PERANAN PLAK SEBAGAI ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL. Sejak tahun 1965 telah dilakukan penelitian mengenai gingivitis (Loe et al,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN PLAK SEBAGAI ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL. Sejak tahun 1965 telah dilakukan penelitian mengenai gingivitis (Loe et al,"

Transkripsi

1 PERANAN PLAK SEBAGAI ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL 1.1 Pendahuluan Sejak tahun 1965 telah dilakukan penelitian mengenai gingivitis (Loe et al, 1965), dan diakui bahwa plak merupakan etiologi utama penyebab gingivitis (Gambar 4.1). Saat ini, plak dianggap berkaitan dengan biofilm (Marsh, 2005) dan terdapat tiga hipotesis berbeda yang menjelaskan mengenai peranannya sebagai etiologi penyakit periodontal (Loesche, 1976, 1979; Theilade, 1986; Marsh, 1991, 1994) (Gambar 4.2). 1.2 Plak Sebagai Biofilm Plak merupakan koloni mikroorganisme yang beragam yang ditemukan pada permukaan gigi sebagai biofilm, tertanam dalam matriks ekstraseluler polimer dari host dan mikroba. Biofilm merupakan populasi mikroba yang tertanam dalam matriks, saling terikat satu sama lain pada permukaan atau pada antar permukaan (Marsh, 2005). Memproduksi polimer ekstraseluler yang membentuk sebuah matriks fungsional. 1

2 2 Tabel 4.1 Tingkatan studi klasik penelitian mengenai gingivitis pada manusia 9 mahasiswa kedokteran gigi, 2 tekhnisi, 1 guru dengan penyakit periodontal yang minimal Plak Index (PII) dan Gingival Index (GI) dicatat pada pemeriksaan Sampel plak dan mikroba dianalisis Pembersihan oral hygiene PII, GI dan mikroba dianalisis kembali dengan berbagai interval Pemeriksaan tanda-tanda gingivitis Kebersihan mulut dilanjutkan saat pengamatan pada gingiva Penelitian berlanjut hingga PII dan GI memperlihatkan hasil nol dan kembali sehat secara klinis Semua subjek berkmbang menjadi gingivitis: 3 orang selama 10 hari, 9-12 orang selama 21 hari Peningkatan jumlah plak dicatat ketika pembersihan oral hygiene Terjadi pergantian komposisi mikroba dari waktu ke waktu pada saat penelitian: (i) awalnya dominasi Gram positif kokus dan batang pendek >80%; (ii) dengan gingivitis, Gram positif kokus dan batang pendek berkurang menjadi 45-60%; sisanya terdiri Gram negatif kokus dan batang pendek (22%), Gram positif filamen (10%), Vibrio (6%) dan Spirochetes(1%) Terbukti bahwa plak menyebabkan inflamasi gingiva dan pembuangan plak merupakan solusinya

3 3 Gambar 4.1 (b) desain studi klasik penelitian mengenai gingivitis pada manusia Gambar 4.2 Hipotesis plak non spesifik, spesifik dan ekologi

4 4 Gambar 4.3 Koloni mikroba pada biofilm plak memperlihatkan ragam berbeda pada pembentukan mikroba Gambar 4.4 Gambaran mikroskop Noran Odyssey confical laser scanning dari pembentukan biofilm plak yang menempel selama 1 minggu secara in vivo menggunakan alat Leeds secara in situ. Gambar menunjukkan struktur 3D dan variasi kepadatan biofilm plak: area pink adalah biomasa bakteri; area gelap adalah ruang hampa, saluran atau jarak. Gambar didapatkan dari potongan horizontal dengan skala 50 μm

5 5 Gambar 4.5 Diagram skematis hipotesis plak secara ekologis GCF: Gingival Crevicular Fluid. Tabel 4.2.Tahap Pembentukan Plak Biofilm Tahapan Formasi Plak Biofilm 1. Pellicle formation Host dan molekul bakteri, glikoprotein yang berasal dari saliva yang teradsorpsi pada permukaan gigi menyebabkan pembentukan pelikel 2. Transport Transportasi bakteri pada pelikel terjadi melalui aliran saliva alami, Brownian movement atau kemotaksis. Adsorpsi bakteri coccus ke dalam pelikel terjadi dalam 2 jam, termasuk spesies lain seperti Neisseria, Streptococcus sanguis, S. oralis dan S. mitis, juga bakteri batang Gram positif, terutama Actinomyces. 3. Long range interaction Long range physicochemical interaction menyebabkan adhesi reversibel antara permukaan sel mikroba dan pelikel yang melibatkan gaya van der Waal s dan pelepasan elektrostatik. 4. Short range interaction Short range streochemical interaction antara adhesi

6 6 permukaan sel mikroba dan reseptor pada pelikel yang menyebabkan adhesi ireversibel. 5. Co-aggregation Co-aggregation (co-adhesion) dari bakteri baru yang melekat pada mikroflora sehingga terjadi peningkatan bermacam-macam mikroflora 6. Multiplication Multiplikasi organisme yang melekat menyebabkan meratanya pertumbuhan dan pembentukan biofilm. Adheren bakteri mensintesis polimer ekstraseluler. 7. Detachment Detachment bakteri memungkinkan kolonisasi di tempat baru. 1.3 Pembentukan dan Sifat Biofilm Pembentukan biofilm melibatkan beberapa tahap (Gambar 4.1) sebelum koloni menjadi beragam (Gambar.4.3). Homeostasis mikrobasangat penting dan dapat melindungi pertumbuhan koloni dari spesies eksogen. Kerusakan homeostasis dapat terjadi karena pertahanan host, lokal, sistemik atau factor lainnya. Plak biofilm memiliki berbagai sifat: 1 Terdapat struktur tiga dimensi yang kompleks dengan saluran yang sangat teratur (Gambar 4.4) 2 Bentuknya dapat terlindung dari poses pengeringan dan fagositosis 3 Kurang rentan terhadap antibiotik, misalnya dapat menetralisir enzim seperti β- laktamase dalam cairan sulkus gingiva, sehingga dapat menonaktifkan antibiotik yang mengenailnya. 4 Novel gene expression, mengekspresikan novel protein. Pertumbuhan pada biofilm dapat memberi efek langsung pada ekspresi gen, banyak organism yang

7 7 memiliki fenotipe yang berbeda mengikuti perlekatan pada permukaan atau pada reseptor host, co-adhesi dengan organisme lain atau protein host. Efek tidak langsung pada ekspresi gen mungkin karena perubahan lingkungan (misalnya ph, konsentrasi gula). Ekspresi gen yang berubah juga dapat mengurangi sensitivitas biofilm terhadap antibiotik. 5 Komunikasi sel-sel dapat berlangsung dalam berbagai cara, misalnya melalui: a transfer gen horizontal b small diffusibe peptides c quorum sensing, menggunakan senyawa sinyal untuk mengatur ekspresi gen; d autoinducer 2, yang memediasi sinyal antaraspesies Gram positifd an Gram negatif dalam koloni spesies campuran e cross talk antara sel host dan bakteri 6 Heterogenita sfisiologis; mikroorganisme dari spesies yang sama dapat menunjukkan keadaan fisiologis yang berbeda dalam biofilm, bahkan jika saling berdekatan satu sama lain. 7 Heterogenitas ruang dan lingkungan: metabolisme bakteri dalam plak menyebabkan berbagai tingkatan yang sangat penting bagi pertumbuhan mikroba, dan berbagai lingkungan seperti ph, tekanan oksigen, potensial redoks dan nutrisi akan memberikan heterogenitas yang cukup untuk pertumbuhan dan metabolisme organisme yang beragam yang hidup berdampingan di tempat yang sama. 8 Kehidupan koloni mendukung pertumbuhan yang lebih luas dan sifat sinergistic. Koloni awal akan mengubah lingkungan sekitar dan memfasilitasi perlekatan dan pertumbuhan selanjutnya, sehingga mengakibatkan pergantian mikroba yang semakin beragam. Hal ini menghasilkan perbedaan metabolik lebih mudah. Selsel didekatnyadapat menghasilkan enzim penetral (β-laktamase) yang melindungi

8 8 mikroorganisme rentan terhadap antimikroba atau tekanan dari lingkungan. Sifat ini terdapat lebih besar pada koloni plak biofilm dibandingkan komponen lain pada biofilm 9 Sinergisme patogenik: sifat patogen adalah untuk merusak jaringan host dan memberi manfaat bagi koloni biofilm dalam meningkatkan potensi sinergis dari virulensi mikroba subgingival. Terdapat berbagai tahapan panjang saat potensi patogen dapat berpengaruh: adheren mikroba, perolehan nutrisi dari host, penggandaan, mengatasi dan menghindar dari pertahanan host, invasi jaringan dan akhirnya kerusakan jaringan. 1.4 Hipotesis Plak 1. Hipotesis plak non spesifik Hipotesis plak disini (Theilade, 1986) mencakup dugaan apabila plak berkembang tanpa terganggu, plak akan tumbuh semakin banyak dan komposisinya berubah dari bakteri batang dan kokus gram positif aerob yang terletak supragingival menjadi bakteri batang dan kokus gram negatif yang semakin anaerob menjadi plak yang meluas pada subgingiva, ditemukan juga filamen, fusobacteria, spiril dan spirochaetes. Microflora memproduksi faktor virulensi yang memicu kerusakan/inflamasi jaringan.pembersihan plak dengan sikat gigi yang efektif disertai instruksi oral hygiene atau kontrol dengan obatobatan dapat mengembalikan flora normal supragingiva dan mempengaruhi juga daerah subgingiva. 2. Hipotesis plak spesifik

9 9 Hipotesis spesifik (Loesche, 1976, 1979) berpusat pada penyakit periodontal yang memiliki microflora spesifik yang berhubungan, seperti necrotizing ulcerative gingivitis dan periodontitis agresif lokalisata (Agrgregatibacter actinomycetemcomitans).untuk kondisi-kondisi seperti ini, eliminasi bakteri spesifik menjadi solusi bagi penyakit tersebut, biasanya dengan tambahan antibiotik sistemik. 3. Hipotesis plak secara ekologi Lebih dari 700 tipe mikroflora berbeda telah diketahui.untuk menimbulkan suatu penyakit, organisme perlu bertambah jumlahnya hingga mencapai tingkat dimana mereka dapat merusak host. Berdasarkan hipotesis ini (Marsh, 1991, 1994) pada gingivitis dimana terdapat akumulasi plak terjadi tekanan pada sistem, timbul inflamasi dan hal ini menyebabkan perubahan ligkungan menjadi pergantian secara ekologi pada mikroflora yang dapat menimbulkan inflamasi lebih lanjut.filosofinya adalah penyakit tersebut dapat dicegah dengan menargetkan agen penyebab dan hal yang memperparah penyakit.jika tidak berhasil, gingivitis dapat berkembang menjadi periodontitis. Poin penting: - Plak adalah suatu biofilm dan kunci dari etiologi penyakit periodontal. - Biofilm membentuk tingkatan dan memiliki sifat yang bervariasi. - Terdapat tiga hipotesis plak berbeda yang saling berhubungan: non spesifik, spesifik, ekologi.

10 Mikrobiologi Plak Tabel 5.1 Berbagai metode pemeriksaan komposisi mikroba plak Metode Kelebihan Kekurangan Mikroskopis - Mengenali tipe morfologi - Lambat dan kerja yang intensif - Menentukan susunan spasial - Spesifikasi yang tepat organisme - Penemuan terbaru, aplikasi canggih, cth: atomic force microscopymemperlihatka n gambaran dengan menggunakan metode imunologis atau hibridisasi hanya bisa digunakan untuk beberapa sampel spesies resolusi tinggi Kultur - Dapat mendeteksi spesies - Kerja yang sangat intensif predominan - Mahal yang tidak dikenali - Beberapa spesies tidak dapat - Menyediakan kultur untuk analisis lebih lanjut dibiakkan - Sulit mengkultur spirochaetes Kultur - media - Dapat mendeteksi spesies - Sama seperti diatas selektif spesifik - Perlu mengetahui spesies mana yang perlu diperiksa - Media yang cocok sedikit - Identifikasi spesies terbatas Immufluorescenc - Cukup spesifik - Jumlah antiserum monoclonal e, ELISA - Cepat atau polyclonal terbatas - Lebihmurah dibandingkan - Butuh waktu untuk kultur berkembang - Dapat membedakan spesies - jumlah spesies yang dapat - Dapat menetapkan jumlah atau sifat dari spesies menggunakan metode ini spesifik relatif sedikit PCR - Sensitifitas dapat diterima - Samar (cth: hanya mendeteksi - Cukup spesifik ada/tidaknya, bukan jumlah)

11 11 Real time PCR - Dengan cara yang benar - Mahal - Bergantung pada amplifikasi dapat mendeteksi spesies - Tidak cocok untuk banyak dengan jumlah sedikit - Cepat spesies dalam sampel besar - Kuantitatif - Relatif lambat - Sensitivitas + - Seperti sebelumnya, jumlah - Spesifikasi + spesies yang dapat diproses terbatas Hibridisasi DNA- - Kuantitatif - Hanya mendeteksi spesies - Sensitivitas* DNA yang sudah ada - Spesifikasi+ - Jumlah spesies sedang untuk - Kemungkinan terjadinya sampel sedang reaksi silang dengan Checkerboard DNA-DNA hybridization cloning spesies lain rendah - Kuantitatif - Hanya mendeteksi spesies - Sensitivitas* yang sudah ada - Spesifikasi+ - Sampel harus dalam jumlah - Dapat menggunakan seluruh yang wajar sampel tanpa dilusi atau - Menimbulkan reaksi silang jika amplifikasi dengan PCR besar sampel tidak wajar - Jumlah spesies dan sampel banyak - Tidak mahal - Cepat 16S rdna - Mendeteksi spesies yang - Sangat mahal amplification dapat/tidak - Jumlah sampel sedikit dapat dibiakkan - Phylogenetic positioning of taxa *Sensitivitas adalah kemampuan untuk mengidentifikasi keberadaan organisme +Spesifikasi adalah kemampuan untuk menentukan ketiadaan organisme

12 12 Gambar 5.1 Gambaran atomic force microscope dari Streptococcus salivarius (NCTC 8618) yang terperangkap pada suatu pori dalam lintasan etsa membran polikarbonat dalam phosphate-buffered saline. Dimensi x-y = 774 nm. (Medical Research Council, UK) Bakteri patogen periodontal yang sudah ada: - Aggregatibacter - Actinomycemtemcomitans - Porphyromonas gingivalis - Tannerella forythia Bakteri patogen periodontal yang dicurigai: - Prevotella intermedia (terbagi menjadi 2 spesies (1992): prevotella intermedia dan prevotella nigroscens) - Fusobacterium nucleatum - Campylobacter rectus - Eikenella corrodens - Peptostreptococcus micros - Spesies Selenomonas - Spesies Eubacterium - Spirochaetes (hanya 10 yang dibiakkan) Gambar 5.2 Bakteri patogen periodontal yang ditunjuk dan dicurigai Berdasarkan postulat Koch, untuk menimbulkan suatu penyakit bakteri patogen harus: - Dapat diisolasi dari tiap penyakit - Tidak dapat disembuhkan dari kasus penyakit non patogen atau tipe lain - Menginduksi penyakit pada hewan penelitian setelah isolasi dan tumbuh berulang pada kultur asli

13 13 Gambar 5.3 Postulat Koch Faktor virulensi meliputi: - Fimbriae untuk menempel pada jaringan host, berinvasi - Protease merusak protein host, mengurangi pertahanan host - Faktor resorbsi tulang - Metabolit sitotoksis - Leukotoxin membunuh neutrophil - Toxin cth: cytolethal distending toxin - Kapsul - Induksi respon inflamasi, modulasi sitotoksin/khemokin Gambar 5.4 Faktor virulensi patogen

14 14 Gambar 5.5 (a) Kompleks mikroba (Socransky et al., 1998) (b) Perhitungan persentase ratarata DNA probe pada gusi sehat dan periodontitis (Socransky and Haffajee, 2008). Lebih dari 700 spesies mikroba dalam ronnga mulut telah diketahui, namun hanya setengahnya yang dapat dibiakkan. Biasanya spesies akan berkoloni dalam mulut seseorang, memperlihatkan perbedaan yang besar. Lebih dari 400

15 15 spesies yang dapat ditemukan dalam poket periodontal, dimana lebih dari 250 telah diisolasi, dicirikan dan dinamakan. Bakteri plak dapat menempel pada: permukaan gigi (baik pada mahkota atau akar), jaringan periodontal (perbatasan epithelium sulkus, junction atau poket), jaringan ikat (jika terdapat akses pada epitel poket yang terulserasi) atau bakteri lain terlebih dahulu menempel pada permukaan-permukaan tersebut. Karena itu terdapat banyak cara untuk bakteri rongga mulut menggunakan efek. Fakta bahwa gigi, tidak seperti permukaan tubuh yang lain, adalah struktur yang keras dan tertutup, menyediakan tempat untuk menempelnya bakteri. 1.6 Teknik Mikrobiologis Banyak cara untuk melihat komposisi mikroba dari plak yang telah digunakan, yang memiliki keuntungan maupun kerugian. (Socransky&Haffajee, 2005; Teles et al., 2006) (tabel 5.1) 1. Mikroskopis 2. Kultur 3. Imunofluroresens: (ELISA) menggunakan antibodi spesifik untuk mendeteksi antigen bakteri. 4. Reaksi rantai polimer (PCR): Ini menggunakan polimerasi DNA untuk mengurai potongan DNA dengan replikasi enzimatik in vitro dibandingkan dengan sel hidup seperti Escherichia coli;

16 16 PCR dapat mengurai satu atau beberapa potongan DNA dan menghasilkan berjuta copy potongan DNA dengan cepat. 5. Waktu sesungguhnya PCR; ini dapat menampilkan peningkatan jumlah DNA sebagaimana telah diperkuat 6. Hibridisasi DNA-DNA: Tindakan ini sebagai derajat kesamaan genetik diantara kelompuk urutan DNA. Ini biasanya digunakan untuk menghalangi jarak genetik diantara dua spesies. Ini memungkinkan spesies-spesies agar dapat diatur didalam pohon pilogenetik. 7. Checkerboard DNA hybridisation; ini memberikan analisis kuantitatif simultan dari 40 spesies mikroba terhadap 28 sampel campuran di dalam membran single S rdna amplification cloning: 16S rdna membagi isi regio yang menghasilkan tanda spesifik dari spesies yang berfungsi untuk atau mengidentifikasi tingkatan spesies. 1.7 Komposisi Mikroba pada Plak di dalam Keadaan Sehat dan Sakit Di dalam keadaan sehat, bakteri biasanya didomniasi oleh gram positif dan termasuk streptococcus, Neisseria, Necordia, dan Actinomices.Milleri streptococcus dipercaya memberikan kontribusi untuk progres penyakit.gingivitis berkembang dengan jumlah dari peningkatan plak. Proporsi dari capnophylic (terutama Capnocytophaga spp) dan bakteri gram-negatif anaerob obligat; Fasobacteria juga biasa dan terdapat peningkatan proporsi dari Actinomyces. Periodontitis diasosiasikan dengan mikroflora subgingival yang berbeda-beda dan anaerob obligat yang cukup

17 17 banyak.batang gram negatif dan bakteri filamen, juga banyak yang asacchatolytic tapi protcolytic. Tiga spesies bakteri ditunjuk sebagai patogen periodontal pada 1996 World Workshop di Periodontologi dan beberapa bakteri lain diduga patogen periodontal. 1.8 Mekanisme Patogenitas Hal ini termasuk sulit untuk menterjemahkan yang asli, dari dalil Koch klasik mengenai penyebab penyakit dari patogen (gbr.5) menjadi penyakit periodontal. Bagaimanapun, secara umum, untuk suatu patogen periodontal dapat menyebabkan penyakit, harus dapat melakukan tiga hal berikut: 1. Kolonisasi, dicapai dengan: Perlekatan pada satu atau lebih permukaan: (i) adhesi memungkinkan untuk mengikat jaringan host, dan (ii) co-agregasi agar bakteri dapat menempel pada permukaan. Menjadi lebih banyak menggunakan nutrisi yang tersedia. Berkompetisi dengan sukses terhadap spesies yang lain mencoba untuk mendiami tempatnya. Tergantung dari pertahanan host. 2. Menghasilkan faktor-faktor yang dapat merusak jaringan host secara langsung atau tidak langsung (dengan menyebabkan jaringan host untuk merusak dirinya sendiri) 3. Melepaskan dan menyebarkan

18 18 1.9Kompleks Ekologi plak tergolong sangat menarik.hal ini telah diobservasi bahwa grup tertentu dari organisme dapat hidup bersama dengan cukup terstruktur. Menggunakan seluruh probe DNA genomik dan checkerboard DNA hybridisation didalam sampel plak dari 185 subjek. Socransky et al (1998) mengidentifikasi lima kompleks dari bakteri yang diberi tanda dengan warna merah, oranye, hijau, kuning dan ungu (gbr 5.5a). Terdapat sebuah grup luar terdiri Actinomyces naeslundii genospesies 2 (A viscoxio; ditunjukan pada warna ungu yang dalam pada gambar 5.5a), yang mana terkadang bergabung dengan ungu kompleks, dan selenomonas noxia dan aggregatibacter actinomycetemcomiitans serotype b (ditunjukkan dalam warna abu pada gbr 5.5a) 1. Warna merah kompleks terkait dengan periodontitis, poket yang lebih dalam dan adanya bleeding on probing, hal ini berkurang dengan pembersihan permukaan akar. 2. Spesies warna merah kompleks secara umum ditemukan dengan spesies warna oranye kompleks 3. Actinomyces (warna ungu gelap) dan streptococci (kuning) merupakan penjajah awal, diikuti dengan hijau kompleks. 4. Spesies ungu kompleks terkait sangat dekat dengan yang lain, dan dapat berfungsi sebagai jembatan menuju oranye, kemudian warna merah kompleks. 1.10Proporsi

19 19 Jumlah relatif dari plak pada pasien periodontitis melebihi dari pasien sehat, dan proporsi relatif dari kompleks yang berbeda juga dilihat untuk berubah.jumlah organisme yang ditemukan di supragingival pada sebuah permukaan gigi bisa melebihi 10 9, sedangkan subgingival dapat menampung mulai dari ribuan pada sulcus yang sehat hingga ratusan juta pada poket yang dalam. Poin penting: 1. Terdapat lebih dari 700 spesies pada kavitas oral dan 400 spesies pada poket periodontal, hanya setengah yang dibudidayakan 2. Teknik mikrobiologis yang bervariasi telah dikembangkan untuk mengidentifikasi bakteri, dengan masing-masing keuntungan dan kerugian. 3. Komposisi mikrobial mengubah dari sehat menjadi penyakit 4. Beberapa bakteri telah ditunjuk sebagai patogen periodontal 5. Patogen menggunakan variasi dari mekanisme untuk menggunakan kerusakan 6. Kompleks mikrobial telah diidentifikasi

20 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL Penyakit periodontal dapat didefenisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. 2 Bentuk umum dari penyakit ini dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut yang menjadi fokus penelitian utama di bidang kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut tersebar luas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Penelitian pada dekade yang lalu mengemukakan plak gigi sebagai biofilm yaitu akumulasi komunitas mikroba yang melekat pada suatu permukaan. Plak dental merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis dengan host dan terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, fungi, mycoplasma, protozoa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, banyak bukti menunjukkan adanya hubungan antara periodontitis kronis dengan sejumlah penyakit sistemik. Infeksi oral kronis seperti periodontitis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh (Silviana dkk., 2013). Mengingat kegunaannya yang begitu penting, kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak 2.1.1 Defenisi Plak Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BIOLOGI ORAL II DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARASU MEDAN 2009

BIOLOGI ORAL II DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARASU MEDAN 2009 BIOLOGI ORAL II LISNA UNITA, DRG.,M.KES LISNA UNITA, DRG.,M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARASU MEDAN 2009 BIOLOGI ORAL II Pengertian : Biologi oral ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora normal rongga mulut terdiri dari berbagai mikroflora termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus; bakteri merupakan kelompok yang predominan. Bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme memegang peranan penting pada perkembangan penyakit pulpa dan jaringan periapikal.dari sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Plak dental merupakan kumpulan mikroba yang beragam, terdapat dalam matriks pejamu dan polimer bakteri, yang tumbuh pada gigi sebagai biofilm. Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Bunga Rosella Rosella (Hibiscus sabdariffa) memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar didaerah tropis dan no tropis. Pohon Rosella mulai dikenal di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat adalah periodontitis. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa (adult periodontitis) atau periodontitis dewasa kronis (chronic adult periodontitis), adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal merupakan salah satu kondisi patologis rongga mulut yang paling banyak dan sering terjadi di seluruh dunia. Saat ini, periodontitis memiliki banyak klasifikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan satu dari dua penyakit rongga mulut terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15 % populasi di dunia menderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan dan plak, terutama pada daerah sayap bukal atau bagian-bagian yang sukar dibersihkan (David dan MacGregor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri karena mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan menempel pada gigi, jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan periodontal merupakan jaringan yang mengelilingi, mendukung dan menempel ke gigi-geligi. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit yang diderita oleh banyak manusia di dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia, penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih memerlukan perhatian serius. Walaupun prevalensi penyakit gigi ini dilaporkan sudah menurun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Plak Dental 2.1.1. Pengertian Plak Dental Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang tidak terkalsifikasi terdiri dari bakteri yang melekat pada permukaan gigi atau objek lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unik: sepertiga spesies bakteri dalam mulut terdapat di lidah.1

BAB I PENDAHULUAN. unik: sepertiga spesies bakteri dalam mulut terdapat di lidah.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan habitat yang menyediakan keragaman spesies mikroba, diperkirakan terdapat lebih dari 1000 spesies bakteri yang ada di rongga mulut. Dorsum lidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan suatu perawatan endodontik bergantung pada triad endodontik yang terdiri dari preparasi, pembentukan dan pembersihan, sertaobturasi dari saluran akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan pada rongga mulut manusia yang sehat. Bakteri ini banyak ditemukan pada plak dan karies gigi, serta pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan mulut yang buruk berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita manusia hampir diseluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki peringkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan patologis pada jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah kesehatan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan gigi dan mulut sampai sekarang masih membutuhkan perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv ABSTRAK Penggunaan alat ortodontik cekat memiliki efek samping klinik, seperti inflamasi gingiva dan lesi karies awal, yang disebabkan karena meningkatnya retensi plak. Insersi bracket menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal telah diketahui sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut manusia, bersamaan dengan karies gigi. Prevalensi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis adalah inflamasi yang terjadi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan beberapa mikroorganisme yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama kesehatan gigi dan mulut yang paling umum adalah karies dan penyakit periodontal. 1 Plak sangat berperan dalam terjadinya kedua penyakit ini. 2 Kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental plak adalah deposit lunak yang membentuk suatu lapisan biofilm dan melekat pada permukaan gigi, atau permukaan kasar lain pada rongga mulut termasuk bahan restorasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Gigi Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi jaringan lunak sekitar gigi. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama yang banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data dari SKRT (Survei Kesehatan

Lebih terperinci

Skenario. terlalu sakit, berdarah saat menyikat gigi seminggu yang lalu dan kadang bisa

Skenario. terlalu sakit, berdarah saat menyikat gigi seminggu yang lalu dan kadang bisa Skenario Seorang wanita datang ke RSGM mengeluhkan gusi merah, bengkak, tidak terlalu sakit, berdarah saat menyikat gigi seminggu yang lalu dan kadang bisa berdarah spontan. Dari anamnesis didapatkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang terpusat untuk membimbing, mengawasi dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Sehat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan dan tidak bisa saling dipisahkan. Masalah yang timbul pada kesehatan gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Plak Gigi Plak gigi adalah suatu lapisan lunak terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembang biak di atas suatu matriks, terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut mengandung berbagai macam komunitas bakteri yang berlimpah dan kompleks yang menghuni bagian atau permukaan yang berbeda dari rongga mulut. Ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Gigi 2.1.1 Definisi Plak Gigi Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit kronis yang sering terjadi pada anak-anak. Rasa sakit pada karies yang tidak dirawat akan mempengaruhi kehadiran di sekolah, makan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Kumur Dahulu obat kumur hanya dianggap sebagai larutan penyegar nafas yang mempunyai aroma, dengan sedikit atau tanpa efek terhadap kesehatan rongga mulut. Obat kumur sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Penyakit Periodontal Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi (periodontium). 9 Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Plak gigi terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An-

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT mengajari manusia apa yang sebelumnya tidak diketahui. Allah SWT mengkaruniakan akal untuk memahami dan membedakan antara yang baik dan buruk, serta hati untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan rerata persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan 25,9% penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit yang sering dijumpai di rongga mulut sehingga menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut (Tampubolon, 2005). Karies gigi terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora oral terdiri dari beragam populasi mikroba di antaranya bakteri, jamur, mikoplasma, protozoa, dan virus yang ditemukan dari waktu ke waktu. Bakteri merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai dengan 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Jumlah Orang Dengan Lupus ( Odapus) yang berkunjung ke YLI

Lebih terperinci