Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua Kali?

Transkripsi

1 Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua Kali? JONSON LUMBAN GAOL Jika bencana tumpahan minyak di Teluk Mexico berhakhir sudah teratasi sebaliknya bencana tumpahan minyak Montara di Laut Timor masih meninggalkan kepahitan khususnya bagi masyarakat NTT yang terkena dampak langsung pencemaran tersebut. Klaim ganti rugi yang diajukan tim Indonesia sudah dua kali ditolak oleh perusahaan Thailand PTTEP Australasia pengelola ladang minyak Montara. Bencana Montara yang terjadi sejak tanggal 21 Agustus 2009 hingga 3 Nopember 2009 telah mencemari Laut Timor dengan perkiraan minyak barel perhari. Banyak kerugian yang dialami khususnya para nelayan di sekitar tumpahan minyak sebagaimana yang diberitakan berbagai media massa. Tim Indonesia telah mengajukan biaya ganti rugi sebesar Rp. 22 Triliun namun pihak Montara menyatakan "tidak ada bukti ilmiah yang dapat diverifikasi" untuk mendukung klaim ganti rugi tersebut sehingga klaim belum dikabulkan (Bangkok Pos, 3/9/2010). Beberapa hari yang lewat klaim pihak Indonesia kembali ditolak dengan mengacu pada laporan ilmiah yang menyatakan bahwa tumpahan minyak tidak mencapai pantai-pantai di Indonesia (Antara, 14/11/2010). Walaupun tim Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML) telah dibentuk pemerintah Inonesia, terbukti belum berhasil menangani masalah ini karena klaim ganti rugi yang diajukan tim sudah ditolak sampai dua kali oleh pihak Montara. Kita patut bertanya mengapa terjadi penolakan, apakah tim PKDTML sudah bekerja secara professional dengan didukung tim ahli yang kompeten sehingga dapat memberikan bukti-bukti ilmiah kepada pihak Montara. Pelajaran dari Kasus Montara

2 Harus diakui, kelambanan kita mengatasi masalah ini menjadi salah satu titik lemah sehingga klaim Indonesia dengan mudah ditolak. Sebagai pembanding, setalah bencana Montara terjadi maka pihak Departemen Lingkungan Hidup (DLH) Australia segera membentuk tim survei cepat menggunakan kapal peneliti selama 5 hari sejak tanggal 25 September Dua minggu berikutnya, pihak pemerintah Australia dan Montara segera membentuk tim bersama untuk menyusun Program Rencana Pemantauan (Monitoring Plan Programe) yang diajukan oleh pemerintah Australia ke pihak Montara PTTEP Australasia untuk disepakati bersama. Berdasarkan program rencana monitoring yang sudah disepakati, pihak DLH Australia dan PTTEP segera melakukan operational monitoring dan scientific monitoring. Monitoring operasional dilaksanakan oleh Australian Maritime Safety Authority (AMSA) diantaranya meliputi (1) Monitoring distribusi minyak di laut dan megafauna pantai, (2) Monitoring karakter and dampak minyak (3) Monitoring dan pengkajian minyak di wilayah pantai, (4) Monitoring dampak terhadap mahluk hidup. Monitoring Ilmiah dilakukan lembaga penelitian yang meliputi: (1) Studi pengkajian megafauna laut melalui survei udara (2) Studi pengkajian ekologi pantai melalui survei udara, (3) Studi pengkajian hasil tangkap ikan saat kehadiran minyak, (4) Pengkajian dampak terhadap perikanan laut Timor dan (5) Studi ekologi wilayah pantai. Data dari kegiatan monitoring operasional digunakan menjadi dasar untuk melakukan monitoring ilmiah. Berbagai topik studi yang dilakukan dipimpin oleh para ahli untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat sebagai dasar untuk melakukan tindakan penyelamatan dan kalkulasi kerugian yang menjadi dasar untuk menghitung klaim kerugian yang terjadi akibat tumpahan minyak. Secara cepat hasil survei DLH Australia telah dipublikasikan dimedia internet sehingga semua orang bias menakses, sebagai contoh data yang ada dalam laporan itu adalah tingkat keragaman dan kelimpahan megafauna cukup tinggi di sekitar tumpahan minyak yakni ekor burung, 462 Cetacea dan 62 ular laut, sehingga dikawatirkan pencemaran mengganggu kehidupan megafauna. Untuk memastikan dampak nyata tumpahan minyak terhadap keanekaragaman hayati di kawasan tersebut akan dilakukan pemantauan jangka panjang terhadap semua burung laut dan pulau daerah pembiakan penyu serta transek permanen sepanjang terumbu karang. Penelitian yang dilakukan

3 oleh pihak Australia tidak berhenti sampai di sini, mereka telah mempublikasikan berbagai hasil analisis biopsi sampel megafauna yang diperoleh dari sekitar tumpahan minyak. Dengan perencanaan survei yang disepakati bersama telah dihasilkan data yang akurat dan lengkap sehingga tidak ada alas an pihak Montara menolok klaim ganti rugi dari pihak DLH Australia Bagaimana dengan tim PKDTML Indonesia? Saya sendiri mencoba mencari-cari publikasi ilmiah yang dilakukan tim Indonesia di media internet sampai saat ini tidak ada. Sebaiknya tim tersebut mempublikasikan hasil-hasil penelitian yang mereka sudah lakukan sehingga para ahli kelautan yang tidak terhitung banyaknya di Negeri ini dapat memberi kontribusi untuk memperkuat klaim yang menurut pihak montara tidak ada bukti ilmiahnya. Seyogianya Bisa Cepat Bertindak Informasi penyebaran pencemaran minyak di Laut Timor secara spasial dari citra satelit telah dipublikasikan secara luas di media internet oleh berbagai instansi dari luar negeri sejak bulan Agustus Citra satelit RADAR maupun MODIS perekaman tanggal 30 Agustus 2009 menunjukkan bahwa tumpahan minyak telah memasuki perairan Indonesia. Berdasarkan data ini, seyogianya pemerintah Indonesia dapat segera bertindak untuk menyusun Program Rencana Pemantauan (Monitoring Plan Programe) yang akan diajukan ke pihak Montara untuk disepakati, sebagaimana yang telah dilakukan oleh DLH Australia dengan pihak Montara pada awal Desember Jika kegiatan direncanakan bersama maka kecil kemungkinan terjadinya penolakan klaim. Namun kelihatannya kita lamban sehingga sampai lebih dari setahun kasus ini belum selesai bandingkan dengan kasus pencemaran minyak di teluk Mexico yang lebih belakangan terjadi tapi sudah tertangani. Langkah Menghadapi Penolakan Klaim Menurut Tonani Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) satu-satunya cara untuk membuktikan tercemar tidaknya perairan Indonesia dalam kasus Montara yang berlangsung sudah lebih dari setahun ini, hanya dengan membentuk sebuah tim peneliti

4 ilmiah bersama yang terdiri dari Pemerintah Indonesia, Australia, PTTEP Australasia dan YPTB serta jaringan dan aliansinya yang selama ini mewakili masyarakat korban (Antara, 4/11). Jika memang tim peneliti ilmiah terbentuk dan akan bekerja, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan seluruh citra satelit yang pernah mendeteksi tumpahan minyak di Laut Timor karena dari citra satelit ini rekam jejak tumpahan minyak di Laut Timor terdokumentasi. Berdasarkan informasi dari citra satelit dapat ditentukan titik-titik pengambilan sampel di laut sehingga sampel yang diambil tepat di posisi yang pernah terkena pencemaran minyak. Pemodelan distribusi tumpahan minyak juga perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana distribusi tumpahan minyak baik secara horizontal maupun vertikal, karena citra satelit juga punya keterbatasan misalnya luas cukupan dan waktu perekaman. Informasi dari hasil pemodelan diperlukan untuk melakukan rencana monitoring jangka panjang dampak pencemaran minyak yang tentunya dananya bisa diklaim ke pihak Montara. Perairan Indonesia merupakan wilayah yang potensial tercemar tumpahan minyak tidak hanya dari kecelakaan yang terjadi di anjungan pengeboran tetapi juga dari kecelakaan kapal-kapal tanker pengangkut minyak. Pencemaran minyak adalah ancaman terhadap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Cukuplah kasus Montara yang berlarutlarut ini menjadi yang terakhir terjadi di perairan Indonesia. Untuk itu kita harus selalu siap dan cepat bertindak jika terjadi kasus yang sama dikemudian hari. DR. JONSON LUMBAN GAOL LEKTOR KEPALA DI BAGIAN INDERAJA DAN SIG KELAUTAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN-IPB

5 Gambar: Distribusi minyak di Laut Timor berdasarkan hasil deteksi sensor satelit RADAR dan MODIS tanggal 30 Agustus, 10 September dan 21 Oktober 2009 serta arah pergerakan angin di Laut Timor (dari berbagai sumber).