LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN. Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN. Oleh"

Transkripsi

1 LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN Oleh Agus Prihartono P.S. Rani Sri Agustina *) Abstrak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk lembaga khusus penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan bernama Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). LAPS yang dibentuk oleh OJK dan Kementerian Perdagangan ini merupakan bentuk fasilitas dan pelayanan terhadap konsumen yang memerlukan mekanisme layanan pengaduan dan penyelesaian sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien. salah satunya yaitu Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Pendirian LAPSPI tidak terlepas dari kenyataan bahwa dalam penyelesaian pengaduan Konsumen oleh Lembaga Perbankan seringkali tidak tercapai kesepakatan antara Konsumen dengan Lembaga Perbankan. Mekanisme penyelesaian sengketa di LAPSPI dilakukan secara mediasi, ajudikasi, maupun arbitrase. Kata Kunci : Perbankan, Sengketa A. PENDAHULUAN Mengamati kegiatan bisnis perbankan yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/ difference) antar pihak yang terlibat. Hubungan hukum nasabah dengan bank yang berkaitan dengan perjanjian kedua pihak merupakan masalah keperdataan yang berpotensi menimbulkan sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi. Sengketa keperdataan antara bank nasabah timbul dari transaksi keuangan yang dilakukan oleh kedua pihak. Secara umum sengketa keperdataan ialah sengketa yang terjadi dalam wilayah hukum kebendaan dan perorangan yang disebabkan oleh salah satu pihak melanggar asas kepentingan publik. Sengketa ini biasanya muncul akibat tidak terpenuhinya asas-asas hukum perikatan. Selama ini jika timbul sengketa perdata maka penyelesaiannya dilakukan melalui proses hukum perdata materiil melalui tuntutan hukum oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan ke lembaga yang berwenang yaitu pengadilan. Pada hakikatnya, sengketa ini dapat muncul karena adanya suatu masalah. Masalah ini sendiri terjadi karena adanya suatu kesenjangan antara das sollen dan das sein, atau dapat pula terjadi karena adanya perbedaan antara hal yang diinginkan dengan hal yang terjadi. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan, frekuensi terjadi sengketa makin tinggi, hal ini berarti sangat mungkin makin banyak sengketa yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengketa bisnis pada era globalisasi dengan ciri moving *) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Tirtayasa Serang Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 15

2 quickly, menuntut cara-cara yang informal procedur and be put in motion quickly. 1 Praktek perbankan selama ini dalam menyelesaikan sengketa belum banyak mempergunakan proses nonlitigasi. Hal ini dapat dilihat dari perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah yang tidak mencantumkan klasul seperti arbitrase, mediasi, dan sebagainya seperti yang dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam keadaan demikian, penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama selain itu juga posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain). Menurut penulis penyelesaian sengketa melalui pengadilan seharusnya semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain dinilai tidak membuahkan hasil. OJK sebagai lembaga otoritas tertinggi di lembaga keuangan termasuk perbankan, menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan; dan Surat Edaran OJK No 2/SOJK.07/2014 Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Jasa Keuangan, untuk selanjutnya disebut peraturan OJK. Walaupun demikian, peraturan OJK tidak mencabut keberlakuan peraturan BI selama ketentuan-ketentuan dalam peraturan 1 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hlm BI tidak bertentangan dengan peraturan OJK. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk lembaga khusus penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan bernama Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). LAPS yang dibentuk oleh OJK dan Kementerian Perdagangan ini merupakan bentuk fasilitas dan pelayanan terhadap konsumen yang memerlukan mekanisme layanan pengaduan dan penyelesaian sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien. Saat ini, sudah ada 7 LAPS. Namun yang beroperasi baru ada 6, yaitu Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan Arbitrase Ventura Indonesia (BAVI). Khusus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), memiliki 143 anggota yang terdiri dari 18 Bank Umum baik konvensional maupun syariah sebanyak 118 bank, dan 25 perwakilan Bank Perkreditan Rakyat/Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR/BPRS) yang terdaftar pada dan memiliki izin usaha perbankan dari instansi yang berwenang. Perwakilan BPR/BPRS tersebut terdiri dari, 1 Dewan Perwakilan Pusat dan 14 Dewan Perwakilan Daerah Seluruh Indonesia. Sesuai dengan Anggaran Lembaga, maka setiap Lembaga Jasa Keuangan di sektor Perbankan yang memiliki ijin usaha Perbankan, secara otomatis menjadi anggota Perkumpulan dan akan dicatat dalam Daftar Anggota. Dibentuknya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa oleh OJK Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 16

3 merupakan prestasi yang patut diapresiasi. Mengingat Bank Indonesia sebagaimana diamatkan oleh API tidak berhasil membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Perbankan. Diharapkan dengan adanya LAPSPI menjadi wadah untuk memaksimalkan penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa B. PEMBAHASAN 1. Tinjauan Umum Alternatif Lembaga Penyelesaian Sengketa Hubungan bisnis atau usaha tidak akan terlepas dari suatu konflik atau sengketa. Secara konseptual istilah konflik atau sengketa tidaklah berbeda. Kedua istilah tersebut dapat dideskripsikan sebagai situasi dan kondisi dimana orang-orang sedang mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan-perselisihan yang ada pada persepsi mereka (para pihak) saja. 2 Menurut Rahmadi Usman, sengketa adalah pertentangan antara kedua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya 3. Melalui proses non litigasi atau di luar pengadilan, para pihak dapat menghasilkan kesepakatan yang bersifat win-win solution, kerahasiaan para pihak yang bersengketa dapat terjaga berbeda dengan proses persidangan karena keputusan hakim dapat dipublikasikan, prosesnya lebih cepat karena tidak ada hal-hal prosedural 2 Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm. 1 3 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013, hlm. 3. dan administratif yang harus dipenuhi, dan dapat menjaga hubungan baik para pihaknya. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dinamakan juga dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution selanjutnya disebut ADR. Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Bentuk penyelesaian sengketa yang bersifat non litigasi (Alternative Dispute Resolution/ADR) saat ini mulai dikembangkan sebagai bentuk alternatif yang lebih dianjurkan bagi mereka yang sedang terlibat sengketa. Mengapa demikian? Berdasarkan beberapa asumsi, proses litigasi memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, sebagaimana dikemukakan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan menyebutkan beberapa kelemahan dari proses litigasi antara lain: 1. Penyelesaian sengketa lambat; 2. Biaya perkara mahal; 3. Peradilan tidak tanggap (unresponsive): 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah; 5. Putusan pengadilan membingungkan; 6. Putusan pengadilan tidak memberi kepastian hukum; Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 17

4 7. Kemampuan para hakim bercorak generalis. 4 Pengembangan ADR dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai berikut: 1. Mengurangi kemacetan di pengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke Pengadilan menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan, sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan; 2. Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa; 3. Memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan; 4. Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan dan memuaskan semua pihak. 5 Adapun bentuk-bentuk ADR, yaitu: 6 1. The Binding Adjudicative Procedure, dimana prosedur ini mengikat karena prosedur ini biasanya menghasilkan keputusan yang mengikat tentang hak-hak dari pihak yang diputuskan oleh pihak ketiga yang netral. Jenis-jenis ADR dalam bentuk tersebut adalah: a. Arbitrase: penyelesaian sengketa (umumnya dagang) melalui proses tersebut ditentukan oleh pihak yang berperkara. 4 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan ke lima, Jakarta : Sinar Grafika,2007, hlm.: William Ury.J.M Brett dan S.B. Golderg, Getting Disputes Resolved sebagaimana dikutip Susanti Adi Nugroho, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, 2009, hlm. 7 6 Ibid, hlm. 12. b. Med-Arb (Mediation-Arbitration): penyelesaian sengketa dimulai dari proses mediasi oleh mediator yang netral dan apabila kemudian ternyata terdapat halhal teknis yang tidak dapat tercapai keputusan bersama para pihak, maka sengketa tersebut dapat dilanjutkan melalui proses arbitrase. c. Hakim Parkulir: pemeriksaan isu tertentu atau keseluruhan di depan hakim partikulir, wasit melalui penunjukan atau persetujuan para pihak. 2. The Non Binding Adjudicative Procedures, Prosedur ini tidak mengikat dan murni berupa pemberian nasehat. Prosedur ini tergantung sepenuhnya kepada kerelaan para pihak dan sering kali dilakukan oleh bantuan pihak ketiga yang bersifat netral (tidak memihak). Jenis ADR dalam bentuk ini, yaitu: a. Konsiliasi: dimana konsiliator bertindak sebagi penengah dengan kesepakatan para pihak dan mengusahakan solusi yang dapat diterima para pihak. Misalnya pada sengketa anakanak, sengketa kecil antar tetangga dan lain sebagainya. b. Mediasi: Mediator sebagai pihak yang membantu para pihak mencapai penyelesaian atas dasar kesepakatan atau pemahaman atau pengertian akan perbedaan pendapat para pihak. 2. Peran LAPSPI dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Pendirian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengeta Perbankan Indonesia (LAPSPI) tidak terlepas dari kenyataan bahwa dalam penyelesaian pengaduan Konsumen oleh Lembaga Perbankan seringkali tidak tercapai Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 18

5 kesepakatan antara Konsumen dengan Lembaga Perbankan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan yang ditangani oleh orangorang yang memahami dunia perbankan dan mampu menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien. 7 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) berhasil dibentuk berdasarkan Nota Kesepakatan Bersama tertanggal 5 Mei 2015 untuk membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dibentuk oleh bank-bank Yang dikoordinasikan oleh asosiasi di sektor perbankan yaitu Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Asosiasi Bank Internasional (Asbi). 8 LAPSPI memberikan jasa penyelesaian sengketa melalui mekanisme penyelesaian di sengketa luar pengadilan (out-of-court dispute settlement), yang meliputi Mediasi, Ajudikasi dan Arbitrase. Penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan oleh LAPSPI harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Merupakan sengketa perdata yang timbul di antara para pihak di bidang atau terkait dengan perbankan b. Terdapat kesepahaman di antara para pihak yang bersengketa bahwa sengketa akan diselesaikan melalui LAPSPI 7 diakses pada tanggal 2 April Ibid c. Ada permohonan tertulis (pendaftaran perkara) dari pihak-pihak yang bersengketa kepada LAPSPI d. Bukan merupakan sengketa perkara dalam ruang lingkup hukum pidana dan atau hukum administratif. Penyelesaian sengketa di LAPSPI diatur dalam Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 7/LAPSPI-PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur mediasi, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 8/LAPSPI-PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur Ajudikasi, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 9/LAPSPI-PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur Arbitrase, dan Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 10/LAPSPI-PER/2015 Tentang Kode Etik Mediator/Ajudikator/Arbiter. Ruang lingkup penyelesaian sengketa di LAPSPI meliputi : 9 1. Mediasi Perjanjian Mediasi dapat dibuat dengan cara sebagai berikut : a. Sebelum terjadinya sengketa; yang tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dari perjanjian pokok antara Bank dengan nasabah b. Setelah terjadinya sengketa : - Dibuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh Para Pihak; - Dalam bentuk pernyataan Para Pihak di hadapan persidangan Arbitrase LAPSPI. Dalam hal pengajuan Mediasi dibuat dalam bentuk pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir b 9 Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 19

6 di atas, maka perjanjian tersebut cukup dibuktikan dengan Berita Acara Persidangan Arbitrase LAPSPI. Perjanjian Mediasi memuat pernyataan bahwa Para Pihak bersedia untuk terikat, tunduk dan melaksanakan setiap dan semua kesepakatan yang mungkin dicapai dalam Mediasi LAPSPI, serta menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam Mediasi. LAPSPI, atas permintaan salah satu Pihak, dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Mediasi. Perundingan Mediasi dalam LAPSPI dimulai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal menerima surat keputusan pengangkatan Mediator, dan berlangsung paling lama 30 (tigapuluh) hari. Atas kesepakatan Para Pihak dan Mediator perundingan Mediasi dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari lagi. Proses mediasi dilaksanakan secara efisien dan sungguh-sungguh sehingga Para Pihak dapat mencapai Kesepakatan Perdamaian. Mediator harus mengambil inisiatif untuk memulai pertemuan, mengusulkan jadwal dan agenda pertemuan kepada Para Pihak untuk dibahas dan disepakati. Disamping itu Mediator harus mendorong Para Pihak untuk secara langsung terlibat dan berperan aktif dalam: a. Proses Mediasi secara keseluruhan; b. Menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak; dan c. Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak. Apabila menganggap perlu, Mediator dapat melakukan Kaukus dengan persetujuan terlebih dahulu Para Pihak, dan dengan persetujuan dan biaya Para Pihak, Mediator dapat mengundang 1 (satu) atau lebih ahli dalam bidang tertentu dan/atau pihak ketiga lainnya untuk memberikan keterangan. Para Pihak harus menghadiri pertemuan perundingan yang diselenggarakan oleh Mediator dan tidak boleh diwakilkan hanya oleh kuasa hukumnya. Jika dipandang perlu oleh Mediator untuk kelancaran proses perundingan, Mediator dapat membatasi kehadiran kuasa hukum Para Pihak. Dalam hal suatu Pihak merupakan badan hukum, maka harus diwakili oleh pengurusnya dan/atau pegawainya yang sah dan berwenang atau berdasarkan surat kuasa khusus, untuk: a. Mewakili badan hukum; b. Mengambil keputusan untuk dan atas nama badan hukum; dan c. Membuat perdamaian untuk dan atas nama badan hukum. Acara perundingan, Kaukus dan mendengar keterangan ahli/pihak ketiga dilakukan dalam bentuk pertemuan tatap muka langsung atau dapat melalui sarana teknologi informasi (seperti telepon, telekonferensi dan/ atau videokonferensi). Selama belum tercapai Kesepakatan Perdamaian, salah satu Pihak dapat menyatakan mundur dari proses Mediasi kepada Mediator, dengan tembusan Pihak lain dan Pengurus, jika terdapat alasan dan bukti yang kuat bahwa Pihak lain menunjukkan itikad tidak baik dalam menjalani proses Mediasi. Dalam proses mediasi ada 2 kemungkinan, yakni berhasil atau gagal. Mediasi dikatakan berhasil apabila proses Mediasi berujung kepada ditandatanganinya Kesepakatan Perdamaian di antara para pihak. Apabila para pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian tersebut memiliki kekuatan eksekutorial, maka Kesepakatan Perdamaian tersebut dapat dituangkan ke dalam Akta Perdamaian (Acta Van Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 20

7 Dading) oleh Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal apabila Mediasi tersebut dilaksanakan dalam kerangka proses Arbitrase. Akta Perdamaian tersebut memiliki kekuatan hukum sebagaimana layaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun apabila proses Mediasi berlangsung di luar proses Arbitrase dan para pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian tersebut memiliki kekuatan eksekutorial (lebih dari sekedar kekuatan suatu perjanjian), maka salah satu pihak dapat mengajukan permohonan Arbitrase kepada LAPSPI yang di dalam petitumnya meminta kepada Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal untuk menghukum para pihak menaati kesepakatan perdamaian yang telah dibuat oleh para pihak. Selanjutnya Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal akan menjatuhkan putusan dengan amar sebagaimana yang dituntut oleh pemohon, sehingga perdamaian tersebut memiliki kekuatan eksekutorial karena tertuang dalam putusan Arbitrase. Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian, maka Kesepakatan Perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. Mediasi dikatakan gagal apabila perundingan mengalami jalan buntu (deadlock) dan para pihak tidak mau melanjutkannya. Apabila kegagalan ini terjadi, maka proses penyelesaian diserahkan kembali kepada masingmasing pihak, apakah selanjutnya akan memilih jalur Arbitrase atau Pengadilan. Apabila Mediasi tersebut diselenggarakan dalam kerangka proses Arbitrase, maka Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal melanjutkan kembali persidangan Arbitrase. Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Kesepakatan Perdamaian dalam jangka waktu yang disepakati dalam kesepakatan tersebut, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan kepada LAPSPI. Setelah menerima tembusan surat tersebut maka Pengurus LAPSPI akan menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Pihak lain dan kepada Asosiasi Perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan. Apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat teguran masih juga diingkari, maka Pengurus dan/atau Pihak lain menyampaikan kembali teguran tertulis kedua kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Asosiasi Perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan. Pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian berhak melakukan upaya hukum terhadap Pihak yang ingkar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Ajudikasi Ajudikasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar Arbitrase dan Peradilan umum yang dilakukan oleh Ajudikator untuk menghasilkan suatu putusan yang dapat diterima oleh Pemohon sehingga dengan penerimaan tersebut maka putusan tersebut mengikat Pihak Termohon. Ajudikator adalah seorang atau lebih yang ditunjuk menurut Peraturan dan Prosedur Ajudikasi LAPSPI untuk memeriksa perkara dan memberikan putusan Ajudikasi mengenai sengketa tertentu yang diajukan penyelesaiannya kepada Ajudikasi LAPSPI. Dalam pembahasan mengenai Alternative Dispute Resolution (ADR), yang termasuk dalam mekanisme Ajudikasi adalah Pengadilan dan Arbitrase, karena disana ada putusan yang dijatuhkan oleh Otoritas yang berwenang (Hakim/Arbiter) dan putusannya bersifat mengikat. Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 21

8 Sedangkan yang termasuk dalam mekanisme Non-Adjudikasi adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi dan sebagainya, yang di sana tidak ada suatu putusan (melainkan suatu kesepakatan damai yang dibuat secara sukarela oleh para pihak). Perkembangannya Ajudikasi dipergunakan untuk mekanisme ADR yang karakteristiknya mirip dengan Arbitrase. Dapat dikatakan bahwa Ajudikasi adalah mekanisme Arbitrase yang disederhanakan dan kemudian dicustomised sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelesaian sengketa yang ritel dan kecil (retail & small claim), karena sengketa ritel dan kecil tersebut akan sangat tidak efisien jika diselesaikan melalui Arbitrase. PERJANJIAN AJUDIKASI a. Syarat terpenting untuk dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada Ajudikasi LAPSPI adalah adanya suatu Perjanjian Ajudikasi antara para pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan Perjanjian Ajudikasi adalah kesepakatan tertulis para pihak bahwa persengketaan di antara para pihak akan diselesaikan melalui Ajudikasi LAPSPI. b. Perjanjian Ajudikasi dibuat oleh Para Pihak hanya setelah upaya penyelesaian sengketa melalui Mediasi tidak mencapai Kesepakatan Perdamaian. c. Perjanjian Ajudikasi dibuat oleh Para Pihak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah Mediator menghentikan proses Mediasi. Apabila Para Pihak belum membuat Perjanjian Ajudikasi hingga melewati batas waktu tersebut, maka persengketaan Para Pihak tersebut sudah tidak dapat lagi diajukan penyelesaiannya kepada Ajudikasi LAPSPI. d. LAPSPI atas permintaan salah satu Pihak dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Ajudikasi. e. Setelah menandatangani Perjanjian Ajudikasi, maka : - Pemohon terikat dengan Peraturan Dan Prosedur Ajudikasi LAPSPI - Termohon terikat Peraturan Dan Prosedur ini dan Putusan Ajudikasi yang akan diputuskan nanti walaupun Termohon tidak datang atau tidak berpartisipasi dalam proses Ajudikasi. - Pihak yang akan menjadi Pemohon dalam proses Ajudikasi harus segera mengajukan Permohonan Ajudikasi kepada LAPSPI dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah ditandatanganinya Perjanjian Ajudikasi. Penunjukan ajudikator, Berbeda dengan pada Arbitrase LAPSPI yang memungkinkan menunjuk orang di luar yang tercatat dalam Daftar Arbiter Tetap LAPSPI sebagai Arbiter dalam suatu perkara (arbiter ad hoc), sedangkan dalam Ajudikasi LAPSPI Pengurus hanya menunjuk Ajudikator yang tercantum dalam Daftar Ajudikator Tetap LAPSPI saja. 3. Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata bidang perbankan dan yang terkait bidang perbankan di luar peradilan umum, yang diselenggarakan LAPSPI dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur Arbitrase LAPSPI. Arbiter adalah seorang atau lebih yang merupakan Arbiter Tetap LAPSPI atau Arbiter Tidak Tetap LAPSPI yang Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 22

9 ditunjuk menurut Peraturan dan Prosedur LAPSPI sebagai Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase untuk memeriksa perkara dan memberikan Putusan Arbitrase mengenai sengketa tertentu yang diajukan penyelesaiannya kepada Arbitrase LAPSPI. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa Arbitrase LAPSPI pada hakekatnya mirip dengan Pengadilan. Sedangkan Arbiter dalam proses Arbitrase adalah mirip hakim pada proses litigasi. Yang membedakannya adalah sebagai berikut : a. Arbitrase merupakan pilihan dan kesepakatan para pihak yang bersengketa; b. Proses Arbitrase baru dapat dilaksanakan setelah ada permohonan dari pihak yang bersengketa kepada LAPSPI; c. Para pihak berhak menentukan apakah Arbiter akan berjumlah satu (Arbiter Tunggal) atau lebih (Majelis Arbitrase); d. Para pihak bebas menentukan tempat Arbitrase; e. Para pihak berhak memilih Arbiter, yang dipilih berdasarkan keahliannya f. Persidangan Arbitrase berlangsung tertutup untuk umum; g. Putusan Arbitrase tidak mengenal preseden atau yurisprudensi; h. Arbiter dapat mengambil keputusan atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono), tidak sematamata atas dasar ketentuan hukum; i. Putusan Arbitrase tidak dapat diajukan banding; j. Putusan Arbitrase tidak terbatasi oleh batas yurisdiksi negara. k. Kelebihan Arbitrase adalah murah, efisien dan cepat. Syarat terpenting untuk dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase LAPSPI adalah adanya Perjanjian Arbitrase antara para pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan Perjanjian Arbitrase adalah kesepakatan tertulis para pihak bahwa persengketaan di antara para pihak akan diselesaikan melalui Arbitrase LAPSPI. Perjanjian Arbitrase dapat dituangkan ke dalam bentuk : a. Salah satu pasal di dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa (Klausula Arbitrase); atau b. Perjanjian tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Para pihak yang telah terikat dengan Perjanjian Arbitrase tidak mempunyai hak untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke Pengadilan Negeri, dan dalam hal ini pun Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan Perjanjian Arbitrase. Dalam hal penunjukan arbiter, Arbiter adalah orang perorangan yang karena kompetensi dan integritasnya dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memeriksa dan memberikan putusan atas sengketa yang bersangkutan. Para pihak berhak menunjuk Arbiter, dan Arbiter pun berhak untuk menerima atau menolak penunjukan tersebut. Dalam proses Arbitrase LAPSPI, para pihak harus menyepakati terlebih dahulu bentuk Arbitrase, apakah akan berbentuk Arbiter Tunggal atau berbentuk Majelis Arbiter (berjumlah 3 orang Arbiter atau lebih, dan harus berjumlah ganjil). Peraturan LAPSPI memiliki banyak kelebihan karena mengatur secara mendetail misalnya mengenai biaya layanan penyelesaian sengketa baik mediasi, ajudikasi maupun arbitrase, seperti biaya pendaftaran; biaya sengketa; dan biaya mediator/ajudikator/ arbiter, hal ini tentunya sangat Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 23

10 membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketanya, karena para pihak dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi saat proses mediasi/ ajudikasi/arbitrase berlangsung. Selain itu, Peraturan LAPSPI juga mengatur secara mendetail mengenai benturan kepentingan. Benturan kepentingan yang dimaksud adalah adanya hubungan kekerabatan antara mediator/ ajudikator/arbiter dengan salah satu pihak. Sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa, LAPSPI menjamin dan menjunjung tinggi integritas, kemandirian dan imparsialitas para Mediator/ Ajudikator/Arbiternya, sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Mediator/Arbiter LAPSPI. Seorang Mediator/Ajudikator/Arbiter LAPSPI tidak diperkenankan untuk menangani sengketa apabila yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan kasus yang ditangani atau dengan salah satu pihak yang bersengketa atau kuasa hukumnya. Jika diketahui ternyata terdapat benturan kepentingan antara Mediator/Ajudikator/Arbiter dengan para pihak, maka Mediator/Ajudikator/Arbiter yang bersangkutan harus diganti dengan yang lain yang tidak memiliki benturan kepentingan. 10 Peraturan LAPSPI juga mengatur secara khusus mengenai mediasi/ ajudikasi/arbitrase untuk Nasabah Basic Saving Accounts dan nasabah UMKM. Nasabah bank Saving Accounts adalah tabungan yang dimiliki oleh nasabah yang hanya mempunyai jumlah saldo kecil dan tertentu sebagaimana diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan maupun Bank Indonesia. 10 Ibid Dengan segala kelebihan dari LAPSPI yang memudahkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan, satu hal yang menjadi catatan dari penulis adalah jumlah mediator dan ajudikator yang masih sedikit, mengingat untuk mediasi dan ajudikasi, tidak dibentuk secara ad-hok tetapi menggunakan mediator dan ajudikator yang terdapat di dalam LAPSPI, sedangkan untuk arbitrase dapat memilih arbiter diluar yang sudah disiapkan LAPSPI. Jumlah mediator hanya 2 (dua) orang dan judikator merangkap arbiter berjumlah 6 (enam orang). Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan tidak optimalnya LAPSPI menyelesaikan sengketa antara nasabah dan bank, mengingat semakin hari semakin tinggi intensitas kegiatan perbankan yang memungkinkan timbulnya sengketa. Karena berdirinya LAPSPI masih baru yaitu pada Januari 2016, kita mengharapkan LAPSPI berjalan dengan efektif dan dapat lebih memberikan perlindungan hukum bagi nasabah yang memilih LAPSPI sebagai lembaga penyelesaian sengketa di bidang perbankan C. PENUTUP Sengketa yang dapat diselesaikan melalui LAPSPI haruslah berupa sengketa perdata yang timbul di antara para pihak terkait dengan perbankan yang sebelumnya sudah diselesaikan pada LJK (Lembaga Jasa Keuangan) yang bersangkutan berdasarkan POJK No. 1/2013 yang mewajibkan setiap bank untuk memiliki unit yang dibentuk secara khusus di setiap kantor bank untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh konsumen tanpa dipungut bayaran. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa perbankan melalui LAPSPI ialah berupa Mediasi, Ajudikasi, dan Arbitrase. Mediasi adalah cara penyelesaian Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 24

11 sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan perdamaian dengan dibantu oleh mediator. Ajudikasi adalah cara penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh ajudikator untuk menghasilkan suatu putusan yang dapat diterima oleh pemohon sehingga dengan penerimaan tersebut maka putusan tersebut mengikat pihak termohon. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata bidang perbankan dan yang terkait bidang perbankan di luar peradilan umum, yang diselenggarakan oleh LAPSPI dengan menggunakan peraturan dan prosedur LAPSPI. D. DAFTAR PUSTAKA M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, , Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan ke lima, Jakarta : Sinar Grafika,2007. Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, Sumber lain : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 7/LAPSPI-PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur mediasi Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 8/LAPSPI- PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur Ajudikasi Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 9/LAPSPI- PER/2015 Tentang Peraturan dan Prosedur Arbitrase Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No 10/LAPSPI- PER/2015 Tentang Kode Etik Mediator/Ajudikator/Arbiter. pada tanggal 2 April Susanti Adi Nugroho, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta : Rajawali Pers, Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 25

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

Lebih terperinci

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. FUNGSI DAN PROSEDUR KERJA LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN 1 Oleh : Putri Ayu Lestari Kosasih 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan aturan hukum beserta

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di bidang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-03/BANI/09/2016

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5499 KEUANGAN. OJK. Sengketa. Penyelesaian. Alternatif. Lembaga. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 12) PENJELASAN PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI MEDIASI MENURUT UU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN 1 Oleh: Adistya Dinna 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2014 KEUANGAN. OJK. Sengketa. Penyelesaian. Alternatif. Lembaga. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah seorang Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindun

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah seorang Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindun Yth. 1. Pengurus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di sektor jasa keuangan; dan 2. Pengurus Asosiasi di sektor jasa keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /SEOJK.07/2016

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA. 3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA. 3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA 3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa 3.1.1 Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

BAKTI. Institusi. Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi

BAKTI. Institusi. Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi BAKTI Institusi Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi D a f t a r I s i I. Kata Pengatar II. Pendahuluan III. Ketentuan dan Kewenangan IV. Penyelesaian Perselisihan V. Prosedur Penyelesaian

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan antara Para

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN FQ TS PERTURN OJK TENTNG LEMBG LTERNTIF PENYELESIN SENGKET (LPS) DI SEKTOR JS KEUNGN NO. Q & 1. Q pakah yang dimaksud dengan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan? OJK menetapkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAWASAN BADAN PENGAWAS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN Indonesia ( L A P S P I ) TAHUN 2017

LAPORAN PENGAWASAN BADAN PENGAWAS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN Indonesia ( L A P S P I ) TAHUN 2017 LAPORAN PENGAWASAN BADAN PENGAWAS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN Indonesia ( L A P S P I ) TAHUN 2017 Yang terhormat para anggota Direksi Bank Anggota LAPSPI atau Kuasanya. Pertama-tama,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

Sengketa Retail & Kecil

Sengketa Retail & Kecil Layanan Penyelesaian Sengketa Di BAPMI untuk Sengketa Retail & Kecil disampaikan oleh: Tri Legono Yanuarachmadi, S.H. Direktur Eksekutif BAPMI Edukasi Wartawan Pasar Modal - Jakarta Kamis, 26 Nopember

Lebih terperinci

MEDIASI PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

MEDIASI PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 101 MEDIASI PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Amaliyah Program Studi Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Email: amaliyah_recht26@gmail.com Abstrak: Mediasi perbankan adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011 ENVIRONEMNTAL DISPUTE RESOLUTION Wiwiek iek Awiati SISTEMATIKAN PEMBAHASAN Environmental Dispute Resolution (EDR) secara umum Environmental Dispute Resolution (EDR) dalam sengketa Lingkungan Hak Gugat

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /SEOJK.07/2016 TENTANG MONITORING LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /SEOJK.07/2016 TENTANG MONITORING LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /SEOJK.07/2016 TENTANG MONITORING LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN -1- PEMBOBOTAN DAN SKALA PENILAIAN PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir SH, MH. Oleh: Kelompok 9 Isti anatul Hidayah (15053012)

Lebih terperinci

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BAB I ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/ MEDIATOR BAPMI Pasal 1 Etika Perilaku terhadap Lembaga dan Profesi

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA No. 8/14/DPNP Jakarta, 1 Juni 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA Perihal: Mediasi Perbankan ----------------------- Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS M Shidqon Prabowo Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim shidqonhamzah@yahoo.com ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

PUSAT MEDIASI NASIONAL

PUSAT MEDIASI NASIONAL PUSAT MEDIASI NASIONAL The Indonesian Mediation Center KODE ETIK MEDIATOR THE RIGHT SOLUTION FOR DISPUTE RESOLUTION www.pmn.or.id KODE ETIK MEDIATOR BAB I. KETENTUAN UMUM... 3 BAB II. KETIDAKBERPIHAKAN...3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA

PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA Abstrak Sengketa bisnis memerlukan penyelesaian secara cepat dan sederhana sehingga biaya perkara relatif lebih sedikit dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/03.2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 TENTANG LAYANAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI LIMBOTO

TINJAUAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI LIMBOTO TINJAUAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI LIMBOTO Rahmi Manassar 1, Wenny A. Dungga, S.H, M.H 2, Suwitno Y. Imran, S.H, M.H 3 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci