BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan keterampilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan keterampilan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan keterampilan proses sains (KPS) yang dikembangkan dalam RPP Biologi Kelas X berdasarkan kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan jenis dan persentase keberadaan keterampilan proses sains dalam RPP Biologi Kelas X pada kegiatan lapangan dan kegiatan laboraturium. Keterampilan proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan-keterampilan yang dimiliki peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kaidah metode ilmiah, meliputi keterampilan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengorganisasi dan analisis data, menyusun kesimpulan dan mengkomunikasikan. Keterampilan yang dimaksud diatas merupakan keterampilan essensial yang dikuasai oleh peserta didik SMA kelas X. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data keberadaan keterampilan proses sains yang diperoleh dari hasil analisis dokumen RPP Biologi Kelas X berdasarkan kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta. RPP yang diambil merupakan RPP buatan guru yang digunakan untuk pembelajaran Biologi kelas X di sekolah SMA Kota Yogyakarta yang telah menerapkan Kurikulum 2013, baik SMA negeri maupun swasta. Sekolah SMA di Kota Yogyakarta yang menjadi lokasi pengambilan sampel terdiri dari 4 SMA 46

2 Negeri dan 1 SMA Swasta yang telah menerapkan kurikulum Penelitian ini mengambil sampel RPP sejumlah 20 RPP yang terdiri dari RPP Biologi pada materi ruang lingkup biologi, plantae, protista dan fungi. RPP tersebut dipilih berdasarkan kelompok RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium dengan rincian yaitu 10 RPP kegiatan lapangan dan 10 RPP kegiatan laboraturium. Masing-masing RPP diberikan kode sesuai dengan kelompok materi (tabel pengkodingan terlampir). RPP yang telah dipinjam kemudian dianalisis oleh para panelis. Panelis dipilih berdasarkan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. RPP dianalisis menggunakan instrumen analisis keterampilan proses sains yang telah divalidasi muka (Face Validity) oleh Ahli (Expert Judgemen) yaitu Dosen Pembimbing. Jenis analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan jenis analisis isi (content analyze) karena penelitian ini lebih menekankan pada isi/konten yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran RPP. Unit analisis pada penelitian ini berupa teks dalam langkah pembelajaran pada kegiatan inti RPP. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui keberadaan keterampilan proses sains ditinjau dari aspek materi pembelajaran dan jenis item keterampilan proses sains, serta mengetahui perbedaan keberadaan keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium Biologi SMA kelas X di wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian ini juga menggunakan analisis data kanonik menurut Krippendorf (2004:232) dengan rumus sebagai berikut: 47

3 Uji kanonik Krippendorf tersebut digunakan untuk mengetahui kehandalan data atau α (derajat kecocokan) data yang diperoleh dalam penelitian. Apabila koefisien α (kecocokan data) memiliki nilai lebih dari 0,7 (>0,7); maka data yang dikumpulkan dari ketiga panelis dapat dikatakan handal (Krippendorff, 2004:232). Berdasarkan hasil uji kanonik pada tabel derajat kecocokan (α) RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta (tabel terlampir), nilai α (derajat kecocokan) tertinggi yaitu 0,9424 pada RPP materi Protista dengan kode C5, sedangkan nilai α (derajat kecocokan) terendah yaitu 0, 8028 pada RPP materi Fungi dengan kode D3. Berdasarkan tabel derajat kecocokan (α) RPP hasil uji kanonik dapat dilihat pula bahwa semua data analisis RPP menunjukkan nilai derajat kecocokan (α) lebih dari 0,7 (>0,7) sehingga keseluruhan data dikatakan handal, atau dengan kata lain instrumen penelitian yang digunakan reliable (instrumen penelitian mampu mengukur apa yang hendak diukur pada analisis konten RPP yaitu keberadaan keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam RPP Biologi SMA kelas X di wilayah Kota Yogyakarta). Setelah diketahui bahwa data handal menurut uji kanonik Krippendorf, selanjutnya peneliti melakukan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui keberadaan keterampilan proses sains dalam RPP dan perbedaan keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam RPP kegiatan lapangan dengan RPP kegiatan 48

4 laboraturium Biologi kelas X di Kota Yogyakarta. Uji statistika deskriptif yang dilakukan adalah menggunakan program Microsoft Office Excel. Berikut ini adalah tabel hasil uji deskriptif terhadap analisis keterampilan proses sains (KPS) dalam RPP Biologi SMA Kelas X berdasarkan kurikulum 2013 di wilayah Kota Yogyakarta. 1. Keberadaan KPS dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Wilayah Kota Yogyakarta a. Keberadaan KPS dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Wilayah Kota Yogyakarta ditinjau dari Aspek Materi Pembelajaran Hasil penelitian yang pertama yaitu untuk mengetahui keberadaan KPS ditinjau dari aspek materi pembelajaran dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Keberadaan KPS ditinjau dari Aspek Materi Pembelajaran dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta Proses Sains Kode RPP A B C D Merumuskan masalah Merumuskan hipotesis Merancang dan melakukan percobaan Mengorganisasi dan menganalisis data Menyusun kesimpulan Mengomunikasikan Jumlah Nilai maksimal Rerata Persentase(%) STDEV Keterangan: - Kode RPP: 1. RPP A: Materi Ruang Lingkup Biologi 2. RPP B: Materi Plantae 3. RPP C: Materi Protista 4. RPP D: Materi Fungi 49

5 Tabel 2 menampilkan keberadaan keterampilan proses sains dilihat dari aspek materi pembelajaran, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keempat jenis RPP mengembangkan keterampilan proses sains dengan persentase yang berbeda-beda. Keterampilan proses sains paling banyak dikembangkan pada RPP D dengan persentase sebesar 75,00%. Selanjutnya diposisi kedua yaitu pada RPP A dan RPP C dengan persentase sebesar 70,83%; sedangkan yang paling sedikit mengembangkan keterampilan proses sains adalah RPP B dengan persentase sebesar 66,67%. Meskipun persentase menunjukkan hasil yang berbeda-beda, akan tetapi hasil persentasi tersebut hanya memiliki selisih sedikit sehingga perbedaan yang muncul dikatakan tidak nyata. Hasil keberadaan KPS pada RPP Biologi kelas X dilihat dari aspek materi pembelajaran disajikan dalam grafik berikut ini: Jumlah Keberadaan KPS A B C Kode RPP D KPS 6 KPS 5 KPS 4 KPS 3 KPS 2 KPS 1 Gambar 2. Keberadaan KPS ditinjau dari Aspek Materi Pembelajaran dalam RPP Biologi Kelas X di Kota Yogyakarta Keterangan: - Kode RPP: 1. RPP A: Materi Ruang Lingkup Biologi 2. RPP B: Materi Plantae 3. RPP C: Materi Protista 4. RPP D: Materi Fungi 50

