berat pada kapasitas alat yang digunakan untuk mengangkut hasil produksi bahan galian yang terlalu berlebihan. PT Freeport Indonesia memproduksi 250

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "berat pada kapasitas alat yang digunakan untuk mengangkut hasil produksi bahan galian yang terlalu berlebihan. PT Freeport Indonesia memproduksi 250"

Transkripsi

1 PENANGANAN BENCANA LONGSOR DI PT FREEPORT INDONESIA Oleh : Jacky Ryanto Fernandes, M. Hanif Sudarmono, Fista Fitri Vertika, M. Arif Saputra, Try Inda Wulandari, Ilham Mahal Abstrack PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Perusahaan asing ini memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. Dalam proses penambangannya, sering terjadi longsor pada tambang bawah tanah di perusahaan ini. Permasalahan inilah yang timbul pada akhir-akhir ini yang menyebabkan korban jiwa di setiap kejadiannya. Adanya permasalahan inilah yang mendukung pembuatan naskah kebijakan ini dibuat. Tujuannya yaitu untuk menentukan kebijakan-kebijakan apa yang harus diterapkan dalam rangka mengurangi dan meminimalisir terjadinya longsor, sehingga memperkecil jumlah korban akibat longsor tiap tahunnya. Metode yang digunakan dalam pembuatan naskah kebijakan ini yaitu studi literatur dari berbagai sumber informasi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan pihak perusahaan untuk mengatasi permasalahan longsor di PT FI. Namun, upaya mereka hampir tidak membuahkan hasil. Pemerintah seharusnya bersikap tegas terhadap peraturan yang telah mereka berikan kepada PT FI mengenai izin produksinya pertahun. Kemudian pada pihak perusahaan, mereka seharusnya menerapkan standar operasional prosedur (SOP) kerja yang baik. Kata Kunci : PT Freeport Indonesia (PTFI), Bencana, Longsor

2 PENDAHULUAN Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 47 tahun. Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas telah mereka keruk. Pada bulan Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman 800 m. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran negara/bumn untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km persegi di daerah aliran sungai Ajkwa. (Eramuslim, 4 Januari 2010) Pada tahun 2011, terjadi 2 kali longsor di sekitar Grasberg. Yang pertama terjadi sekitar bulan Maret Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan. Freeport hanya melaporkan jika longsor telah menutup pintu masuk ke areal pertambangan Grasberg. Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 19 April 2011, kejadian yang sama terjadi lagi. Kejadian ini menyebabkan satu orang hilang dan satu orang tewas. Penyebab kejadian ini adalah peledakan tambang yang berakibat runtuhnya atap tambang bawah tanah di DOZ.Hingga saat ini, tak ada laporan lanjut tentang korban yang hilang karena insiden ledakan DOZ ini. (Republika, 22 Mei 2013) Sikap kompromis pemerintah juga ditunjukan dalam peristiwa longsor area pertambangan Freeport pada Mei 2013 yang mengakibatkan 28 meninggal, serta 1 orang meninggal pada Desember Sistem pengelolaan tambang PTFI, utamanya peringatan dini (early warning system) sangat lemah. Lemahnya pengawasan pemerintah dalam soal ini juga patut dikoreksi. Apalagi korban jiwa sudah jatuh. (Erwin Usman, 19 April 2014) Dan yang terjadi beberapa bulan yang lalu, tanah longsor di Freeport yang terjadi pada Jumat, 12 September 2014, sekitar pukul WIT, menyebabkan satu karyawan Freeport meninggal, di area West Muck Bay tambang bawah tanah Grasberg Block Cave

3 (GBC) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembagapura, Mimika, Papua. "Terjadi ground failure, atau jatuhnya material berupa batuan dan tanah, saat aktivitas ground support tengah dilakukan," kata dia melalui pesan singkatnya, Sabtu, 13 September Material tersebut, ia melanjutkan, kemudian menutupi sebagian kendaraan jumbo drill yang tengah beroperasi. Satu operator jumbo drill selamat, sedangkan satu orang rekannya saat ini masih dalam proses evakuasi. Saat insiden terjadi, Freeport langsung menerjunkan tim tanggap darurat (Emergency Response Group) untuk melakukan pertolongan dan evakuasi. (Tempo, 14 September 2014) Masalah longsor merupakan sebagian kecil dari permasalahan yang sangat memerlukan perhatian, baik dari pihak PT Freeport sendiri maupun juga turun tangan pemerintah. Penyebab umum kejadian longsor ini adalah terjadi akibat kelalaian dari pihak pekerja tambang itu sendiri. Dalam hal ini sudah sebaiknya tidak seharusnya PT Freeport menganggap longsor merupakan masalah kecil, dan kurang diperhatikan, bahkan juga dengan pemerintah yang tampak acuh tak acuh terhadap kasus longsor. Dengan data dari beberapa sumber dapat terlihat, longsor selalu berkaitan dengan korban jiwa. Hal ini sangat disayangkan terutama penanggulangan adanya longsor. Sudah seharusnya bagi perusahaan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan kemungkinan adanya bencana longsor ini. Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan keselamatan bagi pekerja tambang yang memang sangat beresiko tinggi. Selain itu juga hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi masyarakat sekitar yang juga akan terkena dampak dari tanah longsor ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya dilakukan evaluasi tiap tahun dan dibuat suatu kebijakan mengenai penanggulangan bencana tanah longsor ini agar tidak menimbulkan korban jiwa kembali. DESKRIPSI MASALAH Kecelakaan tambang bawah tanah (underground mining) di PT Freeport Indonesia yang disebabkan oleh longsor timbul karena beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya yaitu faktor alam. Pergerakan tanah yang begitu cepat karena menahan beban diatasnya memungkinkan tanah menjadi longsor dan ini dapat menyebabkan terjadinya longsor. Kelalaian dari pihak perusahaan juga menjadi salah satu faktor penting penyebab terjadinya longsor. Pihak perusahaan tidak mengimplikasikan atau menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia dengan baik, sehingga menyebabkan terjadinya longsor. Seperti beban dan

4 berat pada kapasitas alat yang digunakan untuk mengangkut hasil produksi bahan galian yang terlalu berlebihan. PT Freeport Indonesia memproduksi 250 ribu ton per hari, jumlah yang tidak sedikit dalam hal produksi dan pengangkutan bahan galian. Mereka tidak memperhatikan adanya kapasitas alami tanah/batuan untuk dapat menahan beban diatasnya, sehingga tidak terjadi longsor. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga belum menjalani audit lingkungan. Audit lingkungan ini merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah untuk perusahaan tambang dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun Hal ini juga yang menyebabkan kenapa longsor terjadi berulang-ulang di perusahaan yang menghasilkan tembaga dan emas terbesar di indonesia itu. Penyebab timbulnya longsor juga datang dari pihak pemerintah. Kelalaian dari pemerintah yang tidak tegas dalam hal membatasi jumlah produksi PT Freeport Indonesia pertahunnya. Padahal, di dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah tertera izin produksi pertahunnya. Selain itu, pemerintah juga belum mengubah model laporan Rencana Kelola dan Rencana Lingkungan (RKL-RPL) yang mengakibatkan pemerintah tidak bisa langsung terjun untuk mengawasi proses pengelolaan pertambangan PT Freeport secara berkala. Selain itu, penyebab longsor yang terjadi pada tiga tahun terakhir, tepatnya pada tanggal 19 April 2011 yaitu pada peristiwa peledakan tambang yang berakibat runtuhnya atap tambang bawah tanah di DOZ (Deep Ore Zone). Penyebab longsor yang terjadi kala itu ternyata juga disebabkan oleh faktor manusia, yaitu tim Geotek yang bekerja disana. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Big Gossan, yang menelan korban hingga 28 orang. Kelalaian dari tim geotek yang bekerja disana dalam hal kurang mementau setiap waktu mengenai pergerakan batuan yang terjadi yang disebabkan oleh gaya tarik bumi (gravitasi bumi) dan juga adanya aktivitas lain dalam terowongan yang menyebabkan longsor Big Gossan tersebut terjadi. Jumlah peristiwa longsor di PT Freeport Indonesia cukup besar dalam beberapa tahun terakhir dan tidak sedikit menelan korban jiwa. Walaupun pada setiap kejadian telah dilakukan investigasi dan evaluasi kerja, namun setiap tahunnya jumlah angka kematian yang disebabkan longsor pada perusahaan asing ini terus bertambah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak perusahaan dan pemerintah untuk dapat mengurangi besarnya jumlah peristiwa longsor dan meminimalisir angka kematian, karena bagimanapun PT Freeport merupakan sebuah nama yang besar yang memainkan peranan penting dalam sejarah politik ekonomi indonesia. Namun, upaya itu nyaris tidak membuahkan hasil yang optimal, karena pada tahun 2014 ini pun permasalahan longsor

5 masih berdimensi luas di perusahaan asing tersebut. Melihat betapa kompleksitasnya permasalahan longsor di PT Freeport Indonesia, maka dibutuhkan sebuah kerangka kebijakan yang komprehensif, terstruktur, antara pemerintah tenaga kerja, pengusaha, dan sektor lainnya yang berperan penting dalam proses penambangan di perusahaan ini untuk menciptakan suasana lingkungan kerja yang aman dan kondusif dari berbagai kecelakaan yang tidak diinginkan, khususnya peristiwa longsor. PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN : 1. Pemerintah sebaiknya bersikap tegas terhadap peraturan yang telah mereka berikan kepada PT Freeport Indonesia mengenai izin produksi per tahunnya yang dimuat dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peran pemerintah dalam membatasi jumlah produksi PT Freeport per tahunnya tentu akan mengurangi kapasitas beban alat angkut yang digunakan, yang kemudian akan berdampak positif terhadap daya dukung tanah sehingga tidak terjadi runtuhanruntuhan yang kemudian menimbulkan longsor. Selain itu kebijakan berupa penempatan suatu rencana pembangunan suatu kawasan tambang harus disesuaikan dengan alokasi dan kemampuan lingkungan yang ada. Alokasi tersebut harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang ada, misalnya untuk kawasan dengan keringanan yang lebih dari 40% maka disarankan untuk tidak digunakan sebagai kawasan pertambangan, sebaiknya digunakan sebagai daerah terlindung. Kebijakan berupa perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar tidak terjadi perencanaan yang melampaui batas daya dukung lingkungan hal ini dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara lingkungan dengan pembangunan wilayah. 2. Pihak perusahaan seharusnya memaksimalkan kinerja dan peran dari Tim Geotek dan pekerja lainnya. Peran Tim Geotek dalam kegiatan penambangan yaitu salah satunya memantau pergerakan batuan yang terjadi, baik secara lambat maupun secara cepat, yang disebabkan oleh faktor alam. Peningkatkan pemahaman tentang kinerja massa batuan dan dampak terhadap stabilitas struktur lereng. Beberapa tambang secara signifikan dapat meningkatkan laba atas investasi dengan meningkatkan sudut desain pit. Peningkatan sudut desain dimungkinkan oleh peningkatan pemahaman akan monitoring lereng dan manajemen resiko geoteknik yang baik. 3. Pihak perusahaan seharusnya dapat menerapkan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. Pergerakan tanah sebenarnya dapat di deteksi

6 secara dini dengan menggunakan metode slope monitoring karena slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah, dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring, data-data tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan. Adanya peringatan deteksi longsor dini yang memungkinkan evakuasi peralatan dan orang-orang dari daerah berisiko longsor, sehingga pengurangan risiko cedera dari manusia atau kerusakan peralatan dapat dilakukan. 4. Kebijakan yang harus dilakukan ialah selalu memeriksa dan memastikan kembali semua faktor keamanan dan kelayakan lokasi untuk bekerja. Intruksikan selalu dilakukannya pengecekan K3. Kita tahu perusahaan seperti Freeport memiliki sistem yang baik namun karena terjadi musibah sebaiknya yang dilaksanakan investigasi secara menyeluruh apa yang menyebabkan, apakah bencana alam, faktor teknologi, kelalaian petugas, dan sebagainya harus ditemukan. Dan kedepan tentu jadi pelajaran sangat berharga bagi semua, upaya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan tambang. 5. Selain kebijakan yang langsung terkait dengan pengelolaan kawasan rawan bencana, juga harus dibuat kebijakan yang memuat mengenai pengelolaan kawasan lindung secara luas, yang mencegah upaya pencegahan bencana longsor. Kebijakan tersebut adalah memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dijabarkan kedalam strategi berikut : 1. Mempertahankan luas kawasan yang berfungsi lindung dalam suatu pulau sekurang-kurangnya 30% dari luas pulau yang ada. 2. Mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup melalui perlindungan kawasan-kawasan didarat, laut, dan udara secara serasi dan selaras. 3. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya dalam rangka mewujudkan dan memelihari keseimbangan ekosistem wilayah. 6. Dalam menangani longsor di area PT Freeport, pemerintah seharusnya mengambil keputusan tepat dan juga cepat tanggap dengan mengerahkan aparat keamanan untuk mengevaluasi para korban longsor dengan alat yang lebih canggih dan memadai. Selain itu juga pemerintah dan PT Freeport bersikap terbuka terkait pada hasil penemuan tim investigasi. Hal inilah yang menyebabkan tim yang diturunkan tidak

7 efektif dalam bekerja, dan temuan tersebut hanya menjadi rahasia antara pemerintah dan PT Freeport keputusan selanjutnya, para karyawan tersebut harus mematuhi aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) supaya tidak terjadi kecelakaan pada saat beraktivitas di perusahaan tambang. 7. PT Freeport seharusnya membuat keputusan yan jitu agar tidak menimbulkan kecelakaan terhadap karyawannya, yaitu dengan cara mendeteksi cuaca di sekitar area perusahaan tersebut. Sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada saat bekerja bila cuaca sedang tidak bersahabat, selain itu juga pihak perusahaan mengamati kestabilan tanah baik tambang terbuka maupaun tambang bawah tanah. Bila semakin lebar penggaliannya, maka resiko yang ditimbulkan oleh tanah tersebut lebih besar. Berbagai factor yang menyebabkan terjadinya longsor yaitu sifat fisik dan mekanik batuan, kondisi air tanah, karakterisasi massa batuan, serta struktur pada batuan. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Dari hasil pembahasan mengenai penangan bencana longsor di PT. Freeport Indonesia dapat diberikan kesimpulan bahwa : 1. Bencana longsor di PT. Freeport Indonesia dikarenakan Kelalaian dari pihak perusahaan yang tidak mengimplikasikan atau menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia dengan baik, sehingga menyebabkan terjadinya longsor. 2. PT. Freeport Indonesia tidak menerapkan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. 3. PT. Freeport Indonesia tidak memaksimalkan kinerja dan peran dari Tim Geotek dan pekerja lainnya. Peran Tim Geotek dalam kegiatan penambangan yaitu salah satunya memantau pergerakan batuan yang terjadi, baik secara lambat maupun secara cepat, yang disebabkan oleh faktor alam. Peningkatkan pemahaman tentang kinerja massa batuan dan dampak terhadap stabilitas struktur lereng. 4. Pemerintah membatasi jumlah produksi PT Freeport per tahunnya untuk mengurangi kapasitas beban alat angkut yang digunakan. SARAN

8 Dari hasil pembahasan mengenai penangan bencana longsor di PT. Freeport Indonesia, saran untuk penangan bencana longsor PT. Freeport Indonesia adalah : 1. PT. Freeport Indonesia harus menerapkan standara operasional prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bahwa tanah PT. Freeport Indonesia sehingga dapat menghindari terjadinya bencana longsor 2. Seharusnya PT. Freeport Indonesia menggunakan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. Metode slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah, dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring, data-data tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan. 3. PT. Freeport Indonesia harus membatasi jumlah produksi pert tahun untuk mengurangi kapasitas beban alat angkut yang kemudian akan berdampak positif terhadap daya dukung tanah sehingga tidak terjadi runtuhan-runtuhan yang kemudian menimbulkan longsor. Selain itu kebijakan berupa penempatan suatu rencana pembangunan suatu kawasan tambang harus disesuaikan dengan alokasi dan kemampuan lingkungan yang ada. DAFTAR PUSTAKA

9 Anonim Korban Longsor Freeport. (Online). (Diakses dari republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/22/mn6cmi-semua-korban-longsorfreeport-ditemukan, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:41 WIB). Anonim Longsor Freeport Telan Korban Jiwa. (Online). (Diakses dari Korban-JiwaTempo, pada tanggal 18 November 2014 pukul 21:35 WIB). Batubara, Marwan Sejarah Kelam Tambang Freeport. (Online). (Diakses dari GyfpsWSxZ4, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:34 WIB). Usman, Erwin Tagih Freeport. (Online). (Diakses dari / 2014/04/19/210413/tagih-freeport, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:57 WIB).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hampir diseluruh kawasan kepulauan Indonesia. Kondisi ini menjadi daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hampir diseluruh kawasan kepulauan Indonesia. Kondisi ini menjadi daya tarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alam pertambangan melimpah. Potensi alam, seperti batu bara, minyak, tembaga hingga emas tersebar hampir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Gbr. 2.1. Logo PT. Freeport Indonesia PT Freeport Indonesia merupakan sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport McMoran Copper & Gold Inc.. PT Freeport

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat PT. Freeport Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat PT. Freeport Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1.Sejarah Singkat PT. Freeport Indonesia Pada tahun 1967 PT. Freeport Indonesia mulai beroperasi di bidang tambang bawah tanah Grasberg. Dimulai

Lebih terperinci

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua RORO HETTY ROHMANINGRUM ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO KHAERUL ALIF PRATOMO Landasan Teori Etika Suatu pedoman yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Perusahaan Visi dan Misi Jenis Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Perusahaan Visi dan Misi Jenis Usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah Perusahaan PT XYZ merupakan perusahaan tambang internasional utama dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, PT XYZ mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi kurang lebih sebesar 1,7 miliar pon tembaga dan

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7 Oleh: Ignasius Laya Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7 JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara, anak usaha Newmont Mining Corporation, salah satu dari lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah pertambangan. Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineralnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja atau dikenal dengan K3 merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu perusahaan dalam menjamin keamanan dan kenyamanan bagi karyawan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga

BAB I PENDAHULUAN. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga dan emas terbesar di Indonesia saat ini. PT Freeport Indonesia menerapkan dua sistem

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM. PT Freeport Indonesia Incooperated (PTFII) sebagai anak perusahaan

BAB II KEADAAN UMUM. PT Freeport Indonesia Incooperated (PTFII) sebagai anak perusahaan BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat PT Freeport Indonesia PT Freeport Indonesia Incooperated (PTFII) sebagai anak perusahaan Freeport McMoran mulai beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan dan penggalian merupakan lapangan kerja yang banyak menyerap sumber daya manusia di Indonesia, menduduki peringkat ke 8 di Indonesia menurut Badan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI DISTRIK ERTZBERG-GRASBERG TERHADAP MINERAL ENDOWMENT INDONESIA. Diskusi Freeport dan Indonesia Bangsa Pemenang

KONTRIBUSI DISTRIK ERTZBERG-GRASBERG TERHADAP MINERAL ENDOWMENT INDONESIA. Diskusi Freeport dan Indonesia Bangsa Pemenang KONTRIBUSI DISTRIK ERTZBERG-GRASBERG TERHADAP MINERAL ENDOWMENT INDONESIA Diskusi Freeport dan Indonesia Bangsa Pemenang Kemenko Maritim, IA-ITB, IAGI dan PERHAPI Sukmandaru Prihatmoko Ketua Umum Ikatan

Lebih terperinci

Apa alasan Freeport inengajukan perpanjangan kontrak karya di Papua hingga 2041?

Apa alasan Freeport inengajukan perpanjangan kontrak karya di Papua hingga 2041? Rozik Boedioro Soetjipto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Kontrak karya kedua PT Freeport Indonesia, perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Papua, yang berlaku 30 tahun, akan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

PROSES PENAMBANGAN EKSPLORASI METODE TAMBANG KAPAL KERUK TAMBANG GP PEMBERSIHAN KAWASAN PEMBERSIHAN KAWASAN PEMBUANGAN TANAH PENUTUP

PROSES PENAMBANGAN EKSPLORASI METODE TAMBANG KAPAL KERUK TAMBANG GP PEMBERSIHAN KAWASAN PEMBERSIHAN KAWASAN PEMBUANGAN TANAH PENUTUP LATAR BELAKANG Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral Proses penggunaan lahan tidak sesuai kaidah konservasi lingkungan Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam upaya pencarian, penggalian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat PT Freeport Indonesia Sejarah keberadaan PT Freeport Indonesia di Papua dimulai dari laporan hasil eksplorasi yang dilakukan oleh seorang ahli geologi New Guinea

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu kejadian alam yang dapat merugikan masyarakat yang mengalaminya dan dapat terjadi secara tiba-tiba (Kurniawan et al., 2013). Apalagi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu : lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keadaan struktur massa batuan di alam yang cenderung berbeda dikontrol oleh kenampakan struktur geologi, bidang diskontinuitas, bidang perlapisan atau kekar.

Lebih terperinci

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, 1 November 2011

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW)  Jakarta, 1 November 2011 Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia Indonesia Corruption Watch (ICW) www.antikorupsi.org Jakarta, 1 November 2011 PT Freeport Indonesia (PTFI) Tahun 1967 Kontrak Karya antara Pemerintah dengan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah merupakan modal dasar pembangunan nasional dalam hal pengembangan wisata alam dan devisa Negara dari sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era Globalisasi dan persaingan bebas Dewasa ini, pelatihan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Di era Globalisasi dan persaingan bebas Dewasa ini, pelatihan karyawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Globalisasi dan persaingan bebas Dewasa ini, pelatihan karyawan dalam setia perusahaan, merupakan hal yang sangat penting untuk melatih dan mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mineral dan produk mineral merupakan tulang punggung dari sebagian besar industri dan beberapa bentuk pertambangan atau penggalian dilakukan di hampir setiap negara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3 CV. KARYA BHAKTI USAHA Jampirejo Timur No 351 Temanggung PRA RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (PRARK3K) Disiapkan untuk pekerjaan: Rehabilitasi Jaringan Irigasi Kali Pacar 1. KEBIJAKAN K3

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geoteknik merupakan suatu ilmu terapan yang peranannya sangat penting, tidak hanya dalam dunia pertambangan akan tetapi dalam berbagai bidang seperti teknik sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Tingginya Mobilitas Penggunaan Jalan di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Tingginya Mobilitas Penggunaan Jalan di Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Latar belakang permasalahan merupakan beberapa isu yang membutuhkan solusi melalui perancagan sebuah fasilitas bangunan untuk memecahkan masalah tersbut.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Blok pertambangan bawah tanah Deep Ore Zone (DOZ) PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan pertambangan bijih mineral logam dengan produk utama berupa tembaga (Cu) yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1388,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BASARNAS. Organisasi. Kantor SAR. Klasifikasi. Kriteria. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 19 TAHUN 2014 TENTANG KRITERIA KLASIFIKASI ORGANISASI

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERMASALAHAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERMASALAHAN BAB 3 ANALISIS DAN PERMASALAHAN 3.1 Analisis Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis sistem yang berjalan, analisis piranti lunak sejenis yang pernah digunakan PT. Freeport Indonesia (PTFI), analisis

Lebih terperinci

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana BAB II DISASTER MAP 2.1 Pengertian bencana Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang dimaksud dengan bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TATA CARA PENGAWASAN LINGKUNGAN SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BIDANG PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG : IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL

KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG : IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG : IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL Dedy Muljadihardja*, Herry Permana*, Fredy Epriliansyah* T. Yan W. M. Iskandarsyah** ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan berusaha untuk menerapkan strategi-strategi terbaik agar dapat bertahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan berusaha untuk menerapkan strategi-strategi terbaik agar dapat bertahan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah memperketat persaingan bisnis dalam pasar. Berbagai perusahaan berusaha untuk menerapkan strategi-strategi terbaik agar dapat bertahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu persoalan dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan dan keselamatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi, kebutuhan manusia akan energi semakin besar. Hampir setiap kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bentuk bencana alam geologis yang sering terjadi di Indonesia.Hardiyatmo (2006), menyatakan bahwa longsoran adalah gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) merupakan perusahaan tambang internasional utama dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengelola

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall

BAB I PENDAHULUAN. Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data deformasi lereng yang didapatkan dari perekaman Slope Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Cantilan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada tahun-tahun 2000 hingga sekarang apabila musim penghujan, sering menimbulkan permasalahan gerakan tanah. Sejak beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. No. 1523, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau saling tergantung satu sama lain dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (September, 2007) menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia melalui 15 pintu

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pertambangan bawah tanah diterapkan untuk memproduksi endapan bijih yang tersimpan di bawah permukaan dan tidak mengalami kontak langsung dengan udara terbuka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

SUDJATMOKO PERHAPI ID # Tambang Freeport Evaluasi Teknis Penambangan dan SDM

SUDJATMOKO PERHAPI ID # Tambang Freeport Evaluasi Teknis Penambangan dan SDM SUDJATMOKO PERHAPI ID # 9300748 Tambang Freeport Evaluasi Teknis Penambangan dan SDM Pendidikan ITB Teknik Pertambangan Lulusan Jurusan Tambang Umum Tahun 1992. Sertifikat Pengawas Operasional Utama, ESDM

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 TANGGUNG JAWAB PT FREEPORT INDONESIA TERHADAP PENANGANAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MIMIKA PAPUA 1 Oleh : Roni Sulistyanto Luhukay 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Jenis dan tingkat keadaan darurat seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hujan tropis Indonesia diperkirakan seluas 1,148,400-an kilometer persegi yang

PENDAHULUAN. hujan tropis Indonesia diperkirakan seluas 1,148,400-an kilometer persegi yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mempunyai hutan tropis terluas di dunia dan menduduki peringkat pertama di Asia Pasifik. Luas hutan hujan tropis Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan tambang terbuka disamping faktor cadangan, teknik penambangan, ekonomi dan lingkungan, serta faktor keamanan yang didalamnya termasuk faktor kestabilan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO Oleh: Yusman Wiyatmo Jurdik Fisika FMIPA UNY, yusmanwiyatmo@yahoo.com, HP: 08122778263 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut dan memiliki potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut dan memiliki potensi sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dua pertiga dari wilayah

Lebih terperinci

K176. Tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan di Tambang

K176. Tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan di Tambang K176 Tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan di Tambang 1 K176 - Tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan di Tambang ISBN 978-92-2-xxxxxx-x Cetakan Pertama, 2010 Penggambaran-penggambaran yang

Lebih terperinci

No semua komponen bangsa, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pencarian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Badan

No semua komponen bangsa, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pencarian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Badan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6061 HANKAM. Pencarian dan Pertolongan. Operasi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 113) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010

Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010 Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010 SAMBUTAN PENGARAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA GELAR KESIAPAN SATUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci