BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN. Utara dan 98,49 s/d 100,22 derajat Bujur Timur. 10

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN. Utara dan 98,49 s/d 100,22 derajat Bujur Timur. 10"

Transkripsi

1 BAB II GAMBARAN UMUM TAPANULI SELATAN 2.1 Letak Geografis Secara geografis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02 s/d 2,3 derajat Lintang Utara dan 98,49 s/d 100,22 derajat Bujur Timur. 10 Dan secara topografi daerah Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan dataran tinggi bergunung dengan ketinggian antara 0 s/d 1500 meter di atas permukaan laut. Daerah ini dikelilingi oleh gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, gunung Sorik Marapi di Kecamatan Panyabungan, gunung Lubuk Raya di Kecamatan Padangsidimpuan dan gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Selain memiliki gunung-gunung yang indah, Tapanuli Selatan juga memiliki panorama yang indah akan danaunya seperti Danau Tao di Kecamatan Sosopan, Danau Siais di Kecamatan Siais dan danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Wilayah Tapanuli Selatan juga dialiri banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Bahkan aliran sungai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air, Industri maupun irigasi, di antaranya sungai Batang Pane, sungai Barumun dan lain-lain. Luas wilayah Tapanuli Selatan adalah Km 2 atau H.A. dari luas Propinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah bagian terluas di Sumatera Utara 10 Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. III.

2 dari daerah bagian lainnya. Secara administratif daerah Tapanuli sebelum kemerdekaan dikenal sebagai bagaikan dari wilayah kekuasaan Hindia-Belanda yang masuk dalam wilayah Keresidenan Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan daerah Tapanuli masuk dalam wilayah propinsi Sumatera Utara dan menjadi daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan yang berbatasan di sebelah Utara dengan Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Tengah dan Dati II Kab. Tapanuli Utara, sebelah Timur dengan Propinsi Riau, sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat, dan di sebelah Barat dengan Samudra Indonesia. Kondisi geografi Tapanuli Selatan dengan iklim yang selalu bergantian dan curah hujan yang merata setiap bulan membuat daerah ini sesuai sebagai daerah pertanian. Dengan adanya dukungan irigasi, pemakaian bibit unggul, pupuk, dan pengolahan tanah yang tepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Selain itu, dengan komposisi penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, menunjukkan bahwa sebagian masyarakatnya sangat mengandalkan hidupnya pada pengelolaan tanah, antara lain sebagai petani sawah, berkebun di ladang dan beternak. Awalnya Tapanuli Selatan meliputi daerah Sipirok/Angkola dan Mandailing. Kedua daerah ini meskipun berada sama-sama di daerah Tapanuli Selatan, tetapi ada perbedaan yang khas di antara keduanya. Daerah Sipirok merupakan sebuah kecamatan berjarak ± 385 km dari kota Medan, sedangkan dari Padang Sidimpuan ke Kecamatan Sipirok ± 38 km. Antara Kecamatan Sipirok dengan Kecamatan Pahae Jae dengan ibukotanya Pahae, daerah yang bersebelahan dan merupakan daerah yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara jaraknya ± 42 km. Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal pada masa sekarang. Berada ±

3 40 km dari Padang sidimpuan ke selatan dan ± 150 km dari Bukit Tinggi ke utara. Dan Tapanuli Selatan untuk sekarang adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah ,80 km², dengan Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya Padang Sidimpuan menjadi kota otonom dan pembentukan Kabupaten Mandailing Natal Kondisi Demografi Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memiliki dua jenis suku sesuai dengan daerahnya yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing yang berbatasan dengan Sumatera Barat dan suku Batak Angkola yang mendiami daerah Sipirok. Kedua suku ini yaitu Batak Mandailing-Angkola mendiami sebagian besar dari keseluruhan daerah Tapanuli Selatan sejak masa tradisional, masuknya pemerintah kolonial Belanda sampai pada saat sekarang ini. Terjadi interaksi yang saling berkesinambungan antara kedua suku ini yang membuat pernyataan bahwa daerah Tapanuli Selatan itu identik dengan suku Batak Angkola-Mandailing pada masa itu, tetapi dalam kenyataannya keduanya memang berbeda. Mandailing sendiri dibagi dua walaupun sebenarnya adatnya sama. Pembagian itu adalah Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Daerah Mandailing Godang didominasi oleh marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan sampai Maga di sebelah selatan serta daerah Batang Natal sampai Muara Soma dan Amara Parlampungan di sebelah barat. Daerah Mandailing 11 Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1999, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

4 Julu, didominasi oleh marga Lubis. Wilayahnya, mulai dari Laru dan Tambangan di sebelah utara. Di sebelah selatan mulai dari Kotanopan sampai Pakantan dan Hutanagodang. Secara turun-temurun di manapun dia bertempat tinggal, etnis Mandailing menganut sistem garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari marga-marga: - Nasution - Daulay - Lubis - Matondang - Pulungan - Parinduri - Rangkuti - Hasibuan - Batubara - dan lain-lain 12 Marga-marga ini tidak serentak mendiami wilayah Mandailing, ada beberapa marga yang datang dan kemudian mendiami wilayah tersebut dan dianggap sebagai warga Mandailing dan tidak mau disebut sebagai warga pendatang. Sebagai contoh, Marga Hasibuan yang bertempat tinggal di Mandailing, yang berasal dari Barumun sudah mempunyai Bona Bulu di Mandailing. Sebahagian dari marga Hasibuan telah turut membuka huta bersama-sama dengan raja, sehingga ia disebut anak boru bona bulu. Demikian juga marga lainnya. Etnis Mandailing hampir 100 % penganut agama Islam yang taat. Oleh karena itulah agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam adat seperti dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Kecamatan Sipirok umumnya didiami oleh etnis Sipirok/Batak Angkola. Pakar Antropologi menyatakan, kedua etnis ini sama. Terpisah dengan etnis 12 Pandapotan Nasution, Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, Medan: Forkala Provinsi Sumatera Utara, 2005, hal 6.

