BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. RONA AWAL Langkah awal sebelum menganalisa dan merancang ruas jalan Lubuk Begalung Indarung di KM. PDG KM. PDG , terlebih dahulu perlu diketahui kondisi eksisting, yang meliputi : Kondisi Tata Guna Lahan Kondisi lahan yang ada pada sekitar lokasi ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung sangat beragam, yang terdiri dari kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pasar, kawasan persawahan. Ruas jalan ini merupakan jalur lintas tengah pulau Sumatera dan sebagai jalur penghubung dari pabrik Semen Padang menuju pelabuhan Teluk Bayur. Kondisi jalan yang ditinjau adalah termasuk dataran dengan kemiringan,% 4,%. Kondisi tata guna lahan kota Padang dapat dilihat pada gambar Lokasi Sumber : RTRW Kota Padang Gambar 5.1. Peta Tata Guna Lahan Kota Padang Kondisi Topografi Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata >4%. ARNIS / V-1

2 Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai m dpl sampai >1. m dpl. Kelandaian pada daerah Lubuk Begalung sampai Indarung berkisar antar 2% s/d 15%, sedangkan kelandaian ruas jalan Lubuk Begalung Indarung KM. PDG berkisar antara 1% s/d 4%. Bentuk ruas jalan ini pada umumnya lurus dan pada tikungan dengan jari-jari yang cukup besar. Kondisi topografi Kota Padang dan topografi ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung dapat dilihat pada Gambar 5.2. dan gambar 5.3. Lokasi Sumber : RTRW Kota Padang Gambar 5.2. Peta Topografi Kota Padang ARNIS / V-2

3 Sumber: Dokumentasi lapangan Gambar 5.3. Gambaran Umum Kondisi Topografi Ruas Jalan Lubuk Begalung-Indarung KM.PDG. 9+1 (Sta. 3+1) Kondisi Jalan Berdasarkan data yang di peroleh dari SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat, kondisi existing jalan pada ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung seperti Gambar 5.4. Sumber: SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat Gambar 5.4. Sketsa Umum Penampang Melintang Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung ARNIS / V-3

4 Dari Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa pada umumnya kondisi struktur lapisan perkerasan pada jalan Lubuk Begalung - Indarung pada kondisi pemeliharaan jalan ditahun 28 dijelaskan sebagai berikut: 1. Lapis aus menggunakan AC-WC dengan tebal 4, cm 2. Lapis aus menggunakan AC-BC dengan tebal 5, cm 3. Agregat base Klas A dengan tebal 25 cm 4. Agregat base Klas B dengan tebal 3 cm Lalu Lintas Ruas Jalan Lubuk Begalung Indarung merupakan salah satu ruas jalan utama yang menghubungkan antar Lintas Sumatera, akses dari luar kota Padang menuju pusat kota Padang dan jalur ekspedisi dari pabrik Semen Padang menuju ke Pelabuhan Teluk Bayur, sehingga jenis kendaraan yang lewat di ruas jalan tersebut bervariasi, dengan frekuensi lalu lintas yang tinggi. Untuk mengetahui volume lalu lintas harian rata rata, idealnya dilakukan survei lalu lintas selama beberapa tahun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, dengan membagikan jumlah kendaraan dalam setahun dengan jumlah hari dalam setahun. Data LHR yang didapat adalah data LHR pada jam sibuk puncak yang dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 5 s/d 7 September 211 dalam satuan kendaraan perjam. Untuk mendapatkan data LHR dalam satuan kendaraan perhari, maka data kendaraan yang dalam satuan kendaraan perjam dibagi dengan konfersi faktor k, dimana nilai faktor k ini diambil berdasarkan tabel 2.5. Untuk ruas jalan Lubuk Begalung-Indarung ini diambil faktor k 8% karena jumlah penduduk kota Padang lebih dari 1 (satu) juta penduduk dengan kelas jalan arteri. Hasil perhitungan LHR tahun 211 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. ARNIS / V-4

5 Tabel 5.1. Data LHR Tahun 211 Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung JENIS KENDARAAN LHR (kend/jam) LHR TAHUN 211 5/9/211 6/9/211 7/9/211 Rata-rata MC Gol LV HV Gol Gol Gol Gol. 5a Gol. 5b ,% Gol. 6a Gol. 6b Gol. 7a Gol. 7b, 1,,,3 4 5 Gol. 7c Sumber : Olahan data Grafik LHR ruas jalan Lubuk Begalung Indarung dari tahun 27 s/d 211 dapat dilihat sebagai mana yang terlihat Gambar 5.5. Faktor k LHR (kend/hari) LHR TAHUN 213 LHR Jalan Lubuk Begalung-Indarung tahun 27 s/d 211 Arus Lalu Lintas (kend/hr) Gol. Gol. Gol. Gol. Gol. Gol. Gol. Gol. Gol a 5b 6b 7a 7b Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Sumber : SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat Gambar 5.5. Grafik LHR Ruas Jalan Lubuk Begalung Indarung tahun 27 s/d 211 ARNIS / V-5

6 Sumber. Doc. Lapangan Gambar 5.6. Kemacetan dan Beberapa Jenis Kendaraan yang Melewati Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung Tingginya volume lalu lintas yang melewati ruas jalan Lubuk Begalung Indarung berpengaruh terhadap pengguna jalan itu sendiri, dengan timbulnya kemacetan lalu-lintas terutama pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara jumlah kendaraan yang ada dengan ketersediaan prasarana jalan seperti yang terlihat pada Gambar 5.6. Dari data lalu-lintas yang didapatkan, menunjukkan bahwa komposisi kendaraan juga didominasi oleh kendaraan berat. Pengaruh dari berbagai jenis kendaraan terhadap struktur perkerasan lentur lebih ditentukan oleh beban sumbu kendaraan, lama pembebanan (statis atau dinamis), dan repetisi beban yang harus dipikul oleh struktur perkerasan. Kendaraan berat dan yang sedang berhenti akan lebih merusak struktur perkerasan dibandingkan dengan kendaraan yang ringan dan sedang berjalan. Besarnya pengaruh beban sumbu terhadap kerusakan perkerasan dinyatakan dengan Faktor Ekivalen (FE). Besarnya variasi beban sumbu kendaraan ditunjukkan dalam Tabel 5.2. ARNIS / V-6

7 Tabel 5.2. Variasi Beban Sumbu Kendaraan yang Lewat Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung No. Jenis Kendaraan Berat Total Maks. (ton) Konfigurasi Sumbu Beban Sumbu ( ton ) 1. Sedan, jeep, station wagon ( Gol 2 ) S S 5% 5% 1, 1, 2. Angkutan penumpang sedang ( Gol 3 ) S S 5% 5% 1, 1, 3. Pick up, micro truk dan mobil hantaran ( Gol S S 5% 5% 2,5 2,5 4. Bus kecil ( Gol 5A ) S S 5% 5% 2,5 2,5 5. Bus besar ( Gol 5B ) S D 34% 66% 3,6 5,94 6. Truk ringan 2 sumbu ( Gol 6A ) 8, Truk sedang 2 sumbu ( Gol 6B ) 18, % 66% 34% 66% 2,822 5,478 6,188 12,12 8. Truk 3 sumbu ( Gol 7A ) S D D 6,25 9,375 9, Truk trailer ( Gol 7B ) ,56 11,76 11,34 11,34 D D 1. Semitrailer ( Gol 7C ) 31, D D 5,652 8,792 8,478 8,478 Sumber : Silvia Sukirman 21 18% 25% 37,5% 37,5% 28% 18% 28% 27% 27% 27% 27% 5.2. PERANCANGAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODA Pd.T Perencanaan Tebal Pelat Data parameter perencanaan sebagai berikut : 1. Status/ fungsi jalan = Jalan Nasional/ Arteri Primer 2. CBR tanah dasar = 6,5 % 3. Kuat tarik lentur (f cf ) = 4, MPa (f cf = 4 kg/cm 2 ) 4. Bahan pondasi bawah = stabilisasi 5. Mutu baja tulangan = BBDT BJTU 37 (f y = 24 kg/cm 2 ) 6. Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1 7. Bahu jalan = pakai beton 8. Ruji (dowel) = ya 9. Data LHR jalan Lubuk Begalung - Indarung (Tabel 5.3) ARNIS / V-7

8 Tabel 5.3. Data LHR Ruas Jalan Lubuk Begalung Indarung (KM. PDG. 6+ KM. PDG ) JENIS KENDARAAN MC Gol Sumber : Olahan data LHR TAHUN 211 LHR TAHUN 213 (Awal Operasional) Gol LV Gol Gol Gol. 5a Gol. 5b Gol. 6b HV Gol. 7a Gol. 7b Gol. 7c LHR TAHUN 233 (Akhir Operasional) ( kend/hari ) ( kend/hari ) ( kend/hari ) 1. Pertumbuhan lalu-lintas = 5 % pertahun 11. Umur rencana = 2 tahun 12. Awal perasional jalan = tahun 213 Direncanakan perkerasan kaku untuk 2 lajur 1 arah dengan perkerasan beton bersambung dengan tulangan (BBDT) Langkah-langkah perhitungan tebal pelat 1. Analisis lalu lintas Jumlah sumbu kendaraan berdasarkan jenis dan bebeannya ditampilkan dalam tabel 5.4 berikut. ARNIS / V-8

9 Tabel 5.4. Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya Jenis Kendaraan 1 Konfigurasi Beban Sumbu Jumlah Jml. Jml STRT STRG STdRG (ton) Kend. Sumbu Sumbu RD RB RGD RGB (bh) Per (bh) BS JS BS JS BS JS kend (3x4) Bus kecil (gol. 5a) 2,5 2, ,5 17 2, Bus besar (gol. 5b) 3,6 5, ,1 51 5, Truk 2 sumbu (gol. 6b) 6,19 12, , , Truk 3 sumbu (gol. 7a) 6,25 18, , ,8 859 Truck gandeng (gol. 7b) 7,56 11,76 22, ,6 5 11,8 5 22,7 5 Jumlah Keterangan : RD = roda depan BS = beban sumbu STRT = sumbu tunggal roda tunggal RB = roda belakang JS = jumlah sumbu STRG = sumbu tunggal toda ganda RGD = roda gandeng depan STdRG = sumbu tandem roda ganda RGB = roda gandeng belakang Sumber : Olahan data tahun adalah : Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dihitung dengan rumus : R = 1 + i UR 1 i R = 1 +,5 2 1,5 R = 33,7 Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana 2 JSKN = 365 x JSKNH x R = 365 x 4435 x 33,7 = 5,35 x 1 7 JSKN rencana = C x JSKN C =,7 (tabel 3.2) =,7 x 5,35 x 1 7 = 3,75 x Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi Repetisi beban sumbu dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kelebihan beban (overload) pada ruas jalan yang ditinjau. Kelebihan beban diperkirakan sebesar 1% dari beban rencana, berdasarkan tabel 2.8, Faktor Kelebihan Beban (FKB) untuk jalan arteri adalah 1,1. ARNIS / V-9

10 Analisa asumsi perhitungan kelebihan beban pada ruas jalan Lubuk Begalung Indarung terlihat pada tabel 5.5 berikut JENIS SUMBU Tabel 5.5. Analisa kelebihan beban ruas jalan Lubuk Begalung-Indarung BEBAN AWAL BEBAN SUMBU BEBAN RENC. PER RODA BEBAN OVERLOAD 1% [(B.Sumbu + (B.sumbu x,1)] BEBAN SUMBU BEBAN RENC. PER RODA KET. Ton kn ( kn ) Ton kn ( kn ) (1) (1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5)/2 (7) 6, ,88 68,8 34,38 6, ,81 68,1 34,3 STRT 7, ,32 83,2 41,58 3, ,37 33,7 16,83 2, ,75 27,5 13,75 12, 12 3,3 13,21 132,1 33,3 STRG 11, ,94 129,4 32,34 5, ,53 65,3 16,34 2,5 25 6,25 2,75 27,5 6,88 STdRG 22, ,35 24,95 249,5 31,19 18, ,4375 2,63 26,3 25,78 Sumber : Olahan data Jumlah sumbu untuk tiap jenis sumbu adalah dengan menjumlah sumbu pada satu jenis sumbu, seperti dicontohkan untuk jenis sumbu STRT yaitu : Jumlah sumbu STRT 1 = 1718 buah Jumlah sumbu STRT 2 = 226 buah Jumlah sumbu STRT 3 = 15 buah Jumlah sumbu STRT 4 = 12 buah Jumlah sumbu STRT 5 = 34 buah Jumlah = 4435 buah Dengan cara yang sama, didapat jumlah sumbu untuk tiap jenis sumbu yaitu : STRT = 4435 buah ARNIS / V-1

11 STRG STdRG Jumlah = 2717 buah = 1733 buah = 8885 buah Proporsi sumbu dihitung dengan membagi jumlah sumbu satu jenis kendaraan dalam satu jenis sumbu dengan jumlah sumbu dalam satu sumbu, dengan contoh pada sumbu STRT yaitu : STRT 1 = =,387 STRT 2 = =,51 STRT 3 = =,3 STRT 4 = =,23 STRT 5 = =,77 Proporsi sumbu dihitung dengan membagi jumlah sumbu pada satu jenis sumbu dengan jumlah total sumbu, yaitu : Proporsi sumbu STRT = =,5 Proporsi sumbu STRG = =,31 Proporsi sumbu STdRG = =,2 Repetisi yang terjadi dengan rumus = proporsi beban dikali proporsi sumbu dikali lalu lintas rencana. Hasil repetisi sumbu yang terjadi seperti pada tabel 5.6 berikut. ARNIS / V-11

12 Tabel 5.6. Repetisi sumbu yang terjadi Sumber : Olahan data 3. Menentukan CBR tanah dasar efektif Setelah didapat repetisi beban sumbu yang terjadi, kemudian dicari nilai CBR tanah dasar efektif dengan menggunakan Gambar 5.7. Nilai CBR tanah dasar untuk ruas jalan Lubuk Begalung Indarung diambil nilai CBR segmen terkecil yaitu 6,5 % berdasarkan data yang ada. 46 6,5 Sumber : Pd.T Gambar 5.7. Grafik Penentuan CBR Tanah Dasar Efektif ARNIS / V-12

13 Dari Gambar 5.7 diatas, didapat nilai CBR tanah dasar efektif adalah sebesar 46 %. Penentuan tebal dengan menghitung tegangan ekivalen dan faktor erosi dengan menggunakan tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton Tebal Slab (mm) CBR Eff Tanah Dasar (%) Faktor Erosi Tegangan Setara Tanpa Ruji Dengan Ruji / Beton Bertulang STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG 21 5,85 1,38 1,2,93 1,96 2,56 2,7 2,75 1,74 2,34 2,48 2, ,82 1,3 1,11,87 1,94 2,54 2,65 2,67 1,72 2,32 2,42 2, ,8 1,27 1,8,84 1,93 2,53 2,62 2,64 1,71 2,31 2,39 2, ,8 1,24 1,5,83 1,92 2,52 2,6 2,62 1,7 2,3 2,37 2, ,79 1,22 1,3,81 1,91 2,51 2,58 2,6 1,69 2,29 2,35 2, ,77 1,17,98,78 1,9 2,49 2,54 2,56 1,67 2,28 2,31 2, ,76 1,13,94,76 1,88 2,48 2,51 2,51 1,65 2,26 2,27 2, ,75 1,7,9,74 1,86 2,47 2,45 2,46 1,64 2,24 2,22 2, ,79 1,3 1,13,87 1,91 2,51 2,67 2,72 1,68 2,29 2,44 2, ,77 1,22 1,5,81 1,89 2,49 2,61 2,64 1,66 2,27 2,38 2, ,76 1,19 1,2,79 1,88 2,48 2,58 2,61 1,66 2,26 2,35 2, ,75 1,17,99,78 1,87 2,47 2,56 2,58 1,65 2,25 2,33 2, ,74 1,15,97,76 1,86 2,46 2,54 2,56 1,64 2,24 2,31 2, ,72 1,11,92,73 1,85 2,45 2,5 2,52 1,62 2,22 2,27 2, ,71 1,6,88,71 1,83 2,43 2,47 2,48 1,6 2,2 2,23 2, ,7 1,1,85,69 1,81 2,41 2,41 2,41 1,58 2,18 2,18 2, ,74 1,22 1,8,82 1,86 2,46 2,63 2,69 1,63 2,23 2,4 2,5 23 1,72 1,15 1,,77 1,84 2,44 2,57 2,61 1,61 2,21 2,34 2, ,71 1,12,97,75 1,83 2,43 2,54 2,58 1,6 2,21 2,31 2, ,7 1,1,94,74 1,82 2,42 2,52 2,55 1,59 2,2 2,29 2, ,69 1,8,92,72 1,81 2,41 2,5 2,53 1,58 2,19 2,27 2, ,68 1,4,87,69 1,8 2,4 2,46 2,48 1,56 2,17 2,23 2, ,67 1,,83,67 1,78 2,38 2,43 2,44 1,54 2,15 2,19 2, ,66 1,96,8,65 1,76 2,36 2,37 2,37 1,53 2,13 2,12 2,16 STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal STdRG : Sumbu Tandem Roda Ganda STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda STrRG : Sumbu Tridem Roda Ganda Sumber : Pd.T Asumsi 1 (tebal pelat 21 cm) a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE) Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi. Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT =,77 ; CBR 5%, STRT =,76, didapat CBR 46% sebagai berikut : ARNIS / V-13

14 CBR Efektif (%) TE STRT = =, ,76,77 +,77 Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8. Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 21 cm Tegangan setara Faktor Erosi STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG 35,77 1,17,98,78 1,67 2,28 2,31 2,34 46,76 1,14,95,77 1,66 2,27 2,28 2,3 5,76 1,13,94,76 1,65 2,26 2,27 2,29 Sumber : Olahan data b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT) Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((f cf ). f cf = 3,13. K f c,5 f cf = 3,13 x,75 35,5 f cf = 43,92 kg/cm 2 = 4,39 MPa Faktor Rasio Tegangan (FRT) untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut : FRT STRT = TE =,76 f cf 4,39 =,17 FRT STRG = TE = 1,14 f cf 4,39 =,26 FRT STdRG = TE =,95 f cf 4,39 =,22 FRT STrRG = TE =,77 f cf 4,39 =,17 ARNIS / V-14

15 c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi,26 33,3 Sumber : Pd T Gambar 5.8. Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 21 cm Dari gambar 5.8 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga. Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.9 berikut. ARNIS / V-15

16 12 x x x 1 6 2,27 33,3 32,34 31,19 Sumber : Pd T Gambar 5.9. Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 21 cm Dari gambar 5.9 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah : - STRG 1 = 8 x STRG 2 = 11 x STdRG = 12 x 1 6 ARNIS / V-16

17 Tabel 5.9. Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 21 cm Jenis Sumbu (1) Beban Sumbu ton (kn) Beban Rencana per roda (kn) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 ) (7)=(4)x1/(6) ( 8 ) (9)=[(4)/(8)]x1 6,88 34,38 7,24 x 1 6 TE =,76 6,81 34,3 9,53 x 1 6 FRT =,17 STRT 8,32 41,58,6 x 1 6 FE = 1,66 3,37 16,83,43 x 1 6 2,75 13,75 1,43 x ,21 33,3 9,53 x 1 6 TE = 1,14 8 x ,13 STRG 12,94 32,34,6 x 1 6 FRT =,26 11 x 1 6,58 6,53 16,34,43 x 1 6 FE = 2,27 2,75 6,88 1,43 x ,9 31,19,6 x 1 6 TE =,95 12 x 1 6,53 STdRG 2,6 25,78 7,24 x 1 6 FRT =,22 FE = 2,28 TOTAL, < 1% 12,23 < 1% Sumber : Olahan data Keterangan : Repetisi yang terjadi (ESA) Faktor tegangan dan erosi Repetisi Ijin (ESA) Analisa Fatik Persen Rusak (%) Repetisi Ijin (ESA) Analisa Erosi Persen Rusak (%) TE FRT FE = Tegangan Ekivalen; = Faktor Rasio Tegangan; = Faktor Erosi; = Tidak Terbatas Dari tabel 5.9 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi telah lebih kecil (mendekati) 1%,, namun repetisi ijin erosi telah melebihi 1%, sehingga tebal pelat 21 cm tidak bisa diambil. 5. Asumsi 2 (tebal pelat 22 cm) a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE) Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi. Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT =,72 ; CBR 5%, STRT =,71, didapat CBR 46% sebagai berikut : TE STRT = ,71,72 +,72 =,71 ARNIS / V-17

18 Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1. Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 22 cm CBR Efektif (%) Tegangan setara Faktor Erosi STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG 35,72 1,11,92,73 1,62 2,22 2,27 2,32 46,71 1,7,89,72 1,61 2,21 2,24 2,28 5,71 1,6,88,71 1,6 2,2 2,23 2,26 Sumber : Olahan data b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT) Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((f cf ). f cf = 3,13. K f c,5 f cf = 3,13 x,75 35,5 f cf = 43,92 kg/cm 2 = 4,39 MPa Nilai FRT untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut : FRT STRT = TE f cf =,71 4,39 =,16 FRT STRG = TE = 1,7 f cf 4,39 =,24 FRT STdRG = TE f cf =,89 4,39 =,2 FRT STrRG = TE =,72 f cf 4,39 =,16 ARNIS / V-18

19 c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi,24 33,3 Sumber : Pd T Gambar 5.1. Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 22 cm Dari gambar 5.1 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga. Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.11 berikut. ARNIS / V-19

20 5 x x x 1 6 2,21 2,24 33,3 32,34 31,19 Sumber : Pd T Gambar Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 22 cm Dari gambar 5.9 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah : - STRG 1 = 35 x STRG 2 = 5 x STdRG = 5 x 1 6 ARNIS / V-2

21 Tabel Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 22 cm Jenis Sumbu (1) STRT STRG STdRG Beban Sumbu (ton) ( 2 ) 6,88 6,81 8,32 3,37 2,75 13,21 12,94 6,53 2,75 24,9 2,6 Beban Rencana per roda (kn) ( 3 ) 34,38 34,3 41,58 16,83 13,75 33,3 32,34 TOTAL Repetisi yang terjadi (ESA) ( 4 ) Faktor tegangan dan erosi ( 5 ) 7,24 x 1 6 TE =,71 9,53 x 1 6 FRT =,16,6 x 1 6 FE = 1,61,43 x 1 6 1,43 x 1 6 9,53 x 1 6 TE = 1,7 1 x 1 6 9,53 35 x 1 6,6 x 1 6 FRT =,24 5 x ,34,43 x 1 6 FE = 2,21 6,88 31,19 1,43 x 1 6,6 x 1 6 TE =,89 5 x ,78 7,24 x 1 6 FRT =,2 FE = 2,24 Repetisi Ijin (ESA) ( 6 ) 9,53 Analisa Fatik Persen Rusak (%) (7)=(4)x1/(6) < 1% Repetisi Ijin (ESA) ( 8 ) 27,48 Analisa Erosi Persen Rusak (%) (9)=[(4)/(8)]x1 27,23,13,13 < 1% Sumber : Olahan data Keterangan : TE FRT FE = Tegangan Ekivalen; = Faktor Rasio Tegangan; = Faktor Erosi; = Tidak Terbatas Dari tabel 5.11 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi telah lebih kecil (mendekati) 1% (27,48%), maka tebal pelat 22 cm dapat diambil. 6. Asumsi 3 (tebal pelat 23 cm) a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE) Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi. Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT =,68 ; CBR 5%, STRT =,67, didapat CBR 46% sebagai berikut : TE STRT = ,67,68 +,68 =,67 ARNIS / V-21

22 Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.12 berikut. Tabel Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 23 cm CBR Efektif (%) Tegangan setara Faktor Erosi STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG 35,68 1,4,87,69 1,56 2,17 2,23 2,28 46,67 1,1,84,68 1,55 2,16 2,2 2,24 5,67 1,,83,67 1,54 2,15 2,19 2,22 Sumber : Olahan data b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT) Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((f cf ). f cf = 3,13. K f c,5 f cf = 3,13 x,75 35,5 f cf = 43,92 kg/cm 2 = 4,39 MPa Nilai FRT untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut : FRT STRT = TE f cf =,67 4,39 =,15 FRT STRG = TE = 1,1 f cf 4,39 =,23 FRT STdRG = TE f cf =,84 4,39 =,19 FRT STrRG = TE =,68 f cf 4,39 =,15 ARNIS / V-22

23 c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi,23 33,3 Sumber : Pd T Gambar Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 23 cm Dari gambar 5.12 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga. Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.13 berikut. ARNIS / V-23

24 2,16 33,3 32,34 31,19 Sumber : Pd T Gambar Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 23 cm Dari gambar 5.11 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah : - STRG 1 = Tidak terhingga - STRG 2 = Tidak terhingga - STdRG = Tidak terhingga ARNIS / V-24

25 Tabel Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 23 cm Jenis Sumbu Beban Sumbu ton (kn) Beban Rencana per roda (kn) (1) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 ) (7)=(4)x1/(6) ( 8 ) 6,88 34,38 7,24 x 1 6 TE =,67 6,81 34,3 9,53 x 1 6 FRT =,15 STRT 8,32 41,58,6 x 1 6 FE = 1,55 3,37 16,83,43 x 1 6 2,75 13,75 1,43 x ,21 33,3 9,53 x 1 6 TE = 1,1 STRG 12,94 32,34,6 x 1 6 FRT =,23 6,53 16,34,43 x 1 6 FE = 2,16 2,75 6,88 1,43 x ,9 31,19,6 x 1 6 TE =,84 STdRG 2,6 25,78 7,24 x 1 6 FRT =,19 FE = 2,2 TOTAL, < 1%, Sumber : Olahan data Keterangan : Repetisi yang terjadi (ESA) Faktor tegangan dan erosi Repetisi Ijin (ESA) Analisa Fatik Persen Rusak (%) Repetisi Ijin (ESA) Analisa Erosi Persen Rusak (%) (9)=[(4)/(8)]x1,,, < 1% TE FRT FE = Tegangan Ekivalen; = Faktor Rasio Tegangan; = Faktor Erosi; = Tidak Terbatas Dari tabel 5.13 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi lebih kecil dari % (tidak terhingga), sehingga tebal pelat 23 cm dapat diambil untuk menghindari pemborosan dalam perencanaan. Dari ketiga perhitungan tebal pelat diatas, maka tebal pelat yang diambil adalah 22 cm Perhitungan Tulangan 1. Data perencanaan Tebal pelat Lebar Pelat Panjang pelat = 22 cm = 5 m = 5 m Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1 ARNIS / V-25

26 Mutu baja = BJ 37 (fy = 24 MPa) Berat isi beton = 24 kg/m 3 Gravitasi = 9,81 m/dt 2 2. Perhitungan tulangan memanjang μ. L. M. g. A s = 2. f s A s = 1 x 5 x 24 x 9,81 x,22 = 89,93 mm 2 /m 2 x (,6 x 24) A s min =,1% x 22 x 1 = 22 mm 2 /m 3. Perhitungan tulangan melintang μ. L. M. g. A s = 2. f s A s = 1 x 5 x 24 x 9,81 x,22 = 89,93 mm 2 /m 2 x(,6 x 24) A s min =,1% x 22 x 1 = 22 mm 2 /m Dengan menggunakan tabel 3.8, dipakai tulangan berbentuk bujur sangkar diameter 8 mm dengan jarak tulangan melintang dan tulangan memanjang 2 mm dengan luas penampang tulangan 251mm 2 /m (A s = 251 mm 2 /m > A s min = 22 mm 2 /m) Perencanaan Sambungan Dimensi Sambungan. 1. Dowel ( Ruji ). Kedalaman sambungan lebih kurang seperempat dari tebal pelat, dengan jarak sambungan susut melintang 1 m (untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan). Menurut Tabel 3.5 yang bersumber dari Pd.T-14-23, ukuran dan jarak batang Dowel yang disarankan dengan ketebalan plat 22 mm adalah sebagai berikut : a. Diameter ruji = 33 mm b. Panjang ruji = 45 mm ARNIS / V-26

27 c. Jarak antar ruji = 3 mm Sumber : Hasil olahan data Gambar Sambungan Susut Melintang dengan dowel 2. Batang pengikat ( Tie bar ). Dengan ketebalan pelat 22 mm, jarak dari tepi ke sambungan pelat (lebar pelat) = 5, m, dengan diameter batang pengikat yang dipilih adalah 16 mm dan jarak antar batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm, maka dapat dihitung panjang batang pengikat yang dibutuhkan adalah : l = (38,3 x ɸ ) + 75 = (38,3 x 16mm) + 75 = 687,8 mm 7 mm = 7 cm Sumber : Hasil olahan data Gambar Sambungan memanjang dengan tie bars ARNIS / V-27

28 Sumber : Hasil olahan data Gambar Potongan melintang ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung 5.3. PERENCANAAN SISTEM DRAINASE JALAN BERDASARKAN Pd.T-2-26-B Dalam perancangan drainase samping jalan untuk daerah perkotaan dengan daerah tangkapan hujan adalah badan jalan + bahu dan pemukiman yang kemudian masuk ke drainase jalan dan kemudian dialirkan ke sungai terdekat atau sungai yang melintang badan jalan. Dalam perhitungan ini diambil pada permukaan perkerasan, bahu dan samping jalan (pemukiman) yang diambil sekitar ± 1 m, dari tepi drainase seperti yang terlihat pada Gambar 5.17 berikut. Sumber : Olahan data Gambar Potongan Melintang Jalan Kondisi Eksisting Permukaan Jalan 1. Eksisting Jalan l 1 = Perkerasan Jalan (beton) = 8, m (dari center line) l 2 = Bahu Jalan (beton) = 2, m l 3 = Luar Jalan = 1 m Untuk bahu jalan (l 2 ) adalah bahu yang diperkeras dgn beton dan luar jalan (l 3 ) diambil daerah perkotaan. ARNIS / V-28

29 2. Koefisien C - Beton : C 1 =,8 (Tabel 3.24) - Bahu Jalan : C 2 =,8 (Tabel 3.24) - Luar Jalan : C 3 =.8 (Tabel 3.24) Analisa Data Curah Hujan Perhitungan debid banjir dengan menggunakan Metoda Gumbel. Data curah hujan harian maksimum tahunan diambil dari pos Ladang Padi Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang ( LS / BT), dengan data pada tabel 5.14 berikut : Tabel Curah hujan tahunan pada Stasiun Ladang Padi Sumber : Dinas PSDA Provinsi Sumatera Barat Curah hujan rata-rata dihitung dengan persamaan 3.15 berikut : x = xi n = 782,73 1 = 78,27 Nilai simpangan baku dihitung dengan persamaan 3.16 sebagai berikut : Sx Sx = xi x 2 n , = 14,18 ARNIS / V-29

30 Menghitung luasan daerah pengairan Dalam perhitungan ini luas daerah pengairan diambil pada terase jalan yang paling panjang elevasinya antara elavasi awal dan elevasi tertinggi (lihat lampiran pada profil memanjang) yaitu pada KM. PDG ,3 KM.PDG ,8 sepanjang 1.425,5 m. Pengambilan luas daerah pengairan ini berguna untuk mendapatkan nilai maksimum yang mewakili darainase samping jalan seluruhnya. Jadi didapat luas pengairan sebagai berikut. - Aspal (A 1 ) : 8, x 1.425,5 m = 11.44, m 2 - Bahu Jalan (A 2 ) : 2, x 1.425,5 m = 2.851, m 2 - Samping Jalan (A 3 ) : 1, x 1.425,5 m = , m 2 Luas total = 28.51, m 2 =,285 Km 2 - Fk untuk daerah perkotaan = 2, - Koefisien pengaliran rata rata: C = C 1 x A 1 + C 2 x A 2 + C 3 x A 3 x fk A 1 + A 2 + A 3 C =,8 x ,8 x (,8 x x 2,) = 1,2 menit Waktu konsentrasi (T c ) l 1 = 8, m ; i 1 = 2,% =,2 ; n d1 =,13 l 2 = 2, m ; i 2 = 2,5% =,25 ; n d2 =,2 l 3 = 1, m ; i 3 = 2,% =,25 ; n d1 =,2 L = 632,4 6, = 32,4 m V = 1,5 m/detik (tabel 3.11) t 1 = 2 3 x 3,28 x L t x n d i s ),167 t 1 jalan = ( 2 3 t 1 bahu = ( 2 3 x 3,28 x 8, x,13,2 ),167 = 1,83 menit x 3,28 x 2, x,13,2 ),167 =,859 menit ARNIS / V-3

31 t 1 perumahan =( 2 3 x 3,28 x 1 x,2,25 ),167 = 1,741 menit t 1 dari badan jalan = 1,83 +,859 = 1,941 menit t 1 dari perumahan = 1,741 menit maka ; diambil t 1 = 1,941 menit sehingga : t 2 = L 6 x V = 1.425,5 6 x 1,5 = 15,84 menit T c = t 1 + t 2 = 1, ,84 = 17,78 menit Dengan menggunakan grafik kurva basis, dihitung Intensitas curah hujan (I) maksimum yaitu : 152 Intensitas hujan ( m m / jam ) ,78 w aktu konsentrasi ( m enit ) Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI Gambar Kurva Basis Maka intensitas curah hujan (I) maksimum berdasarkan Gambar 5.18 diatas adalah 152 mm/jam. ARNIS / V-31

32 Menghitung Debid Pengaliran Rencana (Qr) Qr atau Qr = C x I x A 3,6 =,278 x C x I x A =,278 x 1,2 x 152 x,285 = 1,446 m 3 /detik Penentuan dimensi saluran samping Saluran samping direncanakan berbentuk segi empat dari pasangan batu kali dengan penyelesaian, kondisi baik. V = 1,5 m/detik (kecepatan saluran yang diijinkan untuk pasangan dari batu kali atau beton (Tabel 3.11) Angka kekasaran Manning (n) =,2 Kemiringan saluran yang diijinkan sampai dengan 7,5% (Tabel 3.12) i s = elev. 1 elev. 2 L = 13, , ,5 memanjang jalan) x 1 x 1 = 1,98 % (disesuaikan dengan kemiringan Perhitungan debid saluran (Qs) Qs = F x V V = 1 n x R2/3 x i s 1/2 Maka : F = b x h F >,5 m 2 Qs = 1 n x b x b x b x i 1 2 Asumsi : Qs = b =,9 m ; h =,6 m F =,56 m 2 >,5 m 2 OK 1 x,9 x,6,9 x,6,2,9+(2 x,6) 2 3 x, Qs = 1,54 m 3 /detik > Qr = 1,45 m 3 /detik OK ARNIS / V-32

33 Tinggi jagaan (W) W =,5h =.5x,6 =,58 m,6 m Penampang Hasil Perhitungan w =,6 m h =,6 m b =,9 m Sumber : Olahan data Gambar Dimensi drainase samping jalan 5.4. PERENCANAAN METODA PELAKSANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODA Pd.T-5-24-B Penyiapan tanah dasar dan lapis pondasi Penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penyiapan tanah dasar dan atau lapis pondasi, seperti pembersihan, pengupasan, pembongkaran, penggalian dan penimbunan, atau pelaksanaan lapis pondasi dengan atau tanpa bahan pengikat, dapat dilihat dalam peraturan pelaksanaan pembangunan jalan sesuai dengan spesifikasi yang berlaku (SNI ). Sebelum penghamparan lapis pondasi atau beton semen, kemiringan tanah dasar harus dibentuk sesuai dengan kemiringan pada potongan melintang yang ARNIS / V-33

34 ditentukan pada gambar rencana, dengan toleransi tinggi permukaan maksimum 2 cm. Penyimpangan kerataan permukaan tidak boleh lebih besar 1 cm bila diukur dengan mistar pengukur (straight edge) sepanjang 3 m. Permukaan tanah dasar agar dijaga tetap rata dan padat sampai pondasi atau beton semen dihamparkan. Alat-alat berat tidak boleh dioperasikan di lajur permukaan yang sudah selesai dilaksanakan. Ketentuan pelaksanaan umum yang berlaku untuk tanah dasar berlaku pula untuk lapis pondasi. Toleransi ketinggian permukaan lapis pondasi maksimum adalah 1,5 cm dan perbedaan penyimpangan kerataan permukaan harus lebih kecil 1 cm bila diukur dengan mistar pengukur sepanjang 3 m Penyiapan pembetonan Dalam penghamparan perkerasan beton semen ini dengan menggunakan Metode Acuan tetap (Fixed Form Paving Method). Pada penghamparan metode acuan tetap, pengecoran, pemadatan dan penyelesaian akhir beton, serta pekerjaan-pekerjaan lainnya yang berkaitan, dilaksanakan di antara acuan. 1. Bahan dan ukuran Acuan yang digunakan harus cukup kuat untuk menahan beban peralatan pelaksanaan. Acuan harus tidak melendut lebih besar dari 6 mm bila diuji sebagai balok biasa dengan bentang 3, m dan beban yang sama dengan berat mesin penghampar atau peralatan pelaksanaan lainnya yang akan bergerak di atasnya. Tebal baja yang digunakan adalah antara 6 mm dan 8 mm. Bila acuan harus mendukung alat penghampar beton yang berat, ketebalannya tidak boleh kurang dari 8 mm. Dianjurkan agar acuan mempunyai tinggi yang sama dengan tebal rencana pelat beton semen, dan lebar dasar acuan sama dengan,75 kali tebal pelat beton tapi tidak kurang dari 2 cm. Acuan harus diperkuat sedemikian rupa sehingga setelah terpasang cukup kokoh, tidak melentur atau turun akibat tumbukan dan getaran alat penghampar dan alat pemadat. Lebar flens penguat yang ARNIS / V-34

35 dipasang pada dasar acuan harus menonjol keluar dari acuan tidak kurang dari 2/3 tinggi acuan. Dalam pemeriksaan kelurusan dan kerataan acuan, variasi kerataan bidang atas acuan tidak boleh lebih dari 3 mm untuk setiap 3, m panjang dan kerataan bidang dalam acuan tidak boleh lebih dari 6 mm untuk setiap 3, m panjang. Ujung-ujung acuan yang berdampingan harus mempunyai sistem pengunci untuk menyambung dan mengikat erat acuan-acuan tersebut. Rongga udara di bawah acuan harus diupayakan sekecil mungkin sehingga air semen tidak keluar. Pada lengkungan dengan jari-jari 3, m atau kurang, dianjurkan untuk menggunakan acuan yang dapat dibengkokkan (flexible form) atau acuan melengkung. 2. Pemasangan acuan Pondasi acuan harus dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan alinyemen dan ketinggian jalan yang direncanakan, sehingga pada waktu dipasang acuan dapat disangga secara seragam pada seluruh panjangnya dan terletak pada elevasi yang benar. Alinyemen dan elevasi acuan harus diperiksa dan bila perlu diperbaiki menjelang penghamparan beton semen. Bila terdapat acuan yang rusak atau pondasi yang tidak stabil, pondasi harus diperbaiki terlebih dahulu dan acuan harus distel kembali. Acuan harus dipasang cukup jauh di depan tempat penghamparan beton semen sehingga memungkinkan pemeriksaan dan perbaikan acuan tanpa mengganggu kelancaran penghamparan. Setelah acuan dipasang pada posisi yang benar, tanah dasar atau lapis pondasi bawah pada kedua sisi luar dan dalam dasar acuan harus dipadatkan dengan baik menggunakan alat pemadat mesin atau manual. Acuan harus diikat pada tempatnya, paling sedikit dengan tiga pasak pada setiap 3 m panjang. Setiap acuan harus benar-benar terikat kuat sehingga tidak dapat bergerak. Pada setiap titik acuan tidak boleh menyimpang lebih dari 6 mm dari garisnya. Tidak diijinkan adanya penurunan atau pelenturan acuan yang berlebihan akibat peralatan ARNIS / V-35

36 pelaksanaan. Sebelum penghamparan dilakukan, sisi bagian dalam acuan harus dibersihkan dan diolesi dengan bahan anti lengket. 3. Pembongkaran acuan Acuan agar dipertahankan tetap pada tempatnya sekurangkurangnya selama 8 jam setelah pengecoran beton semen. Apabila temperatur udara turun dibawah 1 C pada kurun waktu 8 jam sejak pengecoran beton, acuan agar dipasang lebih lama guna menjamin bahwa ujung perkerasan beton semen tidak rusak. Perawatan terhadap tepi perkerasan beton harus dilaksanakan sesegera mungkin setelah acuan dibongkar Pemasangan ruji, batang pengikat dan tulangan pelat Ruji (Dowel) Ruji harus terbuat dari batang baja polos dan memenuhi spesifikasi untuk batang polos AASHTO M 31-81, AASHTO M atau AASHTO M Ruji harus polos, tidak kasar atau tidak memiliki tonjolan sehingga tidak mengurangi kebebasan pergerakan ruji dalam beton. Apabila digunakan topi pelindung muai yang terbuat dari logam (metal expansion cap) pelindung tersebut harus menutupi bagian ujung ruji dengan jarak 5 cm - 7 cm. Pelindung harus memberikan ruang pemuaian yang cukup, dan harus cukup kaku sehingga pada waktu pelaksanaan tidak rusak. Batang ruji harus ditempatkan di tengah ketebalan pelat. Kepadatan beton di sekeliling ruji harus baik agar ruji bisa berfungsi secara sempurna. Bagian batang ruji yang bisa bergerak bebas, harus dilapisi dengan bahan pencegah karat. Sesudah bahan pencegah karat kering, maka bagian ini harus dilapisi dengan dengan cat atau diolesi dengan bahan anti lengket sebelum ruji dipasang pelindung muai. Ujung batang ruji yang dapat bergerak bebas harus dilengkapi dengan tupi/penutup topi pelindung muai. Pelapis ruji dari jenis plastik atau jenis lain dapat digunakan sebagai pengganti bahan anti lengket. Ruji atau batang pengikat dan komponen perlengkapan ruji seperti dudukan untuk penyangga ARNIS / V-36

37 tulangan, yang diletakkan pada pondasi bawah harus cukup kuat untuk menahan pergeseran atau deformasi sebelum dan selama pelaksanaan Pemasangan dudukan ruji Dudukan ruji harus ditempatkan pada lapis pondasi bawah atau tanah dasar yang sudah dipersiapkan. Perlengkapan ruji harus ditempatkan tegak lurus sumbu jalan, kecuali ditentukan lain pada Gambar Rencana. Ruji harus ditempatkan dengan kuat pada posisi yang telah ditetapkan sehingga tekanan beton tidak akan mengganggu kedudukannya. Pada tikungan yang diperlebar, sambungan memanjang pada sumbu jalan harus diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai jarak sama dari tepi-tepi pelat. Susunan batang ruji dan dudukannya harus dipasang pada garis dan elevasi yang diperlukan dan harus dipegang kuat pada posisinya dengan menggunakan patok-patok. Apabila susunan batang ruji dan dudukannya dibuat secara bagian demi bagian maka susunan tersebut harus merupakan satu kesatuan Batang pengikat (Tie Bars) Batang pengikat harus terbuat dari batang baja ulir yang memenuhi spesifikasi untuk batang tulangan, mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter minimum 16 mm. Apabila digunakan batang pengikat dari jenis baja lain, maka baja tersebut harus dapat dibengkokkan dan diluruskan kembali tanpa mengalami kerusakan Tulangan Baja tulangan harus bebas dari kotoran, minyak, lemak atau bahan-bahan organik lainnya yang bisa mengurangi lekatan dengan beton atau yang dapat menimbulkan kerugian lainnya. Pengaruh karat, kerak, atau gabungan dari keduanya terhadap ukuran, berat minimum, serta sifat-sifat fisik yang dihasilkan melalui pengujian benda uji dengan sikat kawat, tidak memberikan nilai yang lebih kecil dari yang disyaratkan. ARNIS / V-37

38 Persyaratan bahan Jenis baja tulangan dan perlengkapannya harus sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. Baja tulangan berbentuk anyaman dari kawat yang memenuhi persyaratan AASHTO M 35-81, atau AASHTO M untuk tulangan dari kawat baja berulir; 2. Anyaman batang baja yang memenuhi AASHTO M 54-81; 3. Batang tulangan harus memenuhi persyaratan AASHTO M dan AASHTO M Pemasangan tulangan Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tulangan adalah sebagai berikut : 1. Tulangan harus terdiri atas anyaman kawat di las atau anyaman batang baja. 2. Lebar dan panjang anyaman kawat atau anyaman batang baja harus diatur sedemikian rupa, sehingga pada waktu anyaman tersebut dipasang, kawat/batang baja yang paling luar terletak 7,5 cm dari tepi/sambungan pelat. 3. Batang-batang baja pada setiap persilangan harus diikat kuat. Batangbatang baja yang disambung, bagian ujung-ujungnya harus berimpit dengan panjang tidak kurang dari 3 kali diameternya. 4. Anyaman batang baja dibuat di pabrik dengan cara mengelas pada tiap persilangan batang-batang tersebut, bagian ujung-ujung batang memanjang harus berimpit dengan panjang minimal 3 kali diameternya. Pola anyaman dibuat sedemikian rupa dengan tulangan diameter 8 mm jarak 2 mm. 5. Ujung lembar anyaman kawat baja harus ditumpang tindihkan sebagaimana yang tercantum pada Gambar Rencana. Lembar anyaman harus diikat kuat untuk mencegah pergeseran; 6. Apabila pelat (slab) dibuat dengan dua kali mengecor, maka permukaan lapis pertama harus rata dan terletak pada kedalaman tidak kurang dari ARNIS / V-38

39 5 cm di bawah permukaan akhir pelat. Tulangan ditempatkan di atas lapis pertama pengecoran; 7. Penghamparan lapisan pertama harus mencakup seluruh lebar pengecoran dengan panjang yang cukup untuk memungkinkan agar anyaman dapat digelar pada posisi akhir tanpa terjadi kelebihan penulangan yang terlalu jauh. Untuk mencegah pergeseran, anyaman tulangan yang berdampingan harus diikat; 8. Dalam pengecoran lapisan berikutnya, adukan dituangkan di atas tulangan. Untuk jangka waktu tertentu permukaan beton lapis pertama tidak boleh dibiarkan terbuka lebih dari 3 menit, terutama pada keadaan cuaca panas atau berangin. Selama penghamparan pemasangan tulangan harus selalu diperiksa dan apabila dipandang perlu harus dilakukan perbaikan. 9. Bahaya kerusakan sambungan tulangan pada umur muda dapat dikurangi dengan cara mengatur pola sambungan secara miring atau bertangga dari satu tepi perkerasan ketepi. 1. Batang baja yang disambung, bagian ujungnya harus berimpit satu sama lainnya dengan panjang minimum 3 kali diameternya, tetapi tidak boleh kurang dari 4 cm Pembetonan Beton yang dihasilkan harus memenuhi kekuatan sesuai dengan yang ditentukan dalam perencanaan. Kandungan udara harus masih dalam batas yang dianjurkan sesuai dengan ukuran agregat dan daerah di mana beton akan digunakan. Beton harus mempunyai factor air semen yang tidak lebih besar dari yang dianjurkan untuk mengatasi kondisi lingkungan yang mungkin terjadi Sifat-sifat beton semen Campuran beton yang dibuat untuk perkerasan beton semen harus memiliki kelecakan yang baik agar memberikan kemudahan dalam pengerjaaan tanpa terjadi segregasi atau bliding dan setelah beton mengeras memenuhi kriteria kekuatan, keawetan, kedap air dan keselamatan berkendaraan sebagai berikut : ARNIS / V-39

40 1. Kadar air harus dijaga serendah mungkin (dalam batas kemudahan kerja) untuk mendapatkan beton yang padat dan awet dengan kandungan udara yang sesuai dengan persyaratan. 2. Mutu agregat harus tetap dijaga untuk mendapatkan kualitas beton yang diinginkan. 3. Bahan tambah (Admixtures) baru boleh digunakan hanya apabila sudah dilakukan penilaian dan pengujian lapangan yang teliti. 4. Faktor air semen yang rendah sangat membantu dalam mempertahankan kekesatan permukaan perkerasan beton Bahan beton semen Bahan yang digunakan harus berasal dari sumber yang telah diketahui dan dibuktikan telah memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam pedoman ini, baik mutu maupun jumlahnya. Bila kondisi setempat tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap persyaratan tersebut tanpa mengurangi mutu hasil pekerjaan. 1. Agregat Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Mutu agregat sesuai SK SNI S F; b. Ukuran maksimum agregat harus 1/3 tebal pelat atau ¾ jarak bersih minimum antar tulangan. Cara pengelolaan agregat adalah sebagai berikut : a. Agregat harus dikelola untuk mencegah pemisahan butir, penurunan mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dari jenis yang berbeda. Bila bahan mengalami pemisahan butir, penurunan mutu atau pengotoran, maka sebelum digunakan harus b. Diperbaiki dengan cara pencampuran dan penyaringan ulang, pencucian atau cara-cara lainnya c. Agregat harus dibentuk lapis demi lapis dengan ketebalan maksimum 1, m. Masing-masing lapis agar ditumpuk dan dibentuk sedemikian rupa dan penumpukan lapisan berikutnya dilakukan ARNIS / V-4

41 setelah lapisan sebelumnya selesai dan dijaga agar tidak membentuk kerucut d. Agregat yang berbeda sumber dan ukuran serta gradasinya tidak boleh di satukan e. Semua agregat yang dicuci harus didiamkan terlebih dahulu minimum 12 jam sebelum digunakan f. Waktu penumpukan lebih dari 12 jam harus dilakukan untuk agregat yang berkadar air tinggi atau kadar air yang tidak seragam g. Pada waktu agregat dimasukkan ke dalam mesin pengaduk, agregat tersebut harus mempunyai kadar air yang seragam h. Agregat halus/pasir harus diperiksa kadar airnya. Volume agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 5%, harus dikoreksi. Pada penakaran dengan berat, banyaknya agregat setiap fraksi harus ditimbang terpisah. Agregat harus diperiksa kadar airnya, berat agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 3% harus dikoreksi. 2. Semen Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton semen harus sesuai dengan SNI Semen harus dipilih dan diperhatikaan sesuai lingkungan dimana perkerasan digunakan serta kekuatan awalnya harus cukup untuk pemotongan sambungan dan ketahanan abrasi permukaan. Cara penyimpanan semen harus mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Semen disimpan di ruangan yang kering dan tertutup rapat b. Semen ditumpuk dengan jarak setinggi minimum,3 meter dari lantai ruangan, tidak menempel /melekat pada dinding ruangan dan maksimum setinggi 1 zak semen c. Tumpukan zak semen disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perputaran udara di antaranya dan mudah untuk diperiksa d. Semen dari berbagai jenis/merk harus disimpan secara terpisah sehingga tidak mungkin tertukar dengan jenis/merek yang lain ARNIS / V-41

42 e. Semen yang baru datang tidak boleh ditimbun di atas timbunan semen yang sudah ada dan penggunaannya harus dilakukan menurut urutan pengiriman f. Apabila mutu semen diragukan atau telah disimpan lebih dari 2 bulan maka sebelum digunakan harus diperiksa terlebih dahulu bahwa semen tersebut memenuhi syarat g. Pada penggunaan semen curah, suhu semen harus kurang dari 7 C b. Semen produksi pabrik dalam kantong yang telah diketahui beratnya tidak perlu ditimbang ulang. Semua semen curah harus diukur dalam berat. 3. Air Air yang digunakan untuk campuran atau perawatan harus bersih dan bebas dari minyak, garam, asam, bahan nabati, lanau, lumpur atau bahanbahan lain yang dalam jumlah tertentu dapat membahayakan. Air harus berasal dari sumber yang telah terbukti baik dan memenuhi persyaratan sesuai SK SNI S F. Air harus diukur dalam volume atau berat dengan alat ukur yang mempunyai akurasi 2%. Akurasi alat ukur harus diperiksa setiap hari. 4. Bahan tambah (Admixtures) Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan untuk maksud : a. kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi, atau b. pengikatan beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir (finishing), pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu-lintas dapat dipercepat, atau c. pengikatan yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih jauh Proporsi bahan tambah dalam campuran harus didasarkan atas hasil percobaan. Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut : a. SNI Bahan tambah untuk beton; ARNIS / V-42

43 b. SNI Spesifikasi bahan tambah pembentukan gelembung udara; c. ASTM C-618 Spesifikasi untuk Fly Ash atau Calcined Natural Pozzolan yang digunakan dalam Beton Semen Portland; d. AASHTO M Spesifikasi untuk Calcium Chloride Penentuan proporsi campuran beton semen Penentuan proporsi campuran awal diperoleh berdasarkan perhitungan rancangan dan percobaan campuran di laboratorium. Proporsi rencana campuran akhir harus didasarkan pada percobaan penakaran skala penuh pada awal pekerjaan. Apabila ketentuan kadar semen minimum diterapkan, maka disarankan untuk menggunakan semen minimum 335 kg/cm 3, kecuali bila pengalaman setempat menunjukkan bahwa nilai tersebut dapat diturunkan. Kuat tarik lentur beton yang ditentukan dalam perencanaan pada umur 28 adalah 4 MPa (4 kg/cm2). Dalam hal apapun kadar semen tidak boleh lebih kecil dari 28 kg/m Pengadukan beton semen Unit penakaran (Batching Plant) Unit penakaran terdiri atas bak-bak atau ruangan-ruangan terpisah untuk setiap fraksi agregat dan semen curah. Alat ini harus dilengkapi dengan bak penimbang (weighting hoppers), timbangan (scales) dan pengontrol takaran (batching controls). Semen curah harus ditimbang pada bak penimbang yang terpisah, dan tidak boleh ditimbang kumulatif dengan agregat. Timbangan harus cukup mampu untuk menimbang bahan satu adukan dengan sekali menimbang. Alat penimbang harus dapat menimbang semua bahan secara teliti. Ketelitian timbangan harus diperiksa sebelum digunakan dan secara berkala selama pelaksanaan. ARNIS / V-43

44 Pengukuran dan penanganan bahan Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Semen curah maupun semen kemasan dapat digunakan, asalkan menggunakan cara penakaran yang sama. Semen yang berbeda merek tidak boleh digunakan pada pencampuran yang bersamaan. Semen harus ditimbang dengan penyimpangan maksimum 1%. Apabila digunakan semen kemasan, maka jumlah semen dalam satu adukan beton harus merupakan bilangan bulat dalam zak; 2. Agregat ditimbang dengan penyimpangan maksimum 2 %; 3. Air pencampur dapat ditakar berdasarkan volume atau berat. Toleransi penakaran maksimum 1%; 4. Bahan tambah yang digunakan harus dicampur ke dalam air sebelum dituangkan ke dalam mesin pengaduk. Bahan tambah dapat ditakar dalam berat atau volume, dengan toleransi penakaran maksimum 3%. Bila digunakan bahan tambah pembentuk udara (air entraining admixture) bersamaan dengan bahan kimia, maka masing-masing bahan tambah harus ditakar dan ditambahkan kedalam adukan secara terpisah; 5. Abu terbang (fly ash) atau pozolan lainnya harus ditakar dalam berat dengan batas ketelitian 3 % Cara pengadukan beton semen Pengadukan beton semen merupakan bagian paling penting dari tahapantahapan, harus menghasilkan beton semen yang homogen, seragam dan ekonomis. Untuk memperoleh hasil yang seperti itu, pemilihan tipe alat dan pengoperasiannya harus dilakukan secara tepat, demikian juga penempatan alat pengaduk dan material bahan campuran beton. Bahan tambah yang berupa cairan harus dicampur ke dalam air sebelum dituangkan ke dalam mesin pengaduk. Seluruh air campuran harus sudah dimasukkan ke dalam mesin pengaduk sebelum seperempat masa pengadukan selesai. ARNIS / V-44

45 Lama waktu pencampuran (mixing time) yang diperlukan ditetapkan dari hasil percobaan campuran. Waktu pencampuran tidak boleh kurang dari 75 detik, kecuali ada data untuk mencampur minimum 6 detik. Beton yang digunakan adalah beton siap campur (Ready-mixed Concrete), pelaksanaan pencampuran beton harus sesuai dengan persyaratan Pd. S Pengadukan beton dilakukan dengan cara masinal dimana mengerjakan pengadukan beton menggunakan peralatan yang telah memenuhi semua persyaratan yang bisa dikendalikan secara otomatis, baik dalam hal penimbangan atau penakaran material maupun pengadukannya. Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan petunjuk dari pabrik yang menyatakan kapasitas dan jumlah putaran per menit yang dianjurkan Pengangkutan adukan beton Pengangkutan adukan beton ke lokasi pengecoran dapat menggunakan tipping trucks, truck mixers atau agitators, sesuai dengan pertimbangan ekonomis dan jumlah beton yang diangkut. Pengangkutan harus dapat menjaga campuran beton tetap homogen, tidak segregasi, dan tidak menyebabkan perubahan konsistensi beton. Rentang waktu pengangkutan dapat diijinkan hingga 6 menit untuk beton normal tetapi harus lebih pendek lagi jika untuk beton yang mengeras lebih cepat atau temperatur beton 3 C Pengecoran, penghamparan, dan pemadatan Pengecoran Pengecoran beton harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi segregasi. Tinggi jatuh adukan beton antara,9 m 1,5 m tergantung dari konsistensi adukan. Apabila dalam pengecoran digunakan mesin pengaduk di tempat, penuangan adukan beton dapat dilakukan menggunakan baket (bucket) dan talang. Harus diusahakan agar penumpahan adukan beton dari satu adukan ke adukan berikutnya berlangsung secara berkesinambungan sebelum terjadi pengikatan akhir (final setting). ARNIS / V-45

46 Bila pelaksanaan perkerasan dilakukan pada cuaca panas dan bila temperatur beton basah (fresh concrete) di atas 24 C, pencegahan penguapan harus dilakukan. Air harus dilindungi dari panas sinar matahari, dengan cara melakukan pengecatan tanki air dengan warna putih dan mengubur pipa penyaluran atau dengan cara lain yang sesuai. Temperatur agregat kasar diturunkan dengan menyemprotkan air. Pengecoran beton harus dihentikan bila temperatur beton pada saat dituangkan lebih dari 32 C. Kehilangan kadar air yang cepat dari permukaan perkerasan akan menghasilkan kekakuan yang lebih awal dan mengurangi waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan akhir. Dalam keadaan seperti ini tidak diperbolehkan menambahkan air ke permukaan pelat. Pada kondisi yang sangat terpaksa berkurangnya kadar air bisa diimbangi dengan melakukan pengkabutan Penghamparan Ada dua metoda penghamparan beton semen. 1. Metoda menerus; Pada metoda ini beton dicor secara menerus. Sambungan-sambungan melintang dapat dibuat ketika beton masih basah atau dengan cara digergaji sebelum retak susut terjadi. 2. Metoda panel-berselang. Pada metoda ini beton dicor dengan sistem panel-panel berselang. Panelpanel yang kosong di antara panel-panel yang sudah dicor, pengecorannya dikerjakan setelah 4 7 hari berikutnya. Penghampar yang digunakan adalah jenis dayung (paddle) atau ulir (auger), atau ban berjalan, maupun jenis wadah (hopper) dan ulir, kecuali apabila digunakan penghampar acuan gelincir. Semua peralatan harus dioperasikan secara seksama. Beton harus dihampar dengan ketebalan yang sesuai dengan tipe dan kapasitas alat pemadat. Perkerasan beton menggunakan tulangan, pemasangan tulangan harus diperkuat oleh dudukan kemudian beton dicor dan dipadatkan dari atas. ARNIS / V-46

47 Pemadatan Adukan beton harus dipadatkan dengan sebaik-baiknya. Metoda pemadatan dengan pemadatan dengan getaran yang dioperasikan dengan tangan (Hand-operated vibrating beam). Alat ini berupa balok yang bertumpu di atas acuan-acuan samping. Kepadatan beton dicapai dengan menggetarkan satu unit balok penggetar yang dioperasikan secara. Sebagai tambahan untuk pemadatan bagian-bagian tepi atau sudut, dapat digunakan alat pemadat yang dibenamkan ke dalam beton (immersion vibrator). Pemadatan beton harus dihentikan sebelum terjadi bliding (bleeding) pada permukaan beton, dan harus sudah selesai sebelum pengikatan awal terjadi. Untuk daerah di sekitar ruji dan dudukan, pada tepi-tepi dan sudut-sudut sekitar fasilitas drainase, dan pada pelat-pelat tidak beraturan, pada jalan masuk dan persimpangan, diperlukan penanganan khusus untuk mencapai kepadatan yang baik Pembentukan Tekstur Permukaan Setelah beton dipadatkan, permukaan beton harus diratakan dan dirapihkan dengan alat perata. Beton yang masih dalam keadaan plastis diberi tekstur untuk memberikan kekesatan permukaan. Permukaan yang kasar bisa dicapai dengan penyikatan dengan kawat atau paku dan pembuatan alur. Penyikat bisa dikerjakan dengan cara manual atau mekanis yang akan menghasilkan tekstur permukaan yang seragam sampai kedalamam 1,5 mm. Penyikatan dilakukan dalam arah melintang. Sikat harus terbuat dari kawat kaku dan lebar sikat tidak boleh kurang dari 45 cm. Sikat harus terdiri dari dua baris dengan jarak 2 cm dari sumbu ke sumbu, masing-masing baris terdiri dari beberapa ikatan kawat dengan jarak antar ikatan 1 cm, yang setiap ikatan terdiri dari 14 kawat. Letak ikatan kawat harus dipasang secara zigzag. Panjang kawat 1 cm dan harus diganti apabila panjangnya menjadi 9 cm. ARNIS / V-47

48 Perlindungan dan Perawatan Perlindungan Setelah beton dicor dan dipadatkan, hingga berumur beberapa hari, beton harus dilindungi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Perlindungan yang dilakukan adalah : 1. Pencegahan retak susut plastis; Bilamana terjadi kombinasi panas, cuaca kering dan angin yang kencang akan mengakibatkan hilangnya kelembaban yang lebih cepat dibandingkan dengan pengisian kembali rongga oleh proses aliran air. Pengeringan yang cepat juga terjadi pada cuaca dingin, jika temperatur beton pada saat pengecoran adalah lebih tinggi dari pada temperatur udara. Jika laju penguapan air lebih dari 1, kg/m2 per jam, pencegahan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya retak susut plastis. Besarnya laju penguapan dapat diestimasi dengan menggunakan nomogram seperti diperlihatkan pada Gambar 5.2. Prosedur untuk meminimalkan retak akibat susut plastis : a. Buat pelindung angin untuk mengurangi pengaruh angin dan atau sinar matahari terhadap permukaan beton semen b. Kendalikan perbedaan temperatur yang berlebihan antara beton dan udara baik cuaca panas maupun dingin c. Hindari keterlambatan penyelesaian akhir setelah pengecoran beton d. Rencanakan waktu antara pengecoran dan permulaan perawatan dengan memperhatikan prosedur pelaksanaan, apabila terjadi keterlambatan, lindungi beton dengan penutup sementara e. Lindungi beton selama beberapa jam pertama setelah pengecoran dan pembuatan tekstur permukaan untuk meminimalkan penguapan ARNIS / V-48

49 Sumber : Pd.T-5-24-B Gambar 5.2. Nomogram penentuan besar lajur penguapan 2. Perlindungan terhadap hujan; Untuk melindungi beton belum berusia 12 jam, harus ditutup dengan bahan seperti plastik, terpal atau bahan lain yang sesuai. 3. Perlindungan terhadap kerusakan permukaan. Perkerasan harus dilindungi terhadap lalu-lintas umum dan proyek, dengan pemasangan rambu lalu-lintas, penerangan lampu, penghalang, dan lain sebagainya. ARNIS / V-49

50 Perawatan Perawatan perlu dilakukan dengan seksama karena sangat menentukan mutu akhir beton. Setelah pelaksanaan akhir dan pengteksturan seluruh permukaan beton harus dirawat. Salah satu perawatan yang baik adalah dengan cara penyemprotan bahan larutan yang sesuai, seperti pigmen putih (whitepigmented), bahan dasar resin (resin-based) atau bahan dasar karet klorinat (chlorinated-rubber-base), selaput kompon yang sesuai dengan ASTM C39. Kompon harus disemprotkan dengan jumlah,3 ltr/m2 (3,75 m2/ltr) untuk tebal pelat 12,5 cm dan,2 ltr/m2 (2,5 m2/ltr) untuk tebal pelat < 12,5 cm. Bidang-bidang tepi perkerasan harus segera dilapisi paling lambat 6 menit setelah acuan dibongkar. Apabila pada masa perawatan terjadi kerusakan lapisan perawatan, maka lapisan perawatan tersebut harus segera diperbaiki. Metoda perawatan yang lain seperti dengan lembaran plastik putih dapat dilakukan bilamana perawatan dengan selaput kompon tidak memungkinkan. Penempatan lembaran plastik putih harus dilaksanakan pada saat permukaan beton masih basah. Jika permukaan terlihat kering sebelum beton mengeras, harus dibasahi dengan cara pengkabutan sebelum lembaran plastik tersebut dipasang. Sambungan lembaran penutup harus dipasang tumpang tindih selebar 5 cm dan harus dibebani sedemikian rupa sehingga tetap lekat dengan permukaan perkerasan beton. Lembaran penutup harus dilebihkan pada tepi perkerasan beton dengan lebar yang cukup sehingga dapat menutup sisi samping dari permukaan pelat beton setelah acuan samping dibuka. Lembaran tersebut hendaknya masih berada pada tempatnya selama waktu perawatan. Penggunaan karung goni yang lembab untuk menutup permukaan beton dapat dipergunakan, lembar penutup harus diletakkan sedemikian rupa sehingga menempel pada permukaan beton, tetapi tidak boleh diletakkan sebelum beton cukup mengeras guna mencegah pelekatan. Penutup harus dipertahankan dalam keadaan basah dan pada tempatnya selama minimal 7 hari. ARNIS / V-5

51 Pembuatan sambungan Pembuatan sambungan bisa dilaksanakan pada saat beton masih plastis atau dengan melakukan penggergajian untuk pengendalian retak. Dalam hal ini dianjurkan menggunakan teknik penggergajian untuk mendapatkan hasil terbaik, dan harus dipertimbangkan untuk ruas-ruas jalan utama Penggergajian sambungan susut melintang dan memanjang harus dimulai secepat mungkin setelah beton mengeras dan dijamin tidak terjadi pelepasan butir, umumnya 4 jam 8 jam, tergantung dari hasil uji coba lapangan. Semua sambungan susut harus digergaji sebelum retak-retak yang tidak dikehendaki terjadi, jika diperlukan pelaksanaan penggergajian, harus dilakukan terus menerus siang malam tanpa memperhatikan cuaca. Penggergajian dapat dilakukan lebih awal guna menghindari retak acak. Penggergajian pada sambungan susut melintang harus dihentikan bilamana retak sudah terjadi dekat dengan lokasi sambungan. Umumnya penggergajian sambungan susut harus berurutan pada lajur-lajur yang berurutan. Lebar dari penggergajian awal untuk sambungan susut melintang dan memanjang tidak lebih dari 3 mm. Bilamana sambungan akan diberi lapis penutup, bagian atas celah dilebarkan dan dilaksanakan secepat-cepatnya tujuh hari setelah penggergajian awal. Pelebaran sambungan pelaksanaan memanjang harus dilakukan secepatcepatnya tujuh hari setelah penghamparan. Sesegera mungkin setelah penggergajian, celah-celah dari sambungan harus dibersihkan dengan menyemprotkan air bersih dan segera ditutup sementara dengan bahan yang telah direncanakan Penutup sambungan Penutup sambungan yang digunakan adalah penutup sambungan siap pakai dimana penutup sambungan harus bersih dan bebas dari bahan-bahan lain yang akan melemahkan ikatan dengan bahan penutup. Kerusakan pada permukan sambungan seperti lepasnya agregat, masuknya material luar yang akan menghalangi pergerakan bebas ketika penutup sambungan ditekan perlu ARNIS / V-51

52 diperbaiki. Lalu-lintas tidak diperbolehkan lewat pada lajur perkerasan sebelum sambungan diberi bahan penutup permanen atau sementara. Celah sampai kedalaman dimana penutup sambungan akan dipasang harus dibersihkan. Celah harus dikeringkan dan dibersihkan dengan menggunakan kompresor. Sebelum pemasangan lapis penutup, jika ada kerusakan harus diperbaiki terlebih dahulu. Sisi-sisi bahan penutup harus diberi lapis pelumas rekat dengan bahan yang sesuai pada ASTM D-2835 dan dimasukkan ke dalam sambungan dengan cara ditekan menggunakan roler yang tidak akan merusak bahan sambungan pada saat pemasangan. Bahan sambungan harus rata, agar tepat masuk ke dalam celah. Pemuluran maksimum bahan penutup setelah pemasangan adalah 1%. Permukaan bahan penutup harus berada 5 mm - 7 mm di bawah permukaan perkerasan Sambungan peralihan antara perkerasan beraspal dan perkerasan beton semen Guna menghindari penurunan pada bagian perkerasan beraspal, perlu dibuat lapisan transisi pada sambungan peralihan antara perkerasan beraspal dan perkerasan beton semen. Tipikal bentuk sambungan dapat dilihat pada Gambar Lebar slab transisi : 2, m untuk sambungan melintang,6 untuk sambungan memanjang Sumber : Pd.T-5-24-B Gambar Sambungan peralihan antara perkerasan beraspal dan perkerasan beton semen. ARNIS / V-52

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON 4.1 Menentukan Kuat Dukung Perkerasan Lama Seperti yang telah disebutkan pada bab 1, di Jalan RE Martadinata sering terjadi genangan air laut karena pasang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Persiapan data dari sumbernya Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan JORR W2 dan PT. Marga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Perencanaan Jalan berikut : Perhitungan perkerasan kaku akan dilakukan dengan rencana data sebagai Peranan jalan Tipe jalan Rencana jenis perkerasan Lebar jalan Bahu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan

Lebih terperinci

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2 ANALISIS PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO SERTA MERENCANAKAN SALURAN PERMUKAAN PADA RUAS JALAN ABDUL WAHAB, SAWANGAN Dwi Sulistyo 1 Jenni

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Adapun rencana tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan pembuatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 ERA APRILLA P NRP : 0121080 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Perkerasan kaku Beton semen

Perkerasan kaku Beton semen Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014 SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan 30 31 Mei 2014 Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Pelebaran Jl Amir Hamzah Binjai Yetty Riris Rotua Saragi Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

Abstrak BAB I PENDAHULUAN Abstrak Jalan Raya MERR II merupakan alternatif pilihan yang menghubungkan akses Ruas Tol Waru Bandara Juanda menuju ke utara melalui jalan MERR II ke Kenjeran menuju akses Suramadu. Untuk menunjang hal

Lebih terperinci

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN 26 RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah melakukan design jalan dengan menggunakan rigid pavement metode Beton Menerus Dengan Tulangan (BMDT) berdasarkan data-data

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi :

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi : PENDAHULUAN Pelabuhan teluk bayur merupakan salah satu sarana untuk mendistribusikan barang, orang dan hasil industri dari Padang menuju tempat lainnya melalui jalur laut. Kendaraan yang masuk kekawasan

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA 3+500 6+450 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Oleh : SHEILA MARTIKA N. (NRP 3109030070) VERONIKA NURKAHFY (NRP 3109030094) Pembimbing

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN BATAS KOTA PADANG SIMPANG HARU

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN BATAS KOTA PADANG SIMPANG HARU PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN BATAS KOTA PADANG SIMPANG HARU Sudarmono PS 1, Mufti Warman 1, Indra Farni 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik sipil dan Perencanaan, Universitas

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang berperan sebagai sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '9 DAN METODE Pd T-- PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG Lodofikus Dumin, Ferdinan Nikson Liem, Andreas S. S. Maridi Abstrak

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya 2.1.1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

Pelaksanaan perkerasan jalan beton semen

Pelaksanaan perkerasan jalan beton semen Pelaksanaan perkerasan jalan beton semen 1 Ruang lingkup Pedoman ini menguraikan prosedur pelaksanaan perkerasan jalan beton semen, baik pada jalan baru maupun pada jalan lama (lapis tambah beton semen).

Lebih terperinci

JUDUL MODUL II: PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BETON DI LABORATORIUM MODUL II.a MENGUJI KELECAKAN BETON SEGAR (SLUMP) A. STANDAR KOMPETENSI: Membuat Adukan Beton Segar untuk Pengujian Laboratorium B. KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Berikut tinjauan pustaka yang kami jadikan referensi dan masukan dalam penyusunan tugas akhir kami, dibawah ini : No. Nama Penulis 1. Lalan

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003 Reka Racana Jurusan Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 214 PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 23 MUHAMAD IQBAL 1, DWI PRASETYANTO.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN 5.1 Pekerjaan Bekisting 5.1.1 Umum Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan bekisting harus memenuhi syarat PBI 1971 N 1-2 dan Recomended Practice

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Jenis perkerasan jalan, dapat berupa Perkerasan lentur (flexible pavement), Perkeraaan kaku (rigid pavement), dan Perkerasan Komposit, yang menggabungkan perkerasan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG.

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

Perencanaan perkerasan jalan beton semen Perencanaan perkerasan jalan beton semen 1 Ruang Lingkup Pedoman ini mencakup dasar-dasar ketentuan perencanaan perkerasan jalan, yaitu : - Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi. - Perhitungan

Lebih terperinci

Jenis-jenis Perkerasan

Jenis-jenis Perkerasan Jenis-jenis Perkerasan Desain Perkerasan Lentur Penentuan Umur Rencana Tabel 2.1 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan Umur Rencana (Tahun) Lapisan Aspal dan Lapisan

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK 7.1 Pelaksanaan Pekerjaan Balok Balok adalah batang dengan empat persegi panjang yang dipasang secara horizontal. Hal hal yang perlu diketahui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Dasar Teori Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air yang membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON 25 PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON Gud Purmala Putra 1), Eko Darma 2), Soedarmin 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. Kesimpulan Tugas Akhir ini dengan judul Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : 1. Berdasarkan metode yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK Pengertian Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatuko mposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON SNI 03-3976-1995 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup 1.1.1 Maksud Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) Ida Hadijah a, Mohamad Harizalsyah b Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON Kiki Widya Apriliani NRP : 0221031 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON 1. PENDAHULUAN Beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, telah digunakan sebagai bahan bangunan sejak zaman dahulu Penggunaan beton bertulangan dengan lebih intensif baru dimulai pada awal abad

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV-1 BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 TINJAUAN UMUM Jalan yang dievaluasi dan direncana adalah ruas Semarang - Godong sepanjang kurang lebih 3,00 km, tepatnya mulai km-50 sampai dengan km-53. Untuk

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE Jurnal Talenta Sipil, Vol.1 No.1, Februari 2018 e-issn 2615-1634 PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE Pd.T.14-2003 PADA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN LINGKAR UTARA BREBES-TEGAL STA STA Abdullah, Purnomo, YI. Wicaksono *), Bagus Hario Setiadji *)

PERENCANAAN JALAN LINGKAR UTARA BREBES-TEGAL STA STA Abdullah, Purnomo, YI. Wicaksono *), Bagus Hario Setiadji *) JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 760 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 760 772 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong SNI 03-6367-2000 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini meliputi pipa beton tidak bertulang yang digunakan sebagai pembuangan air

Lebih terperinci

DRAFT SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 7.16 MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA

DRAFT SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 7.16 MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA DRAFT SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 7.16 MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA SKh-1.7.16.1 UMUM 1) Uraian a) Material ringan mortar-busa adalah material menyerupai beton yang terdiri dari campuran material pasir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus. Seorang Pelaksana Pekerjaan Gedung memiliki : keahlian dan ketrampilan sebagaimana diterapkan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG

Lebih terperinci

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga. BAB II 2.1 Uraian Umum Sebelum melakukan perencanaan, terlebih dahulu diketahui secara garis besar tentang perkerasan kaku, prosedur perencanaan kaku didasarkan atas perencanaan yang dikembangkan oleh

Lebih terperinci

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN PADA PROYEK PELEBARAN MEDAN BELAWAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh NADHIA PERMATA SARI NIM

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA STA KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA STA KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA 143+600 STA 148+600 KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR ARIES RACHMAD RAMADHAN NRP. 3110.040.509 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN. tinggi dapat menghasilkan struktur yang memenuhi syarat kekuatan, ketahanan,

TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN. tinggi dapat menghasilkan struktur yang memenuhi syarat kekuatan, ketahanan, BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT YANG 4.1. Tinjauan Bahan dan Material Bahan dan material bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena dari berbagai macam bahan dan

Lebih terperinci

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen Perencanaan perkerasan jalan beton semen DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Halaman Daftar isi........ i Prakata. ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan Normatif.... 1 3

Lebih terperinci

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN 4.1 Material Perlu kita ketahui bahwa bahan bangunan atau material bangunan memegang peranan penting dalam suatu konstruksi bangunan ini menentukan kekuatan, keamanan, dan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Cisalatri Bandung

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Cisalatri Bandung Pelaksanaan Pembangunan Jalan Cisalatri Bandung Prof. Dr. Ir. Budi Hartanto Susilo, MSc. dan Ivan Imanuel Fakultas Teknik,Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract Transportation infrastructure is

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

Perancangan Perkerasan Jalan

Perancangan Perkerasan Jalan Perancangan Perkerasan Jalan Direncanakan sesuai kebutuhan Lalu Lintas (Jenis/volume) Sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan Sesuai waktu, tenaga, mutu dan dana tersedia Memperhatikan amdal daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan obyek berupa paving blok mutu rencana 400 Kg/ dan 500 Kg/ sebanyak masing-masing 64 blok. Untuk setiap percobaan kuat tekan dan tarik belah paving

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode penelitian adalah langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, issue atau lainnya dengan jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian umum Salah satu bagian program pemerintah adalah pembangunan jalan raya, sehingga jalan yang dibangun dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pemakai jalan

Lebih terperinci

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF bidang REKAYASA ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF YATNA SUPRIYATNA Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk mencari kuat

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA 1 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA Yogi Arif Mustofa 1), Budi Rahmawati 2), Elma Yulius 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM 143+850 146+850 Nama Mahasiswa : Ocky Bahana Abdiano NIM : 03111041 Jurusan : Teknik SipiL Dosen Pembimbing : Ir. Sri Wiwoho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pada prinsipnya, pekerjaan struktur atas sebuah bangunan terdiri terdiri dari

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pada prinsipnya, pekerjaan struktur atas sebuah bangunan terdiri terdiri dari BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1. Pengamatan Pekerjaan Konstruksi Pada prinsipnya, pekerjaan struktur atas sebuah bangunan terdiri terdiri dari beberapa pekerjaan dasar. Yaitu pekerjaan pengukuran, pembesian,

Lebih terperinci