan air bawaan (inherent moisture), sedangkan air total (total moisture) adalah seluruh air yang terkandung dalam batubara (as received = AR) atau jumlah air bebas dan air bawaan. Kandungan air dalam batubara, baik air bebas maupun air bawaan merupakan faktor yang merugikan karena memberikan pengaruh yang negatif terhadap biaya transportasi dan proses pembakarannya. Batubara dengan kadar air yang tinggi, akan mempunyai nilai kalori yang rendah. Apabila batubara tersebut digunakan sebagai bahan bakar, untuk mendapatkan jumlah kalori tertentu diperlukan jumlah batubara yang lebih besar dibandingkan dengan batubara yang berkalori tinggi. Penurunan kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Kadar air bebas dapat dikurangi secara efektif dengan cara mekanik, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan (proses pengeringan). Secara umum teknologi pengeringan terdiri atas: Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 7-

22 Tinjauan Pustaka 1) Proses pengeringan dengan penguapan; 2) Proses pirolisis; dan 3) Proses pengeringan tanpa penguapan (dengan tekanan). Proses pengeringan dengan penguapan, batubara dipanaskan baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menggunakan uap panas). Beberapa teknologi dengan cara ini seperti flash drying, rotary drum drying, steam tube drying, fluidized bed drying, swirl tube drying, solar drying, dan lain-lain telah diterapkan pada skala komersial dan terbukti efektif untuk menurunkan kadar air bebas batubara bituminus untuk meningkatkan nilai kalor (Couch, 1990). Dengan cara ini, air bawaan mempunyai kecenderungan untuk kembali terserap oleh batubara. Contoh teknologi ini yang sedang berkembang di Indonesia di antaranya adalah binderless coal briquetting (BCB) yang dikembangkan White Energy, Australia di Tabang, Kalimantan Timur, coal upgrading technology (CUT) yang dikembangkan oleh Alstom, USA di Kalimantan Timur, coal upgrading and briquetting (CUB), yang dikembangkan oleh PT Astra dan ITB di Rengat, Kalimantan Selatan, coal drying and briquetting (CDB) yang juga dikembangkan oleh tekmira sebagai teknologi upgrading alternatif selain UBC. Teknologi-teknologi tersebut terbukti efektif untuk menurunkan kadar air bebas dalam batubara. Proses pirolisis merupakan alternatif lain untuk meningkatkan kualitas batubara peringkat rendah termasuk penurunan kadar air bawaan. Dalam pirolisis atau karbonisasi, batubara (relatif) halus dipanaskan tanpa bantuan oksigen (suasana reduksi) pada suhu 430º C sampai 650º C. Sebagian besar air bawaan dan sebagian atau seluruh zat terbang dikeluarkan tergantung pada temperatur dan waktu tinggal. Produk pirolisis adalah char (semi kokas) berupa PDF (process derived fuel) dan CDL (coal derived liquid) yang berupa cairan. Char yang terbentuk mempunyai nilai kalor yang tinggi dan tidak akan menyerap kembali air yang telah dikeluarkan dan tidak mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya pembakaran spontan. Proses pengeringan tanpa penguapan dengan tekanan, di antaranya adalah Koppelman, hydro thermal drying (HTD) dan steam drying (SD). Proses Koppelman dilakukan pada suhu lebih dari 400 C, sedangkan hydro thermal /steam drying pada suhu antara 230 dan 350 C dan tekanan antara 6-12 MPa ( atm). Temperatur dan tekanan yang tinggi, menyebabkan terjadinya penguapan air bebas, air bawaan, tar, hidrogen, CO 2, CO dan hidrokarbon. Tar yang keluar dari batubara akan menutupi pori-pori permukaan batubara yang terbuka karena proses pemanasan, sehingga air yang telah dikeluarkan tidak dapat terserap kembali oleh batubara tersebut. Proses ini mampu menurunkan kadar air dalam batubara sekitar 50-87% dari kadar air awal (batubara wantah) dan meningkatkan nilai kalor sekitar 15 sampai 24% (Couch, 1990). Proses UBC merupakan salah satu teknologi pengeringan melalui proses pengeringan tanpa penguapan dengan tekanan. Dibandingkan dengan teknologi Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 8-

23 Tinjauan Pustaka upgrading lainnya yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu menurunkan kadar air bawaan dalam batubara, seperti Koppelman, HTD atau SD yang dilakukan pada temperatur di atas 275 C dan tekanan yang cukup tinggi >5,5 MPa (Baker, et al, 1986), proses UBC sangat sederhana karena temperatur dan tekanan yang digunakan lebih rendah. Teknologi ini dikembangkan oleh Kobe Steel Ltd. Jepang sebagai pengembangan dari pengolahan/persiapan batubara peringkat rendah untuk proses pencairan batubara dengan teknologi brown coal liquefaction (Deguchi, 2002). Proses UBC ditujukan untuk menurunkan kadar air dalam batubara, baik air bawaan maupun air bebas. Oleh karena itu, penambahan residu pada saat proses sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan kadar air, terutama air bawaan. Batubara hasil proses UBC mempunyai kualitas yang prima dan segmen pasar yang berbeda dengan teknologi-teknologi BCB, CUT, CUB, CDB dan lain-lain yang telah disebutkan sebelumnya yang hanya menurunkan kadar air bebas. Batubara hasil proses UBC lebih ditujukan untuk kepentingan ekspor. Pada proses CDB, batubara raw digerus menjadi ukuran dibawah 8 mm kemudian dikeringkan (dalam rotary dryer) sehingga kandungan air dalam batubara akan turun yang secara otomatis akan menaikkan nilai kalor batubara tersebut menjadi seperti batubara peringkat tinggi. Batubara kering dibriket tanpa menggunakan bahan perekat dengan memakai double roll briquette machine tekanan tinggi, berkisar MPa, sehingga berbentuk kompak dan memudahkan dalam penanganan transportasinya Kebijakan Bauran Energi Kebutuhan energi dunia sampai saat ini masih didominasi oleh bahan bakar fosil. Kondisi ini akan terjadi diperkirakan hingga beberapa dekade ke depan. Menurut IEA s World Energy Outlook tahun 2007, prediksi penggunaan bahan bakar fosil mencapai 88% atau sekitar 13,700 Mtoe dari total kebutuhan energi dunia pada tahun Hal yang sama terjadi pula di Indonesia. Kondisi ini terlihat dari penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas bumi dan batubara) yang cenderung menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data tahun 2005, sekitar 95% bauran energi (energy mix) nasional masih didominasi oleh bahan bakar fosil, sedangkan sisanya (5%) berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT), lihat Gambar 2.3. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 9-

24 Tinjauan Pustaka Tenaga Air 3.11% Geothermal, 1.32% Minyak, 51.66% Gas, 28.57% Batubara, 15.34% Optimasi management energi Dasar Hukum Peraturan Presiden No. 5/ 2006 Instruksi Presiden No. 2/2006 Gas, 30% Minyak, 20 % Biofuels, 5% Batubara, 33% EBT, 17% Geothermal, 5% Biomassa, Nuklir, Angin,air, matahari, CBM, 5% Pencairan Batubara, 2% Sumber: DESDM, 2009 Gambar 2.3. Status dan Prediksi Bauran Energi Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, berisi antara lain pengurangan peran bahan bakar fosil dari 95% menjadi 83% sejak 2005 hingga 2025 yang berarti peningkatan peran EBT dari 5% menjadi 17%. Dalam hal pengurangan bahan bakar fosil, peran minyak bumi diharapkan turun dari 54% menjadi 26%, sedangkan peran gas bumi dan batubara diharapkan meningkat masing-masing dari 27% menjadi 31% dan 14% menjadi 33%. Peningkatan pemanfaatan batubara ini terutama untuk menggantikan pembangkitan energi yang pada mulanya masih banyak tergantung pada bahan bakar minyak. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. II 10-

25 Metodologi BAB 3 METODOLOGI 3.1. Pendekatan Metodologi Untuk dapat mengkaji ruang lingkup masalah digunakan pendekatan metodologis multidisiplin ilmu. Pengumpulan data menggunakan beberapa teknik, antara lain: observasi, wawancara berpanduan (interview guide), dan dokumentasi. Inventarisasi data dilakukan melalui koordinasi dengan stakeholder di Jakarta maupun di daerah melalui survai ke lapangan untuk mendapatkan data yang akurat dan se-obyektif mungkin. Pengolahan data menggunakan skoring, tabulasi, dan kompilasi data yang dilakukan berdasarkan bidang kajian seperti yang telah ditentukan. Sedangkan dalam analisis data menggunakan teknik kompilasi, elaborasi dan deskriptif analitis Pelaksana Kegiatan Tenaga pelaksana meliputi tenaga ahli berbagai ilmu sesuai lingkup kajian, antara lain; ahli kebijakan, ahli sosial politik, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli kewilayahan, ahli sistem informasi, ahli Geologi, ahli pertambangan, ahli upgrading batubara, dan ahli lingkungan. Mengenai daftar tenaga ahli dan jabatan dalam tim lihat Tabel 3.1. Tabel 3.1. Daftar Personil dan Jabatan dalam Tim No Personil Tim Jabatan Dalam Tim 1 Ir. Hadi Nursarya, M.Sc. Penanggung jawab 2 Ir. Edwin Akhdiat Daranin, Koordinator Peneliti M.Sc. 3 Drs. Bambang Yunianto Ketua Tim, Peneliti Madya (Sosiolog) 4 Dr. Binarko Santoso Anggota Tim, Peneliti Madya (Ahli Geologi Batubara) 6 Endang Mulyani, ST Anggota Tim, Peneliti Muda (Ahli Tambang) 7 Sahli Anggota Tim, Pembantu Peneliti (Surveyor) 8 Heru Riyanto E.C., ST Anggota Tim, Pembantu Peneliti (Surveyor) 9 Drs. Sudjarwanto Anggota Tim, Peneliti Madya (Ahli Ekonomi) 10 Rochman Saefudin, ST Anggota Tim, Penelitti Muda (Ahli Ekonomi) 11 Umar Dani, ST Anggota Tim, Peneliti Madya (Ahli Kewilayahan) 12 Dr. Ir. Datin Fatia Umar, M.T. Anggota Tim, Penelitii Utama (Ahli UBC/ Upgrading Brown Coal) 13 Dr. Bukin Daulay, MSc Anggota Tim, Penelitii Utama (Ahli UBC/ Upgrading Brown Coal) 14 Gandhi K. Hudaya, ST Anggota Tim, Peneliti Muda (Ahli Teknik Industri) 15 Ir. Darsa Permana Anggota Tim, Peneliti Madya (Ahli Kebijakan) 16 Ir. Suganal Anggota Tim, Peneliti Madya (Ahli Batubara) 17 Tendi Rustendi, S.Si. M.Si. Anggota Tim, Peneliti (Ahli Sistem Informasi) Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 1

26 Metodologi 3.3. Anggaran Kegiatan Untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan anggaran sebesar Rp ,- yang dialokasikan untuk kegiatan dari tahap persiapan sampai tahap pelaporan. Anggaran berasal dari DIPA Puslitbang tekmira Tahun 2011 (Tabel 3.2) Peralatan Kegiatan Peralatan yang digunakan berupa: scanner, komputer, Alat Tulis, perlengkapan lapangan, seperti laptop, alat dokumentasi (kamera), perekam dan lainnya Pelaksanaan dan Jadwal Waktu Kegiatan Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui koordinasi dengan stakeholder di Jakarta maupun di daerah melalui survei lapangan sesuai ruang lingkup kegiatan yang sudah direncanakan. Pelaksanaan kegiatan akan diuraikan pada tiap tahapan, sedangkan mengenai jadwal secara detil dapat dilihat pada Tabel Persiapan Tahap persiapan meliputi kegiatan studi literatur, koordinasi tim, penyiapan peralatan, dan penyelesaian administrasi Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan berdasarkan data primer dan sekunder hasil studi literatur maupun survei lapangan. Pengolahan data menggunakan teknik tabelisasi, klasifikasi, elaborasi dan analisis deskriptif Penulisan Laporan Penulisan laporan didasarkan kepada analisis beberapa ahli sesuai tugas masingmasing Pencetakan Pencetakan laporan dilakukan terpusat oleh Bidang Program Puslitbang tekmira Indikator Kinerja Masukan (Input) Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 2

27 Metodologi Mengenai input kegiatan meliputi personil, anggaran, peralatan dan metode. Tenaga ahli yang melakukan kegiatan ini meliputi tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu yang terkait, seperti: ahli kebijakan, ahli sosiologi, ahli ekonomi, ahli kewilayahan, ahli geologi, ahli pertambangan, ahli batubara, dan surveyor. Tabel 3.2 Anggaran Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 3

28 Metodologi Lanjutan tabel 3.2 Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 4

29 Metodologi Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 5

30 Metodologi Anggaran yang diperlukan sebesar Rp yang dialokasikan untuk seluruh kegiatan dari persiapan, survei lapangan sampai pelaporan, antara lain: koordinasi Jakarta, survei lapangan, honor tidak tetap tenaga ahli, pengadaan bahan dan barang operasional lainnya. Peralatan yang digunakan meliputi scanner, komputer, dan perlengkapan lapangan, seperti laptok, alat dokumentasi, perekam dan lainnya. Metode penelitian yang digunakan menggabungkan penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk agar permasalahan teknis dan non teknis dapat dianalisis sebagai bagian yang utuh Keluaran (Output) Keluaran kegiatan ini berupa laporan utama: a) Laporan Utama Kajian Kebijakan Implikasi Pemberlakuan Peningkatan Nilai Tambah Batubara Kalori Rendah dengan Upgrading untuk Ekspor terhadap Pengusahaan Batubara di Indoensia. b) Ringkasan Eksekutif Kajian Kebijakan Implikasi Pemberlakuan Peningkatan Nilai Tambah Batubara Kalori Rendah dengan Upgrading untuk Ekspor terhadap Pengusahaan Batubara di Indoensia. c) Karya Ilmiah Kajian Kebijakan Implikasi Pemberlakuan Peningkatan Nilai Tambah Batubara Kalori Rendah dengan Upgrading untuk Ekspor terhadap Pengusahaan Batubara di Indoensia Hasil (Outcome) Hasil kegiatan ini adalah: a) Diketahuinya kondisi sumberdaya batubara dan pemanfaatannya saat ini. b) Diketahuinya teknologi upgrading dan aspek bisnis yang layak secara komersial (proven) untuk diimplementasikan mendukung kebijakan nilai tambah batubara. c) Diketahuinya nilai tambah dan penerimaan negara dari upgrading batubara kalori rendah pada tiap tingkatan peningkatan kalori. d) Diketahuinya faktor-faktor yang mendukung pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara. e) Diketahuinya dampak pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara terhadap pengusahaan batubara di Indonesia. f) Dapat dirumuskan masukan faktor-faktor pendukung pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara. g) Dapat dirumuskannya masukan kebijakan mengenai penyelesaian permasalahan pengusahaan batubara sebagai dampak/ implikasi pemberlakuan kebijakan nilai tambah batubara. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 6

31 Metodologi Manfaat (Benefit) Dapat diformulasikan teknologi upgrading yang layak secara komersial (proven), sehingga kebijakan nilai tambah batubara melalui upgrading batubara kalori rendah dapat diimplementasikan Dampak (Impact) Timbulnya motivasi dan keinginan untuk membangunn pabrik-pabrik upgrading batubara dan pemanfaatan batubara dalam negeri sehingga batubara kalori rendah memberi nilai tambah langsung maupun tidak langsung (multiplier effect), dan meningkatkan penerimaan negara. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. III - 7

32 Kondisi Perbatubaraan Nasional BAB 4 KONDISI PERBATUBARAAN NASIONAL 4.1. Gambaran Umum Pertambangan Batubara Indonesia Batubara Indonesia terutama dihasilkan dari Kalimantan dan Sumatera, serta sejumlah kecil dari Jawa, Sulawesi, dan tempat lain. Tambang-tambang dan pelabuhan batubara utama di Indonesia ditampilkan pada Gambar 4.1 di bawah ini. Gambar 4.1. Lokasi Tambang dan Pelabuhan Batubara Utama Pertambangan batubara Indonesia berkembang pesat ditopang oleh kebijakan batubara pemerintah yang memperkenalkan investasi asing secara agresif. Dari segi jumlah produksi, terdapat kenaikan yang sangat signifikan dimana angka produksi 15 tahun lalu yang hanya sebesar 31 juta ton meningkat hingga 8 kali lipat pada tahun 2010 menjadi 256 juta ton. Dan dalam 5 tahun terakhir ini terlihat kenaikan produksi sebanyak 20 juta ~ 40 juta ton per tahun. Demikian pula dengan volume ekspor yang terus meningkat, dimana ekspor pada tahun 2010 telah mencapai angka 198 juta ton sehingga menempatkan Indonesia menjadi salah satu eksportir batubara terbesar di dunia. Dari yang sebelumnya eksportir minyak, Indonesia sekarang ini adalah negara importir minyak, yang menyebabkan batubara semakin menempati posisi yang penting menggantikan minyak dalam komposisi penggunaan energi di Indonesia. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan pemerintah juga dihadapkan pada berbagai tantangan permasalahan, diantaranya semakin menjauhnya lokasi penambangan ke pedalaman, meningkatnya rasio pengupasan (stripping ratio), serta kekhawatiran tentang masalah lingkungan seperti kerusakan hutan. Batubara Indonesia memiliki kadar abu dan sulfur yang rendah sehingga dikenal ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan batubara Indonesia semakin kompetitif di Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 1

33 Kondisi Perbatubaraan Nasional pasar dunia, di tengah kesadaran lingkungan yang makin meningkat pada saat ini. Dan untuk menjamin pasokan batubara bagi industri dalam negeri, membuka tambang tambang baru melalui daya dorong investasi termasuk investasi asing, serta mengeliminasi penambangan ilegal dan praktik suap dalam usaha penambangan, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti UU No 11 tahun 1967, yang ditandatangani oleh Presiden pada bulan Januari Selain itu, pemerintah juga memberikan perhatian yang serius terhadap upaya pengembangan energi berbahan baku batubara seperti UBC, pencairan batubara, dan gasifikasi batubara Cadangan dan Kualitas Batubara Cadangan batubara Indonesia dihitung berdasarkan eksplorasi yang terus dilakukan, sehingga angkanya pun terus membesar seiring dengan ditemukannya lapisan lapisan baru batubara. Tabel 4.1 menampilkan sumber daya batubara Indonesia, sedangkan Tabel 4.2 menunjukkan sumberdaya batubara berdasarkan kualitasnya. Meskipun total sumber daya batubara Indonesia mencapai 104,7 miliar ton, tapi cadangan yang bisa ditambang hanya sekitar 1/5nya saja, yaitu sebesar 21,1 miliar ton. Jumlah ini dipastikan akan bertambah seiring dengan eksplorasi yang terus berlangsung. Dilihat dari wilayah, maka hampir seluruh cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatera (50,06%) dan Kalimantan (49,56%), sedangkan sebagian kecil terdapat di Jawa, Sulawesi, dan Papua. Batubaranya pun hampir semuanya berjenis batubara uap, dengan karakteristik kadar abu dan sulfur yang rendah. Dari cadangan yang ada, diketahui bahwa jumlah untuk tipe bituminus dan sub-bituminus sebesar kurang lebih 40%, sedangkan sebagian besar sisanya adalah lignit (merujuk ke sebagian batubara berkualitas sedang dan rendah). Antrasit juga diproduksi meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Di Kalimantan bagian tengah juga diketahui terdapat batubara kokas sehingga pembangunan tambang di sana berlangsung dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Tabel 4.1. Sumberdaya dan Cadangan Batubara (dalam Milyar Ton) Tahun 2010 Measured Indicated Inferred Hypothetical Total % Jawa 5,47 6,65 0 2,09 14,21 0,01 Sumatra , , , , ,56 50,06 Kalimantan , , , , ,41 49,56 Sulawesi 0 146,92 33,09 53,09 233,10 0,22 Maluku 0 2, ,13 0,00 Papua 89,40 64, ,42 0,15 Total , , , , ,83 Cadangan Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 2

34 Kondisi Perbatubaraan Nasional Total Cadangan ,00 Sumber: Dit Pengusahaan Minerbapabum, 2010 Tabel 4.2. Sumber Daya Batubara Berdasarkan Kualitas Kualitas Cadangan % Low rank < kal ,04 20,22 Middle rank ,39 Haigh rank ,49 12,43 Highest rank > ,65 0,96 Total , Sumber: Dit Pengusahaan Minerbapabum, Sistem Operasi, Produksi dan Penjualan Batubara UU Minerba yang baru menetapkan adanya Wilayah Pertambangan (WP), yang didalamnya terbagi menjadi 3 jenis wilayah pengusahaan mineral & batubara, yaitu Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), serta Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK). UU ini juga menetapkan aturan baru berupa Ijin Usaha Pertambangan (IUP), yang dapat diberikan kepada BUMN, BUMD, perusahaan swasta, KUD, maupun perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Sebagai upaya mewujudkan transparansi perijinan, maka sistem tender diberlakukan pada proses pemberian IUP ini. Ijin pengusahaan terbagi berdasarkan wilayah pertambangannya, yaitu Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Pertambangan Rakyat (IPR), serta Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). IUP sendiri terbagi menjadi IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Sebagai peraturan pelaksana dari UU ini, maka pemerintah secara bertahap mengeluarkan peraturan peraturan tentang 1) Usaha pertambangan mineral dan batubara, 2) Wilayah pertambangan (PP No 22 tahun 2010), 3) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral & batubara (PP No 23 tahun 2010), serta 4) Reklamasi lahan pasca tambang. Sistem operasi produksi batubara Indonesia secara garis besar terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1) BUMN (PT Bukit Asam/PTBA), 2) PKP2B atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Coal Contract of Work/CCoW) yang terbagi menjadi 3 generasi, 3) KP (Kuasa Penambangan), dan 4) KUD. PKP2B adalah kelompok yang lahir dari hasil kebijakan pemerintah Indonesia dalam mendorong pengusahaan batubara melalui upaya mengundang investasi asing secara agresif. Tambang tambang PKP2B memberikan kontribusi yang besar dalam menggenjot jumlah produksi batubara Indonesia yang meningkat secara drastis sekarang ini. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 3

35 Kondisi Perbatubaraan Nasional PTBA memiliki tambang terbuka skala besar di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, serta tambang bawah tanah di Ombilin, Sumatera Barat. Adapun tambang tambang berstatus KP umumnya adalah tambang investasi dalam negeri, sedangkan tambang tambang KUD biasanya berskala kecil. Dengan diundangkannya UU No 4 tahun 2009, maka hanya kontrak PKP2B yang masih terus berlanjut, sedangkan sistem yang lainnya tidak berlaku lagi. Statistik jumlah produksi batubara Indonesia ditampilkan pada Tabel 4.3. Pada tahun 2009, jumlah produksi mencapai 256 juta ton, yang sebagian besar dihasilkan oleh 10 perusahaan tambang PKP2B generasi 1. Berdasarkan realisasi produksi tahun 2008, tambang tambang dengan jumlah produksi melebihi 10 juta ton adalah Adaro Indonesia (38 juta ton), KPC (36 juta ton), Kideco Jaya Agung (22 juta ton), Berau Coal (13 juta ton), Arutmin Indonesia (16 juta ton), serta Indominco Mandiri (11 juta ton). Keseluruhan jumlah produksi dari keenam tambang tersebut mendekati 60% dari total produksi batubara nasional. Tabel 4.3. Jumlah Produksi Batubara (dalam Ribu Ton) Tambang (prediksi) PTBA PKP2B KP + KUD Total Sumber: Ditjen Minerba, 2009 Dari perkiraan produksi tahun 2009 sebesar 256 juta ton, ternyata ada kenaikan realisasi produksi batubara sampai 275 juta ton, berarti ada kenaikan sebesar 7,4 %. Produksi batubara tersebut masih dominan dijual untuk ekspor sebesar 208 juta ton (75%) dan untuk kebutuhan domestik sebesar 67 juta ton atau sekitar 25% (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Realisasi Produksi dan Penjulan Batubara Indonesia, Tahun 2009 No. Subyek Jumlah, juta ton 1 Sumber Daya Cadangan Produksi Penjualan a. Ekspor 208 (75%) b. Domestik 67 (25%) Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 4

36 Kondisi Perbatubaraan Nasional Sumber data : Realisasi produksi tahun 2010, DJMB Jumlah tambang berdasarkan sistem operasi produksi ditunjukkan pada Tabel 4.5. Angka yang ditampilkan adalah data aktual per September Tambang BUMN hanya 1 perusahaan, yaitu PTBA. Untuk PKP2B generasi 1, dari yang awalnya sebanyak 11 buah kini tinggal 10 saja karena 1 tambang mengundurkan diri dari kontrak. Ke-10 tambang tersebut seluruhnya sudah berproduksi saat ini. Untuk generasi 2, dari 18 tambang di awal, kini hanya 12 buah yang masih melanjutkan kontrak, dimana 10 tambang sudah mulai berproduksi. Adapun untuk generasi 3, dari 100 lebih tambang di awal, 30 buah lebih sudah mengundurkan diri sehingga tersisa 54 tambang saja yang melanjutkan kontrak. Dan dari 54 tambang itu, 20 buah sudah mulai berproduksi. Tabel 4.5. Jumlah Tambang berdasarkan Sistem Operasi Produksi Penyelidikan Umum, Eksplorasi F/S, Produksi Total Pembangunan BUMN Gen PKP2B Gen Gen Sub total KP > diantaranya sudah sesuai prosedur Sumber: Presentasi ICMA pada CCD seminar tahun 2010 Dengan demikian, tambang tambang PKP2B yang terus melakukan pengembangan berjumlah 76 buah, yang 40 di antaranya sudah berproduksi. Untuk tambang berstatus KP, saat ini jumlahnya meningkat secara drastis dan diperkirakan lebih dari 2500 buah, sebagai akibat dari kebijakan pemindahan wewenang perijinan kuasa penambangan saat berlakunya undang undang otonomi daerah pada tahun Dari jumlah tersebut, 900 tambang diantaranya sudah memenuhi prosedur perijinan berdasarkan UU Minerba yang baru, yaitu IUP. Dengan berlanjutnya pembangunan tambang oleh tambang tambang PKP2B generasi 2 dan 3 serta KP, maka produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat ke depannya Prediksi Kebutuhan Domestik dan Ekspor Statisik jumlah kebutuhan domestik ditampilkan pada Tabel 4.6. Terlihat bahwa pembangkitan listrik dan industri semen mendominasi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2005, konsumsi domestik adalah sebanyak 41,35 juta ton, naik menjadi 56 juta ton pada tahun Dengan diluncurkannya crash program MW di bidang kelistrikan, maka kebutuhan domestik diperkirakan akan meningkat hingga Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 5

37 Kondisi Perbatubaraan Nasional 64,96 juta ton pada tahun 2010, serta 78,97 juta ton pada tahun (Sumber: Seminar APEC di Fukuoka tahun 2010). Tabel 4.6. Kebutuhan Batubara dalam Negeri (Domestik) Industri ( prediksi) Ketenagalistrikan Semen, Baja, Lainnya Total Sumber: Ditjen Minerba, 2009 Kemudian untuk realisasi ekspor, statistiknya ditampilkan pada Tabel 4.7. Ekspor batubara Indonesia terus mengalami peningkatan, dengan tujuan utama ke Asia, yaitu Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Realisasi ekspor tahun 2009 adalah sebesar 198 juta ton. Tabel 4.7. Realisasi Ekspor Batubara Indonesia Area Negara (Prediksi) Jepang Taiwan Asia Korsel Hongkong India Malaysia Thailand Lainnya Sub Total Eropa Lainnya Total Sumber: Ditjen Minerba, 2009 Prediksi produksi batubara dalam jangka panjang, jumlah kebutuhan domestik serta ekspor ditampilkan pada Tabel 4.8. Mulai berproduksinya tambang tambang PKP2B yang tersisa serta KP akan meningkatkan produksi batubara setiap tahunnya sehingga jumlah produksi pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 405 juta ton. Tabel 4.8. Prediksi Produksi, Kebutuhan Domestik, dan Ekspor Produksi Domestik Ekspor Sumber: Ditjen Minerba, 2009 Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 6

38 Kondisi Perbatubaraan Nasional Volume kebutuhan domestik pun akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, sehingga pada tahun 2025 diprediksi sebesar 220 juta ton. Hal ini berarti peningkatan tajam sekitar 4 kali lipat dibandingkan dengan realisasi tahun 2008 yang sebesar 49 juta ton. Meningkatnya kebutuhan domestik mengakibatkan pertumbuhan untuk ekspor diperkirakan hanya akan sampai tahun 2015, kemudian menurun hingga angka 185 juta ton pada tahun Kondisi Infrastruktur dan Pelabuhan Batubara Di Indonesia, infrastruktur yang terkait dengan pengusahaan batubara belumlah memadai. Transportasi batubara umumnya memanfaatkan sungai besar, seperti Sungai Musi di Sumatera Selatan, Sungai Barito di Kalimantan Tengah dan Selatan, beberapa sungai di Jambi, serta Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. Kereta batubara sampai saat ini hanya digunakan di tambang PTBA Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Selain itu, terminal batubara dan pelabuhan batubara dapat dikatakan belum memadai pula. Batubara kebanyakan diangkut dengan menggunakan tongkang melewati sungai kemudian dipindahkan ke kapal batubara besar di laut lepas (trans-shipment) sehingga efisiensi pengangkutan menjadi kurang baik. Untuk itu, perlu upaya baru untuk mengatasi hal ini, misalnya penggunaan fasilitas penimbunan dan pengangkutan batubara terapung skala besar (mega float) atau pusher barge. Tabel 4.9 menampilkan pelabuhan-pelabuhan batubara di Indonesia. Tabel 4.9. Pelabuhan-pelabuhan Batubara di Indonesia, 2009 Pelabuhan Lokasi Pengelola Max. vassel (DMT) Kapasitas (x ton) Kertapati Sumatera PTBA Tarahan Sumatera PTBA Teluk Bayur Sumatera PTBA Pulau Bai Sumatera Harbor Authority Tanjung Bara Kalimantan PT. KPC Tanah Merah Kalimantan PT. Kideco NPLCT Kalimantan PT. Arutmin Balikpapan Kalimantan PT. BCT Tanjung Redeb Kalimantan PT. Berau Coal Beloro Kalimantan PT. MHU Loa Tebu Kalimantan PT. Tanito Harum Sembilang Kalimantan PT. Arutmin Air Tawar Kalimantan PT. Arutmin Satui Kalimantan PT. Arutmin IBT Kalimantan Terminal Batubara Indah Banjarmasin Kalimantan Harbor Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 7

39 Kondisi Perbatubaraan Nasional Authority Kelanis Kalimantan PT. Adaro Bontang Kalimantan PT. Indominco Kondisi Pengusahaan Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dapat dijadikan salah satu barometer untuk pertambangan batubara nasional, selain Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi. Potensi batubara di daerah ini sekitar 8,6 milyar ton, atau sekitar 10% potensi batubara nasional. Pembangunan bidang pertambangan dan energi sesuai kebijakan daerah lebih diarahkan untuk untuk mendukung pembangunan daerah sebagai upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tahun 2007, untuk kegiatan pertambangan minerba luas ijin pertambangan yang dikeluarkan mencapai 228,56 ribu ha, yang terdiri atas bukaan tambang 8,81 ribu ha, lahan reklamasi 6,24 ribu ha, lahan evegetasi 3,43 ribu ha dan untuk sarana dan prasarana 1,44 ribu ha. Bila dibandingkan dengan luas Provinsi kalimantan Selatan, luas lahan yang telah dibuka untuk kegiatan usaha pertambangan adalah 0,23 %. Jumlah pemegang izin Kontrak Karya (KK) ada 3 perusahaan untuk tambang emas dan intan yang terdiri atas 1 perusahaan generasi III dan 2 perusahaan generasi VII (Tabel 4.10). Kegiatan KK ini berada di Kabupaten Banjar, Kotabaru, Tapin, dan Tanah laut. Tabel Daftar Izin KK di Provinsi Kalimantan Selatan No. Nama Perusahaan Tahap Kegiatan Luas (Ha) Kabupaten/ Kota Generasi No. 1 PT. Meratus Sumber Mas Exploitation Facilities Development 8, Gold Emas Kotabaru, Tapin and Banjar 3 rd Generation Generasi III 2 PT. Galuh Cempaka Exploitation Facilities Development 2, Diamond Intan Alluvial Banjarbaru and Tanah Laut 7 th Generation Generasi VII 3 PT. Pelrast International Exploration 201, Gold Emas Banjar, Tanah Laut and Kotabaru 7 th Generation Generasi VII Eksploration: 201, ha T O T A L Construction of exploitation facilities: 11, ha Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 Izin PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan ada 24 perusahaan yang tersebar di 10 kabupaten/ kota (Tabel 4.11). Izin umumnya PKP2B generasi III (18 buah), sedangkan generasi I ada 2 perusahaan dan generasi II ada 4 perusahaan. Sedangkan jumlah pemegang Kuasa Pertambangan (KP) ada 129 izin, dan Kuasa Pertambangan yang berbadan usaha KUD ada 40 usaha. Data ini belum termasuk jumlah izin yang dikeluarkan kabupaten/ kota, maupun setelah ada kebijakan Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 8

40 Kondisi Perbatubaraan Nasional penyesuaian IUP pada kabupaten/ kota secara nasional. Mengenai peta kegiatan pertambangan batubara, termasuk izin-izin yang dikeluarkan oleh kabupaten/ kota dapat dilihat pada Gambar 4.2. Mengenai produksi batubara di Provinsi Kalimantan Selatan mengalami kenaikan terus selama tahun yang dipasarkan untuk ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Tahun 2005 produksi batubara tercatat sebesar 50,35 juta ton, tahun 2007 telah mencapai 78,20 juta ton. Pemanfaatan batubara dari Provinsi Kalimantan Selatan, selain untuk memenuhi kebutuhan PLTU yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, juga untuk daerah-daerah lain, terutama untuk PLTU yang ada di Pulau Jawa melalui PLN. Pemanfaatan Batubara untuk PLTU di Provinsi Kalimantan Selatan anatara untuk; PLTU ASAM-ASAM unit 1 & 2, daya terpasang 2 x 65 MW, PLTU PT. INDOCEMENT, daya terpasang 55 MW, PLTU PT. WITUPI, daya terpasang 15 MW, PLTU PT. HENDRATNA, daya terpasang 5 MW, PLTU PT. GUNUNG MERANTI, daya terpasang 6 MW, dan PLTU PT. Tj. Alam Perkasa, 1 x 7,5 MW, PLTU ASAM ASAM unit 3&4 dengan kapasitas 2x65 MW, PLTU Tanjung 2 x 65 MW, PLTU Rantau 2 x 65 MW, IPP PLTU Batulicin 2 x 7 MW, PLTU BALANGAN POWER, 2 X 65 MW, dan IPP PLTU Kotabaru 2 x 6 MW yang akan dibangun tahun Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 9

41 Kondisi Perbatubaraan Nasional Tabel Daftar Izin PKPK2B di Provinsi Kalimantan Selatan No. Nama Perusahaan Tahap Kegiatan Luas (Ha) Kabupaten/ Kota Generasi 1 PT. Arutmin Indonesia Exploitation/Production 59, Kotabaru, Tanah Laut dan Tanah Bumbu Generasi I 2 PT. Adaro Indonesia Exploitation/Production 35, Tabalong dan Balangan Generasi I 3 PT. Bentala Coal Mining Exploitation/Production Construction 2, , Balangan Generasi II 4 PT. Bahari Cakrawala Sebuku Exploitation/Production 5, Kotabaru Generasi II 5 PT. Antang Gunung Meratus Exploitation/Production 22, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan & Hulu Sungai Tengah Generasi II 6 PT. Jorong Barutama G Exploitation/Production/ Construction 7, , Tanah Laut Tanah Laut Generasi II 7 PT. Bara Multi Sukses Sarana Exploitation/Production 6, Banjar, Tanah Laut & Banjarbaru Generasi III 8 PT. Kadya Caraka Mulia Exploitation/Production/ Exploration 1, , Banjar Generasi III 9 PD. Baramarta Exploitation/Production Exploration 1, , Banjar Generasi III 10 PT. Sumber Kurnia Buana Exploitation/Production Exploration 10, Banjar & Tapin 11 PT. Tanjung Alam Jaya Exploitation/Production Exploration 1, , Banjar Generasi III 12 PT. Kalimantan Energi Lestari Exploitation/Production Exploration 6, Kotabaru Generasi III 13 PT. Senamas Energindo Mulia Exploitation/Production FS Exploration 10, , , Kotabaru Kotabaru Kotabaru Generasi III 14 PT. Bina Bangun Banua Feasibility study 6, Banjar & Tapin Generasi III 15 PT. Borneo Indobara Feasibility study 24, Tanah Bumbu Generasi III 16 PT. Mantimin Coal Mining Construction Exploration 8, , Tabalong & Balangan Balangan & Tengah Generasi III 17 PT. Bara Pramulya Abadi Exploration 56, Tabalong Generasi III 18 PT. Wahana Baratama Mining Feasibility study 7, Tanah Laut dan Tanah Bumbu Generasi III 19 PT. Lianganggang Cemerlang Development Exploration , Tanah Laut Tanah Laut Generasi III 20 PT. Interex Sacra Raya Exploration 9, Tabalong Generasi III PT. Eka Satya Yanatama PT. Multi Tambang Jaya Utama Exploration 51, Tanah Bumbu & Kotabaru Generasi III Exploration Tabalong Generasi III 23 PT. Terrarex General Study Tabalong Generasi III 24 PT. Tohar Antareja General Study 4, Tabalong T O T A L General study: 5, ha Explorati on: 258, ha Feasibility Study: 80, ha Construction: 47, ha Production/Exploitation: 170, ha Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 10

42 Kondisi Perbatubaraan Nasional Gambar 4.2. Peta Kegiatan Pertambangan Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan PT. Arutmin Indonesia PT. Arutmin Indonesia merupakan perusahaan btubara berizin PKP2B Generasi I sejak bulan November PT. Arutmin Indonesia memiliki cadangan kalori rendah yang lokasinya di daerah Asam-Asam, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Tambang Asam-Asam, PT. Arutmin Indonesia yang berada di Asam-Asam tahun masuk tahap eksplorasi, sedangkan selama tahun tambang ini menjadi tambang percobaan. Masuk awal tahun 1988, Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 11

43 Kondisi Perbatubaraan Nasional tambang Asam-Asam mulai masuk tahap produksi komersial dan tahun 2005 tambang ini berdiri dan terpisah dari Tambang Satui. Cadangan Tambang Asam-Asam seluruhnya sebesar 353,77 juta ton yang meliputi Tambang Asam-Asam 133,15 juta ton, Tambang West Mulia 168,06 juta ton, dan Tambang East Mulia 51,56 juta ton, selengkapnya lihat Tabel dan Gambar 4.3. Tabel Cadangan Tambang Asam-Asam, PT. Arutmin Indonesia Pada Tambang Asam-Asam terdapat fasilitas crusher batubara yang meliputi: Empat fasilitas pit crusher dengan kapasitas produksi ton/jam Tiga crusher lainnya terdapat di pelabuhan yang memiliki kerjasama dengan PTAI Dilengkapi dengan dust suppression system (DSS) Gabar 4.3. Sebaran Cadangan Tambang Asam-Asam, PT. Arutmin Indonesia Untuk penjualan dilakukan di beberapa pelabuhan muat (lihat Gambar 4.4), yaitu: Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 12

44 Kondisi Perbatubaraan Nasional Empat pelabuhan muat yang saat ini digunakan yaitu Asam Asam Port, Cenko, Mandiri and Citra; dengan kapasitas tongkang feet. Jarak menuju pelabuhan bervariasi antara 9-17 km. Gambar 4.4. Area Kerja dan Pelabuhan Muat Tambang Asam-Asam, PT. Arutmin Indonesia Proyek Baru CPP-OLC di Asam Asam Pembangunan Coal Processing Plant (CPP) sudah dimulai sejak November 2010 dan akan selesai Januari 2012 Overland Conveyor (OLC) akan selesai Juni 2012 Kapasitas crusher dan OLC 2000 ton/jam Panjang konveyor sekitar 8 km Saat ini Tambang Asam-Asam sedang menyelesaikan proyek baru CPP-OLC- Pelabuhan di West Mulia. Pembangunan Pelabuhan Kintap dimulai sejak November 2010 dan comissioning direncanakan November Pembangunan CPP-OLC ini dimulai bulan April 2011 dan akan selesai Juni Tambang Asam-Asam berproduksi awal tahun 2004 sebesar ton, tiap tahun mengalami peningkatan hingga tahun 2010 telah mencapai ton. Rencana produksi tahun 2011 ini sebesar ton dan tahun 2015 direncanakan sebesar 15,50 juta ton. Pasar produksi Tambang Asam-Asam sebagian besar diekspor, hanya sekitra 25% untuk pasar domestic. Mengenai kualitas batubara Tambang Asam-Asam dapat dilihat pada Tabel PT. Adaro Indonesia Kegiatan PT Adaro Indonesia berdiri tahun 1982 dan melakukan kegiatan eksplorasi, penambangan batubara di Kalimantan Selatan serta pemasaran hasil produknya berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 13

45 Kondisi Perbatubaraan Nasional (PKP2B) nomor J2/J.i.DU/52/82 tanggal 16 November 1982 antara PT Adaro Indonesia dengan Perum Tambang Batubara sebagai prinsipal dan pemegang Kuasa Pertambangan atas wilayah tersebut. Berdasarkan Kepres No. 75 tahun 1996, kedudukan Perum Batubara sebagai prinsipal digantikan oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertambangan dan Energi (sekarang Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral). Tabel Kualitas Batubara Tambang Asam-Asam, PT. Arutmin Indonesia Description Parameter Typical TM (as received) Total Moisture Content (%) Proximate Analysis (air dried) Inherent Moisture Content (%) Ash content (%) 4.0 Volatile Matter Content (%) Fixed Carbon Content (%) Sulfur Content (%) 0.30 Chlorine Content (%) 0.10 Specific Energy Gross Air Dried (kcal/kg) 5,000 Ultimate Analysis (dry ash free) Gross As Received (kcal/kg) 4,200 Net As Received (kcal/kg) 3864 Gross as received (BTU/lb) 7600 Carbon (%) Hydrogen (%) 4.90 Oxygen (%) Sulfur (%) 0.42 Nitrogen (%) 1.00 HGI Hardgrove Grindability Index 70 Sumber: PT. Arutmin Indonesia, 2011 Awalnya wilayah PKP2B PT Adaro Indonesia mencakup area seluas km persegi dan setelah mengalami beberapa kali penciutan kini tinggal Ha berdasarkan Keputusan Dirjen Pertambangan Umum Nomor 635.K/20.01/DJP/98. Berdasarkan kontrak ini, PT Adaro Indonesia berhak melakukan eksplorasi, penambangan dan pemasaran batubara untuk jangka waktu 30 tahun sejak tahun pertama produksi komersial. Izin AMDAL untuk menunjang operasional yang disetujui dari Menteri Lingkungan Hidup No 434 Tahun 2009 tentang Integrasi Areal penambangan dan Peningkatan Produksi Menjadi 45 Juta Ton Pertahun Tambang Batubara PT Adaro Indonesia. Lokasi penambangan terletak di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, berjarak lebih kurang 220 km dari kota Banjarmasin ke arah utara yang dapat ditempuh melaui jalan darat, dengan waktu tempuh sekitar Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 14

46 Kondisi Perbatubaraan Nasional empat (4) jam. Lokasi pengolahan batubara (crushing plant) berada di Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Lokasi penambangan dan pengolahan batubara dihubungkan dengan jalan khusus angkutan batubara yang dibangun oleh PT Adaro Indonesia, berjarak 84 km (Gambar 4.5). Lokasi jalan ini berada di wilayah Kabupaten Tabalong, Kabupaten Barito Timur dan Kabupaten Barito Selatan. Gambar 4.5. Lokasi Tambang PT. Adaro Indonesia Topografi daerah penambangan berupa perbukitan dengan kondisi vegetasi berupa hutan sekunder, perkebunan karet dan alang-alang. Lokasi KP sebagian berada di dalam kawasan hutan budidaya dan didalamnya juga terdapat kegiatan eksploitasi minyak PT Pertamina serta perkebunan milik PT Cakung Permata Nusa dan PT PIRSUS Paringin. Topografi lokasi pengolahan batubara berupa daerah rawa, terletak di tepi Sungai Barito. Di wilayah kontrak PT Adaro Indonesia ditemukan tiga (3) formasi batuan yaitu formasi Berai, Warukin dan Dahor yang berumur Miosen Tengah. Batuan lain yang ditemukan pada formasi ini adalah satuan batu lempung, batu pasir atas dan batu pasir bawah. Penambangan dilakukan di tiga blok penambangan (pit) yang terpisah yaitu: pit Tutupan, Paringin dan Wara. Batubara PT Adaro Indonesia termasuk batubara sub-bituminus dengan kandungan kalori (adb) antara kcal/kg sampai kcal/kg. Kandungan belerang hanya 0,1 % dan kadar abu sekitar 1 %. Pit Tutupan mengandung tiga lapisan (seam) batubara utama, yaitu T-100, T-200 dan T-300 serta beberapa lapisan minor A, B, C, D, E dan F. Kemiringan endapan antara derajat dengan ketebalan keseluruhan mencapai 50 meter. Di pit Paringin terdapat satu lapisan (seam) utama yaitu lapisan P-500 dan beberapa lapisan minor lainnya. Lapisan batubara Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 15

47 Kondisi Perbatubaraan Nasional Paringin mempunyai ketebalan sampai 38 meter dengan kemiringan berkisar antara derajat. Di pit Wara terdapat tiga lapisan batubara utama, yakni W- 100, W-200 dan W-300 dengan ketebalan antara 12 sampai 14 meter dan kemiringan lapisan derajat. PT Adaro Indonesia selalu berusaha melakukan pengiriman batubara ke konsumen dengan tepat waktu dan kualitas yang baik. Kepercayaan ini telah dibuktikan dengan semakin meningkatnya permintaan pembelian batubara dari tahun ke tahun. PT Adaro Indonesia pada tahun 2011 memproyeksikan target produksinya sebesar 48 juta ton batubara dan 283 juta bcm tanah penutup (over burden) dengan stripping ratio 5,9. Realisasi target produksi PT. Adaro Indonesia tahun 2010 yang telah dicapai seperti dalam Tabel 4.14 di bawah ini. Tabel Produksi PT. Adaro Indonesia Periode Januari - Oktober 2010 Item Target Realisasi Satuan Persentase Over burden Bcm 72 % Batubara Ton 79 % 4.3. Kondisi Pengusahaan Batubara di Provinsi Jambi Provinsi Jambi memiliki potensi cadangan batubara yang cukup besar dan sebagian besar potensi cadangan tersebut berada di 7 (tujuh) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Muarojambi, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebagian dari potensi cadangan yang ada tersebut telah diusahakan, baik pada tahap eksplorasi maupun produksi. Berdasarkan data cadangan batubara dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jambi, jumlah cadangan batubara keseluruhan berjumlah ton. Dari jumlah cadangan batubara tersebut terdiri atas cadangan deposit sebesar ton, cadangan terukur sebesar ton, cadangan hipotetik sebesar ton, cadangan tereka sebesar ton, sedangkan indikasi cadangan berupa singkapan belum diketahui secara pasti. Sementara itu nilai kalori yang ada berkisar antara kal/g, namun dalam peninjauan lapangan ke beberapa perusahaan batubara ternyata sebagian besar memiliki nilai kalori kal/g dengan kadar air yang cukup tinggi sehingga perlu adanya proses pengeringan terlebih dahulu sebelum dipasarkan (Tabel 4.15). Di Provinsi Jambi terdapat 24 perusahaan pertambangan yang telah berproduksi, masing-masing; 14 perusahaan di Kabupaten Bungo, 3 perusahaan di Kabupaten Muara Bungo, 2 perusahaan di Kabupaten Batanghari, dan 5 perusahaan di Kabupaten Tebo. Produksi/ penjualan batubara di Provinsi Jambi per April 2011 sebesar ,74 ton, dimana PT. NTC / Subkon paling besar produksi/ Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 16

48 Kondisi Perbatubaraan Nasional penjualannya sebesar ,83 ton, kemudian disusul PT. Tanjung Batang Asam sebesar ,12 ton, semuanya berada di Kabupaten Bungo. Untuk perusahaan batubara di Kabupaten Batanghari yang produksi/ penjualannya cukup besar adalah PT. Nan Riang sebesar ,73 ton, di Kabupaten Muara Jambi PT. Gea Lestari sebesar ,00 ton, dan di Kabupaten Tebo PT. Hasil Tambang Raya sebesar ,00 ton (Tabel 4.16). Tabel Sebaran Cadangan Batubara di Provinsi Jambi NO DAERAH LOKASI ENDAPAN BATUBARA LOKASI NILAI KALORI (Dalam kal/g) JUMLAH CADANGAN (Dalam Ton) JENIS CADANGAN 1. Mumpun Pandan Rantau Pandan, Bungo Terukur 2. Jujuhan Jujuhan, Bungo Hipotetik 3. Sungai Serdang/ Pelepat, Bungo Terukur Sungai Beringin 4. Lubuk Mandarsah Tengah Ilir, Tebo Cadangan 5. Mangupeh Tengah Ilir, Tebo Indikasi/singkapan 6. Mengkua Limun, Sorolangun Tereka 7. Sungai Gedang Pamenang, Merangin Terukur 8. Mensao Limun, Sorolangun Terukur Tereka 9. Air Meruap Sarolangun, Sorolangun Terukur 10. Lubuk Gaung Bangko, Merangin Indikasi/singkapan 11. Bedeng Rejo Bangko, Merangin Indikasi/singkapan 12. Tanjung Putus Tabir Ulu, Merangin Indikasi/singkapan 13. Guruh Baru Mandiangin, Sorolangun Indikasi/singkapan 14. Lubuk Resam Limun, Sorolangun Indikasi/singkapan 15. Jangga Batin XXIV, Batanghari Indikasi/singkapan 16. Sungai Telisa Pauh, Sorolangun Indikasi/singkapan 17. Tempino Mestong, Muarajambi Tereka 18. Jebak Muaratembesi, Batanghari Cadangan 19. Ladang Peris Muara Bulian, Batanghari Cadangan 20. Lubuk Kambing Tungkai Ulu, Tjg Jabung Indikasi/singkapan Barat 21. Lubuk Bernai Tungkai Ulu, Tjg Jabung Indikasi/singkapan Barat 22. Suban Tungkal Ulu, Tjg Jabung Indikasi/singkapan Barat 23. Dusun Mudo Merlung, Tjg Jabung Barat Indikasi/singkapan 24. Rantau Benar Merlung, Tjg Jabung Barat Indikasi/singkapan 25. Lubuk Kepayang Pauh, Sarolangun Indikasi/singkapan 26. Bajubang Bajubang, Batanghari Ketebalan ± 3 mtr. 27. Sukadamai Mestong, Muarajambi Indikasi/singkapan 28. Petaling JambiLuar Kota, Batanghari Indikasi/singkapan 29. Lubuk Napal Pauh, Sorolangun Indikasi/singkapan 30. Sungai Dingin Limun, Sorolangun Ketebalan 1 7 mtr. 31. Desa Baru Mestong, Muarajambi Tereka 32. Sekeladi Batang Asai, Sorolangun Indikasi/singkapan Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jambi, 2011 (data diolah kembali) Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 17

49 Kondisi Perbatubaraan Nasional PT. Intirta Primasakti PT. Intirta Prima Sakti merupakan perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi yang berizin PKP2B. Pada saat survei dilakukan, perusahaan ini baru sampai tahap eksplorasi, sehingga tidak dilakukan kunjungan ke lokasi tambang, cukup di kantor perwakilan di kota Jambi. Luas wilayah konsesi perusahaan ini pada tahap eksplorasi seluruhnya sebesar ,80 ha, yang operasinya berada pada 3 kabupaten, yaitu: Batanghari, Sarolangon, dan Musi Banyuasin. Sumberdaya hipotetik diperkirakan mencapai ton, dan yang sumberdaya terukur hingga saat ini sekitar ton. Sementara itu, berdasarkan hasil eksplorasi diketemukan cadangan terbukti sebesar ton dan cadangan yang terkira sebesar ton. Berdasarkan data kualitas batubara TM sebesar 40,62% dengan kalori rata-rata kcal/kg. Tahun 2011 ini direncanakan akan selesai sampai Studi Kelayakan dan AMDAL, dan tahun 2012 dengan tingkat produksi awal ton. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 18

50 Kondisi Perbatubaraan Nasional Tabel Data Produksi/ Penjualan Batubara di Provinsi Jambi Per April Tahun 2011 NO. 1 KABUPATEN NAMA PERUSAHAAN PENJUALAN/PRODUKSI (TON) PER APRIL TAHUN 2011 JANUARI FEBRUARI MARET APRIL JUMLAH BUNGO PT. NTC / Subkon , , , , ,83 2 PT. Kuansing Inti Makmur , , , , ,65 3 PT. Tanjung Batang Asam , , , , ,12 4 PT. Sungai Pangean Jaya 259,20 0,00 0,00 0,00 259,20 5 PT.Altra Kartika Sejahtera 0,00 6 PT. Dekalindo Sumber Makmur 1.523, ,68 414,58 727, ,40 7 PT. Andalas Nusa Indah 3.931,08 560, , , ,90 8 PT. Basmal Utama Nusantara , , , , ,92 9 PT. Tambulun Pangean Jaya 0,00 10 PT. Marga Bara Tambang 0,00 429,48 0,00 0,00 429,48 11 PT. Bumi Bara Perkasa 6.732, , ,33 0, ,79 PT. Bara Harmonis Batang 12 Asam , , , , ,31 13 PT. Tambulun Pangean Indah 4.391,40 765, , , ,66 14 PT. Khatulistiwa Makmur Persada , , , , ,47 1 Batanghari PT. Nan Riang , , , , ,73 2 PT. Bangun Energi Indonesia , , , , , , ,04 Muara Jambi CV. Crista Jaya Perkasa , , , ,00 2 PT. Gea Lestari , , , ,00 3 PT. Bumi Borneo Inti 6.300, ,00 Tebo 1 PT. Asia Multi Investama , ,00 2 PT. Anugerah Alam Andalas , ,66 3 PT. Globalindo Alam Lestari 0,00 0,00 4 PT. Hasil Tambang Raya , ,00 5 PT. Dwi Gita Karya Mandiri 0,00 0,00 Jumlah ,74 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jambi, PT. Karya Bumi Baratama PT. Karya Bumi Baratama berizin PKP2B, beroperasi di Kabupaten Sarolangon dan Kabupaten Musi Rawas dengan memegang izin tahap konstruksi dan kegiatan kajian kelayakan. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 421.K/30/DJB/2011 tertanggal 7 Maret 2011, luas wilayah konsesi PT. Karya Bumi Baratama seluruhnya ha, dimana seluas ha dalam status perpanjang ke III dengan tahap kegiatan kajian kelayakan dan wilayah konsesi sebesar ha memasuki tahap konstruksi. Sementara itu, izin prinsip penggunaan hutan seluas 869 ha telah dikantongi perusahaan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. S.443/Menhut-VII/ 2011 tertanggal 16 Agustus Izin prinsip ini sedang digunakan untuk mengurus izin pinjam pakai ke Menteri Kehutanan. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 19

51 Kondisi Perbatubaraan Nasional PT. Nan Riang PT. Nan Riang beroperasi mengantongi IUP Operasi berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batanghari No. 503/33/IUPOP/BPTSP/2010 tertanggal 8 April IUP Operasi PT. Nan Riang meliputi luas konsesi sebesar ha, yang berumur 15 tahun, dengan perincian 5 tahun masa konstruksi dan 10 tahun masa operasi. Jumlah cadangan hasil eksplorasi pada luasan 80 ha sebesar ,59 MT, rencana produksi direncanakan MT dan dapat produksi yang dapat direalisasikan tahun 2010 sebesar ,59 MT, dan realisasi penjualan selama tahun 2010 sebesar ,76 MT dengan tujuan penjualan di dalam negeri terutama untuk mencukupi kebutuhan energi PLTU dan pabrik kertas di Provinsi Jambi. bahan baku. Pada tahun 2011 direncakan produksi sebesar MT dengan kualitas batubara PT. Nan Riang TM sebesar 40%-45% dengan kalori antara adb PT. Asia Multi Investama (PT. Titan Mining Indonesia) Lokasi kegiatan PT. Asia Multi Investama berada di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Izin produksi yang dikantongi perusahaan ini berdasar Keputusan Bupati Tebo No. 636/PERINDAGTAMBEN/2007 tertanggal 10 Desember 2007 dengan luas konsesi sebesar 198 ha. IUP ini merupakan tahap I, saat ini PT. Asia Multi Investama sedang mengusulkan IUP Eksploitasi Tahap II dan III dengan luas masing-masing sebesar 912 ha dan ha yang sekarang memasuki kajian AMDAL. Produksi awal PT. Asia Multi Investama dimulai pada bulan April 2008 dengan produksi total tahun 2008 sebesar ton yang dijual ke pasar domestik maupun untuk ekspor. Pengangkutan batubara PT. Asia Multi Investama dari lokasi penambangan diangkut menggunakan dump truck dengan jarak 180 km ke Talang Duku tempat penumpukan batubara dan fasilitas muat tongkang. Selanjutnya produk batubara diangkut dengan tongkang sejauh 80 km melalui sungai Batanghari menuju Muara Sabak, lokasi pengapalan di laut untuk dijual kepada buyer. Jenis batubara PT. Asia Multi Investama merupakan batubara kalori rendah dengan TM yang sangat tinggi sebesar 50% saat musim kemarau dan hingga 56% pada saat musim penghujan. Padahal pembeli batubara umumnya menginginkan kadar TM paling tinggi sebesar 48%, maka produksi PT. Asia Multi Investama ini susah dipasarkan dan kegiatan produksinya berhenti beroperasi. Hal ini dicoba dicarikan solusi oleh PT. Asia Multi Investama dengan menggandeng PT. Titan Mining Indonesia untuk melakukan kerjasama membangun pabrik pengeringan batubara. Pabrik ini hanya dapat bekerja menurunkan kadar air TM hingga 10-14%, sehingga dalam penjualan PT. Asia Multi Investama memberlakukan pengepakan khusus terhadap produk yang sudah dikeringkan agar pada saat dijual kadar airnya tidak kembali naik. Pada saat survey dilakukan, produksi PT. Asia Multi Investama Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 20

52 Kondisi Perbatubaraan Nasional berhenti berproduksi dan masih terdapat stok batubara telah dikeringkan sebesar ton yang belum laku terjual. Jenis alat pengering batubara (coal drying) yang dimiliki PT. Titan Mining Indonesia adalah rotary kiln buatan China (Gambar 4.6 dan Gambar 4.7). Kapasitas coal drying tersebut adalah : input batubara 100 ton setiap 2 jam menghasilkan output batubara kering sebanyak 70 ton. Harga alat processing tersebut Rp. 40 milyar, ditambah generator set berkapasitas 3 sampai 4 MW untuk penggerak peralatan mekanik. Kebutuhan energi untuk mesin coal drying berupa kayu untuk pemantik batubara awal sebanyak 4 m³ (awal pembakaran saja), batubara sebanyak 5 ton (untuk 2 jam), dan solar untuk pembangkit generator sebanyak liter setiap 24 jam. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam proses pengeringan ini sebanyak 35 orang untuk 2 ship kerja yang mayoritas didatangkan dari Cirebon. Dari hasil perhitungan berdasarkan data perolehan dari PT. Titan Mining Indonesia, diketahui bahwa biaya coal drying dengan menggunakan alat tersebut setiap ton ± 6 $ US. Jika batubara dengan kadar air tinggi tersebut dijual tanpa proses coal drying dengan harga ± 60 $ US, maka batubara setelah melalui proses coal drying dijual dengan harga ± 110 $ US. Dengan demikian batubara tersebut setelah melalui proses drying akan memiliki nilai tambah harga jual sebesar : Output Input = (0,7 ton x 110 $ US) (1 ton x 60 $ US) = ± 9,7 $ US per ton (untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4.17). Tabel Biaya Coal Driyng Batubara PT. Titan Mining Batubara Indonesia NO. U R A I A N JUMLAH HARGA SATUAN (Ribuan Rp) JUMLAH/ 2 JAM (Ribuan Rp) JUMLAH/ 24 JAM (Ribuan Rp) JUMLAH/ BULAN (Ribuan Rp) JUMLAH/ TAHUN (Ribuan Rp) DALAM $ US 1. KAYU BAKAR (M3) BATUBARA/2 JAM (TON) SOLAR INDUSTRI / 24 JAM (LTR) , GAJI KABAG DRYING/BLN GAJI PENGAWAS DRYING/BLN GAJI MEKANIK, ELECTRICIAN/BLN GAJI OPERATOR, DLL/BLN DEPRESIASI MESIN DRYING/THN DEPRESIASI GENERATOR/THN BIAYA PENGERINGAN INPUT BATUBARA (TON)/TAHUN BIAYA PENGERINGAN/TON 55, OUTPUT BATUBARA (TON)/TAHUN BIAYA PENGERINGAN 14. OUTPUT/TON 78, OUTPUT BATUBARA (TON)/TAHUN BIAYA PENGERINGAN 16. OUTPUT/TON 73,724 8 Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 21

