BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA"

Transkripsi

1 BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB [Cetakan ke-1, 2016]

2 DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-03/BANI/09/2016 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB Ditetapkan pada tanggal 8 September 2016 BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1 Definisi dan Interpretasi... 3 PASAL 2 Ruang Lingkup Peraturan Ini... 5 PASAL 3 Asas Sukarela dan Itikad Baik... 6 PASAL 4 Kerahasiaan... 6 PASAL 5 Korespondensi dan Komunikasi... 7 BAB II PRA-PERUNDINGAN MEDIASI PASAL 6 Perjanjian Mediasi... 7 PASAL 7 Notifikasi Mediasi... 8 PASAL 8 Pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb... 8 PASAL 9 Sekretaris... 9 BAB III MEDIATOR PASAL 10 Persyaratan Mediator... 9 PASAL 11 Penunjukan Mediator... 9 PASAL 12 Konfirmasi Penunjukan Mediator PASAL 13 Pengangkatan Mediator Perkara PASAL 14 Kewajiban dan Tanggungjawab Mediator BAB IV PENGGANTIAN MEDIATOR PASAL 15 Permintaan Penggantian Mediator PASAL 16 Permohonan Pengunduran Diri Mediator PASAL 17 Penggantian Mediator karena Alasan Lain PASAL 18 Akibat Penggantian Mediator PASAL 19 Berakhirnya Tugas Mediator BAB V PERUNDINGAN MEDIASI PASAL 20 Jangka Waktu PASAL 21 Tempat PASAL 22 Bahasa PASAL 23 Penunjukan co-mediator PASAL 24 Perundingan, Kaukus, dan Dengar Pendapat Badan Arbitrase Nasional Indonesia 1

3 BAB VI HASIL MEDIASI PASAL 25 Mediasi Tidak Mencapai Perdamaian PASAL 26 Kesepakatan Perdamaian PASAL 27 Kesepakatan Perdamaian secara Parsial PASAL 28 Sifat Kesepakatan Perdamaian PASAL 29 Pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian BAB VII AKTA PERDAMAIAN PASAL 30 Kehendak untuk Dibuatkan Akta Perdamaian PASAL 31 Permohonan Arbitrase untuk Akta Perdamaian PASAL 32 Prosedur Arbitrase untuk Akta Perdamaian PASAL 33 Penyusunan Akta Perdamaian PASAL 34 Pembacaan dan Penyampaian Akta Perdamaian PASAL 35 Koreksi atas Akta Perdamaian PASAL 36 Sifat dan Pelaksanaan Akta Perdamaian BAB VIII BIAYA-BIAYA LAYANAN MEDIASI PASAL 37 Jenis-jenis Biaya BAB IX KETENTUAN PENUTUP PASAL 38 Ketentuan Penutup Badan Arbitrase Nasional Indonesia 2

4 PASAL 1 PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB BAB I KETENTUAN UMUM DEFINISI DAN INTERPRETASI (1) Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: (a) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses perundingan untuk mencapai perdamaian dengan dibantu oleh Mediator tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Penyebutan Mediasi BANI merujuk pada Mediasi yang diselenggarakan menurut Peraturan ini. Med-Arb adalah proses Mediasi BANI yang secara administratif menjadi satu rangkaian dengan proses Arbitrase BANI. (b) Perjanjian Mediasi adalah suatu kesepakatan berupa klausula Mediasi yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis atau suatu perjanjian Mediasi tersendiri yang dibuat Para Pihak. (c) Permohonan Mediasi adalah surat permohonan yang diajukan oleh Para Pihak atau salah satu Pihak kepada BANI yang meminta BANI untuk menyelenggarakan Mediasi atas persengketaan yang terjadi antara Para Pihak dengan menggunakan Peraturan ini. (d) Resume Sengketa adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak atau masingmasing Pihak yang memuat duduk perkara dan usulan solusi penyelesaian. (e) Kaukus adalah pertemuan antara Mediator dengan salah satu Pihak tanpa dihadiri oleh Pihak lain. (f) Kesepakatan Perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh Para Pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian, baik melalui negosiasi maupun melalui Mediasi. (g) Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di BANI yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyebutan Arbitrase BANI merujuk pada Arbitrase yang diselenggarakan menurut Peraturan ini. Arb- Med-Arb adalah proses Arbitrase yang dikombinasikan dengan proses Mediasi. (h) Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat Para Pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat Para Pihak setelah timbul sengketa. Penyebutan Perjanjian Arbitrase BANI merujuk pada Perjanjian Arbitrase yang memilih Arbitrase BANI sebagai forum penyelesaian. (i) Permohonan Arbitrase adalah surat permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase BANI yang diajukan oleh Pemohon kepada BANI dengan menggunakan Peraturan ini berisikan tuntutan Pemohon terhadap Termohon. Permohonan Rekonpensi adalah tuntutan balik yang diajukan Termohon terhadap Pemohon. (j) Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian dan Putusan Arbitrase yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 3

5 (k) Hak Ingkar adalah hak yang dimiliki oleh masing-masing Pihak untuk meminta penggantian Arbiter/ Mediator/ co-mediator karena alasan-alasan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. (l) Kode Etik adalah pedoman etika perilaku yang berlaku bagi dan terhadap setiap Arbiter/ Mediator/ co-mediator sebagaimana diatur dalam Peraturan Arbiter/ Mediator BANI berikut perubahannya jika ada. (m) Benturan Kepentingan adalah keadaan pada diri Arbiter/ Mediator/ co-mediator karena adanya hubungan afiliasi dan atau kepentingan ekonomi dengan salah satu Pihak dan atau dengan sengketa yang ditanganinya sehingga dianggap tidak akan dapat bertindak secara bebas atau imparsial dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam Peraturan ini, Peraturan Arbiter/ Mediator BANI, atau peraturan yang akan ditetapkan kemudian oleh BANI, berikut perubahannya jika ada. (n) Pihak atau Para Pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik, yang bersengketa melalui Arbitrase BANI. (o) Pemohon adalah Pihak atau Pihak-pihak yang mengajukan Permohonan Arbitrase kepada BANI sesuai Peraturan ini. Termohon adalah Pihak atau Pihak-pihak yang menjadi lawan dari Pemohon dalam Arbitrase BANI. (p) Mediator adalah pihak ketiga netral yang ditunjuk menurut Peraturan dan Acara BANI untuk memfasilitasi Para Pihak dalam perundingan Mediasi guna mencapai Kesepakatan Perdamaian. Penyebutan Mediator BANI merujuk pada Mediator yang tercatat dalam Daftar Arbiter/ Mediator BANI. co-mediator adalah Mediator kedua yang ditunjuk oleh Dewan Pengurus untuk mendampingi Mediator dalam Mediasi BANI. (q) Arbiter adalah seorang atau lebih yang ditunjuk menurut Peraturan dan Acara BANI untuk memberikan Putusan Arbitrase. Penyebutan Arbiter BANI merujuk pada Arbiter yang tercatat dalam Daftar Arbiter/ Mediator BANI. (r) Daftar Arbiter/ Mediator BANI adalah daftar yang diterbitkan oleh Dewan Pengurus yang berisikan nama-nama orang yang telah diangkat oleh Dewan Pengawas sebagai Arbiter BANI/ Mediator BANI. (s) Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk oleh Dewan Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-hari BANI yang dipimpin oleh salah satu anggota Dewan Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Dewan Pengurus. Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang ditunjuk oleh Dewan Pengurus untuk membantu Arbiter/ Mediator dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Arbitrase/ Mediasi BANI. (t) BANI adalah singkatan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia, suatu Lembaga Arbitrase yang didirikan oleh Prof. Soebekti SH, Harjono Tjitrosoebono SH, Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid, Marsekal (Purn.) Suwanto Sukendar, Yulius Yahya, dan J. Abubakar, SH dengan dukungan dari Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (KADIN) pada tanggal 3 Desember tahun 1977, sebagaimana yang kemudian diperbaharui bentuk hukumnya menjadi Perkumpulan Berbadan Hukum melalui Akta Pendirian Perkumpulan BANI. Akta Pendirian Perkumpulan BANI adalah akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016 yang dibuat dihadapan Ny. Hj. Devi Kantini Rolaswati, SH, M.Kn, Notaris di Jakarta, yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No. AHU AH TAHUN 2016, tanggal 20 Juni 2016, berikut perubahannya jika ada. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 4

6 (u) Dewan Pengawas adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengawasan. (v) Dewan Pengurus adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengelolaan operasional BANI dan Sekretariat. (w) Majelis Etik adalah organ fungsional yang dibentuk Dewan Pengawas secara ad hoc untuk memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Arbiter/ Mediator/ co- Mediator. Sidang Etik adalah persidangan yang diselenggarakan oleh Majelis Etik dalam rangka memeriksa dan memutus pengaduan mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Arbiter/ Mediator/ co-mediator. (x) Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon. (y) Peraturan Arbiter/ Mediator BANI adalah Peraturan BANI No.: PER- 01/BANI/09/2016 tentang Arbiter, Mediator Dan Kode Etik, tanggal 7 September 2016, berikut perubahannya jika ada. (z) Peraturan & Acara Arbitrase BANI adalah Peraturan BANI No.: PER- 02/BANI/09/2016 tentang Peraturan Dan Acara Arbitrase tanggal 8 September 2016, berikut perubahannya jika ada. (2) Penyebutan kata hari dalam Peraturan ini adalah merujuk kepada hari kalender nasional Indonesia. (3) Penyebutan nama dari organisasi/ instansi atau suatu bagian organisasi/ instansi dalam Peraturan ini adalah dimaksudkan pula kepada nama baru dari organisasi/ instansi atau bagian organisasi/ instansi yang bersangkutan disebabkan perubahan nama saja ataupun disebabkan karena tindakan penggabungan atau pengambilalihan yang mengakibatkan perubahan nama. PASAL 2 RUANG LINGKUP PERATURAN INI (1) Peraturan ini mengatur penyelesaian sengketa melalui Mediasi BANI, baik yang diajukan oleh Para Pihak: (a) kepada Mediasi BANI saja; (b) kepada Med-Arb BANI; atau (c) kepada Arbitrase BANI setelah Para Pihak selesai Mediasi di luar BANI. (2) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Mediasi BANI harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini: (a) sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian; (b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa; (c) merupakan sengketa di bidang perdagangan; dan (d) antara Pemohon dan Termohon terikat dengan Perjanjian Mediasi. (3) Sengketa di bidang perdagangan yang dapat diselesaikan di BANI meliputi antara lain, tetapi tidak terbatas, pada bidang-bidang sebagai berikut, baik konvensional maupun syariah jika ada: (a) perdagangan komoditi; (b) kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan; Badan Arbitrase Nasional Indonesia 5

7 (c) arsitektur dan konstruksi; (d) investasi, perbankan, perasuransian, pasar modal, pembiayaan, modal ventura, penjaminan, pergadaian dan jasa keuangan non-bank lainnya; (e) pengiriman, pengangkutan dan transportasi darat, laut dan udara; (f) pertambangan, energi, dan lingkungan hidup; (g) properti dan kawasan berikat; (h) manufacturing, penelitian dan pengembangan teknologi; (i) Hak Kekayaan Intelektual dan franchise; (j) elektronika, lisensi perangkat lunak, IT solution, e-commerce; (k) telekomunikasi, komunikasi dan informatika; (l) pemanfaatan ruang udara dan angkasa; (m) restoran, catering, cafe dan kulinari; (n) seni, hiburan dan perfilman; penyiaran dan periklanan; olah raga. (4) Setiap personil BANI, dalam kapasitasnya sebagai Dewan Pengawas, Dewan Pengurus atau staf Sekretariat, dilarang memberikan dan atau menawarkan bantuan hukum dalam bentuk apapun menyangkut posisi hukum Para Pihak, baik secara profesional ataupun personal. (5) Para Pihak, Arbiter/ Mediator/ co-mediator, Dewan Pengawas, Dewan Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat wajib mengikuti Peraturan ini. PASAL 3 ASAS SUKARELA DAN ITIKAD BAIK (1) Penyelesaian sengketa berdasarkan Peraturan ini dilakukan oleh Para Pihak atas dasar itikad baik dan bermartabat, dengan berlandaskan tata cara kooperatif dan non konfrontatif serta mengesampingkan penyelesaian melalui pengadilan. (2) Keikutsertaan Para Pihak dalam Mediasi adalah berdasarkan kesepakatan Para Pihak sendiri tanpa adanya paksaan, dan harus diikuti dengan sopan, saling menghormati dan tertib. (3) Kesepakatan Perdamaian yang ingin dicapai dalam Mediasi adalah kebebasan Para Pihak sendiri. Mediator hanya memfasilitasi perundingan dalam kerangka musyawarah, dan tidak mempunyai kewenangan untuk membuat suatu keputusan atau penetapan pembayaran. PASAL 4 KERAHASIAAN (1) Mediasi bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup, dan oleh sebab itu setiap orang yang terlibat dalam Mediasi harus menjaga kerahasiaan Mediasi. (2) Ketentuan kerahasiaan tetap berlaku meskipun Mediasi telah selesai, kecuali dibuka atas izin Para Pihak terlebih dahulu, diperlukan untuk pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian/ Akta Perdamaian, dan atau untuk keperluan riset ilmiah dan akademik. (3) BANI dan atau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melanggar ketentuan kerahasiaan berupa tuntutan, termasuk namun tidak terbatas pada, ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan, biaya upaya hukum sehubungan dengan pelanggaran tersebut, dan atau jaminan untuk tidak terulang kembali. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 6

8 (4) Mediator berwenang menghentikan proses Mediasi untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan kerahasiaan tersebut tidak terulang kembali. (5) Setelah Mediasi selesai, maka: (a) Mediator tidak dapat bertindak sebagai saksi fakta, ahli, konsultan, kuasa hukum, atau Arbiter dalam perkara yang sama; (b) semua pernyataan, pengakuan, dokumen, data, fakta, korespondensi, catatan dan informasi yang muncul dan diperoleh selama Mediasi dianggap tidak pernah ada dan tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam persidangan Arbitrase maupun Pengadilan Negeri, kecuali Mediasi tersebut berhasil mencapai perdamaian. PASAL 5 KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI (1) Pengiriman surat-menyurat disampaikan oleh Sekretariat/ Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum pada Permohonan Mediasi. Jika ada perubahan, masing-masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretariat/ Sekretaris mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-menyurat dari dan ke masing-masing Pihak, dan setiap perubahan-perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-hal tersebut. (2) Jika Mediator (dan atau co-mediator) telah diangkat, setiap Pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan Mediator (dan atau co-mediator) dengan cara apapun sehubungan dengan Permohonan Mediasi kecuali dalam pertemuan perundingan, atau pertemuan Kaukus, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris. (3) Korespondensi Sekretariat/ Sekretaris kepada Para Pihak ataupun sebaliknya dapat disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan atau . (4) Pengiriman melalui faksimili dan atau sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Oleh karena itu jika pengiriman faksimili dan atau sudah diterima dengan baik dan jelas, pengiriman surat asli melalui kurir dan atau pos tercatat tidak perlu dilakukan lagi oleh Sekretariat/ Sekretaris. (5) Korespondensi dan komunikasi yang tidak memenuhi ketentuan Pasal ini adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada. PASAL 6 BAB II PRA-PERUNDINGAN MEDIASI PERJANJIAN MEDIASI (1) Perjanjian Mediasi dalam Peraturan ini dapat dibuat sebelum atau setelah munculnya sengketa dengan cara sebagai berikut: (a) tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dari perjanjian pokok; (b) dibuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh Para Pihak; (c) dibuat dalam bentuk kesepakatan yang tertuang dalam korespondensi; atau (d) dibuat dalam suatu kesepakatan melalui sistem elektronik sesuai dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berikut perubahan dan peraturan pelaksanaannya jika ada. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 7

9 (2) Perjanjian Mediasi memuat pernyataan bahwa Para Pihak bersedia untuk terikat, tunduk dan melaksanakan setiap dan semua kesepakatan yang dicapai dalam Mediasi, serta menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam Mediasi. (3) Perjanjian Med-Arb harus dibuat oleh Para Pihak dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara pembuatan Perjanjian Arbitrase sebagaimana dimaksud Peraturan & Acara Arbitrase BANI. (4) BANI, atas permintaan salah satu Pihak, dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Mediasi. PASAL 7 NOTIFIKASI MEDIASI (1) Dalam hal timbul sengketa, dan sebelum salah satu Pihak mengajukan pendaftaran Permohonan Mediasi kepada BANI, Pihak tersebut harus menyampaikan notifikasi kepada Pihak lain, tembusan Dewan Pengurus, melalui surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, atau dengan surat yang dikirimkan melalui kurir bahwa Pihak tersebut bermaksud menyelesaikan sengketa kepada Mediasi BANI. (2) Surat notifikasi Mediasi tersebut memuat dengan jelas: (a) nama dan alamat Para Pihak; (b) penunjukan kepada Perjanjian Mediasi, jika ada; (c) ringkasan dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut; dan (d) cara penyelesaian yang dikehendaki. (3) Pihak lain yang menerima notifikasi Mediasi tersebut berhak memberikan tanggapan kepada Pihak yang menyampaikan notifikasi, tembusan Dewan Pengurus, paling lama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak menerima notifikasi tersebut. (4) Penyampaian surat notifikasi Mediasi tidak diperlukan lagi dalam hal Perjanjian Mediasi dibuat setelah munculnya sengketa. PASAL 8 PENDAFTARAN PERMOHONAN MEDIASI/ MED-ARB (1) Mediasi/ Med-Arb diselenggarakan berdasarkan Permohonan Mediasi yang diajukan pendaftarannya oleh Para Pihak atau salah satu Pihak kepada BANI. (2) Permohonan Mediasi/ Med-Arb paling kurang memuat: (a) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak; (b) jenis sengketa; (c) permintaan kepada BANI untuk diselenggarakan Mediasi/ Med-Arb; (d) keterangan telah ada Perjanjian Mediasi/ Med-Arb; (e) Resume Sengketa; (f) fotokopi dokumen-dokumen atau bukti-bukti pendukung; (g) bukti pembayaran Biaya Pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb. (3) Resume Sengketa dibuat oleh masing-masing Pihak jika tidak dimungkinkan untuk dibuat secara bersama-sama. (4) Dewan Pengurus menyampaikan konfirmasi penerimaan/ penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah tanggal pengajuan. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 8

10 (5) Jika pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb ditolak, surat konfirmasi memuat pula alasan penolakan. Para Pihak dapat mengajukannya kembali dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. (6) Jika pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb diterima, maka: (a) surat konfirmasi Dewan Pengurus memuat pula pemberitahuan mengenai: (i) penunjukan Mediator; (ii) nama Sekretaris; (iii) biaya-biaya Mediasi/ Med-Arb; (iv) salinan Permohonan Mediasi/ Med-Arb untuk Pihak lawan, jika permohonan hanya diajukan oleh salah satu Pihak; (b) Sekretariat mencatat Permohonan Mediasi ke dalam buku register perkara BANI. (7) Dewan Pengurus dapat melimpahkan kewenangan kepada Sekretariat untuk memeriksa dan memberikan konfirmasi atas pendaftaran Permohonan Mediasi/ Med-Arb. PASAL 9 SEKRETARIS (1) Dewan Pengurus merujuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat sebagai Sekretaris. (2) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut: (a) membuat risalah pertemuan perundingan, Kaukus dan dengar pendapat; (b) mengurus korespondensi serta menyimpan catatan dan dokumen Mediasi; (c) menyampaikan undangan pertemuan kepada Para Pihak atas nama Mediator; (d) membantu Mediator menyusun jadwal perundingan dan mengingatkan Mediator dan Para Pihak mengenai jangka waktu Mediasi; (e) membantu Para Pihak dan Mediator menyiapkan konsep Kesepakatan Perdamaian; (f) membantu Mediator membuat laporan Mediasi kepada Dewan Pengurus; (g) tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi Sekretaris. PASAL 10 BAB III MEDIATOR PERSYARATAN MEDIATOR (1) Mediator yang dapat ditunjuk dalam Mediasi BANI adalah mereka yang berstatus sebagai Mediator BANI. (2) Pengangkatan seseorang menjadi Mediator BANI, termasuk pengenaan sanksi terhadap mereka, diselenggarakan menurut Peraturan Arbiter/ Mediator BANI. (3) Dewan Pengurus menerbitkan Daftar Arbiter/ Mediator BANI yang bersifat terbuka untuk umum. PASAL 11 PENUNJUKAN MEDIATOR (1) Para Pihak, dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah pelunasan Biaya Mediator, harus telah menyepakati dan merujuk 1 (satu) orang Mediator di antara Daftar Arbiter/ Mediator BANI yang dibuktikan dengan konfirmasi penerimaan penunjukan dari Mediator yang bersangkutan. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 9

11 (2) Jika sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) belum ada penunjukan Mediator oleh Para Pihak, Dewan Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas paling lama 10 (sepuluh) hari. (3) Jika sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) belum juga ada penunjukan Mediator oleh Para Pihak, atau Para Pihak menyerahkan penunjukan Mediator kepada Dewan Pengurus, maka Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator. (4) Korespondensi penunjukan Mediator dilakukan melalui Sekretaris. PASAL 12 KONFIRMASI PENUNJUKAN MEDIATOR (1) Mediator yang ditunjuk dapat menerima atau menolak penunjukan tersebut. (2) Mediator boleh menerima penunjukan jika memenuhi persyaratan berikut: (a) berstatus sebagai Mediator BANI; (b) tidak dalam keadaan dikenakan sanksi oleh Dewan Pengawas atau sedang dalam pemeriksaan Sidang Etik; (c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Mediator dengan sebaik-baiknya; (d) tidak memiliki Benturan Kepentingan; (e) diketahui dengan jelas keberadaannya; (f) membuat surat pernyataan dan keterbukaan mengenai bebas Benturan Kepentingan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Dewan Pengurus. (3) Mediator bertanggung jawab penuh atas kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya. (4) Mediator menyampaikan konfirmasi penerimaan/ penolakan secara tertulis kepada Para Pihak dan Dewan Pengurus dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah tanggal penunjukan. (5) Korespondensi penunjukan dilakukan melalui Sekretaris. (6) Ketentuan mengenai pedoman Benturan Kepentingan akan ditetapkan lebih lanjut oleh BANI. PASAL 13 PENGANGKATAN MEDIATOR PERKARA (1) Dewan Pengurus menerbitkan surat keputusan tentang pengangkatan Mediator untuk perkara yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah Mediator memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya. (2) Dalam rangka menerbitkan surat keputusan, Dewan Pengurus dapat meminta keterangan tambahan sehubungan dengan kemandirian, netralitas dan atau kualifikasi Mediator yang ditunjuk. (3) Jika penunjukan Mediator tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini, Dewan Pengurus berwenang menolak pengangkatan Mediator dan untuk selanjutnya Para Pihak harus menunjuk Mediator lain dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak penolakan tersebut. Jika setelah lewat jangka waktu tersebut belum ada penunjukan Mediator lain, Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator lain tersebut. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 10

12 (4) Setelah diterbitkan surat pengangkatan, Mediator tidak dapat diganti atau mengundurkan diri kecuali menurut syarat dan tatacara yang diatur Peraturan ini. (5) Wewenang Mediator tidak dapat dibatalkan dengan meninggalnya atau digantinya Mediator karena wewenang Mediator tersebut dilanjutkan oleh Mediator pengganti. (6) Setelah diterbitkan surat pengangkatan, Dewan Pengurus menyerahkan berkas Permohonan Mediasi kepada Mediator melalui Sekretaris supaya dapat segera ditetapkan tanggal permulaan perundingan Mediasi. PASAL 14 KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB MEDIATOR (1) Mediator wajib menaati ketentuan Kode Etik dan Peraturan Arbiter/ Mediator BANI. Terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Mediator akan diproses oleh BANI melalui sidang Majelis Etik.. (2) Mediator berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai, dan menjalankan tugasnya secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Kode Etik. (3) Mediator wajib memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada masing-masing Pihak untuk didengar keterangannya, pendapatnya dan keinginannya. (4) Mediator wajib mengundurkan diri jika kemudian menyadari bahwa ia ternyata tidak memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (2). PASAL 15 BAB IV PENGGANTIAN MEDIATOR PERMINTAAN PENGGANTIAN MEDIATOR (1) Salah satu Pihak dapat meminta penggantian Mediator kepada Dewan Pengurus, tembusan Pihak lain dan Mediator, jika Mediator tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (2) atau diduga melanggar Pasal 14. (2) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima permintaan tersebut, Mediator dan Pihak lain berhak memberikan tanggapan. (3) Jika Mediator atau Pihak lain tidak memberikan tanggapan, dianggap tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator. (4) Dalam hal Mediator atau Pihak lain tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator, Dewan Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator yang bersangkutan untuk perkara tersebut, dan untuk selanjutnya: (a) Para Pihak harus menunjuk Mediator pengganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pencabutan tersebut; (b) jika setelah lewat jangka waktu tersebut belum ada penunjukan Mediator pengganti, Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator pengganti tersebut. (5) Dalam hal Mediator dan Pihak lain berkeberatan, Dewan Pengurus akan memutuskannya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak lewatnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Keputusan Dewan Pengurus atas permintaan penggantian Mediator bersifat final dan mengikat Para Pihak dan Mediator. Jika Dewan Pengurus memutuskan menolak permintaan, Mediator tetap bertugas dan Mediasi dilanjutkan; namun jika Dewan Pengurus menerima permintaan, Dewan Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator yang bersangkutan untuk perkara tersebut, dan untuk selanjutnya: Badan Arbitrase Nasional Indonesia 11

13 (a) Para Pihak harus menunjuk Mediator pengganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pencabutan tersebut; (b) jika setelah lewat jangka waktu tersebut belum ada penunjukan Mediator pengganti, Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator pengganti tersebut. PASAL 16 PERMOHONAN PENGUNDURAN DIRI MEDIATOR (1) Mediator dapat mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Para Pihak dan Dewan Pengurus jika Mediator menyadari ia ternyata tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (2). (2) Para Pihak berhak memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permohonan pengunduran diri Mediator tersebut dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut. (3) Pihak yang tidak memberikan tanggapan, dianggap tidak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Mediator. (4) Dalam hal Para Pihak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Mediator, Mediator wajib melanjutkan tugas dan Mediasi dilanjutkan. (5) Dalam hal salah satu Pihak tidak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Mediator, Dewan Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator yang bersangkutan untuk perkara tersebut, dan untuk selanjutnya: (a) Para Pihak harus menunjuk Mediator pengganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pencabutan tersebut; (b) jika setelah lewat jangka waktu tersebut belum ada penunjukan Mediator pengganti, Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator pengganti tersebut. PASAL 17 PENGGANTIAN MEDIATOR KARENA ALASAN LAIN Dalam hal Mediator meninggal dunia atau dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, Dewan Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator untuk perkara tersebut, dan menyampaikan pemberitahuan mengenai hal tersebut kepada Para Pihak, dan untuk selanjutnya: (a) Para Pihak harus menunjuk Mediator pengganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pencabutan tersebut; (b) jika setelah lewat jangka waktu tersebut belum ada penunjukan Mediator pengganti, Dewan Pengurus berwenang untuk segera menunjuk Mediator pengganti tersebut. PASAL 18 AKIBAT PENGGANTIAN MEDIATOR (1) Proses Mediasi dihentikan untuk sementara waktu oleh Mediator atau Dewan Pengurus sampai adanya kepastian mengenai permintaan penggantian Mediator atau permohonan pengunduran diri Mediator. (2) Dalam hal Mediator diganti, semua perundingan yang telah diadakan harus diulang. PASAL 19 BERAKHIRNYA TUGAS MEDIATOR Tugas Mediator berakhir karena: (a) Kesepakatan Perdamaian telah ditandatangani Para Pihak; (b) Mediasi berakhir atau diakhiri tanpa Kesepakatan Perdamaian; Badan Arbitrase Nasional Indonesia 12

14 (c) jangka waktu telah lampau dan tidak diperpanjang lagi; (d) akibat penggantian sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. PASAL 20 BAB V PERUNDINGAN MEDIASI JANGKA WAKTU Perundingan Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah tanggal surat keputusan pengangkatan Mediator perkara. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang atas kesepakatan Para Pihak dan Mediator paling lama 30 (tiga puluh) hari. PASAL 21 TEMPAT Mediasi diselenggarakan di Jakarta atau tempat yang ditentukan oleh Dewan Pengurus. Namun demikian, Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Dewan Pengurus dan Mediator. PASAL 22 BAHASA Bahasa yang digunakan dalam semua proses Mediasi BANI adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan Mediator maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain. PASAL 23 PENUNJUKAN CO-MEDIATOR (1) Dewan Pengurus dapat menunjuk seorang dari Daftar Arbiter/ Mediator BANI, Dewan Pengurus atau personil Sekretariat sebagai Co-Mediator guna mendampingi Mediator yang telah ditunjuk untuk kepentingan kelancaran Mediasi yang akan atau sedang berjalan. (2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban Mediator menurut Peraturan ini adalah juga berlaku bagi Co-Mediator. (3) Ketentuan-ketentuan mengenai penggantian dan pengunduran diri Mediator sebagaimana diatur dalam Bab IV berlaku pula terhadap co-mediator, kecuali Pasal 18 ayat (2). PASAL 24 PERUNDINGAN, KAUKUS, DAN DENGAR PENDAPAT (1) Mediator harus memulai perundingan Mediasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal menerima surat keputusan pengangkatan sebagaimana Mediator perkara. (2) Mediator berupaya menyelenggarakan proses Mediasi yang efisien dan bersungguhsungguh membimbing Para Pihak mencapai Kesepakatan Perdamaian. (3) Mediator harus mengambil inisiatif untuk memulai pertemuan, mengusulkan jadwal dan agenda pertemuan kepada Para Pihak untuk dibahas dan disepakati. (4) Mediator harus mendorong Para Pihak untuk secara langsung terlibat dan berperan aktif dalam: (a) proses Mediasi secara keseluruhan; (b) menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak; dan (c) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 13

15 (5) Jika menganggap perlu, Mediator dapat melakukan Kaukus dengan persetujuan terlebih dahulu Para Pihak. (6) Jika menganggap perlu, Mediator dengan persetujuan dan biaya Para Pihak dapat mengundang 1 (satu) atau lebih ahli dalam bidang tertentu dan atau pihak ketiga lainnya untuk memberikan keterangan. (7) Para Pihak harus menghadiri pertemuan perundingan yang diselenggarakan oleh Mediator. Untuk keperluan tersebut, Para Pihak dapat diwakili oleh kuasa hukumnya, namun demikian Mediator berwenang membatasi kehadiran kuasa hukum Para Pihak. (8) Dalam hal suatu Pihak merupakan badan hukum, maka harus diwakili oleh pengurusnya dan atau pegawainya yang sah dan berwenang atau berdasarkan surat kuasa khusus, untuk: (a) mewakili badan hukum; (b) mengambil keputusan untuk dan atas nama badan hukum; dan (c) membuat perdamaian untuk dan atas nama badan hukum. (9) Acara perundingan, Kaukus dan mendengar keterangan ahli/ pihak ketiga dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan tatap muka langsung atau melalui sarana teknologi informasi (seperti telepon, telekonferensi dan atau videokonferensi). (10) Selama belum tercapai Kesepakatan Perdamaian, salah satu Pihak dapat menyatakan mundur dari proses Mediasi kepada Mediator, dengan tembusan Pihak lain dan Dewan Pengurus, jika terdapat alasan dan bukti yang kuat bahwa Pihak lain menunjukkan itikad tidak baik dalam menjalani proses Mediasi. (11) Setelah berakhirnya Mediasi, Mediator membuat laporan mengenai selesainya Mediasi kepada Dewan Pengurus. PASAL 25 BAB VI HASIL MEDIASI MEDIASI TIDAK MENCAPAI PERDAMAIAN (1) Mediator menyatakan Mediasi berakhir tanpa penyelesaian dan segera melaporkan hal tersebut kepada Dewan Pengurus dengan tembusan Para Pihak jika: (a) setelah lampaunya waktu, Mediasi tidak berhasil mencapai perdamaian; (b) Mediator mengetahui bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasikan, ternyata melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak menjadi pihak dalam Mediasi, sehingga tidak mungkin dapat dibuat suatu perdamaian yang akan dapat dilaksanakan dengan baik; (c) satu atau lebih Pihak mengundurkan diri dari Mediasi; (d) Mediator menilai tidak ada itikad baik dari salah satu Pihak atau Para Pihak dalam Mediasi. (2) Berdasarkan keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka tugas Mediator selesai, dan selanjutnya sengketa tersebut dapat dilanjutkan pada proses penyelesaian sengketa lainnya sesuai kesepakatan/ perjanjian di antara Para Pihak. (3) Jika Para Pihak dalam Permohonan Mediasi memilih prosedur Mediasi, dan sepakat untuk melanjutkan penyelesaian sengketanya kepada Arbitrase BANI, maka sengketa tersebut akan diadministrasikan oleh BANI sebagai sengketa baru dan diselenggarakan menurut Peraturan & Acara Arbitrase BANI. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 14

16 (4) Jika Para Pihak dalam Permohonan Mediasi memilih prosedur Med-Arb, maka penyelesaian sengketanya secara otomatis akan dilanjutkan oleh BANI kepada Arbitrase BANI, dan diselenggarakan menurut Peraturan & Acara Arbitrase BANI namun tidak lagi dikenakan ketentuan pendaftaran Permohonan Arbitrase dan Biaya Pendaftaran Permohonan Arbitrase. PASAL 26 KESEPAKATAN PERDAMAIAN (1) Jika Para Pihak berhasil mencapai perdamaian, Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator harus menuangkan kesepakatan tersebut dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator sebagai saksi. (2) Jika ada Pihak dalam proses Mediasi diwakili oleh kuasa hukum, Pihak tersebut wajib membuat pernyataan secara tertulis mengenai persetujuannya atas Kesepakatan Perdamaian yang dicapai. (3) Sebelum Para Pihak menandatangani Kesepakatan Perdamaian, Mediator memeriksa materi perdamaian untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik. (4) Kesepakatan Perdamaian harus memuat klausula yang menyatakan bahwa perkara antara Para Pihak yang dipersoalkan dalam Permohonan Mediasi telah selesai, dan jika perlu memuat pula klausula bahwa Para Pihak mencabut gugatan atau tuntutan atau laporan dalam bentuk apapun terhadap Pihak lain kepada forum/ instansi lain, baik pada saat itu maupun di masa mendatang. (5) Dengan ditandatangani Kesepakatan Perdamaian oleh Para Pihak, Mediator menyatakan Mediasi dan tugas Mediator selesai. (6) Dalam Permohonan Med-Arb, dan jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dibuatkan Akta Perdamaian, maka BANI tidak perlu melanjutkannya kepada proses Arbitrase. PASAL 27 KESEPAKATAN PERDAMAIAN SECARA PARSIAL (1) Jika dalam persengketaan terdapat lebih dari 1 (satu) tuntutan, atau melibatkan banyak Pihak, maka diperbolehkan kepada Para Pihak untuk mencapai Kesepakatan Perdamaian untuk sebagian saja dari tuntutan-tuntutan tersebut dan atau hanya pada sebagian Pihak saja. (2) Kesepakatan Perdamaian secara parsial tidak dapat dibuatkan Akta Perdamaian menurut Peraturan ini. (3) Jika Para Pihak dalam Permohonan Mediasi memilih prosedur Mediasi, dan sepakat untuk melanjutkan penyelesaian atas sebagian sengketa yang belum terselesaikan kepada Arbitrase BANI, maka sengketa tersebut akan diadministrasikan oleh BANI sebagai sengketa baru dan diselenggarakan menurut Peraturan & Acara Arbitrase BANI. (4) Jika Para Pihak dalam Permohonan Mediasi memilih prosedur Med-Arb, maka penyelesaian atas sebagian sengketa yang belum terselesaikan secara otomatis akan dilanjutkan oleh BANI kepada Arbitrase BANI, dan diselenggarakan menurut Peraturan & Acara Arbitrase BANI namun tidak lagi dikenakan ketentuan pendaftaran Permohonan Arbitrase dan Biaya Pendaftaran Permohonan Arbitrase. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 15

17 PASAL 28 SIFAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN Kesepakatan Perdamaian dibuat oleh Para Pihak secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan, serta bersifat final dan mengikat Para Pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik, dan terhadap Kesepakatan Perdamaian tersebut tidak dapat diajukan perlawanan atau bantahan. PASAL 29 PELAKSANAAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN (1) Para Pihak wajib melaksanakan Kesepakatan Perdamaian dalam jangka waktu yang disepakati dalam kesepakatan tersebut. (2) Pihak yang tidak melaksanakan Kesepakatan Perdamaian dianggap melanggar perjanjian. (3) Pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian berhak melakukan upaya hukum terhadap Pihak yang ingkar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. PASAL 30 BAB VII AKTA PERDAMAIAN KEHENDAK UNTUK DIBUATKAN AKTA PERDAMAIAN (1) Jika Para Pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dituangkan ke dalam Akta Perdamaian, hal tersebut harus tercantum pada Kesepakatan Perdamaian. (2) Permohonan pembuatan Akta Perdamaian diajukan oleh Para Pihak kepada BANI melalui pengajuan pendaftaran Permohonan Arbitrase berdasarkan Peraturan ini. (3) Para Pihak yang mencapai Kesepakatan Perdamaian melalui Mediasi yang diselenggarakan di luar BANI, dapat juga mengajukan kepada BANI untuk meminta Akta Perdamaian melalui pengajuan pendaftaran Permohonan Arbitrase dengan prosedur yang sama sebagaimana Kesepakatan Perdamaian yang dicapai dalam Mediasi BANI. (4) Prosedur Arbitrase untuk Permohonan Arbitrase sebagaimana dimaksud di atas diselenggarakan secara sederhana berdasarkan Peraturan ini. PASAL 31 PERMOHONAN ARBITRASE UNTUK AKTA PERDAMAIAN (1) Permohonan Arbitrase diajukan oleh salah satu Pihak ( Pemohon ) dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan persidangan Arbitrase dan memuat: (a) surat tuntutan yang berisikan: (i) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak; (ii) uraian singkat tentang sengketa/ duduk perkara; (iii) isi tuntutan; dan (b) lampiran-lampiran yang terdiri dari: (i) fotokopi bukti pembayaran atas Biaya Pendaftaran sesuai dengan Peraturan ini; (ii) fotokopi Perjanjian Arbitrase yang mendasari Permohonan Arbitrase; (iii) akta daftar bukti yang diajukan berikut keterangannya; (iv) fotokopi dokumen bukti yang bermeterai, terutama Kesepakatan Perdamaian. (2) Isi tuntutan dalam Permohonan Arbitrase sebagaimana dimaksud di atas adalah agar Arbiter membuat Akta Perdamaian dan menghukum Para Pihak untuk melaksanakan butir-butir kesepakatan dalam Kesepakatan Perdamaian. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 16

18 (3) Dewan Pengurus menyampaikan konfirmasi penerimaan/ penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase kepada Pemohon, tembusan Pihak lain ( Termohon ), dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah tanggal pengajuan. (4) Jika pendaftaran Permohonan Arbitrase ditolak, surat konfirmasi Dewan Pengurus memuat pula alasan penolakan. Pemohon dapat mengajukannya kembali dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. (5) Jika pendaftaran Permohonan Arbitrase diterima, surat konfirmasi Dewan Pengurus memuat pula pemberitahuan mengenai: (a) penunjukan Arbiter; (b) nama Sekretaris; (c) biaya-biaya Arbitrase; (d) salinan Permohonan Arbitrase untuk Termohon. (6) Dewan Pengurus dapat melimpahkan kewenangan kepada personil Sekretariat dalam memberikan konfirmasi pendaftaran Permohonan Arbitrase. PASAL 32 PROSEDUR ARBITRASE UNTUK AKTA PERDAMAIAN (1) Arbiter: (a) Permohonan Arbitrase akan diperiksa oleh Arbiter Tunggal; (b) Arbiter Tunggal ditunjuk oleh Dewan Pengurus dari Daftar Arbiter/ Mediator BANI dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah konfirmasi pendaftaran Permohonan Arbitrase; (c) Dewan Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu tersebut paling lama 7 (tujuh) hari lagi. (d) Mediator yang telah memfasilitasi Para Pihak dalam membuat Kesepakatan Perdamaian tidak dapat ditunjuk sebagai Arbiter; (e) Arbiter wajib menaati ketentuan Kode Etik dan melaksanakan tugasnya sampai selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Kode Etik; (f) wewenang Arbiter tidak dapat dibatalkan dengan meninggalnya atau digantinya Arbiter, dan wewenang tersebut dilanjutkan oleh Arbiter pengganti yang ditunjuk dengan tata cara sebagaimana yang berlaku untuk pengangkatan Arbiter yang digantikan tersebut; (g) Dewan Pengurus segera mengganti Arbiter yang bersangkutan jika: (i) Arbiter meninggal dunia atau dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk mengajukan permohonan pengunduran diri; (ii) diajukan tuntutan Hak Ingkar oleh salah satu Pihak dengan alasan Arbiter memiliki Benturan Kepentingan, tidak bersikap netral dan atau tidak independen; (h) dalam hal Arbiter diganti, semua pemeriksaan yang telah diadakan harus diulang kembali; (i) terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Arbiter akan diproses oleh BANI melalui sidang Majelis Etik. (2) Sekretaris Arbitrase: Badan Arbitrase Nasional Indonesia 17

19 (a) Dewan Pengurus menunjuk salah satu personil Sekretariat sebagai Sekretaris; (b) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan Mediasi dan melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan BANI; (c) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut: (i) membuat berita acara pemeriksaan atau persidangan; (ii) mengurus korespondensi Arbitrase; (iii) menyimpan catatan dan dokumen Arbitrase; (iv) mewakili Arbiter menyampaikan panggilan sidang; (v) membantu Arbiter menyusun jadwal pemeriksaan dan mengingatkan batas-batas waktunya; (vi) membantu Arbiter membuat laporan kepada Dewan Pengurus mengenai selesainya Arbitrase; (vii) tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi Sekretaris. (3) Jangka waktu pemeriksaan Arbitrase: (a) Dewan Pengurus menyerahkan berkas Permohonan Arbitrase kepada Arbiter melalui Sekretaris supaya dapat segera ditetapkan sidang pertama; (b) jangka waktu pemeriksaan Arbitrase adalah 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan Arbiter sampai dengan ditutupnya pemeriksaan; (c) Arbiter berwenang memperpanjang jangka waktu tersebut paling lama 20 (dua puluh) hari lagi. (4) Tempat Arbitrase: (a) tembat Arbitrase adalah di Jakarta, atau tempat lain yang ditetapkan Arbiter dengan kesepakatan Para Pihak; (b) Arbiter dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa. (5) Bahasa: (a) bahasa dalam Arbitrase bahasa Indonesia, atau bahasa lain yang ditetapkan Arbiter dengan kesepakatan Para Pihak; (b) Akta Perdamaian tetap dibuat dalam bahasa Indonesia; (c) Arbiter, atas permintaan Para Pihak, dapat menunjuk penterjemah independen untuk menerjemahkan Akta Perdamaian ke dalam bahasa lain. (6) Kewenangan Arbiter: (a) Arbiter memiliki segala kewenangan yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, termasuk menetapkan jadwal sidang, tata tertib sidang, acara pemeriksaan yang mungkin belum cukup diatur dalam Peraturan ini, dan hal-hal yang dianggap perlu untuk kelancaran pemeriksaan Arbitrase; (b) Arbiter berwenang mengenakan sanksi terhadap Pihak yang lalai atau menolak untuk menaati apa yang telah ditetapkan oleh Arbiter, dan atau bersikap atau melakukan tindakan yang menghina persidangan dan atau yang dapat menghambat proses pemeriksaan sengketa. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 18

20 (7) Kuasa Hukum: (a) masing-masing Pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasa hukumnya dengan surat kuasa yang bersifat khusus; (b) kuasa hukum wajib mempunyai izin praktek beracara sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; (c) dalam hal kuasa hukum lebih dari 1 (satu) orang, paling kurang 1 (satu) orang kuasa hukum memenuhi persyaratan tersebut dan menjadi advokat utama; (d) jika suatu Pihak diwakili oleh advokat asing, maka harus didampingi oleh advokat Indonesia yang memenuhi persyaratan tersebut. (8) Panggilan Sidang: (a) paling lama 5 (lima) hari setelah menerima berkas-berkas Permohonan Arbitrase dari Dewan Pengurus, Arbiter melalui Sekretaris menyampaikan surat panggilan sidang pertama kepada Para Pihak; (b) dalam surat panggilan tersebut disebutkan perintah kepada Termohon untuk memberikan jawabannya ( Jawaban ) secara tertulis pada sidang pertama; (c) sidang pertama harus diselenggarakan paling kurang 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat panggilan kepada Para Pihak; (d) jika Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap pada sidang pertama, sedangkan Pemohon telah dipanggil secara patut, Arbiter menyatakan Permohonan Arbitrase gugur; (e) dalam hal Permohonan Arbitrase diajukan oleh Para Pemohon, ketidakhadiran salah satu Pemohon juga mengakibatkan gugurnya Permohonan Arbitrase; (f) jika Termohon/ salah satu Termohon (jika tuntutan diajukan kepada lebih dari 1 (satu) Termohon) tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap pada sidang pertama, sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, Arbiter menunda persidangan dan melakukan pemanggilan sidang kembali kepada Termohon yang tidak hadir; (g) sidang berikutnya diselenggarakan paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah penundaan sidang tersebut; (h) jika Termohon/ salah satu Termohon tetap tidak datang menghadap di muka persidangan berikutnya tanpa alasan sah, sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, pemeriksaan akan dilanjutkan; (i) panggilan sidang-sidang berikutnya ditetapkan oleh Arbiter dalam persidangan, atau melalui surat panggilan sidang yang akan disampaikan oleh Sekretaris. (9) Perbaikan Permohonan Arbitrase: (a) sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat memperbaiki Permohonan Arbitrase; (b) dalam hal sudah ada Jawaban, perbaikan Permohonan Arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Termohon; (c) perbaikan terhadap Permohonan Arbitrase tidak boleh menambah atau mengurangi Kesepakatan Perdamaian. (10) Jawab-menjawab dan Pembuktian: (a) tidak ada Replik, Duplik maupun Kesimpulan dalam acara pemeriksaan Arbitrase menurut Peraturan ini; Badan Arbitrase Nasional Indonesia 19

21 (b) Arbiter berwenang menentukan apakah acara pencocokan bukti diselenggarakan dalam suatu persidangan atau cukup dalam pemeriksaan yang diselenggarakan oleh Sekretaris bersama-sama Para Pihak; (c) Arbiter berwenang menentukan apakah bukti-bukti dapat diterima, relevan dan menyangkut materi perkara dan memiliki kekuatan bukti, termasuk terhadap bukti rekaman suara, rekaman audio visual dan data elektronik; (d) atas perintah Arbiter, atau atas permintaan salah satu Pihak kepada Arbiter, dapat dimintakan kepada seseorang untuk memberikan keterangan saksi (saksi fakta maupun ahli) yang diselenggarakan menurut hukum acara perdata. (11) Penutupan Sidang Pemeriksaan: (a) sebelum Arbiter menetapkan penutupan pemeriksaan, Para Pihak masih diberikan kesempatan untuk menyampaikan bukti-bukti dan atau keterangan-keterangan tambahan jika ada; (b) pernyataan penutupan pemeriksaan dinyatakan Arbiter dalam persidangan atau melalui surat yang disampaikan Sekretaris kepada Para Pihak. (12) Korespondensi dan kerahasiaan: (a) surat-menyurat dalam Arbitrase disampaikan dalam persidangan atau melalui Sekretaris; (b) Arbitrase berlangsung secara rahasia dan tertutup; (c) ketentuan kerahasiaan tetap berlaku meskipun Arbitrase telah selesai, kecuali dibuka atas izin Para Pihak terlebih dahulu; (d) Arbiter berwenang menghentikan proses Arbitrase untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan kerahasiaan tersebut tidak terulang kembali. PASAL 33 PENYUSUNAN AKTA PERDAMAIAN (1) Arbiter menyusun sendiri rancangan Akta Perdamaian dan menandatanganinya. (2) Arbiter akan membuat Akta Perdamaian jika Kesepakatan Perdamaian memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: (a) sesuai kehendak Para Pihak; (b) tidak bertentangan dengan hukum dan kepatutan; (c) tidak merugikan Pihak ketiga; (d) dapat dieksekusi; dan (e) dibuat dengan itikad baik Para Pihak. (3) Jika Kesepakatan Perdamaian tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, Arbiter dapat meminta Para Pihak untuk memperbaikinya sehingga memenuhi persyaratan tersebut. PASAL 34 PEMBACAAN DAN PENYAMPAIAN AKTA PERDAMAIAN (1) Akta Perdamaian harus sudah dibacakan oleh Arbiter pada sidang pembacaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah pemeriksaan dinyatakan ditutup. (2) Jika ada salah satu Pihak tidak hadir pada hari sidang yang telah ditentukan, pembacaan Akta Perdamaian tetap dilaksanakan oleh Arbiter. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 20

22 (3) Salinan Akta Perdamaian harus sudah disampaikan oleh Arbiter melalui Sekretaris kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah dibacakan, atau dapat diambil oleh Para Pihak di Sekretariat. PASAL 35 KOREKSI ATAS AKTA PERDAMAIAN (1) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah salinan Akta Perdamaian diterima, salah satu Pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif. Koreksi juga dapat dilakukan atas inisiatif Arbiter setelah menyadari adanya kekeliruan dalam Akta Perdamaian. (2) Yang dimaksud dengan "kekeliruan administratif" adalah koreksi terhadap kesalahan penghitungan, kekeliruan klerikal dan tipografis dalam penulisan nama, alamat Para Pihak atau Arbiter dan lain-lain kekeliruan semacam itu yang tidak mengubah substansi Akta Perdamaian. (3) Jika Akta Perdamaian dikoreksi, Arbiter harus telah selesai membuat koreksi tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah menerima permohonan koreksi atau setelah menyadari adanya kekeliruan tersebut. Akta Perdamaian yang telah dikoreksi cukup disampaikan secara korespondensi kepada Para Pihak melalui Sekretaris. PASAL 36 SIFAT DAN PELAKSANAAN AKTA PERDAMAIAN (1) Akta Perdamaian tidak didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. (2) Akta Perdamaian tidak dapat diajukan banding dan kasasi, dan memiliki kekuatan mengikat dan eksekutorial, serta disamakan dengan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. PASAL 37 BAB VIII BIAYA-BIAYA LAYANAN MEDIASI JENIS-JENIS BIAYA (1) Biaya-biaya dalam layanan Mediasi dan Med-Arb dalam Peraturan ini terdiri dari: (a) Biaya Pendaftaran; (b) Biaya Perundingan & Pemeriksaan; (c) Biaya Layanan Administrasi & Mediator/ Arbiter; (d) Biaya Pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian dan Akta Perdamaian. (2) Terhadap biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku pengenaan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (3) Para Pihak bebas menyepakati bagaimana pembagian beban atas Biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) di antara Para Pihak. Jika tidak ada kesepakatan tersebut, BANI menganggap beban atas biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dipikul Para Pihak secara pro rata, kecuali biaya untuk menghadirkan saksi dalam pemeriksaan Arbitrase ditanggung sendiri oleh Pihak yang menghadirkannya. (4) Dewan Pengurus menunda dan atau menghentikan Mediasi/ pemeriksaan jika ada biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) yang belum dilunasi oleh Para Pihak sesuai Peraturan ini. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Biaya-biaya Mediasi ditetapkan oleh Dewan Pengawas. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 21

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT YANG MENGIKAT [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-04/BANI/09/2016

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-02/BANI/09/2016 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN BIAYA-BIAYA LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-05/BANI/09/2016

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di bidang

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG ARBITER, MEDIATOR DAN KODE ETIK [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-01/BANI/09/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan antara Para

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA Nomor : 001/SK-BMAI/09.2014 TENTANG PERATURAN & PROSEDUR ARBITRASE BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/03.2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/01.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/01.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/01.2009 TENTANG KODE ETIK ARBITER PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa Badan Arbitrase

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1826, 2017 BAWASLU. Penyelesaian Sengketa Pemilu. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI

PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) Gedung Menara Duta Lt. 7, Wing A Jl. HR. Rasuna Said Kav. B-9 Jakarta 12910 Telp: (021) 527 4145, Faks: (021) 527

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BAB I ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/ MEDIATOR BAPMI Pasal 1 Etika Perilaku terhadap Lembaga dan Profesi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG No.588, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI INFORMASI. Penyelesaian Sengketa. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 2) PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

HUKUM ACARA BADAN ARBITRASE KEOLAHRAGAAN INDONESIA ( BAKI )

HUKUM ACARA BADAN ARBITRASE KEOLAHRAGAAN INDONESIA ( BAKI ) HUKUM ACARA BADAN ARBITRASE KEOLAHRAGAAN INDONESIA ( BAKI ) BAB I RUANG LINGKUP Pasal 1 Arbitrase Mandatori Pasal 28.1 AD secara tegas menyatakan bahwa setiap perselisihan, sengketa, tuntutan, ketidak-sepahaman,

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci