BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN"

Transkripsi

1 BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN A. Landasan Yuridis dan Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia 1. Landasan Yuridis Pemekaran Daerah di Indonesia Dalam Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah memang tidak ada menyebutkan adanya pemekaran daerah, hanya menyatakan bahwa sutau daerah dapat dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan terlaksana otonomi daerah. Namun, materi pasal tersebutlah yang menjadi landasan diadakannya beberapa pembentukan daerah melalui pemekaran daerah di Indonesia sebelum dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, seperti yang terjadi pada Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun Landasan yuridis pertama yang secara jelas mengatur pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dimuat pada Pasal 6 ayat (2) undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut : Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah Pasal 6 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 43

2 44 Dan untuk pengimplementasian pemekaran daerah sebagaimana dimaksud itu, dikeluarkanlah PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Meskipun UU No. 22 Tahun 1999 telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004, tetap saja ada pengakuan akan adanya pemekaran daerah yaitu dimuat dalam Pasal 4 ayat (3), dimana pemerintah sudah sedikit lebih ketat dan tegas dalam pemekaran, yang mana disebutkan bahwa daerah-daerah yang sudah dimekarkan bila ternyata tidak mencapai standar minimal hasil kinerja yang seharusnya, maka daerah-daerah tersebut akan digabungkan menjadi satu daerah (hanya saja belum pernah terealisasi). Berdasarkan Pasal 8 UU No. 32 Tahun 2004 maka dikeluarkan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daearah menggantikan PP No. 129 Tahun 2000 yang secara khusus mengatur pembentukan daerah, salah satunya melalui pemekaran. Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang berlaku sekarang yaitu UU No. 23 Tahun 2014, legalisasi pemekaran daerah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) undang-undang tersebut, yang dijabarkan dalam pasal-pasal berikutnya dalam satu paragraf khusus dalam bagian kedua Bab Penataan Daerah, yang mana peraturan pemerintah khusus untuk itu masih dalam proses penggodokan di DPR. 2. Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia Dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan tidak ada disebutkan secara rinci apa yang menjadi tujuan dari pemekaran daerah, demikian juga dalam Undang-Undang

3 45 Pemerintahan Daerah yang ada. Hanya saja dalam penjelasan umum PP No. 78 Tahun 2007 ini dikatakan bahwa pemekaran dimaksudkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal demi terwujudnya kesejahteraan dalam masyarakat dan untuk memperkokoh keutuhan NKRI. Secara lebih rinci disebutkan dalam Peraturan Pemerintah yang berlaku sebelumnya yaitu UU No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, bahwa yang menjadi tujuan utama pemekaran daerah adalah kesejahteraan masyarakat dengan beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu : a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi. c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah. d. Percepatan pengelolaan potensi daerah. e. Peningkatan keamanan dan ketertiban. f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 71 Menurut Siswanto Sunarno, selain daripada itu, tujuan pemekaran daerah adalah sebagai ajang ataupun sarana pendidikan politik di tingkat lokal. 72 Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa pemekaran daerah haruslah bermanfaat bagi 71 Pasal 2 PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. 72 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 15.

4 46 pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya. 73 Sedangkan menurut Hari Sabarno, mantan Menteri Dalam Negeri ke- 24, pemekaran daerah sebenarnya memiliki tiga tujuan preventif, yaitu : a. Untuk menguatkan etika profesionalisme dalam pelayanan publik Pemerintah Daerah kepada masyarakatnya, yang akan menciptakan hubungan yang bersifat kesetaraan antara birokrasi dan publik yang dilayani. b. Pemekaran daerah ditujukan pada penerapan manajemen dan penguasaan teknologi yang dalam dari birokrasi pemerintahan daerah untuk melayani publik, sehingga pelayanan yang diberikan cenderung bersifat cepat, tepat, mudah, padat teknologi dan padat informasi. c. Pemekaran daerah karena dilandasi profesionalisme dan rentang kendali yang lebih sempit, sehingga dengan pemekaran pengawasan penyelenggaraan dapat terjamin kualitasnya. 74 B. Mekanisme Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut PP No. 78 Tahun 2007 Untuk mengimplementasikan sesuatu hal secara baik, maka harus ditentukan terlebih dahulu mekanisme yang harus dilalui agar bisa mengimplementasikan hal tersebut. Dan dalam ketatanegaraan, mekanisme ini harus dimuat jelas dalam peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi kesimpang siuran cara pengimplementasiannya. Maka menurut Pasal 16 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, untuk melakukan 73 Ibid. Hlm Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 194.

5 47 pembentukan daerah melalui pemekaran haruslah mengikuti mekanisme sebagai berikut ini : 1. Adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan; 2. DPRD Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain, Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain; 3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat yang dimaksud dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah; 4. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota, hasil kajian daerah, peta wilayah calon Kabupaten/Kota, Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota; 5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/Kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah; 6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/Kota kepada DPRD Provinsi;

6 48 7. DPRD Provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/Kota; dan 8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/Kota, Gubernur lalu mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Namun, sebelum Menteri Dalam Negeri mengajukan usulan pemekaran daerah kepada Presiden, terlebih dahulu Menteri Dalam Negeri harus melakukan penelitian terhadap usulan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka Menteri Dalam Negeri menyampaikan rekomendasi usulan kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), 75 yang mana DPOD melalui Tim Teknisnya juga bisa melaksanakan penelitian ulang apabila DPOD memandang perlu dilakukan penelitian ulang. Dan dari hasil penelitian itu DPOD kemudian memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pemekaran tersebut. 76 Dan berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD lah Menteri menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden. 77 Apabila Presiden menyetujui usulan pemekaran maka berdasarkan Pasal 20 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, Menteri menyiapkan rancangan undangundang tentang pembentukan daerah yang kemudian diajukan oleh Presiden kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan. 75 Pasal 18 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. 76 Ibid. Pasal Ibid. Pasal 20.