5 Mandailing dan etnis Batak Toba. Diperkirakan, etnis Sipirok/Angkola bermigrasi dari daerah Batak, yaitu berasal dari Toba tepatnya daerah Muara dan bermarga Siregar. Mereka datang dengan jumlah yang besar untuk mencari penghidupan yang lebih baik dari dua puluh generasi. Hal ini disebabkan lahan di Tanah Batak sudah tak sanggup lagi menampung masyarakat bermarga Siregar yang berkembang dengan pesat. Salah satu daerah yang mereka tuju adalah Sipirok dan yang lainnya menyebar ke daerah-daerah yang dapat menampung mereka. Di Sipirok banyak ditemukan pohon pirdot. Tanaman ini banyak tumbuh di pinggiran sungai dan berbatang sangat keras. Pohon ini ditemukan marga Siregar, dan tempat itu lalu mereka namakan Sipirdot yang lama kelamaan menjadi Sipirok. Marga Siregar yang datang ke Sipirok ini merupakan Bangsa Proto Melayu yang datang ke Pulau Sumatera karena desakan dari bangsa Palae Mongoloid. 13 Mereka menyebar di tiga daerah, yaitu: 1. Gelombang pertama mendarat di Pulau Nias, Mentawai, dan Siberut. 2. Gelombang kedua mendarat di Muara Sungai Simpang atau Singkil, yaitu sub etnis Batak Gayo atau Batak Alas. 3. Gelombang ketiga sampai di muara sungai Sorkam yaitu antara Barus dan Sibolga. Mereka masuk ke daerah pedalaman dan sampai di kaki gunung Pusuk Buhit dekat Danau Toba Mangaraja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Jakarta: Tanjung Pengharapan, 1964, hal. 14 Ibid., hal. 19.

6 Keturunan marga Siregar semakin berkembang, akhirnya Ompu Palti Siregar, penguasa ketika daerah Sipirok baru dibuka membagi kerajaan yang dipimpinnya menjadi tiga kerajaan, yaitu: 1. Kerajaan Parau Sorat yang dipimpin oleh Ompu Sayur Matua. 2. Kerajaan Baringin dipimpin oleh Sutan Parlindungan, dan 3. Kerajaan Sipirok dipimpin oleh Ompu Sutan Hatunggal. Untuk mempersatukan ketiga kerajaan ini, maka di suatu tempat yang bernama Dolok Pamelean dibuatlah tempat pertemuan (bukit persembahan/pengorbanan). Pada tempat itu, sebagai tempat pertemuan ditanamlah pohon Beringin. Tempat ini menjadi lokasi atau Camat Kecamatan Sipirok yang sekarang. Secara turun-temurun di manapun dia bertempat tinggal, Etnis Sipirok/Angkols juga menganut sistem garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari marga-marga: - Harahap - Ritonga - Siregar - Pohan - Hutasoit - dan lain-lain. - Rambe Sama halnya dengan di Mandailing, marga-marga tersebut pun sebagian bukan merupakan masyarakat asli yang mendiami daerah tersebut, ada juga beberapa marga yang merupakan pendatang dan mendiami daerah tersebut. Mata pencaharian penduduk di Tapanuli Selatan pada umumnya bertani dan berkebun, Pegawai negeri, pedagang, karyawan swasta, nelayan dan pensiunan. Usaha perkebunan rakyat meliputi tanaman karet, kopi, kulit manis dan kelapa. Di

7 samping itu pertanian pangan meliputi padi, kentang, jahe, sayur-mayur dan lain-lain. Dari hasil perikanan di Tapanuli Selatan dihasilkan ikan dari hasil usaha nelayan dan penambak berupa ikan tuna, ikan air tawar dari lubuk larangan, perairan umum, dan budaya kolam ikan. Masyarakat juga mengusahakan peternakan, meliputi peternakan sapi, kerbau, kambing dan unggas. Hasil hutan meliputi hutan tanaman industri, rotan, dan kayu. Di samping hasil-hasil tanaman dan peternakan di atas yang ada di Tapanuli Selatan, daerah ini juga kaya dan memiliki potensi yang besar akan barang tambang seperti emas. Selain itu ada yang lebih menarik lagi di daerah Tapanuli Selatan yaitu daerah ini kaya akan budaya, alam dan, adat istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakatnya yang hidup dalam kerukunan dan ketenteraman dalam hidup berdampingan walaupun berbeda adat maupun kepercayaan. Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk Tapanuli Selatan terus mengalami peningkatan terutama sejak zaman datangnya Belanda. Seperti kita ketahui pada zaman Belanda kawasan Tapanuli Selatan masuk dalam Keresidenan Tapanuli. Jumlah Penduduk Tapanuli sendiri telah meningkat sekitar 70 %, yakni dari tahun 1914 menjadi tahun Dari jumlah tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk Tapanuli Selatan adalah tahun 1914 dan tahun Jumlah tersebut merupakan jumlah kedua terbanyak setelah jumlah penduduk Tapanuli Utara sebanyak tahun 1914 dan tahun 1930 dan di atas jumlah penduduk Sibolga yang berjumlah tahun 1914 dan pada tahun Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahunnya baik di daerah Tapanuli secara keseluruhan maupun di daerah Tapanuli Selatan secara khusus

8 jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. 15 Peningkatan tersebut berjalan seiring dengan peningkatan pembangunan infrastruktur-infrastruktur yang ada di Tapanuli Selatan. 2.3 Kondisi Sosial Dalam kehidupan bermasyarakat di Tapanuli Selatan mulai dari zaman tradisional sampai pada zaman sekarang ini tidak lepas dari masyarakat desa yang merupakan masyarakat asli yang tetap hidup dan bertahan selama beratus-ratus tahun walaupun telah banyak mengalami bermacam-macam gejolak perubahan sosial, peperangan, masuknya kekuasaan politik dari Kerajaan tertentu dari luar maupun dari dalam daerah Tapanuli selatan dan juga kekuasaan asing. Masyarakat tersebut banyak dijumpai dalam suatu huta, luhat maupun kampung. Masyarakat tersebut telah mendiami daerah Tapanuli sejak berabad-abad yang lalu. Mereka tinggal berkelompok dalam suatu kampung di dalam rumah tradisional sesuai dengan corak mereka, mempunyai rumah adat, mempunyai pemimpin kampung sesuai dengan adat istiadat setempat atau alat-alat perlengkapan pemerintahan kampung secara tradisional. Seseorang mempunyai tiga kategori keluarga: agnat atau dongan sabutuha-nya sendiri, hula-hula-nya, dan anak borunya. 16 Begitulah pembagian kekerabatan dalam masyarakat Tapanuli pada umumnya dan juga pada masyarakat Tapanuli Selatan pada khususnya yang dikenal dengan dalihan na tolu (tungku nan tiga). Dongan sabutuha (kahanggi dalam masyarakat 15 Lance Castles, op. cit., hal Ibid., hal. 8.

