Akulturasi Budaya Hindu, Jawa dan Islam pada Masjid Laweyan Surakarta
|
|
- Vera Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 pada Masjid Laweyan Surakarta Muh. Fajar Shodiq Institut Agama Islam Negeri Surakarta Abstract: This paper focuses to uncover how a building of the Laweyan mosque reflects the acculturation of Islam and local culture in Surakarta. It proves that the long history of the coming of Islam in Indonesian archipelago is interesting to observe. One of the reasons is the success of accommodating the old religions attached to past Indonesian society through the process of acculturation of culture and religion, which has become a powerful means to introduce Islam to Hindu-Buddhist society. Islam is also very flexible to synergize with local cultures. The unique architecture of Laweyan Mosque is very interesting to study. In addition to the change of the form of temple into a mosque, a thick acculturation can be seen almost in all of the parts of the mosque and its philosophy which is the combination of three elements, Hinduism, Javanese and Islam. Keywords: Acculturation, Hindu-Javanese-Islamic culture, Laweyan Mosque 335
2 Pendahuluan Eksistensi Masjid Laweyan Surakarta, sejak berdirinya hingga kini tetap menunjukkan sesuatu yang bersifat penting untuk perkembangan heritage, sejarah dan saksi berbagai peristiwa penting yang terjadi di negeri ini, khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Keberadaan suatu masjid tua, ternyata menyimpan misteri yang luar biasa dahsyat bagi perkembangan sebuah peradaban, dan sejarah penting masuknya Islam untuk pertama kalinya di wilayah Surakarta. Jika merujuk mengenai Laweyan, kebanyakan seseorang hanya tertumpu pada kerajinan batik, karena memang tidak bisa disangkal jika wilayah ini memang salah satu kampung tua yang merupakan pioneer berdirinya kerajinan kain batik di wilayah Surakarta dan sekitarnya, dan mempunyai kontribusi yang besar berkembangnya batik diseluruh Indonesia. Akan tetapi sebenarnya jika dirunut, kawasan Laweyan merupakan cagar budaya ini menyimpan banyak sekali sejarah yang berharga, baik untuk Islam sendiri, perjuangan bangsa Indonesia maupun kelekatan akulturasi budaya dari banyak etnis dan multi religion yang ada didalamnya. Bahkan masih banyak fakta yang bernilai sejarah tersembunyi dan tak terlalu terekspose oleh umum. Masjid Laweyan, yang sepintas merupakan masjid kecil dan terkesan sangat kuno, ternyata merupakan saksi bisu sejarah yang tak bisa lagi ditutup-tutupi keberadaannya. Masjid seluas 162 meter persegi itu dibangun tahun 1546 saat Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) berkuasa di kerajaan Pajang, hampir dua abad lebih dahulu dari pada keraton Surakarta yang berdiri tepatnya pada tahun Masjid ini menyimpan banyak misteri, tak hanya sekedar masjid tua dan kuno, namun ternyata merupakan pintu gerbang perjalanan dakwah di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Alih fungsi 336
3 Muh. Fajar Shodiq dari tempat persembahyangan Hindu, sebuah pura kepunyaan seorang yang bernama Ki Ageng Beluk tokoh spiritual ternama yang dengan suka rela menyerahkan puranya untuk diubah menjadi Masjid kepada Kyai Ageng Henis (beberapa orang menyebutnya Ki Ageng Ngenis) salah satu keturunan Raja Brawijaya, salah seorang sahabat terbaiknya. Beliau adalah seorang juru dakwah Islam yang berkharismatik, karena pesona kerendahan hati dan masuk akalnya Islam di mata Ki Ageng Beluk, maka ia dengan suka rela masuk Islam. Jejak pesantren Laweyan yang tidak tersisa, komplek makam raja-raja yang tersembunyi, gejolak dengan para pembesar keraton Surakarta sangat fenomenal. Banyak pihak tak menduga jika masjid yang berpaku emas dan peran Presiden pertama RI yang menetapkan Masjid Laweyan sebagai masjid negara dengan Sebuah Surat Keputusan dan peran masjid ini untuk menentukan nasib bangsa dan sederet saksi yang luarbiasa perannya untuk Islam dan negeri Indonesia banyak tidak diketahui orang. Sarikat Dagang Islam yang muncul karena pergolakan dengan para pedagang China, hingga memunculkan tokoh-tokoh Nasional yang sarat dengan nuansa politik sangat berperan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia muncul pada Masjid Tua ditengah kampung nan sesak, masjid Laweyan. Banyak peneliti dan penulis yang sangat tertarik dengan Laweyan sebagai pusat ekonomi, pertarungan politik, juga keunikan masjidnya. Akan tetapi menuliskan sejarahnya secara historisreligion, dan akulturasi budaya yang multidimensi, seperti Islam, Hindu, Jawa amat sangat jarang, Akulturasi secara sederhana bisa dikatakan sebagai proses social yang muncul saat sekelompok orang dengan budaya tertentu bersinergi dengan unsur-unsur budaya asing. Budaya asing itu 337
4 bukan untuk menjajah budaya local, namun secara bertahap mempengaruhi, diterima dan diolah oleh budaya local, hilang tidak menyebabkan hilangnya unsure kebudayaan kelompok itu sendiri. Koentjaraningrat menyatakan jika akulturasi adalah proses social yang terjadi ketika kelompok social dengan kebudayaan tertentu terkena budaya asing yang berbeda. Ada persyaratan terjadinya proses akulturasi, yakni adanya senyawa (afinitas) jika penerimaan budaya tanpa rasa kejutan, maka akhirnya keseragaman (homogenitas) sebagai nilai baru dicerna karena tingkat dan pola budaya kesamaan. Akulturasi kebudayaan di Laweyan juga memunculkan suatu fenomena baru yang berbeda dengan dengan kampung-kampung lainnya. Mengapa demikian? Karena kampung Laweyan tumbuh ditengah-tengah masyarakat birokrat kerajaan dan rakyat biasa. Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa masyarakat Laweyan sebagai inclave society. Keberadaan masyarakat ini berbeda dengan komunitas yang lebih besar disekitarnya, hingga keberadaan dan interakasi social demikian tertutup, karena untuk mempertahankan komunitasnya, lebih tergantung pada masyarakat laweyan itu sendiri (Baidi, 2006:242). Sejarah Laweyan Dari segi tataletaknya, Kampung Laweyan merupakan tempat strategis pada saat itu, karena kampung sekarang yang terletak di sebelah selatan jalan Dr. Radjiman dahulu adalah merupakan penghubung antara alas mentaok dengan Desa Sala. Batas selatan dari wilayah ini adalah Sungai Kabanaran yang merupakan lalulintas air yang menghubungkan Bandar Besar Nusupan di Sungai Bengawan Solo dengan Bandar Kabangan di Laweyan dan Bandar Pajang, dan sisa-sisa keberadaan Bandar Kabangan dan Bandar 338
5 Muh. Fajar Shodiq Pajang masih bisa dilihat. Meski demikian pada saat sekarang ini di wilayah kecamatan, Kelurahan Laweyan berada ujung bagian barat, daerah ini terlihat terasing atau terpinggir karena dengan pusat pemerintahannya berjarak 4 km. Namun zaman dahulu saat pemerintahan Kerajaan Pajang, sangat dekat dengan pusat pemerintahan. Asal-usul nama Laweyan memang bermacam-macam, ada yang menyebutnya Lawiyan. Daerah ini pada mulanya merupakan tanah perdikan (tanah yang bebas pajak) merupakan hadiah Sultan Hadiwijaya (Raja Pajang), kepada Kyai Ageng Henis atas jasanya dalam mengalahkan musuh Pajang kala itu yakni Arya Penangsang (Adipati Jipang Panolan). Dari sini bisa diketahui jika Kyai Ageng Henis mempunyai peran yang sangat signifikan dalam cikal bakal masyarakat Laweyan. Disebut Laweyan karena disinyalir nama tersebut tertuang dalam nisan makan Sunan Ngalawiyan (Paku Buwana II) yang tertulis disitu dengan nama Astana Laweyan (Laweyan, Surakarta;tt:2). Jika ditinjau secara etimologis kata Laweyan berasal dari kata lawe (benang atau kain). Dalam bahasa Sanskerta kata laway bisa berarti jenazah tanpa kepala. Dalam sejarahnya, daerah ini dijadikan tempat menghukum orang yang bersalah dengan kain lawe yang digantung. Jadi kata Laweyan bisa berarti pula tempat menghukum orang dengan lawe. Dalam tradisi lisan tercatat Laweyan sebagai tempat pelaksanaan hukuman bagi mereka yang bersalah terhadap kerajaan (Kuntawijaya;2006:82). Hal ini dibuktikan dengan kisah Raden Ayu Lembah Putri Pangeran Puger (Paku Buwana I) ketika menjadi selir Sunan Mangkurat (Mangkurat III), yang berselingkuh dengan Raden Sukra (putra Patih Raden Arya Sindurejo) yang akhirnya dijatuhi hukuman gantung yang saat itu dinamakan hukuman lawe 339
6 oleh Sunan Mangkubumi dan mayatnya dimakamkan di Astana Laweyan (Janet Kharisma Himawan Prabowo; 2010:18). Dari sinilah terbukti jika nama Lawiyan sudah ada sejak masa kerajaan Pajang pada pemerintahan Sultan Hadiwijaya ( ), sedang nama Laweyan terjadi saat pemerintahan Mangkurat III ( ). Jadi dari sini sudah bisa diambil kesimpulan jika Laweyan sudah ada sejak sebelum kerajaan Pajang berdiri, karena Kyai Ageng Henis mengubah bentuk pura pemberian ki Beluk menjadi Masjid pada tahun Karena Kyai Ageng Henis-lah akhirnya Laweyan menjadi berarti untuk masyarakat sekitar dan memiliki kontribusi yang luarbiasa untuk Kota Surakarta dan negeri ini. Peninggalan sejarah berupa Masjid dan pasarean (Kyai Ageng Henis juga dimakamkan disana), merupakan suatu indikasi jika Laweyan pada masa awal kerajaan pajang sudah menjadi pusat kekuasaan ( Siti Rahayu Binarsih dkk: 2013:103). Yang menarik pula dari daerah Laweyan adalah tempat dimana cikal bakal rajaraja Mataram berasal, hal ini dibuktikan dari tempat tinggal Kyai Ageng Henis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau yang disebut Mas Ngabehi Sutawijaya, yang sering mendapat julukan Raden Ngabehi Loring pasar, karena tempat tinggal itu berada tepat disebelah utara pasar (pasar Laweyan). Setelah itu Sutawijaya pindah ke Alas Mentaok dan mendirikan kerajaan dan dinasti Mataram (monografi kelurahan Laweyan:2012:8-9). Dalam monografi Laweyan, Kampung ini dinamai Laweyan karena daerah ini merupakan pasar lawe yang sangat ramai. Lawe atau benang yang terbuat dari kapas dan merupakan bahan baku tenun untuk membuat sandang. Kapas ini banyak dihasilkan didaerah Pedan, Juwiwring dan Gawok, yakni sekitar Pasar Lawe saja. Akhirnya penduduk banyak menyebutnya sebagai Laweyan. 340
7 Muh. Fajar Shodiq Lawe juga dijual kebeberapa daerah dengan memanfaatkan angkutan sungai yang membelah kampung itu yang telah dibuat Bandar pula yang disebut Bandar Kabanaran ke pelabuhan besar Nusupan di tepi Bewangan Semanggi (sekarang bernama Bengawan Solo). Biografi Kyai Henis dan Kiprah Dakwah Kyai Ageng Henis, atau terkadang disebut juga Ki Ageng Enis (ada pula yang menyebutnya Kyai Ngenis), adalah keturunan dari Ki Ageng Sela (keturunan Brawijaya V, Raja Majapahit) dengan Nyai Bicak yang merupakan putri Ki Ageng Ngerang (Sunan Ngerang I, keturunan dari Maulana Maghribi II). Kyai Ageng Ngenis mempunyai putra Ki Ageng Pemanahan yang berputra Sutawijaya atau disebut Mas Ngabehi Loring Pasar yang akhirnya menjadi Panembahan Senapati, yakni Raja atau pendiri Kerajaan Mataram Islam. Ketika Ki Ageng Pemanahan dianugerahi Alas Mentaok (Mataram), KI Ageng Henis dianugerahi tanah perdikan Laweyan, hingga ia dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Laweyan. Penduduk setempat menganggap Kyai Ageng Henis adalah orang sakti (linuwih), karena ia keturunan Ki Ageng Selo yang terkenal bisa menangkap petir hingga tempat tinggal orang sakti (orang linuwih) ini disebut Lawiyan (Sumarno; 2013;38-39). Kyai Ageng Henis ini juga mempunyai julukan Kyai Ageng Laweyan atau Manggala Pinituwaning, semasa Jaka Tingkir berkuasa ia menjadi Adipati Pajang. Setelah beliau meninggal, ia dimakamkan di pasarean Laweyan, dan akhirnya cucunya, Sutawijaya atau yang biasa di sebut Raden Ngabehi Loring Pasar menempati rumahnya (FPKBL, 2004). Cucu inilah yang akhirnya menjadi Raja pertama di kerajaan Mataram. 341
8 Kontribusi Kyai Ageng Henis dalam bidang dakwah, tentu tak terbantahkan lagi. Ia dianggap sebagai pioneer dalam penyebar Islam pertama di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Tidak diragukan lagi, karena beliau adalah murid dari Sunan Kalijaga dan tentu saja selain ia keturunan Maulana Maghribi II yang tentu keilmuan mengenai agama Islam sudah sangat mumpuni, meski sebelumnya Kyai Henis adalah pemeluk Agama Hindu, agama yang sebagian besar di anut oleh warga saat itu. Persahabatannya dengan Ki Ageng Beluk, Tokoh masyarakat Laweyan yang merupakan penganut Hindu taat membuahkan hasil yang tidak disangka-sangka. Dengan suka rela Ki Ageng Beluk, akhirnya menyerahkan pura miliknya untuk dialihfungsi menjadi sebuah masjid pada Kyai Ageng Henis yang akhirnya menjadi sentra dakwah dan seiring berjalannya waktu masjid tersebutlah berdirilah pesantren yang mempunyai santri lumayan banyak. Sifat Kyai Ageng Henis yang sangat bersahaja, meski seorang pembesar keraton, Ilmu agama yang cukup mumpuni, dan kepiawaiannya dalam berdakwah, membuat ia dengan mudah diterima oleh sebagian besar masyarakat Laweyan. Hingga tidak terasa murid yang nyantri padanya semakin banyak hingga akhirnya berdiri sebuah pesantren. Pesantren ini sangat dinamis, segala aktifitasnya dilakukan dengan baik oleh para santrinya, termasuk urusan dapur. Konon, karena jumlah santrinya banyak, maka pesantren Kyai Ageng Henis tidak henti-hentinya menanak nasi, hingga mengeluarkan banyak asap dari dapurnya. Karena itulah mengapa kampung ini juga mendapat sebutan Kampung Beluk, yang artinya Kampung yang berasap. Masuknya Islam di wilayah Surakarta dan sekitarnya tidak pernah lepas dari nama Laweyan dengan Masjid Laweyan yang 342
9 Muh. Fajar Shodiq memiliki sejarah panjang 4 kerajaan, yakni Majapahit, Demak, Pajang, dan Surakarta. Perjuangan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan dan sebagai pioneer dakwah di wilayah Surakarta juga tidak lepas dari peran serta Laweyan. Masjid ini, yang sepintas merupakan masjid kecil dan terkesan sangat kuno, seluas 162 meter persegi itu dibangun tahun 1546 saat Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) berkuasa di kerajaan Pajang, hampir dua abad lebih dahulu dari pada keraton Surakarta yang berdiri tepatnya pada tahun Eksistensi Masjid Laweyan Surakarta, sejak berdirinya hingga kini tetap menunjukkan sesuatu yang bersifat penting untuk perkembangan heritage, cagar budaya yang nyatanya merupakan akulturasi tiga kebudayaan, yakni Hindu, Jawa juga Islam. Peran serta Kyai Ageng Henis yang saat itu juga merupakan petinggi kerajaan pajang (Adipati), mulai memperkenalkan seni membatik pada para santrinya yang berguru kepadanya. Sebenarnya, keberadaan kampung ini sudah ada sejak pemerintahan Demak, namun baru memberikan arti yang luarbiasa setelah dihuni oleh Ki Ageng Henis. Keberadaan Pasar Laweyan yang sebelumnya dikenal sebagai pasar lawe, tenun, benang akhirnya ditambah dengan kerajinan batik. Peran Kyai Ageng Henis terhadap Kampung Laweyan Bicara mengenai Kyai Ageng Henis, tentu tidak lepas dengan perannya yang luarbiasa membentuk Laweyan sebagai kampung yang sama sekali tidak mempunyai potensi apapun yang bisa dibanggakan masyarakatnya, sampai menjadi sebuah kawasan penting yang turut mewarnai negeri ini dibidang spiritual, mental, perjuangan, perserikatan sampai dengan industry perdagangan yang mencapai suatu titik mengagumkan! 343
10 Kyai Ageng Henis berjasa mengubah profil sebuah perkampungan Hindu menjadi perkampungan para santri muslim juga penting untuk perkembangan dakwah Islam di Surakarta dan sekitarnya, bahkan kampung ini melahirkan pejuang-pejuang yang tangguh bukan hal yang mudah jika tidak ada peran satu tokoh penting dibalik itu. Laweyan merupakan kawasan yang tak biasa. Bisa dikatakan unik, berbeda dengan kampung lainnya atau bahkan sentra batik lainnya. Bukan hanya karena industry batiknya, namun kawasan ini sangat spesifik dalam berbagai hal, belum lagi sejarah panjang yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Indonesia, penanda suatu akulturasi manis dinegeri ini serta perjuangan dengan penjajah Belanda yang suka dengan politik devide et impera-nya. Hingga dapat disimpulkan, jika peran Kyai Ageng Beluk terhadap kampung ini sangat besar. Selain ia giat berdakwah, hingga santri menjadi banyak, Kyai Ageng Henis yang inovatif dan kreatif juga suka berkesenian karena pengaruh dari Sunan Kalijaga), berinisiatif untuk mengajarkan batik pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, setelah batik selama ini tak pernah keluar dari keraton. Tidak disangka kontribusi mengenai batik yang diperkenalkan olehnya ini akhirnya menjadi industri batik utama dikampung yang menyebabkan kampung ini menjadi profil kampung sukses, yang memperkerjakan hampir seluruh masyarakatnya bekerja disektor batik. Akulturasi Budaya Hindu, Islam dan Jawa pada Masjid Laweyan Surakarta Menurut Koentjaraningrat, akulturasi disebut sebagai proses sosial yang terjadi ketika kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu terkena budaya asing yang berbeda. Persyaratan proses 344
11 Muh. Fajar Shodiq akulturasi adalah senyawa afinitas) bahwa penerimaan budaya tanpa rasa kejutan, maka keseragamaan homogenitas) sebagai nilai baru dicerna karena tingkat dan pola budaya kesamaan. a. Akulturasi dapat terjadi melalui berbagai bentuk kontak budaya, antara lain sebagai berikut: b. Kontak sosial di semua tingkat masyarat, beberapa orang atau bahkan antara individu dalam dua komunitas. c. Kontak buadaya antara keompok yang mengendalikan dalam semua unsur-unsur budaya, diperbagai bidang seperti ekonomi, bahasa, teknologi, masyrakat, agama, seni dan ilmu pengetahuan. d. Kontak budaya dalam keadaan damai atau permusuhan e. Kontak budaya antara warga masyarakat dalam jumlah banyak atau sedikit f. kontak budaya dalam sistem budaya, sistem sosial ataupun juga unsur budaya-budaya fisik. Dari sinilah dapat dinilai jika hasil akulturasi juga ditentukan oleh kekuatan setiap kebudayaan itu sendiri, hingga apabila semakin budaya yang diusung, hingga semakin cepat dan menyebar. Begitu pula yang terjadi pada masjid Laweyan Surakarta, dimana keberadaannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan berbagai kelompok etnis dan budaya yang ada di Indonesia, antara lain Budaya Hindu, Islam dan Jawa. Proses akulturasi dari ketiga elemen tadi berjalan sinergi, semua perbedaan berjalan beriringan, saling mempengaruhi dan beriringan mencari kesesuaian, menambah atau mengurangi, hingga sampai pada akhirnya budaya yang terkuatlah yang akan memainkan peran utama dalam proses akulturasi. 345
12 Dalam prosesnya, ada tiga periode akulturasi yang terjadi di negara Indonesia, dimana periode awal, unsur-unsur Hindu-Budha sangat kuat dan sangat menonjol. Hal ini bisa dibuktikan atas banyak bangunan, candi atau relief, patung atau peninggalan yang merujuk pada berbagai dewa, seperti Siwa, Brahma, Siwa, Wisnu dan berbagai kerajaan Budha banyak tersebar seperti Tarumanegara, Kutai dan mataram Kuno. Periode ini ciri khas Budaya Indonesia terlihat seperti tenggelam, karena akulturasi baru mencari bentuknya. Pada periode abad pertengahan, terlihat elemen Hindu-Budha dan budaya Indonesia sudah mencari bentuk menyelarasksan. Hal ini dikarenakan Budaya Hindu-Budha mulai melemah, sedang unsur-unsur kebudayaan Indonesia kembali menonjol, hingga menyebabkan muncul sinkretisme kombinasi dari dua atau lebih aliran budaya). Hal ini bisa dibuktikan dalam peninggalan kerajaan di jawa Timur, seperti Kediri, Singasari dan Majapahit. Ada aliran Tantrayana, yakni aliran agama yang merupakan sinkretisme kepercayaan asli Indonesia dengan Agama Hindu-Budha. Pada Periode Akhir, Setelah orang-orang Indonesia menyadari keluhuran budaya mereka, maka budaya Indonesia kembali kuat dari yang sebelumnya, sedang unsur budaya Hindu Budha menjadi semakin melemah, salah satu akibatnya perkembangan politik ddan ekonomi pada bangsa India yang pada saat itu tidak stabil. Islam yang datang ke Indonesia dengan mengalami proses akulturasi melalui kegiatan perdagangan yang dibawa oleh pedagang dari Timur Tengah maupun negeri China, pernikahan dengan pedagang Muslim dengan masyarakat lokal ataupun juga dengan berbagai seni baik seni musik, tari, bangunan, arsitektur, bahasa dan banyak lainnya. Dalam seni arsitektur, seperti pada bangunan, masjid atau makam, akulturasi diberbagai tempat juga terjadi, seperti pada 346
13 Muh. Fajar Shodiq Masjid Kudus Menara atau disebut juga Masjid Al-Aqsa dan Al Manar yang merupakan bukti akulturasi yang dibangun oleh Sunan Kudus yang dibangun pada tahun 956 H atau 1549 M. Dalam bidang seni rupa, meski Islam tidak menggunakan bentukan manusia atau hewan, namun ada relief patung yang menghiasi masjid atau makam Islam disinyalir merupakan bentuk tali vegetasi tetapi juga sinkretisme yakni hasil perpaduan dari dua aliran seni logam, hal ini untuk mendapatkan harmoni. Masjid Laweyan yang dibangun pada masa Jaka Tingkir pada tahun 1546 yang merupakan masjid pertama yang ada dikerajaan Pajang. Masjid yang alih fungsi dari sebuah Pura milik Ki Beluk yang dihibahkan pada Kyai Ageng Henis, akhirnya mendapat tempat yang luarbiasa dari masyarakat Laweyan. Masjid ini berfungsi selain untuk ibadah, belajar ilmu agama, nikah, talak, rujuk, musyawarah juga komplek makam. Komplek makam ini bukan hanya sembarang makam, karena merupakan makam Kyai Ageng Henis, Kerabat Keraton Pajang, Kartasura dan Kasunan Surakarta. Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang dikhususkan untuk Sunan Paku Buwono X untuk ziarah ke makam. Hanya saja keinginan ini tidak berlanjut lama karena beliau hanya menggunakan sekali saja karena 1 tahun setelah kunjungan, beliau wafat. Selain Kyai Henis, yang dimakamkan disana adalah Susuhunan Paku Buwono II, Permaisuri Pakubuwono V, Pangeran Widjil I Kadilangu sebagai Pujangga Dalem Paku Buwono II, dan Pakubuwono III, Nyai Ageng Pati, Nyai Pandanaran, Prabuwinoto, Kyai Ageng Proboyekso. Ada kisah menarik mengapa Susuhunan Pakubuwono II ingin dimakamkan dekat Kyai Ageng Henis, karena beliau ingin makam ini bisa menjaga kraton kasunan Surakarta dari serangan musuh. 347
14 Pada makam ini terdapat tumbuhan langka, yakni Pohon Nagasari yang berusia lebih dari 500 tahun. Dimana merupakan simbolisasi dari perwujudan penjagaan makam oleh binatang Naga yang dianggap sosok makluk yang paling unggul. Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisasi wujud dari Betari Durga. makam ini direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Keraton Surakarta. Wujud dari patung Betari Durga tentu merupakan akulturasi dengan Hindu-Jawa, dikarenakan Islam tidak mengenal patung, relief atau gambaran semacam itu. Arsitektur Masjid Laweyan, sesuai dengan alih fungsi dari pura ke masjid, tentu sarat dengan akulturasi dari tiga hal, Hindu, Jawa dan Islam. Bangunan ini mirip dengan Klenteng Jawa. Ada Kentongan besar yang usianya ratusan tahun, dan ini merupakan adaptasi budaya Jawa, dan memang jarang sekali digunakan atau dibunyikan, lalu fungsinya digantikan dengan bedug, inilah yang dinamakan kebiasaan Islam. Hal-hal lain yang merupakan filosofi Islam terlihat pada duabelas tiang utama masjid yang terbuat dari kayu Jati.Terdapat pula tiga lorong jalur masuk bagian depan masjid,, yang bermakna filosofi tinggi yakni tiga jalan menuju kehidupan Islam, Iman dan Ihsan. Sebelumnya Masjid ini penuh dengan ornamen peninggalan Hindu. Namun seiring berjalannya waktu, ornamen ini tidak nampak, hanya tersisa seperti ukiran batu yang masih menghiasi makam kuno yang ada dikompleks masjid. Pengaruh Hindu yang kental terdapat dalam posisi masjid yang lebih tinggi dibandingkan bangunan sekitarnya yakni dengan tangga yang bersusun-susun, yang menandakan bangunan pura yang berbentuk laiknya candi yang menjulang tinggi. 348
15 Muh. Fajar Shodiq Hal yang menarik dari tataruang Masjid Laweyan adalah pengaruh kentalnya Kerajaan Surakarta, yakni berubahnya bangunan pura menyerupai bentuk masjid yang bernuasa bangunan Jawa, yang terdiri dari pendopo atau bangunan utama dan serambi. Secara umum tata ruang Masjid Laweyan ini merupakan tipologi masjid Jawa pada umumnya. Ruangnya terbagi menjadi tiga, yakni ruang utama (induk), seluas 162 meter persegi dan serambi terbagi menjadi dua, yakni kanan dan kiri. Ada dua serambi, yakni kanan dan kiri. Serambi kanan menjadi empat khusus jamaah putri atau disebut pawastren, sedang serambi kiri merupakan untuk jamaah laki-laki, yang sudah diperluas dari yang sebelumnya. Arsitektur yang bernuansa Jawa pada Masjid Laweyan terlihat dengan jelas pada bentuk atap masjid menggunakan tajuk atau bersusun. Atap Masjid ini terdiri dari dua bagian yang bersusun. Dinding Masjid Laweyan ini terbuat dari susunan batu bata dan semen, hal ini sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan, dikarenakan bukan bentuk asli dari dinding masjid ini. Bisa dipahami saat pembangunan masjid sekitar tahun 1500-an masyarakat belum mengenal batu bata apalagi semen. Aslinya dinding dibangun menggunakan kayu. Untuk alasan kekuatan masjid dan renovasi terbaik agara masjid ini bertahan lama, maka tahun 1800-an 349
16 dinding masjid ini diganti dengan batu bata dan semen. Bukti jika masjid ini dahulunya terbuat dari kayu dapata dilihat dari adanya rumah pelindung makam kuno terbuat dari kayu dan masih lestari dan bertahan hingga kini. Interior Masjid Laweyan ini memang sangat bernuansa Jawa. Terdapat empat sakaguru dibagian tengah, mihrab yang menjorok ke dalam bukan bagian luar, mimbar ukir dari kayu, atap tinggi tanpa plafon, dan di bagian beranda ada beduk yang berdampingan dengan kentongan. Beduk ini yang setia dibunyikan hingga kini, menggantikan kentongan yang sudah berjasa selama ratusan tahun yang lalu. Jejak yang masih ketara yang bernuansa Jawa-Hindu terdapat pada keberadaan tiga pintu masuk masjid. Satu pintu utama berukuran besar dibagian tengah, dan dua pintu lain berukuran kecil disisi kiri dan kanan yang masing-masing dilengkapi dengan anak tangga. Pemeliharaan masjid ini ternyata didominasi oleh masyarakat sekitar. Ritual-ritual tradisi keraton yang sering dilakukan pada 350
17 Muh. Fajar Shodiq masa lalu, sudah tidak terlihat lagi seiring dengan perkembangan pengetahuan keagamaan masyarakat yang tinggi. Dahulu saat Kerajaan Pajang dan Masa Kyai Ageng Henis Masjid ini sangat menyolok dalam belajar mengajar masalah keagamaan, apalagi keberadaan Pesantren dikomplek masjid itu, sekarang hal ini sudah tidak terlihat geliat seramai dulu, karena hanya untuk kegiatan TPA, Pengajian dan ibadah biasa. Di Laweyan ini terdapat fenomena akulturasi yang sangat kaya lagi luarbiasa yang sangat berbeda dengan wilayah lainnya diseluruh Indonesia. Kampung ini sangat dinamis, perkembangan kampung tua dari tahun 1500-an sampai tahun awal tahun an, begitu terlihat kentara, dari mulai rumah kayu bergaya Jawa- Hindu, dan setelah kemunculan Islam, Masjid Laweyan kemudian berakulturasi Islam. Namun begitu tingkat ekonomi Penduduknya mulai bertambah dengan sangat drastis, sangat batik sebagai suatu industri sudah mulai melesat tajam, maka hal ini berimbas pada akulturasi Barat yang mampu mengubah wajah kampung Laweyan, menjadi kampung yang berakulturasi Jawa-Belanda. Para Pengusaha batik diawal tahun 1900-an menjadi sangat sukses dan kekayaannya melebihi kaum bangsawan, yang memiliki gaya hidup berbeda dengan kaum rakyat pada umumnya membuat kaum bangsawan mulai cemburu dan membenci mereka. Lalu, seperti apakah kekayaan yang ditunjukkan pada arsitektur rumah para saudagar batik kala itu yang masih bisa terlihat hingga kini dan ditetapkan sebagai kawasan heritage, cagar budaya yang patut dilindungi. Rumah yang dibangun dengan tembok tinggi, berasitektur Jawa, Belanda atau perpaduan Jawa Eropa. Mereka juga memiliki kereta dan kuda bak para bangsawan. Rumah para saudagar ini terdiri dari pendapa, ndalem, senthong, gandhok (ini khas rumah 351
18 para bangsawan) paviliun, pabrik (ciri Eropa) dengan regol (pintu gerbang) dan halaman depan cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Hampir tiap rumah memiliki pintu kecil sebagai butulan (ciri rumah Jawa) yang berfungsi sebagai ajang silaturahmi atau komunikasi antar tetangga atau saudara juga sebagai jalan keamanan bersama. Ada suatu fenomena unik dikawasan Laweyan ini, karena ada tradisi kawin antar saudara (indogami), dikarenakan beberapa hal, dimungkinkan untuk melindungi kekayaannya, atau tidak ingin kekayaan mereka jatuh pada lingkungan atau kelompok lainnya. Hingga terbentuklah keluarga besar dan hidup mengelompok dalam satu kompleks. Antar rumah saling berhubungan melalui butulan yang bisa diatas atau dibawah tanah. yang mengejutkan para saudagar ini ada juga yang memiliki bunker yang berfungsi untuk menyimpan kekayaannya, berlindung dari bahaya atau bahkan untuk keperluan pertemuan rahasia, yang terkadang pula bunker ini tembus ketempat lain. Umumnya, bangunan yang ada diliwayah Laweyan initidak memiliki muka bangunan atau menggunakan kapling tanah secara maksimal. Hingga ada sesuatu yang tidak lazim pada para saudagar Laweyan ini, meski rumah luas, halaman dalam luas, mereka tidak bisa menggunakan kapling tanah secara maksimal karena semuanya dikelilingi tembok tinggi. Hingga tempat-tempat yang biasa digunakan untuk bertemu warga (kontak publik) pada umumnya adalah ruang umum milik masyarakat, seperti langgar, masjid, jalan/gang dan lain sebagainya. Masyarakat Laweyan memiliki beberepa kelompok masyarakat, yakni saudagar atau pengusaha, wong cilik atau kebanyakan, wong mutihan (priyayi) dan Priyayi (bangsawan). Menurut Kuntawijaya (2006:82), jika letak kampung Laweyan yang berada dipinggiran 352
19 Muh. Fajar Shodiq kota memiliki arti penting bagi pertumbuhan masyarakat pinggiran. Masyarakat laweyan juga merupakan masyarakat marjinal dalm sistem sosial kerajaan jawa karena penduduknya adalah saudagar, pedagang atau saudagar tidak seperti wong cilik pada umumnya, mereka tidak terikat dengan hubungan patrimonial berdasarkan pemilikan dan penguasaan tanah, hingga,memungkinkan mengembangkan subkultural mereka sendiri. Masyarakat Laweyan jadi membentuk komunitas tersendiri, dengan saudagar sebagai pusat hirarki. Dari sinilah kita bisa memahami mengapa masyarakat Laweyan bergitu berbeda dengan masyarakat pada umumnya, dan berimbas pada bentuk bangunan mereka. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa akulturasi yang terjadi di komplek Masjid Laweyan Surakarta, berupa masjid, komplek makam, dan lingkungan masjid (rumah-rumah penduduk), menunjukkan jika Masyarakat Indonesia, Khususnya Laweyan, menerima dengan tangan terbuka proses akulturasi yang berulangkali datang dan mewarnai perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan agama yang terjadi dikampung tersebut. Masjid Laweyan merupakan salah satu bukti terjadinya akulturasi Hindu, Jawa dan Islam yang memperkaya arsitektur yang penuh filosofi dan fungsi. Begitupula komplek makam yang terdapat disana, tidak bisa dipungkiri jika akulturasi ketiganya sangat kental. Berbeda dengan lingkungan Masjid, pada pemukiman penduduk, akulturasi yang lebih menonjol ternyata terihat Eropa dan Belanda saat melihat arsitekturnya. Hal ini cukup beralasan sebagai imbas kekayaan penduduknya yang berasal dari industri batik yang cukup pesat diawal tahun 1900-an. 353
20 Daftar Pustaka Abu Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, Baidi, Pertumbuhan Pengusaha Batik Laweyan Surakarta, Suatu Studi Sejarah Sosial Ekonomi, dalam Bahasa dan Seni, Tahun 34, Nomor 2, Agustus, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2006 Fajar Kusumawardani, Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional di Laweyan Surakarta. Semarang: FIS UNNES, Janet Kharisma Himawan, Prabowo, Mbok Mase dalam Sejarah Batik Laweyan, Bandung: UNIKOM, Kuntowijoyo, Raja Priyayi dan Kawula, Surakarta , Yogyakarta: Penerbit Ombak, Monografi Kelurahan Laweyan tahun 2012 Mulyono & Sutrisno Kutoyo, Haji Samanhudi, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Putri An Nur r Sakhaa, Hazmitha, Saudagar Laweyan Abad XX (Peran dan Eksistensinya dalam Membangun Perekonomian Muslim), Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret, Siti Rahayu Binarsih, dkk, Bisnis Internasional bagi Pengusaha di Kampung Batik Laweyan, Prosiding Seminar Nasional 2013 dengan tema Menuju Masyarakat Madani dan Lestari ISBN: , Surakarta: Program Pascasarjana, UNIBA, 2013 Soepanto, Hizbullah Surakarta , Karang Anyar: UMS Press,
21 Muh. Fajar Shodiq Sumarno, dkk, Potret Keluarga Jawa di Kota Surakarta, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, Tim Sunrise Pictures, 100 Keajaiban Indonesia, Jakarta Selatan: Cikal Perkasa
BAB 2 DATA DAN ANALISA. Kampoeng Batik Laweyan. keputusan. Hasil rangkuman pencarian data adalah sebagai berikut.
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah: 1. Tinjauan literatur : pencarian data melalui buku, catatan, artikel baik di koran, majalah, maupun
Lebih terperinciAlkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Fenyta Rizky Rahmadhani fenyta25@gmail.com Jurusan Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perancangan dan
Lebih terperinciMasjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja
SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur
Lebih terperinciKata Kunci : Kyai Ageng Henis, Industri Batik Laweyan Surakarta
KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA HM. Fajar Shodiq, S.Ag,.M.Ag IAIN Surakarta Abstrak Awal mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang kental dengan agama Hindu
Lebih terperinciISBN
ISBN 602-1222-00-8 9 786021 222003 PEREMPUAN LAWEYAN DALAM INDUSTRI BATIK DI SURAKARTA OLEH : Tugas Tri Wahyono Suwarno Yustina Hastrini Nurwanti Taryati KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN
Lebih terperinciGaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesifik dan bersejarah. Dilihat dari segi sejarah menurut Mlayadipuro (1984),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Dilihat dari segi sejarah menurut Mlayadipuro (1984), keberadaan Kampung Laweyan
Lebih terperinciKERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak
KERAJAAN DEMAK Berdirinya Kerajaan Demak Pendiri dari Kerajaan Demak yakni Raden Patah, sekaligus menjadi raja pertama Demak pada tahun 1500-1518 M. Raden Patah merupakan putra dari Brawijaya V dan Putri
Lebih terperinciLampiran 1. Program pengembangan ruang wisata budaya (culture tourism)
LAMPIRAN 115 116 Lampiran 1. Program pengembangan ruang wisata budaya (culture tourism) 1. Mesjid Laweyan Cikal bakal budaya dan sejarah laweyan dan Surakarta Sejarah Kerajaan Pajang yang penting bagi
Lebih terperinciARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA
ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA Dra. Dwi Hartini Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia Ahmad Mansur, Suryanegara
Lebih terperinciButulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Butulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta Rinaldi Mirsyad (1), Sugiono Soetomo (2), Mussadun (3), Asnawi Manaf (3) rinaldi mirsyad_husain@yahoo.com
Lebih terperinciLebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,
Lebih terperinciMasjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut Annisa Maharani mhrnannisa1997@gmail.com Mahasiswa Sarjana Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sesuai dengan berkembangnya zaman, kita perlu tahu tentang sejarahsejarah perkembangan agama dan kebudayaan di Indonesia. Dengan mempelajarinya kita tahu tentang sejarah-sejarahnya
Lebih terperinciAkulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003, budaya menjadi elemen yang paling menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,
Lebih terperinci1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna
1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana
Lebih terperinciElemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciBAB II DESA SENDANGDUWUR. Sebelah Selatan Wilayah Kecamatan Paciran serta memiliki Luas Wilayah + 22,5
BAB II DESA SENDANGDUWUR A. Letak Geografis desa Sendangduwur Desa Sendangduwur ini merupakan salah satu Desa yang terletak di Sebelah Selatan Wilayah Kecamatan Paciran serta memiliki Luas Wilayah + 22,5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para
Lebih terperinciMasjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan Muhammad Fadhil Fathuddin muhammadfadhilf@student.itb.ac.id Program Studi Arsitektur, Sekolah
Lebih terperinciWujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia
Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia Islam Budaya lokal Pengantar 611M Masa Kelahiran Islam Di Arab. 632-661 M Mulai muncul Kekhafilahan di Arab untuk menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota
Lebih terperinciIMPLEMENTASI INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION
IMPLEMENTASI INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Implementasi IMC Kampoeng Batik Laweyan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan Tahun 2010) SKRIPSI Untuk memenuhi
Lebih terperinciPASAR KOTAGEDE. Oleh : Theresiana Ani Larasati
PASAR KOTAGEDE Oleh : Theresiana Ani Larasati Pasar Kotagede yang masih eksis hingga saat ini menurut beberapa sumber sejarah diketahui telah ada sejak zaman Ki Gede Pemanahan. Pasar yang dikenal dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman dan kekayaan akan budaya yang telah dikenal luas baik oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri, sehingga menjadikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makam Kotagede atau sering disebut juga dengan Sargede adalah sebuah makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan
Lebih terperinciPengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta Lilis Yuniati y liliss30@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur Perencanaan
Lebih terperinciPerpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya Maulidinda Nabila maulidnda@gmail.com A rsitektur Islam, Program Studi A rsitektur,
Lebih terperinciPERAN RUANG PUBLIK DI PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA
PERAN RUANG PUBLIK DI PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA Oleh : Ir. Alpha Febela Priyatmono, MT.*) ABSTRAKSI Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak sebelum
Lebih terperinciKERAJAAN SAMUDERA PASAI
KERAJAAN SAMUDERA PASAI Kerajaan Islam pertama di Indonesia, didirikan oleh Nazimuddin Al-Kamil dan Sultan Malik As-Saleh yang bergelar Marah Sile. Buktinya adalah terdapatnya makam bercirikan Islam dari
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO
BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO A. Akulturasi China dan Jawa di Masjid Cheng Hoo Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian yang ada di Jawa. Sebelum daerah ini menjadi salah satu kerajaan yang berbasis Islam, di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah keberadaan kota Surakarta tidak bisa terlepas adanya keraton Surakarta yang secara proses tidak dapat terlepas pula dari kerajaan pendahulunya yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hubungan kekerabatan merupakan hubungan antara tiap entitas yang memiliki asal-usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional di segala bidang, tidak terkecuali
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia
Lebih terperinciBAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI
BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI A. Persamaan Gaya Corak Kaligrafi di Masjid Al- Akbar Surabaya dengan Masjid Syaichuna Kholil Bangkalan Masjid merupakan tempat ibadah umat muslim
Lebih terperinciJURNAL KAJIAN TENTANG SENI BANGUN MASJID BAITURROHMAN (MAKAM SUNAN KUNING) DI DESA MACANBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG
JURNAL KAJIAN TENTANG SENI BANGUN MASJID BAITURROHMAN (MAKAM SUNAN KUNING) DI DESA MACANBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG STUDY ABOUT THE ART OF MOSQUE BAITURROHMAN (SUNAN KUNING GRAVE) IN THE
Lebih terperinci2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cirebon sejak lama telah mendapat julukan sebagai Kota Wali. Julukan Kota Wali disebabkan oleh kehidupan masyarakatnya yang religius dan sejarah berdirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaankebudayaan masa lampau. Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari
Lebih terperinciGambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com
BATIK oleh : Herry Lisbijanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri khasnya masing-masing. Hal itu bisa dilihat pada pengaruh karya seni rupa peninggalan kerajaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jawa telah ada dan berkembang bahkan jauh sebelum penduduk Pulau Jawa mengenal agama seperti Hindu, Budha maupun Islam dan semakin berkembang seiring dengan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Pertemuan budaya, Mesjid Raya Cipaganti, Kolonial, Schoemaker. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Kota yang dahulunya merupakan bekas jajahan memang menyimpan peniggalan sejarah dan budaya yang pernah menguasainya pada saat itu, salah satunya adalah kota Bandung yang pernah dijajah Belanda.
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain : Arsitektur Neo Vernakular. Desain: Arsitektur Neo Vernakular
BAB V KAJIAN TEORI V. Kajian Teori 5.1. Kajian Teori Penekanan Desain : Arsitektur Neo Vernakular 5.1.1. Uraian Interpretasi dan Elaborasi teori Penekanan Desain: Arsitektur Neo Vernakular Tema desain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Pengertian Judul Redesain Masjid Darussalam Sebagai Tempat Ibadah dan Pusat Bisnis di Kampung Perhiasan Jayengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Pengertian Judul Redesain Masjid Darussalam Sebagai Tempat Ibadah dan Pusat Bisnis di Kampung Perhiasan Jayengan Untuk menjabarkan mengenai pengertian judul di atas maka kalimat judul
Lebih terperinciCAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar
Lebih terperinciBAB 11 GAMBARAN UMUM HS SILVER
BAB 11 GAMBARAN UMUM HS SILVER Hanya lima kilometer ke arah tenggara dari pusat kota Jogjakarta, kita dapat mencapai lokasi sebuah kota tua yang menyisakan banyak bagunan tua dan kebudayaannya, yang dulu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA ( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN)
TUGAS AKHIR PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA ( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN) Diajukan sebagai pelengkap dan syarat guna Mengambil Gelar
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan
Lebih terperinciBAB IV DAKWAH ISLAM DI JEPARA KETIKA KEPEMIMPINAN KERAJAAN KALINYAMAT. peninggalannya berupa masjid di desa Mantingan kecamatan Tahunan kabupaten
BAB IV DAKWAH ISLAM DI JEPARA KETIKA KEPEMIMPINAN KERAJAAN KALINYAMAT Pada masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat, kerajaan Kalinyamat mempunyai peran yang sangat penting dalam penyebaran dan pengembangan agama
Lebih terperinciSistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk
Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang
Lebih terperinciEKSPRESI KARYA SENI TRADISIONAL SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL BANGSA. Oleh: Etty S.Suhardo*
EKSPRESI KARYA SENI TRADISIONAL SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL BANGSA Oleh: Etty S.Suhardo* Ketika bangsa ini resah karena banyak karya seni kita diklaim negara tetangga, kini kita lega, bahagia dan bangga
Lebih terperinciTUGAS AKHIR (TKA 490) MASJID RAYA JOHOR ARSITEKTUR ISLAM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu dari 21 kecamatan di Medan yang sedang mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Kompleks perumahan, pemukiman, dan
Lebih terperinciUnsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro Uswatun Chasanah usw ahsnh.10@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu
Lebih terperinciPerpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sejarah, budaya, dan kekayaan alamnya. Sejak masih jaman Kerajaan, masyarakat dari seluruh pelosok dunia datang ke
Lebih terperinciSejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung Andita Aprilina Nugraheni anditaprilina2804@gmail.com Mahasiswa Program Sarjana, Prodi Arsitektur, Sekolah
Lebih terperinciASAL MULA DESA TALAKBROTO
ASAL MULA DESA TALAKBROTO Pada suatu hari datanglah seorang wanita bernama Mbok Nyai (yang menurut penuturan masyarakat memang namanya adalah Mbok Nyai didapat dari para pengikutnya jika memanggilnya dan
Lebih terperinciPenyusunan Data Master Referensi Kebudayaan Kab. Demak, Provinsi Jawa Tengah
Penyusunan Data Master Referensi Kab. Demak, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data Statistik Daftar Isi A. Pendahuluan B. Hasil Verifikasi Validasi Data Master Referensi Data Cagar Budaya di Kabupaten Demak
Lebih terperinciMUSEUM AFFANDI YOGYAKARTA
MUSEUM AFFANDI YOGYAKARTA Oleh : Theresiana Ani Larasati Objek wisata budaya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan ketika datang di Yogyakarta adalah Museum Affandi. Museum ini mengingatkan kita pada kegigihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Tionghoa yang datang dan menetap di Indonesia sudah memiliki sejarah yang panjang. Orang Tionghoa sudah mengenal Indonesia sejak abad ke 5 M, dan selama beberapa
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai
Lebih terperinciPEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA
PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA Elfrida Rosidah Simorangkir Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan
Lebih terperinci, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain:
4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Pencarian bahan melalui buku, artikel, dan literatur dari
Lebih terperinciSirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang
Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang Rosawati Saputri 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, 2 Dosen Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan
Lebih terperincic. Preferensi Fiqih Dalam Beragama di Demak Dipengaruhi oleh Kondisi Lokal dan Keikutsertaan Pada Ormas Islam d. Budaya Ziarah Makam Wali yang
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan
Lebih terperinciJakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55
Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan
Lebih terperinciPelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah
Pelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah Rohadatul Aisy 1 dan Antariksa 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciSTUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR
STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Deskripsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai
Lebih terperinciMasjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam Anna Rulia Sejarah dan Teori Arsitektur/Kota, Program Studi Arsitektur, Politeknik Negeri Samarinda
Lebih terperinciPengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta Nindyasti Dilla Himaya nindy astidh@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR Oleh: RIYANTO L2D000451 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciCagar Budaya Candi Cangkuang
Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain
Lebih terperinci