6 - Proses Sains 1. KPS 1: Merumuskan masalah 2. KPS 2: Merumuskan hipotesis 3. KPS 3: Merancang dan melakukan percobaan 4. KPS 4: Mengorganisasi dan menganalisis data 5. KPS 5: Menyusun kesimpulan 6. KPS 6: Mengomunikasikan Berdasarkan Gambar 1 di atas maka terlihat jelas bahwa RPP D (RPP Fungi) memiliki jumlah keberadaan KPS tertinggi di antara RPP lainnya, sedangkan yang terendah adalah RPP B (RPP plantae). b. Keberadaan KPS ditinjau dari Jenis Item KPS dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta Hasil analisis data selanjutnya yaitu keberadaan per-item keterampilan proses sains yang terdapat dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta. Hasil yang diperoleh yaitu berupa perhitungan jumlah keberadaan dan persentase untuk setiap jenis item keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam RPP. Proses Sains Tabel 3. Keberadaan KPS ditinjau dari Jenis Item KPS dalam RPP Biologi SMA Kelas X di Kota Yogyakarta Kode RPP A B C D Jumlah Nilai maksi mal Rera ta Persenta se (%) STDEV Merumuskan masalah Merumuskan hipotesis Merancang dan melakukan percobaan Mengorganisasi dan menganalisis data Menyusun kesimpulan Mengomunikasikan Keterangan: - Kode RPP: 1. RPP A: Materi Ruang Lingkup Biologi 2. RPP B: Materi Plantae 3. RPP C: Materi Protista 4. RPP D: Materi Fungi 51

7 Tabel 3 memperlihatkan bahwa jenis item keterampilan proses sains yang terdapat dalam keempat kelompok RPP adalah keterampilan merumuskan masalah (81,25%), merumuskan hipotesis (62,5%), merancang dan melakukan percobaan (56,25%), mengorganisasi dan menganalisis data (50%), menyusun kesimpulan (75%), dan terakhir mengkomunikasikan (100%). Hasil yang diperoleh dari analisis data tiap item KPS ditampilkan melalui grafik keberadaan tiap item KPS dalam RPP Biologi Kelas X di Kota Yogyakarta berikut ini: Jumlah Keberadaan KPS Keterampilan Proses Sains D C B A Gambar 3. Keberadaan KPS ditinjau dari Jenis Item KPS dalam RPP Biologi Kelas X di Kota Yogyakarta Keterangan: - Kode RPP: 1. RPP A: Materi Ruang Lingkup Biologi 2. RPP B: Materi Plantae 3. RPP C: Materi Protista 4. RPP D: Materi Fungi - Proses Ilmiah 1. KPS 1: Merumuskan masalah 2. KPS 2: Merumuskan hipotesis 3. KPS 3: Merancang dan melakukan percobaan 4. KPS 4: Mengorganisasi dan menganalisis data 5. KPS 5: Menyusun kesimpulan 6. KPS 6: Mengomunikasikan 52

8 Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa keterampilan proses sains yang mempunyai persentase paling tinggi adalah keterampilan mengkomunikasikan, dengan kata lain keterampilan mengkomunikasikan ini telah dikembangkan oleh semua RPP yang diteliti, yang kedua adalah keterampilan merumuskan masalah, sedangkan keterampilan proses sains yang mempunyai persentase paling rendah adalah keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. 2. Perbandingan Data Keberadaan KPS pada RPP Kegiatan Lapangan dan RPP Kegiatan Laboraturium Penelitian ini menggunakan dua kelompok RPP yaitu kelompok RPP kegiatan lapangan dan laboraturium yang masing-masing terdiri dari 2 materi pembelajaran. Hasil yang diperoleh kedua kelompok tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut ini: 53

9 N o 1 Tabel 4. Perbandingan data kelompok RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium Biologi Kelas X di Kota Yogyakarta Kelompok materi Kod e RPP Proses Sains Jumlah Rera ta Persenta se(%) Lapangan A B Jumlah Rerata Persentase (%) Laboraturi um C D Jumlah Rerata Persentase (%) Keterangan: - Kode RPP: 1. RPP A: Materi Ruang Lingkup Biologi 2. RPP B: Materi Plantae 3. RPP C: Materi Protista 4. RPP D: Materi Fungi - Proses Ilmiah 1. Merumuskan masalah 2. Merumuskan hipotesis 3. Merancang dan melakukan percobaan 4. Mengorganisasi dan menganalisis data 5. Menyusun kesimpulan 6. Mengkomunikasikan Berdasarkan Tabel 4 maka dapat diperoleh informasi bahwa kelompok kegiatan lapangan yang terdiri dari dua RPP yaitu RPP A dan RPP B memiliki rerata persentase sebesar 68,75%; sedangkan kelompok kegiatan laboraturium yang terdiri dari RPP C dan RPP D memiliki rerata persentase sebesar 72,92%. Hasil tersebut mempunyai selisih yang tidak signifikan walaupun persentase

10 pada kelompok kegiatan laboraturium lebih tinggi dibandingkan kelompok kegiatan lapangan. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa keterampilan proses sains yang mempunyai persentase keberadaan paling tinggi pada kelompok RPP kegiatan lapangan adalah keterampilan mengkomunikasikan (100%), lalu yang paling rendah adalah keterampilan menyusun hipotesis dan mengorganisasi dan menganalisis data (50,00%). Pada kelompok RPP kegiatan laboraturium, keterampilan proses sains yang mempunyai persentase keberadaan paling tinggi juga masih sama dengan RPP kegiatan lapangan yaitu keterampilan mengkomunikasikan dengan persentase 100%, sedangkan yang paling rendah adalah keterampilan merancang dan melakukan percobaan serta keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data (50%). Kelompok RPP kegiatan laboraturium seharusnya mengembangkan keterampilan proses sains merancang dan melakukan percobaan dengan persentase yang tinggi, akan tetapi berdasarkan hasil diatas yang diperoleh justru sebaliknya yaitu justru memiliki persentase yang paling rendah dibandingkan dengan keterampilan proses sains yang lain. 55

11 B. Pembahasan Penelitian mengenai analisis keberadaan keterampilan proses sains dalam RPP Biologi SMA Kelas X berdasarkan kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta ini merupakan jenis penelitian analisis isi/konten. Data diambil dengan cara identifikasi. Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan keterampilan proses sains dalam RPP biologi kelas X. Keberadaan keterampilan proses sains disini ditinjau dari aspek materi pembelajaran dalam RPP dan jenis item keterampilan proses sains yang ada dalam RPP. Selain itu jumlah dan persentase keberadaan keterampilan proses sains juga digunakan untuk mengetahui perbedaan data keterampilan proses sains yang ada dalam RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium yang dibuat oleh guru kelas X. 1. Keberadaan Keterampilan Proses Sains dalam RPP Materi Biologi Kelas X di Wilayah Kota Yogyakarta a. Keberadaan Keterampilan Proses Sains ditinjau dari Aspek Materi Pembelajaran dalam RPP Hasil analisis data yang tersaji dalam Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa semua RPP yang diteliti telah mengembangkan keterampilan proses sains dalam kegiatan intinya. Meskipun demikian, setiap RPP yang diteliti mempunyai persentase terhadap jumlah keberadaan yang berbeda-beda. RPP yang mempunyai persentase tertinggi adalah RPP D yaitu RPP Fungi, selanjutnya diposisi kedua adalah RPP A (ruang lingkup biologi) dan RPP C (Protista), sedangkan yang terendah adalah RPP B yaitu RPP Plantae. Berikut ini 56

12 pembahasan pada masing-masing RPP berdasarkan urutan keberadaan keterampilan proses sains: 1) RPP Materi Fungi Materi fungi mempunyai kompetensi dasar 3.6 yaitu menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan jamur berdasarkan ciri-ciri dan cara reproduksinya melalui pengamatan secara teliti dan sistematis (Permendikbud no 69 tahun 2013). Untuk menguasai kompetensi tersebut maka diperlukan kegiatan pembelajaran yang mengajak siswa melakukan kegiatan pengamatan/percobaan contohnya melalui kegiatan praktikum di laboraturium. Praktikum yang dilakukan dalam mempelajari materi fungi adalah seperti pengamatan jamur mikroskopi maupun jamur makroskopi, penelitian mengenai aktivitas fermentasi oleh jamur, dll. Karakteristik dari materi fungi adalah objek belajar fungi relative mudah didapatkan. Guru memanfaatkan contoh sampel jamur yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudahan dalam memperoleh bahan ajar fungi membantu guru merencanakan kegiatan pengamatan/percobaan melalui bentuk kegiatan praktikum di laboraturium, siswa pun juga lebih mudah dalam memahami materi ini karena bisa di refleksikan langsung dalam kehidupannya. Dengan kata lain pembelajaran materi fungi sangat mendukung untuk melatih keterampilan proses sains bagi siswa melalui kegiatan praktikum di laboraturium. Keterampilan 57

13 proses sains akan membantu siswa untuk melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan prosedur metode ilmiah. Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis data keberadaan keterampilan proses sains yang dikembangkan pada RPP materi fungi meliputi keterampilan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merencanakan dan melakukan percobaan, mengorganisasi dan menganalisis data, menyusun kesimpulan dan mengomunikasikan. Dilihat dari kelengkapannya, ragam keterampilan proses sains yang muncul dalam RPP Fungi ini sudah menunjukkan hasil yang lengkap sesuai dengan item keterampilan proses sains yang diteliti, namun tiap item keterampilan proses sains tersebut menunjukkan persentase keberadaan yang berbedabeda. Keterampilan mengomunikasikan menduduki persentase tertinggi dalam keberadaannya di RPP fungi. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk mencapai kompetensi dasar 4.6 yaitu menyajikan data hasil pengamatan ciri-ciri dan peran jamur dalam kehidupan dan lingkungan dalam bentuk laporan tertulis (Permendikbud no 69 tahun 2013), sedangkan keterampilan proses sains yang terendah persentase keberadaannya adalah keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. Guru belum maksimal dalam mengembangkan keterampilan ini karena hanya terbatas meminta siswa mencatat hasi percobaan dalam tabel dan menginterpretasikannya, belum 58

14 sampai pada tahap menghubungkan antar variable dalam hasil penelitian sebagaimana yang disampaikan oleh Towle (1989:21) sebagai salah satu indicator menganalisis data. Disisi lain menurut teori perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas X telah memasuki tahap oprasional-formal yang sudah mampu berpikir kritis sehingga memungkinkan untuk menguasai keterampilan menghubungkan antar variable dalam penelitian (Santrock, 2009: 50). Meskipun demikian keberadaan item keterampilan proses sains dalam RPP fungi memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan RPP yang lain, hal itu dikarenakan sebagian besar keterampilan proses sains telah muncul dan sesuai dengan rumusan kegiatan pembelajaran dalam RPP guru yang menunjukkan bahwa pada pembelajaran materi fungi sangat mendukung untuk dikembangkannya keterampilan proses sains bagi siswa. 2) RPP Ruang Lingkup Biologi RPP A adalah RPP Biologi Kelas X pada materi ruang lingkup biologi. Materi ini merupakan materi pertama (Bab I) untuk pembelajaran biologi kelas X. Ruang lingkup biologi merupakan materi yang memuat konsep-konsep dasar dari ilmu biologi seperti pengenalan mengenai metode ilmiah, cabangcabang biologi, jangkauan ilmu biologi, keanekaragaman hayati, sampai dengan prinsip kerja dalam ilmu biologi. 59

15 Kompetensi dasar yang harus dicapai dari pembelajaran ruang lingkup biologi yaitu kompetensi dasar 3.1, memahami tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari (Permendikbud no 69 tahun 2013). Kebanyakan guru menyampaikan materi ruang lingkup biologi hanya dengan metode pembelajaran di kelas saja, sementara untuk mengajarkan hal-hal dasar terkait biologi maka siswa perlu untuk diajak melihat langsung berbagai fakta yang diperoleh dari objek atau fenomena yang terjadi di alam. Kegiatan berupa observasi lingkungan merupakan salah satu kegiatan yang dirasa cukup tepat dalam menyampaikan materi ini, terlebih ada salah satu konsep yaitu kenekaragaman hayati yang akan mudah dipahami oleh siswa jika siswa melihat langsung fakta yang terjadi di lingkungan. Hal itu sejalan dengan teori Djohar (2010: 7) yang menyatakan bahwa obyek biologi adalah fenomena nyata sehingga cara-cara eksploratif adalah cara yang tepat untuk mempelajarinya. Pembelajaran Biologi erat kaitannya dengan pemahaman konsep yang dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat diamati siswa karena biologi tidak hanya berupa sekumpulan konsep dan teori saja melainkan harus melakukan sesuatu, mengetahui, dan memecahkan masalah dalam mempelajarinya. Melalui kegiatan 60

16 pengamatan langsung di lingkungan sekitar sekolah, pembelajaran ruang lingkup biologi dapat mendukung untuk mengembangkan keterampilan proses sains. Berdasarkan hasil penelitian, RPP ruang lingkup biologi yang dianalisis pada penelitian ini mempunyai struktur yang lengkap dan telah sesuai dengan kaidah Kurikulum Kegiatan inti dijabarkan dengan prinsip 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengkomunikasi) secara urut dan detail. Keterampilan proses sains yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran RPP ruang lingkup biologi juga sudah lengkap yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengorganisasi dan menganalisis data, menyusun kesimpulan dan mengkomunikasikan. Keterampilan mengomunikasikan merupakan keterampilan yang paling tinggi keberadaannya dalam RPP ruang lingkup biologi, sedangkan yang terendah adalah keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. Keterampilan proses sains tersebut dikembangkan oleh guru melalui kegiatan pembelajaran interaktif yang dilengkapi dengan adanya kegiatan pengamatan langsung di lingkungan sekitar siswa sehingga siswa dapat memperoleh pengalamannya sendiri tentang ruang lingkup biologi. 61

17 3) RPP Materi Protista Kompetensi dasar materi protista menurut Permendikbud No 69 Tahun 2013 tentang kurikulum SMA yaitu kompetensi dasar no 3.5, menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan protista berdasarkan ciri-ciri umum kelas dan perannya dalam kehidupan melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. Materi protista dikategorikan sebagai materi yang potensial untuk dilakukan dengan kegiatan laboraturium karena dalam hal mempelajarinya dibutuhkan kinerja dalam laboraturium, seperti misalnya untuk melihat protozoa membutuhkan alat-alat dan bahan yang tersedia di laboraturium, kemudian ada juga kegiatan membuat kultur paramecium, dll sehingga pantas bila materi protista ini lebih cocok diajarkan melalui kegiatan praktikum di laboraturium karena berkaitan dengan makhluk hidup mikroskopis. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang dapat membantu peserta didik dalam melakukan percobaan/pengamatan di dalam laboraturium. Hasil analisis data keberadaan keterampilan proses sains yang dikembangkan pada RPP materi protista menunjukkan bahwa keterampilan yang ada dalam RPP protista antara lain keterampilan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merencanakan dan melakukan percobaan, mengorganisasi dan menganalisis data, menyusun kesimpulan dan mengomunikasikan. Menurut 62

18 kelengkapannya, item keterampilan proses sains yang muncul tersebut telah memenuhi semua item yang dianalisis. Keterampilan mengomunikasikan adalah keterampilan proses sains yang mempunyai persentase keberadaan paling tinggi, sedangkan keterampilan yang paling rendah justru adalah keterampilan merancang dan melakukan percobaan serta keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. Hal itu dikarenakan hanya beberapa guru yang melakukan percobaan, sedangkan guru yang lain lebih memilih kegiatan pembelajaran di kelas dengan mengajak siswa menonton video atau gambar tentang jenis-jenis protista dan cara reproduksinya. Nuryani Rustaman (2003: 91) menyatakan bahwa dalam menyusun rancangan pembelajaran guru harus memperhatikan ketersediaan alat dan bahan yang akan digunakan. Apabila alat dan bahan yang dibutuhkan susah ditemukan, guru dapat menggunakan alternative metode pembelajaran yang lainnya. Pemilihan metode ceramah ini dapat dilatarbelakangi juga karena kegiatan praktikum tentang protista relative membutuhkan bahan/objek pengamatan yang sulit ditemukan. Metode seperti ini dirasa kurang tepat karena materi Protista yang disampaikan dengan metode ceramah membuat siswa mengganggap materi Protista merupakan materi yang susah karena muatan materi yang cukup padat, banyak hafalan dan membuat siswa lebih sulit merefleksikannya dalam pengalaman sehari-hari. 63

19 Tidak tercapainya indicator merancang dan melakukan percobaan ini menyebabkan RPP Protista menjadi RPP yang mempunyaai jumlah skor pengembangan keterampilan proses sains yang rendah. 4) RPP Materi Plantae Salah satu cakupan dalam ilmu biologi adalah mempelajari seluk beluk tentang tumbuhan. Konsep tumbuhan atau dalam biologi dikenal dengan nama Plantae mempunyai bidang kajian yang sangat luas sehingga dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tertentu agar dapat mendukung tercapainya bidang kajian tersebut. Pada pembelajaran disekolah, guru berperan dalam penyampaian informasi mengenai tumbuhan kepada para peserta didik. Pemilihan metode dan media yang tepat turut menentukan jalannya proses pembelajaran menjadi efektif atau tidak. Tumbuhan sangat banyak diperoleh di sekitar kita, oleh karena itu dalam mempelajari tentang tumbuhan guru mengajak peserta didik untuk melihat dan berinteraksi langsung dengan tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitarnya, sebagaimana disampaikan Novi Nuryanti (2013: 12) dalam hasil penelitiannya bahwa pedoman pembelajaran sains, peserta didik akan dilatih untuk mempelajari dan memperoleh berbagai permasalahan dan persoalan yang menarik untuk dikaji dari lingkungan alam sekitar, dengan upaya tersebut peserta didik akan lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan pengetahuan serta wawasannya. 64

20 Sicillia (2016:45) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa mengamati/observasi dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan menggunakan indera. Pengamatan yang hanya dilakukan menggunakan indera disebut pengamatan langsung, sedangkan pengamatan tidak langsung ialah pengamatan yang dilakukan dengan cara member perlakuan terlebih dahulu pada objek pengamatan agar gejala yang diamati dapat muncul, kemudian pengamatan dapat dilakukan. Berdasarkan teori tersebut maka kegiatan dalam RPP plantae dapat dikategorikan sebagai pengamatan langsung karena dalam rancangan kegiatan pembelajaran yang dituliskan oleh guru, siswa diminta untuk mengelompokkan keanekaragaman tumbuhan di lingkungan sekolah menggunakan langkah pengamatan langsung. Meskipun kegiatan pengamatan langsung, akan tetapi melalui kegiatan tersebut dikembangkan juga keterampilan proses sains bagi siswa. Berdasarkan hasil analisis keberadaan item keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam RPP Biologi Kelas X diperoleh hasil keterampilan proses sains yang ada dalam RPP materi Plantae adalah sebagai berikut, keterampilan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merencanakan dan melakukan percobaan, mengorganisasi dan menganalisis data, menyusun kesimpulan dan mengomunikasikan. Keterampilan yang 65

21 mempunyai persentase keberadaan tertinggi adalah keterampilan mengomunikasikan. Menurut Rezba (1995:15) kemampuan kita dalam berkomunikasi dengan yang lainnya sangat dasar dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Keterampilan mengomunikasikan yang dimaksud disini adalah keterampilan dalam menyampaikan konsep dan pemahaman yang diperoleh peserta didik dari kegiatan pengamatan tumbuhan yang telah dilakukan di lapangan. Keterampilan proses sains yang masih rendah dalam keberadaannya adalah keterampilan merumuskan hipotesis dan keterampilan mengorganisasi data. Pada materi plantae, guru menyampaikan materi dengan mengajak siswa melihat langsung objek tumbuhan di alam sekitar sehingga disini tidak ada variable yang ditentukan karena kegiatan hanya bersifat eksploratif, dengan demikian bisa dimengerti kenapa keterampilan merumuskan hipotesis ini menjadi rendah dibanding yang lainnya. Di lain hal, keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data rendah karena siswa hanya memasukkan data dalam tabel pengamatan serta melakukan pengelompokkan data tumbuhan menurut klasifikasinya, sedangkan menurut teori dalam Towle (1996:21) ilmuan menganalisis data dalam banyak cara, termasuk menggunakan statistika, menginterpretasikan grafik, menentukan hubungan antar variable, membandingkan data dengan penelitian lain dan menentukan kemungkinan yang membuat kesalahan dalam 66

22 eksperimen. Secara keseluruhan data keberadaan item keterampilan proses sains dalam RPP materi plantae ini termasuk dalam kategori sebagian muncul dilihat dari persentase keberadaannya. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh informasi bahwa tiap materi biologi mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut berkaitan dengan jangkauan konsep dan informasi yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa, kebutuhan akan objek pengamatan/percobaan dan kompleksitas materi dalam kegiatan pembelajaran. Hal itu berimbas pada peran guru dalam merencanakan proses pembelajaran yang sesuai untuk materi. Upaya guru tentunya tidak bisa dilepaskan dari tujuan pembelajaran untuk mewujudkan siswa mampu menguasai keterampilan proses sains sebagai dasar dalam pembelajaran ilmiah. Permendikbud No.81a tahun 2013, menyatakan bahwa RPP dikembangkan guru menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus, dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar. Pernyataan tersebut juga dijelaskan oleh Nuryani Rustaman (2003: 90) yang menyatakan bahwa guru memperhatikan beberapa hal dalam merumuskan kegiatan pengalaman belajar yang tepat bagi siswa, yaitu antara lain karakteristik konsep yang diajarkan, kesiapan siswa, dan fasilitas yang tersedia. Karakteristik konsep yang 67

23 dimaksud adalah tuntutan dan tuntunan yang sudah melekat untuk tiap konsep. Sebagai contoh, konsep evolusi yang berarti perubahan secara perlahan-lahan dalam waktu yang sangat lama, memberikan petunjuk bahwa pengalaman belajar yang paling tepat dengan mengobservasi dan menganalisis bukti-bukti evolusi. Sebagai arahan, guru dapat memperhatikan bagaimana saran atau arahan yang diberikan oleh rumusan kurikulum. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, maka dapat diperoleh informasi bahwa dalam penyusunan RPP guru mempertimbangkan beberapa hal terkait dengan karakteristik konsep, kondisi siswa dan kondisi fasilitas pembelajaran yang ikut berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut ikut berpengaruh terhadap pengembangan item KPS dalam rumusan RPP yang dibuat oleh guru. Berbanding terbalik dengan teori diatas, pengaruh karakteristik konsep materi biologi terhadap keberadaan KPS belum dapat terlihat secara signifikan dalam hasil penelitian ini, hal itu dikarenakan berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa dari keempat materi dalam RPP memunculkan keterampilan proses sains dengan perbedaan nilai persentase keberadaan yang sedikit. Hasil tersebut juga berarti bahwa, penyusunan RPP berpegang pada aturan yang tercantum dalam Permendikbud tentang standar penyusunan RPP yaitu penyusunan rancangan pembelajaran dengan mengedepankan tercapainya pendekatan ilmiah dan keterampilan proses sains melalui 68

24 kegiatan 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengomunikasikan), dengan kata lain keberadaan keterampilan proses sains dalam pembelajaran suatu konsep didasari tujuan untuk mencapai bentuk kegiatan yang sesuai dengan aturan Permendikbud tersebut. Keterampilan proses sains dapat dikuasai siswa dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah secara berkesinambungan. Dilanjutkan oleh Sicilia (2016: 51) dalam hasil penelitiannya bahwa pada dasarnya keterampilan terbentuk dari adanya pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh setiap individu. Keterampilan tersebut akan semakin berkembang bila terus diasah dan dilatih, sehingga dalam menguasai keterampilan proses sains siswa perlu untuk senantiasa dibiasakan melakukan kegiatan pengamatan/percobaan sesuai dengan prinsip dalam pendekatan ilmiah. b. Keberadaan Keterampilan Proses Sains ditinjau dari Jenis Item Keterampilan Proses Sains Setiap RPP yang diteliti mempunyai hasil persentase yang berbeda-beda pada keberadaan tiap item keterampilan proses sains yang dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada Gambar 3 maka item keterampilan proses sains yang paling banyak muncul adalah keterampilan mengomunikasi, dilanjutkan dengan keterampilan merumuskan masalah, keterampilan menyusun kesimpulan, keterampilan merumuskan hipotesis, keterampilan 69

25 merancang dan melakukan percobaan, serta yang paling sedikit adalah keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 2 Lampiran 53 menyatakan bahwa, Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Proses sains menurut Permendiknas tersebut adalah keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali, dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Selain teori tersebut dalam rumusan kegiatan Kurikulum 2013 menghendaki adanya kegiatan berbasis pendekatan ilmiah. Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau inforsmasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta (Permendikbud No 65 Tahun 2013). Berdasarkan dua teori tersebut, dalam pengertian sains sebagai suatu proses dikembangkan secara berjenjang atau bertahap. Maka seharusnya proses sains yang paling awal dikembangkan adalah mengamati hingga yang paling terakhir adalah mengomunikasikan. 70

26 Oleh karena itu, mengamati merupakan keterampilan yang paling banyak dimunculkan dalam kegiatan pembelajaran guru, akan tetapi hasil penelitian menunjukkan sebaliknya dimana proses sains yang paling banyak dimunculkan dalam RPP adalah mengomunikasikan. Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Sependapat dengan pernyataan tersebut, Rezba, et al (2010: 4) juga mengungkapkan bahwa mengkomunikasikan hasil penelitian/pengamatan dapat melalui kegiatan presentasi dengan uraian secara langsung maupun uraian tertulis dalam bentuk laporan, karya tulis ilmiah dan artikel/jurnal ilmiah. Keterampilan mengomunikasikan yang diukur dalam penelitian ini merupakan kemampuan mengomunikasikan siswa dalam bentuk lisan dan tertulis. Keterampilan mengomunikasikan menjadi keterampilan yang paling banyak dikembangkan dalam RPP biologi Kelas X di Kota Yogyakarta karena semua guru telah merumuskan kegiatan mengomunikasikan yang meminta siswa untuk menyampaikan hasil pengumpulan data dalam bentuk persentasi dan laporan tertulis. Keterampilan mengomunikasikan muncul dalam kegiatan inti RPP pada rumusan kegiatan mengomunikasi, hal tersebut terlihat dari contoh kalimat berikut ini: 71

27 - Guru mengarahkan siswa untuk mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok sesuai pengamatan ke depan kelas (mengomunikasikan secara lisan) - Kemudian siswa mempresentasikan hasil pengamatan dan diskusi kelompok mengenai cirri khusus, cirri umum, dan klasifikasi jenis protista secara klasikal di depan kelas - Siswa diminta menyusun laporan hasil pengamatan dan diskusi kelompok (mengomunikasikan secara tertulis) Keterampilan mengomunikasikan ini termasuk keterampilan yang cukup mudah dilatih karena kegiatannya dirasa juga lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan kegiatan menalar lainnya. Hal itulah yang dapat dijadikan alasan yang mendasari keberadaan keterampilan mengomunikasi yang lebih tinggi dibandingkan keterampilan lain. Posisi kedua item keterampilan proses sains yang paling banyak dikembangkan adalah keterampilan merumuskan masalah. Sebelum merumuskan masalah, maka peserta didik melakukan observasi awal terlebih dahulu. Observasi ini ditujukan agar peserta didik mampu mengamati fakta atau fenomena yang terjadi pada suatu keadaan tertentu. Pada kegiatan observasi inilah keterampilan mengamati siswa dimunculkan. Menurut Rezba (2010:27), kegiatan observasi merupakan tahap awal yang penting dilakukan dalam melaksanakan langkah metode ilmiah. Hasil observasi akan digunakan sebagai dasar dalam melatih rasa keingintahuan siswa untuk merumuskan persoalan dan mengembangkan keterampilan proses sains lainnya. Maka dalam mencapai keterampilan merumuskan masalah, 72

28 siswa melakukan pengamatan terlebih dahulu untuk menemukan fakta atau fenomena, siswa mengidentifikasi persoalan yang muncul dari fakta atau fenomena yang ditemukan, lalu merumuskannya dalam bentuk kalimat tanya sesuai dengan struktur rumusan masalah. Meskipun keterampilan merumuskan masalah bukan keterampilan yang paling banyak dimunculkan dalam RPP Biologi Kelas X, akan tetapi hasil yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa guru telah memunculkan keterampilan merumuskan masalah ini dalam RPP. Keterampilan merumuskan masalah muncul dari kegiatan inti RPP pada bagian rumusan kegiatan mengamati dan menanya, contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: - Guru membimbing peserta didik mengamati air rendaman jerami, air kolam dan air got/comberan secara makroskopis. Peserta didik mengamati secara makroskopis sampel macammacam air yang disajikan oleh guru (observasi langsung terhadap objek) - Guru memotivasi siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang pengamatan yang dilakukan (menyusun rumusan masalah). Pertanyaan yang diharapkan muncul dari siswa yaitu seperti: 1) Organism apakah yang terdapat dalam sampel air kolam, air got, dan air rendaman jerami tersebut? 2) Termasuk dalam kelompok organism apakah yang terdapat pada masing-masing sampel air tersebut? - Siswa mengajukan pertanyaan kritis sesuai dengan pendapatnya. Guru memberikan umpan balik pertanyaan dari siswa untuk dijawab oleh siswa yang lainnya (mengkomunikasi rumusan masalah melalui diskusi) 73

29 Ketiga, keterampilan proses sains yang paling banyak dikembangkan adalah keterampilan menyusun kesimpulan. Menyusun kesimpulan merupakan proses yang menggambarkan kesimpulan berdasarkan fakta atau alasan dari suatu persepsi yang benar (Towle, 1989: 21). Persepsi benar diperoleh dari penafsiran data hasil penelitian. Menyusun kesimpulan menjadi kegiatan yang penting karena turut menentukan bagaimana konsep yang akan diperoleh oleh peserta didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dalam metode ilmiah kegiatan menyusun kesimpulan dilakukan setelah kegiatan mengamati, merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan percobaan serta menganalisis data. Keterampilan menyusun kesimpulan muncul dari kegiatan inti RPP pada bagian rumusan kegiatan mengasosiasi hasil penelitian, contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: - Melakukan diskusi gambar protista hasil pengamatan sesuai dengan kelompok (melakukan kegiatan diskusi kelompok untuk menyusun kesimpulan) - Melakukan deskripsi ciri khusus yang dimiliki pada masing-masing gambar protista - Membandingkan ciri khusus yang dimiliki pada masing-masing gambar protista hasil pengamatan dengan berbagai kajian literature. Kemudian melakukan identifikasi protista dari cirri khusus berdasarkan hasil pengamatan dan kajian literature (melakukan generalisasi terhadap ciri umum protista berdasarkan pengamatan dan diskusi) - Membuat kesimpulan tentang ciri umum protista dan pengelompokan protista berdasarkan hasil pengamatan, diskusi 74

30 kelompok dan kajian literature melalui diskusi kelas (menarik kesimpulan) Keterampilan proses sains dengan urutan keberadaan selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variable, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Rumusan hipotesis akan mengungkapkan cara melakukan suatu upaya dalam pemecahan masalah karena biasanya dalam rumusan hipotesis terkandung cara untuk mengujinya (Nuryani Rustaman, 2005: 80). Keterampilan merumuskan hipotesis merupakan salah satu keterampilan proses sains dasar yang seharusnya sudah dimiliki oleh peserta didik kelas X yang telah masuk dalam fase perkembangan kognitif oprasional formal dimana seorang anak sudah dapat berpikir logis dan kritis selayaknya sudah dapat bersikap secara konseptual dan dapat berpikir hipotesis (Izzaty, dkk (2008: 35), maka dari itu diharapkan guru telah melatih siswa untuk menguasai keterampilan merumuskan hipotesis dengan maksimal. Keterampilan merumuskan hipotesis muncul dari kegiatan inti RPP pada bagian rumusan kegiatan menanya dan mengumpulkan data, contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: - Guru memberikan umpan balik pertanyaan dari siswa untuk dijawab oleh siswa yang lainnya (membimbing siswa berdiskusi tentang permasalahan yang ditemukan) - Siswa mengajukan dugaan sementara mengenai permasalahan yang hendak diteliti (merumuskan hipotesis) 75

31 Nilai persentase keberadaan keterampilan merumuskan hipotesis ini masih lebih rendah dibandingkan keterampilan mengomunikasikan, merumuskan masalah dan menyusun kesimpulan, akan tetapi berdasarkan hasil analisis data guru juga telah mengembangkan keterampilan ini dengan cukup baik dalam rancangan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Jumlah yang masih rendah disebabkan karena beberapa guru belum merumuskan secara tersirat dalam RPP mengenai perintah kepada siswa untuk merumuskan hipotesis. Keterampilan proses sains yang menduduki urutan selanjutnya dalam keberadaannya yaitu keterampilan merancang dan melakukan percobaan. Merancang dan melakukan percobaan dalam metode ilmiah merupakan suatu langkah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara menguji dan membuktikan hipotesis atas adanya suatu gejala yang muncul. Pengumpulan data dapat berupa kegiatan observasi terhadap lingkungan sekitar (eksplorasi) dan juga dapat berupa kegiatan praktikum dalam laboraturium (eksperimen). Menurut Rezba (2010: 5) dalam melaksanakan percobaan, hal yang perlu dilakukan adalah menentukan permasalahan, menyusun hipotesis, dan menentukan desain penelitian. Penyelidikan ilmiah dapat mempermudah dalam memahami mengapa sesuatu dapat terjadi. Keterampilan ini sangat penting untuk dikuasai oleh peserta didik agar dapat mencapai salah satu kompetensi dasar dalam proses pembelajaran biologi. Keterampilan merancang dan 76

32 melakukan percobaan muncul dari kegiatan inti RPP pada bagian rumusan kegiatan mengumpulkan data, contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: - Guru mengarahkan siswa untuk melakukan pengamatan secara mikroskopis. - Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok - Guru membimbing siswa untuk terlibat aktif dalam pengamatan dan jika ada kesulitan dalam pengamatan. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa meliputi: 1) Mengamati secara mikroskopis sampel (air kolam, air got, air rendaman jerami dan kultur jamur air) sesuai dengan kelompok dengan menerapkan perilaku ilmiah 2) Menggambar hasil pengamatan protista dalam LKS 3) Mendeskripkan masing-masing ciri khusus yang dimiliki masing-masing gambar protista (guru telah menyiapkan petunjuk percobaan berupa LKS, sehingga siswa hanya tinggal mengikuti langkah-langkah percobaan dalam LKS saja) Rendahnya persentase keberadaan yang diperoleh dalam hasil penelitian disebabkan karena tidak tercapainya sub item merancang design percobaan oleh peserta didik. Peserta didik belum diberikan kesempatan oleh guru untuk merancang percobaannya sendiri, melainkan hanya tinggal melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk dan langkah yang telah disusun oleh guru. Hal tersebut tentunya disusun oleh guru dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya keterbatasan waktu,keterbatasan alat dan bahan percobaan 77

33 serta alasan lainnya yang membuat guru belum maksimal dalam melatih siswa untuk merancang percobaannya sendiri. Keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data yang dikembangkan dalam RPP Biologi Kelas X di Kota Yogyakarta memiliki urutan terakhir dengan persentase keberadaan terendah diantara keterampilan lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa guru masih kurang mengembangkan keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data pada rancangan kegiatan RPP. Pada prinsip metode ilmiah, keterampilan ini menjadi keterampilan agar siswa mampu mengolah data yang diperoleh dari penelitian untuk selanjutnya dapat diinterpretasikan dan digunakan untuk menemukan suatu kesimpulan. Rendahnya nilai persentase keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data ini disebabkan karena dilihat dari rumusan kegiatan RPP, guru baru sebatas meminta peserta didik untuk menyusun data dalam tabel dan menafsirkan makna data dari tabel. Kegiatan guru tersebut belum menunjukkan criteria pengembangan keterampilan mengorganisasi dang menganalisis data yang baik, seperti yang dijelaskan menurut Towle (1989: 20) yang menyatakan bahwa ilmuan menganalisis data dalam banyak cara, termasuk menggunakan statistika, menginterpretasi grafik, menentukan hubungan antar variable, dan membandingkan data dengan penelitian lain. Selanjutnya hasil analisis dapat menentukan data yang reliable dan data yang menolak hipotesis penelitian. Dibandingkan dengan teori Towle 78

34 tersebut, maka keterampilan ini belum dikembangkan dengan baik sebagai bentuk dari mewujudkan langkah metode ilmiah yang berupa kegiatan analisis data dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data muncul dari kegiatan inti RPP pada bagian rumusan kegiatan mengumpulkan data dan mengasosiasi hasil penelitian, contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: - Menggambar hasil pengamatan protista dalam LKS (memasukkan data hasil penelitian dalam tabel). - Melakukan diskusi gambar protista hasil pengamatan sesuai dengan kelompok (menganalisis data melalui kegiatan diskusi kelompok). Secara keseluruhan RPP Biologi kelas X di Kota Yogyakarta telah mengembangkan keterampilan dalam melaksanakan prinsip metode ilmiah, hal itu dilihat dari kelengkapan semua keterampilan yang muncul telah sesuai dengan langkah-langkah dalam metode ilmiah. Salah satu teori yang menjelaskan rangkaian langkah dalam metode ilmiah adalah teori menurut Brum & McKane (1989: 10) yang terdiri dari: (a) pengamatan/observasi, (b) formulasi hipotesis yang dapat di uji secara induktif, (c) eksperimen secara deduktif lengkap dengan penetapan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, (d) analisis hasi eksperimen, (e) menarik kesimpulan, (f)menerima, menolak, atau memodifikasi hipotesis untuk dikembangkan menjadi teori dan hukum, dan (g) publikasi hasil penelitian. Dilihat dari urutan persentase keberadaan tiap item keterampilan proses sains, hasilnya 79

35 menunjukkan bahwa guru belum mengembangkan item keterampilan proses sains secara merata sebab setiap item keterampilan proses sains mempunyai persentase keberadaan yang berbeda-beda. Sund dan Trowbridge (1973: 190) menyatakan bahwa ragam keterampilan proses sains dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat kesulitan dalam masing-masing ragam keterampilan proses sains. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dimengerti bahwa setiap item keterampilan proses sains tidak harus selalu dikembangkan dalam rumusan RPP dengan keberadaan yang tinggi karena setiap item mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Secara keseluruhan keberadaan item keterampilan proses sains dalam RPP biologi kelas X yang diteliti telah menunjukkan hasil yang baik, meskipun urutan persentase keberadaannya belum dapat sesuai dengan urutan langkah metode ilmiah. Penelitian ini hanya terbatas untuk melihat urutan frekuensi keberadaan per-item keterampilan saja, sehingga belum dapat digunakan untuk melihat urutan yang sesuai dengan langkah metode ilmiah. Dijelaskan dalam teori bahwa berdasarkan sistematika dalam metode ilmiah, urutan atau tahapan-tahapan dalam setiap langkah kegiatan disusun secara urut mulai dari tahap awal (observasi) hingga tahap akhir (mengomunikasikan) (Schulter, 1926: 137). 80

36 2. Perbandingan hasil analisis data pada kelompok RPP kegiatan lapangan dengan RPP kegiatan laboraturium Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat perbandingan data keberadaan keterampilan proses sains pada RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium. Kelompok RPP kegiatan laboraturium memiliki persentase keberadaan yang lebih besar dibandingkan RPP kegiatan lapangan. Hasil tersebut dimungkinkan karena dalam kegiatan laboraturium, siswa melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih banyak dan membutuhkan keterampilan kerja yang cukup banyak pula dibandingkan dengan kegiatan lapangan. Oom Romlah (2009: 3) menyatakan bahwa beberapa jenis keterampilan laboratorium yang dapat dilatihkan kepada siswa adalah, diantaranya: mencuci, membilas, dan mengeringkan alat gelas; mengambil dan menuangkan bahan dan bahan cair; membaui suatu bahan; melarutkan, mengocok, menyaring; melakukan pengukuran massa dan volume; melakukan titrasi; menyediakan atau membuat preparat dan menggunakan mikroskop; menggunakan berbagai peralatan seperti, higrometer, evaporimeter, salinometer, dan banyak lagi. Banyaknya keterampilan-keterampilan yang semestinya dilakukan oleh siswa tersebut dalam kegiatan laboraturium, membuat siswa berlatih untuk lebih fokus dan menggunakan kemampuan berpikir ilmiahnya dengan baik. Berbeda dengan kegiatan lapangan, siswa mengamati langsung objek, fakta atau fenomena yang sudah tersedia di lingkungan sekitarnya tanpa melakukan suatu perlakuan yang rumit terlebih dahulu. Kegiatan lapangan juga membutuhkan peralatan yang lebih sedikit 81

37 dibandingkan dengan kegiatan laboraturium. Djohar(1991:17) menyatakan bahwa dalam pendekatan belajar sebenarnya sangat memungkinkan kita menggunakan objek persoalan yang ada di lingkungan terdekat anak didik, contohnya adalah lingkungan halaman sekolah, kebun sekolah, dan areaarea lainnya yang dapat dijangkau oleh siswa. Alasan selanjutnya yang mendasari munculnya keterampilan proses sains yang lebih bnyak pada RPP kegiatan laboraturium dibandingkan dengan RPP kegiatan lapangan dijelaskan melalui teori White (1996: 768) yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar Biologi tentu akan semakin berhasil dengan ditunjang kegiatan laboratorium, siswa dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah dan dapat mengembangkan sikap ilmiah serta menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah. Oleh karena itu, kegiatan laboratorium sangat melekat dengan adanya penemuan konsep melalui suatu kegiatan percobaan. Berdasarkan teori tersebut bukan berarti bahwa kegiatan lapangan tidak mampu melatih kemampuan berpikir ilmiah siswa, akan tetapi kegiatan lapangan lebih menekankan pada kemampuan siswa menemukan konsep dari fakta-fakta yang terlihat dalam kegiatan observasi. White (1996: 9) juga menekankan akan adanya cukup bukti bahwa laboratorium mempromosikan pemahaman yang lebih baik, beberapa kelebihan dari kegiatan laboraturium yaitu mewujudkan metode ilmu pengetahuan, abstraksi, dan proses dengan baik, membuat informasi mudah diingat, dan mengungkapkan hubungan antar topic-topik masalah. 82

Pengkodingan RPP Biologi SMA Kelas X Di Wilayah Kota Yogyakarta

Pengkodingan RPP Biologi SMA Kelas X Di Wilayah Kota Yogyakarta LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Pengkodingan RPP Biologi SMA Kelas X Di Wilayah Kota Yogyakarta No Materi Asal Sekolah Kode 1 Ruang lingkup biologi Plantae Protista Fungi SMA N 1 Yogyakarta SMA N Yogyakarta SMA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji kehandalan data menurut Krippendorf dengan menghitung koefisien alpha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analisis isi (content analysis).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analisis isi (content analysis). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis isi (content analysis). Analisis isi kuantitatif didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

BAB I PENDAHULUAN. isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum 2013 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

Lebih terperinci

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia agar mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran keterampilan proses sains siswa pada sub pokok bahasan sifatsifat

Lebih terperinci

KEBERADAAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM RPP BIOLOGI SMA KELAS X BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA

KEBERADAAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM RPP BIOLOGI SMA KELAS X BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA Keberadaan Keterampilan Proses... (Ika Feby Putriana) 1 KEBERADAAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM RPP BIOLOGI SMA KELAS X BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI KOTA YOGYAKARTA OCCURANCE OF SCIENCE PROCESS SKILLS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS LKPD SEL DI SMA NEGERI KOTA BEKASI

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS LKPD SEL DI SMA NEGERI KOTA BEKASI 164 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 3 Tahun 2017 ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS LKPD SEL DI SMA NEGERI KOTA BEKASI ANALYSIS OF SCIENCE PROCESS SKILLS ON STUDENT CELL WORKSHEET Oleh: aditya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang dan malam? bagaimana matahari terbit dan tenggelam? bagaimana proses terbentuknya pelangi? Pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan peneliti pada minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1 Pandak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dipilihnya SMP Negeri 1 Lembang dikarenakan sekolah ini merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Model Pengembangan Sugiyono (2014) menjelaskan, metode penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, pengalaman belajar yang didapat oleh siswa merupakan hal yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Agar proses

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan mata pelajaran melalui pendekatan sciencetific learning

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan mata pelajaran melalui pendekatan sciencetific learning 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia selalu mengalami perbaikan dalam mengembangkan kurikulum sebagai pedoman dalam mengajar. Perbaikan kurikulum ini bertujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan kunci determinasi dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. globalisasi yang berkembang sangat pesat diperlukan praktek pembelajaran

I. PENDAHULUAN. globalisasi yang berkembang sangat pesat diperlukan praktek pembelajaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi memberikan dampak yang besar dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Munculnya berbagai macam teknologi hasil karya manusia menandakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi memberikan dampak yang besar dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Munculnya berbagai macam teknologi hasil karya manusia

Lebih terperinci

Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2003, hlm. 94), terdiri dari : melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi),

Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2003, hlm. 94), terdiri dari : melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas latar belakang yang menjadi landasan dilaksanakan penelitian ini, rumusan masalah yang ditemukan peneliti untuk menjadi acuan penelitian, tujuan dilakansanakan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dihadapkan dengan perkembangan dan perubahan zaman yang begitu cepat, dimana manusia bertanggung jawab untuk memecahkan masalahmasalah yang muncul setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama yang wajib dipenuhi dalam upaya peningkatan taraf hidup bermasyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh perubahan pengetahuan,

Lebih terperinci

PERCEPTIONS OF STUDENTS ON THE APPLICATION OF SCIENTIFIC APPROACHES TO BIOLOGY LEARNING X SMA CLASS SENIOR HIGH SCHOOL 12 PEKANBARU

PERCEPTIONS OF STUDENTS ON THE APPLICATION OF SCIENTIFIC APPROACHES TO BIOLOGY LEARNING X SMA CLASS SENIOR HIGH SCHOOL 12 PEKANBARU 1 PERCEPTIONS OF STUDENTS ON THE APPLICATION OF SCIENTIFIC APPROACHES TO BIOLOGY LEARNING X SMA CLASS SENIOR HIGH SCHOOL 12 PEKANBARU Syilviera Dwi Kurnia, Dra.Mariani Natalina.L.,M.Pd 2, Arnentis, M.Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70). BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas dasar pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat, perubahan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biologi sebagai salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA memerlukan

I. PENDAHULUAN. Biologi sebagai salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA memerlukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi sebagai salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik (siswa)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 28 BAB III METODOLOGI PEELITIA A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu,

Lebih terperinci

Penerapan Integrasi Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) dan Inkuiri Terbimbing Berbasis Lesson Study

Penerapan Integrasi Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) dan Inkuiri Terbimbing Berbasis Lesson Study Penerapan Integrasi Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) dan Inkuiri Terbimbing Berbasis Lesson Study Indah Panca Pujiastuti Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Sulawesi Barat e-mail:

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO.

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO Triana Asih Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengeta huannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

PERANAN PRAKTIKUM DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KERJA LABORATORIUM

PERANAN PRAKTIKUM DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KERJA LABORATORIUM PERANAN PRAKTIKUM DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KERJA LABORATORIUM Oleh: Dra. Oom Romlah (Guru Biologi SMA Negeri 2 Tarogong, Garut) Disampaikan pada pertemuan MGMP Biologi Kabupaten Garut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Negara

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Negara dikatakan telah maju dalam bidang teknologi atau pun bidang yang lainnya tidak terlepas dari bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses yang komplek yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cakupan IPA adalah pelajaran biologi yang membahas tentang mahluk hidup dan lingkungan serta diajarkan untuk menambah informasi, mengembangkan cara

Lebih terperinci

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia pada hakikatnya mencakup dua hal yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi pengetahuan yang terdiri atas fakta,

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KONSEP FOTOSINTESIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI SMP

2014 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KONSEP FOTOSINTESIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsip belajar, pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri. Kegiatan pembelajaran tersebut melibatkan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan experimental science, tidak dapat dipelajari hanya dengan membaca, menulis, atau mendengarkan. Mempelajari ilmu kimia bukan hanya menguasai kumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan variabel, gejala, atau keadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan secara

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan secara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai lokasi, objek dan subjek penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, alur penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, and its interaction with technology and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan pada pendidikan di sekolah. Didalam kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembelajaran yang sekarang ini diharapkan banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan (produk) dan cara mencari tahu (proses). Biologi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan (produk) dan cara mencari tahu (proses). Biologi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Biologi merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam atau sains yang mempelajari tentang kehidupan. Biologi sebagai sains dipandang sebagai kumpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kajian Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kajian Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kajian Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Penelitian pengembangan modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach yang dilakukan meliputi tahapan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2) makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia

I. PENDAHULUAN. tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2) makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manusia, mulai dari lahir hingga mati. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya sebagai kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Hasil dari penelitian dan pengembangan adalah modul pembelajaran biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING Yosi Ermalinda, Ratu Betta Rudibyani, Emmawaty Sofya, Ila Rosilawati. Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang tidak memberikan perlakuan, manipulasi, atau pengubahan

Lebih terperinci

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS KEGIATAN LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ELASTISITAS KELAS X SMA NEGERI 2 SIDOARJO Jufita Ratnasari, Wasis Jurusan

Lebih terperinci