53 Kondisi Perbatubaraan Nasional 17. Harga jual Batubara kadar air tinggi/ton $ US 18. Biaya pengeringan batubara/ton $ US Harga pokok setelah pengeringan/ton $ US Harga jual Batubara hasil drying/ton $ US Harga 0,70 ton Batubara hasil drying $ US Nilai tambah setelah pengeringan/ton ,7 $ US Depresiasi umur mesin drying dan generator listrik diasumsikan 20 tahun Sumber Data: Hasil Pengolahan Data, 2011 Gambar 4.6. Pabrik pengeringan batubara PT. Titan Mining Indonesia Gambar 4.7. Teknologi proses pengeringan batubara PT. Titan Mining Indonesia 4.4. Pengusahaan Stockpile Batubara di Jawa dan Pemanfaatannya Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Berdasarkan kebijakan tata ruang daerah Kabupaten Cirebon, stockpile batubara dialokasikan di dua wilayah, untuk wilayah timur dipusatkan di Kecamatan Pangenan dan di wilayah barat dialokasikan di Kecamatan Gempol. Pada perwilayahan ini telah ditetapkan semacam Pusat Kegiatan Lokal (PKL), di wilayah timur terdapat PKL Ciledug, PKL Losari, PKL Lemah Abang dan PKL Astana Jepura. Sedangkan di wilayah barat ada PKL Palimanan dan PKL Plumbon (Tabel 4.18). Namun, usaha stockpile batubara untuk wilayah barat Kabupaten Cirebon memang belum tertata dengan baik, masih ada perbedaan pendapat diantara dinas terkait tentang pengalokasian untuk wilayah barat antara untuk seluruh perusahaan stockpile dan hanya diperuntukan bagi kegiatan litbang batubara. Persoalan ini telah berimplikasi di lapangan, banyak perusaahaan stockpile (sekitar 20 lebih perusahaan) beroperasi di Desa Gempol tanpa izin. Mereka beroperasi di lahan Desa Gempol, dengan menyewa lahan Desa Gempol. Data perusahaan stockpile di Desa Gempol ini pun tidak ada di kantor dinas teknis di Kabupaten Cirebon, baik di Kantor BLHD Kabupaten Cirebon maupun Kantor Dinas SDA Air dan Pertambangan Kabupaten Cirebon. Hasil koordinasi dan pendataan di Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Cirebon ditemukan persoalan pengenaan teknis lingkungan untuk stockpile batubara masih terbatas sampai jumlah batubara, belum lebih teknis ke masalah kalori. Persoalan ini sedang ditangani Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan. Kajian Implikasi Penetapan Kebijakan Nilai Tambah Upgrading Batubara untuk Ekspor thd Pengusahaan Batubara di Indonesia 2011,.Bambang Yunianto, dkk. IV - 22

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA Gandhi Kurnia Hudaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI

Lebih terperinci

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER Datin Fatia Umar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira datinf@tekmira.esdm.go.id S A R I Aquabat adalah adalah campuran batubara halus,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) - 2003 Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA Gran Melia Jakarta, 22 Maret 2006 LINGKUP PAPARAN 1. PENDAHULUAN: 2. MAIN FEATURES KBN: a. Mengapa

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA Oleh: Daulat Ginting Perencana Madya Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Karakteristik Pertambangan Batu bara Ditinjau dari segi

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN Sumber batubara di Sumsel cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. Musi Banyuasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam sumber energi, selain minyak bumi juga terdapat gas dan batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. No.546, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor PENGARUH PROSES UPGRADING TERHADAP KUALITAS BATUBARA BUNYU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Datin Fatia Umar Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No. 623 Bandung 40211 Email: datinf@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK Sujarwo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tek-mira" sujarwo@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebutuhan

Lebih terperinci

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon KODE : F2.39 Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon Peneliti/Perekayasa: Ir. Darmawan, MSc Ir. Trisaksono BP, MEng Iman, ST,MT Fusia Mirda Yanti,S.Si

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Toto Hardianto*, Adrian Irhamna, Pandji Prawisudha, Aryadi Suwono Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN DOMESTIC MARKET OBLIGATION Bahan Presentasi Pertemuan Bisnis Tahunan Buyer dan Produsen Batubara Tahun 2015 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 miliar ton dengan cadangan 21.13 miliar ton (menurut Dirjen Minerba Kementrian ESDM Bambang

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KODE KEAHLIAN DESKRIPSI KEAHLIAN 03 BIDANG ENERGI 03.01 PERENCANAAN ENERGI 03.01.01 PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Keahlian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di tengah semakin langkanya persediaan minyak bumi, batubara seakan menjadi primadona. Banyak industri yang mulai meninggalkan minyak bumi dan beralih ke batubara sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA ADHI WIBOWO Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Bali, 2015 POKOK BAHASAN I. KONDISI

Lebih terperinci

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Oleh : Ika Monika Nining Sudini Ningrum Bambang Margono Fahmi Sulistiyo Dedi Yaskuri Astuti Rahayu Tati Hernawati PUSLITBANG

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Ketercapaian Target DMO Batubara Sebesar 60% Produksi Nasional pada Tahun 2019

Laporan Akhir Kajian Ketercapaian Target DMO Batubara Sebesar 60% Produksi Nasional pada Tahun 2019 Laporan Akhir 1 Laporan Akhir Dokumen RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 menargetkan peningkatan konsumsi batubara domestik hingga 60% produksi nasional atau 240 juta ton pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting di kehidupan sehari-hari. Bahan bakar dibutuhkan sebagai sumber energi penggerak berbagai keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama

Lebih terperinci

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

listrik di beberapa lokasi/wilayah. PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT Agus Nur Setiawan 2206 100 001 Pembimbing : Ir. Syariffuddin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Kebijakan Manajemen Energi Listrik Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta giriwiyono@uny.ac.id KONDISI ENERGI SAAT INI.. Potensi konservasi

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan strategi bisnisnya. Strategi bisnis sebelumnya mungkin sudah

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Cara Pemesanan: Customer Support: Spesifikasi: Harga : Rp

Cara Pemesanan: Customer Support: Spesifikasi: Harga : Rp 2015 Copyright @ 2015 Spesifikasi: Tipe Laporan : Laporan Industri Terbit : April 2015 Halaman : 121 Format : Hardcopy (Book Full Colour) Softcopy (Data Grafik Excel) Harga : Rp 6.750.000 Cara Pemesanan:

Lebih terperinci

Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama

Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama Pembukaan Indonesia Green Infrastructure Summit 2015 Jakarta. Apabila berbicara tentang inftrastruktur hijau (green infrastructure), tentu kita bicara tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang penilaian energi. Hal-hal yang melatarbelakangi dan tujuan dari penelitian dijelaskan pada bagian ini. 1.1. Latar Belakang Energi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

2 Dalam rangka pembangunan nasional khususnya pembangunan industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri yang memerlukan investasi besar, perlu diberi

2 Dalam rangka pembangunan nasional khususnya pembangunan industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri yang memerlukan investasi besar, perlu diberi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan 4,04 miliar barel (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam 12,27 tahun mendatang (Dirjen Migas,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN. PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I

LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN. PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2017-2018 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia DR. Ir. Hadiyanto M.Sc. Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral COAL PRODUCTION FROM

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Batu bara merupakan mineral organik yang mudah terbakar yang terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan kemudian mengalami perubahan bentuk akibat proses fisik

Lebih terperinci