BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan ketika
|
|
- Hartanti Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan ketika bakteri tidak dapat dibunuh dengan OAT (Ditjen PP dan PL, 2013), sedangkan Multidrug Resistant Tuberculosis (resistensi ganda terhadap OAT) didefinisikan sebagai M. tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya (WHO, 2012; Caminero, 2013). Rifampisin dan isoniazid merupakan 2 obat terbaik untuk melawan M. tuberculosis karena rifampisin dan isoniazid merupakan obat yang paling efektif, paling bertoleransi, dan tidak mahal (Caminero, 2013). Tuberkulosis resistensi OAT pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia atau man made phenomenon, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak tepat maupun penularan dari pasien TB resistensi OAT (Ditjen PP dan PL, 2013). Resistensi OAT merupakan infeksi dan dapat ditransmisikan dari manusia ke manusia (Enarson dan Harries, 2013). Multidrug resistant tuberculosis merupakan gambaran dari mismanagement pada penderita TB, masalah kesalahan diagnosis, lamanya menegakkan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat atau terputus, serta mistreatment lini pertama dan lini kedua (Hakeem, 2010). Menurut Soepandi (2010) disebutkan bahwa secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi : 9
2 a. resistensi primer yaitu apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan. b. resistensi initial yaitu apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah. c. resistensi sekunder yaitu apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan. 2.2 Epidemiologi Sampai pada akhir 2012 berdasarkan data yang ada, resistensi terhadap OAT terdapat pada 136 negara (70% dari 194 negara anggota WHO). Dalam hal ini termasuk 70 negara yang mempunyai sistem survei berkelanjutan berdasarkan diagnostik uji kepekaan obat pada semua pasien dan 66 negara yang mengandalkan data pada survei epidemiologi. Eropa Timur dan khususnya negara-negara di Asia Tengah termasuk negara dengan tingkat MDR-TB tinggi (WHO, 2013a). Menurut Soepandi (2010) prevalensi TB meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia dan di negara berkembang prevalensi MDR-TB berkisar 4,6%-22,2%. Survei yang dilakukan di Indonesia diantaranya di Kabupaten Timika Papua pada tahun 2004, menunjukkan data kasus MDR-TB di antara kasus baru TB adalah 2%; di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, data kasus MDR-TB di antara kasus baru TB adalah 1,9% dan kasus MDR-TB pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 17,1%; di Kota Makasar pada tahun 2007, data kasus MDR-TB di antara kasus baru TB adalah 4,1% dan pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 19,2% (Ditjen PP dan PL, 2013). 10
3 Penelitian yang dilakukan oleh Pires di Mozambique tahun 2011 menunjukkan dari 280 pasien MDR-TB, 188 (65,7%) di antaranya mempunyai riwayat pengobatan TB sebelumnya dan laki-laki dengan usia tahun lebih sering menderita MDR-TB. Penelitian lain yang dilakukan di Brazil pada tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 299 penderita MDR-TB, 221 (73,9%) di antaranya adalah laki-laki dan 77 (27,3%) mempunyai riwayat TB serta usia rata-rata penderita TB adalah 36 tahun. Prevalensi MDR-TB 4,7%; 2,2% di antaranya adalah dari kasus baru TB dan 12% di antaranya dari pasien yang mempunyai riwayat pengobatan TB sebelumnya. Lamanya waktu diagnosis dan riwayat pengobatan sebelumnya dapat digunakan sebagai prediksi MDR-TB (Micheletti, 2014). 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya MDR-TB Faktor utama penyebab terjadinya resistensi bakteri terhadap OAT adalah ulah manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik. Menurut Susanty (2015) penatalaksanaan pasien TB yang tidak tepat tersebut dapat ditinjau dari sisi: a. pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena: i. diagnosis tidak tepat ii. pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat iii. dosis, jenis, jumlah obat, dan jangka waktu pengobatan yang tidak tepat. iv. penyuluhan kepada pasien yang tidak tepat b. pasien, yaitu karena: i. tidak memenuhi anjuran dokter/petugas kesehatan ii. tidak teratur menelan paduan OAT 11
4 iii. menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya iv. gangguan farmakokinetik dan farmakologi obat c. program Pengendalian TB, yaitu karena: i. persediaan OAT yang kurang ii. kualitas OAT yang disediakan rendah atau Pharmaco-vigillance (Ditjen PP dan PL, 2013). d. obat i. pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan pasien ii. obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan tidak komplit atau tidak sampai selesai iii. obat tidak dapat diserap dengan baik misalnya rifampisin diminum setelah makan atau ada diare e. faktor HIV/AIDS i. kemungkinan terjadinya MDR-TB lebih besar ii. gangguan farmakokinetik dan metabolisme obat iii. kemungkinan terjadinya efek samping lebih besar f. faktor bakteri Bakteri M. tuberculosis super strain (bakteri yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT) sangat virulen dan memiliki daya tahan tubuh lebih tinggi (Soepandi, 2010). Penderita dengan risiko resisten OAT dibagi atas 3 kelompok yaitu: penderita yang kontak dengan pasien yang resisten OAT, penderita yang pernah mendapat pengobatan, dan penderita yang gagal pengobatan (Pinto dan Menzies, 12
5 2011). Penelitian yang dilakukan Liang pada tahun 2012 di Cina menunjukkan bahwa pasien yang mendapat pengobatan ulang berisiko 5,48 kali (95%) menderita MDR-TB dibandingkan dengan kasus baru. Pasien yang pernah mendapat isoniazid dan rifampisin lebih dari 180 hari berisiko 4,82 kali (95%) menderita MDR-TB dibandingkan dengan pasien yang pernah mendapat isoniazid dan rifampisin kurang dari 180 hari. Ada hubungan antara usia dan lamanya mendapat pengobatan TB dengan MDR-TB. Kemiskinan, kurangnya pengetahuan, dan efek samping pengobatan TB juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya MDR-TB. Kurangnya koordinasi pelayanan dan pengawasan pengobatan yang tidak memuaskan dapat mengancam pengendalian MDR-TB. Pasien yang mendapat beberapa pengobatan TB dan mendapat pengobatan terakhir di rumah sakit 13 kali mempunyai risiko MDR-TB dibandingkan dengan pasien yang mendapat pengobatan di tempat lain. Ada beberapa penjelasan yang mungkin untuk penemuan kasus ini: pasien mungkin saja sudah MDR-TB ketika pasien terdaftar di rumah sakit dan pasien tidak menerima pengobatan yang efektif untuk MDR-TB; pasien telah terdaftar tanpa MDR-TB dan menerima pengobatan salah yang menyebabkan permasalahan dalam perkembangan MDR-TB; atau pasien adalah MDR-TB yang didapat dari transmisi nosokomial (Zhao, 2012). Menurut Sarwani (2012), pengobatan yang terputus ataupun tidak sesuai dengan standar Directly Observed Treatment, Short-Course (DOTS) juga dapat berakibat pada munculnya kasus MDR-TB. Penyebaran MDR-TB, maupun MDR- TB dengan HIV dan tidak tersedianya rapid diagnostic ikut menyumbang terjadinya kegagalan pengendalian TB di seluruh dunia (Lawn dan Nicol, 2011; 13
6 Zumla, 2013). Bahkan di negara kaya, MDR-TB berhubungan dengan meningkatnya risiko yang merugikan, termasuk kematian (Low, 2009; Migliori, 2009; Minion, 2013). 2.4 Klasifikasi Resistensi OAT Menurut WHO (2013b) dan dalam buku petunjuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) tahun 2013 klasifikasi resistensi OAT yaitu: a. monoresitance: resisten terhadap salah satu OAT misalnya resisten isoniazid (H). b. polyresistance: resisten terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistensi isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES). c. Multi Drug Resistance (MDR): resisten terhadap isoniazid dan rifampisin dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya HR, HRE, HRES. d. Extensively Drug Resistance (XDR): MDR-TB disertai resisten terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin). e. TB Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin (monoresisten, poliresisten, MDR-TB, TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resisten OAT lainnya. 14
7 2.5 Suspek TB Resisten Obat Suspek TB resisten obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini: a. pasien TB kronik. b. pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan. c. pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon atau obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan. d. pasien TB kategori 1 yang gagal. e. pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan pengobatan. f. pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan kategori 2. g. pasien TB kasus kambuh setelah loss to follow-up (lalai berobat/default). h. suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien MDR-TB. i. pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT. Pasien yang memenuhi salah satu kriteria suspek TB resisten obat harus dirujuk secara sistematik ke RS Rujukan MDR-TB untuk kemudian dikirim ke laboratorium rujukan MDR-TB dan dilakukan pemeriksaan apusan basil tahan asam (BTA) mikroskopis, biakan, dan uji kepekaan M. tuberculosis dengan metode konvensional maupun rapid test atau metode cepat (Ditjen PP dan PL, 2013). 2.6 Mekanisme Resistensi M. tuberculosis terhadap OAT Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri obligat aerob dan pertumbuhannya memerlukan oksigen konsentrasi tinggi. Pada lesi kavitas parenkim paru yang mempunyai oksigen konsentrasi tinggi, M. tuberculosis 15
8 bereplikasi dengan cepat (Chiang, 2013). Resistensi terhadap OAT bukanlah fenomena yang baru terjadi. Sejak pertama kali antimikroba digunakan untuk pengobatan TB, sesungguhnya telah terjadi resistensi yang cukup tinggi, sehingga antimikroba yang baru menjadi banyak digunakan di masyarakat (Enarson dan Harries, 2013). Strain M. tuberculosis resisten terhadap strepromisin segera muncul setelah diperkenalkannya obat untuk mengobati TB pada tahun 1944 (Zhang dan Yew, 2009). Resisten terhadap antimikroba merupakan karakteristik bawaan (innate) M. tuberculosis. Hal ini berhubungan dengan mutasi genetik yang terjadi secara alamiah pada sebagian besar populasi M. tuberculosis wild type padahal antimikroba belum pernah digunakan dan tidak menimbulkan gejala klinis. Timbulnya gejala klinis yang signifikan disebabkan pengunaan antimikroba yang salah dan yang merupakan fenomena akibat aktivitas manusia. Jika pasien hanya diobati dengan 1 antimikroba saja (hanya 1 M. tuberculosis yang sensitif), M. tuberculosis yang sensitif akan mati, sedangkan M. tuberculosis yang resisten bertahan untuk memperbanyak diri sehingga seluruh populasi M. tuberculosis menjadi resisten terhadap obat. Resisten terhadap lebih dari 1 jenis antimikroba biasanya terjadi ketika antimikroba terus menerus digunakan dengan salah, sehingga M. tuberculosis yang resisten terhadap obat jumlahnya semakin banyak (Enarson dan Harries, 2013). 16
9 Strain wild M.tuberculosis Mutasi spontan Strain resisten obat Resistensi Obat Perolehan Seleksi oleh rejimen yang salah, penggunaan obat atau kepatuhan transmisi karena keterlambatan diagnosis, kepadatan penduduk dan pengendalian infeksi yang tidak memadai Resistensi Obat Primer Gambar 2.1 Konsep perkembangan resistensi OAT (dimodifikasi dari sumber : Zhang dan Yew, 2009) Jika ditelaah secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi gen dan akibatnya membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi secara spontan dan individu menghasilkan resistensi OAT. Pada kasus baru resisten OAT terdapat galur M. tuberculosis pada pasien baru yang didiagnosis TB dan sebelumnya tidak pernah diobati dengan OAT atau durasi kurang dari 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. tuberculosis yang resisten OAT disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. tuberculosis resisten pada pasien selama mendapatkan terapi TB paling sedikit 1 bulan. Pada awalnya TB resisten OAT terjadi karena terinfeksi galur M. tuberculosis yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi obat perolehan atau resistensi sekunder. Populasi galur M. tuberculosis resisten mutan dalam jumlah 17
10 kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi yang tidak tepat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat (Hanafi dan Prasenohadi, 2010). 2.7 Jenis-jenis Resistensi M. tuberculosis terhadap OAT Intrinsik Drug Resistance atau Natural Resistance (Resistensi Obat Intrinsik atau Resistensi Alami) Resistensi obat intrinsik M. tuberculosis terjadi karena adanya struktur asam mikolat yang terkandung pada dinding sel sehingga mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap berbagai jenis bahan seperti antibiotik dan obat kemoterapi lainnya (Da Silva dan Palomino, 2011; Chiang, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada M. tuberculosis, aktivitas β- laktamase dikode oleh blac dan blas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada M. tuberculosis, Rv1698 mempunyai peranan fungsi yang sama dengan MspA dalam resistensi intrinsik terhadap bahan hidrofilik. Tidak hanya permeabilias barier atau β-laktamase yang bertanggung jawab terkait dengan resistensi intrinsik tetapi juga disebabkan adaptasi fisiologi di antara host (Da Silva dan Palomino, 2011) Acquired Drug Resistance (Resistensi Perolehan) Penelitian yang dilakukan Kochi, et al dalam Da Silva dan Palomino (2011) menunjukkan bahwa resistensi M. tuberculosis berbeda dengan spesies bakteri lainnya, resistensi perolehan umumnya terjadi melalui perpindahan elemen genetik seperti plasmid, transposon atau integron secara horizontal. Resistensi obat perolehan pada M. tuberculosis kebanyakan disebabkan oleh mutasi spontan pada gen kromosomal sehingga menghasilkan seleksi strain M. tuberculosis 18
11 resisten selama penggunaan obat yang kurang optimal (Da Silva dan Palomino, 2011; Chiang, 2013) seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Menurut penelitian David dalam Chiang (2013), rerata mutasi tiap bakteri/generasi adalah 2,56 X 10-8 untuk isoniazid; 2,95 X 10-8 untuk streptomosin; 2,2 X 10-7 untuk etambutol; dan 2,25 X untuk rifampisin. Penelitian lain menunjukkan bahwa rerata mutasi terjadi pada seleksi obat alami, tetapi pada kebanyakan OAT mutasi terjadi pada rerata 10-9 mutasi perbagian sel. Hal ini menjadi alasan utama mengapa OAT diberikan secara kombinasi, karena suatu mutan berisiko mengalami 2 mutasi resisten (Da Silva dan Palomino, 2011). Menurut Espinal dalam Patel (2012) ketika tuberkulosis diobati dengan 1 jenis obat, pada awalnya populasi basil TB berkurang karena membunuh populasi TB yang sensitif sehingga pada sputum smear (apusan dahak) sering memberikan hasil yang negatif (menunjukkan bahwa organisme hanya sedikit). Organisme yang bertahan pada fase awal adalah mutan yang resisten obat, kemudian berproliferasi dan akhirnya seluruh populasi basil menjadi resisten obat dan terus menerus melakukan proliferasi sampai jumlah basil yang resisten mencukupi untuk menimbulkan gejala dan pada sputum smear memberikan hasil positif, ini yang disebut dengan fall and rise phenomenon. Menurut Canetti dan Crofton dalam Pinto dan Menzies (2011) jika tuberculosis hanya diobati dengan 1 jenis obat saja, bacillary load organisme melebihi 10 6 dan dapat dipastikan muncul bakteri resisten obat. Jika bacillary load melebihi 10 8, maka resistensi akan berkembang jika hanya 2 obat saja yang digunakan dalam terapi tersebut. Bacillary load yang melebihi 10 6 terjadi pada 19
12 penderita dengan infiltrat tuberkulosis (ketika hasil apusan dahak negatif meskipun hasil kulturnya positif) dan melebihi 10 8 ketika kavitas terjadi pada penderita TB dan biasanya sputum direct smear (apusan langsung) hasilnya positif. Resistensi perolehan M. tuberculosis terhadap OAT dipaparkan sebagai berikut : a. resistensi terhadap isoniazid Isoniazid merupakan salah satu obat utama dalam pengobatan TB (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Isoniazid hanya aktif melawan pertumbuhan bakteri M. tuberculosis dan tidak aktif melawan yang tidak M. tuberculosis atau di dalam suasana asam (Zhang dan Yew, 2009). Isoniazid memiliki struktur yang sederhana, mengandung cincin piridin dan gugus hidrazid yang sangat penting untuk aktivitas melawan M. tuberculosis. Meskipun strukturnya sederhana, namun kerjanya rumit dan strain resisten isoniazid telah diisolasi segera setelah aktivitas anti TB diketahui. Resistensi bakteri terhadap isoniazid melalui proses yang rumit. Mutasi terjadi pada beberapa gen termasuk katg, ahpc, inha, kasa, dan ndh dihubungkan dengan resistensi isoniazid (Da Silva dan Palomino, 2011). Isoniazid merupakan pro-drug yang membutuhkan aktivasi enzim katalase/peroksidase yang dikode oleh katg (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Aktivasi isoniazid dipengaruhi oleh sintesis asam mikolat dengan menginhibisi NADH-dependent enoyl-acp reduktase, yang dikode oleh inha (Da Silva dan Palomino, 2011). Mekanisme dua molekuler tersebut telah menunjukkan bahwa penyebab utama resistensi isoniazid yaitu dimediasikan 20
13 melalui mutasi pada katg dan inha atau lebih pada daerah promoter (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). b. resistensi terhadap rifampisin Rifampisin merupakan lipophylic ansamycin yang diperkenalkan pada tahun Oleh karena kerja antimikrobanya yang efisien, rifampisin dianjurkan bersama dengan isoniazid menjadi dasar pengobatan TB (Da Silva dan Palomino, 2011). Rifampisin merupakan obat yang paling efektif untuk melawan M. tuberculosis dan mungkin merupakan satu-satunya obat yang mampu membunuh mikroorganisme dalam semua kondisi pertumbuhan metabolik (Caminero, 2013). Target kerja rifampisin pada M. tuberculosis adalah sub unit β-rna (ribonucleid acid) polymerase, yang mengikat dan menginhibisi perpanjangan RNA messenger atau mrna (Da Silva & Palomino, 2011). Karakteristik utama rifampisin adalah melawan secara aktif bakteri yang sedang tumbuh dan yang lambat metabolismenya atau tidak tumbuh (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Resistensi rifampisin pertama kali diketahui pada tahun 1970-an, tetapi tidak mendapat perhatian sampai pada tahun 1990-an (Caminero, 2013). Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin disebabkan mutasi pada gen rpob yang dikode β-subunit RNA polymerase, sehingga menyebabkan afinitas obat rendah terhadap target kerja, akhirnya berkembangnya resistensi. Mutasi pada hot spot region pada 81 base phare (bp) dari rpob telah ditemukan pada sekitar 96% M. tuberculosis yang resisten rifampisin. Region ini terdapat pada kodon , juga dikenal sebagai rifampicin resistance-determining region (RRDR). Mutasi pada kodon 531 dan 526 (Da Silva dan Palomino, 2011), 21
14 516 lebih sering dilaporkan pada kebanyakan penelitian (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Beberapa studi juga melaporkan terjadinya mutasi di luar hot spot region rpob dari M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin. Penelitian di Vietnam menunjukkan bahwa prevalensi mutasi resisten rifampisin pada rpob region core (76%) sama dengan prevalensi resistensi isoniazid dengan mutasi di katg kodon 315 sebesar 76,83% (Minh, 2012). Hal utama yang berhubungan dengan rifampisin adalah hampir semua strain resisten rifampisin juga menunjukkan resisten terhadap obat lain, khususnya isoniazid (Yao, 2010; Da Silva dan Palomino, 2011). Untuk alasan inilah deteksi resistensi rifampisin telah diajukan sebagai penanda molekular pengganti (surrogate molecular marker) untuk MDR (Da Silva dan Palomino, 2011). Metode molekuler untuk mendeteksi mutasi rpob pada resisten terhadap rifampisin umumnya lebih sensitif berbanding metode mendeteksi katg atau mutasi inha untuk identifikasi mutasi isoniazid (Chiang, 2013). c. resistensi terhadap pirazinamid Pirazinamid adalah suatu struktur analog nikotinamid dan pro-drug yang memerlukan konversi dari asam pirazinoat oleh enzim pirazinamidase (PZase) yang dikode pada M. tuberculosis oleh gen pnca. Pirazinamid ditemukan pada tahun 1952, digunakan dalam pengobatan TB yang sebelumnya selama 9 bulan menjadi 6 bulan (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Salah satu karakteristik pirazinamid adalah kemampuannya menghambat basil semi dorman yang berada dalam suasana asam ((Da Silva dan Palomino, 2011; Chiang, 2013) dan membunuh basil yang tidak dapat dibunuh oleh obat lain jika dalam 22
15 suasana asam (Zhang dan Yew, 2009). Aktivitas pirazinamid akan meningkat dalam kondisi sedikit oksigen atau dalam kondisi anaerobik (Chiang, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pirazinamid masuk ke sel M. tuberculosis secara difusi pasif lalu dikonversi ke dalam asam pirazinoat oleh PZase dan diekskresikan oleh efflux pump yang lemah. Dalam suasana asam, proton asam pirazinoat diabsorbsi dan diakumulasi di dalam sel oleh karena efflux pump yang tidak efisien sehingga merusak sel. Teori lain juga menyatakan bahwa asam pirazinoat dan n-propil ester menghambat sintesis asam lemak tipe 1 dalam replikasi bakteri. Mutasi yang terjadi pada pnca merupakan mekanisme utama resistensi pirazinamid pada M. tuberculosis. Perubahan paling sering terjadi pada region 561 bp atau pada region 82 bp putative promoter (Da Silva dan Palomino, 2011) d. resistensi terhadap streptomisin Streptomisin merupakan suatu antibiotika aminocyclitol glicoside yang merupakan antibiotika pertama yang digunakan dalam pengobatan TB. Streptomisin pertama kali diisolasi dari mikroorganisme tanah, Streptomyces griseus (Da Silva dan Palomino, 2011). Streptomisin menghambat sintesa protein dengan mengikat 30S subunit ribosom bakteri, menyebabkan kesalahan membaca pesan mrna selama translasi. Resistensi streptomisin disebabkan oleh mutasi pada S12 protein yang dikode oleh gen rpsl dan 16S rrna yang dikode gen rrs (Zhang dan Yew, 2009). Mutasi pada rpsl (50%) dan rrs (20%) merupakan mekanisme utama pada resistensi streptomisin (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Mutasi utama pada rpsl adalah subsitusi pada kodon 43 dari lisin ke arginin yang 23
16 menyebabkan resisten yang tinggi terhadap streptomisin. Mutasi juga terjadi pada kodon 88. Mutasi gen rrs terjadi pada loop 16S rrna yang terdiri dari 2 region nukleotida 530 dan 915 (Zhang dan Yew, 2009). e. resistensi terhadap etambutol Etambutol, 2,2 -(1,2-ethanediyldiimino) bis-1-butanol, pertama kali digunakan pada tahun 1966 untuk melawan TB bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid merupakan obat lini pertama yang digunakan untuk pengobatan TB. Etambutol aktif melawan bakteri dengan mengganggu biosintesa arabinogalaktan dinding sel (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Etambutol menghambat polymerase dinding sel arabinan dari arabinogalaktan dan lipoarabinomannan dan menyebabkan akumulasi D-arabinofuranosyl-Pdecaprenol, perantara dalam biosintesa arabinan (Zhang dan Yew, 2009). Beberapa tahun yang lalu, resistensi etambutol menunjukkan bahwa gen embcab M. tuberculosis diatur sebagai 10 kbp operon yang dikode untuk mycobacterial arabinosyl transferase. Pada penelitian isolat M. tuberculosis yang resisten etambutol, menunjukkan bahwa hampir 50% mengalami mutasi pada kodon 306 embb. Penelitian lebih lanjut oleh Sreevatsan menunjukkan terdapat hubungan embb dengan resistensi terhadap etambutol (Da Silva dan Palomino, 2011). 2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis TB yang resisten terhadap obat dipastikan berdasarkan uji kepekaan M. tuberculosis baik dengan metode konvensional maupun rapid test atau metode cepat (Ditjen PP dan PL, 2014) dan semua metode mempunyai keunggulan dan kelemahan (Ditjen Bina Upaya Kesehatan, 2012). 24
17 a. metode konvensional i. menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/LJ) atau media cair (MGIT) ii. digunakan untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama dan OAT lini kedua b. tes cepat (rapid test) i. Menggunakan Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan GeneXpert : a) Merupakan tes amplifikasi asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi TB dan uji kepekaan untuk rifampisin. b) Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam. c) Digunakan untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin ii. Menggunakan Line probe assay (LPA): a) Dikenal sebagai Hain test/genotype MTB DR plus. b) Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih jam tergantung ketersediaan sarana dan sumber daya yang ada. c) Digunakan untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin dan Isoniazid Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan prosedur yang efektif untuk pelipatgandaan (amplifikasi) DNA. Proses ini mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi karena konsentrasinya tinggi. Pendeteksian dilakukan dengan metode pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut elektroforesis menggunakan gel agarosa (Sudjadi, 25
18 2008). Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR meliputi tiga tahapan proses utama, yaitu: Proses pertama melepaskan rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal DNA dengan proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai 95 o C. Sebelum proses denaturasi, biasanya diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal. Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 rantai primer pada kedua rantai DNA tersebut. Primer berfungsi sebagai pancingan awal untuk pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari deret basa nukleotida pengode DNA adenin(a), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis secara artifisial dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan DNA yang akan dideteksi membutuhkan suhu optimum sesuai kebutuhan primer. Biasanya dengan cara menurunkan suhu antara 37 o C-60 o C. Proses ketiga disebut ekstension atau perpanjangan. Pada proses ini deoksiribonukleotida trifosfat (dntp), yang sebelumnya telah ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang awalnya hanya 18 sampai 24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di dntp dan kemudian sesuai dengan panjang segmen DNA yang dilipatgandakan. Proses ini dibantu oleh enzim DNA polimerase yang bekerja optimum pada suhu 72 o C. dntp merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida (A,G,C, dan T) yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus PCR berakhir, 26
19 proses final extension dilakukan selama 5-15 menit pada suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua rantai tunggal DNA telah penuh terbentuk. Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhan (Sudjadi, 2008) Elektroforesis Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul dalam suatu campuran di bawah pengaruh medan listrik. Molekul yang terlarut dalam medan listrik akan bergerak dengan kecepatan tertentu. Elektroforesis melalui gel agarosa merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA. Agarosa diisolasi dari ganggang laut dengan stuktur D-galaktosa dan 3,6-anhidroL galaktosa. Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dalam bufer dengan pemanasan dan kemudian dituangkan pada cetakan serta didiamkan sampai dingin. Setelah mengeras, dialiri medan listrik pada kedua ujungnya, sehingga DNA yang bermuatan negatif pada ph netral akan bergerak ke anoda. Molekul DNA yang lebih besar akan bergerak lebih lambat karena terjadi gesekan lebih besar. Untuk mendeteksi adanya DNA, sebelum dimasukkan dalam gel agarosa, terlebih dahulu diwarnai dan kemudian dapat dilihat adanya pita molekul pada gel agarosa jika diletakkan di atas cahaya ultraviolet. Pita molekul ini menandakan adanya segmen DNA (Sudjadi, 2008). 27
20 2.9 Pengobatan dan Pencegahan MDR-TB Pengobatan dan Panduan Obat MDR-TB di Indonesia Berdasarkan WHO (2014), klasifikasi OAT dibagi atas 5 kelompok pengobatan pasien MDR-TB berdasarkan khasiat, pengalaman penggunaan, potensi, dan efikasinya (Tabel 2.1) Tabel 2.1 Pengelompokan OAT (Sumber: WHO guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis, 2014) Golongan Jenis Obat Golongan 1 Obat lini pertama Isoniazid (H) Rifampisin (R) Etambutol (E) Pirazinamid (Z) Rifabutin Rifapentine Golongan 2 Obat injeksi lini kedua Golongan 3 Golongan Fluorokuinolon Golongan 4 Obat bakteriostatik lini kedua Golongan 5 Obat yang mempunya data terbatas mengenai efikasi dan keamanan jangka panjang jika digunakan secara rutin MDR-TB (Termasuk didalamnya agen OAT baru) Streptomisin (S) Kanamisin (Km) Amikasin (Am) Kapreomisin (Cm) Levofloksacin (Lfx) Moksifloksasin (Mfx) Gatifloksasin (Gfx) Etionamid (Eto) Protionamid (Pto) Sikloserin (Cs) Terizidon (Trd) Para amino salisilat (PAS) Para amino salisilat sodium (PAS-Na) Bedaquiline (Bdq) Delamanid (Dlm) Linezolid (Lzd) Clofazimine (Cfz) Amoksisilin/Asam klavulanat (Amx/Clv) Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln) Meropenem (Mpm) High-dose Isoniazid (High dose H) Thioacetazone (T) Klaritromisin (Clr) 28
21 Pilihan kombinasi obat MDR-TB saat ini adalah kombinasi standar, yang pada permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien MDR-TB yang sudah positif menderita MDR-TB secara laboratoris. Adapun kombinasi yang akan diberikan adalah: Km Eto Lfx Cs- Z (E)/ Eto Lfx Cs Z (E) Keterangan : Pada fase awal injeksi Km diberikan selama 6 hari, obat peroral Eto Lfx Cs- Z (E) diberikan setiap hari selama minimal 8 bulan, pada fase lanjutan hanya diberikan obat peroral Eto Lfx Cs Z (E) single dose setiap hari selama minimal 12 bulan. a. paduan OAT MDR standar diberikan pada pasien yang sudah positif menderita TB RR/MDR secara laboratoris. b. bila ada riwayat penggunaan paduan OAT yang dicurigai telah ada resistensi, misalnya pasien sudah pernah mendapat fluorokuinolon pada pengobatan TB sebelumnya maka diberikan levofloksasin dosis tinggi. c. paduan OAT MDR standar akan disesuaikan paduan atau dosisnya jika: i. terdapat tambahan resistensi terhadap OAT lainnya berdasarkan hasil uji kepekaan. Contoh: a) etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resistan b) apabila pasien terbukti resistan terhadap Kanamisin maka Kanamisin diganti dengan Kapreomisin ii. terjadi efek samping berat dan obat penyebab sudah diketahui, maka obat bisa diganti bila tersedia obat pengganti, contoh: a) apabila pasien mengalami efek samping gangguan kejiwaan karena sikloserin maka sikloserin dapat diganti dengan PAS. 29
22 b) apabila pasien mengalami gangguan pendengaran karena kanamisin, maka kanamisin dapat diganti dengan kapreomisin iii. dosis atau frekuensi disesuaikan bila: a) terjadi perubahan kelompok berat badan b) terjadi efek samping berat dan obat pengganti tidak tersedia d. jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin, maka paduan standar adalah sebagai berikut: Cm Lfx - Eto Cs- Z (E)/ Lfx - Eto Cs Z (E) Keterangan : Pada fase awal injeksi Cm diberikan selama 6 hari, obat peroral Eto Lfx Cs- Z (E) diberikan setiap hari selama minimal 8 bulan, pada fase lanjutan hanya diberikan obat peroral Eto Lfx Cs Z (E) single dose setiap hari selama minimal 12 bulan. e. jika sejak awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon, maka paduan standar adalah sebagai berikut: Km Mfx - Eto Cs- PAS - Z (E)/ Mfx - Eto Cs PAS- Z (E) Keterangan : Pada fase awal injeksi Km diberikan selama 6 hari, obat peroral Eto Mfx Cs- PAS Z - (E) diberikan setiap hari selama minimal 8 bulan, pada fase lanjutan hanya diberikan obat peroral Eto Mfx Cs PAS - Z (E) single dose setiap hari selama minimal 12 bulan. f. jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB XDR), maka paduan standar adalah sebagai berikut: Cm Mfx - Eto Cs- PAS - Z (E)/ Mfx - Eto Cs PAS- Z (E) Keterangan : Pada fase awal injeksi Cm diberikan selama 6 hari, obat peroral Eto Mfx Cs- PAS - Z (E) diberikan setiap hari selama minimal 8 bulan, pada fase lanjutan hanya diberikan obat peroral Eto Mfx Cs PAS - Z (E) single dose setiap hari selama minimal 12 bulan. 30
23 g. terapi antiretroviral (ART) direkomendasikan untuk semua pasien MDR-TB dengan HIV sedini mungkin (dalam delapan minggu pertama) setelah memulai pengobatan anti-tb. Pada Desember 2012, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyetujui diarylquinoline sebagai obat baru untuk MDR-TB. Obat baru MDR-TB yang lain yaitu delamanid telah sampai pada uji coba klinis fase kedua (Shim dan Jo, 2013) Pemberian Obat Pada Penderita MDR-TB Pemberian obat pada penderita yang sudah didiagnosis MDR-TB yaitu: a. pada fase awal adalah tahap pemberian suntikan minimal 8 bulan dan durasi dapat berubah sesuai dengan respon pasien terhadap terapi. Obat per oral diberikan single dose setiap hari (7 hari dalam 1 minggu) dan suntikan diberikan 6 (enam) hari dalam seminggu (Senin sabtu). Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan (WHO, 2014). b. pada fase lanjutan adalah pasien pemberian paduan OAT tanpa suntikan setelah menyelesaikan fase awal. Obat per oral diberikan single dose selama 7 (tujuh) hari dalam seminggu minimal selama 12 bulan. c. lama pengobatan fase awal dan fase lanjutan minimal 20 bulan setelah terjadi konversi biakan. Lama pengobatan dapat berubah sesuai dengan respon pasien terhadap terapi. Metode utama untuk melihat respon terapi adalah dengan melihat konversi biakan, gejala klinis dan hasil radiografi. d. pada pengobatan MDR-TB dosis dapat dinaikkan secara bertahap (incremental dose) untuk menimalkan efek samping obat. Tanggal pertama pengobatan adalah hari pertama pasien mendapatkan obat dengan dosis penuh. 31
24 e. pemberian obat oral selama periode pengobatan fase awal dan fase lanjutan adalah berdasarkan prinsip Directly Observed Treatment (DOT) dengan Pengawas Minum Obat (PMO) diutamakan adalah tenaga kesehatan terlatih (Ditjen PP dan PL, 2013) Dosis Dosis obat pada penderita yang sudah didiagnosis MDR-TB didasarkan pada berat badan pasien. Adapun perhitungan dosis OAT MDR-TB adalah seperti tercantum pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Perhitungan dosis OAT MDR OAT Isoniazid Rifampicin Pirazinamid Ethambutol Rifabutin Levofloksasin Moksifloksasin Etionamid Protionamid Sikloserin PAS Bedaquiline Klofazimin Linezolid Amoxicillin/ Clavulanat 7/1 Amoxicillin/ Clavulanat 8/1 Isoniazid Dosis tinggi Imipenem / cilastatin Meropenem OAT Streptomisin Kanamisin Dosis Harian 4-6 mg/kg sehari sekali 8-12 mg/kg sehari sekali mg/kg sehari sekali mg/kg sehari sekali 5-10 mg/kg sehari sekali mg/kg sehari sekali 400 mg sehari sekali mg/ hari terbagi dalam 2 dosis mg/ hari terbagi dalam 2 dosis mg/ hari terbagi dalam 2 dosis 8 g/ hari terbagi dalam 2 dosis 400 mg sehari sekali selama 2 minggu, kemudian 200 mg diberikan dalam 3 kali seminggu mg (2 bulan pertama) kemudian 100 mg 600 mg sehari sekali 800 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis 800 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis mg/kg sehari sekali 1000 mg imipenem / 1000 mg cilastatin sehari 2 kali 1000 mg sehari 3 kali (dosis alternatif 2000 mg sehari 2 kali) Injeksi OAT Dosis Harian mg/kg sehari sekali mg/kg sehari sekali 32
25 Lanjutan Tabel 2.2 Perhitungan dosis OAT MDR OAT Dosis Harian Amikasin mg/kg sehari sekali Kapreomisin mg/kg sehari sekali (Sumber : WHO guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis, 2014) Penelitian meta-analisis yang dilakukan oleh Ahuja, et al., (2012) menunjukkan bahwa keberhasilan pengobatan MDR-TB dan keberlangsungan hidup pasien berhubungan dengan penggunaan florokuinolon, etionamid atau protionamid dan dosis obat yang efektif. Hasil penelitian Johnston, et al., (2009) secara systemic review dan meta-analisis menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan outcome pengobatan yang lebih buruk adalah penggunaan alkohol, body mass index (BMI) rendah, apusan dahak positif pada saat diagnosis dan resisten florokuinolon. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan outcome yang baik adalah adanya tindakan pembedahan, tidak ada riwayat OAT dan penggunaan florokuinolon sebelumnya Pencegahan Terjadinya MDR-TB Pencegahan resitensi OAT, khususnya MDR-TB, merupakan bagian penting dari program kontrol TB (Nathanson, et al., 2010). Hasil penelitian di Cina menunjukkan bahwa lebih dari 40% penderita MDR-TB adalah penderita yang telah mendapat pengobatan sebelumnya tetapi tidak lengkap. Usaha yang langsung untuk mencegah dan mengobati MDR-TB secara efektif serta resistensi OAT lainnya diperlukan untuk menurunkan jumlah prevalensi kasus dan mengurangi transmisi MDR-TB (WHO, 2013a). Salah satu cara untuk mencegah MDR-TB pada pasien, sebaiknya tes resistensi terhadap obat harus dilakukan sebelum dilakukan pengobatan dan pilihan pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil tes tersebut (Zhao et al 2012). 33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Resistensi kuman M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di mana kuman tersebut sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT (Ditjen PP dan PL, 2013), sedangkan Multidrug
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang segala usia maupun jenis kelamin. Gambaran penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang disebabkan oleh resistensi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) terhadap minimal dua jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi
Lebih terperinciPEDOMAN MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT BAB I PENDAHULUAN
2013, No.285 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT PEDOMAN MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resistansi M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di mana bakteri
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB MDR 2.1.1 Pengertian Resistansi M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di mana bakteri tersebut sudah tidak dapat lagi dimusnakan dengan OAT. TB resistan OAT pada dasarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
Lebih terperinciPanduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:
SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah
Lebih terperinciMULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA
MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA Sumardi Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUGM / KSM Pulmonologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Abstract Tuberculosis treatment
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-JUNI
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-JUNI 2013 SKRIPSI Oleh: SITI AMINAH K100090017 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciDiagnosis danpengobatan TB ParuDewasa
Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa ErlinaBurhan Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia Persahabatan Hospital ISTC edisi 3: StandarDiagnosis Standar
Lebih terperinciPeran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan
Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan TB MDR Man-made phenomenon Akibat pengobatan TB tidak adekuat: Penyedia pelayanan
Lebih terperinciPEDOMAN MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT KEMENTERIAN KESEHATAN RI
1 DAFTAR PENYUSUN Tim Penyusun: Sub Direktorat Tuberkulosis, Ditjen PP PL RSUP Persahabatan Jakarta RSUD. Dr. Soetomo Surabaya DInas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta DInas Kesehatan Propinsi Jawa Timur WHO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat
Lebih terperinciIdentifikasi Faktor Resiko 1
IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO TERJADINYA TB MDR PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA KOTA MADIUN Lilla Maria.,S.Kep. Ners, M.Kep (Prodi Keperawatan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Multi Drug
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Multidrug Resistant Tuberculosis (TB-MDR) 2.1.1 Definisi Multidrug resistant tuberculosis (TB-MDR) adalah tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka
Lebih terperinciDIAGNOSIS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA TB-MDR. Priyanti Z Soepandi
DIAGNOSIS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA TB-MDR Priyanti Z Soepandi Departemen Pulmonologi & Ilmu kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta PENDAHULUAN Di Indonesia, TB merupakan masalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,
Lebih terperinciLampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik
Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik 81 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian 82 83 84 Lampiran 3. Surat Ijin Pembelian Bakteri 85 Lampiran 4. Rancangan Anggaran Biaya 86 Lampiran 5. Lembar penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk melalui udara yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya sering menyerang paru, tetapi juga bisa menyerang
Lebih terperinciThe burden of MDR/XDR Tuberculosis
The burden of MDR/XDR Tuberculosis Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia Dr. dr. Erlina Burhan MSc. Sp.P ( K ) eburhan@yahoo.com Tuberkulosis Resisten
Lebih terperinciPenyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas
1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk. termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TUBERKULOSIS 1. Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau kuman TB. Sebagian bakteri ini
Lebih terperinciPENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4
PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan
Lebih terperinciTUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)
TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TB paru problem kesehatan global MODALITAS TES CEPAT MENDETEKSI DR-TB & DS-TB TB Resisten Obat meningkat TB HIV +++ METODE DETEKSI KASUS YANG LAMBAT PASIEN TB HIV + PASIEN DIAGNOSIS
Lebih terperinciPeran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan
Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made phenomenon),
Lebih terperinci2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil M. tuberculosis yang
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TB MDR 2.1.1. Pengertian TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil M. tuberculosis yang telah resisten terhadap INH dan rifampisin secara bersamaan, dengan atau tanpa
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN
KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN 2009-2013 SKRIPSI OLEH : Steven Hermantoputra NRP : 1523011019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mycobacterium Tuberculosis 1. Etiologi Mycobacterium adalah salah satu bakteri yang banyak ditemukan di masyarakat. Salah satu spesiesnya adalah Mycobacterium tuberculosis yang
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak negara, pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan. oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012,
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012, penyakit infeksi membunuh 3,5 juta orang tiap tahunnya. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di
Lebih terperinci- 1 - PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS
- 1 - PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT JAKARTA 2017 - 2 - KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering terjadi di daerah padat penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Jenis kelamin pasien TB-MDR pada penelitian ini lebih banyak
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Jenis kelamin pasien TB-MDR pada penelitian ini lebih banyak pada pasien laki-laki
Lebih terperincirepository.unimus.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciMUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia
MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: RINA BUDI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Terdapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tuberculosis (TB) a. Definisi dan etiologi Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tapi juga diseluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak mencoba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan penyakit ini akhirnya mampu
Lebih terperinciUNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN
CV. Kharisma CMYK s+op PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION (OAT-FDC) UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Mycobacterium non tuberculosis pertama kali ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip tuberculosis teridentifikasi pada ayam. Pada 1930, Mycobacterium non tuberculosis
Lebih terperinciABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF
ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia maupun di Indonesia. Penyakit Tuberkulosis merupakan penyebab
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb),
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Etiologi Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), yaitu kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Triple burden disease yang tengah dihadapi Indonesia menimbulkan sejumlah permasalahan. Masalah yang timbul bukan hanya seputar mewabahnya penyakit menular baru,
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mutschler, 1991). Tuberculosis (TB) menyebar antar individu terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.
Lebih terperinciUJI KEPEKAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP OBAT ANTI TUBERKULOSIS
UJI KEPEKAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP OBAT ANTI TUBERKULOSIS Ning Rintiswati Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Abstract Tuberculosis (TB) still a serious problem globally. WHO
Lebih terperinciPriyanti Z Soepandi. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI- RS Persahabatan
Priyanti Z oepandi Departemen Pulmonologi & lmu Kedokteran Respirasi FKU- R Persahabatan WHO : 90.000 pasien dari 81 negara angka MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan 79% dari kasus TB-MDR adalah super
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant. pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant tuberculosis/tb MDR) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet atau percikan dahak yang menyebar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Human Immunodeficiency Virus). Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 9 juta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah global utama dan bertanggung jawab terhadap buruknya kesehatan jutaan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB), merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan tetap menjadi salah satu penyakit menular mematikan
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN TB MDR DAN STRATEGI DOTS PLUS
PENATALAKSANAAN TB MDR DAN STRATEGI DOTS PLUS PENATALAKSANAAN TB MDR DAN STRATEGI DOTS Plus Arifin Nawas PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi
Lebih terperinciARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis
ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan Primer X dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM
FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) H. M. Bakhriansyah,, dr., M.Kes Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM TUBERCULOSIS 1 st line drugs rifampin (R), isoniazid (H) dan pirazinamid (Z). Obat first line supplemental:
Lebih terperinci