9 Tapanuli Selatan) merupakan kelompok masyarakat yang memiliki persamaan marga menurut garis keturunan yang patrilineal, hula-hula (mora dalam masyarakat Tapanuli Selatan) yaitu kelompok marga pemberi mempelai perempuan dan anak boru yaitu kelompok marga penerima mempelai perempuan. Secara fungsional hulahula memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap boru, hal ini sangat tampak jelas dalam suatu pelaksanaan adat. Pada masyarakat Tapanuli Selatan, huta (dusun) merupakan kesatuan paling kecil yang terdapat dalam suatu kumpulan dari beberapa keluarga yang menempati huta ataupun. Keberadaan suatu huta tidak lepas dari adanya faktor garis keturunan atau marga, karena ikatan adat, religi, teritorial, dan keturunan mengatur hubungan antar huta. Setiap huta bersifat otonom, baik di dalam maupun ke luar daerah. Dalam hal ini, huta dapat diibaratkan sebagai suatu kesatuan republik kecil, di mana setiap huta mempunyai raja huta sebagai pemimpin yang disebut Raja Pamusuk. Sejumlah huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah (genealogis) membentuk sebuah kawasan adat yang disebut luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung. Raja ini dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam luhat, khususnya dari pihak turunan sipungka huta (yang membuka huta) di dalam luhat yang bersangkutan. Raja Panusunan Bulung ini selain sebagai kepala pemerintahan, juga sekaligus menjadi pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai kegiatan seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja Panusunan Bulung maupun Raja Pamusuk mengacu pada

10 sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berlandaskan prinsip kekerabatan dalihan na tolu. Di samping huta, sebagai wadah tempat tinggal kelompok masyarakat adat di Tapanuli Selatan, juga dikenal kelompok-kelompok masyarakat lainnya, yaitu: a. Banjar, suatu pemukiman yang biasanya terdiri dari 4 sampai 6 kepala keluarga, terletak di tengah-tengah perladangan atau persawahan dan mempunyai ikatan adat dengan ibu kampungnya (induk). b. Lumban, kelompok masyarakat yang terdiri dari 6 sampai 10 kepala keluarga. c. Pagaran, suatu perkampungan yang terdiri dari 10 sampai 20 kepala keluarga yang diurus oleh kerapatan adat dari ibu kampungnya (induk). Pada masa dahulu, dalam masyarakat Tapanuli Selatan terdapat suatu sistem pelapisan sosial yang terdiri dari tiga strata. Strata yang pertama (tertinggi) terdiri dari golongan bangsawan, atau golongan kerabat raja yang dinamakan Namora. Di bawah golongan bangsawan terdapat golongan penduduk biasa (bukan bangsawan) yang disebut sebagai halak na bahat (orang kebanyakan), dan status yang terendah terdiri dari golongan budak yang dinamakan hatoban. Orang-orang yang masuk pada golongan hatoban adalah: a. Orang-orang yang ditawan atau dikalahkan dalam peperangan. b. Orang-orang yang melakukan kesalahan berat dan menjalani hukuman sebagai budak.

11 c. Orang-orang yang karena tidak sanggup membayar hutang dijadikan budak, dan kalau hutangnya sudah lunas kembali menjadi orang bebas. 17 Budak yang sudah memiliki rumah sendiri dan mengerjakan ladang atau sawah sendiri, tetapi masih terikat dengan majikannya, sehingga sewaktu-waktu dapat disuruh bekerja untuk kepentingan majikannya dinamakan pankandangi. Budak yang bertempat tinggal di rumah majikannya dan bertugas melayani segala keperluan majikannya dinamakan hatoban, atau pangolo (budak pelayan). Budak yang tinggal di rumah sendiri tetapi berkewajiban mengerjakan semua lahan pertanian milik majikannya dinamakan hatoban marsaro, budak yang sudah dibebaskan dan tidak tinggal di rumah majikannya dinamakan ompung dalam dan berstatus seperti kebanyakan penduduk biasa. Sejak tahun 1876, pemerintah kolonial Belanda menghapuskan perbudakan di kawasan Tapanuli Selatan. Meskipun perbudakan telah dihapuskan oleh pemerintah Kolonial, tetapi dalam pandangan masyarakat asli Tapanuli Selatan kedudukan mereka masih tetap sama sebagaimana mereka sebelumnya, sedapat mungkin menghindari berhubungan dengan orang yang dianggap hatoban, seperti menghindari perkawinan dengan bekas hatoban dan keturunannya. Baru pada zaman kemerdekaanlah pandangan masyarakat Tapanuli Selatan terhadap bekas hatoban mulai berubah. Seiring dengan perubahan zaman dan dengan datangnya kemerdekaan masyarakat tidak memandang rendah lagi terhadap 17 Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli Lubis, Sipiro Na Soli Biang Lala Kebudayaan Masyarakat Sipirok, Medan: USU Press, hal. 160.

12 mereka, orang-orang bekas hatoban sudah dianggap sebagai masyarakat yang sama dengan masyarakat lainnya. Munculnya kelompok hatoban di daerah Tapanuli Selatan membawa pengaruh yang sangat besar bagi keharmonisan kehidupan antar masyarakat. Hal ini disebabkan, golongan hatoban merupakan orang-orang yang kalah dalam satu pertempuran/perkelahian/perselisihan. Bagi masyarakat di Tapanuli Selatan kekalahan dalam pertempuran/perkelahian/perselisihan lebih buruk dari hal-hal yang lain, seperti tidak mempunyai harta, tidak ada pendidikan bahkan tidak punya agama. Yang kalah, harus menjadi budak dan selalu patuh pada pihak atau kelompok yang menang sampai dia dapat memenangkan pertempuran/perkelahian/perselisihan pada si pemenang. Tetapi dalam perkembangannya, hatoban tidak hanya diakui oleh kelompok yang menang dalam suatu pertempuran, tetapi juga diakui oleh seluruh masyarakat yang mendiami wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Mengenai sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Tapanuli pada mulanya dijumpai adanya kepercayaan tradisional yang pada hakikatnya kepercayaan ini muncul sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang lemah dan memiliki kekuatan dan kemampuan yang terbatas, maka manusia atau masyarakat tersebut percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar kekuasaan dirinya. Setelah masuknya agama Islam maupun Kristen ke Tapanuli memberi suatu kepercayaan baru yang menjadikan masyarakat Tapanuli lebih modern, dengan cara berpikir yang lebih terbuka dan menjadikan masyarakat semakin sadar dan berpikir secara terbuka akan munculnya pembaharuan.

13 Pembaharuan yang terjadi semakin kuat dengan didukung oleh pembangunan rumah-rumah ibadah yang pada dasarnya merupakan prakarsa dari masyarakat setempat, melalui gotong royong masyarakat bekerja sama mengumpulkan dana guna terlaksananya pembangunan. Selain itu, pemerintah juga turut serta mengambil bagian dalam pembangunan tersebut. Dalam perkembangannya, pembangunan dan pembaharuan rumah ibadat di Tapanuli Selatan berjalan normal sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk yang menganut suatu kepercayaan itu. Agama Islam merupakan paling banyak dianut atau agama mayoritas yang ada dalam masyarakat Tapanuli Selatan, walaupun begitu, kerukunan umat beragama sangat kental terjaga antara agama Islam yang mayoritas dengan agama Kristen yang minoritas. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan pedoman bagi masyarakat untuk terus menjaga toleransi antar umat beragama dalam hidup berdampingan dengan saling menjaga sikap dan perilaku masyarakat sehingga ketenteraman dan kerukunan akan tetap terjaga dengan baik. 2.4 Pemerintahan di Tapanuli Selatan sebelum tahun Pemerintahan Tradisional di Tapanuli Selatan Secara etimologi, istilah Tapanuli berasal dari gabungan dua kata bahasa daerah, yaitu tapian dan na-uli. Istilah tapian mengandung arti suatu tempat yang airnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan manusia, seperti pinggir sungai, telaga, pancuran atau pantai. Istilah na yang berada di depan istilah uli sama artinya dengan kata yang atau nan dalam bahasa Indonesia dan istilah uli

14 berarti indah. Maka kata tapian-na-uli yang kemudian menjadi Tapanuli mengandung arti Teluk Nan Indah. 18 Di Tanah Batak khususnya Tapanuli Bagian Selatan jauh sebelum masuknya pengaruh asing, sudah terdapat banyak komunitas kecil yang disebut sebagai huta. Kampung-kampung (huta) itu, yang dikelilingi tembok tanah dan pagar bambu sebagai perlindungan, umumnya kecil. 19 Setiap huta tersebut dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Pamusuk (RP). Sejumlah huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah (genealogis) membentuk sebuah kawasan adat yang disebut luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung (RPB). Dalam menjalankan pemerintahan huta dan luhat para RP dan RPB mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berlandaskan prinsip kekerabatan dalihan na tolu. RPB dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam luhat, khususnya dari pihak turunan sipungka huta (yang membuka huta) di dalam luhat yang bersangkutan. RPB ini selain sebagai kepala pemerintahan, juga sekaligus menjadi pengetua adat atau raja adat yang memimpin berbagai kegiatan seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sekalipun sistem pemerintahan luhat yang terbentuk mirip sistem oligarki (dari turunan si pungka huta), namun sesungguhnya sistem demokrasi yang lebih berperan yang direpresentasikan dengan adanya lembaga hatobangon (lembaga ketua adat) yang fungsinya mendampingi RPB dalam memimpin luhat. Ini berarti setiap 18 Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sumatera Utara dalam Lintasan Sejarah, Medan: Pemda Tk. I Sumatera Utara, 1948, hal Lance Castles, op. cit., hal. 6.

15 warga dari komunitas atau huta terwakili di dalam musyawarah luhat. Mendahulukan sipungka huta yang juga menjadi RPB sudah sepantasnya untuk didudukkan sebagai pemimpin luhat, namun keputusannya terkendali oleh peran lembaga hatobangon. Suatu komunitas kecil dikatakan sebagai huta jika komunitas tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri hingga dapat berdiri sendiri, dan huta ini diresmikan menjadi bona bulu. Komunitas kecil ini berawal dari tradisi membuka huta di dalam kawasan luhat yang dalam perjalanannya komunitas kecil tersebut lalu berkembang menjadi Bona Bulu. Sebuah huta yang dapat diresmikan menjadi Bona Bulu, manakala telah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (1) terdapat penduduk sekurang-kurangnya tiga keluarga dalihan na tolu yang terdiri dari kahanggi (bersaudara), anakboru (besan dari pihak perempuan), dan mora (besan dari pihak laki-laki); (2) tersedia lahan yang cukup untuk pertanian (tanaman pangan, peternakan atau perikanan); (3) ada pemerintahan yang mampu menyelenggarakan tertib umum dan dapat meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan hidup terhadap semua keluarga di dalam komunitasnya; (4) mendapat pengakuan atas keberadaan calon huta oleh seluruh huta yang sudah ada di sekitarnya di dalam luhat. 20 Untuk meresmikan sebuah huta menjadi bona bulu, perlu dilangsungkan sebuah horja godang (pesta besar) yang dipimpin secara adat oleh RPB. Puncak acara peresmian ketika RPB luhat manabalkon (mengukuhkan) nama keluarga Si pungka Huta (Si pendiri Huta) menjadi Raja Pamusuk di huta yang baru berdiri dan menyebutkan gelarnya. Acara lalu dilanjutkan dengan pidato Si pungka Huta yang 20 Akhir Matua Harahap, Sejarah Pemerintahan di Tapanuli Bagian Selatan: Dari Zaman Huta (Luhat) Hingga Zaman Desa (Urban), diakses tanggal 05 Juli 2013.

16 mengumumkan bahwa huta yang baru berdiri menjadi huta asal dari Marga H yang mendirikannya. Raja Pamusuk lalu menanam bambu duri yang diiringi istrinya menanam pandan, pihak anakboru menanam biji jagung ber- banjar-banjar, dan disusul oleh pihak mora menanam butiran padi. Huta-huta yang belum diposisikan sebagai huta Bona Bulu, dan kebutuhan warganya masih tergantung dari bantuan huta lain, huta serupa ini dinamakan pagaran (anak huta). Di dalam satu luhat, umumnya terdapat banyak huta yang berstatus pagaran dan bernaung ke dalam Huta Bona Bulu terdekat. Dengan demikian, huta selain berfungsi sebagai tempat bermukim para warganya, juga wilayah tempat usaha (pertanian) dan sumber ekonomi yang berasal dari hutan, waduk, sungai (laut). Hutan, lembah, sungai, danau dan gunung menjadi sumber penghidupan huta dan menjadi wilayah territorial huta (semacam hak ulayat pada masa sekarang). Kehidupan sosial, budaya dan ekonomi huta penggunaannya diatur oleh warga luhat bersama Raja Panusunan Bulung (RPB). Huta yang banyak penduduknya karena subur tanahnya dan kaya lingkungan alamnya juga dipimpin Raja Pamusuk yang dibantu kepala ripe dalam menjalankan pemerintahan huta untuk menegakkan tertib umum dalam bermasyarakat demi meraih kesejahteraan hidup bersama. Sesungguhnya, seorang raja di Tanah Batak (RPB atau RP) bukanlah individu yang memiliki nama, tetapi seorang bijak yang dituakan di antara para tetua terbaik di luhat atau huta. Dengan kata lain RPB atau RP di dalam luhat yang berlandaskan dalihan na tolu tidak identik dengan sistem feodal melainkan sebagai primus interpares di dalam masyarakat luhat atau huta.

17 Luhat tradisional yang pernah ada di Tapanuli Bagian Selatan adalah sebagai berikut: Luhat Sipirok 5. Luhat Barumun 2. Luhat Angkola 6. Luhat Sipiongot 3. Luhat Marancar 7. Luhat Mandailing 4. Luhat Padang Bolak 9. Luhat Natal 5. Luhat Barumun 10. Luhat Pakantan Pada tahun terjadi Perang Padri di Kerajaan Pagaruyung Sumatera Utara, yang mana pada awalnya merupakan perang antara kaum adat dengan ulama atau yang dijuluki sebagai kaum Padri. Perang ini meluas sampai ke daerah Tapanuli Selatan tepatnya daerah Mandailing yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Sejak berkuasanya kaum Paderi di wilayah mandailing yang kemudian menyebar ke daerah Tapanuli Selatan lainnya, pemerintahan tradisional yang ada setelah kaum Paderi menguasai daerah ini, dan agama Islam yang telah dianut oleh masyarakat, telah merubah struktur dan sistem pemerintahan yang ada. Bila sebelumnya Raja Panusunan Bulung yang membawahi beberapa huta, hanya mempunyai peranan tertentu saja, yaitu dalam masalah adat istiadat. Sedangkan Raja Pamusuk mempunyai peranan yang lebih dominan dalam setiap huta yang dikuasainya. Akan tetapi setelah wilayah ini dikuasai oleh kaun Paderi, atau agama Islam lebih eksis dari pada adat istiadat, maka sistem dan struktur pemerintahan itu mengalami perubahan Rusli Harahap, Tanah Batak, diakses tanggal 10 Juli

18 Raja Panusunan Bulung yang secara formalitas menguasai wilayah yang terdiri dari beberapa huta, atau wilayah kenegerian, dirubah sebutannya menjadi kepala kuria. Istilah kuria ini berasal dari Bahasa Arab qoriah, yang artinya adalah wilayah. Sedangkan penguasanya di sebut sebagai khadi, yang dapat juga berarti hakim. Dengan demikian seorang Raja Panusunan Bulung yang mengepalai sebuah kuria, nama itu sudah berubah menjadi khadi, dan kekuasaannya juga bertambah luas. Para khadi setiap kuria, bukan saja berkuasa dibidang keagamaan, melainkan juga dibidang politik, ekonomi, dan sosial. Jelasnya kalau sebelumnya tokoh-tokoh tradisional memerintah berdasar adat, pada masa Paderi tokoh-tokoh tersebut memerintah berdasar pada syariat (norma-norma menurut ajaran agama Islam). 22 Hal ini terus berlanjut sampai kolonial Belanda menguasai Tanah Mandailing dan Tapanuli Selatan secara keseluruhan Tapanuli Selatan Masa Kolonial Belanda. Belanda pertama kali masuk ke Tapanuli Selatan yaitu pada tahun 1833 dari arah Natal (Pantai Barat) yang ketika itu di Tapanuli sendiri masih dalam suasana Perang Padri ( ). Pada masa itu kaum adat yang tidak dapat mengalahkan kaum ulama meminta bantuan kepada pihak Belanda sehingga yang awalnya perang hanya antara kaum adat dengan kaum Padri berubah menjadi perlawanan terhadap Belanda. Pihak Belanda lalu mendirikan benteng Fort Elout di Panyabungan yang merupakan daerah paling dekat dengan Sumatera Barat untuk menyatakan 22 Departemen Dalam Negeri Prop. Dati I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintah Departemen Dalam Negeri di Provinsi Dati I Sumatera Utara, Sumatera Utara, 1990, hal. 37.

19 keberadaannya di Tanah Batak sekaligus basis untuk mengepung perlawanan Imam Bonjol di Daerah Pasaman. Setahun kemudian, pada tahun 1834 Belanda memulai pemerintahan sipil di Tanah Batak, diawali dari selatan dengan didirikannya Onder Afdeeling Mandailing yang dipimpin Controleur Eduard Douwes Dekker yang kemudian lebih dikenal dengan Multatuli, berkedudukan di Natal. Waktu itu wilayah Tapanuli masih bagian dari keresidenan yang berkedudukan di Air Bangis (Pasaman, Sumatera Barat). Sebelum Belanda masuk ke Tapanuli Selatan kawasan selatan Tanah Batak ini terdiri dari berbagai luhat di mana setiap luhat mempunyai pemerintah sendiri dan berdiri secara otonom dan belum pernah berada di bawah pengaruh siapa pun. Pemerintahan sipil ini kemudian dipindahkan ke Panyabungan, lalu ditingkatkan menjadi Afdeeling Mandailing/Angkola yang dipimpin Asistent Resident T.J. Willer yang berkoordinasi dengan Gouverneur van Sumatra Westkust (Gubernur Pantai Barat Sumatera) yang berkedudukan di Sibolga. Selanjutnya pemerintah kolonial Hindia Belanda memberi nama Afdeeling Padang Sidimpuan untuk daerah Tapanuli Selatan. Sementara yang lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen terhadap kawasan seputar danau Toba dan Tarutung sebagai ibukotanya, dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli Tangah. Kemudian pada tahun 1884 ketiga afdeeling ini digabung menjadi satu keresidenan yang dikenal sebagai Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Sumatera yang berkedudukan di Padang Sidimpuan yang masih menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Padang, Sumatera Barat.

20 Sejak tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tanah Batak lantas dipisahkan dari Sumatera Barat dan sepenuhnya dibentuk keresidenan yang berdiri sendiri dengan Residen yang berkedudukan di Sibolga. Dengan keputusan ini, pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia langsung mengendalikan pemerintahannya dari pusat ke seluruh Tanah Batak yang belum pernah dilakukan sebelumnya, tidak lagi berpusat di Padang, Sumatera Barat. Selanjutnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berkuasa mulai membuat struktur pemerintahan baru versi Belanda di wilayah Tanah Batak yang kemudian berganti nama menjadi Tapanuli ke dalam tujuh tingkat pemerintahan: 1. Tingkat pertama, resident adalah pejabat tertinggi pemerintah kolonial Hindia Belanda yang memimpin Keresidenan Tapanuli. 2. Tingkat kedua, asisten resident. Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi dua afdeeling, yaitu: Afdeeling Tapanuli Utara berkedudukan di Tarutung dan Afdeeling Tapanuli Selatan berkedudukan di Padang Sidimpuan. Setiap afdeeling dipimpin seorang asistent resident. Afdeeling adalah wilayah setingkat kabupaten di Jawa yang dipimpin seorang bupati. 3. Tingkat ketiga, controleur. Afdeeling dibagi menjadi beberapa onderafdeeling yang dipimpin seorang controleur. Onder-afdeeling adalah wilayah setingkat kecamatan. Di seluruh Afdeeling Tapanuli Selatan terdapat tiga onder-afdeeling, yaitu: Angkola-Sipirok, Padang Lawas dan Mandailing- Natal.

21 4. Tingkat keempat, demang. Pada tahun 1916 pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan wilayah district (setingkat kewedanaan) di bawah onder-afdeeling yang dipimpin oleh seorang demang. 5. Tingkat kelima, asisten demang. Di bawah district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan onder-district yang dipimpin seorang asistent demang. 6. Tingkat keenam, kepala kuria. Di bawah onder-district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah hakuriaan yang dipimpin seorang Kepala kuria. Hakuriaan menggantikan sebutan luhat untuk membawahi sejumlah huta yang berdekatan, mengacu pada masa kekuasaan kaum Paderi. 7. Tingkat ketujuh, kepala kampung, tingkat terendah di bawah hakuriaan. Pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah kampung untuk menggantikan sebutan huta. Kampung dipimpin seorang kepala kampong. Ini berarti sebutan Raja Pamusuk (RP) dan Raja Panusunan Bulung (RPB) yang memimpin sebuah huta atau bona bulu dihilangkan dengan menggantikannya dengan kepala kampung. 23 Onder Afdeeling Pada masa pendudukan Belanda, wilayah Tapanuli Bagian Selatan disebut Afdeeling Padang Sidimpuan dikepalai oleh seorang residen yang berkedudukan di Padang Sidimpuan. Afdeeling Padang Sidimpuan dibagi atas tiga onder-afdeeling. 23 Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op. cit., hal. 160.

22 Setiap onder-afdeeling dikepalai oleh seorang contreleur yang dibantu oleh seorang demang. Tiga onder-afdeeling tersebut, yaitu: Onder-Afdeeling Angkola-Sipirok ibukota di Padang Sidimpuan. Onder-Afdeeling Padang Lawas ibukota di Sibuhuan. Onder-Afdeeling Mandailing-Natal ibukota di Kotanopan. 24 Sebelumnya onder-afdeeling Mandailing terdiri dari onder-afdeeling yang meliputi Mandailing Godang, Mandailing Julu, Ulu dan Pakantan dan Natal terdiri dari onder-afdeeling yang meliputi Natal dan Batang Natal. District (Distrik) Setiap onder-afdeeling terdiri dari distrik. Distrik dikepalai oleh seorang asisten demang. Nama-nama distrik menurut onder-afdeeling adalah sebagai berikut: Tabel I Nama-nama Distrik menurut Onder Afdeeling di Tapanuli Selatan Onder Afdeeling Angkola- Sipirok Distrik Angkola ibukota di Padang Sidimpuan Distrik Batangtoru ibukota di Batangtoru Distrik Sipirok ibukota di Sipirok Onder Afdeeling Padang Lawas Distrik Padang Bolak ibukota di Gunung Tua Distrik Barumun dan Sosa ibukota di Sibuhuan Onder Afdeeling Mandailing dan Natal Distrik Panyabungan ibukota di Panyabungan Distrik Kotanopan ibukota di Kotanopan Distrik Muara 24 Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2007, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. ix.

23 Sumber: Kantor BPS Tapanuli Selatan Distrik Dolok ibukota di Sipiongot Sipongi ibukota di Muara Sipongi Distrik Natal ibukota di Natal Distrik Batang Natal ibukota di Muara Soma Hakurian Setiap distrik dibagi atas beberapa hakuriaan yang dikepalai oleh seorang Kepala Kuria. Sebelum munculnya istilah hakuriaan versi pemerintah kolonial Hindia Belanda, penduduk di Tanah Batak telah lama menggunakan sebutan luhat atau banua untuk menyatakan sebuah wilayah yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung (RPB) dalam adat Batak. Luhat versi Belanda yang dikenal sebagai hakuriaan menurut distrik adalah sebagai berikut: Tabel II Luhat di Tapanuli Selatan menurut Distrik Distrik Padang Sidimpuan 1. Hutaimbaru 2. Pijor Koling 3. Batunadua/Pargarutan 4. Muaratais Distrik Batang Toru 1. Marancar 2. Batangtoru Distrik Panyabungan 1. Pidoli Bukit 2. Kota Siantar 3. Panyabungan Julu 4. Panyabungan Tonga 5. Gunung Baringin 6. Gunung Tua Distrik Kotanopan

24 Distrik Sipirok 1. Sipirok Godang 2. Baringin 3. Parau Sorat Distrik Padang Bolak Distrik Barumun dan Sosa 1. Ujung Batu 2. Simangambat Distrik Dolok 1. Sipiongot Sumber: Kantor BPS Tapanuli Selatan 1. Tamiang 2. Manambin 3. Kotanopan 4. Panombangan 5. Maga Distrik Muara Sipongi 1. Pakantan Lombang 2. Pakantan Doeali 3. Oleoe Distrik Natal 1. Natal Distrik Batang Natal 1. Muara Soma Kampung Setiap luhat dibagi atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang kepala kampung (kampong hoofd). Jika sebuah kampung mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak maka kepala kampung dibantu oleh seorang kepala ripe. Demikianlah beberapa tingkatan pemerintahan yang pernah ditetapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda di Tapanuli Selatan, namun dalam perkembangannya masyarakat setempat pun tidak hanya menerima kebijakan ini dengan begitu saja. Hal tersebut terbukti dengan mulai bermunculannya perlawanan-perlawanan masyarakat terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

25 Pada September 1933 seorang anggota kelompok pemuda Muslim di Hutapungkut Djulu, Mandailing, dipanggil oleh demang untuk menjelaskan mengapa dia menulis Lebih baik mati dan dikubur dari pada hidup di negeri yang diperbudak di pintu kantor mereka. Penjelasan bahwa dia menuliskan kalimat tersebut di pintu hanyalah sebagai pengingat pribadi karena tidak mempunyai kertas, tidak bisa diterima. Di dinding dalam tertulis Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh dan Sekarang! Indonesia Merdeka Sekarang!. 25 Inilah suara pergerakan yang pada tahun 1930-an mulai bermunculan di Tapanuli Selatan sebagai bentuk perlawanan yang dilakukan terhadap kolonial Belanda. Pergerakan ini sulit dirumuskan. Ada gerakan politik yang ingin bebas dari Belanda, ada gerakan keagamaan yang ingin membersihkan pelaksanaan Islam dari unsur-unsur tambahan dan berbagai penyimpangan, ada juga gerakan sosial kaum muda dan lain-lain lagi yang tidak senang pada status mereka yang rendah di bawah adat, dan menentang para pemimpin dan tetua berikut berbagai pengekangan yang mereka berlakukan. Lance Castles mengelompokkan pergerakan politik di Tapanuli selatan menjadi tiga bagian berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. 1). Gerakan politik yang bebas dari penjajahan Belanda. 2). Gerakan keagamaan yang ingin membersihkan pelaksanaan Islam dari unsur-unsur tambahan sebagai penyimpangan dan 3). Gerakan sosial kaum muda yang tidak senang dengan status mereka yang rendah di bawah adat. 25 Lance Castles, op. cit., hal. 173.

26 Pergerakan politik di Tapanuli Selatan selama Pemerintahan Kolonial Belanda menjadikan masyarakat terpragmentasi dalam sekat-sekat organisasi karena persaingan untuk mendapatkan pengaruh dan anggota. Pemimpin adat dan ahli agama yang konservatif dihinggapi nafsu harajoan Batak tidak jauh berbeda dengan Batak di Tapanuli utara. Kalau masyarakat adat mengisolasi penduduk secara lokal berdasarkan status, organisasi sosial menyatukan mereka berdasarkan suka rela dan tempat berpijak yang sama. Pemimpin adat menganggap pergerakan politik mengancam statusnya dalam adat yang tinggi sekalipun sesungguhnya mereka sendiri terkadang merupakan penyimpangan Tapanuli Selatan masa Pendudukan Jepang Setelah berakhirnya kekuasaan Belanda yang kemudian digantikan oleh Jepang pada tanggal 24 Maret 1942 sampai 1945 tidak mengalami perubahan yang sangat nyata pada struktur pemerintahan Tapanuli Selatan yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial, kecuali pemberian nama-nama dan personalia baru yang diberikan oleh pemerintah Militer Jepang, yaitu: a. Setiap residensi disebut shu di bawah pengawasan seorang militer gunseibu. Di sampingnya ada seorang residen merangkap kepala polisi yang mengatur pemerintahan sipil sehari-hari yang disebut dengan shu chokan, yang berwenang mengeluarkan peraturan di bidang peradilan. Peraturan ini disebut dengan shu rei, yang juga merupakan seorang militer Jepang. Hubungan antara satu Residensi dengan residensi yang lain sangatlah sulit dan harus dengan surat izin dari

27 masing-masing gubseibu untuk membuat kebijakan sendiri asal mengikuti aturan dasar yang ditentukan oleh atasannya. b. Kabupaten dalam setiap keresidenan disebut bun, kewedanan disebut gun. c. Asisten residen disebut bun shu cho juga dipegang oleh militer Jepang. d. Daerah kecamatan disebut son dan kepala wilayahnya disebut dengan son cho yang umumnya dipegang oleh masyarakat pribumi yang pro Jepang. 26 Untuk membantu pemerintah Jepang maka dibentuklah suatu Badan Pertimbangan Pusat yang diberi nama cuo sang in yang anggota-anggotanya diambil dari wakil-wakil daerah tiap keresidenan dan berkedudukan di Bukit Tinggi. Maka di Keresidenan Tapanuli terdapat Dewan Pertimbangan Daerah (Tapanuli suo sang kai). Sebagai pimpinan sipil yang tertinggi untuk bangsa Indonesia di Tapanuli maka diangkatlah Dr. Ferdinan Lumbantobing sebagai Ketua Badan Pertahanan Negeri (BAPEN) oleh pemerintah Jepang sebagai fuku chokan yaitu wakil residen, karena beliau adalah seorang tokoh pemuka masyarakat yang sangat disegani di wilayah Tapanuli. Di setiap kota besar di Tapanuli selalu ada cabang BAPEN dan diinstruksikan untuk mengkoordinir setiap desa agar para pemudanya mengikuti pelatihan militer, latihan pemadam kebakaran dan menjaga keamanan desa, berjaga malam, dan mereka dilatih oleh tentara Jepang. 27 Selain itu, di setiap desa tentara Jepang juga membentuk barisan seikedan (Sekedan) guna menjaga keamanan desa serta membuat pos-pos penjagaan. 26 Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op. cit., hal Departemen Dalam Negeri Prop. Dati I Sumatera Utara, op. cit., hal. 337.

28 Pendudukan Jepang selama kurang lebih 3 setengah tahun di Indonesia memang tidak banyak memberi perubahan terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia baik itu dari pemerintahan pusat sendiri maupun sampai ke pemerintahan di daerah-daerah. Selain hanya dengan beberapa penggantian istilah kepemimpinan dan penyesuaian dengan pemerintah Jepang sendiri tidak ada hal lain perubahan yang terlihat jelas, selain tentu saja beberapa pergantian pemimpin di beberapa kursi kepemimpinan yang ditunjuk sesuai dengan kebijakan dari pemerintah Jepang pada masa itu.

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH TAPANULI SELATAN. meliputi daerah Sipirok/Angkola dan Mandailing. Kedua daerah ini meskipun berada

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH TAPANULI SELATAN. meliputi daerah Sipirok/Angkola dan Mandailing. Kedua daerah ini meskipun berada BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH TAPANULI SELATAN 2.1. Letak Geografis Daerah Tapanuli Selatan yang akan dibicarakan dalam skripsi ini adalah meliputi daerah Sipirok/Angkola dan Mandailing. Kedua daerah ini

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN/KOTA PENGGAGAS PROVINSI SUMATERA TENGGARA

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN/KOTA PENGGAGAS PROVINSI SUMATERA TENGGARA BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN/KOTA PENGGAGAS PROVINSI SUMATERA TENGGARA 2.1. Kota Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan pada masa ini dapat didekati melalui tiga jalur utama, yakni: dari dan ke arah Tarutung/Rantau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten B II GAMRAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Pengantar Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinjauan ini dilakukan.tapanuli Utara,yang dikenal sebagai Afdeeling

BAB I PENDAHULUAN. tinjauan ini dilakukan.tapanuli Utara,yang dikenal sebagai Afdeeling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa Kolonial Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Afdeeling

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran secara umum wilayah penelitian, yang tidak hanya mengenai lokasi penelitian melainkan juga meliputi penduduk,

Lebih terperinci

BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN A. Landasan Yuridis dan Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia 1. Landasan Yuridis Pemekaran Daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENELITIAN Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENELITIAN Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENELITIAN 2.1. Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja 13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Kabupaten Mandailing Natal

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Kabupaten Mandailing Natal BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kabupaten Mandailing Natal Nama Mandailing termaktub dalam Kitab Nagarakertagama, yang tercatat dalam perluasan wilayah Majapahit sekitar 1365

Lebih terperinci

BAB II MENGUNGKAP SEJARAH WILAYAH ADAT AEK BUATON

BAB II MENGUNGKAP SEJARAH WILAYAH ADAT AEK BUATON BAB II MENGUNGKAP SEJARAH WILAYAH ADAT AEK BUATON 2.1 Asal Usul Nama Aek Buaton Aek buaton adalah sebuah nama pemangku adat yang terletak disekitar wilayah Barumun. Mengapa dinamakan Aek Buaton, tentunya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan 29 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Teluk Mesjid Desa Teluk Mesjid adalah suatu wilayah di kecamatan Sungai Apit kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km² BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG 2.1 Letak Geografis Pulau Burung Pulau Burung merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR A. Letak Dan Sejarah Geografis Pada tahun 1923 Jepang masuk yang diberi kekuasaan oleh Raja Siak untuk membuka lahan perkebunan karet dan sawit yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT TAPANULI SELATAN (STUDI KASUS KECAMATAN ANGKOLA BARAT) SKRIPSI

PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT TAPANULI SELATAN (STUDI KASUS KECAMATAN ANGKOLA BARAT) SKRIPSI PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT TAPANULI SELATAN (STUDI KASUS KECAMATAN ANGKOLA BARAT) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI. pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pemekaran

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI. pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pemekaran BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI 2.1. Letak Geografis Desa Sigaol Marbun merupakan salah satu desa di Kecamatan Palipi yang berada di Kabupaten Samosir. Kecamatan Palipi terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. 45 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota provinsi Lampung, Indonesia. Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama, dan ras. Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah provinsi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.I Identifikasi Wilayah 2.1.1 Lokasi Desa Sukanalu Desa Sukanalu termasuk dalam wilayah kecamatan Barus Jahe, kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Sukanalu adalah

Lebih terperinci

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG A. Sejarah Desa Terantang Sekalipun Desa Terantang merupakan suatu desa kecil, namun ia tetap mempunyai sejarah karena beberapa abad yang silam daerah ini sudah di huni

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 4.1 Sejarah Kota Sibolga Kota Sibolga dahulunya merupakan bandar kecil di teluk Tapian Nauli dan terletak di pulau Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman budaya adalah keunikan yang ada dimuka bumi belahan dunia dengan banyaknya berbagai macam suku bangsa yang ada didunia,begitu juga dengan keragaman budaya

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh provinsi di Indonesia, dan sekitar dari desa tergolong desa yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh provinsi di Indonesia, dan sekitar dari desa tergolong desa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki 70.611 desa yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dan sekitar dari 32.376 desa tergolong desa yang tertinggal

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. luas keseluruhan wilayah kabupaten pasaman barat. Kecamatan sungai beremas dengan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. luas keseluruhan wilayah kabupaten pasaman barat. Kecamatan sungai beremas dengan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis Kecamatan sungai beremas merupakan salah satu daerah di sebelah utara kabupaten pasaman barat dengan luas wilayah sekitar 440,48 km 2 atau 11,33 persen

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Sejarah Desa Perawang Barat adalah salah satu Desa hasil dari pemekaran dari Desa Induk yaitu Desa Tualang berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama Senapelan yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama Senapelan yang BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kota Pekanbaru Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama Senapelan yang pada saat itu dipimpin oleh seorang kepala suku disebut Batin. Daerah yang mulanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2 BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa Sugau Nama desa secara administrasi disebut desa Sugau, masyarakat sering menyebut desa ini dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat

Lebih terperinci

PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010

PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 PREDIKSI KEADAAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya ISMAIL MARZUKI SIREGAR 062407079 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar

BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar 2.1 Letak Geografis Dilihat dari letak geografisnya Pematangsiantar sebagai Kotamadya tingkat II terletak di 3.01-2.54, 40 Lintang Utara dan 99.06,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Lembah Melintang adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Kabupaten Pasaman Barat dibentuk dari hasil pemekaran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan 24 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Desa Merak Belantung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumateta Utara yang berbatasan langsung dengan Sumatera Barat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumateta Utara yang berbatasan langsung dengan Sumatera Barat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etnis Mandailing merupakan salah satu etnis besar di Sumatera Utara. Etnis Mandailing merupakan bagian dari enam ( 6) sub Batak yakni: Batak Toba, Karo, Simalungun,

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN

BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN A. Kondisi Geografis Penelitian yang berjudul Biografi Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai Kader Muhammadiyah dan Pahlawan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 62 BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 3.1.Letak Geografi 3.1.1. Luas Wilayah Kecamatan bungus teluk kabung merupakan salah satu kecamatan di kota padang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DESA PULAU PANJANG. desa yang ada di Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Sengingi. Daerah ini

BAB II PROFIL DESA PULAU PANJANG. desa yang ada di Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Sengingi. Daerah ini BAB II PROFIL DESA PULAU PANJANG A. Sejarah Singkat Desa Desa Pulau Panjang merupakan salah satu desa dari sekian banyak desa yang ada di Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Sengingi. Daerah ini berdataran

Lebih terperinci

BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR. Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR. Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Sejarah Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau Indonesia. Ibukotanya terletak di Bagansiapiapi, kota terbesar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA I. UMUM Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah ± 72.427,81

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak Merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang merupakan ibukota Kecamatan Barusjahe yang menaungi 19 desa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA. Kota Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Kota ini berada pada

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA. Kota Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Kota ini berada pada BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 2. 1. Letak Geografis Kota Sibolga Kota Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Kota ini berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

TRADISI MASYARAKAT DESA JANJI MAULI KECAMATAN SIPIROK KABUPATEN TAPANULI SELATAN ( )

TRADISI MASYARAKAT DESA JANJI MAULI KECAMATAN SIPIROK KABUPATEN TAPANULI SELATAN ( ) TRADISI MASYARAKAT DESA JANJI MAULI KECAMATAN SIPIROK KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1900-1980) SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH : NAMA : LASRON P. SINURAT NIM : 100706055 DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur adalah sebuah tugas mulia yang harus kita emban sebagai generasi penerus. Keterpurukan dan kepunahan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Islam pertama kali diperkenalkan melalui Islam Minangkabau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi

Lebih terperinci