EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRIGASI HEMAT AIR PADA BERBAGAI INOVASI BUDIDAYA PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRIGASI HEMAT AIR PADA BERBAGAI INOVASI BUDIDAYA PADI"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRIGASI HEMAT AIR PADA BERBAGAI INOVASI BUDIDAYA PADI System of Rice Intensification (SRI) adalah metode budidaya padi hemat air yang menitikberatkan pengelolaan pada air, tanah, tanaman dan unsur hara secara terpadu. Penelitian Irigasi Hemat Air pada budidaya padi SRI yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum mengarah kepada budidaya padi SRI yang berkembang secara spesifik lokasi. Penggunaan pupuk organik (kompos) mempunyai kolerasi positif terhadap penghematan air. Namun terkait dengan kendala ketersediaannya penggunaan pupuk organik di beberapa daerah dikombinasikan dengan pupuk anorganik. Selain SRI, teknologi budidaya padi dengan menggunakan irigasi hemat air pun terus berkembang dan menghasilkan inovasi-inovasi. Salah satu inovasi yang mulai berkembang saat ini adalah panen padi empat kali dalam setahun atau biasa disebut dengan Indeks Pertanaman (IP) 400. Inovasi tersebut tentu saja memiliki pola kebutuhan air irigasi yang berbeda sehingga dapat berhasil bila didukung dengan penerapan irigasi yang tepat. Selain IP 400, Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPATBO) memiliki pola irigasi yang berbeda yang hingga saat ini belum ada kajian teknis kebutuhan air maupun pola pengelolaan irigasinya. Tabel 1 Skenario pola tanam IP 400 selama satu tahun (Pedum IP 400, 2009) MH I MH II (Tanam I) MK I (Tanam II) MK II (Tanam III) Varietas umur genjah Varietas umur genjah Varietas umur sangat genjah Varietas umur sangat genjah Sisa Waktu 7 Hari 7 90 HST 7 75 HST 7 75 HST = = Persemaian dilakukan 15 hari sebelum panen = Pengolahan tanah = Tanam sampai panen MH I (Tanam IV) (MP 2009/2010) Varietas umur genjah 7 90 HST Total 365 hari A. PENELITIAN IRIGASI HEMAT AIR PADA BUDIDAYA PADI METODE SRI Tahapan penelitian irigasi hemat air pada budidaya padi metode SRI yang dilakukan yaitu: a. Pengamatan Awal di Lahan Petani Manonjaya, Tasikmalaya ( ) Pengamatan dilakukan di lahan petani Manonjaya untuk memperoleh gambaran awal mengenai penghematan air SRI dan pola pengelolaannya. Lokasi pengamatan adalah di lahan Kelompok Tani Jembar Karya I, Desa Margahayu, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Pola pengelolaan air SRI dan konvesional yang dilakukan di daerah ini adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2. Budidaya SRI Jabar Tabel 2 Pola pemberian air SRI dan konvensional Metode Pemberian Air Fase Vegetatif Fase Reproduktif Fase Pematangan Intermittent, alternasi macak-macak sampai retak rambut Intermittent, alternasi genangan dangkal (± 2 cm) sampai retak rambut Pengeringan Konvensional Kontinyu, genangan Kontinyu, genangan Pengeringan - 1 -

2 5 10 cm 5 10 cm Dari pengamatan yang dilakukan pada 2 MT tahun (Musim Hujan dan Musim Kemarau), tercatat bahwa angka water productivity (WP) 1 SRI Jabar 1,14 kali WP Konvensional dan di Musim Kemarau WP SRI Jabar 1,17 kali WP Konvensional. Genangan 2 cm Macak-macak (Jenuh lapang) Retak rambut (80% Jenuh lapang) Gambar 1 Kondisi visual lahan saat genangan 2 cm, macak-macak dan retak rambut b. Penelitian di Pot (Pot Trial) Penelitian selanjutnya dilakukan di rumah kasa Balai Irigasi di Bekasi (Pot Trial) untuk merumuskan pola pemberian air yang optimal. Pada tahap ini rancangan percobaan yang akan digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok Lengkap 2 faktor dengan lima kali ulangan. Faktor pertama adalah cara budidaya sedangkan faktor kedua adalah cara pemberian air. Secara keseluruhan terdapat 75 pot/ember. Berdasarkan hasil pengamatan, pola pemberian air yang memberikan hasil optimal adalah pola pemberian air SRI Jabar (Tabel 1). Konsumsi air SRI Jabar (rata-rata 76,1 lt/pot) lebih hemat 22% dibandingkan dengan Konvensional (rata-rata 97,8 lt/pot), WP SRI Jabar yang didapatkan rata-rata adalah 0,9 kg/m 3 dan konvensional 1,3 kg/m 3. c. Penelitian di Petak Percobaan (Field Trial) Penelitian Field Trial dilakukan di petak sawah yang dikondisikan cukup ideal untuk dapat diamati dan diukur parameter air yang diberikan pada tanaman selama masa olah tanah, pertumbuhan sampai dengan panen. Percobaan ini dilakukan di Wilayah Pantura tepatnya di Desa Karang Sari, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi. Perlakuan main plot dalam percobaan ini adalah perlakuan budidaya dengan sub plot perlakuan air. Terdapat 12 petak pengamatan yang diulang sebanyak 3 kali (total 36 petak pengamatan dengan ukuran 9,6 m x 16,4 m). Berdasarkan hasil pengamatan pengaplikasian pola pemberian air, rata-rata pola SRI Jabar membutuhkan air sebanyak 413 mm/mt dengan penghematan sebesar 38% dari konsumsi air rata-rata pola konvensional sebesar 679 mm/mt. Tabel 2 Konsumsi air dan WP Field Trial Pengamatan MT II 2007 Juni-September (Kemarau) MT I 2008 Desember 2007-April 2008 (Hujan) MT II 2008 Mei-Agustus (Kemarau) Konsumsi Air (mm) WP (kg/m 3 ) Penghematan SRI (%) SRI Konvensional SRI Konvensional ,4 0, ,0 0, ,8 1, Water Productivity (WP; dalam satuan kg/m 3 ) angka yang menunjukkan gabah kering giling (kg) yang dihasilkan setiap 1 m 3 air yang dikonsumsi - 2 -

