BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Mediasi di luar pengadilan biasa digunakan oleh masyarakat sehari-hari dimana pihak ketiganya adalah pemimpin agaman, tetua adat maupun tokok-tokoh yang lainnya. Mediasi sangat sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan hubungan silaturahmi antar keluarga daripada keuntungan sesaat yang hanya menimbulkan benci dan dendam. Bahwa keberadaan mediasi ini sangatlah penting melihat banyaknya perkara yang masuk ke pengadilan. Proses litigasi mempunyai formalitas yang ketat karena prosesnya sudah diatur dalam undang-undang yang bertujuan memberikan kepastian hukum sehingga prosesnya lebih lambat dan memakan biaya perkara yang lebih mahal. Pelaksanaan mediasi dilakukan dengan dua cara yaitu mediasi di luar pengadilan dan mediasi di pengadilan. Mediasi di luar pengadilan dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menghadirkan pihak ketiga dalam penyelesaiannya yang dimana nantinya keputusan yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Bahwa mediasi ini sangat sesuai dengan budaya Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat, dimana mediator pada waktu dulu adalah ketua adat, tokoh masyarakat yang berpengalaman dan bijak dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi. 55

2 Bahwa mediasi di luar pengadilan memiliki beberapa lembaga mediasi seperti Pusat Mediasi Nasional (PMN) yaitu badan penyelesaian alternatif masalah yang dibuat untuk menyelesaiakan masalah bisnis dan ekonomi. Lembaga ini mengembangkan tentang mediasi dalam masyarakat dan pemerintah. PMN ini juga melakukan pelatihan mediasi guna menghasilkan mediator yang kompeten. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat yang akan menyelesaikan sengketa mereka dengan jalur mediasi. Indonesian Institute for Conflict Transformation (IITC) merupakan lembaga yang memfokuskan kegiatannya pada mediasi. IITC didirikan di Jakarta pada tanggal 11 April Lembaga ini bergerak dalam bidang transformasi dan manajemen konflik. IITC didirikan atas dasar pemikiran bahwa konflik sebagai gejala sosial tidak seluruhnya buruk, dan baru menjadi buruk bila konflik menimbulkan tindakan negatif. Dalam masyarakat Indonesia yang tengah berada dalam masa transisi memerlukan pengelolaan konflik secara serius, agar tidak melahirkan kekerasan, tetapi justru melahirkan perubahan. Penyelesaian konflik atau sengketa efektif semakin diperlukan sekarang ini menuju kea rah kemajuan, demokratis dan keadilan. 40 Lembaga mediasi pada bank Indonesia, mediasi perbankan adalah mediasi yang diselenggarakan oleh lembaga mediasi independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Kehadiran mediasi perbankan merupakan suatu kebutuhan mendesak mengingat sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak terpenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank, semakin hari semakin meningkat Syahrizal Abbas, Op.Cit., hal Ibid, hal

3 Mediasi di pengadilan dilatar belakangi dengan penumpukan perkara di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sehingga menjadi faktor utama bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan peraturan tentang perdamaian di lingkungan peradilan dan dimana dipandang juga bahwa perlunya perluasan mengenai ruang lingkup tentang perdamaian dalam pasal 130 HIR/154 Rbg dengan kehadiran pihak ketiga yang memiliki kemampuan khusus dalam proses penyelesaian sengketa. Adapun untuk mengisi kekosongan hukum maka dikeluarkanlah produk hukum yaitu SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai. Pada kenyataannya SEMA No. 1 Tahun 2002 ini hanya berisi himbauan atau petunjuk saja, sehingga dalam pelaksanaannya belum mampu memberikan solusi yang memuaskan. Sehingga pada tahun 2003 dikeluarkanlah PERMA No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun, keberadaan Perma ini masih dianggap kurang maksimal sehingga dikeluarkanlah Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kemudian pada tahun 2016 Perma ini disempurnakan lagi dengan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penerbitan SEMA dan PERMA tentang hukum acara mediasi bertujuan untuk mengoptimalkan sistem penyelesaian sengketa secara damai, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi upaya optimalisasi lembaga perdamaian di pengadilan antara lain : Untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan dan Mahkamah Agung; 42 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal

4 2. Untuk lebih memberikan akses keadilan bagi para pihak dengan proses yang cepat sederhana dan biaya murah; 3. Untuk memberikan penyelesaian yang benar-benar tuntas dalam arti tidak hanya tuntas secara hukum, namun juga bisa tuntas secara moral dan sosial; 4. Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak atas kesepakatan damai yang telah dilakukan. Pemberlakuan mediasi ini diharapkan memberikan akses bagi para pihak dalam memperoleh keadilan. Tidak hanya prosesnya yang lebih cepat dan murah tetapi juga memberikan keuntungan bagi para pihak yang dimana mereka dapat menerima hasil akhir yang mencerminkan kesepakatan bersama. Diberlakukannya mediasi di pengadilan ini juga dapat mengubah cara pandang masyarakat bahwa pengadilan tidak hanya memutus melainkan juga mendamaikan yang dimana prosedurnya diatur dengan produk hukum yang dikeluarkan Mahkamah Agung yang terbaru yaitu Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Keberadaan PERMA ini diharapkan dapat menyempurnakan aturan yang sebelumnya yang dimana masih terdapat beberapa kelemahan, sehingga dengan hadirnya Perma ini dapat meningkatkan efektivitas lembaga perdamaian dalam menyelesaikan berbagai perkara perdata. Perma tentang prosedur mediasi ini memberikan pengaturan yang lebih luas terkait dengan masalah perdamaian yang dimana dasar hukum Perma ini adalah Pasal 130 HIR/154 Rbg, oleh karena itu isi dari Perma ini tidak boleh bertentangan dengan isi dari Pasal 130 HIR/154 Rbg. Isi dari Perma ini merupakan penjabaran dari HIR dan Rbg. 58

5 Mediasi dalam konteks institusionalisasi di pengadilan merupakan negosiasi yang melibatkan pihak ketiga, yang unsur-unsurnya meliputi : Suatu proses penyelesaian sengketa melalui perundingan atau perdamaian diantara pihak yang bersengketa; 2. Perundingan tersebut dilakukan pihak yang bersengketa, dengan dibantu pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak, yang disebut dengan mediator (penengah); 3. Mediator disini berfungsi membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh para pihak; 4. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa; 5. Perundingan dimaksud bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang dapat diterima dan menguntungkan para pihak yang bersengketa guna mengakhiri persengketaan. Salah satu tujuan mediasi di pengadilan ini yaitu mengurangi penumpukan perkara. Jika proses perdamaian ini berhasil maka perkara yang harus diperiksa oleh hakim pun dapat berkurang dan para pihak yang bersengketa pun tidak perlu menempuh upaya hukum lagi karena keputusan yang dihasilkan adalah atas dasar kesepakatan mereka bersama. Mediasi ini harus diselesaikan secara kekeluargaan yaitu dengan musyawarah mufakat, dimana mediator berperan menyatukan perbedaan pendapat para pihak agar menghasilkan suatu keputusan. Jadi, mediasi 43 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal

6 ini tidak hanya memenuhi keadilan bagi para pihak tetapi dapat memberi keputusan yang memuaskan bagi mereka yang bersengketa. Mediasi sebagai salah satu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa baik di luar pengadilan maupun di pengadilan. Bahwa mediasi dianggap sebagai suatu konsep yang paling cocok dalam melaksanakan perdamaian. Bahwa sangat dirasakan keberadaan mediasi ini merupakan cara penyelesaian yang baik karena dalam hal ini keinginan para pihak terpenuhi, karena mereka sama-sama menang dalam hal ini. Sehingga semakin banyak perkara yang berhasil dengan mediasi semakin berkurang pula lah perkara yang harus ditangani pengadilan begitu pula upaya hukum banding, kasasi maupun upaya hukum lainnya. Ada beberapa perbedaan antara mediasi yang dilakukan di luar pengadilan dengan mediasi yang dilakukan dalam proses berperkara di pengadilan antara lain: Jika dalam proses mediasi di luar pengadilan, para pihak tidak terikat dengan aturan-aturan formil, maka dalam mediasi di pengadilan mediator dan para pihak harus tunduk pada hukum acara mediasi yang diatur dalam pasal 130 HIR/ 154 Rbg jo PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; 2. Mediasi di luar pengadilan (kecuali mengenai yang diatur dalam pasal 23 PERMA Mediasi) tidak memiliki kekuatan eksekutorial yang pelaksanaannya bisa dipaksakan melalui bantuan perangkat dan aparatur negara ketika kesepakatan damai itu tidak dilaksanakan secara sukarela, sedangkan pada proses mediasi di pengadilan hasil kesepakatan akan 44 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal

7 dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian yang memiliki kekuatan eksekutorial sebagaimana sebuah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, karena akta perdamaian mengandung irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 3. Pada proses mediasi di pengadilan, para pihak dapat memilih untuk menggunakan jasa seorang mediator dari kalangan hakim pengadilan, sehingga para pihak tidak dibebani untuk membayar jasa pelayanan mediator, sedangkan dalam proses mediasi di luar pengadilan para pihak yang menggunakan mediator professional akan dibebani untuk membayar biaya honorarium mediator. 4. Pada proses mediasi di pengadilan, jika proses mediasinya gagal, maka secara otomatis perkaranya akan dilanjutkan dengan proses persidangan, sedangkan pada proses mediasi di luar pengadilan, jika proses mediasinya gagal dan ingin melanjutkan pada proses litigasi, maka para pihak harus mengajukan gugatan terlebih dahulu di kepaniteraan pengadilan. Meskipun memiliki beberapa perbedaan, secara prinsip antara proses mediasi di luar pengadilan dan proses mediasi di dalam pengadilan memiliki beberapa bentuk kesamaan antara lain : Sama-sama menggunakan pendekatan win-win solution; 2. Sama-sama menggunakan peran pihak ketiga sebagai mediator yang sifatnya netral; 3. Butir-butir kesepakatan sama-sama ditentukan oleh para pihak sendiri; 4. Sama-sama tidak terikat dengan pembuktian. 45 Ibid, hal

8 B. Esensi Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan Bahwa tugas pokok hakim atau pengadilan adalah menerima, memeriksa, dan mengadili setiap perkara yang datang kepadanya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hakim bersifat pasif dalam menunggu setiap perkara yang datang kepadanya dimana hakim tidak aktif dalam mencari suatu perkara. Hakim tidak boleh menolak setiap perkara yang diajukan kepadanya, sebagaimana dalam pasal 22 AB dijelaskan bahwa : Hakim yang menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara, dengan dalih undang-undang tidak mengaturnya, terdapat kegelapan atau ketidaklengkapan dalam undang-undang, dapat dituntut karena menolak mengadili perkara. Dijelaskan lagi dalam pasal 16 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa : Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dalam hal penjatuhan putusan, hakim harus berusaha secara maksimal agar putusan yang dijatuhkannya itu dapat mengakhiri persengketaan kedua belah pihak secara baik dan benar sehingga dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Putusan hakim bersifat yang bersifat kalah menang memang membebani ataupun menyakiti salah satu pihak. Oleh karena itu, pada hari sidang pertama hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak dimana dalam hal ini 62

9 hakim bersifat aktif. Keberadaan mediasi di pengadilan adalah untuk membantu para pihak dalam menghadapi segala rintangan demi tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan yaitu melalui musyawarah demi tercapainya perdamaian sebagaimana yang dikehendaki para pihak. Bagir Manan mengemukakan, penegakan hukum sebagai bentuk konkrit penerapan hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, kepuasan hukum, manfaat hukum, atau keadilan hukum secara individu atau sosial. Tetapi karena penegakan hukum tidak mungkin terlepas dari aturan hukum, pelaku hukum, termasuk aparat hukum, lingkungan tempat Terjadinya proses penegakan hukum, maka tidak mungkin ada pemecahan persoalan penegakan hukum apabila hanya melihat pada proses penegakan hukum saja, apalagi lebih terbatas lagi pada penyelenggaraan peradilan. 46 Bahwa pemberdayaan mediasi di pengadilan tidak terlepas pada dasar negara kita, yaitu : Pancasila, khususnya sila keempat yang bunyinya Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. Sila keempat ini menghendaki bahwa upaya penyelesaian sengketa harus melalui musyawarah untuk mencapai mufakat yang didasarkan kekeluargaan. Bahwa proses perdamaian antara para pihak adalah untuk mencapai kesepakatan bersama. Mediasi yang merupakan pengembangan atas lembaga perdamaian yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg. Keberadaan mediasi dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan dimaksudkan untuk mengatasi penumpukan perkara, dimana diharapkan adanya instrumen yang efektif dalam meminimalisir setiap perkara yang diajukan ke pengadilan, termasuk juga penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Adapun alasan mediasi dikatakan lebih efektif karena prosesnya yang lebih cepat dan juga murah sehingga dapat memberikan akses kepada para pihak untuk memperoleh 46 Bagir Manan dalam buku I Made Sukadana, Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, ( Jakarta : Prestasi Pustaka,2012), hal

10 keadilan dan hasil yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi para pihak. Proses penyelesaian sengketa dengan mediasi memang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Terdapat berbagai keuntungan dalam penyelesaian perkara dengan mediasi ini diantaranya adalah bahwa sengketa itu diselesaikan sendiri oleh para pihak, dimana mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam proses penyelesaian ini. Mediator dalam hal ini hanya bertindak sebagai penengah dan tidak berwenang dalam pengambilan keputusan. Dalam mediasi ini tidak diperlukan pembuktian sehingga para pihak tidak saling menjatuhkan. Penyelesaian dengan mediasi ini bertujuan mendapatkan hasil yang sama-sama menang sehingga mencegah rasa benci dan dendam antara para pihak yang berperkara. Terkait hasil mediasi, hakim juga mempunyai peranan yang penting dimana para pihak yang telah mencapai kesepakatan selanjutnya meminta kepada hakim agar hasil tersebut dibuat dalam bentuk akta perdamaian yang mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Hasil putusan ini mempunyai kekuatan hukum final dan mengikat sehingga terhadap putusan ini tidak dapat dimintakan banding. 1. Ruang Lingkup Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan Pengembangan mediasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor budaya, karena mediasi merupakan bagian dari tradisi yang berkembang di masyarakat. Adanya Perma No. 1 Tahun 2016 yang merupakan revisi dari Perma No. 1 Tahun 2008 diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menghadapi berbagai perkara yang menumpuk di pengadilan, juga mengurangi penumpukan 64

11 perkara kasasi di Mahkamah Agung. Keberadaan mediasi dalam proses acara ke pengadilan diharapkan dapat memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa. Pemberlakuan PERMA No. 1 Tahun 2016 dimaksudkan untuk memaksimalkan proses penyelesaian sengketa dengan cara damai agar dapat dihasilkan putusan yang imbang bagi pihak-pihak yang bersengketa. Bahwa mediasi merupakan salah satu hal yang penting yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan perkara di pengadilan. Hakim wajib menunda persidangan untuk memberi waktu kepada mediator dalam melaksanakan mediasi dengan para pihak. Bahwa upaya mediasi harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, bukan hanya formalitas belaka. Motivasi dari mediasi ini adalah agar para pihak tidak melanjutkan perkaranya tersebut ke pengadilan, dimana dalam hal ini diharapkan proses mediasi itu berhasil. Mediasi adalah upaya para pihak untuk mencapai perdamaian demi terpenuhinya kepentingan hak-hak para pihak itu. Hakim juga dapat menjadi mediator dalam penyelesaian perkara dengan mediasi ini. Sifat mediasi di pengadilan adalah wajib karena proses mediasi harus terlebih dahulu dilakukan yaitu melalui perdamaian. Sebagaimana dalam pasal 4 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di pengadilan dijelaskan bahwa : Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak yang berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melaui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini. Dalam Pasal 130 HIR/ 150 Rbg sifat mediasi ini tidak memaksa, melainkan bersifat sukarela dan formalitas saja dimana pada prakteknya hakim 65

12 hanya sebatas menyuruh para pihak untuk melaksanakan perdamaian tanpa adanya keterlibatan hakim dalam pertemuan yang dilakukan antara para pihak. Dalam Perma hakim diwajibkan untuk memerintahkan para pihak menempuh proses mediasi. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi di pengadilan. Ada empat model mediasi, yaitu : 47 a. Model penyelesaian Biasanya mediator adalah orang yang ahli dalam bidang yang didiskusikan/dipersengketakan, tetapi tidak memiliki keahlian teknik mediasi atau teknik mediation skills. Yang diutamakan adalah keahlian pada bidang yang sedang disengketakan. Berfokus pada penyelesaian bukan pada kepentingan. Penyelesaiannya menjadi lebih cepat. Kelemahannya para pihak akan merasa tidak memiliki hasil kesepakatan tersebut. b. Model fasilitasi Yang diutamakan adalah teknik mediasi tanpa harus ahli pada bidang yang sedang disengketakan. 47 Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal

13 Kelebihannya adalah para pihak ketika selesai sengketa akan merasa puas, karena yang diangkat adalah kepentingannya dan bukan sekedar hal yang dipersengketakan. Kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Fokusnya pada kepentingan. c. Therapeutic Yang diharapkan adalah selesainya sengketa dan juga para pihak benar-benar menjadi baik/tetap berhubungan baik. Biasanya digunakan dalam family dispute (kasus keluarga). d. Evaluative Lebih berfokus pada hak dan kewajiban. Mediator biasanya ahli pada bidangnya atau ahli dalam bidang hukum karena pendekatan yang difokuskan adalah pada hak dan standar penyelesaian atas kasus yang serupa. Kelemahannya adalah para pihak akan merasa tidak memiliki hasil kesepakatan yang ditandatangani bersama. Mengenai proses mediasi di pengadilan dilakukan secara rahasia atau tertutup. Dalam hal ini berarti hanya para pihak, kuasa hukum, dan mediator sajalah yang boleh menghadiri acara mediasi kecuali jika para pihak menentukan lain. Sifat kerahasiaan dalam mediasi inilah yang menjadi alasan para pihak khususnya pelaku bisnis, agar menyelesaiakan sengketa mereka dengan mediasi tanpa diketahui publik. Sifat inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari proses penyelesaian sengketa alternatif termasuk mediasi. 67

14 Proses mediasi dapat dilakukan terbuka jika para pihak menghendakinya. Jadi, tidak menutup kemungkinan mediasi dengan cara terbuka ini dilakukan. Akan tetapi, dalam hal sengketa yang melibatkan kekeluargaan atau hubungan darah akan lebih baik bila mediasi itu dilakukan secara tertutup demi menjaga kehormatan keluarga besar. Bahwa banyak dikemukakan keunggulan proses mediasi dibandingkan dengan arbitrase apalagi dengan litigasi. Antara lain prosedur tidak formalistic (informal), penyelesaian cepat, win-win solution, dan sebagainya. Tetapi salah satu yang terpenting diantaranya adalah masalah biaya. Biaya mediasi disebut nominal or low cost. Karena itu agar proses mediasi di pengadilan tidak mengalami erosi, biaya rendah (nominal cost) yang menjadi landasan perkembangan mediasi di negara lain, jika biaya yang dipikulkan kepada para pihak, sangat berat. 48 Mengenai biaya jasa mediator dijelaskan dalam Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam pasal 8 bahwa : Jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya. Biaya jasa mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Terkait biaya pemanggilan para pihak dijelaskan dalam pasal 9 Perma ini bahwa Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan terlebih dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara. Mengenai tempat penyelenggaraan mediasi di pengadilan dijelaskan dalam pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2016 bahwa : Mediasi diselenggarkan di ruang mediasi pengadilan atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim dan pegawai pengadilan dilarang menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan yang 48 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal

15 dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim atau pegawai pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan. Penggunaan ruang mediasi pengadilan untuk mediasi tidak dikenakan biaya. Dari penjelasan mengenai tempat penyelenggaraan mediasi dapat disimpulkan bahwa para pihak dapat menentukan sendiri tempat pelaksanaan mediasi tersebut. Dapat memilih salah satu ruangan yang ada di pengadilan tingkat pertama sebagai tempat pelaksanaan proses mediasi di pengadilan. Pemilihan tempat pelaksanaan mediasi sebagai proses mediasi di pengadilan harus berdasarkan kesepakatan bersama diantara para pihak yang bersengketa. Pada prinsipnya tempat yang dipilih dalam pelaksanaan mediasi adalah tempat netral, yang dimana para pihak merasa aman dan nyaman di tempat tersebut sehingga kerahasiaan proses mediasi tetap dapat terjaga. Dalam hal pelaksanaan mediasi ini, yang mungkin saja menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah keterbatasan ruangan yang akan dijadikan tempat pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu perlu diadakannya penambahan ruangan demi terselenggaranya pelaksanaan mediasi sebagaimana yang diharapkan. 2. Tahap Prosedur Mediasi di Pengadilan Prosedur mediasi di pengadilan ini diatur dengan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma ini mengatur tata cara ataupun langkah-langkah melaksanakan ataupun menyelenggarakan mediasi itu. Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang efisien, cepat dan murah. Meskipun begitu terdapat beberapa pengecualian perkara yang tidak bisa melalui mediasi yaitu perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan 69

16 niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 49 a. Tahapan Pra Mediasi Berhubung sifat mediasi di pengadilan adalah wajib maka pada hari sidang yang telah ditentukan yang telah dihadiri para pihak, hakim atau ketua majelis hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim mendorong para pihak untuk berperan langsung dalam proses mediasi. Bahwa para pihak wajib menghadiri mediasi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu Para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Bahwa kehadiran para pihak dalam proses mediasi sangatlah penting. Ketidakhadiran para pihak dapat menghambat proses mediasi yaitu tertundanya pelaksanaan proses mediasi. Kedua belah pihak harus hadir agar mereka dapat bertemu muka secara langsung sehingga dapat menyampaikan berbagai permasalahan serta kepentingan para pihak. Ketidakhadiran turut tergugat tidak menjadi penghalang pelaksanaan mediasi karena turut tergugat tidak berkepentingan langsung dengan perkara. Turut tergugat secara substansial bukan pihak yang akan dibebani hukuman berdasarkan petitum gugatan, melainkan hanya akan dibebani kewajiban untuk tunduk dan taat terhadap putusan yang dijatuhkan, selain itu dalam hukum acara perdata tidak pernah dikenal istilah turut tergugat namun oleh karena realita praktek menghendaki adanya keterlibatan pihak-pihak yang karena 49 Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal

17 posisinya memiliki hubungan secara tidak langsung dengan materi perkara yang disengketakan, maka muncullah istilah turut tergugat dimana pada praktiknya dimaksudkan agar gugatan tidak menjadi kurang pihak. 50 Meskipun demikian tidak dapat dikatakan turut tergugat tidak mempunyai peranan dalam proses mediasi, karena bagaimanapun turut tergugat tetap mempunyai hak yang sama dengan tergugat. Turut tergugat tetap dapat terlibat dalam proses mediasi, karena akan sangat tidak adil jika turut tergugat tidak diikutsertakan dalam proses mediasi. Turut tergugat setidaknya dapat menjadi pihak yang terlibat dalam proses perumusan kesepakatan damai. Prosedur mediasi sangat penting disampaikan oleh Majelis Hakim, khususnya bagi pihak yang tidak diwakili oleh penasehat hukum, karena pada dasarnya penyampaian prosedur mediasi tersebut adalah hal yang wajib. Setelah penyampaian prosedur mediasi oleh Majelis Hakim maka Majelis Hakim akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memilih sendiri mediatornya dimana pemilihan mediator ini adalah hak para pihak, dimana para pihak ataupun kuasa hukumnya berhak menentukan mediator berdasarkan kesepakatan mereka bersama. Keberadaan mediator dalam mediasi sangatlah penting, dimana mediator sebagai pihak netral yang akan membantu para pihak dalam melancarkan komunikasi diantara mereka. Mediator yang akan dipilih tersebut haruslah mediator yang telah memiliki sertifikat mediator sebagaimana dijelaskan dalam pasal 13 ayat (1) PERMA Mediasi yaitu : 50 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal

18 Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan melakukan interaksi dengan para pihak, baik secara bersama-sama atau secara individu, dan membawa mereka kepada tiga tahap sebagai berikut : 51 1) Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak; 2) Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembati atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); dan 3) Memfokuskan pada munculnya penyelesaian sengketa. Bahwa dalam melaksanakan mediasi ini para pihak haruslah dengan itikad baik, yaitu bahwa para pihak memang berkehendak untuk menyelesaikan perkara mereka dengan proses mediasi. Dalam hal ini para pihak harus menjalankan proses mediasi dengan sungguh-sungguh. Itikad baik dari para pihak adalah kunci keberhasilan mediasi, berhubung mediasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Oleh karena itu, apabila dalam suatu mediasi itu adanya itikad buruk, maka mediator harus mengambil tindakan bahwa mediasi tersebut gagal dengan mengembalikan perkara kehadapan Majelis Hakim. 51 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal

19 Mediasi melibatkan orang-orang yang mempunyai sifat yang berbedabeda, mungkin saja ada pihak yang merasa terpaksa menjalani proses mediasi, karena adanya kewajiban bahwa setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan negeri harus menempuh mediasi terlebih dahulu. Pihak yang merasa terpaksa ini bisa saja tidak menunjukkan itikad baik dan menunjukkan sikap posisional, karena pihak ini menganggap pihak lain adalah musuhnya, sehingga pihak ini tidak berusaha memahami kepentingan pihak lawannya. Jika terjadi hal seperti ini, pihak lawannya dapat menyatakan mediasi tidak layak. 52 b. Tahap Proses Mediasi Bahwa tahapan proses mediasi diatur dalam pasal 24 Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yaitu : 1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (5), para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator. 2) Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi. 3) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 4) Mediator atas permintaan para pihak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada hakim pemeriksa perkara disertai dengan alasannya. Ada beberapa tahapan mediasi secara umum, yaitu : 53 1) Tahap pendahuluan : dimulai dengan konsultasi dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang hadir, aturan tempat duduk dan sebagainya. 2) Sambutan mediator : dalam hal ini mediator menerangkan urutan kejadian, meyakinkan para pihak yang masih ragu, menerangkan peran mediator dan 52 Ibid, hal Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal

20 para pihak, menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah berwenang untuk mengambil keputusan, menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan, memberikan kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kendali atas proses, mengkonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses. 3) Presentasi para pihak : setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahannya kepada mediator secara bergantian, tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mendengar sejak dini, dan juga memberi kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung. 4) Identifikasi hal-hal yang sudah disepakati : salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi hal-hal yang telah disepakati antara para pihak sebagai landasan untuk melanjutkan proses negosiasi. 5) Mendefenisikan dan mengurutkan permasalahan : mediator perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga tersusun daftar permasalahan menjadi suatu agenda. 6) Negosiasi dan pembuatan keputusan : tahap negosiasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar. 7) Pertemuan terpisah : untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan, untuk memberikan suasana dinamis pada proses negosiasi bilamana ditemui jalan buntu, menjalankan tes realitas terhadap para pihak, untuk menghindarkan 74

21 kecenderungan mempertahankan pendapat para pihak pada join sessions, untuk meningkatkan kembali atas hal-hal yang dicapai dalam proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan. 8) Pembuatan keputusan akhir : para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negosiasi akhir, dan menyelesaikan beberapa hal dengan rinci, mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan telah dibahas, di mana para pihak merasa puas dengan hasil akhir. 9) Mencatat keputusan : pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan dituangkan ke dalam tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam kontrak mediasi. 10) Kata penutup : mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum mengakhiri mediasi. Dalam proses mediasi ini, berbagai masalah yang mungkin timbul harus mampu diatasi oleh mediator selaku pihak ketiga yang bersifat netral. Seperti masalah emosional para pihak misalnya yang tidak terkendali yang dapat menghambat proses mediasi. Dalam proses mediasi ini komunikasi adalah unsur yang penting untuk melakukan perundingan, dimana komunikasi itu harus terarah dan produktif. Salah satu hal yang dapat dilakukan mediator adalah melakukan kaukus dengan para pihak yaitu pertemuan secara terpisah, dimana pertemuan ini bertujuan untuk mengetahui informasi apa saja yang boleh diungkapkan dalam pertemuan mediasi. Kaukus dalam mediasi ini berguna bagi mediator dalam mencari informasi, dan juga dapat memahami motivasi para pihak yang bersengketa. 75

22 c. Peran Serta Ahli dalam proses mediasi Bahwa dalam proses mediasi memungkinkan keikutsertaan atau keterlibatan ahli didalamnya, dimana dalam hal ini diharapkan ahli dapat menjelaskan terkait pokok tertentu yang dipermasalahkan berdasarkan ilmu pengetahuannya. Bahwa adanya kemungkinan mediator melibatkan seorang ahli dalam hal tertentu berdasarkan persetujuan para pihak. Apabila kehadiran ahli dalam mediasi ini atas persetujuan para pihak, maka tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan. Bahwa ahli yang akan dipanggil adalah mereka yang memiliki pengetahuan terhadap hal tertentu dan mampu dalam hal tersebut. Tujuan keterlibatan ahli dalam mediasi ini adalah untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka. Oleh karena itu, mediator haruslah membantu para pihak menemukan ahli yang kompeten. Mediator harus membantu para pihak menemukan orang yang dianggap tepat memberikan penjelasan terkait hal-hal tertentu dari permasalahan mereka yang sudah disepakati oleh mereka. Ahli dalam proses mediasi ini haruslah mereka yang bersifat netral yang sama halnya dengan mediator dan tidak mempunyai ketertaitan ataupun kepentingan dengan masalah yang sedang disengketakan. Peran serta seorang ahli maupun beberapa ahli dalam proses mediasi ini dapat mempermudah jalan para pihak untuk mencapai suatu penyelesaian yang diharapkan. Bahwa keterlibatan ahli dan tokoh masyarakat di jelaskan dalam pasal 26 Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur mediasi. PERMA memang tidak menjelaskan secara rinci mengenai apa dan siapa yang dapat dikategorikan sebagai ahli, sehingga tidak ada salahnya kita untuk menganalogikan ahli dalam 76

23 PERMA Mediasi ini dengan kriteria ahli dalam praktek peradilan pada umumnya, baik dalam hukum acara pidana maupun hukum acara perdata. Pada umumnya orang yang dianggap ahli adalah orang yang karena pendidikannya atau pengalamannya selama kurun waktu yang lama dalam menekuni suatu profesi tertentu, misalnya seorang ahli hukum, ahli kedokteran, ahli perbankan dll. 54 Seorang ahli sudah tentu dapat menjelaskan persoalan tertentu dengan cara menyampaikan pendapatnya tentang defenisi dan uraian-uraian menyangkut suatu materi yang dipertentangkan oleh para pihak, penjelasan disampaikan melalui pendekatan teoritis berdasarkan pengetahuan akademik. Sedangkan penilaian diberikan untuk memberikan ukuran-ukuran tertentu terhadap suatu persoalan dengan standar kelayakan menurut ilmu pengetahuan di bidang itu. Misalnya menentukan benar atau salah, sah atau tidak terhadap suatu tindakan hukum tertentu. 55 Mengenai penjelasan ahli apakah mengikat atau tidak dalam proses mediasi bergantung kepada para pihak. Terkait biaya ahli juga disepakati oleh para pihak apakah dibayar oleh salah satu dari mereka atau secara bersama-sama. Dalam hal-hal penting yang akan dimintai penjelasan dari ahli harus juga berdasarkan kesepakatan para pihak terkait hal-hal apa saja yang perlu dimintai penjelasan ahli. d. Hasil Proses Mediasi Bahwa dalam proses mediasi itu ada dua kemungkinan yang dihasilkan yaitu : Para pihak menghasilkan kesepakatan perdamaian atau gagal menghasilkan kesepakatan perdamaian. Mengenai mediasi yang mencapai kesepakatan diatur 54 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal Rachmadi Usman, Op.Cit., hal

24 dalam pasal 27 Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menyatakan sebagai berikut : 1) Jika mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. 2) Dalam membantu merumuskan kesepakatan perdamaian, mediator wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak memuat ketentuan yang : Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, merugikan pihak ketiga, atau tidak dapat dilaksanakan. 3) Dalam proses mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum, penandatanganan kesepakatan perdamaian hanya dapat dilakukan apabila terdapat pernyataan para pihak secara tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. 4) Para pihak melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta perdamaian. 5) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam akta perdamaian, kesepakatan perdamaian wajib membuat pencabutan gugatan. 6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan mediasi kepada hakim pemeriksa perkara dengan melampirkan kesepakatan perdamaian. Dari pasal 27 Perma Mediasi ini dapat disimpulkan bahwa kesepakatan perdamaian itu haruslah dibuat secara tertulis dengan tujuan agar tidak ada pihak yang menyangkal kesepakatan perdamaian itu sehingga pelaksanaannya dapat direalisasikan dengan baik. Bahwa kesepakatan perdamaian itu atas dasar persetujuan para pihak, dimana kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang seimbang dalam perjanjian tertulis yang mereka buat. Meskipun begitu mungkin juga dapat menghasilkan kesepakatan perdamaian yang berupa kesanggupan satu pihak, dimana dalam hal ini hanya dibebankan kepada satu pihak saja dalam pelaksanaannya. Dalam Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum perdata menentukan bahwa : 78

25 Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis. Mediator yang akan memeriksa kesepakatan perdamaian, selanjutnya harus membentuk kehendak-kehendak para pihak tersebut dalam klausul-klausul kesepakatan. Dimana dokumen kesepakatan terdiri dari 3 bagian antara lain : 56 1) Bagian kepala; terdiri dari judul, nomor dan identitas para pihak yang membuat perdamaian, jika para pihak diwakili oleh kuasa hukum, maka kuasa hukum harus dicantumkan dengan nomor dan tanggal surat kuasa. 2) Bagian isi; terdiri dari klausula kesepakatan yang membuat hak dan kewajiban para pihak (janji-janji), klausula kesepakatan pada umumnya dibuat dalam bentuk pasal-pasal. Bagian isi kesepakatan ini yang akan menjadi acuan pada saat melaksanakan eksekusi. 3) Bagian penutup; terdiri dari tempat dan tanggal kesepakatan itu dibuat serta ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Mediator wajib menjelaskan kepada para pihak terkait dokumen perdamaian yang telah selesai dibuat misalnya mengenai kata-kata khusus bidang hukum yang memungkinkan para pihak tidak memahaminya, akibat hukum dari kesepakatan perdamaian itu apabila para pihak tidak memiliki itikad baik untuk melaksanakannya. Langkah selanjutnya adalah para pihak berhak untuk mengoreksi dokumen kesepakatan itu sebelum ditandatangani oleh mereka. Hal 56 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal

26 ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan Terjadinya kesalahan kata atau kalimat yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Hak untuk mengoreksi dokumen perdamaian tidak hanya diberikan kepada para pihak melainkan, mediator juga berhak untuk mengoreksi dokumen perdamaian. Kemudian langkah selanjutnya adalah dokumen perdamaian itu ditandatangani oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proses mediasi. Para pihak yang bersengketa dapat menguatkan kesepakatan perdamaian menjadi bentuk akta perdamaian dengan mengajukan permohonan kepada hakim, dimana dalam pasal 1 angka 10 Perma No. 1 Tahun 2016 dijelaskan bahwa : akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Tujuannya adalah agar kesepakatan para pihak tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga para pihak mendapat kepastian hukum. Dengan dikuatkannya kesepakatan perdamaian itu menjadi akta perdamaian maka perkara diantara para pihak dianggap selesai. Kemungkinan kedua dalam proses mediasi yaitu gagal menghasilkan kesepakatan perdamaian hal ini disebabkan karena ketidakhadiran para pihak dimana kehadiran para pihaklah yang sangat menentukan proses mediasi. Kehadiran para pihak dalam mediasi menentukan itikad baik para pihak, sedangkan pihak yang tidak beritikad baik dijelaskan dalam pasal 7 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu : Salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan : tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali 80

27 berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan yang sah, menghadiri pertemuan mediasi yang pertama tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut tanpa alasan sah, ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah, menghadiri pertemuan mediasi tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain dan/atau tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan yang sah. Supaya panggilan sah dan patut, harus berpedoman kepada Pasal 122 HIR atau Pasal 10 Rv. Pasal tersebut mengatur jarak waktu antara pemanggilan dengan hari sidang. Dalam keadaan normal : 8 (delapan) hari, apabila jaraknya tidak jauh, 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh, dan 20 (dua puluh) hari, apabila jaraknya jauh. Dalam keadaan mendesak menurut pasal 122 HIR, dalam keadaan mendesak jarak waktunya dapat dipersingkat, tetapi tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari. 57 Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam pasal 32 ayat (1) yaitu : Jika para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, maka mediator wajib menyatakan mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara. Dalam pasal 32 ayat (2) dijelaskan lagi bahwa : Mediator wajib menyatakan mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara, 57 M. Yahya Harahap (Buku I), Hukum Acara Perdata Tentang gugatan, Persidangan, Penyitaan dan Putusan Pengadilan, Cet. ke-9, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal

28 dalam hal melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyatanyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi. Tentunya kalau proses mediasi tersebut dilanjutkan akan merugikan pihak yang tidak dilibatkan dalam proses mediasi, karena yang bersangkutan tidak dapat menyampaikan atau membela kepentingannya dalam proses mediasi yang sedang berjalan itu, apalagi kalau sampai terjadi suatu kesepakatan yang merugikan kepentingan pihak lain tersebut. Pernyataan mediator yang isinya tentang ketidaklayakan untuk melanjutkan proses mediasi yang sedang berlangsung itu, dapat disampaikan kepada para pihak yang bersengketa dan juga kepada hakim yang akan memeriksa perkara. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut disebabkan karena para pihak dalam sengketa tersebut tidak lengkap, yaitu ada pihak lain yang kepentingannya terkait dalam sengketa tersebut. 58 C. Pengertian Mediator dan Fungsi Mediator di Pengadilan Pengertian mediator dalam pasal 1 angka 1 Perma No. 1 Tahun 2016 adalah : Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator adalah pihak ketiga yang membantu dalam menyelesaiakan sengketa antara para pihak, tetapi tidak ikut campur dalam pengambilan 58 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal

29 keputusan melainkan mengarahkan para pihak agar mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak. Mediator membantu mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi para pihak dimana dalam hal ini mediatorlah yang menjaga proses mediasi dan juga menjadi penengah jika para pihak mengalami emosionalitas yang tinggi dalam proses mediasi. Mediator sebagai pihak netral maksudnya mediator dapat memberikan pelayanan yang seimbang kepada para pihak yang bersengketa. Mediator harus bisa menjadi pengendali keadaan dalam proses mediasi agar menimbulkan semangat dari para pihak, sehingga mampu membawa para pihak menuju proses pencapaian kesepakatan perdamaian. Mediator haruslah mereka yang mempunyai keahlian khusus dalam menyelesaiakan berbagai permasalahan para pihak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat mediator. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 13 ayat (1) PERMA Mediasi yaitu : Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikat mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. Bahwa mediator dalam proses mediasi harus mampu bertindak sebagai pemimpin dengan berinisiatif mendorong proses perudingan dapat berjalan sesuai dengan prosedur yang telah dirancang. Mediator juga berfungsi sebagai tempat para pihak dalam mencari berbagai informasi berkaitan dengan sengketa yang sedang mereka hadapi. Bahwa mediator haruslah memahami berbagai keinginan dari para pihak dan menjaga agar para pihak tetap kondusif dalam proses mediasi. Oleh karena itu, mediator harus menunjukkan kemampuannya secara maksimal 83

30 untuk mendapatkan hasil terbaik sehingga dapat diperoleh kesepakatan perdamaian yang memuaskan para pihak dengan adanya bantuan dari mediator. Menurut Christopher W. Moore mediator memiliki 3 tipe antara lain : Mediator otoritatif : Dalam proses mediasi terdapat beberapa komponen yang terlibat langsung, yaitu : para pihak yang bersengketa dan mediator, ketiga komponen tersebut akan terlibat dalam satu proses interaksi secara timbal balik berdasarkan kepentingan dan pengaruh-pngaruh tertentu. Proses interaksi dan komunikasi bisa terjalin secara teratur dengan panduan penuh mediator atau secara acak di luar kendali mediator. Seorang mediator yang memiliki tipe otoritatif akan mampu mengendalikan komunikasi bahkan dalam beberapa dia mampu untuk mempengaruhi hasil akhir dari proses mediasi yang dibangun. Posisi yang dimiliki oleh seorang mediator otoritatif sangat kuat sehingga para pihak terkadang menunjukkan sikap pasrah untuk menyerahkan penyelesaian yang terbaik kepada sang mediator. 2. Mediator Social Network Mediator yang lahir karena proses hubungan/ jaringan sosial atau karena sama-sama berasal dari suatu komunitas tertentu, pada umumnya memiliki keterlibatan secara emosional dengan para pihak. Hubungan sosial terjamin dari berbagai aspek misalnya karena faktor kelompok dan organisasi tertentu. Tipe mediator berdasarkan hubungan sosial memiliki kelebihan antara lain lebih mudah untuk menciptakan pola komunikasi yang baik dengan para pihak, karena antara mediator dengan para pihak memiliki karakter dan cirri khas sosial yang sama. 3. Mediator Independent Mediator independen merupakan mediator yang sama sekali tidak memiliki keterikatan apapun dengan para pihak, baik karena pribadinya maupun karena sengketa yang sedang dihadapi. Tipe mediator independen ini merupakan tipe yang paling cocok bagi proses perdamaian yang dilakukan dalam proses beperkara di pengadilan mengingat sifatnya yang independen dan professional. Mediator pada dasarnya berperan sebagai pihak penengah yang akan membantu pihak dalam merumuskan berbagai pilihan dalam penyelesaian sengketa mereka. Pilihan tersebut harus dapat diterima oleh para pihak. Mediator harus mampu mempertemukan berbagai perbedaan-perbedaan diantara mereka seperti perbedaan persepsi, persoalan-persoalan maupun kepentingan-kepentingan 59 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal

31 para pihak. Mediator juga harus bertemu dengan para pihak secara pribadi dimana pertemuan ini disebut sebagai kaukus. Pelaksanaan kaukus ini memang dapat menimbulkan kesan negatif terhadap mediator, dimana timbulnya pemikiran bahwa mediator tidak netral lagi melainkan bersifat memihak kepada satu pihak saja. Adapun fungsi dilakukannya kaukus ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi para pihak dalam meluapkan emosi mereka, tanpa menghambat proses mediasi. Dengan dilakukannya kaukus ini mediator dapat memahami keinginan para pihak dan juga membantu mediator mendapat informasi tambahan yang bermanfaat dalam proses mediasi ini. Dalam pasal 14 Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dijelaskan bahwa dalam menjalankan fungsinya, mediator bertugas : 1. Memperkenalkan diri dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri; 2. Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak; 3. Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan; 4. Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak; 5. Menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus); 6. Menyusun jadwal mediasi bersama para pihak; 7. Mengisi formulir jadwal mediasi; 8. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian; 9. Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas; 10. Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk : menelusuri dan menggali kepentingan para pihak; mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan bekerja sama mencapai penyelesaian; 11. Membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian; 12. Menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan, dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara; 13. Menyatakan salah satu atau para pihak tidak beritikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara; 14. Tugas lain dalam menjalankan fungsinya. 85

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis

Lebih terperinci

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H.

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H. MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H. I. PENDAHULUAN Pengadilan merupakan lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala

Lebih terperinci

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 68 BAB IV ANALISIS TERHADAP PROBLEMATIKA PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi Dalam Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benar dan adilnya penyelesaian perkara di depan pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2 EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana eksistensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR Universitas Muslim Indonesia Email : angraenyarief@gmail.com Abstract This research was conducted

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP MEDIASI DAN MEDIATOR SERTA PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2008 DAN 2016

BAB II KONSEP MEDIASI DAN MEDIATOR SERTA PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2008 DAN 2016 BAB II KONSEP MEDIASI DAN MEDIATOR SERTA PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2008 DAN 2016 A. Mediasi 1. Pengertian Mediasi Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata mediasi diberi arti

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 A. Konsep Dasar Mediasi 1. Pengertian Mediasi Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari bahasa latin yaitu mediare

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Pengadilan Agama Tulungagung sebelum merdeka yakni berkisar pada tahun 1882 sampai 1945 berada dalam naungan Depertemen Van Justitie yang

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI Oleh: Lailatul Qomariyah NIM 11210103 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan

Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI Judul: Penulis: Buku

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg) BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN MEDIASI DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA LAMONGAN Perkara Nomor: 1087/Pdt.G/2012/PA. Lmg A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan x BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian di dalam bab-bab terdahulu tentang mediasi dalam proses beracara di pengadilan, maka dapat disusun beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN MEDIASI PADA PENGADILAN AGAMA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA KALIMANTAN BARAT MENURUT PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1

PEDOMAN PELAKSANAAN MEDIASI PADA PENGADILAN AGAMA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA KALIMANTAN BARAT MENURUT PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 PEDOMAN PELAKSANAAN MEDIASI PADA PENGADILAN AGAMA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA KALIMANTAN BARAT MENURUT PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 PENGADILAN TINGGI AGAMA KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci