IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS KABUPATEN PADANG PARIAMAN Mardika Ima Putra ), Nawir Muhar 2), dan Lisa Deswati 2) mardikaimaputra@gmail.com ) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Jl. Sumatera Ulak Karang, Padang, Sumatera Barat ABSTRACT This study aims to determine the type of ectoparasites, calculate the frequency of occurrence and intensity of ectoparasites on mud crab (Scylla serrata) the catch of fishermen on the coast of the Ulakan Tapakis sub district, Padang Pariaman district. Sampling was conducted at three research stations on the coast of the Ulakan Tapakis sub district, Padang Pariaman district and ectoparasites inspection carried out at the Laboratory of Fish Quarantine Station, Quality Control and Safety of Fishery Class I Padang. The method used is purposive sampling method with sample at three research stations. The samples used were mud crab (Scylla serrata) with a sample of 0 tail/station. Examination and identification of ectoparasites performed on organs gills, carapace, claws, feet road, and swimming legs. From the research found five types of ectoparasites namely Octolasmis sp, Corophium sp, Carchesium sp, Epistylis sp, and Ergasilus sp. Most types of ectoparasites that attack the mud crab (Scylla serrata) is Octolasmis sp with the frequency of occurrence of 90% at station I and stations II, and 80% at station III. Frequency lowest incidence kind Ergasilus sp by 0% in the first station and Corophium sp by 0% at the station II. Intensity ectoparasites attack on the station I had a low-level attack, medium, and large. At the station II has a low and medium intensity attacks, while in the station III has a medium intensity attacks. Keywords : Identifikasi, Ektoparasit, Kepiting Bakau, Scylla serrata PENDAHULUAN Kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak diminati pasaran lokal maupun mancanegara. Menurut Catacutan (2002), Kepiting bakau memiliki rasa daging yang lezat dan bernilai gizi tinggi yakni mengandung berbagai nutrien penting seperti mineral dan asam lemak omega-3. Informasi tentang keberadaan parasit khsusunya ektoparasit di tubuh kepiting bakau (Scylla serrata) dapat digunakan untuk perkembangan perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya serta kesehatan masyarakat. Pada kegiatan budidaya, ektoparasit dapat menimbulkan kematian larva (Grabda, 99). Sedangkan hubungan parasit dengan kesehatan masyarakat adalah berkaitan dengan zoonosis, yaitu infeksi yang secara alamiah dapat berpindah antara hewan dengan manusia,

2 dimana manusia terinfeksi bila memakan organisme yang telah terinfeksi ektoparasit dari larva Nematoda. Efek yang timbul dapat berupa inflamasi, pendarahan dan pembengkakan pada usus (Grabda, 99). Menurut Sinderman (990), efek ekonomis yang diakibatkan oleh infeksi ektoparasit dalam kegiatan penangkapan maupun budidaya yaitu dapat berupa pengurangan populasi, penurunan bobot dan penolakan konsumen akibat adanya perubahan morfologi. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis jenis ektoparasit serta menghitung frekuensi kejadian (prevalensi) dan intensitas serangan ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla serrata) hasil tangkapan nelayan di pesisir pantai Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dan memberikan informasi tentang berbagai jenis ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla serrata). METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 205, pengambilan sampel penelitian bertempat di Pesisir Pantai Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman dan pemeriksaan ektoparasit dilakukan di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Padang. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop elektrik, dissecting set, objek glass, cover glass, thermometer, hand refraktometer, ph meter, timbangan, penggaris, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah sampel kepiting bakau (Scylla serrata), NaCl fisiologis, rutan giemsa, larutan alkohol bertingkat, akuadest, dan tissu. Metoda Penelitian Penelitian ini menggunakan metoda purposive sampling dengan pengambilan sampel pada 3 stasiun penelitian yaitu : Stasiun I : Korong Pasia Gantiang Tangah, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, dengan titik koordinat ,68 S dan ,95 E. Stasiun II : Korong Tiram Nagari Tapakis, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, dengan titik koordinat

3 ,42 S dan ,5 E. Stasiun III : Korong Kalamuntuang Nagari Tapakis Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, dengan titik koordinat ,95 S dan ,58 E. Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Sampel kepiting bakau (Scylla serrata) diambil pada masing - masing stasiun, kepiting bakau diambil yang kondisinya dalam keadaan hidup dan dipilih yang memiliki ciri ciri terinfeksi ektoparasit sebanyak 0 ekor/stasiun dengan berat rata-rata gram/ekor dan memiliki ukuran karapas dengan lebar antara 0-20 cm. Sampel dimasukkan ke dalam styrofoam untuk dibawa dan dilakukan pemeriksaan ektoparasit di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Padang. Pemeriksaan/Identifikasi Ektoparasit Prosedur pemeriksaan ektoparasit mengacu pada prosedur yang dikemukakan Kabata (985) yaitu sebagai berikut :. Mengamati bagian luar tubuh organisme, kemudian mencatat jika terjadi pendarahan, luka atau pembengkakan dan memperhatikan jenis organisme yang melekat pada tubuh kepiting bakau (Scylla serrata). 2. Mengeruk bagian-bagian tertentu pada bagian luar tubuh kepiting bakau seperti karapaks, kaki jalan, kaki renang, capit dan insang, 3. Mengambil dengan pinset kemudian meletakan pada objek glass yang telah disediakan dan diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 0 x 4; 0 x 0; 0 x 40 dan 0 x Jenis ektoparasit yang telah ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Kabata (985); Lom dan Dykova (992); Hoffman (999); dan Jeffries (2005). Analisa Data Dari hasil identifikasi ektoparasit sampel kepiting bakau (Scylla serrata) dianalisa dengan menggunakan rumus prevalensi (frekuensi kejadian) dan intensitas serangan ektoparasit, sebagai berikut : Frekuensi Kejadian (Prevalensi) Frekuensi kejadian dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Dogiel et al., (959), sebagai berikut :

4 Intensitas Serangan Ektoparasit Intensitas serangan ektoparasit dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Dogiel et al. (959), sebagai berikut : Ektoparasit yang ditemukan diidentifikasi dengan mengacu pada literature Kabata (985); Lom dan Dykova (992); Hoffman (999); dan Jeffries (2005), sebagai berikut :. Octolasmis sp Frekuensi kejadian dan intensitas serangan parasit dihitung untuk masingmasing ektoparasit yang menginfeksi sampel kepiting bakau (Scylla serrata). Intensitas serangan (IN) - 5 tergolong rendah, IN 6-0 tergolong sedang, IN - 20 tergolong besar, IN 2-30 tergolong sangat besar, IN lebih dari 3 tergolong yang terbesar. (Dogiel et al, 959 dalam Frengky, 996). Parameter Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada habitat kepiting bakau yaitu pada perairan estuaria (payau). Parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu suhu perairan ( 0 C), salinitas perairan (ppt) dan ph. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Jenis Ektoparasit Yang Ditemukan Dari penelitian yang dilakukan ditemukan 5 jenis ektoparasit dari 2 klas yaitu klas Crustacea dan Ciliata. 3 4 Gambar 2. Octolasmis sp Perbesaran 4 x 0 Keterangan :. capitulum 2. peduncle 3. scutum 4. carina Octolasmis sp yang teridentifikasi dalam penelitian ini termasuk dalam klas Crustacea, ektoparasit ini memiliki capitulum, peduncle (kaki), pasang carina, 2 pasang scutum. Ektoparasit ini terlihat seperti terlindung oleh cangkang batu kapur. Irvansyah et al. (202) menyatakan bahwa struktur morfologi Octolasmis sp terdiri dari carina yang berfungsi untuk melapisi organ bagian dalam, capitulum yang berfungsi sebagai lambung yang dapat menghancurkan nutrisi makanan agar dapat dicerna oleh seluruh tubuh, scutum yang berfungsi sebagai usus yang dapat menyerap nutrisi makanan dan kaki yang digunakan untuk 2

5 merekatkan diri pada insang. Octolasmis sp pada penelitian ini ditemukan dalam jumlah yang banyak pada organ insang. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kehidupan Octolasmis sp. 2. Carchesium sp 2 dengan pernyataan Aziz et al. (202) bahwa stimulasi yang terjadi pada beberapa individu dalam satu koloni akan memicu terjadinya reaksi berantai sehingga keseluruhan koloni akan menggulung membentuk suatu bulatan. Menurut Nicolau et al. (2005) Carchesium sp dan ektoparasit golongan protozoa lainnya banyak ditemukan pada daerah bersubstrat dan perairan dengan kandungan bahan organik terlarut tinggi. 3. Epistylis sp Gambar 3. Carchesium sp Perbesaran 0 x 0 Keterangan :. contracted cell 2. macronucleus 2 3 Carchesium sp yang ditemukan termasuk dalam klas Ciliata, berbentuk seperti bunga lonceng, memiliki silia dan terlihat berkoloni dimana satu koloni memiliki lebih dari 3 individu menyerupai pohon dengan banyak batang. Hal ini diperkuat oleh Kabata (985) bahwa Carchesium sp merupakan ektoparasit yang dapat hidup berkoloni. Berdasarkan hasil pengamatan, koloni dari Carchesium sp dapat bergerak dan menggulung ketika terjadi stimulasi pada beberapa individu dalam satu koloni. Gerakan yang terjadi pada salah satu cabang dari Carchesium sp dapat memicu cabang lain dari tangkai utama untuk ikut bergerak. Hal ini sesuai Gambar 4. Epistylis sp Perbesaran 0 x 0 Keterangan :. contracted cell 2. macronucleus 3. infundibulum Epistylis sp yang ditemukan termasuk dalam klas Ciliata, berbentuk seperti lonceng, berwarna bening, memiliki flagella, macronucleus, infundibulum, contracted cell, dan membentuk koloni 2-5 individu. Koloni ektoparasit ini memiliki ukuran dan jumlah yang beragam. Ektoparasit ini membentuk koloni tersusun pada tangkai - tangkai bercabang dimana satu tangkai terdapat satu individu dan bersifat non-contractile.

6 Tangkai dan cabang dari koloni ektoparasit ini tidak dapat bergerak, hasil ini sesuai dengan pernyataan Kabata (985); Saglam dan Sarieyyupoglu (2002) dan Sarjito et al. (203) bahwa Epistylis sp merupakan ektoparasit koloni dan non-contractile. 4. Corophium sp Gambar 5. Corophium sp Perbesaran 4 x 0 Keterangan :. segmen 2. abdomen 3. ekor Corophium sp yang ditemukan termasuk dalam klas Crustacea, memiliki tubuh bersegmen dengan jumlah 0 segmen dan memiliki 2 ekor dibelakang abdomen. Hal ini sesuai dengan Moller dan Anders (986) bahwa Corophium sp memiliki tubuh yang bersegmen hingga 6 segmen. 5. Ergasilus sp 2 3 Keterangan :. kait 2. mata Ergasilus sp yang ditemukan termasuk dalam klas Crustacea, memiliki bentuk tubuh lonjong, menyerupai Cyclops. Organ untuk melekatkan diri pada substrat atau inang berbentuk kait yang panjang menyerupai antenna, kantong telur yang menggantung dibagian posterior berbentuk cerutu, ruas sefalik dan thorasiknya hilang. Mata jelas terlihat dari arah anterior. Berdasarkan Pusat Karantina Ikan (200), Ergasilus sp jantan akan mati setelah ovulasi dan hanya betina yang bersifat parasit. Ektoparasit ini merusak insang dan memblok aliran darah. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Frekuensi kejadian dan intensitas serangan ektoparasit yang menyerang kepiting bakau (Scylla serrata) dari masing masing stasiun dapat dilihat pada tabel berikut. 2 Gambar 6. Ergasilus sp Perbesaran 4 x 0

7 Tabel. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun I. Σ Sampel Ditemukan Σ Parasit FK No. Klass Terinfeksi IN Pada Organ (ind) (%) (ekor). Crustacea. Octolasmis sp 2. Corophium sp 3. Ergasilus sp 2. Ciliata. Carchesium sp 2. Epistylis sp Insang Insang Insang Lendir Capit Lendir Capit ,66 7,5 5,5 Berdasarkan tabel dapat terlihat sampel pada stasiun I ditemukan ektoparasit dari klas Crustacea dan klas Ciliata. Jenis ektoparasit dari klas Crustacea yang ditemukan yaitu Octolasmis sp, Corophium sp, dan Ergasilus sp. Sedangkan dari klas Ciliata ditemukan ektoparasit dari jenis Carchesium sp dan Epistylis sp. Frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp memiliki persentase tertinggi yaitu 90%, sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Ergasilus sp sebesar 0%. Intensitas serangan ektoparasit dari jenis Octolasmis sp memiliki nilai tertinggi yaitu,66. Intensitas terendah terdapat pada Corophium sp dan Ergasilus sp yang masing masing bernilai. Pada stasiun I juga memiliki substrat tanah berlumpur berwarna hitam dan memiliki vegetasi tanaman mangrove dan nipah. Kandungan substrat berlumpur dengan bahan organik yang tinggi mempengaruhi perkembangan ektoparasit. Hal ini sangat mendukung dalam pertumbuhan dan berkembangnya jenis ektoparasit, sehingga banyak ektoparasit yang menyerang sampel kepiting bakau (Scylla serrata) pada stasiun ini. Tabel 2. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun II. Σ Sampel Ditemukan Σ Parasit FK No. Klass Terinfeksi IN Pada Organ (ind) (%) (ekor). Crustacea. Octolasmis sp 2. Corophium sp Insang Insang 2. Ciliata. Carchesium sp Lendir Capit ,44 6

8 Tabel 2 dapat terlihat sampel stasiun II ditemukan jenis ektoparasit dari klas Crustacea dan Ciliata. Jenis ektoparasit dari klas Crustacea yang ditemukan yaitu Octolasmis sp dan Corophium sp, sedangkan klas Ciliata jenis ektoparasit yang ditemukan yaitu Carchesium sp. Frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp pada sampel stasiun II ini juga memiliki persentase tertinggi yaitu 90%, sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Corophium sp sebesar 0%. Intensitas serangan ektoparasit dari jenis Octolasmis sp pada stasiun ini juga memiliki nilai tertinggi yaitu 9,44. Intensitas terendah terdapat pada Charchesium sp yaitu sebesar. Pada stasiun II memiliki substrat tanah berlumpur berwarna coklat dan berpasir serta memiliki vegetasi tanaman mangrove dan nipah. Kondisi tersebut hampir mirip dengan stasiun I, namun pada stasiun II ini juga memiliki substrat berpasir sehingga kandungan organik tidak terlalu tinggi. Hal tersebut menyebabkan jenis ektoparasit yang menyerang kepiting bakau lebih sedikit dibanding dengan stasiun I. Tabel 3. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun III. No. Klass Σ Sampel Ditemukan Σ Parasit FK Terinfeksi Pada Organ (ind) (%) (ekor) IN. Crustacea. Octolasmis sp Insang ,2 Tabel 3 dapat terlihat sampel stasiun III hanya ditemukan ektoparasit dari klas Crustacea yaitu jenis Octolasmis sp. Frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp pada stasiun III ini yaitu sebesar 80% dan memiliki intensitas serangan sebesar 6,2. Pada stasiun III memiliki substrat tanah berpasir berwarna coklat keputihan dan memiliki vegetasi tanaman nipah. Kandungan bahan organik pada substrat berpasir sangat rendah sehingga ektoparasit yang menyerang kepiting bakau sedikit. Pada stasiun I, stasiun II, dan stasiun III memiliki frekuensi kejadian dan intensitas serangan yang berbeda. Berdasarkan Noble and Noble (989) dalam Aria (2008) menyatakan bahwa frekuensi kejadian dan intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang berpengaruh, salah satu faktor

9 yang berpengaruh adalah ukuran inang. Pada beberapa spesies inang, semakin besar ukuran/berat inang, semakin tinggi infeksi oleh parasit tertentu. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi maka inang menjadi toleran terhadap parasitnya. Secara umum organ yang paling rentan terserang ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla serrata) adalah insang dan capit. Hal ini disebabkan karena insang merupakan organ pernapasan yang langsung bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring partikel - partikel pakan dan mengikat oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Wawunx (2008) bahwa letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi berlangsungnya infeksi oleh organisme pathogen penyebab penyakit seperti ektoparasit. Ektoparasit dari jenis Octolasmis sp hanya ditemukan pada organ insang dikarenakan siklus hidupnya memerlukan kebutuhan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan ektoparasit kelompok protozoa. Octolasmis sp dapat menempel secara kuat dengan mengaitkan kakinya pada lamella insang kepiting bakau (Scylla serrata) yang dapat mendukung proses berkembang biak dengan cepat. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Irvansyah et al. (202) bahwa insang merupakan salah satu organ yang sering dialiri darah, terdapat pembuluh - pembuluh darah dan pelindungnya berupa jaringan epitel selapis yang tipis sehingga mudah untuk diserang ektoparasit. Organ yang jarang diserang oleh ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla serrata) adalah kaki renang, kaki jalan dan karapaks. Kaki renang sering digunakan kepiting bakau (Scylla serrata) untuk berenang dan mencari makan serta memiliki jaringan pelindung sehingga sulit diserang ektoparasit. Begitu juga dengan organ kaki jalan dan karapaks. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Irvansyah et al. (202) bahwa kaki renang, kaki jalan dan karapaks memiliki jaringan pelindung sehingga sulit diserang oleh ektoparasit. Dari jenis ektoparasit yang ditemukan pada kepiting bakau (Scylla serrata), tidak ada yang bersifat zoonosis terhadap manusia, sehingga kepiting bakau yang terinfeksi ektoparasit ini aman untuk dikonsumsi. Namun, dengan terdapatnya ektoparasit pada kepiting bakau ini dapat

10 menurunkan bobot tubuh dari kepiting bakau. Pengukuran Kualitas Air di Lokasi Pengambilan Sampel Hasil pengamatan beberapa parameter kualitas air (salinitas, ph, dan suhu perairan) pada tiap tiap stasiun selengkapnya tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Tiap - Tiap Stasiun. Stasiun Salinitas (ppt) ph Suhu ( 0 C) I II III Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air pada tabel 4 termasuk dalam kategori kualitas air yang buruk terutama bagi kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) dan kualitas air yang baik bagi kehidupan ektoparasit. Kualitas air yang baik bagi kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki salinitas ppt. Kadar ph yang mendukung kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) adalah 7,5-8,9. Suhu yang mendukung kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) adalah C. Kualitas air yang buruk yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan. Lingkungan dapat menyebabkan kurangnya kebutuhan nutrisi sehingga ektoparasit dapat menyerang kepiting bakau (Scylla serrata). Suhu yang mendukung serangan ektoparasit adalah C. Salinitas yang mendukung serangan ektoparasit adalah ppt. Sedangkan ph yang mendukung serangan ektoparasit adalah 7,63 8,80. Parameter derajat keasaman atau ph pada masing - masing stasiun (stasiun I, stasiun II, dan stasiun III) memiliki ph yg cukup baik. Hal ini sangat mendukung dalam kesuburan perairan sehingga ektoparasit juga tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ghufron dan Kordi (2005) dalam Agus (2008) bahwa konsentrasi ph mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. KESIMPULAN. Ditemukan 5 jenis ektoparasit dari 2 klas yaitu : klas Crustacea (Octolasmis sp, Corophium sp, dan

11 Ergasilus sp), dan klas Ciliata (Carchesium sp dan Epistylis sp). 2. Pada stasiun I, frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp memiliki persentase tertinggi yaitu 90%, sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Ergasilus sp sebesar 0%. Pada stasiun II, frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp juga memiliki persentase tertinggi yaitu 90%, sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Corophium sp sebesar 0%. Pada stasiun III hanya ditemukan ektoparasit dari jenis Octolasmis sp dengan persentase frekuensi kejadian sebesar 80%. 3. Intensitas serangan ektoparasit pada stasiun I memiliki tingkat serangan rendah, sedang, dan besar. Pada stasiun II memiliki intensitas serangan rendah dan sedang, sedangkan pada stasiun III memiliki intensitas serangan sedang. DAFTAR PUSTAKA Azis, I., Heppi., dan Darto Identifikasi Ektoparasit Pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Tambak Tradisional Kota Tarakan. (Tesis). Universitas Borneo Tarakan, Tarakan, 53 hlm. Catacutan, M. R Growth and Body Composition of Juvenile Mud Crab. Scylla serrata. Fed Different Dietary Protein and Lipid Levels and Protein to Energy Ratio. Aquaculture. 208 : Dogiel, V. A., G. K. Petrushevski and Y. I. Polyonski Parasitology of Fishes. Oliver and Boyd. Ltd. London. Pp. 38. Frengky Inventarisasi Ektoparasit Pada Ikan Garing (Lambeobarbus tambroides) di Danau Maninjau. Skripsi Fakultas Perikanan. Universitas Bung Hatta. Padang. Grabda, J. 99. Marine Fish Parasitogy : An Outline. Weinheim. New York. PWN-Polish Scientific Publishers. Warszawa. hal Hoffman, G.L Parasites of North American Freshwater Fishes. 2 nd ed. Comstock Publishing Associates. London. Irvansyah, M. Y., A. Nurlita dan M. Gunanti Identifikasi dan Intensitas Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Sains dan Seni ITS, ():-5. Jeffries, W.B., H.K. Voris, P.H. Naiyanetr and S. Panha. Pedunculate Barnacles of the Symbiotic Genus Octolasmis (Cirripedia:Thoracica:Poecilasmatidae) from the Northern Gulf of Thailand. The Natural History Journal of Chulalongkorn University,Chulalongkorn University : Thailand. (2005, May). 5(): 9-3. Kabata, Z Parasites dan Diseases of Fish Cultured in The Tropics. Taylor & Francis, London, Philadelphia. 37 pp.

12 Lom, J. and Dykova, I Protozoan Parasites of Fishes. Institute of Parasitology, Czech Academy of Sciences, Ceske Budejovice, Czechoslovakia. Moller, H. dan K. Anders Diseases and Parasites of Marine Fishes. Moller, Kiel, 365 p. Nomor 3 Tahun 204, Halaman 8-6. Sinderman, C. J Diseases of Marine Fish in Principal and Shellfish. Vol Second Edition. Academic Press, Inc. San Diego. California. 5 Hal. Nicolau, A., M.J. Martins, M. Mota and N. Lima Effect of Copper in the Protistan Community of Activated Sludge. Chemosphere, 58: Noble, E. R., G. A. Noble, G. A. Schad dan A. J. McInnes, 989. Parasitology : The Biologi Of Animal Parasiter. 6 th Ed. Lea end Febiger. Philadelphia. London. 549 hal. Pusat Karantina Ikan Metode Standar Pemeriksaan Parasit HPIK Golongan Parasit Ergasilus sieboldi. Jakarta. Saglam, N. dan M. Sarieyyupoglu A Study on Tetrahymena pyriformis (Holotrichous) and Epistylis sp (Peritrichous) Found on Freshwater Leech, Nephelopsis obscura. Journal of biological Sciences, 5(4): Sarjito, S.B. Prayitno dan A.H.C. Haditomo Pengantar Parasit dan Penyakit Ikan. UPT UNDIP Press, Semarang, 07 hlm. Setiyaningsih, L., Sarjito, dan A.H.C. Haditomo Identifikasi Ektoparasit Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Yang Dibudidayakan di Tambak Pesisir Pemalang. Journal of Aquaculture Management and Technology. Universitas Diponegoro. Semarang. Volume 3

Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 8-16 Online di :

Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 8-16 Online di : IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK PESISIR PEMALANG Identification of Ectoparasites on Mud Crabs (Scylla serrata) from the coastal of Pemalang Lilik

Lebih terperinci

INTENSITAS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI DESA LUBUK DAMAR, KABUPATEN ACEH TAMIANG

INTENSITAS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI DESA LUBUK DAMAR, KABUPATEN ACEH TAMIANG INTENSITAS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI DESA LUBUK DAMAR, KABUPATEN ACEH TAMIANG PREVALENCE AND INTENSITY OF ECTOPARASITES IN CRAB (Scylla serrata) IN LUBUK DAMAR,

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: X E-5

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: X E-5 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X E-5 Identifikasi dan Intensitas Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di Pertambakan Kepiting, Kecamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI KABUPATEN ACEH BESAR

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI KABUPATEN ACEH BESAR IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI KABUPATEN ACEH BESAR IDENTIFICATION AND PREVALENCE OF ECTOPARASITES ON Litopenaeus vannamei IN ACEH BESAR DISTRICT

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi

Lebih terperinci

Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa

Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa DISTRIBUSI EKTOPARASIT PADA BEIH KEPITIG BAKAU (Scylla olivacea) DI PERAIRA PALLIME KABUPATE BOE PROVISI SULAWESI SELATA Muh. Amin Faqih, Frida Alifia dan Muh. Fadillan Amir Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN TELUK MUARA BARU, JAKARTA UTARA

INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN TELUK MUARA BARU, JAKARTA UTARA Jurnal Pertanian ISSN 2087 4936 Volume 5 Nomor 2, Oktober 2014 73 INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN TELUK MUARA BARU, JAKARTA UTARA INVENTARISATION OF PARASITES ON Auxis

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Fetro Dola Samsu 1, Ramadhan Sumarmin 2, Armein Lusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar. Ada beragam jenis ikan yang hidup di air tawar maupun air laut. Menurut Khairuman

Lebih terperinci

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan Standar Nasional Indonesia Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFESTASI EKTOPARASIT Dactylogyrus sp. PADA BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) DENGAN PENAMBAHAN GARAM DAPUR

PENGENDALIAN INFESTASI EKTOPARASIT Dactylogyrus sp. PADA BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) DENGAN PENAMBAHAN GARAM DAPUR PENGENDALIAN INFESTASI EKTOPARASIT Dactylogyrus sp. PADA BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) DENGAN PENAMBAHAN GARAM DAPUR Tarmizi 1, Sofyatuddin Karina 2, Dwinna Aliza 3 1 Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

PARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla spp.) HASIL TANGKAPAN DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH. Skripsi

PARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla spp.) HASIL TANGKAPAN DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH. Skripsi PARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla spp.) HASIL TANGKAPAN DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH Skripsi Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Herlina Nofitasari NIM. M0413022

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km 2, sehingga memiliki potensi perikanan baik laut maupun tawar (Anonimous, 2010). Permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 POTENSI KEPITING BAKAU DI WILAYAH PERAIRAN SEKITAR TAMBAK DESA MOJO KAB PEMALANG pms-12 Arthur Muhammad Farhaby 1 * Johannes Hutabarat 2 Djoko Suprapto 2 dan Jusup Suprijanto 2 1 Mahasiswa Program Double

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda Hasil pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap 90 ekor sampel ikan nila (Oreochromis nilotica),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Restia Nika 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi Z 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

Udayana, Denpasar. Alamat   (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 8,No. 2, Oktober 2017 ISSN: 2086-3861 E-ISSN: 2503-2283 KAJIAN KUALITAS AIR DAN PENILAIAN KESESUAIAN TAMBAK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos

Lebih terperinci

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food Fattening of Soft Shell Crab With Different Food By Elvita Sari 1 ), Rusliadi 2 ), Usman M.Tang 2 ) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Science Faculty Riau University Email : elvitasurbakti@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

PARASIT PADA IKAN HIAS AIR TAWAR (IKAN CUPANG, GAPI DAN RAINBOW) Parasites in Fresh Water Ornamental Fish (Cupang, Guppy and Rainbow Fish)

PARASIT PADA IKAN HIAS AIR TAWAR (IKAN CUPANG, GAPI DAN RAINBOW) Parasites in Fresh Water Ornamental Fish (Cupang, Guppy and Rainbow Fish) Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(2): 93-100 (2003) 93 PARASIT PADA IKAN HIAS AIR TAWAR (IKAN CUPANG, GAPI DAN RAINBOW) Parasites in Fresh Water Ornamental Fish (Cupang, Guppy and Rainbow Fish) M. Alifuddin,

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

Pengendalian Monogenea pada benih ikan Nila gift 31

Pengendalian Monogenea pada benih ikan Nila gift 31 Pengendalian Monogenea pada benih ikan Nila gift 31 Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 31-38 (29) Pengendalian Infestasi Monogenea Ektoparasit Benih Ikan Nila Gift (Oreochromis Sp.) Dengan Penambahan Garam

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN EKTOPARASIT PADA KOMODITAS UDANG DI BALAI KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KELAS II SEMARANG,JAWA TENGAH

PEMERIKSAAN EKTOPARASIT PADA KOMODITAS UDANG DI BALAI KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KELAS II SEMARANG,JAWA TENGAH PEMERIKSAAN EKTOPARASIT PADA KOMODITAS UDANG DI BALAI KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KELAS II SEMARANG,JAWA TENGAH PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2) Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA Natanael 1), Dhimas Wiharyanto

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI PREVALENSI DAN INTENSITAS EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) HASIL TANGKAPAN DI PESISIR KENJERAN SURABAYA Oleh : LAMONGAN JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian. Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian Perlakuan A B C Ulangan L P (gr/hari) L K (cm) P K (cm) L P (gr/hari) L K

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG (Ephinephelus fuscoguttatus-lanceolatus) HASIL BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI BPBAP SITUBONDO DAN GUNDIL SITUBONDO Karlina Nurhayati

Lebih terperinci

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA 185 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 214 SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA ABSTRAK Sahabuddin, Andi Sahrijanna, dan Machluddin

Lebih terperinci

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

Inventarisasi, Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) di Keramba Jaring Apung Perairan Teluk Hurun Lampung

Inventarisasi, Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) di Keramba Jaring Apung Perairan Teluk Hurun Lampung Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 7 Nomor 1. Juni 2017 e ISSN 2540 9484 Halaman : 1-7 Inventarisasi, Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) di Keramba

Lebih terperinci

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Balai Karantina Ikan, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, Indonesia

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Balai Karantina Ikan, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, Indonesia Inventarisasi Jurnal Akuakultur Parasit Indonesia, pada Ikan 1(3): Hias 123 127(2002) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 123 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id INVENTARISASI PARASIT

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 4, No. 2, Agustus 2013 ISSN : 2086-3861 APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) APPLICATION USE DIFFERENT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifiksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting yang tergolong dalam keluarga Portunidae. Portunidae merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) Arli 1, Yuneidi Basri 2, Mas Eriza 2 E-mail : aarnye@ymail.com 1 Mahasiswa Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai

Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai ISSN 0853-7291 Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai Ali Djunaedi *, Sunaryo dan Bagus Pitra Aditya Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA RASWIN NASUTION 130302031 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO

HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO SKRIPSI HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO Oleh : HERY IRAWAN CILEGON BANTEN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

Inventarisasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Ikan di Unit Perikanan Rakyat (UPR) Kelurahan Bungus Timur, Kota Padang

Inventarisasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Ikan di Unit Perikanan Rakyat (UPR) Kelurahan Bungus Timur, Kota Padang Inventarisasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Ikan di Unit Perikanan Rakyat (UPR) Kelurahan Bungus Timur, Kota Padang Ramayulis 1), Nawir Muhar 2), dan Lisa Deswati 2) 1) Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga INVENTARISASI DAN INTENSITAS EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) YANG DIPELIHARA DI TAMBAK DI DESA KETAPANG, GENDING DAN PAJARAKAN KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) Lobster Air Tawar (LAT) Crayfish/ crawfish atau yang dikenal sebagai lobster air tawar merupakan salah satu jenis Crustacea yang memiliki

Lebih terperinci

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis Parasit Yang Menginfeksi Ikan Nila Identifikasi ektoparasit pada ikan nila dilakukan di Laboratorium Parasit Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. ikan dilakukan di keramba jaring apung Danau Limboto, Kecamatan Batudaa,

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. ikan dilakukan di keramba jaring apung Danau Limboto, Kecamatan Batudaa, BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 201 Tempat penelitian ada dua lokasi yakni pengambilan sampel

Lebih terperinci

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK 1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 ABSTRAK TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi Jurnal Pengaruh Akuakultur pengkayaan Indonesia, Artemia 5(2): sp. 119126 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 119 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PENGKAYAAN Artemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN Tubifex sp. TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS (Channa striata)

PENGARUH PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN Tubifex sp. TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS (Channa striata) 1 PENGARUH PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN Tubifex sp. TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS (Channa striata) Jumi Kharyadi 1), Abdullah Munzir 2) dan Lisa Deswati 2) 1)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT DAN ENDOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Di KOLAM BUDIDAYA PALEMBANG,SUMATERA SELATAN Erwin Nofyan 1, Moch Rasyid Ridho 1, Riska Fitri 1 Jurusan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 PREVALENSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT YANG MENGHAMBAT PENETASAN TELUR UDANG WINDU, Penaeus monodon FABR DI HATCHERY KABUPATEN TAKALAR PL-08 Arifuddin Tompo dan Koko Kurniawan* Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 Kajian Karakteristik Biometrika Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang, Studi kasus di Desa Mojo Kecamatan Ulujami Biometrical Characteristic Study of Mudcrab

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri, cendawan serta parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan

Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan Disusun Oleh: Putri Ratna Noer Zheila 1508 100 065 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA Jurnal Pertanian ISSN 2087-4936 Volume 7 Nomor 1, April 2016 1 INVENTARISASI PARASIT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA INVENTARISATION OF PARASITES

Lebih terperinci

Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak

Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak ISSN 0853-7291 Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak Edi Wibowo*, Suryono, R. Ario, Ali Ridlo dan Dodik S. Wicaksono Departemen Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus 5 Oktober 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus 5 Oktober 2014. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus 5 Oktober 2014. Lokasi pelaksanaan penelitian ini di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK BDI L/3/3.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN INDUK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu (Penaeus monodon) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke dalam Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata

Lebih terperinci

Budidaya Perairan Mei 2016 Vol. 4 No. 2: 26-30

Budidaya Perairan Mei 2016 Vol. 4 No. 2: 26-30 Identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) di kolam budidaya Kampung Hiung, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe (Identification and prevalence of ectoparasite

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei 2.1 Biologi Udang Vannamei 2.1.1 Klasifikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut : Kingdom Sub kingdom Filum Sub

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan tepung cangkang kepiting dan pelet dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak dan Makanan Ruminansia, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG Sri Handayani dan Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRACT A study of phytoplankton

Lebih terperinci