3 Rata-rata ,4 0,9 38 d. Penelitian di Lahan Petani (On Farm) Penelitian On-Farm dilakukan untuk menguji dan mencari komponen spesifik lokal yang perlu dimodifikasi sehubungan dengan penerapan di lahan petani yang memiliki kondisi perkolasi, agroekologi dan sosial yang berbeda. Penelitian dilakukan di : (1) Kab. Padang Ganting, Sumbar (perkolasi rendah), (2) Kab. Tasikmalaya, Jabar (perkolasi sedang) dan (3) Kab. Bantul, Yogyakarta (perkolasi tinggi). Irigasi intermittent SRI dan teknik budidayanya memerlukan beberapa penyesuaian agar dapat optimal diterapkan di suatu lokasi tertentu sehingga SRI memiliki sifat spesifik lokasi. e. Pengamatan Emisi Gas Rumah Kaca Di lokasi penelitian Field Trial dan On Farm Tasikmalaya dilakukan pula pengamatan terhadap fluktuasi laju emisi gas metan (CH 4 ) yang merupakan salah satu komponen gas rumah kaca di samping Karbondioksida (CO 2 ) dan Nitrous Oksida (NO 2 ) yang mempunyai potensi penyebab pemanasan global (global warming). Kemampuan CH 4 untuk meningkatkan suhu bumi sangat tinggi dengan potensi menyerap panas 30 kali lebih besar daripada gas CO 2. Lahan sawah memberikan kontribusi ±10% terhadap gas metan ke atmosfir (Prather et al, 2001). Di Asia fluktuasi laju emisi gas metan untuk produksi padi berkisar antara 0-40 mg CH 4 -C m -2 jam -2 (Shalini-Sing et al., 2007; Wasman et al., 2007; Corton et al., 2007). Sementara dari hasil penelitian di Field Trial untuk SRI berkisar antara 0,23-1,71 mg CH 4 -C m -2 jam -2 dan Konvensional 0,05-5,65 mg CH 4 -C m -2 jam -2. Untuk penelitian di Tasikmalaya, laju gas metan pada produksi padi dengan SRI 1,76-16,27 mg CH 4 -C m - 2 jam -2 dan Konvensional berkisar 4,64-23,10 mg CH 4 -C m -2 jam -2. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan metode SRI yang memiliki pola irigasi intermitten, ternyata menghasilkan laju emisi gas metan yang masih di bawah rata-rata laju emisi gas metan dengan cara konvensional. Saat ini penelitian gas rumah kaca masih terus dilakukan. Khusus tahun 2009, akan dilakukan pengamatan pengaruh pemberian air di lahan terhadap emisi gas metan (CH 4 ), gas karbon dioksida (CO 2 ) dan gas Nitrous Oksida (NO 2 ) sebagai gas-gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemasan global. Berdasarkan data perhitungan tersebut dapat diperkirakan dan disimulasikan emisi gas rumah kaca untuk tingkat DI di Mrican Kanan berdasarkan: 1. Luas Daerah irigasi mrican Kanan adalah ha dengan luas lahan yang ditanami padi adalah ha (asumsi bahwa luas lahan ha tersebut menggunakan metode budidaya SRI). 2. Pemberian air pada lahan sawah di DI Mrican kanan sama, yaitu tiga hari mendapatkan air dan lima hari tidak mendapatkan air. 3. Rata-rata panen 6,5 t/ha (total panen untuk DI Mrican kanan Jombang adalah 85250,35 ton). 4. Rata-rata Indeks emisi GRK untuk cara tanam SRI 0,99 (dibulatkan menjadi 1). Maka emisi CO 2 eq pada daerah irigasi Mrican Kanan di Jombang dapat diasumsikan ha x 1 t/ha adalah sebesar ,35 ton. Apabila cara tanam yang digunakan adalah cara tanam konvensional maka dengan hasil panen yang diperoleh sebesar 5,6 ton/ha dan indeks emisi GRK konvensional adalah 1,47, sehingga dapat dihitung total emisi CO 2 eq sebasar 107,855 ton. untuk itu, berdasarkan ilustrasi tersebut benar bahwa dengan caratanam SRI mampu menekan laju emisi CO 2 eq gas rumah kaca sebesar 20,8 %. Sedangkan pada skala nasional, penerapan irigasi terputus dalam skala luas dapat menjadi tindakan mitigasi gas metan yang berarti, untuk memperkirakan jumlah emisi yang dikurangi, simulasi dilakukan dengan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: - 3 -

4 Emisi CH 4 (Gg/tahun) 1. Luas daerah irigasi Ha (Kepmen PU No.390/KPTS/M/2007) dengan IP ratarata 1,43 (disarikan dari Ditjen SDA, 2001) 2. Nilai koefisien dan skenario bersesuaian dengan simulasi yang dilakukan oleh Setyanto (2009) sebagai berikut: Faktor emisi CH 4 1,161 kg/ha/hari dengan faktor koreksi untuk irigasi terputus 0,46 (Laporan Konsorsium Perubahan Iklim tahun 2008) Lama waktu budidaya (tanam hingga panen) adalah 88 hari bila menggunakan irigasi terputus dan 91 hari bila menggunakan irigasi tergenang. Nilai jual reduksi 1 ton CH4 dari lahan sawah = US$ 67,06 Penambahan luas lahan ideal agar ketahanan pangan terjaga: Ha per tahun Proyeksi peningkatan luas lahan beririgasi terputus =3%, =5%, =10%, =20%, =30% (Laporan Konsorsium Perubahan Iklim tahun 2008) Hasil simulasi emisi gas metan dari seluruh daerah irigasi di Indonesia terdapat pada Gambar Baseline (Irigasi tergenang) Mitigasi (Irigasi intermittent) Tahun Gambar 2 Hasil simulasi emisi gas metan Berdasarkan skenario tersebut, emisi gas metan di lahan padi sawah dapat ditekan hingga 2-17%. Dengan nilai jual reduksi 1 ton gas metan sebesar US$ 67,06 (Setyanto, 2009), nilai total reduksi gas metan tersebut setara US$ atau rata-rata US$ 84 per tahun. f. Penerapan pola operasi irigasi SRI tingkat tersier Selama ini SRI masih diterapkan secara sporadis, belum ada SRI yang diterapkan dalam suatu sistem irigasi (minimal dalam satu tersier). Dengan demikian manfaat penghematan air tidak akan terasa. Pada suatu tersier bila hanya beberapa petani saja yang mengaplikasikan SRI, sisa air yang dihemat di lahan tidak dapat dimanfaatkan karena langsung dibuang ke saluran drainase. Lain halnya jika SRI diterapkan dalam suatu tersier, air yang diambil di pintu sadap lebih kecil sehingga air di saluran sekunder berlebih dan dapat digunakan untuk mengairi sawah di hilir saluran induk atau bila diperlukan dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pengaplikasian SRI dalam suatu sistem irigasi memerlukan pola pengelolaan tertentu sehingga penghematan air, hasil produksi dan WP dapat optimal. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain keserempakan jadwal tanam, penyediaan sarana dan prasarana pertanian dan operasi irigasi

5 Balai Irigasi telah melakukan uji coba penerapan operasi irigasi SRI di tingkat Tersier. Penelitian di Petak Tersier CMA 5 ki, Daerah Irigasi Ciramajaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai konsep awal, pola operasional irigasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Aplikasi irigasi di lahan secara intermittent Pemberian irigasi di lahan dilakukan mengacu pada metode pemberian air yang optimal berdasarkan hasil penelitian, yaitu pemberian air SRI Jabar seperti pada Tabel 1 (SRI Jabar). 2) Pengambilan debit dari intake tersier secara kontinyu Pengambilan debit dilakukan secara kontinyu dengan jumlah lebih kecil dibandingkan dengan konvensional dan menyesuaikan dengan fase budidaya, yaitu fase pengolahan lahan 1,25 l/det, padi muda (vegetatif anakan) 0,43 l/det, padi dewasa (pembungaan dan pengisian bulir) 0,83 l/det dan padi tua (pematangan) 0,31 l/det. 3) Rotasi dilakukan di boks tersier (rotasi petakan kuarter) bila diperlukan Rotasi dilakukan dengan membagi petak-petak kuarter berdasarkan kondisi eksisting jaringan irigasi dan pengambilan air tiap petak bila jumlah air terbatas. Interval waktu untuk pengolahan lahan adalah 10 harian. Untuk masa budidaya interval yang digunakan adalah 5 harian. 4) Pemodelan operasi irigasi Selain dengan observasi di lapangan, disusun pula model matematis berdasarkan persamaan water balance menggunakan data debit, hujan serta kondisi kadar air tanah di beberapa petak kontrol. Dengan demikian dapat dievaluasi parameterparameter teknis yang mempengaruhi operasi irigasi seperti Kc (koefisien tanaman) untuk tanaman padi SRI dan besarnya kehilangan air di tingkat tersier yang dapat digunakan sebagai bahan penyempurnaan Kriteria Perencanaan (KP). Kendala penerapan konsep awal pola irigasi pada MT II 2008 (Juli-November) adalah tidak tercapainya luasan lahan yang dapat digunakan sebagai objek penelitian sekalipun dalam kegiatan sosialisasi SRI dan penyiapan lahan sudah disepakati bersama jumlah luasan yang akan dijadikan objek penelitian. Oleh sebab itu, analisis dilakukan juga menggunakan pemodelan neraca air. Model neraca air menggambarkan interaksi inflowoutflow irigasi intermittent SRI. Berdasarkan hasil penelitian pada MT I 2009 (Desember 2008-April 2009), kejadian hujan berturut-turut dapat menyebabkan tanah tidak cukup lama berada dalam keadaan kering. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang kurang baik karena pada kondisi basah (anaerob) akar tidak dapat tumbuh optimal dan mikroorganisme di dalam tanah tidak dapat berkembang. Oleh karena itu, agar tanah berada dalam kondisi kering cukup lama pada musim hujan sebaiknya outlet drainase dipasang serendah mungkin dan interval irigasi di lokasi penelitian diperpanjang hingga 10 hari pada masa vegetatif dan 16 hari pada masa generatif. g. Pola operasi irigasi SRI pada skala daerah irigasi terkait alokasi air Pengaplikasian irigasi hemat air pada skala tersier dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan produktifitas air (Water Productivity), bila SRI diterapkan dalam skala yang lebih luas pada daerah irigasi akan terjadi akumulasi penghematan dan dapat berpengaruh positif terhadap pola operasi pada bangunan induk terkait dengan manajemen pengelolaan air. DI. Mrican Kanan dalam satu tahun rata-rata debit maksimum yang dialokasikan adalah m 3 /dtk sedangkan debit minimum yang dialokasikan adalah 7.11 m 3 /dtk. Alokasi debit maksimum terjadi pada bulan Januari dan terendah terjadi pada bulan Oktober

6 Gambar 3 Alokasi air di Bendung Mrican Kanan per sepuluh harian rata-rata series tahun 1999 s.d untuk simulasi Berdasarkan hasil pengamatan pada MK I 2010 di Jombang didapatkan satuan kebutuhan air pada empat fase. Nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan satuan kebutuhan air yang selama ini digunakan untuk perencanaan kebutuhan air irigasi dan alokasi air di DI. Mrican Kanan. Tabel 3 Satuan kebutuhan air irigasi MK I di Jombang Dari simulasi didapatkan perbandingan antara kebutuhan air irigasi untuk seluruh areal ha jika diterapkan SRI terhadap ketersediaan air Bendung Mrican Kanan. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa hanya pada saat olah tanah yang tidak dapat dipenuhi, sedangkan pada fase awal tanaman cenderung berlebih. Demikian pula pada fase pemasakan juga cenderung berlebih. Pada fase pembungaan dan pengisian bulir masih dapat tercukupi kebutuhan airnya dan jika dibandingkan dengan kebutuhan air pada padi konvensional, maka dengan simulasi ini penghematan mencapai 46.29%. Gambar 4 Simulasi kebutuhan air pada DI. Mrican Kanan dengan menerapkan SRI MK I April-Agustus untuk areal ha (Satuan kebutuhan air SRI Mrican) Berdasarkan hasil simulasi tersebut diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Alokasi air untuk sepuluh harian dengan menggunakan satuan kebutuhan air SRI lebih rendah jika dibandingkan dengan metode perhitungan kebutuhan eksisting di Mrican Kanan. Total - 6 -

7 Ketinggian air (cm) Hujan (mm) kebutuhan air yang harus dialokasikan selama satu musim tanam dengan metode SRI Jabar, SRI Jombang dan eksisting Mrican Kanan berturut-turut adalah , , dan m 3 /det. Dengan menggunakan satuan kebutuhan air SRI Jabar dapat menghemat air sebesar 46.29%, sedangkan dengan SRI Jombang 36.42% jika dibandingkan dengan eksisting Mrican Kanan. Tabel 4 Alokasi air DI Mrican Kanan, total kebutuhan air serta efisiensi penghematan air Metode Perhitungan Alokasi air rata-rata per 10 harian (m 3 /det) Total kebutuhan air per MT (m 3 /det) Efisiensi penghematan (%) SRI Jawa Barat SRI Jombang Eksisting Mrican Kanan B. PENELITIAN IRIGASI HEMAT AIR PADA TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI MENDUKUNG IP PADI 400 a. Pola pemberian air Pola pemberian air pada IP 400 ini secara konsep juga menerapkan irigasi intermitten. Namun penerapannya juga berkembang secara spesifik menyesuaikan dengan kondisi sawah terutama terkait dengan ketersediaan air irigasi. Operasi pemberian air pada waktu tanam di lahan bervariasi yaitu 2 25 harian. Hal ini disebabkan pengaruh kondisi topografi lahan yang terasering. Pengeringan dilakukan 3 10 harian tergantung dari kondisi cuaca. 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5-1 -1, Hari Irigasi Hujan Gambar 5 Pola irigasi dan besar hujan yang terjadi pada lahan IP Padi 400 IP Padi 400 membutuhkan pengairan yang tidak selamanya digenang. Genangan paling tinggi yaitu sekitar 6 cm pada fase awal. Pada saat anakan aktif hingga primorda, air diberikan secara terputus antara HST. Pada HST lahan dibiarkan macakmacak. Bila terdapat irigasi dan hujan, petani mengatur air dengan membuat saluran cacing pada lahannya agar air tidak tergenang pada lahan sawahnya. Ketinggian air sampai dengan 65 cm dibawah permukaan tanah. Petani di Sumedang selalu memberi air pada lahan sawahnya secara terputus dan untuk menanggulangi hama, sawah selalu - 7 -

8 dibiarkan macak-macak. Pada fase pematangan, sawah dikeringkan. Pemberian air irigasi ke lahan dan hujan dapat dilihat pada Gambar 5. b. Analisis neraca air Berdasarkan analisis neraca air total, selisih antara inflow dan outflow mencapai 488 mm atau sebesar 23% dari total inflow. Hal ini disebabkan karena tidak ada pengukuran drainase dimalam hari atau setelah hujan dan kondisi lahan yang terasering. Tabel 5 Hasil analisis neraca air Komponen Besaran (mm) Hujan 549 Irigasi 818 Drainase 495 ETc 548 Perkolasi 173 Inflow 2157 Outflow 1669 Selisih 488 Hujan pada musim tanam pertama cukup besar, yang seharusnya pada musim ini adalah musim kemarau, tetapi jumlah hujan selama musim ini mencapai 549 mm. Selisih yang didapat merupakan drainase atau kehilangan air yang tidak terukur. Kondisi lahan di lokasi penelitian adalah lahan terasering, dengan topografi yang curam, sehingga air langsung mengalir ke petak yang berada disebelah hilir dan terbuang bila terjadi hujan besar. c. Penghematan air dan Water Productivity (WP) Irigasi yang masuk ke lahan adalah sebesar 720 mm per 1 Musim tanam. Bila dibandingkan dengan konsumsi air metode budidaya padi secara konvensional (hasil penelitian di Ciramajaya pada musim tanam ke 2 tahun 2008) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Konsumsi air dan produktivitas budidaya padi selama 1 musim tanam Metode Budidaya IP Padi 400 Konvensional Konsumsi air (mm) Produktivitas (Ton/Ha GKP) Pemberian air dengan menggunakan metode IP Padi 400 mempunyai penghematan sebesar 15,59% dibandingkan dengan konvensional. Water Productivity atau Produktifitas air merupakan berat gabah kering giling (ton GKG) yang dihasilkan dari 1 m 3 air. Berat gabah kering giling yang dihasilkan adalah 6,54 T/ha. Konsumsi air dihitung berdasarkan hasil pengamatan Irigasi, hujan dan drainase, serta kehilangan air yang terjadi hasil perhitungan dari neraca keseimbangan air (720 mm). Nilai WP yang didapat adalah 0.91 kg/m 3 air dan nilai WP untuk konvensional adalah sebesar 0.59 kg/m 3 air. 7,55 5 C. Pengembangan Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi IPAT-BO Pada IPAT-BO, pengaturan air dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan tanaman, untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan perakaran padi serta meningkatkan populasi dan keanekaragaman hayati (kekuatan biologis tanah). Berdasarkan hasil pengamatan budidaya IPAT-BO yang dilakukan oleh Universitas Pajajaran di Ciparay Jawa Barat pola pemberian airnya adalah sebagai berikut: - 8 -

9 Pada fase vegetatif awal mempertahankan tanah agar tetap lembab. Pada umur 1-8 HST, keadaan tanah lembab supaya tata udara tanah baik, kemudian menjelang penyiangan pertama (9-10 HST) digenang 2-3 cm untuk memudahkan penyiangan. Pemberian air dilakukan setelah tanah retak-retak sekitar 1-2 cm dan dilakukan penggenangan sekitar 1-2 jam. Pada umur HST lahan digenangi, ini untuk memudahkan penyiangan II. Pengaturan pemberian dilakukan untuk mempertahankan tanah tetap lembab. hal tersebut untuk merangsang pertumbuhan akar, kemudian tanah dibiarkan sampai retak, akan tetapi tanaman tetap segar. Selanjutnya kondisi aerob dipertahankan hingga padi masak susu dengan mengatur atau mengendalikan sistem pemberian air (sekitar 25 hari menjelang panen). Dari fase pemasakan hingga panen pemberian air dihentikan dan dibiarkan sampai panen. Sedangkan di lokasi demplot IPAT-BO berada di Desa Kuta Makmur, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang. Luas total demplot IPAT-BO adalah 4 ha yang terpisah menjadi 2 hamparan masing-masing 2 ha. Metode IPAT-BO yang digunakan adalah IPAT- BO organik murni yaitu dengan menggunakan kompos 4 ton/ha, pupuk kandang 1,2 ton/ha dan untuk pengendalian hama menggunakan pestisida nabati. Varietas padi yang ditanam adalah ciherang. Umur bibit yang dipakai yakni 1 minggu, tanam tunggal dengan jarak tanam 30 cm x 35 cm. Pola pemberian air pada budidaya padi dengan Metode IPAT-BO menggunakan pola intermittent seperti yang diterapkan pada metode budidaya SRI. Interval waktu pemberian air dijadwalkan tiap 10 hari. Lokasi demplot termasuk ke dalam daerah irigasi Waduk Jatiluhur yang mendapatkan suplai air melalui saluran induk Walahar

10 EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRIGASI HEMAT AIR PADA BERBAGAI INOVASI BUDIDAYA PADI Disusun oleh: Tim Balai Irigasi Desember 2010 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR BALAI IRIGASI Jl. Cut Meutia 147 Bekasi telp ; Fax

11 KATA PENGANTAR Executive Summary ini merupakan rangkuman dari kegiatan Pengembangan Teknologi Irigasi Hemat Air dengan Berbagai Inovasi Teknologi Budidaya Padi yang dilaksanakan oleh Balai Irigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum yang dibiayai oleh APBN tahun Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memvalidasi pemodelan neraca air (Water Balance) pola operasi irigasi pada budidaya padi metode SRI tingkat tersier yang sudah teruji pada skala DI, mengetahui nilai efisiensi penghematan irigasi pada budidaya padi metode SRI pada skala luas, serta mengembangkan teknologi irigasi hemat air yang ramah lingkungan dengan berbagai inovasi teknologi budidaya padi (IP 400). Sasaran output dari kegiatan tahun 2010 ini adalah rekomendasi teknis pola pengelolaan irigasi hemat air pada budidaya padi dengan metode SRI di tingkat tersier, rekomendasi (draft pedoman teknis) pemodelan pola operasi irigasi SRI di tingkat DI, serta rekomendasi teknis pola operasi irigasi hemat air pada berbagai inovasi budidaya padi. Masukan, saran dan kritik sangat kami harapkan untuk menyempurnakan pelaksanaan kegiatan ini. Bandung, Desember 2010 Kepala Pusat Litbang SDA Dr. Ir. Arie Setiadi Moerwanto, M.Sc NIP. :

BEKASI, 22 FEBRUARI 2011

BEKASI, 22 FEBRUARI 2011 BEKASI, 22 FEBRUARI 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR BALAI IRIGASI Jl. Cut Meutia, Kotak Pos 147 Telp.: (021) 8801365,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) PRINSIP S R I Oleh : Isnawan BP3K Nglegok Tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya Semua unsur potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir setengah penduduk dunia. Kebutuhan pangan akan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk, namun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan secara bertahap dan tahapan pelaksanaan selengkapnya disajikan pada rancangan penelitian (Gambar 1). A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DSM/IP. 16 01/01/La-IRIGASI/2015 PUSLITBANG SUMBER DAYA AIR EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DESEMBER, 2015 Pusat Litbang Sumber Daya Air 0 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Padi. L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Padi. L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia (Marlina,2012), Batang pada tanaman padi beruas-ruas yang di dalamnya berongga (kosong), biasanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 PUPUK ORGANIK POWDER 135 adalah Pupuk untuk segala jenis tanaman yang dibuat dari bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA) Penggunaan pupuk kimia atau bahan kimia pada tanaman, tanpa kita sadari dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti terlihat pada gambar di atas. Oleh karena itu beralihlah ke penggunaan pupuk organik

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

Dedi Kusnadi Kalsim Page 1 10/06/2009

Dedi Kusnadi Kalsim Page 1 10/06/2009 Dedi Kusnadi Kalsim Page 1 10/06/2009 KEKERINGAN DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA OLEH DEDI KUSNADI KALSIM 1 Paper disajikan dalam Diskusi Panel Ahli IPB MASALAH KEKERINGAN DAN SOLUSINYA Bogor, 8 September

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau Green Economy and Locally Appropriate Mitigation Actions in Indonesia Latar Belakang Perubahan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan PHSL?

Apa yang dimaksud dengan PHSL? Usahatani padi sawah di Indonesia dicirikan oleh kepemilikan lahan yang kecil (< 0.5 ha) Teknik budidaya petani bervariasi antar petani dan antar petakan Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) merupakan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

: YULI SURYA FAJAR F

: YULI SURYA FAJAR F SKRIPSI PENELITIAN IRIGASI HEMAT AIR PADA BUDIDAYA TANAMAN PADI DENGAN METODE SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION) DI DAERAH IRIGASI CIRAMAJAYA, DESA SALEBU, KECAMATAN MANGUNREJA, KABUPATEN TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN JADWAL ROTASI PADA DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN JADWAL ROTASI PADA DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 22 KAJIAN SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN JADWAL ROTASI PADA DAERAH

Lebih terperinci

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis PENGARUH DOSIS PUPUK DAN JERAMI PADI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA TANAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH PADA SISTEM TANAM SRI (System of Rice Intensification) Effect of Fertilizer Dosage and Rice Straw to the

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan utama di Indonesia, karena sebagian besar dari penduduk Indonesia mengkomsumsi beras sebagai bahan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN CARA PEMBERIAN AIR IRIGASI UNTUK TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh Jhon Hardy Purba 1

KEBUTUHAN DAN CARA PEMBERIAN AIR IRIGASI UNTUK TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh Jhon Hardy Purba 1 KEBUTUHAN DAN CARA PEMBERIAN AIR IRIGASI UNTUK TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh Jhon Hardy Purba 1 Abstrak: Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah mencakup perhitungan air yang masuk dan keluar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN TAHUN ANGGARAN 2014 Desember, 2014 i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya kegiatan Litbang Pengembangan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI Endah Sulistyawati dan Ridwan Nugraha Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Lahan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

RASIONALISASI PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR DI INDONESIA

RASIONALISASI PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR DI INDONESIA RASIONALISASI PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR DI INDONESIA Tejoyuwono Notohadiprawiro Fakta 1. Pertanian merupakan pengguna air terbesar. Hal ini akan tetap berlanjut pada masa mendatang. Keadaan ini berkaitan

Lebih terperinci

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification Pendahuluan System of Rice Intensification (SRI) merupakan sistem budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien berbasis pada pengelolaan tanaman, biologi tanah, tata air dan pemupukan secara terpadu

Lebih terperinci

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 10/25/2009 STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN Tim BBSDLP BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 Latar Belakang Ancaman Bagi Revitalisasi Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO ISBN : 978-602-1276-01-3 SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) JAMBI BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci