BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa"

Transkripsi

1 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan keterampilan proses sains pada setiap kelompok. Berdasarkan pengamatan observer, persentase keterampilan proses sains yang dijaring melalui lembar observasi kinerja siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan Lembar Observasi No Keterampilan Proses Sains Kemunculan Kategori 1. Observasi 100 % Baik sekali 2. Klasifikasi 70 % Baik 3. Komunikasi 67,5 % Sedang 4. Interpretasi 60 % Sedang 5. Prediksi 60 % Sedang 6. Menggunakan alat atau bahan 80 % Baik Dari Tabel 4.1 menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya paling banyak muncul adalah keterampilan proses observasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali. Keterampilan proses sains yang persentasenya paling sedikit adalah interpretasi dan prediksi dengan persentase sebesar 60% termasuk dalam kategori sedang. Selain menggunakan lembar observasi, penelitian ini juga menggunakan Lembar Kerja Siswa untuk menjaring keterampilan proses

2 40 sains pada saat di lapangan, akan tetapi keterampilan yang terdapat di LKS sangat terbatas, yaitu keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, prediksi, dan interpretasi. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan LKS Keterampilan Proses Sains Persentase Kategori Observasi 70 % Sedang Klasifikasi 72,8 % Sedang Komunikasi 100 % Baik sekali Prediksi 80,4 % Baik Interpretasi 68,75% Sedang Berdasarkan data pada Tabel 4.2 tersebut, dapat dilihat keterampilan proses sains yang paling banyak muncul dalam LKS adalah keterampilan komunikasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali, dan yang kurang muncul adalah keterampilan keterampilan interpretasi yaitu sebesar 68,75%. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Soal KPS diberikan untuk melihat penguasaan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase penguasaan keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.3.

3 41 Tabel 4.3 Persentase Penguasaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Soal KPS No Penguasaan KPS (%) Keterampilan Baik Kurang Proses Sains Baik Sedang Kurang sekali sekali 1. Klasifikasi 50 43,75 3,13 3, Komunikasi 84,38 15, Prediksi 81,25 0 3, ,63 4. Interpretasi 15,63 53,13 18,75 12, Menggunakan Konsep 34, ,5 0 28,13 Dari data Tabel 4.3 menunjukkan keterampilan komunikasi, dan prediksi, dikuasai siswa dengan persentase terbanyak dalam kategori baik sekali. Dari kelima keterampilan proses sains ini yang paling dikuasai siswa adalah keterampilan komunikasi (84,38%), sedangkan keterampilan menggunakan konsep merupakan keterampilan yang kurang dikuasai siswa dengan persentase 28, 13% pada kategori kurang sekali. 3. Motivasi Belajar Siswa Hasil penelitian untuk motivasi belajar dikemukakan terdiri dari dua bagian, yaitu data hasil pengukuran motivasi belajar setiap individu siswa dan data motivasi belajar siswa untuk setiap indikator. Data mengenai motivasi siswa pada kegiatan field trip ini dijaring melalui angket. Data untuk hasil pengukuran motivasi belajar untuk setiap siswa dapat dilihat pada Tabel 4.4.

4 42 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Motivasi Belajar Siswa Jumlah 2309,4 Rata-rata 72,2 Standar deviasi 8,74 Nilai tertinggi 86,3 Nilai terendah 53,8 Berdasarkan data nilai dalam Tabel 4.4, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori motivasi belajar, yaitu; tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan pengkategorian siswa dapat dilihat pada BAB III. Data hasil pengelompokan nilai motivasi siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Pengelompokan Nilai Motivasi Siswa Interval Nilai Frekuensi Kategori Motivasi Persentase X 80,45 6 Tinggi 19 % 62,65 X < 80,45 22 Sedang 69 % X < 62,65 4 Rendah 13 % Dari Tabel 4.5 dapat dilihat persentase siswa yang memiliki motivasi pada kategori tinggi sebesar 19 %, sedang 69 %, dan kategori rendah 13 %. Selain dilakukan pengolahan data untuk mengkategorikan motivasi belajar siswa, data skor dari setiap item pernyataan juga diolah untuk menentukan persentase setiap indikator motivasi belajar. Hasil perhitungan persentase setiap indikator beserta pengkategoriannya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

5 43 Tabel 4.6 Persentase Kemunculan untuk Setiap Indikator Motivasi No Indikator Persentase Kategori 1. Durasi kegiatan (berapa lama kemampuannya untuk melakukan kegiatan) 69,6 % Cukup 2. Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode tertentu) 73,1 % Cukup 3. Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan 73,9 % Cukup kegiatan. 4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapat tujuannya. 69,5 % Cukup 5. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan nyawanya) untuk mencapai tujuan. 72,3 % Cukup 6. Tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak 68,4 % Cukup dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk/output yang dicapai dari kegiatan (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak). 71,1 % Cukup 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau negatif). 78,8 % Baik Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan, memiliki nilai persentase paling tinggi yaitu sebesar 78,8 % yang termasuk dalam kategori baik. Indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi, sebesar 68,4 % yang dikategorikan cukup. Selanjutnya indikator nomor 1 sampai dengan nomor 5 serta indikator nomor 7 yaitu: durasi

6 44 kegiatan, frekuensi kegiatan, persistensi pada tujuan kegiatan, ketabahan dan keuletan, devosi dan pengorbanan, dan tingkatan kualifikasi prestasi, termasuk dalam kategori cukup. Adapun secara berurutan persentase setiap indikator dari yang paling tinggi adalah: 1) arah sikap dengan persentase sebesar 78,8 % dan termasuk dalam kategori baik; 2) persistensi pada kegiatan sebesar 73,9 % yang termasuk dalam kategori cukup; 3) frekuenasi kegiatan dengan persentase 73,1 % termasuk dalam kategori cukup; 4) devosi dan pengorbanan sebesar 72,3 % termasuk pada kategori cukup; 5) tingkatan kualifikasi sebesar 71,1 % termasuk pada kategori cukup; 6) durasi kegiatan sebesar 69,9 % termasuk pada kategori cukup; 7) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan sebesar 69,5 % termasuk pada kategori cukup; dan 8) tingkatan aspirasi yang hendak dicapai sebesar 68, 4 % dan termasuk dalam kategori cukup. 4. Hasil Tes Penguasaan Data hasil tes penguasaan konsep ekosistem ini merupakan data penunjang untuk mengetahui penguasaan konsep siswa pada konsep ekosistem setelah pembelajaran berlangsung. Hasil data tes penguasaan konsep ekosistem dapat dilihat dari Tabel 4.7 di bawah ini: Tabel 4.7 Hasil Tes Penguasaan Kriteria Persentase (%) Baik sekali 15,63 Baik 18,75 Sedang 28,13 Kurang 28,13 Kurang sekali 9,38

7 45 Data Tabel 4.7 tersebut menunjukkan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem dalam kategori kurang dan sedang dengan persentase sebesar 28,13%, sedangkan siswa yang termasuk dalam kategori baik sekali hanya sebesar 9,38%. 5. Hasil Analisis Angket Siswa Selain menggunakan lembar observasi, pertanyaan di LKS, dan soal uraian, digunakan juga angket siswa sebagai data penunjang untuk mengetahui beberapa jenis keterampilan proses yang dimiliki siswa sebelumnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil analisis angket tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Analisis Angket Siswa No Keterampilan Proses Sains Persentase 1. Observasi 71,88 % 2. Klasifikasi 87,5 % 3. Komunikasi 63,51 % 4. Menggunakan alat atau bahan 31,25 % Dari Tabel 4.8 di atas menunjukkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa berdasarkan pengalaman belajar siswa sebelumnya yang baerkaitan dengan keterampilan proses sains. B. Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan data, keterampilan proses sains siswa dapat dimunculkan melalui pembelajaran dengan menggunakan metode field trip yang di kombinasikan dengan diskusi.

8 46 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains a. Keterampilan Observasi Dari data hasil penelitian menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya banyak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa metode field trip dapat digunakan dalam mengembangkan keterampilan proses observasi. Keterampilan proses observasi banyak muncul disebabkan keterampilan ini merupakan kemampuan dasar siswa yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan observasi, siswa belajar tentang dunia sekitar siswa. Siswa mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan indera penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, serta pengecap. Kegiatan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini tidak begitu rumit dengan jumlah objek yang tidak terlalu banyak sehingga kemunculannya pun besar, dalam artian semua siswa melakukan kegiatan observasi. Akan tetapi data yang dijaring oleh lembar observasi tersebut merupakan data secara umum. Oleh karena itu, kita perlu melihat keterampilan observasi ini dari data hasil LKS. Dilihat dari Tabel 4.2 persentase keterampilan ini lebih rendah dibanding dari Tabel 4.1. hal ini menunjukkan masih ada beberapa orang siswa yang belum dapat melakukan observasi dengan menyeluruh. b. Keterampilan Klasifikasi Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 4.1, keterampilan proses klasifikasi termasuk pada kategori sedang. Pada kegiatan field

9 47 trip ini objek yang diamati keragamannya tidak terlalu tinggi dikarenakan kebun yang dipakai adalah milik warga, walaupun tidak terlalu dirawat. Akan tetapi klasifikasi yang digunakan tidak terlalu rumit, hanya membedakan mengenai faktor biotik dan abiotik. Tidak terlalu tingginya angka persentase pada penelitian ini dimungkinkan karena kecerobohan dimana banyak siswa yang masih keliru antara komponen biotik dan abiotik, tetapi ketika diberi pertanyaan mengenai pengertian dari komponen biotik dan abiotik, siswa mampu menjawabnya. Selain karena ada beberapa orang siswa masih keliru dalam mengelompokkan, dimungkinkan karena aspek pada objek yang diobservasi tidak terlalu beragam. Dari hasil penelitian Ermala (2009) dalam mengembangkan keterampilan klasifikasi diperlukan beragam objek yang perlu diobservasi. c. Keterampilan Komunikasi Keterampilan proses komunikasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menunjukkan pada kegiatan field trip ini sebagian besar siswa belum dapat menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan pada saat diskusi berlangsung. Ada beberapa kemungkinan yang membuat siswa belum dapat terlibat secara aktif pada saat diskusi berlangsung, salah satunya karena siswa tidak dibiasakan dalam mengungkapkan ide atau gagasan pada saat pembelajaran, serta biasanya guru hanya memilih beberapa siswa untuk melakukan hal tersebut sehingga pada saat diskusi berlangsung hanya siswa-siswa yang terbiasa dipilih oleh guru

10 48 tersebut yang dapat dengan mudah mengemukakan hasil pengamatan serta mengemukakan pendapat pada saat diskusi berlangsung. Oleh karena itu, keterampilan berkomunikasi yang lebih muncul adalah keterampilan berkomunikasi secara tulisan karena siswa lebih sering melakukannya daripada berkomunikasi secara lisan. Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil angket respon siswa. Siswa seharusnya dibiasakan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan di depan kelas dan aktif pada saat diskusi kelas, sehingga keterampilan ini dapat dikuasai dengan baik. Sejalan dengan penelitian oleh Pratiwi (2007) kemampuan komunikasi memerlukan latihan terus menerus dan teratur, tidak hanya satu kali dalam penerapan pembelajaran. Latihan tersebut dapat berupa pertanyaanpertanyaan yang menuntut siswa untuk mengungkapkan pendapat secara lisan. d. Keterampilan Interpretasi Dalam keterampilan interpretasi ini siswa dituntut untuk dapat menyimpulkan hasil pengamatan dengan benar. Salah satu faktor penyebab kurang munculnya keterampilan proses interpretasi adalah beberapa siswa belum mampu melakukan observasi secara menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Hal ini yang berpengaruh terhadap siswa dalam membuat suatu kesimpulan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Suharlina (2009) dalam penelitiannya bahwa

11 49 keterampilan proses interpretasi yang baik didukung oleh keterampilan proses observasi siswa yang baik pula, sehingga membantu siswa dalam menarik kesimpulan. e. Keterampilan Prediksi Keterampilan proses prediksi merupakan salah satu keterampilan proses yang persentasenya paling rendah. Walaupun persentasenya paling kecil, tetapi keterampilan ini masih termasuk dalam kategori sedang. Prediksi didasarkan pada hasil observasi atau data yang sesuai. Oleh karena itu, faktor penyebab yang menjadikan keterampilan ini menjadi salah satu keterampilan yang memiliki persentase paling rendah adalah beberapa siswa belum mampu melakukan observasi secara menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Seperti yang dikemukakan oleh Rustaman (2003), jumlah data yang sesuai dan ketepatan data dapat berakibat pada keakuratan prediksi. f. Keterampilan Menggunakan Alat atau Bahan Dahar (1985) menyatakan bahwa pengalaman belajar siswa dapat dikonkritkan dengan adanya alat atau bahan. Keterampilan menggunakan alat atau bahan yang diamati dalam kegiatan field trip ini meliputi penggunaan plot ukuran 2x2 meter, serta pemberian label terhadap spesimen yang belum siswa ketahui namanya. Dari hasil penelitian menunjukkan keterampilan dalam menggunakan alat atau bahan ini pada kategori baik, artinya hampir seluruh siswa dapat

12 50 menggunakannya dengan tepat. Persentase kemunculannya besar dapat disebabkan karena alat yang digunakan dalam kegiatan field trip ini tidak tergolong sulit, sehingga tidak memerlukan keahlian atau pengetahuan khusus dalam menggunakannya. Akan tetapi penggunaan alat dalam melakukan pengamatan merupakan langkah awal dalam suatu percobaan serta perlakuan yang tidak tepat terhadap terhadap alat atau bahan menentukan keberhasilan suatu percobaan. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Pada penelitian ini diperoleh data bahwa keteramppilan proses sains yang banyak muncul tidak selalu dikuasai siswa dengan baik. Berdasarkan Tabel 4.3, keterampilan yang banyak dikuasai siswa dengan persentase terbesar adalah keterampilan berkomunikasi, hal ini menunjukkan siswa lebih berani dalam menyampaikan ide atau gagasan melalui tulisan dibanding secara lisan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa keterampilan komunikasi khususnya lisan dalam hal ini tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi harus terus-menerus dilatih. Keterampilan proses yang paling sedikit dikuasai adalah keterampilan dalam menerapkan konsep. Menurut Semiawan, et al. (1987) keterampilan ini merupakan keterampilan dalam menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimilikinya. Seperti keterampilan proses yang lainnya, keterampilan menerapkan konsep ini pun harus dilatih. Pada kegiatan belajar sehari-hari siswa hanya

13 51 mandapatkan konsepnya saja tanpa mencoba untuk berlatih dalam memecahkan masalah dengan menggunakan konsep yang telah siswa ketahui, sehingga sebagian siswa merasa kesulitan terutama dalam memberikan solusi atas permasalahan yang disajikan. 3. Motivasi Belajar Siswa Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula (Sardiman, 2011:77). Motivasi merupakan salah satu bagian dari aspek afektif. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran tingkat motivasi pada siswa dapat digunakan angket yang diisi langsung oleh siswa. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan dari angket yang diisi oleh siswa dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa motivasi siswa secara individual pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode field trip cenderung berada pada kategori sedang, apabila dilihat secara umum motivasi siswa pada kegiatan field trip ini cukup baik, sehingga kegiatan field trip dapat menjadi salah satu pilihan dalam upaya memotivasi siswa dalam mempelajari konsep ekosistem. Adanya perbedaan nilai motivasi pada setiap individu dapat terjadi karena sifat dari motivasi itu sendiri yang sangat kompleks (Sardiman, 2011:74) dan didorong oleh adanya faktor-faktor yang dapat dipengaruhi dari adanya kebutuhan dari masing-masing individu siswa. Siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dapat dikarenakan memang senang dengan materi yang dipelajari, atau dapat juga karena penyajian

14 52 pembelajaran yang dialami merupakan suatu pengalaman baru yang cukup menarik. Kegiatan field trip memberi pengalaman baru yang cukup menarik siswa karena dapat memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan sumber belajar untuk membangun pemahaman materi. Gambaran motivasi siswa dalam kegiatan field trip juga dapat dilihat dari hasil perhitungan persentase skor yang diperoleh pada setiap indikatornya. Persentase indikator yang paling tinggi adalah indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan yang dikategorikan baik. Arah sikap baik terhadap sasaran pembelajaran dapat menggambarkan adanya motivasi dalam belajar, karena menunjukkan ketertarikannya dalam kegiatan belajar. Secara umum proporsi jawaban siswa pada pernyataan yang dikembangkan dari indikator nomor 8 pada angket menunjukkan kepada arah positif karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan belajar di luar kelas dapat memberikan suasana yang baru dan tentunya hal yang dapat siswa lakukan pun berbeda dengan yang biasa siswa dapatkan di kelas. Hal ini diperkuat dengan jawaban pada pernyataan nomor 45. Proporsi jawaban siswa arahnya positif terhadap kegiatan field trip. Seperti yang dikemukakan Sagala (2011:215) bahwa metode field trip mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah: (1) siswa dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beranekaragam dari dekat; (2) siswa dapat menghayati pengalamanpengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan; (3)

15 53 siswa dapat menjawab pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba, dan membuktikan langsung. Persentase indikator motivasi yang paling rendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. Meskipun persentasenya paling kecil dibanding indikator yang lainnya, tetapi indikator nomor 6 ini termasuk pada kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan aspirasinya baik berupa maksud, rencana, cita-cita, target, ataupun idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan dapat menjadi motivasi yang cukup baik dalam kegiatan field trip. Sesuatu hal dapat menjadi aspirasi bagi sorang siswa untuk meraih cita-citanya, tetapi belum tentu untuk siswa lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan suatu alat yang dapat membantu seorang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan suatu alat yang dapat membantu seorang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu alat yang dapat membantu seorang peneliti guna mendapatkan hasil dan kesimpulan dari objek yang diteliti. Melalui metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih sempurna. Pendidikan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM KEGIATAN FIELD TRIP PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM KEGIATAN FIELD TRIP PADA KONSEP EKOSISTEM 7 BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM KEGIATAN FIELD TRIP PADA KONSEP EKOSISTEM A. Keterampilan Proses Sains 1. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains melibatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. penting untuk mendapatkan hasil yang optimal.

III. METODOLOGI PENELITIAN. penting untuk mendapatkan hasil yang optimal. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode dalam penelitian memegang peranan penting karena salah satu ciri dari karangan ilmiah adalah terdapatnya suatu metode yang tepat dan sistematis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ke liang lahat nanti (Sadiman, et al dalam Warsita, 2008:62). Belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. sampai ke liang lahat nanti (Sadiman, et al dalam Warsita, 2008:62). Belajar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar (learning) adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak orang tersebut masih bayi sampai ke liang lahat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan kunci determinasi dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan analisis statistik untuk mengetahui tingkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari III. METODE PENELITIAN Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan penarikan sampel, definisi konseptuan dan operasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif karena data-data yang diperoleh berupa angka-angka dan analisis yang digunakan adalah dalam bentuk analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang

BAB III METODE PENELITIAN. dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1) 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian pembelajaran beserta pembahasannya tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan analisis statistik untuk mengetahui tingkat motivasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen menggunakan design Pretest-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen menggunakan design Pretest- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen menggunakan design Pretest- Posttest Control Group Design, sehingga digunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analitis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analitis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analitis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis regresi dan korelasi. Metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan kegiatan praktikum dengan guided inquiry pada pembelajaran sistem saraf. Instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok bagi siswa sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi bertujuan,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO Ira Daniati Universitas Negeri Malang Abstrak Observasi awal diketahui bahwa metode pembelajaran Geografi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kadipaten yang berada di Jalan Siliwangi No. 30, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka suatu penelitian sangat memerlukan suatu metode penelitian. Sugiono (009:3) mengemukakan bahwa Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media CD Akal Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi 1. Pengertian Motivasi Menyelesaikan Skripsi Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.makmun (2001:37) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain quasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain quasi 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain quasi experimental, yaitu ada kelas kontrol dan pengambilan sampelnya tidak dengan cara random

Lebih terperinci

BAB III MODEL PENELITIAN

BAB III MODEL PENELITIAN 56 BAB III MODEL PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian 1. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menjelajah dan memahami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data dalam penelitian ini terdiri dari atas dua variabel, yaitu motivasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data dalam penelitian ini terdiri dari atas dua variabel, yaitu motivasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Data dalam penelitian ini terdiri dari atas dua variabel, yaitu motivasi belajar sebagai variabel bebas (variabel X) dan hasil belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. korelasional yaitu korelasi product moment dari Pearson.Menurut Arikunto

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. korelasional yaitu korelasi product moment dari Pearson.Menurut Arikunto BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional yaitu korelasi product moment dari Pearson.Menurut Arikunto (00:46) Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penelitian ini menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu jurnal kegiatan siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara terperinci,

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci

Bab IV Hasil & Pembahasan

Bab IV Hasil & Pembahasan 41 Bab IV Hasil & Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Hasil Penelitian Utama Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan mendapat gambaran mengenai hasil belajar siswa setelah pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan dan Perbedaan Literasi Sains Siswa SMA Sebelum dan Setelah Diterapkan Pembelajaran Field Trip pada Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Materi Ekosistem.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 58 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian Quasi eksperimen yang mengungkap perbedaan penguasaan materi suhu dan kalor melalui penerapan LKS inkuiri terbimbing

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana

METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana III. METODOLOGI PENELITIAN Pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana tindakan, data penelitian,

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA MELALUI PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA MELALUI PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING 156 PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA MELALUI PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA MATERI STRUKTUR DAN FUNGSI TUMBUHAN AN INCREASED OF STUDENT S LEARNING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan, bisa kita amati bahwa mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak bisa dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar akal tersebut dapat berfungsi secara utuh. Seperti sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. DEFINISI OPERASIONAL 1. Skenario baru asesmen kinerja adalah penilaian kinerja siswa dengan menggunakan rubrik sederhana yang memuat indikator esensial yang mewakili sub indikator

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif komparatif. Alasan menggunakan pendekatan komparatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan kurikulum 2006 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,

BAB III METODE PENELITIAN. cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Menurut Nana Syaodih (2010:58), Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dasar utama untuk tercapainya tujuan. Oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dasar utama untuk tercapainya tujuan. Oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar menghasilkan interaksi antara guru dengan siswa sebagai suatu proses dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Guru secara sadar mengatur

Lebih terperinci

C. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan, penulis menyusun alur penelitian seperti pada Gambar 3.

C. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan, penulis menyusun alur penelitian seperti pada Gambar 3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan disalah satu SMA yang ada di kota Bandung yaitu SMA Pasundan 2 Bandung, lokasi sekolah ini berada di jalan Cihampelas Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa pendidikan, ia seakan-akan tidak memiliki keterpaduan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa pendidikan, ia seakan-akan tidak memiliki keterpaduan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang selalu membutuhkan pendidikan. Dengan pendidikan, kebutuhan rohani dan jasmani manusia bisa terpenuhi. Manusia tanpa pendidikan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat deskripsi

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat deskripsi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. siswa kelas X-4 SMA ARJUNA Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran

III. METODE PENELITIAN. siswa kelas X-4 SMA ARJUNA Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas X-4 SMA ARJUNA Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011.

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui dan menentukan desain penelitian yang akan digunakan. Desain

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui dan menentukan desain penelitian yang akan digunakan. Desain BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian seorang peneliti terlebih dahulu harus mengetahui dan menentukan desain penelitian yang akan digunakan. Desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini dilakukan melalui praktik pembelajaran di kelas 6 SD Negeri 2 Getas Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora, dengan jumlah siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan data hasil penelitian, analisis, dan pembahasan hasil penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan masalah. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Dimana objek penelitian tersebut merupakan sumber diperolehnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang akan digunakan sehingga akan mempermudah langkah-langkah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. yang akan digunakan sehingga akan mempermudah langkah-langkah penelitian. 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Didalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menentukan metode yang akan digunakan sehingga akan mempermudah langkah-langkah penelitian. Metode

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol

Lebih terperinci

Frekuensi Persentase Rata-rata Selang

Frekuensi Persentase Rata-rata Selang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Tindakan Hasil penelitian tindakan kelas selama dua siklus terbagi dalam beberapa tahap, diantaranya adalah : (i) Kondisi awal sebelum pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan uraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan Proses Sains (KPS) penting dimiliki oleh setiap individu sebagai modal dasar bagi seseorang agar memecahkan masalah hidupnya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 4.1 Model Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sifat-sifat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 4.1 Model Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sifat-sifat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Model Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sifat-sifat Koloid Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah model pembelajaran yang mengaitkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Tindakan Dalam pelaksanaan tindakan penelitian ini akan menguraikan antara lain: (1) kondisi awal, (2) siklus I, (3) siklus II, dan (4) pembahasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Kondisi Awal SMK Negeri 1 Amlapura terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Sekolah ini merupakan sekolah kejuruan pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN ZAT MELALUI PROBEX. Jaryanto. SMP Negeri 1 Pringapus

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN ZAT MELALUI PROBEX. Jaryanto. SMP Negeri 1 Pringapus UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN ZAT MELALUI PROBEX Jaryanto. SMP Negeri 1 Pringapus ABSTRAK Pembelajaran secara konvensional materi perubahan zat belum menghasilkan prestasi

Lebih terperinci

Rina Yuli Andrianti 1, Riana Irawati 2, Ali Sudin 3. Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1

Rina Yuli Andrianti 1, Riana Irawati 2, Ali Sudin 3. Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1 Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENGARUH PENDEKATAN SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA 1 DI SMA MUHAMMADIYAH 1 MALANG Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama LANDASAN PSIKOLOGIS BK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id Batasan Motif Sumadi Suryabrata (1995) motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V Endah Tri Wahyuni 1 1 Universitas Negeri Malang Email: 1 endahtriw7@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data terhadap data hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMP Negeri di kota Bandung kelas VIII-B semester

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5-

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5- 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5-12 April 2013. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DISKUSI BERBANTUAN LKS UNTUK MEMPERBAIKI KEMAMPAUN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII-2 SMP NEGERI 4 MEDAN

PENERAPAN METODE DISKUSI BERBANTUAN LKS UNTUK MEMPERBAIKI KEMAMPAUN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII-2 SMP NEGERI 4 MEDAN PENERAPAN METODE DISKUSI BERBANTUAN LKS UNTUK MEMPERBAIKI KEMAMPAUN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII-2 SMP NEGERI 4 MEDAN Elza Yeni Guru Matematika Kelas VIII-2 SMP Negeri 4

Lebih terperinci

Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 2013 ISSN:

Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 2013 ISSN: MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 01/013 Ifan Sofian Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (TBK I) yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (TBK I) yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga kali pertemuan yaitu pertemuan pertama dilaksanakan pre-test dengan pemberian tes kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional variabel yang terlibat di dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional variabel yang terlibat di dalam penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional variabel yang terlibat di dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA

PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA Oleh: Leli Dwi Nugraheni, Mujiyem Sapti, Riawan Yudi Purwoko. Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel

Lebih terperinci

HAYATI

HAYATI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH HAYATI e-mail: hayati@student.unsil.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Sebagaimana dikemukakan oleh Depdiknas (2001) bahwa PTK adalah suatu

Lebih terperinci

Sarina. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Sarina. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Penerapan Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan Energi di Kelas IIIB SD Integral Rahmatullah Tolitoli Sarina Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan

Lebih terperinci