7 49 Dari uraian di atas dapat kita tahu bahwa sebenarnya mekanisme pengajuan usulan pemekaran daerah pada PP No. 78 Tahun 2007 sama saja dengan yang diatur dalam PP No. 129 Tahun Namun jika dibandingkan dengan yang diatur pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada sedikit pemberatan, yang mana berdasarkan Pasal 33 ayat (2) disebutkan bahwa sebelum suatu daerah dimekarkan, calon daerah otonom baru harus menjadi Daerah Persiapan. Dilanjutkan dengan Pasal 39, bahwa daerah baru bisa ditetapkan sebagai daerah otonom apabila Daerah Persiapan selama tiga tahun berkembang dan layak mandiri. Apabila selama masa penilaian belum berkembang, diberi perpanjangan waktu dua tahun lagi yang menentukan apakah daerah tersebut akan dimekarkan atau tidak. Namun, dalam hal cara-cara pengajuan pembentukan daerah otonom baru melalui pemekaran daerah, tidak ada perbedaan yang signifikan mekanismenya antara yang diatur pada PP No. 78 Tahun 2007 dan UU No. 23 Tahun C. Persyaratan Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut PP No. 78 Tahun 2007 Persyaratan utama dalam membentuk daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran adalah daerah bersangkutan harus sudah 7 (tujuh) tahun telah menyelenggarakan pemerintahan Pasal 3 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

8 50 Menurut Pasal 4 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, dalam hal pembentukan daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut ini : 1. Syarat Administratif Pasal 5 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menjabarkan bahwa yang termasuk persyaratan administratif pemekaran daerah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut : a. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota; b. Keputusan Bupati/Walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota; c. Keputusan DPRD Provinsi tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota; d. Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota; dan e. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. 2. Syarat Teknis Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2007 yang termasuk persyaratan teknis adalah meliputi : a. faktor kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik;

9 51 e. kependudukan; f. luas daerah; g. pertahanan; h. keamanan; i. kemampuan keuangan; j. tingkat kesejahteraan masyarakat; serta k. rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dan pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa faktor-faktor tersebut kemudian dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator persyaratan pemekaran daerah yaitu sebagai berikut : a. Kependudukan, indikatornya adalah jumlah dan kepadatan penduduk. b. Kemampuan ekonomi, indikatornya adalah PDRB non migas perkapita, pertumbuhan ekonomi dan konstribusi PDRB non migas. c. Potensi daerah, indikatornya adalah : 1) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per penduduk. 2) Rasio kelompok pertokoan per penduduk. 3) Rasio pasar per penduduk. 4) Rasio sekolah SD per penduduk usia SD. 5) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP. 6) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA. 7) Rasio fasilitas kesehatan per penduduk. 8) Rasio tenaga medis per penduduk.

10 52 9) Rasio rumah tangga yang mempunyai kenderaan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor. 10) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga. 11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor. 12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas. 13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia minimal 25 tahun ke atas. 14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk. d. Kemampuan keuangan, indikatornya adalah jumlah PDS, rasio PDS terhadap jumlah penduduk, serta rasio PDS terhadap PDRB non migas. e. Sosial budaya, indikatornya adalah rasio sarana peribadatan dan fasilitas lapangan olahraga per penduduk, serta jumlah balai pertemuan. f. Sosial politik, indikatornya adalah rasio penduduk yang ikut Pemilu legislatif, penduduk yang mempunyai hak pilih dan jumlah organisasi kemasyarakatan. g. Luas daerah, indikatornya adalah luas wilayah keseluruhan dan luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan. h. Pertahanan, indikatornya adalah rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah dan karakteristik wilayah dilihat dari sudut pandang pertahanan. i. Keamanan, indikatornya adalah rasio personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.

11 53 j. Tingkat kesejahteraan masyarakat, indikatornya adalah indeks pembangunan manusia. k. Rentang kendali, indikatornya adalah rata-rata jarak Kabupaten/Kota atau Kecamatan ke pusat pemerintahan (Provinsi atau Kabupaten/Kota). 79 Dan berdasarkan ayat (3) pasal yang sama dapat kita ketahui bahwa suatu calon daerah otonom hanya dapat direkomendasikan oleh Menteri Dalam Negeri apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu dan mampu Syarat Fisik Kewilayahan Menurut Pasal 7 syarat fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran daerah meliputi cakupan wilayah calon Kabupaten/Kota yang dimuat dalam peta wilayah yaitu minimal terdiri atas 5 Kecamatan untuk Kabupaten dan minimal 4 Kecamatan untuk Kota. Selain itu, harus pula ditentukan lokasi ibu kota Kabupaten serta sarana dan prasarana pemerintahannya yang lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon Kabupaten/ Kota. Usul pembentukan daerah melalui pemekaran tidak dapat diproses apabila hanya memenuhi sebagian persyaratan saja. Atas dasar ketiga rumusan persyaratan tersebut diharapkan daerah otonom baru yang terbentuk akan 79 Bagian Lampiran PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. 80 Pasal 6 ayat (3) PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

12 54 berfungsi dengan baik demi peningkatan peranan pemerintahan daerah secara aktif dalam melayani kegiatan publik dan lebih mendekatkan fungsi kepemerintahan kepada masyarakat. D. Problematika Pemekaran Daerah di Indonesia Desentralisasi dan pemberlakuan konsep otonomi daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah memberikan kebebasan bagi elit politik di daerah untuk mengeksploitasi etnisitas maupun lokalitas demi mencapai kekuasaan. Kata PAD yang merupakan Pendapatan Asli Daerah diplesetkan menjadi Putra Asli Daerah. PAD plesetan ini secara terang-terangan telah menjadi kriteria penting bagi pencalonan seseorang untuk menjadi Kepala Daerah. Tak cukup dengan itu, setiap daerah dengan komunitas etnik tertentu juga tergoda memiliki pemerintahan sendiri yang dapat diwujudkan dengan cara pembentukan daerah otonom baru salah satunya melalui pemekaran daerah. 81 Hasrat untuk memekarkan daerah memang sangat baik dan patut didukung semua kalangan, namun juga harus benar-benar diperhatikan apakah memang pemekaran adalah sebuah kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk membangun sebuah kampung baru. Kastorius Sinaga 82, mengemukakan bahwa ide pemekaran daerah setidaknya harus menjawab 3 isu pokok, yaitu sebagai berikut : 1. Urgensi dan relevansi 81 M. Arief dkk, Op.Cit. Hlm Wahyudi, dkk. Op.Cit. Hlm

13 55 Apakah urgensi pemekaran daerah mempunyai kaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marjinalisasi etnis. Jika tidak, maka pemekaran daerah akan berdampak negatif. Urgensi SDA yang yang siap dieksploitasi merupakan pertimbangan utama dari pemekaran, namun jika SDM dan finansial tidak memadai maka solusinya adalah mengundang investor. Dan jika ini terjadi, biasanya akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan alam. Cara seperti ini sangat rentan berpotensi mengundang proses kemiskinan. 2. Prosedur Apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempatkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan, jika tidak maka proses pemekaran daerah akan berbelit dengan mata rantai yang cukup panjang. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam memenuhi prosedur pemekaran daerah yang ditetapkan dalam perundang-undangan, penggagas pemekaran daerah sering memanipulasi data, terutama dalam hal pemenuhan persyaratan teknis pemekaran. Jadi, meskipun sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetap saja akan berbelit dengan mata rantai yang cukup panjang. 3. Implikasi Sejauh mana pemekaran daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan dan implikasi politik terhadap terpeliharanya identitas etnik dan agama. Menurut Nunik Retno, ada empat faktor utama pendorong terjadinya pemekaran daerah, yaitu :

14 56 1. Motif untuk aktivitas administrasi pemerintahan mengingat daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar dan adanya ketertinggalan dalam pembangunan. 2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnik, bahasa, agama, urban rural, tingkat pendapatan). 3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang dengan disediakannya DAU, DAK, dan bagi hasil dari pengelolaan SDA serta disediakannya sumber-sumber pendapatan daerah. 4. Motif pemburu rente dari elit politik, karena ingin menjabat di birokrasi lokal dan DPRD. 83 Mayoritas daerah yang ingin melakukan pemekaran selalu mengklaim alasan daerah tersebut memekarkan diri adalah dikarenakan daerah terlalu luas sehingga menyulitkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, untuk memajukan daerah tertinggal, alasan homogenitas seperti etnis, bahasa ataupun latar belakang sejarah yang berbeda. Namun kenyataan, dibalik semua itu pada dasarnya alasan yang paling utama digunakan penggagas pemekaran daerah adalah untuk berburu kekuasaan dan kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang. Untuk itulah kenapa ide pemekaran selalu datang dari elit politik ataupun tokoh yang haus kekuasaan, bukan dari masyarakat sejatinya, otomatis tidak menjamin perubahan pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Pengaturan mengenai tata cara pemekaran daerah pada Pasal 16 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah memang mengamanatkan bahwa untuk memekarkan sebuah daerah harus didasarkan pada aspirasi sebagian besar masyarakat di daerah bersangkutan dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan di kelurahan atau nama lain yang bersamaan dengan itu. Begitu juga yang dimuat 83 Nunik Retno, Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Politik, Vol.2. No. 1. By: http//: ejournal.undip.ac.id.

15 57 pada UU No. 23 Tahun Benar, memang sebelum pemekaran memasuki tahapan administratif selalu ada sosialisasi dari tokoh yang ingin menjadi pemimpin di daerah baru itu (layaknya disebut sebagai tawar menawar). Namun sebenarnya, aspirasi atau kesepakatan itu hadir hanya dari BPD atau FKK, bukan dari masyarakat seluruhnya. Masyarakat hanya pendengar dalam sosialisasi, setuju atau tidak setuju, keputusan ditentukan oleh kedua lembaga tersebut bersama dengan si penggagas. Dan persyaratan berupa adanya aspirasi sebagian masyarakat setempat di calon daerah Kabupaten/Kota sebenarnya tidak adil bagi masyarakat di Kabupaten/Kota induk. Pasal 26 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan Kabupaten/Kota dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota induk dan APBD Provinsi. Dilanjutkan dengan Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa bagi Kabupaten/Kota yang undang-undang pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pemilihan Kepala Daerah untuk pertama kali bersumber dari hibah Kabupaten/Kota induk dan bantuan Provinsi yang dicantumkan dalam APBD Kabupaten/Kota induk. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga ada memuat beberapa kewajiban daerah induk terhadap calon daerah Kabupaten/Kota baru dalam rangka melakukan pemekaran daerah, yaitu sebagai berikut : 1. Membantu penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan. 2. Melakukan pendataan personil, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi.

16 58 3. Membuat pernyataan kesediaan untuk menyerahkan personil, pembiayaan, peralatan dan dokumentasi apabila daerah persiapan ditetapkan menjadi daerah. 4. Menyiapkan dukungan dana. 84 Dari penjelasan pasal-pasal tersebut di atas dapat kita pahami alasan kenapa syarat adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat di calon Kabupaten/Kota baru dikatakan tidak adil. Karena ternyata peran daerah induk juga sangat dibutuhkan dalam hal pembentukan daerah otonom baru. Terutama masalah pembiayaan ataupun pendanaan, dan hal tersebut bukanlah persoalan yang sederhana. Jadi, harusnya yang memberikan aspirasi adalah seluruh masyarakat yang akan mengadakan pemekaran bukan hanya masyarakat calon daerah otonom baru. Selain mengempeskan pundi-pundi keuangan daerah induk dan daerah Provinsi terkait, pemekaran daerah sesungguhnya juga mengempeskan pundipundi keuangan negara. Seperti dikatakan oleh Sri Indra Mulyani, Mantan Menteri Keuangan RI, bahwa lahirnya Provinsi, Kabupaten/Kota yang baru telah mengakibatkan ratusan miliar rupiah habis. Gubernur ataupun Bupati/Walikota dominannya meminta dana kepada Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan Kantor Gubernur atau Kantor Bupati/Walikota yang baru, Kantor Jaksa yang baru, Kantor Polisi yang baru, lebih jelasnya pembangunan sarana dan prasarana yang 84 Pasal 41 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

17 59 baru. Padahal seharusnya dana tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memperbaiki pelayanan publik. 85 Selain itu, perluasan struktur pemerintahan dan pertambahan jumlah birokrasi daerah dan DPRD secara simultan juga meningkatkan belanja dalam APBN dan menambah beban berat pembiayaan pusat. Karena kita tahu sendiri, gaji birokrat daerah maupun DPRD bukanlah bilangan yang kecil, bahkan bisa dikatakan besar, ditambah pula dengan dana untuk gaji pegawai-pegawai lainnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah menunjukkan bahwa sebenarnya pemekaran daerah cenderung berdampak negatif daripada positif, diantaranya : 1. Terjadinya konflik destructive pasca pemekaran daerah. Seperti yang terjadi pada saat pemekaran daerah Kabupaten Polewali-Mamasa, Sulawesi Barat. Kabupaten tersebut dipecah menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa. Yang mana ada tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Arelle, Kecamatan Terbilahan, dan Kecamatan Mambi menolak bergabung dengan Kabupaten Mamasa padahal daerahnya berada di area Kabupaten Mamasa. 2. Perebutan asset. Seperti bersitegangnya Kabupaten Lhokseumawe dengan Kabupaten Lhoksukon (daerah induknya). 3. Perebutan wilayah dan masalah letak ibukota Kabupaten. Seperti yang terjadi di Kabupaten Banggal merdekasempurna.blogspot.co.id/2012/08/pemekaran-wilayah-menimbulkan-masalah.

18 60 4. Menyempitnya luas wilayah dan beban daerah induk pasca pemekaran. Seperti daerah administratif Kabupaten Halmahera menjadi lebih kecil setelah pemekaran sehingga mengganggu PAD. Hal ini bertambah rumit dan menjadi konflik ketika Kabupaten Halmahera secara terus menerus harus membiayai daerah-daerah hasil pemekaran barunya, yaitu Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Sula selama tiga tahun padahal pendapatan daerah telah jauh menyusut. 86 Pusat Litbang Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri pada tahun 2010 juga telah melakukan penelitian terhadap efektifitas pemekaran daerah di era otonomi daerah yang menyimpulkan bahwa secara umum tidak ada satu pun daerah otonom baru yang dikelompokkan dalam kategori mampu. 87 Anehnya, penelitian Bappenas terhadap kajian percepatan pembangunan daerah otonom baru menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah di daerah-daerah baru sebenarnya mengalami peningkatan, tetapi ketergantungan terhadap Dana Alokasi Umum masih tetap tinggi. 88 Inilah akibat pemekaran didasari alasan karena kemanjaan fiskal, yang pada akhirnya memunculkan tindakan korupsi. Bappenas juga menemukan pada daerah-daerah terjadi pula peningkatan belanja pembangunan dengan proporsi terhadap belanja rutin masih kecil sehingga 86 Leo Agustino dan Muhammad Agus Yusoff, Poliferasi dan Etno-Nasionalisme Daripada Pemberdayaan dalam Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15. No. 3. By: ejorunal.ui.ac.id. 87 Nunik Retno. Op.Cit. 88 Ibid.

19 61 tidaklah mengherankan jika kualitas pelayanan kepada masyarakat belum meningkat atau bahkan menurun. 89 Sangat disayangkan, terbentuknya daerah otonom baru tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Yang terjadi malah penurunan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum cenderung stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka. Dikarenakan pemekaran, daerah Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak. Dan sekarang Indonesia memiliki 34 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota, 201 daerah yang masih dalam tahap proses pemekaran (usulan). Dari jumlah yang sudah diresmikan sebagai daerah otonom, Sumarsono, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI menyatakan bahwa 65% dari daerah otonom tersebut masih menyandang status gagal berkembang Ibid. 90 Kompas, Sabtu, 11 Juli Kemendagri Perketat Pemekaran Daerah.

20 BAB IV PENGIMPLEMENTASIAN PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP MASYARAKAT A. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Tapanuli Selatan 1. Masa Pra Penjajahan Jauh sebelum masuknya pengaruh asing ke Indonesia, di Tanak Batak, khususnya Tapanuli Bagian Selatan sudah terdapat banyak komunitas kecil yang disebut sebagai Huta. Setiap Huta (desa) dipimpin oleh seorang Raja dengan gelar Raja Pamusuk. Setiap Huta ini mempunyai sistem pemerintahan sendiri yang secara tradisional berdiri secara otonom. Sejumlah Huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah membentuk sebuah kawasan adat yang disebut Luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung. 91 Dalam menjalankan pemerintahan Huta dan Luhat, Raja Pamusuk dan Raja Panusunan Bulung mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu. Raja Panusunan Bulung dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam Luhat, khususnya dari pihak keturunan si Pungka Huta (yang membuka desa) di dalam Luhat yang bersangkutan. Raja Panusunan Bulung selain sebagai kepala pemerintahan juga sekaligus sebagai pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai 91 akhirmh.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-pemerintahan-di-tapanuli-bagian_02.html. 62

21 63 kegiatan, seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan Luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. 92 Adapun Luhat tradisional yang pernah ada di Tapanuli Bagian Selatan adalah sebagai berikut : a. Luhat Sipirok b. Luhat Angkola c. Luhat Marancar d. Luhat Padang Bolak e. Luhat Barumun f. Luhat Sipiongot g. Luhat Mandailing h. Luhat Batang Natal i. Luhat Natal j. Luhat Pakantan 2. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang Di awal pemerintahan kolonial, Hindia Belanda memberi nama Afdeeling Padang Sidimpuan untuk daerah Tapanuli Bagian Selatan. Sementara yang lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen yaitu terhadap kawasan sekitar Danau Toba, yang beribukota di Tarutung, dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli Tengah. Kemudian, ketiga Afdeeling ini digabung menjadi satu Keresidenan yang diberi nama Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Sumatera yang berkedudukan di Padang Sidimpuan ( Ibid.

22 ). Tapi pada tahun 1867, Tanah Batak masih menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Padang, Sumatera Barat. 93 Sejak tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tanah Batak lantas dipisahkan dari Sumatera Barat dan sepenuhnya dibentuk Keresidenan Tapanuli yang berdiri sendiri dengan Residen yang berkedudukan di Sibolga. Dalam Keresidenan Tapanuli kemudian dibentuk beberapa Afdeeling, salah satunya adalah Afdeeling Padang Sidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padang Sidimpuan. 94 Afdeeling Padang Sidimpuan kemudian dibagi lagi ke dalam tiga Onder Afdeeling yang dikepalai oleh seorang Contreleur yang dibantu oleh seorang Demang, yaitu a. Onder Afdeeling Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan. b. Onder Afdeeling Padang Lawas beribukota di Sibuhuan. c. Onder Afdeeling Mandailing Natal beribukota di Kota Nopan. Setiap Onder Afdeeling dibagi lagi atas District yang dikepalai oleh Asisten Demang. Nama-nama Disrict menurut Onder Afdeeling adalah sebagai berikut : a. Onder Afdeeling Angkola-Sipirok, terdiri dari tiga District, yaitu : 1) District Angkola beribukota di Padang Sidimpuan. 2) District Batang Toru beribukota di Batang Toru. 3) District Sipirok beribukota di Sipirok. 93 Ibid horasnews.com/sejarah-tapanuli-selatan/

23 65 b. Onder Afdeeling Padang Lawas terdiri dari tiga District, yaitu : 1) District Padang Lawas beribukota di Gunung Tua. 2) District Barumun dan Sosa beribukota di Sibuhuan. 3) District Dolok beribukota di Sipiongot. c. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal terdiri dari lima District, yaitu : 1) District Panyabungan beribukota di Panyabungan. 2) District Kota Nopan beribukota di Kota Nopan. 3) District Muara Sipongi beribukota di Muara Sipongi. 4) District Natal beribuko ta di Natal. 5) District Batang Natal beribukota di Muara Soma. 95 Setiap District dibagi lagi atas beberapa Hakuriaan yang dulunya disebut Luhat dikepalai oleh seorang Kepala Kuria, yaitu sebagai berikut : a. District Padang Sidimpuan terdiri dari 4 Kuria, yaitu Hutaimbaru, Muaratais, Pijor Koling, dan Batunadua/Pargarutan. b. District Batang Toru terdiri dari 2 Kuria, yaitu Marancar dan Batang Toru. c. District Sipirok terdiri dari 3 Kuria, yaitu Sipirok Godang, Baringin dan Parau Sorat. d. District Padang Bolak hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Gunung Tua. e. District Barumun dan Sosa terdiri dari 2 Kuria, yaitu Simangambat dan Ujung Batu. f. District Dolok terdiri dari 1 Kuria, yaitu Sipiongot

24 66 g. District Panyabungan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Pidoli Bukit, Kota Siantar, Panyabungan Julu, Panyabungan Tonga, dan Gunung Baringin. h. District Kota Nopan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Tamiang, Manambin, Maga, Kota Nopan, dan Panombangan. i. District Muara Sipongi terdiri dari 3 Kuria, yaitu Pakantan Lombang, Ulu, dan Pakantan Duali. j. District Natal hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Natal. k. District Batang Natal juga terdiri dari 1 Kuria, yaitu Kuria Muara Sipongi. 96 Setiap Luhat atau Kuria dibagi lagi atas beberapa Kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung (Kampoeng Hoofd). Jika sebuah kampung mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak maka Kepala Kampung dibantu oleh seorang Kepala Ripe. 97 Pada masa penjajahan Jepang, struktur pembagian daerahnya sama saja, hanya penggantian penyebutan istilah daerahnya saja. 3. Masa Pasca Kemerdekaan Dalam perkembangan berikutnya, sesudah agresi Belanda, di Tapanuli Bagian Selatan dibentuk tiga Kabupaten untuk menggantikan istilah Onder Afdeeling yang dipimpin oleh Asisten Residen yang digunakan sebelumnya. Istilah Kabupaten mengikuti sebutan yang sudah lama digunakan di Jawa yang setingkat dengan Onder Afdeeling di Keresidenan Tapanuli Ibid. 97 Sopopanision.blogspot.co.id/2012/06/asal-usul-nama-tapanuli-selatan.html. 98 Ibid.

25 67 Tiga Kabupaten yang dibentuk adalah sebagai berikut : a. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan; b. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan; dan c. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Gunung Tua. 4 Masa Unifikasi Kabupaten Tapanuli Bagian Selatan Setelah Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949, maka pembagian administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Pada tahun 1950, Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi Kabupaten dengan nama Kabupaten Tapanuli Selatan. Selanjutnya Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai daerah otonom dipertegas kembali oleh pemerintah dengan UU Darurat No. 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang mana dalam Pasal 1 ayat (10) dikatakan bahwa yang menjadi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan batasbatasnya adalah meliputi Afdeeling Padang Sidimpuan sesuai Staatsblad 1937 No. 563, yang diundangkan pada 24 Nopember Dengan memperhatikan sejarah tersebut di atas maka disepakatilah hari jadi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1950 dan jatuh pada tanggal 24 Nopember, mengacu pada tanggal diundangkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1956 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No. 8 Tahun

26 68 Kabupaten Tapanuli Selatan kemudian dibagi ke dalam 18 Kecamatan, yaitu sebagai berikut : a. Dolok b. Barumun c. Barumun Tengah d. Batang Angkola e. Batang Natal f. Batang Toru g. Kota Nopan h. Muara Sipongi i. Natal j. Padang Bolak k. Padang Sidimpuan l. Panyabungan m. Saipar Dolok Hole n. Simangambat o. Siabu p. Sipirok q. Sosa r. Sosopan Pada tanggal 30 Nopember 1982 terjadi pemekaran di Kecamatan Padang Sidimpuan, yaitu menjadi 4 Kecamatan yang terdiri dari : a. Kecamatan Padang Sidimpuan Timur;

27 69 b. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara; c. Kecamatan Padang Sidimpuan Barat; dan d. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan. Selanjutnya Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan Padang Sidimpuan Selatan menjadi bagian dari Kota Administratif Padang Sidimpuan yang dibentuk dengan PP No. 32 Tahun Kota administrasi bukanlah daerah otonom seperti Kabupaten dan Kota, hanya dipimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota tanpa DPRD. 100 Setelah 10 tahun tidak terjadi pemekaran Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, maka pada tahun 1992 dilakukan lagi pemekaran, maka berdasarkan PP No. 35 Tahun 1992, Kecamatan Natal dimekarkan menjadi tiga Kecamatan dan pembentukan Kecamatan Siais yang berasal dari sebagian Kecamatan Padang Sidimpuan Barat yang beribukota di Desa Simarpinggan. Kemudian pada tahun 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak. 101 Resmi Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan sebelum pemekaran terdiri dari 25 Kecamatan, dan satu Kota Administratif yaitu Kota Administratif Padang Sidimpuan. B. Pengimplementasian Pemekaran Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan Proses penggalangan dukungan dan pengajuan usulan pemekaran, isu-isu utama atau wacana yang sering ditonjolkan oleh elit-elit yang menggerakkan tapanulinadeges.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-tapanuli-selatan.html. 101 Ibid.

28 70 pemekaran salah satunya adalah alasan ketertinggalan daerah yang akan dimekarkan dari sentuhan program pembangunan kurang mendapat perhatian dari pemerintah di Provinsi Induk atau Kabupaten Induk. Ataupun karena alasan jarak dan letak geografi yang cukup jauh dari ibukota. Masyarakat sekitar pun akhirnya tergoda untuk membentuk daerah otonom baru dengan memekarkan diri dari Provinsi Induk atau Kabupaten Induk, dengan bayang-bayang hidup mereka akan makmur seperti kehidupan orang yang rata-rata tinggal di daerah perkotaan. Sebelum terjadi pemekaran daerah, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kabupaten terluas di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sekitar km 2 atau 26 % dari daerah Provinsi Sumatera Utara. 102 Dari segi sosial budaya dan demografi. Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dihuni oleh dua kelompok etnik mayoritas dan dominan yaitu etnik Mandailing dan etnik Angkola. Karena itu latar pemekaran pertama yang dirancang sejak tahun 1992 adalah alasan etnik tersebut, selain karena hamparan wilayah yang cukup luas serta potensi daerah lainnya (faktor-faktor objektif sesuai syarat pemekaran daerah). Penggagas utama pengimplementasian pemekaran daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah H. Raja Inal Siregar (Gubernur Provinsi Sumatera Utara ). Raja Inal Siregar mengundang beberapa tokoh dari Kabupaten Tapanuli Selatan agar hadir di Medan untuk membahas masalah pemekaran, yang mana hasil pertemuan itu dimuat dalam Surat Keputusan No. 15/KPTS/ mut-buru-rangking-4sumbar-absen&catid=40:olahraga

29 71 tertanggal 21 Maret 1992 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. 103 Hasil dari pertemuan dimaksud di atas adalah rencana pemecahan Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi 1 Kota dan 3 Kabupaten, yaitu : a. Kota Padang Sidimpuan. b. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Sipirok. c. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan. d. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Sibuhuan. 104 Adanya pemikiran ke arah pembagian tersebut adalah dikarenakan latar belakang sejarah yang dahulunya memang Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum masa unifikasi terdiri atas tiga Kabupaten. Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan pertama kali diimplementasikan pada tanggal 9 Maret 1999 dengan diterbitkannya UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal tertangga 23 November Maka Kabupaten Tapanuli Selatan dipecah menjadi dua, yaitu a. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan yang mana daerah administratornya terdiri atas 8 Kecamatan, yaitu Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Siabu, Kecamatan Kota Nopan, Kecamatan beritasore.com/2009/08/11 pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-timpemekaran/ 104 Ibid.

30 72 Muara Sipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan dan Kecamatan Muara Batang Gadis, 105 dan b. Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan yang daerah administratornya terdiri dari 16 Kecamatan (dikurangi daerah yang menjadi cakupan daerah Kabupaten Mandailing Natal). Berdasarkan apa yang dimuat di bagian Konsideran UU No. 12 Tahun 1998, dasar hukum pengimplementasian pemekaran daerah ini adalah Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dengan syarat-syarat lain yang memungkinkan daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Kabupaten Mandailing Natal memiliki luas 6.620, 70 km 2 atau 9,23 % dari wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Faktor utama penyebab pemekaran Kabupaten Mandiling Natal dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah latar belakang sejarah. Dalam hal ini sejarah 105 Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal.

31 73 di Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat ada perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa Luhat pada Kabupaten ini, yaitu Luhat Sipirok, Luhat Mandailing, Luhat Natal, dan Luhat Padang Lawas tentang terminologi suku Batak. Dengan demikian sudah berbeda pula dari segi etnis dan tata bahasa. 106 Serta faktor luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi seperempat daerah Provinsi Sumatera Utara sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sebanyak 45% hasil pendapatan daerah Kabupaten Mandailing Natal adalah berasal dari pertanian, lainnya berasal dari pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lainnya. Kabupaten Mandailing Natal juga memperoleh pendapatan lain yang berasal dari pariwisata yang ada di sana, yang terkenal diantaranya Pemandian Air Panas Si Banggor, Danau Marambe, Sungai Aek Godang, Air Panas Sampuraga dan Pegunungan Sorik Marapi yang banyak dikunjungi wisatawan baik lokal ataupun mancanegara. Tujuan utama dari pengimplementasian pemekaran daerah tersebut adalah mensejahterahkan masyarakat ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Kabupaten Mandailing Natal, setelah pemekaran daerah, pertumbuhan ekonominya memang bergerak naik dengan sangat cepat dan pemerataan pendapatan di Kabupaten ini menunjukkan hasil yang semakin membaik. Namun berbeda dengan keadaan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten Induk dari pemekaran ini. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten 106 Agus Supriadi Hrp, Pengaruh Pemekaran Kabupaten Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan : (Studi tentang Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan), Tesis S-2, UI.

32 74 Tapanuli Selatan setelah pemekaran tidak menunjukkan hasil yang bagus dimana pertumbuhannya sangat lambat, diperparah lagi dengan keadaan pemerataan pendapatan semakin buruk dan semakin senjang. 107 Dari tahun 1999 hingga kini, Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Selatan juga masih diselimuti dengan sengketa tapal batas yang berada di antara Kecamatan Tano Tombangan, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kecamatan Bonandolok, Kabupaten Mandailing Natal. Menurut info dari salah satu warga yang berada di wilayah Bonandolok, warga dari Kecamatan Tano Tombangan sudah berani memasuki daerah tapal batas yang disengketakan, bahkan sudah mendatangkan alat berat dalam rangka pengelolaannya. Warga Kecamatan Bonandolok jelas tidak menerima perlakuan ini, mereka terus melakukan aksi bentrok dengan warga Kecamatan Tano Tombangan, dan mengancam akan melakukan pengusiran warga Kecamatan Tano Tombangan dari wilayah sengketa itu secara paksa apabila tidak juga diselesaikan sengketa tapal batas ini. Hal di atas menunjukkan hampir 18 tahun masalah pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Kabupaten Mandailing Natal belum tuntas hingga kini. Setelah dibentuknya Kabupaten Mandailing Natal, melalui : a. Surat Bupati Tapanuli Selatan No. 135/1078/2000 tanggal 30 Nopember 2000, b. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan No. 01/PIMP/2001 tanggal 21 Januari 2001, serta c. Surat Gubernur Sumatera Utara No. 135/1595/2001 tanggal 5 Pebruari Ibid.

33 75 Maka diusulkan pemekaran daerah yang kedua, yaitu melalui pembentukan Kota Padang Sidimpuan, yang akhirnya diimplementasikan dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang Sidimpuan tertanggal 17 Oktober Pembentukan Kota Padang Sidempun didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Kota Padang Sidimpuan mempunyai luas wilayah sebesar ,66 Ha dengan yang terdiri dari 5 Kecamatan, 58 Desa dan 20 Kelurahan. Kelima Kecamatan dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara 2. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan 3. Kecamatan Batu Nadua 4. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara 5. Kecamatan Padang Sidimpuan Hutaimbaru Secara geografis, Kota Padang Sidimpuan secara keseluruhan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten induknya. Dalam rangka peningkatan perekonomian, masyarakat Kota Padang Sidimpuan lebih memprioritaskan usaha di bidang pertokoan, restoran dan perhotelan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sebagian kecilnya dari kegiatan pertanian dan perkebunan salak, padi dan kelapa.

34 76 Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang Sidimpuan menyatakan bahwa dengan dibentuknya Kota Padang Sidimpuan maka wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dikurangi wilayah Kota Padang Sidimpuan. Dipertegas lagi dengan Pasal 5 yang menyatakan bahwa dengan dibetuknya Kota Padang Sidimpuan, maka Kota Administratif Padang Sidimpuan dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dihapuskan. Dan dalam pasal-pasal berikutnya dalam undang-undang tersebut sama sekali tidak ada disebutkan dimana letak ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan, artinya setelah pembentukan Kota tersebut sudah tidak jelas dimana sebenarnya ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Pusat kegiatan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan masih berada di Kota Padang Sidimpuan, tapi Kota Padang Sidimpuan bukan bagian dari daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Enam Tahun setelah Kota Padang Sidimpuan terbentuk, Kabupaten Tapanuli Selatan kembali mengimplementasikan pemekaran daerah. Kali ini usulan datang dari daerah Padang Lawas Utara dan Padang Lawas secara bersamaan. Padahal pada saat perencanaan bersama dengan mantan Gubernur H. Raja Inal Siregar kedua wilayah ini harusnya dibentuk satu Kabupaten saja, yaitu Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah daerah Sibuhuan. Namun kenyataannya adalah berbeda. Salah satu tokoh dan pejuang pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara melalui pemekaran daerah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah H. Mara

35 77 Hadi Hasibuan, bersama dengan Masrin Harahap, H. Baginda Siregar, Mulia Lubis, dan Mangajara Tagor Hasibuan. 108 Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan yang ketiga kali ini kemudian diimplementasikan dengan dikeluarkannya UU No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara tertanggal 10 Agustus 2007, dengan ibukotanya adalah Gunung Tua dan UU No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah Sibuhuan yang dikeluarkan pada hari yang sama. Dasar yuridis yang digunakan mengimplementasikan pemekaran daerah ini adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang disesuaikan dengan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daearh. Kecamatan yang menjadi cakupan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Batang Onang 2. Kecamatan Dolok 3. Kecamatan Dolok Sigompulan 4. Kecamatan Halongonan 5. Kecamatan Padang Bolak 6. Kecamatan Padang Bolak Julu 7. Kecamatan Portibi 8. Kecamatan Simangambat beritasore.com/2009/08/11 pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-timpemekaran/ 109 Pasal 3 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara.

36 78 Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2007, maka daerah-daerah tersebut ditambah pula dengan beberapa daerah yang sebelumnya menjadi cakupan Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu Desa Pintu Bosi, Desa Sidong-dong, Desa Simaninggir, Desa Pangirkiran, Desa Sitabar, Desa Suka Dame, Desa Parmeraan, Desa Simarloting, Desa Aek Godang, Dan Desa Aek Nauli. Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki luas sebesar 3.918,05 km 2 dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Padang Lawas. Dalam meningkatkan perekonomian daerah, masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara lebih banyak berkecimpung di dunia pertanian dan perkebunan. Perkebunan yang paling banyak adalah karet, ubi kayu, sawit dan tanaman palawija. Dikarenakan padang yang cukup luas, sesuai namanya, maka tidak heran juga banyak juga yang memiliki sumber pendapatan dari peternakan, seperti kerbau, sapi dan kambing yang banyak dan terkenal dari daerah ini. Biasanya juga para penduduk memelihara berpuluh-puluh ekor ternak. Selebihnya adalah dari jasa-jasa, perdagangan, pariwisata dan restoran. Sedangkan Kabupaten Padang Lawas dibentuk dengan 9 daerah administrator yaitu sebagai berikut : 1. Kecamatan Barumun

37 79 2. Kecamatan Barumun Tengah 3. Kecamatan Batang Lubu Sutam 4. Kecamatan Huristak 5. Kecamatan Huta Raja Tinggi 6. Kecamatan Lubuk Barumun 7. Kecamatan Sosa 8. Kecamatan Sosopan 9. Kecamatan Ulu Barumun. 110 Kabupaten Padang Lawas memiliki luas yang tidak jauh berbeda dengan luas Kabupaten Padang Lawas Utara, yaitu sebesar km 2 dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal. c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara. d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, dan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Keadaan perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara juga banyak bertumpu pada kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan. Selebihnya adalah jasa-jasa, perdagangan, pariwisata dan restoran. Setelah terjadi pemekaran yang ketiga ini, Kabupaten Tapanuli Selatan yang disingkat Tapsel mendapat istilah baru, Tapsel diplesetkan menjadi Tak 110 Pasal 3 ayat (1) UU No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas.

38 80 Pernah Selesai, karena tak juga mengalami perkembangan, malah semakin merosot dibandingkan dengan sebelum pemekaran daerah, dan juga menjadi tertinggal dari Kabupaten hasil pemekarannya. Pada UU No. 37 Tahun 2007 dan UU No. 38 Tahun 2007, dalam bagian keempat, tentang ibukota, tepatnya Pasal 7 disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Padang Lawas Utara berkedudukan di Gunung Tua. Sedangkan pada Pasal 21 dikatakan bahwa dengan disahkannya undang-undang tersebut maka ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan Kabupaten induk berpindah ke Sipirok. Dijelaskan lagi bahwa paling lama 18 bulan sejak undang-undang tersebut diundangkan, secara defenitif pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan harus telah berada di Sipirok. Namun kenyataan baru tahun 2015 pasal tersebut diimplementasikan dalam kehidupan nyata, itupun belum sepenuhnya dan masih menuai konflik. Sekarang Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki luas sebesar 4.367,05 km 2, 14 daerah administrator, yaitu sebagai berikut : 1. Kecamatan Aek Bilah 2. Kecamatan Angkola Barat 3. Kecamatan Angkola Sangkunur 4. Kecamatan Angkola Selatan 5. Kecamatan Angkola Timur 6. Kecamatan Arse 7. Kecamatan Batang Angkola 8. Kecamatan Batang Toru

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten B II GAMRAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Pengantar Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten tersebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU www. luwukpos.blogspot.co.id I. PENDAHULUAN Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2001. Pada hakekatnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA I. UMUM Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah ± 72.427,81

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

Nomor 4753); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomo

Nomor 4753); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomo BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PADANG BOLAK TENGGARA, KECAMATAN HALONGONAN TIMUR DAN KECAMATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001, pemekaran daerah kabupaten dan kota dan juga propinsi menjadi suatu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 26/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KOTA SEBATIK SEBAGAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 18/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN PANTAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN. Utara dan 98,49 s/d 100,22 derajat Bujur Timur. 10

BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN. Utara dan 98,49 s/d 100,22 derajat Bujur Timur. 10 BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN 2.1 Letak Geografis Secara geografis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02 s/d 2,3

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010

PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya ISMAIL MARZUKI SIREGAR 062407079 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI KABUPATEN PADANG LAWAS. AFDEELING PADANG SIDIMPUAN yang dikepalai oleh seorang Residen yang

BAB II DESKRIPSI LOKASI KABUPATEN PADANG LAWAS. AFDEELING PADANG SIDIMPUAN yang dikepalai oleh seorang Residen yang BAB II DESKRIPSI LOKASI KABUPATEN PADANG LAWAS 2.1 Pofil Kabupaten Padang Lawas 2.1.1Sejarah Kabupaten Padang Lawas Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut AFDEELING PADANG SIDIMPUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kabupaten Padang Lawas Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinjauan ini dilakukan.tapanuli Utara,yang dikenal sebagai Afdeeling

BAB I PENDAHULUAN. tinjauan ini dilakukan.tapanuli Utara,yang dikenal sebagai Afdeeling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa Kolonial Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Afdeeling

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 27/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN CIBALIUNG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PENILAIAN SYARAT TEKNIS I. FAKTOR DAN INDIKATOR DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: a. bahwa untuk memacu kemajuan Provinsi Lampung pada umumnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S IPAM AN D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DI PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DI PROVINSI LAMPUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci